Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PROPOSAL SKRIPSI
6
ANALISIS NILAI KARAKTER PERMAINAN TRADISIONAL
BENTENGAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR
Oleh
MEYRNA PUTRI NUR HARSATI
201733113
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2021
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemajuan teknologi yang pesat di era digital mendorong perubahan dalam
segala aspek kehidupan manusia, baik itu bersifat positif maupun bersifat negatif.
Setiap individu dengan mudah mengakses segala informasi di penjuru dunia hanya
melalui genggaman tangan. Namun, kemudahan tersebut, dapat memunculkan
lunturnya rasa solidaritas dan kebersamaan manusia. Selain perkembangan
teknologi, perubahan pada manusia juga diakibatkan oleh perkembangan ilmu
pengetahuan, psikologi dan transformasi nilai-nilai budaya (Uno & Lamatenggo,
2016:5).
Kemajuan teknologi memicu masuknya budaya asing di Indonesia. Hal
tersebut dapat mengubah pola pikir, gaya hidup dan pola interaksi manusia. Dewasa
ini, masyarakat Indonesia cenderung memiliki pola pikir instan, menganut gaya
hidup kebarat-baratan, dan bersikap individualis dimana mementingkan
kehidupannya sendiri daripada memedulikan sesama. Oleh karena itu, masuknya
budaya asing di Indonesia juga menjadi ancaman yang mampu mengikis karakter
anak bangsa.
Permasalahan karakter siswa dalam dunia pendidikan di Indonesia masih
memprihatinkan. Rendahnya karakter siswa dapat dilihat dari fakta yang terdapat
di media. Sebagaimana media online nasional Detiknews (26/03/2019) yang
memberitakan ada sejumlah siswa laki-laki mem-bully guru wanita di sekolah. Para
siswa mengitari guru sambil bernyanyi dan berjoged, sedangkan guru hanya
terdiam. Bahkan salah satu siswa naik ke atas meja guru. Peristiwa tersebut terekam
dalam sebuah video dan beredar luas di media sosial (Komara, 2019).
Lickona dalam (Barnawi & Arifin, 2016:12-13) juga mengemukakan sepuluh
tanda merosotnya karakter bangsa yaitu :
1) Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja/masyarakat, 2) Penggunaan
bahasa dan kata-kata yang tidak baku, 3) Pengaruh per-group (geng) dalam
tindak kekerasan menguat, 4) Meningkatnya perilaku merusak diri, 5)
Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, 6) Etos kerja yang
3
menurun, 7) Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, 8)
Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan kelompok, 9) Budaya
kebohongan/ketidakjujuran, 10) Adanya rasa curiga dan kebencian antar
sesama.
Fenomena rusaknya karakter akan semakin cepat ketika masyarakat
pengguna teknologi tidak memahami filosofi teknologi, sehingga salah dalam
memanfaatkan dan memandang nilai fungsi teknologi (Barnawi & Arifin, 2016).
Misalnya, fungsi gadget yang seharusnya digunakan untuk komunikasi dan
menyimpan data penting, tetapi disalahgunakan untuk mengakses hal-hal yang
menyimpang oleh penggunanya. Fajrin (2015) berpendapat bahwa penggunaan
gadget oleh anak-anak kebanyakan digunakan sebagai media alat bermain, yakni
untuk memainkan aplikasi permainan (games).
Masa anak-anak tidak luput dari bermain. Setiap anak pasti menyukai
bermain, baik itu bermain sendiri maupun bermain bersama teman. Kemajuan
teknologi yang semakin pesat ternyata juga dapat mempengaruhi aktivitas bermain
anak (Nur, 2013). Perubahan aktivitas bermain dilihat dari anak-anak yang dulunya
bermain permainan tradisional, tetapi sekarang beralih bermain permainan modern
seperti game online, video game dan playstation. Eksistensi permainan tradisional
menjadi tergeser dan mulai dilupakan oleh anak-anak.
Sementara itu, permainan modern tidak selalu berdampak positif, tetapi juga
memberikan dampak negatif bagi anak. Seperti contoh kasus yang diberitakan pada
sebuah media online nasional Kompas (21/11/2019) dimana anak berusia 12 tahun
membolos sekolah selama 4 bulan karena kecanduan game online. Anak tersebut
bermain game online sepanjang sore hingga menjelang fajar, sehingga jarang keluar
kamar (Sukoco, 2019). Kasus tersebut menunjukkan bahwa kecanduan permainan
modern akut dapat mempengaruhi perilaku anak. Adanya permasalahan-
permasalahan tersebut maka diperlukan suatu upaya untuk mengatasinya.
Penyelenggaraan pendidikan karakter menjadi salah satu tuntutan untuk
mengatasi menurunnya kualitas moral siswa di Indonesia (Sudrajat, 2011).
Narwanti (2014:14) menjelaskan definisi pendidikan karakter yaitu suatu
penanaman sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk
4
melaksanakan nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan dalam
diri siswa yaitu 18 karakter yang telah dirumuskan oleh Kementerian Pendidikan
Nasional (Kemendiknas) (Suyadi, 2013:7). Adanya internalisasi nilai-nilai karakter
tersebut, diharapkan kelak dapat membentuk karakter anak yang sesuai nilai-nilai
moral pancasila dan agama.
Penanaman nilai-nilai karakter melalui pendidikan karakter ini harus
diterapkan sejak dini kepada anak Sekolah Dasar sampai ke perguruan tinggi.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Saputra (2017) yaitu nilai-nilai karakter dapat
diinternalisasikan melalui lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Proses penanaman karakter dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan pikiran, hati
dan tindakan secara berkelanjutan, untuk membentuk, menumbuhkan,
mendewasakan kepribadian anak sehingga hasilnya dapat nampak dalam kegiatan
sehari-hari baik di sekolah, keluarga maupun masyarakat (Saputra, 2017).
Penanaman nilai-nilai karakter pada siswa Sekolah Dasar dapat dilakukan
melalui permainan edukatif sederhana, mengingat usia siswa Sekolah Dasar yang
berada dalam tahap bermain (Abdullah dkk, 2016). Anak-anak Sekolah Dasar
memperoleh manfaat yang dapat membentuk karakternya saat memainkan sebuah
permainan. Driyarkara (2006) mengemukakan bahwa jenis-jenis permainan yaitu
permainan kecil dengan alat, permainan kecil tanpa alat, permainan besar dengan
bola kecil dan permainan besar dengan bola besar.
Penanaman nilai-nilai karakter dapat dilakukan melalui permainan tradisional
(Rukiyah, 2019). Hal tersebut dikarenakan permainan tradisional mengandung
nilai-nilai yang dapat memengaruhi perkembangan karakter anak. Sebagaimana
hasil penelitian dari Kurniati (2011) yaitu melalui permainan tradisional anak
mampu mengembangkan kerjasama, mampu menyesuaikan diri, saling berinteraksi
secara positif, mampu mengontrol diri, mampu mengembangkan sikap empati
terhadap teman, memiliki kemampuan dalam menaati aturan, serta mampu
menghargai orang lain. Penelitian yang dilakukan Yudiwinata & Handoyo (2014)
juga menunjukkan bahwa anak-anak yang melakukan permainan tradisional jauh
lebih berkembang kemampuan dan karakternya.
5
Permainan tradisional merupakan suatu aktivitas permainan yang
berkembang dari suatu daerah tertentu yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan
nilai kehidupan masyarakat serta diturunkan dari generasi ke generasi (Kurniati,
2016:2). Permainan tradisional telah menjadi identitas warisan budaya bangsa yang
turun menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Permainan tradisional
kebanyakan memanfaatkan media sederhana seperti bambu, kayu atau bahan alam
lainnya. Pemanfaatan bahan alam yang ada di lingkungan sekitar ini membuat anak-
anak zaman dahulu lebih kreatif.
Indonesia memiliki berbagai macam permainan tradisional. Setiap daerah
memiliki permainan yang serupa dengan daerah lain, namun penyebutan nama
permainan terdapat sedikit perbedaan. Syamsurrijal (2020) menjelaskan jenis-jenis
permainan yang ada di Indonesia yaitu :
“Gobak sodor, petak umpet, angkling atau engklek, dakon atau congklak,
egrang, lompat tali, lempar batu atau gatheng, bola bekel, ular naga, layang-
layang, cublak-cublak suweng, jamuran, kotak pos, sepak sekong, cendak
beralih, gundu atau kelereng, ABC lima dasar, benteng-bentengan, balap
karung, rumah-rumahan tanah, boi-boinan, gasingan, gatrik, lenggang rotan,
masak-masakan …”.
Salah satu jenis permainan tradisional yaitu bentengan. Nurastuti, dkk.
(2015) mengemukakan bahwa permainan tradisional bentengan merupakan
permainan yang memerlukan dua tim untuk bermain. Tujuan utama permainan
tradisional bentengan yaitu saling menyerang dan menduduki benteng lawan
dengan menyentuh pohon, pilar atau tiang yang telah dipilih oleh lawan serta
meneriakkan kata “benteng!”. Permainan ini sangat menyenangkan karena
termasuk permainan adu ketangkasan yang bersifat kompetisi serta ditentukan ada
pihak pemenang dan kalah (Sururiyah, 2019:23).
Alasan peneliti memfokuskan penelitian pada permainan tradisional
bentengan karena anak Sekolah Dasar belum pernah mengenal permainan ini.
Selain itu, permainan bentengan mengandung nilai-nilai karakter dan banyak
pelajaran yang dapat diaplikasikan oleh anak Sekolah Dasar dalam kehidupan
sehari-hari. Permainan bentengan sangat menarik, menyenangkan melatih
kecepatan, kelincahan, daya tahan dan kekuatan anak untuk berlari, sehingga
6
kemampuan motorik anak dapat berkembang. Tidak hanya itu, permainan ini dapat
memupuk kerja sama antar tim yang baik dan harus dilestarikan di tengah kemajuan
teknologi seperti sekarang.
Berdasarkan observasi awal yang telah peneliti lakukan pada tanggal 13
September 2020 di Desa Trangkil RT 3 RW 3 Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati,
anak-anak sekolah dasar sudah jarang bermain permainan tradisional termasuk
permainan tradisional bentengan. Anak lebih sering bermain permainan modern
seperti Free Fire, Mobile Legends, dan PUBG Mobile yang ada di gadget mereka
masing-masing. Mereka lebih sering menghabiskan waktunya di rumah untuk
bermain permainan yang ada di gadget. Anak-anak di wilayah tersebut juga tidak
ada yang terlihat bermain permainan tradisional bentengan (Lampiran halaman 39).
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan peneliti kepada anak-anak
sekolah dasar dan orang tua di Desa Trangkil RT 3 RW 3 Kecamatan Trangkil
Kabupaten Pati, bahwa anak-anak yang kurang mengetahui permainan tradisional
bentengan. Beberapa anak ada yang tidak mengetahui jenis dan cara bermain
permainan bentengan. Beberapa anak lainnya mengetahui jenis dan cara bermain
permainan tersebut. (Lampiran halaman 43 dan 45).
Berdasarkan observasi dan wawancara tersebut, menunjukkan bahwa
permainan tradisional khususnya permainan tradisional bentengan mulai
ditinggalkan. Perkembangan teknologi menuntun anak-anak sekolah dasar
cenderung lebih menyukai permainan modern untuk dimainkan. Padahal permainan
tradisional khususnya permainan tradisional bentengan terdapat pelajaran dan nilai-
nilai yang harus tetap dilestarikan untuk generasi selanjutnya.
Beberapa penelitian yang mendukung penelitian ini yaitu Zulaeni, dkk
(2019) yang mengungkap bahwa dalam permainan tradisional boin-boin
terinternalisasi tujuh nilai karakter yaitu nilai religius, nilai rasa ingin tahu, nilai
jujur, nilai tanggungjawab, nilai kerja keras, nilai peduli sosial dan cinta damai.
Hasil penelitian Susilawati, dkk (2018) mengemukakan bahwa terdapat pengaruh
permainan tradisional bentengan terhadap peningkatan interaksi sosial pada siswa
kelas 3. Rejeki, dkk (2018) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa terdapat
nilai-nilai karakter pada permainan tradisional kadende sorong diantaranya yaitu
7
nilai kedisiplinan, nilai ketangkasan, nilai sosial, nilai kesehatan, nilai kerjasama,
nilai kerukunan, nilai kreatifitas dan nilai pengaturan strategi.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, sangat penting dilakukan
penelitian dengan judul “Analisis Nilai Karakter Permainan Tradisional Bentengan
pada Siswa Sekolah Dasar”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Bagaimana analisis
nilai-nilai karakter dalam permainan tradisional bentengan pada siswa Sekolah
Dasar di wilayah Desa Trangkil RT 3 RW 3 Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan analisis nilai-nilai yang terkandung
dalam permainan tradisional bentengan pada siswa Sekolah Dasar di wilayah Desa
Trangkil RT 3 RW 3 Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dipaparkan di atas, manfaat
penelitian ini sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai permainan
tradisional khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter bagi anak.
Selain itu, juga diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk
mengembangkan penelitian khususnya permainan tradisional bentengan.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa Sekolah Dasar
Memberikan pemahaman dan pengalaman mengenai permainan
tradisional bentengan dan anak dapat menjadi pribadi yang berkarakter baik di
masa yang akan datang.
8
b. Bagi Orang Tua
Membantu orang tua agar tidak salah memilih permainan untuk anaknya
serta mendukung anak agar tetap bermain permainan tradisional terutama
permainan tradisional bentengan.
c. Bagi Peneliti
Memperoleh pengalaman secara langsung dalam bidang penelitian
khususnya penelitian tentang nilai-nilai karakter yang terkandung dalam
permainan tradisional.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1.5.1 Penelitian ini meneliti tentang nilai-nilai karakter dalam permainan
tradisional bentengan. Penelitian dilakukan di wilayah Desa Trangkil
RT 3 RW 3, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati.
1.5.2 Subjek penelitian yaitu siswa Sekolah Dasar yang berdomisili di Desa
Trangkil RT 3 RW 3, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati. Penelitian
ini mengambil 6 anak dengan kategori siswa Sekolah Dasar kelas tinggi
berusia 9 tahun sampai 12 tahun dan kurang mengetahui permainan
tradisional bentengan. Selain itu, subjek penelitian lainnya yaitu
beberapa ahli yang dianggap mengetahui tentang nilai karakter dan
permainan tradisional. Peneliti memilih siswa Sekolah Dasar kelas
tinggi karena pada usia tersebut anak-anak senang bermain dan mampu
membentuk sebuah kelompok sebaya untuk diajak bermain bersama.
1.6 Definisi Operasional
Berdasarkan alasan pemilihan judul di atas, untuk menjaga agar tidak
terjadi salah peneliti membatasi istilah yaitu :
1.6.1 Nilai Karakter
Nilai karakter merupakan sesuatu yang dianggap penting untuk
mengarahkan atau menentukan sikap seseorang.
9
1.6.2 Permainan Tradisional Bentengan
Permainan tradisional bentengan merupakan jenis permainan
tradisional yang dimainkan anak-anak secara berkelompok dengan
jumlah 8-16 orang dimana membutuhkan ketangkasan, kecepatan
berlari dan strategi untuk mempertahankan benteng serta merebut
benteng lawan agar mendapatkan kemenangan.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Konseptual
2.1.1 Pengertian Nilai
Nilai berasal dari kata vale’re (bahasa Latin), yang merupakan berguna,
mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang
dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau
sekelompok orang (Sulastri, 2018:11). Nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.
Menurut Nopitasari (2019:16), nilai atau value merupakan prinsip, standar atau
kualitas yang dianggap berharga atau diinginkan oleh orang yang memegangnya.
Nugrahastuti, dkk (2016) mengemukakan nilai merupakan suatu bobot atau kualitas
perbuatan kebaikan yang terdapat dalam berbagai hal yang dianggap sebagai
sesuatu yang berharga, berguna dan memiliki manfaat.
Berdasarkan uraian pengertian nilai di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai
merupakan sifat-sifat yang berharga dan dianggap penting bagi masyarakat. Nilai
merupakan salah satu bagian dari proses pembentukan karakter seseorang. Nilai
dipandang baik karena dapat memberikan makna hidup bagi kebanyakan orang.
Oleh karena itu, nilai menjadi sangat penting untuk ditanamkan sejak dini karena
sebagai acuan hidup manusia dalam bertingkah laku di kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana yang dikemukakan Sulastri (2018:58) bahwa nilai mempunyai tiga
tahapan sebagai acuan tingkah laku yaitu:
1) Values thinking, dimana nilai-nilai berada dalam tahap dipikirkan,
seseorang telah mengetahui hal yang benar dan salah untuk bertindak.
2) Values affective, dimana nilai-nilai telah berubah menjadi niat untuk
melakukan sesuatu.
3) Values action, dimana niat (komitmen) menjadi semakin kuat untuk
diwujudkan sebagai aksi nyata.
11
2.1.2 Pengertian Karakter
Karakter berasal dari kata charassein (bahasa Yunani) yang berarti “to
mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku (Aeni, 2014). Jika seseorang
berbohong, jahat, rakus maka dikatakan sebagai orang berkarakter jelek, sedangkan
seseorang yang berperilaku sesuai dengan moral maka dikatakan sebagai orang
berkarakter mulia. Karakter menurut Listyono (2012) merupakan perwatakan yang
tergambar dan tertanam dalam diri seseorang serta membedakannya dengan orang
lain.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter merupakan sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Karakter merupakan salah satu ciri khas yang terdapat dalam diri manusia
(Sukmayadi, 2016). Karakter merupakan nilai-nilai universal perilaku manusia
yang meliputi seluruh aktivitas kehidupan, baik yang berhubungan dengan Tuhan,
diri sendiri, sesama manusia, maupun dengan lingkungan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum,
tata krama, budaya dan adat istiadat (Suyadi, 2013:5).
Berdasarkan uraian definisi di atas dapat disimpulkan bahwa karakter yaitu
ciri khas yang membedakan seseorang dalam bersosialisasi dengan orang lain di
kehidupan sehari-hari. Karakter tidak dapat muncul secara instan, tetapi perlu
dilakukan pembiasaan sehari-hari agar tampak pada perilaku seseorang. Apabila
pembiasaan tidak berjalan, akan memunculkan karakter yang buruk. Begitu pula
sebaliknya, jika karakter dikembangkan kualitasnya melalui pembiasaan maka akan
memunculkan karakter yang baik.
Lickona (dalam Idris, 2018) berpendapat bahwa karakter yang baik terdiri
dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik dan melakukan hal
yang baik, kebiasaan dalam cara berpikir, kebiasaan dalam hati dan kebiasaan
dalam tindakan. Hal tersebut diartikan bahwa karakter itu tidak hanya mengacu
kepada pengetahuan, tetapi juga kepada sikap dan perilaku yang baik, dimana
seseorang dapat mengaplikasikan dalam kehidupannya. Hilangnya karakter
mengakibatkan hilangnya generasi penerus bangsa, karena karakter merupakan
12
bagian yang sangat esensial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itu, untuk mencegah krisis tersebut pemerintah Indonesia berupaya
melakukan proses penanaman karakter melalui pendidikan karakter.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut (Hidayati, 2016).
Fitria, dkk (2019) juga menyatakan, “The educational character can be defined
strategies are from school life to help the character formation optimally”. Hal
tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan karakter didefinisikan sebagai strategi
dari sekolah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal. Strategi ini
diterapkan agar siswa mempunyai pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku
yang berakhlak mulia dan mempunyai daya saing global. Peserta didik diharapkan
mampu menginternalisasi nilai-nilai karakter dalam dirinya di kehidupan sehari-
hari untuk menjadi pribadi yang berkarakter baik.
2.1.3 Indikator Nilai-Nilai Karakter
Sukmayadi (2016) menjelaskan upaya penanaman karakter melalui
pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia dimana berasal dari nilai
moral universal (bersifat absolut) dan berasal dari agama (the golden rule). Nilai-
nilai karakter dasar menjadi pijakan penyelenggaraan pendidikan karakter di
sekolah maupun di universitas, yang kemudian dikembangkan menjadi nilai-nilai
yang lebih banyak (tidak bersifat absolut). Kemendiknas (dalam Wibowo, 2012)
mengemukakan terdapat 18 nilai karakter pada pendidikan karakter yang bersumber
dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Indikator Nilai-nilai
karakter menurut Kemendiknas (dalam Wibowo, 2012) pada penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Indikator Nilai-Nilai Karakter Menurut Kemendiknas
No. Nilai-Nilai Karakter Deskripsi
1. Religius Sikap dan perilaku patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.
13
Lanjutan Tabel 2.1 Indikator Nilai-Nilai Karakter Menurut Kemendiknas
2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan
pekerjaan.
3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap
dan tindakan orang lain yang berbeda dari
dirinya.
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib
dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
5. Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan
belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki.
7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan
orang lain.
9. Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan
didengar.
10. Semangat
kebangsaan/nasionalisme
Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara
di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta tanah air Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang
menunjjukan kesetian, kepedulian, dan
perhargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan
politik bangsa.
14
Lanjutan Tabel 2.1 Indikator Nilai-Nilai Karakter Menurut Kemendiknas
12. Menghargai prestasi Sikap dan tindakan yang mendororng dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
13. Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang,
berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan
orang lain.
14. Cinta damai Sikap, perkataan dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang dan
aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan
kebajikan bagi dirinya.
16. Pedulu lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusaan alam yang sudah
terjadi.
17. Peduli sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan kepada orang lain dan masyarakat
yang membutuhkan.
18. Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa
2.1.4 Cara Membentuk Karakter pada Siswa Sekolah Dasar
Setiap anak khususnya siswa Sekolah Dasar mempunyai karakter yang
berbeda-beda. Peran pendidik, orang tua dan lingkungan sekitar sangat dibutuhkan
untuk membentuk karakter anak yang unggul. Penanaman karakter dapat dilakukan
dengan cara yang tepat, sehingga karakter anak dapat terbentuk menjadi lebih baik.
Helmawati (2017:25) menjelaskan bahwa metode, cara atau strategi yang dapat
membentuk anak berkarakter diantaranya yaitu :
15
a. Sedikit pengajaran atau teori
Helmawati (2017:25) mengemukakan bahwa untuk membentuk seseorang
mempunyai karakter yang baik, minimal perlu contoh dan pembiasaan. Hal tersebut
diawali dari guru yang menerapkan pendidikan karakter di sekolah dengan sedikit
pengajaran (teori) dan memperbanyak praktik. Misal dengan menyisipkan nilai-
nilai karakter dalam pembelajaran. Adanya cara tersebut, siswa diharapkan
mempunyai perilaku dan karakter yang unggul (berakhlak mulia), sehingga tujuan
pendidikan karakter dapat tercapai.
b. Banyak peneladanan
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang paling
berpengaruh bagi anak (Helmawati, 2017:26). Keteladanan anak dapat diperoleh
dari orang tua, guru maupun tokoh masyarakat (public figure). Orang tua menjadi
teladan utama bagi anak. Sejak lahir anak tinggal bersama orang tuanya, sehingga
lisan dan perilaku orang tua akan dicontoh oleh anaknya. Apabila orang tua
mempunyai perilaku yang baik, maka anak akan berperilaku yang baik pula seperti
jujur, bertanggung jawab, ramah, dermawan dan lain sebagainya. Begitu pula
sebaliknya, apabila orang tua berperilaku tidak baik seperti sering berbohong, pelit,
tidak dapat dipercaya maka anak akan berperilaku sama seperti orang tuanya.
Adanya peneladanan yang baik bagi anak dapat membantu anak membentuk
karakter yang baik juga.
c. Banyak pembiasaan atau praktik
Pembiasaan merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengaplikasikan
perilaku-perilaku yang belum pernah atau jarang dilaksanakan menjadi sering
dilaksanakan, hingga pada akhirnya menjadi kebiasaan (Helmawati, 2017:28).
Pembiasaan baik di lingkungan keluarga misalnya rajin beribadah, berpamitan
kepada orang tua ketika datang dan pergi ke luar rumah, membiasakan berdoa
sebelum melakukan sesuatu, dan lain sebagainya. Pembiasaan baik di lingkungan
sekolah misalnya membiasakan menaati tata tertib sekolah, menjaga kebersihan
kelas, menyapa guru atau teman saat berpapasan, dan lain sebagainya. Pembiasaan
baik di lingkungan masyarakat misalnya membiasakan bergotong royong, menyapa
tetangga saat berpapasan, menaati tata tertib yang berlaku di masyarakat,
16
membiasakan mengucapkan salam dan mengetuk pintu saat bertamu. Adanya
pembiasaan baik pada anak di setiap lingkungan, maka terbentuklah karakter anak.
d. Banyak motivasi
Motivasi jika diarahkan kepada hal yang baik akan membentuk anak atau
seorang individu memiliki karakter yang baik. (Helmawati, 2017:30). Jika anak
diberi motivasi lebih oleh orang tua ataupun guru, maka anak akan semangat dalam
mengerjakan sesuatu. Semakin banyak motivasi yang diberikan untuk
mengembangkan potensinya, semakin semangat pula anak untuk mengubah dirinya
menjadi individu yang lebih baik. Hal tersebut menjadikan anak mempunyai
karakter yang lebih tanggung dan berakhlak mulia.
e. Pengawasan dan penegakan aturan yang konsisten
Helmawati (2017:31) menjelaskan bahwa agar seseorang tetap menjadi
orang atau individu yang lurus dan benar, perlu ada pengawasan dan penegakan
aturan. Guru dan orang tua perlu memberikan pengawasan kepada anak-anak agar
tetap berperilaku baik dan benar. Apabila anak-anak melakukan hal-hal yang
menyimpang, guru maupun orang tua dapat membimbing dan memberikan sanksi.
Hal itu diterapkan kepada anak-anak yang berperilaku menyimpang agar mereka
bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Adanya pengawasan dan penegakan
aturan yang konsisten, diharapkan dapat menjaga anak agar tetap mempunyai
karakter yang baik.
2.1.5 Pentingnya Nilai Karakter untuk Siswa Sekolah Dasar
Ancaman hilangnya nilai karakter di era digital semakin nyata. Fenomena
tersebut terjadi ketika banyak orang yang menyalahgunakan penggunaan teknologi.
Arifin & Bernawi (2012:16) menjelaskan bahwa dampak merosotnya karakter yaitu
berpotensi bermasalah dengan hukum, terlibat kekerasan, hilangnya percaya diri,
menjadi individu yang tidak jelas dan tidak memiliki karakter.
Oleh karena itu, penanaman nilai karakter perlu dilakukan sejak usia
Sekolah Dasar bahkan mulai dari usia dini. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Mustadi (2011:6) bahwa mengingat pentingnya penanaman karakter usia di
Sekolah Dasar dan mengingat usia Sekolah Dasar merupakan masa awal
17
pembentukan diri, maka penanaman karakter yang baik di usia Sekolah Dasar
merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Penanaman nilai karakter pada
siswa Sekolah Dasar dapat dilakukan melalui pelaksanaan pendidikan karakter di
sekolah, rumah maupun masyarakat.
Pendidikan karakter dilakukan secara konsisten agar kualitas generasi
penerus bangsa mengalami peningkatan. Hasil penanaman karakter pada siswa
Sekolah Dasar tidak dapat terbentuk secara instan, namun akan terlihat pada
perilaku sehari-hari di tahun-tahun berikutnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Nurfalah (2016) bahwa pendidikan karakter sangat penting untuk
diimplementasikan sebagai upaya pembentukan insan kamil yang memiliki
kepekaan sosial, akhlak mulia dan mampu berperan aktif dalam mewujudkan
masyarakat yang damai dan kondusif, serta bangsa yang maju dan bermartabat.
2.1.6 Pengertian Permainan
Permainan adalah situasi bermain yang berkaitan dengan aturan dan tujuan
tertentu, dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam bermain terdapat kegiatan
yang terikat dengan aturan untuk mencapai tujuan tertentu (Nur, 2013). Wijayanti
(2014) berpendapat bahwa permainan merupakan sebuah aktivitas rekreasi yang
menyenangkan, mengisi waktu senggang atau berolahraga ringan. Menurut Piaget,
permainan dapat membentuk konsep keterampilan dan kognisi anak serta
mengembangkan kognisi tersebut (Yudiwinata dan Handoyo, 2014).
Uraian di atas membuktikan bahwa permainan memiliki peran yang dapat
menumbuhkan kreatifitas, kecerdasan, keterampilan berbicara anak dan proses
interaksi dengan orang lain. Permainan digolongkan menjadi permainan tradisional
dan permainan modern. Permainan tradisional dimainkan secara turun temurun
sejak zaman dahulu, sedangkan permainan modern mulai dimainkan setelah abad
ke-20 dimana menggunakan alat berteknologi seperti handphone, gadget, laptop
dan komputer.
2.1.7 Jenis-Jenis Permainan
Driyarkara (2006) berpendapat bahwa permainan dibagi menjadi dua yaitu :
18
a. Permainan kecil
Permainan kecil yaitu suatu bentuk permainan yang tidak mempunyai
peraturan yang baku, baik mengenai peraturan permainannya, pemimpin
permainan, media yang digunakan, ukuran lapangan maupun durasi
permainannya (Blegur & Wasak, 2018). Driyarkara (2006) menjelaskan
permainan kecil ada dua macam yaitu :
1) Permainan kecil tanpa alat, diantaranya lari bolak-balik, menjala ikan,
kucing dan tikus, gobak sodor dan lain-lain.
2) Permainan kecil dengan alat, diantaranya lari bolak-balik sambil
memindahkan benda, main tali, kasti, rounders dan lain-lain.
b. Permainan besar
Hartati (dalam Blegur & Wasak, 2018) mengemukakan bahwa permainan
besar memiliki peraturan permainan yang baku (standar), induk organisasi
resmi dan menggunakan media yang standar. Driyarkara (2006) menjelaskan
permainan besar ada dua macam yaitu :
1) Permainan besar dengan bola kecil, diantaranya tenis meja, bulutangkis,
golf, base ball, soft ball dan lain-lain.
2) Permainan besar dengan bola besar, diantaranya bola voli, bola basket,
sepakbola, polo air, bola tangan dan lain-lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, permainan tradisional termasuk permainan
kecil. Hal tersebut dikarenakan permainan tradisional tidak mempunyai peraturan
tertentu, baik peraturan tentang pemimpin permainan, medianya, ukuran lapangan
dan durasi pelaksanaan permainan.
2.1.8 Pengertian Permainan Tradisional
Permainan tradisional merupakan suatu aktivitas permainan yang tumbuh
dan berkembang di suatu daerah, yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan tata nilai
kehidupan masyarakat dan diajarkan secara turun-temurun dari satu generasi ke
generasi selanjutnya (Kurniati, 2016). Permainan tradisional telah berkembang
sejak zaman dahulu sebagai warisan untuk generasi berikutnya. Setiap daerah di
Indonesia mempunyai permainan tradisional dengan sebutan yang berbeda-beda.
19
Menurut Wijayanti (2014), permainan tradisional merupakan kegiatan bermain
yang dilakukan anak-anak yang berasal dari budaya Indonesia. Permainan
tradisional dimainkan anak-anak secara berkelompok dengan saling bekerja sama
untuk mencapai tujuan permainan. Namun, tidak semua jenis permainan tradisional
dapat dimainkan oleh anak semua usia.
Permainan tradisional merupakan warisan budaya bangsa Indonesia yang
beragam (Sukmayadi, 2016). Warisan budaya ini menunjukkan ciri khas dan
karakter suatu masyarakat. Selain itu, permainan tradisional juga sebagai alat untuk
memelihara hubungan dan kenyamanan sosial. Berdasarkan pengertian di atas,
dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional adalah permainan yang sudah ada
sejak zaman dahulu dan diwariskan secara turun temurun kepada generasi
selanjutnya. Permainan tradisional dapat dimainkan dengan menggunakan alat
bantu maupun tidak. Alat bantu permainan tersebut berupa benda sekitar, bambu,
kayu, batok dan lainnya, sehingga tidak memerlukan biaya yang besar untuk
memainkannya. Anak-anak biasanya memainkan permainan tradisional di lapangan
yang luas.
2.1.7 Pengertian Permainan Tradisional Bentengan
Setiap daerah memiliki berbagai jenis permainan tradisional dengan sebutan
yang berbeda-beda dengan daerah lainnya. Jenis-jenis permainan tradisional
diantaranya yaitu gobak sodor, engklek, congklak, benthik, balap karung, ular naga,
egrang, gasing, petak umpet, lompat tali, tarik tambang, bekelan dan yang lainnya.
Salah satu jenis permainan tradisional adalah permainan bentengan. Menurut
Mulyani (2013:22), bentengan adalah permainan yang membutuhkan ketangkasan,
kecepatan berlari dan strategi yang jitu. Efendi, dkk (2017) mengemukakan
permainan tradisional bentengan merupakan permainan yang merebut benteng
lawan sekaligus mempertahankan benteng kelompok.
Permainan ini dilakukan oleh dua tim yang jumlahnya seimbang. Setiap
kelompok terdiri dari 8-16 pemain yang dapat dilakukan oleh laki-laki maupun
perempuan. Tujuan permainan ini yaitu pemain dituntut untuk menyerang dan
mengambil alih benteng lawan sekaligus menjaga bentengnya sendiri.
20
Benteng/markas yang digunakan untuk permainan bentengan dapat berupa tiang,
pohon, pilar rumah, tongkat kayu dan lainnya. Permainan bentengan dapat
dilakukan di lapangan, halaman rumah, pantai atau di dalam ruangan yang luas.
Bentuk lapangan permainan tradisional bentengan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bentuk Lapangan Permainan Tradisional Bentengan
2.1.8 Cara Bermain Permainan Tradisional Bentengan
Sururiyah (2019:22) mengemukakan aturan dan cara bermain permainan
bentengan cukup mudah yaitu :
a. Membagi pemain menjadi dua tim dengan masing-masing tim berjumlah 4
sampai 8 pemain.
b. Setiap tim menyepakati daerah aman dan tempat pemain yang
tertangkap/tertawan terlebih dahulu, letaknya di sekitar benteng masing-
masing.
c. Permainan dimulai dengan salah satu pemain yang keluar dari bentengnya.
d. Pemain dari tim lawan mengejar untuk menyentuh pemain tersebut. Untuk
menghindari sentuhan dari tim lawan, pemain harus sering kembali dan
menyentuh bentengnya.
Benteng
Tempat tawanan/penjara
21
e. Pemain harus sering kembali dan menyentuh bentengnya karena peran
“penangkap/penawan” dan “tawanan” ditentukan berdasarkan waktu
terakhir menyentuh benteng.
f. Pemain berperan menjadi penangkap/penawan ketika pemain tersebut
paling dekat waktunya dalam menyentuh benteng. Pemain yang tersentuh,
otomatis menjadi tawanan di benteng lawan.
g. Pemain lain yang satu anggota dengan tawanan dapat menyelamatkannya.
Caranya yaitu dengan mendatangi tim lawan untuk menyentuh tawanan
tersebut. Pemain juga harus waspada agar tidak tersentuh oleh tim lawan.
h. Pemenang ditentukan pada tim yang pemainnya dapat menyentuh tiang,
pohon atau pilar tim lawan dan meneriakkan kata “benteng!”.
Setiap tim dapat menerapkan strategi dalam memenangkan permainan.
Adapun strategi yang diterapkan seperti membagi pemain menjadi penyerang,
mata-mata, pengganggu dan penjaga benteng (Sururiyah, 2019). Tugas dari
penyerang yaitu mencari celah untuk menyentuh benteng lawan, tugas dari mata-
mata yaitu mencari lawan yang telah lama tidak menyentuh benteng, tugas dari
pengganggu yaitu memancing lawan untuk keluar dari daerah aman, sedangkan
tugas dari penjaga benteng yaitu menjaga benteng tim agar tidak tersentuh oleh
lawan.
2.1.8 Manfaat Permainan Tradisional Bentengan
Permainan tradisional dikenal sebagai identitas bangsa, anak-anak pada
zaman sekarang dapat melestarikan agar tidak punah dan dilupakan. Selain itu,
Misbach (2006) mengungkapkan bahwa permainan tradisional mempunyai manfaat
untuk mengoptimalkan perkembangan anak dari berbagai aspek, seperti :
a. Aspek motorik. Aspek ini dapat melatih daya tahan, daya lentur,
sensorimotorik, motorik kasar dan motorik halus.
b. Aspek kognitif. Aspek ini dapat mengembangkan imajinasi, kreatifitas,
problem solving, strategi, antisipatif dan pemahaman kontekstual.
c. Aspek emosi. Aspek ini dapat mengasah empati, pengendalian diri dan
kontrol emosi.
22
d. Aspek bahasa. Aspek ini dapat mengembangkan pemahaman konsep-
konsep nilai.
e. Aspek sosial. Aspek ini dapat menjalin relasi, kerja sama, melatih
kematangan sosial dan teman sebaya, serta meletakkan pondasi untuk
melatih keterampilan sosialisasi berlatih peran dengan masyarakat.
f. Aspek spiritual. Aspek ini dapat mendorong anak untuk menyadari
keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat agung (transcendental).
g. Aspek ekologis. Aspek ini dapat memfasilitasi anak untuk dapat
memahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara bijaksana.
h. Aspek nilai-nilai/moral. Aspek ini dapat memfasilitasi anak untuk
menghayati nilai-nilai moral yang diwariskan dari generasi terdahulu
kepada generasi berikutnya.
Adapun manfaat permainan bentengan selain menyenangkan dan
menyehatkan yaitu dapat melatih kecepatan, kelincahan dan ketangkasan anak
dalam berlari, dapat memupuk kerjasama antar kelompok, dapat melatih daya tahan
dan kekuatan tubuh karena dalam permainan ini anak dituntut untuk terus berlari
menangkap lawannya. Menurut Sururiyah (2019:23) menjelaskan jika dilihat dari
aspek afektif atau sikap, permainan bentengan mengajarkan supaya kita lebih
menumbuhkan sikap tolong menolong. Selain itu, permainan bentengan juga dapat
melatih jiwa sportivitas dengan mau mengakui kekalahan dan kemenangan.
Khosasi, dkk (2018) mengemukakan bahwa permainan bentengan
mempunyai beberapa manfaat diantaranya yaitu :
Manfaat moral dari permainan bentengan yaitu melatih minat anak untuk
saling kerjasama dalam anggota kelompok, taat pada aturan yang berlaku.
Manfaat sosial emosional dari permainan bentengan yaitu anak mampu
berinteraksi baik dalam kelompok maupun dengan kelompok lawan,
mampu menyusun rencana bersama anggota kelompok untuk
memenangkan permainan, belajar berorganisasi dengan membagi peran
dalam permainan dan berpikir bersama serta belajar untuk menjaga
temannya dari serangan lawan. Manfaat gerak motorik permainan
bentengan adalah anak melatih motorik kasar dengan berlari dan
ketangkasan terlatih dengan menghindar dan menyerang kelompok lawan.
23
2.1.9 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Jean Piaget (dalam Amrah, 2013) menjelaskan bahwa usia anak usia
Sekolah Dasar yaitu 7-11/12 tahun termasuk dalam tahap operasional konkret. Ada
empat tahapan perkembangan anak menurut Piaget, yakni :
a. Intelegensia sensimotor (masa lahir sampai 2 tahun)
Anak memeroleh pengetahuan melalui interaksi fisik dengan orang maupun
benda, seperti menggenggam dan menghisap.
b. Pemikiran pra operasional ( 2-7 tahun)
Anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk mempresentasikan dunia
(lingkungan) secara kognitif, seperti kata-kata, bilangan dan kegiatan.
c. Operasional konkret (7-11 tahun)
Anak sudah dapat membentuk operasi-operasi mental atas pengetahuan
yang mereka miliki, seperti menambah, mengurangi dan mengubah. Anak
dapat memecahkan masalah konkret dengan berpikir secara logis.
d. Operasional formal (11 – 15 tahun)
Anak sudah dapat berhubungan dengan peristiwa yang abstrak maupun
konkret. Anak dapat memecahkan masalah dengan berpikir secara abstrak
melalui pengujian semua alternatif yang ada.
Fase perkembangan individu terdiri dari masa usia pra sekolah, masa usia
sekolah dasar, masa usia sekolah menengah dan masa usia mahasiswa (Yusuf,
2011:23). Yusuf (2011:24-25) menjelaskan bahwa masa usia Sekolah Dasar dibagi
menjadi dua fase yaitu :
a. Masa kelas rendah Sekolah Dasar, berusia sekitar 6 atau 7 tahun sampai usia
9 atau 10 tahun. Pada umumnya siswa kelas rendah berada pada kelas 1-3.
Adapun sifat khas siswa kelas rendah Sekolah Dasar yaitu :
1) Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan
prestasi (apabila prestasinya sehat maka banyak prestasi yang akan
diraih).
2) Sikap tunduk pada peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
3) Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.
4) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain.
5) Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu tidak
dianggap tidak penting.
6) Pada masa ini (terutama 6-8 tahun) anak menghendaki nilai (angka rapor)
yang baik.
24
b. Masa kelas tinggi Sekolah Dasar, berusia sekitar 9 atau 10 tahun sampai usia
12 atau 13 tahun. Pada umumnya siswa kelas tinggi berada pada kelas 4-6.
Adapun sifat khas siswa kelas tinggi Sekolah Dasar yaitu :
1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
2) Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar.
3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata
pelajaran khusus, oleh ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan
sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor (bakat-bakat khusus).
4) Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-
orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi
keinginannya.
5) Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang
tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.
6) Anak-anak usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk
dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu biasanya anak tidak
lagi terikat kepada aturan permainan yang tradisional (yang sudah ada),
mereka membuat peraturan sendiri.
Berdasarkan teori-teori di atas, peneliti menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan karakteristik siswa Sekolah Dasar adalah anak sekolah dengan
usia 7-11/12 tahun, dimana pada usia tersebut sudah mampu berpikir logis dan
mampu memecahkan masalah konkret serta lebih berisiniatif. Selain itu, siswa
Sekolah Dasar mempunyai salah satu sifat khas yaitu sangat gemar bermain dan
menaati peraturan pada permainan.
2.2 Penelitian Relevan
Berikut hasil penelitian relevan yang memperkuat peneliti untuk melakukan
penelitian ini diantaranya yaitu :
a. Zulaeni, dkk (2019) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Nilai
Karakter Disiplin Melalui Permainan Tradisional Boin-Boin di TK Kartini
Dempet Kelas A Tahun Ajaran 2018/2019” yang dipublikasikan dalam
Jurnal PAUDIA Volume 8 Nomor 2 Tahun 2019. Penelitian tersebut
mendapatkan hasil bahwa dalam permainan tradisional boin-boin
terinternalisasi tujuh nilai karakter yaitu nilai religius, nilai rasa ingin tahu,
nilai jujur, nilai tanggungjawab, nilai kerja keras, nilai peduli sosial dan
cinta damai.
25
b. Susilawati, dkk (2018) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Permainan Tradisional Bentengan terhadap Peningkatan Interaksi Sosial
pada Siswa Kelas 3 di Sekolah Dasar Negeri Kunciran 9 Tangerang Tahun
2017” yang dipublikasikan dalam Jurnal Kesehatan STIKes IMC Bintaro
Volume 2 Nomor 2 Tahun 2018. Penelitian tersebut mendapatkan hasil
bahwa terdapat pengaruh permainan tradisional bentengan terhadap
peningkatan interaksi sosial pada siswa kelas 3.
c. Rejeki, dkk (2018) melakukan penelitian yang berjudul “Permainan
Tradisional Kadende Sorong dalam Membentuk Karakter Anak di Sekolah
Dasar” yang dipublikasikan dalam Tadulako Journal Sport Sciences and
Physical Education Volume 6 Nomor 1 Tahun 2018. Penelitian tersebut
mendapatkan hasil bahwa terdapat nilai-nilai karakter pada permainan
tradisional kadende sorong diantaranya yaitu nilai kedisiplinan, nilai
ketangkasan, nilai sosial, nilai kesehatan, nilai kerjasama, nilai kerukunan,
nilai kreatifitas dan nilai pengaturan strategi.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa terdapat nilai-nilai
karakter yang berbeda pada setiap permainan tradisional untuk membentuk dan
memengaruhi karakter anak di sekolah. Penelitian di atas digunakan untuk
memperkuat penelitian ini yang berjudul “Analisis Nilai-Nilai Karakter Permainan
Tradisional Bentengan pada Siswa Sekolah Dasar”.
Penelitian-penelitian yang relevan juga mempunyai persamaan dan
perbedaan. Persamaan dan perbedaan penelitian relevan pada penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Relevan
Judul Nama Peneliti Tahun Persamaan Perbedaan
Analisis
Nilai
Karakter
Disiplin
Melalui
Permainan
Tradisional
Boin-Boin
di TK
Zulaeni, dkk 2019 Sama-sama
menggunakan
metode penelitian
deskriptif
kualitatif
Penelitian yang
dilakukan Zulaeni,
dkk meneliti tentang
nilai karakter disiplin
melalui permainan
tradisional boin-boin,
sedangkan peneliti
meneliti tentang nilai-
nilai karakter
26
Lanjutan Tabel 2.2 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Relevan
Kartini
Dempet
Kelas A
Tahun
Ajaran
2018/2019
permainan tradisional
bentengan
Pengaruh
Permainan
Tradisional
Bentengan
Terhadap
Peningkatan
Interaksi
Sosial Pada
Siswa Kelas
3 di Sekolah
Dasar
Negeri
Kunciran 9
Tangerang
Tahun 2017
Susilawati, dkk 2018 Sama-sama
meneliti tentang
permainan
tradisional
bentengan
Penelitian yang
dilakukan
Susilawati, dkk
menggunakan
metode mixed
methods, sedangkan
peneliti
menggunakan
metode penelitian
deskriptif kualitatif.
Permainan
Tradisional
Kadende
Sorong
dalam
Membentuk
Karakter
Anak di
Sekolah
Dasar
Rejeki, dkk 2018 Sama-sama
menggunakan
metode penelitian
deskriptif
kualitatif
Penelitian yang
dilakukan oleh
Rejeki, dkk meneliti
tentang nilai-nilai
yang terdapat pada
permainan
tradisional kadende
sorong, sedangkan
peneliti meneliti
tentang nilai-nilai
karakter yang
terdapat pada
permainan
tradisional bentengan
2.2 Kerangka Teori
Berdasarkan uraian teori di atas, disusun kerangka teori dimana berisi
ringkasan teori yang digunakan peneliti. Kerangka teori pada penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 2.2.
27
Gambar 2.2 Kerangka Teori
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan uraian di atas, didapatkan pokok pemikiran bahwa penggunaan
permainan tradisional pada anak-anak usia Sekolah Dasar di Desa Trangkil RT 3
RW 3 belum optimal karena adanya kemajuan teknologi, sehingga dapat
Kemendiknas (dalam Wibowo, 2012),
nilai-nilai karakter yaitu religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
nasionalisme, cinta tanah air, menghargai
prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan , peduli
sosial dan tanggung jawab.
Mulyani (2013:22) menyatakan
bahwa permainan tradisional
bentengan merupakan permainan
yang membutuhkan ketangkasan,
kecepatan berlari dan strategi
yang jitu.
Listyono (2012) menyatakan bahwa
karakter merupakan perwatakan
yang tergambar dan tertanam dalam
diri seseorang serta membedakannya
dengan orang lain.
Kurniati (2016) menyatakan bahwa
permainan tradisional merupakan
sebuah aktivitas permainan yang
berkembang di suatu daerah, yang
sarat dengan nilai-nilai budaya dan
diajarkan secara turun temurun dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
INDIKATOR
NILAI KARAKTER
Sulastri (2018:11), nilai merupakan
sesuatu yang dipandang baik,
bermanfaat dan paling benar
menurut keyakinan seseorang atau
sekelompok orang.
NILAI KARAKTER PERMAINAN
TRADISIONAL
Wijayanti (2014) menyatakan bahwa
permainan merupakan sebuah
aktivitas rekreasi yang
menyenangkan, mengisi waktu
senggang atau berolahraga ringan.
PERMAINAN
TRADISIONAL
BENTENGAN
Nilai-nilai karakter yang terkandung dalam
permainan tradisional bentengan
28
mempengaruhi karakter anak. Hal ini terlihat pada anak-anak yang lebih sering
bermain permainan modern seperti Free Fire, Mobile Legends, PUBG Mobile di
rumah masing-masing. Mereka mulai meninggalkan permainan tradisional. Anak-
anak yang kecanduan permainan modern cenderung bersikap individualis dan
komunikasi dengan temannya kurang. Anak-anak kebanyakan tidak mengetahui
jenis-jenis permainan tradisional dan cara bermainnya. Selain itu, anak-anak juga
belum mengetahui bahwa permainan tradisional terkandung banyak nilai-nilai
karakter yang dapat memengaruhi perkembangan karakter mereka kelak.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti memperbaiki krisis penurunan karakter
dengan menganalisis nilai-nilai karakter dalam permainan tradisional bentengan
dan menerapkannya pada siswa Sekolah Dasar. Adanya penelitian ini dapat
membantu anak untuk memahami permainan tradisional bentengan dan menjadi
pribadi yang berkarakter baik di masa depan serta dapat membantu orang tua agar
tidak salah memilih permainan untuk anaknya. Alur kerangka berpikir dalam
pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
Krisis penurunan karakter
Permainan tradisional mulai ditinggalkan
Analisis Nilai-Nilai Karakter Permainan Tradisional Bentengan
Ditemukan nilai-nilai karakter yang muncul :
Jujur, toleransi, kerja keras, kerjasama, komunikatif,
peduli sosial dan tanggung jawab
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Desa Trangkil RT 3 RW 3, Kecamatan
Trangkil, Kabupaten Pati. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena terdapat
anak usia Sekolah Dasar di Desa Trangkil RT 3 RW 3 yang sudah jarang bermain
permainan tradisional khususnya permainan tradisional bentengan. Anak-anak
lebih sering bermain game di gadget, menonton video di tiktok maupun di youtube.
Bahkan beberapa anak ada yang belum mengenal permainan tradisional bentengan
baik aturan dan bagaimana cara bermainnya. Penelitian dilakukan selama kurang
lebih tiga bulan yaitu Mei hingga Juli 2021. Pada jangka waktu tersebut peneliti
melakukan observasi pendahuluan, penelitian di lapangan, pengolahan data dan
penyusunan laporan penelitian.
3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode
penelitian kualitatif merupakan metode penelitian digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti sebagai instrumen kunci dan hasil
penelitiannya lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2019:18).
Penelitian ini memuat fenomena mengenai nilai-nilai karakter pada permainan
tradisional bentengan, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam.
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu keadaan, peristiwa, objek
apakah orang, atau segala sesuatu yang terkait dengan variabel-variabel yang bisa
dijelaskan berupa data (Setyosari, 2010:33). Penelitian ini termasuk penelitian
deskriptif karena bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai karakter permainan
tradisional bentengan pada siswa Sekolah Dasar yang ada di Desa Trangkil RT 3
RW 3, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati.
30
3.3 Peranan Peneliti
Peneliti mempunyai peranan sebagai instrumen sekaligus pengumpul data.
Peranan peneliti dalam penelitian ini sebagai pengamat partisipan. Peneliti
mengamati semua aktivitas siswa Sekolah Dasar di Desa Trangkil RT 3 RW 3
dalam bermain permainan tradisional bentengan. Peneliti mengamati siswa Sekolah
Dasar dengan cara ikut hadir di tempat penelitian dan melakukan aktivitas mulai
dari observasi, pengumpulan data hingga pengambilan data.
3.4 Data dan Sumber Data
3.4.1 Data
Penelitian ini mengumpulkan data kualitatif secara lisan maupun tertulis
yang berupa hasil wawancara mendalam kepada informan, hasil observasi dan hasil
dokumentasi. Peneliti mengumpulkan data juga memeroleh dari berbagai teori atau
pendapat para ahli.
3.4.2 Sumber Data
Sugiyono (2019:296) menjelaskan bahwa sumber data terbagi menjadi dua
macam yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah sumber
data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, sedangkan sumber
data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau dokumen. Penelitian ini terdapat
sumber data primer dan sumber data sekunder yang didapatkan melalui observasi,
wawancara dan dokumentasi.
Sumber data penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu :
a. Sumber data primer
1) Siswa SD di Desa Trangkil RT 3 RW 3, Kecamatan Trangkil, Kabupaten
Pati. Siswa SD tersebut berjumlah 6 anak, dimana terdiri dari 4 anak
berusia 9 tahun dan 2 anak berusia 10 tahun. Kategori informan yaitu
siswa kelas tinggi Sekolah Dasar yang berusia 9 tahun sampai 12 tahun,
hal ini dikarenakan pada usia tersebut anak masih senang bermain dan
dapat membentuk sebuah kelompok sebaya untuk diajak bermain
31
bersama, sehingga anak-anak tersebut mampu memainkan permainan
bentengan secara bersama-sama.
2) Ahli karakter dan ahli permainan tradisional yang paling tahu tentang
apa yang peneliti harapkan, sehingga memudahkan peneliti untuk
mendapatkan hasil yang relevan.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder berasal dari dokumentasi penelitian berupa foto-foto
yang mendukung penelitian ini. Selain itu, data pendukung lainnya berupa
buku-buku yang membahas tentang nilai karakter dan permainan tradisional
bentengan.
3.5 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Sugiyono (2019:296) berpendapat bahwa teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan penelitian
adalah mendapatkan data. Pengumpulan data dilakukan secara langsung dan
sebanyak-banyaknya supaya penelitian ini mendapatkan hasil sesuai harapan.
Sugiyono (2019:295) juga mengemukakan bahwa pada penelitian kualitatif,
peneliti merupakan instrumen utama.
Awalnya permasalahan belum jelas dan pasti, oleh karena itu yang menjadi
instrumen yaitu peneliti sendiri. Namun, setelah fokus penelitian menjadi jelas,
kemungkinan akan dikembangkan menjadi instrumen penelitian sederhana.
Harapannya dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah
ditemukan melalui observasi dan wawancara. Teknik pengumpulan data dan
instrument penelitian yang akan digunakan peneliti yaitu sebagai berikut.
a. Observasi dan Lembar Observasi
Sukmadinata (2013:220) mengemukakan bahwa observasi merupakan
teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan
yang sedang berlangsung. Peneliti akan melakukan observasi partisipatif, dimana
peneliti terlibat dengan jalannya kegiatan orang yang sedang diamati. Observasi
dilakukan sampai pengambilan data jenuh. Peneliti mengamati kegiatan anak-anak
saat bermain permainan tradisional bentengan dan nilai-nilai karakter yang muncul.
32
Selain itu, mencakup sebagian kegiatan anak-anak di Desa Trangkil RT 3 RW 3
Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati. Instrumen penelitian ini yaitu lembar
observasi yang berisi proses pengamatan penelitian di desa tersebut yang berbentuk
deskripsi berupa nilai-nilai yang muncul dalam permainan tradisional bentengan
pada siswa Sekolah Dasar.
b. Wawancara dan Pedoman Wawancara
Wawancara (interview) adalah metode pengumpulan data untuk
mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden (Fitrah
& Luthfiyah, 2017:65). Sugiyono (2019:305) berpendapat bahwa wawancara
dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
1) Wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang dilakukan secara terencana
dengan menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan
tertulis dan alternatif jawaban.
2) Wawancara semi terstruktur, bertujuan untuk menemukan masalah secara
terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-
idenya;
3) Wawancara tak terstruktur, yaitu wawancara yang dilakukan secara bebas,
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman-pedoman wawancara yang
disusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan data.
Berdasarkan pendapat di atas, penelitian ini menggunakan teknik
wawancara terstruktur dimana peneliti mewawancarai pendapat siswa sekolah
dasar, ahli karakter dan ahli permainan tradisional tentang nilai-nilai karakter dan
permainan tradisional bentengan. Wawancara dilakukan mulai bulan Juni 2021.
Instrumen penelitian ini yaitu pedoman wawancara yang digunakan berisi beberapa
pertanyaan yang akan diajukan kepada informan mengenai nilai-nilai karakter dan
permainan tradisional bentengan. Hal ini dilakukan untuk menggali data tentang
analisis nilai-nilai karakter permainan tradisional bentengan pada siswa Sekolah
Dasar.
c. Dokumentasi
Sidiq (2019:73) berpendapat bahwa dokumentasi merupakan teknik
pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian, namun
melalui dokumen. Teknik ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum Desa
Trangkil Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati, keadaan siswa Sekolah Dasar dan
33
aktivitas lain yang berkaitan. Peneliti juga mengumpulkan dokumen atau catatan
penting yang berupa foto atau video yang berhubungan tentang nilai-nilai karakter
yang terkandung dalam permainan tradisional bentengan.
3.6 Teknik Keabsahan Data
Penelitian ini menggunakan teknik keabsahan data triangulasi. Moloeng
(2012:330) mengemukakan bahwa triangulasi merupakan teknik pemeriksaan
keabsahaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi ada
empat macam diantaranya yaitu teknik pemeriksaan yang memanfaatkan
penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori (Moloeng, 2012:330).
Penelitian ini menggunakan teknik keabsahan data triangulasi sumber dan
triangulasi metode. Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam kualitatif (Moloeng, 2012:330). Peneliti dalam penelitian ini
membandingkan hasil wawancara masing-masing informan sebagai pembanding
untuk mengecek kebenaran mengenai informasi tersebut.
Moloeng (2012:330) menjelaskan bahwa triangulasi metode mempunyai dua
strategi yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa
teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber
data dengan metode yang sama. Penelitian ini menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi untuk melakukan
pengecekan derajat hasil penelitian. Adanya triangulasi metode yang dilakukan
dalam penelitian ini, derajat kepercayaan data dapat dikatakan valid.
2.4 Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam pola, memilah mana yang penting dan yang
akan dipelajari, membuat kesimpulan yang mudah dipahami oleh diri sendiri serta
orang lain (Sugiyono, 2019:320).
34
Miles dan Huberman menjelaskan bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas hingga datanya sudah jenuh (Sugiyono, 2019:321). Tahapan analisis data
pada penelitian kualitatif ada empat yaitu :
a. Pengumpulan data (data collection)
Pengumpulan data adalah kegiatan yang paling utama dalam setiap
penelitian. Penelitian ini dalam mengumpulkan data dengan observasi partisipatif,
wawancara terstruktur dan dokumentasi. Semua yang dilihat dan didengar pada
tahap melakukan penjelajahan secara umum terhadap objek harus direkam,
sehingga peneliti akan mendapatkan variasi data yang banyak.
b. Reduksi data (data reduction)
Sugiyono (2019:323) menjelaskan bahwa mereduksi data merupakan
kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting serta mencari tema dan polanya. Maka dari itu, data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk
mengumpulkan data selanjutnya.
c. Penyajian data (data display)
Langkah berikutnya yaitu menyajikan data. Tahapan penyajian data dalam
penelitian ini dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori dan sebagainya. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks
yang bersifat naratif (Sugiyono, 2019:325).
d. Verifikasi atau penyimpulan (conclusion drawing)
Miles dan Huberman mengemukakan bahwa langkah keempat dalam
analisis data kualitatif yaitu adalah verifikasi atau penarikan kesimpulan (Sugiyono,
2019:329). Penyimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, namun
jika penyimpulan awal yang dikemukakan didukung oleh bukti-bukti yang valid
dan konsisten, maka data yang disimpulkan merupakan kesimpulan yang kredibel.
35
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Y., Hastuti, W., & Karmila, A. 2016. Lego (Puzzle Bingo) Games :
Media Edukatif Berbasis Pendidikan Karakter Pada Anak Usia Sekolah
Dasar dalam Mewujudkan Generasi Indonesia Emas. Jurnal PENA, 2(1),
296-307.
Aeni, A. N. 2014. Pendidikan Karakter untuk Siswa SD dalam Perspektif Islam.
Mimbar Sekolah Dasar, 1(1), 50-58.
Amrah, A. 2013. Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Publikasi
Pendidikan, 3(1), 20-25.
Astuti, N. P. E. 2020. Permainan Tradisional Kancing Gumi dalam Tinjauan
Pendidikan Karakter (Studi Kualitatif pada Siswa SDN 1 Buahan, Tabanan
Bali). Premiere Educandum: Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran,
10(1), 63-71.
Barnawi & Arifin, M. 2012. Strategi & Kebijakan Pembelajaran Pendidikan
Karakter. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Blegur, J., & Wasak, M. R. P. 2018. Permainan Kecil: Teori dan Aplikasi. Kupang:
Jusuf Aryani Learning.
Efendi, D. I., & Ekayati, I. A. S. 2017. Pengaruh Permainan Tradisional Bentengan
Terhadap Kemampuan Fisik Motorik Anak Usia Dini. Pros. SNasPPM,
1(1), 28-32.
Fitrah, M. M & Luthfiyah. 2017. Metodologi Penelitian Penelitian Kualitatif
Tindakan Kelas & Studi Kasus. Sukabumi: Jejak.
Fitria, H., Kristiawan, M., & Rasyid, A. 2019. The Educational Character on
Instruction. Opción, 35, 964-979.
Helmawati. 2017. Pendidikan Karakter Sehari-hari. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hidayati, Abna. 2016. Desain Kurikulum Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana.
Idris, M. 2018. Pendidikan Karakter: Perspektif Islam dan Thomas Lickona. Ta’dibi
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 7(1), 77-102.
Kemendikbud. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia, [online],
(kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nilai, diakses tanggal 12 Desember 2020).
Kemendikbud. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia, [online],
(kbbi.kemdikbud.go.id/entri/karakter, diakses tanggal 15 Desember 2020).
Komara, Indra. 2019. Viral Siswa Bully Guru Perempuan di SMP Jakut Disdik Beri
Pembinaan, [online], (https://news.detik.com/berita/d-4484228/viral-
siswa-bully-guru-perempuan-di-smp-jakut-disdik-beri-pembinaan, diakses
tanggal 3 November 2020).
36
Kurniati, Euis. 2011. Program Bimbingan Untuk Mengembangkan Keterampilan
Sosial Anak Melalui Permainan Tradisional. Pedagogia Jurnal Ilmu
Pendidikan, 4, 97-114.
Listyono. 2012. Pendidikan Karakter dan Pendekatan SETS (Science Environment
Technology and Society) dalam Perencanaan Pembelajaran Sains. Jurnal
Phenomenon, 2(1), 95-107.
Misbach, I. H. 2006. Peran Permainan Tradisional yang Bermuatan Edukatif dalam
Menyumbang Pembentukan Karakter dan Identitas Bangsa. Laporan
Penelitian.
Moloeng, L. J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyani, Sri. 2013. 45 Permainan Tradisional Anak Indonesia. Yogyakarta:
Langensari Publishing.
Narwanti, Sri. 2014. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Relasi Inti Media Group.
Nopitasari. 2019. Nilai-Nilai Desa yang Harus Kita Pelihara Sosial Moral Agama.
Yogyakarta: Hijaz Pustaka Mandiri.
Nugrahastuti, E., dkk. 2016. Nilai-Nilai Karakter Pada Permainan Tradisional. In
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Pendidikan, 265-273. Universitas
Negeri Sebelas Maret.
Nur, H. 2013. Membangun karakter anak melalui permainan anak tradisional.
Jurnal Pendidikan Karakter, 3(1), 87-94.
Nurastuti, M. F., Karini, S.M., & Yuliadi, I. 2015. Pengaruh Permainan Tradisional
Bentengan Terhadap Interaksi Sosial Anak Asuk di Panti Yatim Hajah
Maryam Kalibeber Wonosobo. Wacana, 7(2).
Nurfalah, Y. 2016. Urgensi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter. Tribakti: Jurnal
Pemikiran Keislaman, 27(1), 170-187.
Rejeki, H. S., & Ardiansyah, A. 2018. Permainan Tradisional Kadende Sorong
dalam Membentuk Karakter Anak di Sekolah Dasar. Tadaluko Journal
Sport Sciences and Physical Education, 6(1), 7-14.
Rukiyah, R. 2019. Penanaman Nilai-Nilai Karakter pada Anak Melalui Permainan
Tradisional. Anuva: Jurnal Kajian Budaya, Perpustakaan, dan
Informasi, 3(1), 65-70.
Saputra, T. 2017. Pendidikan Karakter pada Anak Usia 6-12 Tahun. Edukasi Islami:
Jurnal Pendidikan Islam, 2(03).
Setyosari, P. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta:
Pranada Media Group.
Sidiq, U., & Choiri, M. M. 2019. Metode Penelitian Kualitatif di Bidang
37
Pendidikan. Ponorogo: Nata Karya.
Sudrajat, Ajat. 2011. Mengapa Pendidikan Karakter?. Jurnal Pendidikan
Karakter, 1(1).
Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sukmadinata, N. S. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.
Sukmayadi, T. 2016. Penguatan Pendidikan Karakter di SD Melalui Permainan
Tradisional. In PROSIDING SEMINAR NASIONAL “Optimalisasi Active
Learning dan Character Building dalam Meningkatkan Daya Saing Bangsa
di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), 123-130. Prodi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar dan Prodi Bimbingan dan Konseling.
Sukoco. 2019. Siswa SD Kecanduan Game Online hingga 4 Bulan Bolos Sekolah,
[online], (regional.kompas.com/read/2019/11/21/09431731/siswa-sd-
kecanduan-game-online-hingga-4-bulan-bolos-sekolah-nenek-bangunnya,
diakses tanggal 3 November 2020).
Sulastri. 2018. Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kimia. Banda Aceh: Syiah
Kuala University Press.
Sururiyah. 2019. Ayo Lestarikan Permainan Tradisional. Jakarta: Mediantara
Semesta.
Susilawati, E. Meiesyah, N.S.L., & Soerawidjaja, R.A. 2018. Pengaruh Permainan
Tradisional Bentengan Terhadap Peningkatan Interaksi Sosial Pada Siswa
Kelas 3 di Sekolah Dasar Negeri Kunciran 9 Tangerang Tahun 2017. OJS
STIKes IMC Bintaro, 2(2), 129-129.
Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja
Rosdayakarya.
Syamsurrijal, A. 2020. Bermain Sambil Belajar: Permainan Tradisional Sebagai
Media Penanaman Nilai Pendidikan Karakter. ZAHRA: Research and
Tought Elementary School of Islam Journal, 1(2), 1-14.
Tesaloka, C., & Munawar, M. 2016. Analisis Nilai Karakter dalam Permainan
Tradisional Kucing Tikus (Studi Deskriptif Analisis di Kelompok A TK IT
Harapan Bunda Semarang). PAUDIA: Jurnal Penelitian dalam Bidang
Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2).
Uno, H. B., & Lamatenggo, N. 2016. Landasan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter, Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wijayanti, Rina. 2014. Permainan Tradisional Sebagai Media Pengembangan
Kemampuan Sosial Anak. Cakrawala Dini: Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini, 5(1).
38
Yudiwinata, H. P., & Handoyo, P. 2014. Permainan Tradisional dalam Budaya dan
Perkembangan Anak. Paradigma, 02, 1-5.
Yulita, Rizki. 2017. Permainan Tradisional Anak Nusantara. Jakarta: Badan
Pengembangan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Yusuf, Syamsu. 2012. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Zulaeni, S. 2019. Analisis Nilai Karaketer Disiplin Melalui Permianan Tradisional
Boin-Boin di TK Kartini Dempet Kelas A Tahun Ajaran 2018/2019.
PAUDIA: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan Anak Usia Dini,
8(2), 1-9.
39
LEMBAR OBSERVASI
No. Aspek yang
diamati Hasil Observasi Keterangan
1. Lokasi
2. Kondisi
permainan
tradisional
di lokasi
3. Kondisi
permainan
modern di
lokasi
4. Pelaku
permainan
tradisional
5. Pelaksanaan
permainan
tradisional
6. Pengetahuan
tentang
permainan
tradisional
bentengan
7. Sikap saat
bermain
permainan
tradisional
bentengan
Pati,
Peneliti
MEYRNA PUTRI NUR HARSATI
201733113
40
PEDOMAN WAWANCARA
Sumber Data : Siswa SD di Desa Trangkil RT 3 RW 3
Indikator Aspek Butir
Nomor
Permainan
Tradisional
Bentengan
Pengertian permainan tradisional 1
Jenis permainan tradisional yang diketahui informan 2
Asal informan mengetahui jenis-jenis permainan
tradisional
3
Permainan tradisional yang dimainkan informan di
rumah dan di sekolah
4,5
Permainan tradisional yang disukai informan 6
Keterlibatan informan dalam bermain permainan
modern dan permainan tradisional
7,8
Pemahaman tentang permainan tradisional bentengan 9,10
Cara bermain permainan tradisional bentengan 11
Perasaan informan setelah bermain permainan
tradisional bentengan
12,13
Nilai-Nilai
Karakter
Pengertian nilai-nilai karakter 14
Nilai-nilai karakter yang terkandung dalam permainan
tradisional bentengan
15
41
PEDOMAN WAWANCARA
Sumber Data :
Indikator Aspek Butir
Nomor
Permainan
Tradisional
Bentengan
Pengertian permainan tradisional 1
Jenis permainan tradisional yang diketahui informan 2
Pemahaman tentang permainan tradisional bentengan 3
Cara bermain permainan tradisional bentengan 4
Pelaksanaan permainan tradisional bentengan di Desa
Trangkil
5
Alasan permainan tradisional bentengan ditinggalkan 6
Keunggulan permainan tradisional bentengan jika
dibandingkan permainan modern
7
Pemahaman tentang pentingnya melestarikan
permainan tradisional bentengan
8
Pendapat tentang permainan tradisional bentengan
terkait karakter anak
9
Nilai-Nilai
Karakter
Karakter siswa sekolah dasar di desa Trangkil 10
Pengertian nilai-nilai karakter 11
Nilai-nilai karakter yang terkandung dalam permainan
tradisional bentengan
12
42
PEDOMAN WAWANCARA SISWA SD
Nama :
Alamat :
Hari/Tanggal :
Waktu :
Lokasi :
Daftar Pertanyaan
A. Pedoman Wawancara tentang Permainan Tradisional
No. Pertanyaan Jawaban
1. Apa yang kamu ketahui tentang
permainan tradisional?
2. Apa saja permainan tradisional
yang kamu ketahui?
3. Darimana kamu tahu tentang
permainan tradisional tersebut?
4. Apa permainan yang kamu
mainkan saat berada di rumah?
5. Apa permainan yang kamu
mainkan saat berada di sekolah?
6. Apa permainan tradisional yang
kamu sukai?
7. Apakah kamu lebih sering
memainkan permainan modern
seperti game mobile dan
playstation atau permainan
tradisional? Mengapa?
8. Seberapa sering kamu bermain
permainan modern?
9. Apakah kamu mengetahui
permainan tradisional bentengan?
10. Pernahkah kamu bermain
permainan tradisional bentengan?
11. Bagaimana cara bermain
permainan tradisional bentengan?
43
12. Apakah kamu menyukai
permainan tradisional bentengan?
13. Bagaimana perasaan adik setelah
bermain permainan tradisional
bentengan?
B. Pedoman Wawancara tentang Nilai Karakter
14. Apa yang kamu ketahui tentang
nilai karakter?
15. Apa nilai karakter yang
terkandung dalam permainan
tradisional bentengan bagi siswa
sekolah dasar?
KESIMPULAN
Pati,
Narasumber Pewawancara
……………. Meyrna Putri Nur Harsati
NIM. 201733113
44
PEDOMAN WAWANCARA
Nama :
Alamat :
Hari/Tanggal :
Waktu :
Lokasi :
Daftar Pertanyaan
A. Pedoman Wawancara tentang Permainan Tradisional
No. Pertanyaan Jawaban
1. Apa yang anda ketahui tentang
permainan tradisional?
2. Apa saja permainan tradisional
yang anda ketahui?
3. Apakah anda mengetahui
permainan tradisional bentengan?
4. Bagaimana cara bermain
permainan tradisional bentengan?
5. Apakah permainan tradisional
khususnya permainan tradisional
bentengan masih dimainkan anak-
anak di Desa Trangkil?
6. Menurut anda, mengapa
permainan tradisional bentengan
mulai ditinggalkan oleh anak-
anak?
7. Menurut anda, apa keunggulan
permainan tradisional bentengan
jika dibandingkan dengan
permainan modern?
8. Menurut anda, pentingkah
melestarikan permainan
tradisional bentengan? Mengapa?
9. Apakah permainan tradisional
bentengan dapat membentuk
karakter anak? Alasannya?
45
B. Pedoman Wawancara tentang Nilai Karakter
10. Bagaimana karakter anak-anak
Sekolah Dasar yang ada di Desa
Trangkil?
11. Apa yang kamu ketahui tentang
nilai karakter?
12. Apa nilai karakter yang
terkandung dalam permainan
tradisional bentengan bagi siswa
sekolah dasar?
KESIMPULAN
Pati,
Narasumber Pewawancara
……………. Meyrna Putri Nur Harsati
NIM. 201733113