Upload
linggar-rafsanjani
View
350
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
proposal komprehensif
Citation preview
EFISIENSI RECOVERY PEROLEHAN MINYAK
DENGAN METODE INJEKSI AIR
PADA RESERVOIR BATUAN KARBONAT
PROPOSAL KOMPREHENSIF
Oleh :
MUHAMMAD LINGGAR R.
113080124
JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
Y O G Y A K A R T A
2011
EFISIENSI RECOVERY PEROLEHAN MINYAK
DENGAN METODE INJEKSI AIR
PADA RESERVOIR BATUAN KARBONAT
PROPOSAL KOMPREHENSIF
Disusun oleh :
MUHAMMAD LINGGAR R.
113080124
Disetujui untuk Jurusan Teknik Perminyakan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta
Dosen Pembimbing
( Dr. Ir. Dedy Kristanto, MT)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subbhanahu Wa Ta’Ala, atas
segala berkat dan pertolongannya sehingga penulis mampu menyelesaikan
proposal komprehensif ini. Proposal komprehensif ini berjudul : ” EFISIENSI
RECOVERY PEROLEHAN MINYAK DENGAN METODE INJEKSI AIR
PADA RESERVOIR BATUAN KARBONAT ”, proposal ini disusun untuk
memberikan gambaran mengenai latar belakang, tujuan dan materi yang akan
dibahas di dalam penyusunan komprehensif di Jurusan Perminyakan, Fakultas
Teknologi UPN “Veteran” Yogyakarta.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan baik secara moral maupun material, sehingga penyusunan
proposal ini dapat selesai dengan baik.
Penulis meyakini sepenuhnya bahwa dalam penulisan proposal ini masih
terdapat banyak kekurangannya, sehingga kritik dan saran yang membangun akan
sangat berarti bagi penulis.
Akhirnya, semoga proposal komprehensif ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan semua pihak yang memerlukannya.
Yogyakarta, April 2011
Penulis
I. JUDUL
EFISIENSI RECOVERY PEROLEHAN MINYAK DENGAN METODE
INJEKSI AIR PADA RESERVOIR BATUAN KARBONAT
II. LATAR BELAKANG
Sejalan dengan perkembangan industri yang makin pesat menyebabkan
permintaan tarhadap minyak semakin bertambah. Sedangkan penemuan cadangan
baru sangat jarang ditemukan. Salah satu upaya untuk mengantisipasi masalah
tersebut adalah dengan mengefektifkan sumur-sumur yang telah ada. Dalam tahap
priduksi, minyak tidak dapat sepenuhnya terkuras habis karena terdapat berbagai
macam fenomena yang terjadi di lapangan. Tidak semua lapangan minyak dapat
memproduksi jenis minyak yang sama, salah satu penyebabnya adalah adanya
variasi sifat fisik batuan dan fluida dari satu lokasi ke lokasi lainnya
Reservoir merupakan batuan porous permiabel tempat terakumulasinya
fluida hidrokarbon dimana terdapat kandungan sifat fisik batuan serta fluida yang
sangat kompleks serta heterogen. Reservoir bersifat heterogen adalah suatu
reservoir yang memiliki perbedaan sifat fisik batuan dan fluidanya di masing –
masing daerah dalam suatu sistem batuan reservoir. Heterogenitas petrophysic
batuan reservoir ini sangat penting untuk diketahui, agar dalam perhitungan
cadangan dan peramalan reservoir dapat dilakukan dengan representatif.
Batuan karbonat adalah batuan yang mempunyai komposisi yang lebih
dominan ( lebih dari 50% ) terdiri dari garam – garam karbonat, yang secara
umum meliputi batu gamping dan dolomit. Karakteristik dari reservoir batuan
karbonat dicirikan dengan porositas dan permeabilitas yang sangat beraneka
ragam. Endapan karbonat umumnya memiliki porositas dan permeabilitas yang
sangat tinggi pada saat terakumulasi. Lingkungan pengendapan dapat terjadi pada
basin, slope dan shalfe. Organisme turut berperan dalam proses pembentukkan
dan proses pembentukkannya mengalami pelarutan secara kmiawi maupun
biokimia dan dapat pula terjadi dari butiran rombakan yang telah mengalami
transportasi secara mekanikdan kemudian diendapkan ditempat lain. Proses
diagenesa batuan karbonat antara lain pelarutan, penyemenan, rekristalisasi dan
penggantian. Permasalahan yang sering terjadi pada batuan karbonat adalah
mengalami proses fracturing (rekahan) akibat tekanan overburden dan tektonik.
Rekahan dapat menimbulkan fingering injeksi air.
Dipilihnya air sebagai fluida injeksi dikarenakan air mempunyai sifat
keefektifan yang baik untuk berbagai kondisi dan karakteristik reservoir. Tekanan
reservoir akan berkurang selama proses produksi dan penurunan tekanan ini
disebabkan karena terbatasnya dukungan tekanan dari lapisan air (aquifer).
Berdasarkan pertimbangan kondisi dan cadangan minyak yang masih ekonomis
maka tekanan harus dipertahankan dengan menginjeksikan air kedalam reservoir.
III. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan penyususan komprehensif ini adalah untuk mengetahui
karekteristik reservoir batuan karbonat yang akan diinjeksikan air, dimana
penginjeksian air ini bertujuan untuk optimalisasi efisiensi recovery dalam upaya
penigkatan perolehan minyak.
IV. TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Karakterstik Reservoir Batuan Karbonat
Organisme pembentuk batuan karbonat
Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari garam karbonat.
Batuan karbonat mempunyai keistimewaan dalam cara pembentukannya yaitu
hanya dari larutan, praktis tidak ada sebagai detritus daratan. Organisme sangat
berperan dalam pembentukan batuan karbonat, yaitu sebagai penghasil unsur
CaCo3. Organisme pembentuk batuan karbonat dapat terdiri dari Coral,
Ganggang, Molluscha, Bryozoa, Echinodermata, Brachiopoda, Ostracoda,
Porifera dan beberapa jenis organisme lainnya.
Batuan karbonat sebagai batuan reservoir minyak mempunyai karakteristik
yang berbeda dengan batuan reservoir yang lain, baik itu tentang sifat fisiknya
maupun sifat kimianya.
Lingkungan Pengendapan Batuan Karbonat
Kalsium (CaCO3) karbonat diendapkan di air laut dimana endapan-
endapan ini terdiri dari kulit kerang, tiram dan binatang ataupun tumbuhan lain
yang kulitnya mengandung kalsium karbonat yang biasanya disebut dengan
exoskeleton. Beberapa binatang khususnya koral membentuk suatu koloni yang
akhirnya akan membentuk suatu terumbu. Batuan karbonat diendapkan pada tiga
lingkungan pengendapan yaitu : shelf, slope dan basin. Pada lingkungan
pengendapan shelf ini sangat luas areanya serta pada kedalaman air dangkal yang
biasanya kurang dari 100 ft. Pada daerah slope biasanya adalah gamping pasiran
dan blok-blok atau pecahan terumbu akibat adanya gelombang dan pengendapan
di daerah lerengnya. Pada daerah basin mempunyai butiran yang baik, biasanya
lime mud. Pada umumnya tidak mempunyai permeabilitas yang cukup untuk
memproduksikan bentuk alga yang disebut coccolith.
Diagenesa batuan karbonat
- Lithifikasi : Pada sedimen karbonat yang tersingkap terjadi perubahan
mineralogi dan tekstur endapan asli.
Secara kimia proses lithifikasi dapat ditulis sebagai berikut :
CaCO3 + H2O + CO2 ===== Ca 2+ + 2HCO3-
- Dolomitisasi : Limestone sering kali berubah menjadi batuan dolomit.
Perubahan limestone menjadi dolomit secara kimia dapat dituliskan dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
2CaCO3 + MgCl2 ========= CaMg(CO3)2 + CaCl2
Dolomitisasi dapat bertambah dengan adanya sesar sebagai akibat dari
patahan.
Klasifikasi Batuan Karbonat
Batuan karbonat merupakan batuan reservoir yang sangat penting di dalam
industri perminyakan. Dari 75% daratan yang dibawahi oleh batuan sedimen,
seperlimanya merupakan batuan karbonat. Batuan karbonat dapat dikelompokkan
menjadi empat jenis, yaitu terumbu, gamping klastik, gamping afanitik dan
dolomit.
a. Terumbu
Terumbu (reef) dapat menjadi suatu batuan reservoir yang baik. Pada
umumnya terumbu terdiri dari kerangka koral, ganggang dan sebagainya yang
tumbuh dalam laut yang jernih, berenergi gelombang yang tinggi dan mengalami
pembersihan sehingga rongga-rongganya menjadi bersih. Di antara kerangka
tersebut juga terdapat fragmen koral, foraminifera dan bioklastik lainnya.
Porositas yang terbentuk terutama berada dalam rongga-rongga bekas binatang
hidup yang biasanya kemudian mengalami penyemenan sehingga porositas
menjadi besar karena adanya pelarutan.
b. Dolomit
Dolomit merupakan batuan reservoir karbonat yang jauh lebih penting
daripada batuan karbonat lainnya. Harus diingat bahwa kebanyakan batuan
karbonat seperti terumbu atau oolotic sedikit banyak telah mengalami proses
dolomitisasi. Pada umumnya dolomit disini bersifat sekunder atau terbentuk
sesudah sedimentasi. Dolomit biasanya mempunyai porositas yang baik, bersifat
sukrosik yaitu berbentuk hampir menyerupai gula pasir. Dolomit dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu dolomit yang bersifat primer dan dolomit yang
bersifat rubahan (replacement).
c. Gamping Klastik
Gamping klastik sering merupakan reservoir yang sangat baik, terutama
jika berasosiasi dengan oolitic dan disebut dengan kalkarenit. Batuan reservoir
dimana terdapat oolitic ini merupakan pengendapan berenergi tinggi dan
ditemukan dalam jalur sepanjang pantai dangkal dengan arus gelombang kuat.
Porositas yang didapatkan biasanya jenis intergranular, yang kadang-kadang
diperbesar dengan adanya pelarutan.
d. Gamping Afanitik
Batu gamping afanatik dapat pula bertindak sebagai batuan reservoir,
terutama jika porositasnya adalah sekunder misalnya karena adanya perekahan
atau pelarutan. Seluruh porositasnya berupa rekahan yang terbentuk karena
adanya lipatan, patahan memegang peranan penting didalam pembentukan
porositas didalam batuan reservoir.
Komposisi Kimia Batuan Karbonat
Batuan karbonat yang dalam hal ini adalah limestone, dolomit dan yang
bersifat antara keduanya. Limestone adalah istilah yang dipakai untuk kelompok
batuan yang mengandung paling sedikit 80% kalsium karbonat atau magnesium.
Istilah limestone juga dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi karbonat
melebihi unsur-unsur non karbonatnya. Pada limestone fraksi disusun oleh
mineral kalsit, sedangkan untuk dolomit mineral penyusunnya adalah mineral
dolomit itu sendiri.
Sifat Fisik Batuan Karbonat
Sifat-sifat fisik batuan karbonat meliputi porositas, permeabilitas, tekanan
kapiler, wettabilitas, saturasi dan kompresibilitas batuan. Sifat-sifat fisik pada
batuan karbonat ini berbeda dengan batuan reservoir lainnya.
a. Porositas
- Porositas Primer
Porositas primer terbentuk pada waktu sedimentasi pada daerah :
1. Terumbu
2. Porositas antar partikel antar cangkang, dalam cangkang atau kerangka
(antar oolite dan antar butir bioklast)
3. Sedimentasi kompetitif
(Fosil terjebak dalam lumpur gamping, jika pengendapan bioklast lebih
cepat dari lumpur, maka terjadi porositas).
- Porositas Sekunder
Porositas sekunder adalah lubang-lubang pori yang terbentuk lama setelah
proses sedimentasi selesai, seperti oleh pelarutan, retak-retak atau oleh
aktivitas organik.
1. Cetakan (Mold), pelarutan dari butiran atau fosil.
2. Saluran (channelling)
3. Rongga (vug).
4. Lubang bor organisme.
5. Retakan desikasi atau breksi.
6. Retakan tektonik atau kekar dan lain sebagainya
b. Permeabilitas
Proses yang mempengaruhi besarnya permeabilitas adalah proses eoginetic
(organic decay, rids, burrowing, fringing cement), proses dolomitasasi dan proses
pelarutan. Terjadinya proses eogenetic akan mengurangi besarnya permeabilitas
batuan, sedangkan pada proses dolomitisasi dan pelarutan akan memperbesar
batuan.
c. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler perlu diketahui karena dengan mengetahui besarnya
tekanan kapiler, maka kita dapat memperkirakan aliran-aliran fluida formasi
tersebut dan pada akhirnya dipakai untuk menentukan produktivitas dari formasi
tersebut. Untuk menghitung besarnya tekanan kapiler dapat dicari dengan metode
Mercury Injection dan metode Centrifuge.
d. Wettabilitas
Besarnya harga wettabilitas dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :
Harga Wettabilitas =
Cos θwo PT woσ oa
Cos θ oaPToaσ oa
Sudut Kontak=Cosθ wa=PTwo σ oaPToaσ wa
dimana :
cosoa = Sudut kontak antara udara dan minyak
cos = Sudut kontak antara air dan minyak
P T wo = Treshod pressure untuk minyak jenuh pada saat core terisi oleh air
P T oa = Treshod pressure core untuk udara yang masuk saat core jenuh
minyak
oa = Tegangan muka antara udara dan minyak
wo = Tegangan muka antara minyak dan air
e. Saturasi
Saturasi fluida bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya.
Saturasi air cenderung lebih besar didalam batuan yang porous. Saturasi fluida
bervariasi dengan kumulatif produksi minyak yang berarti jika minyak
diproduksikan maka tempatnya didalam reservoir akan digantikan oleh air atau
gas bebas sehingga harga saturasi akan terus berubah selama produksi
berlangsung.
f. Kompresibilitas
Pengosongan fluida pori-pori batuan reservoir akan mengakibatkan
tekanan dalam batuan tersebut berubah. Adanya perubahan tekanan ini dapat
mengakibatkan perubahan pada butir batuan pori-pori, butir dan total volume
yang disebabkan karena perubahan tekanan, ini disebut sebagai kompresibilitas.
Karakteristik Fluida Reservoir
Sifat-sifat dari fluida hidrokarbon perlu dipelajari untuk memperkirakan
cadangan akumulasi hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak atau gas dari
reservoir menuju dasar sumur, mengontrol gerakan fluida dalam reservoir dan
lain-lain.
Komposisi Kimia Fluida Reservoir
Komposisi kimia fluida reservoir secara umum dapat dikelompokan
menjadi dua bagian yang sama pentingnya, yaitu : komposisi kimia hidrokarbon
dan komposisi kimia air formasi. Komposisi kimia hidrokarbon merupakan suatu
senyawa yang terdiri dari atom hydrogen (H) dan atom carbon (C). persenyawan
dari kedua unsur dapat membentuk berbagai macam variasi, antara lain :
• Golongan Hidrokarbon Jenuh ( golongan Parafirin dan golongan alkana)
• Golongan Hidrokarbon Tak Jenuh
- Golongan Olifins (Alkena)
- Golongan Diolifin (Alkadiena)
- Golongan Naftena ( Sikloparafin / Sikloalkana)
- Golongan Naftena (Benzena)
Komposisi kimia air formasi
Air formasi mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda antara
reservoir yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu analisa kimia pada air
formasi perlu sekali dilakukan untuk menentukan jenis dan sifat-sifatnya.
Dibandingkan dengan air laut, maka air formasi ini rata-rata memiliki kadar
garam yang lebih tinggi sehingga studi mengenai ion-ion air formasi dan sifat-
sifat fisik ini menjadi penting karena kedua hal tesebut sangat berhubungan
dengan terjadinya plugging (penyumbat) pada formasi dan korosi pada peralatan
di bawah dan di atas permukaan. Air formasi tesebut terdiri dari bahan-bahan
mineral, misalnya kombinasi metal-metal Alkali dan Alkali Tanah, belerang,
oksida besi dan alumunium serta bahan-bahan organis seperti asam nafta dan
asam gemuk.
b. Sifat fisik fluida
Sifat fisik fluida reservoir yang akan dibahas adalah kelarutan gas dalam
minyak, Viskositas, faktor volume formasi, kompresibilitas dan berat jenis. Sifat
fisik dari fluida reservoir dapat dibagi tiga bagian yaitu sifat fisik minyak, gas dan
air formasi.
Kondisi reservoir
a. Tekanan Reservoir
Tekanan reservoir dapat terjadi oleh salah satu atau kedua sebab-sebab
berikut:
• Tekanan hidrostatik, yang disebabkan oleh fluida (terutama air) yang
mengisi pori-pori batuan diatasnya.
• Tekanan overburden, yang disebabkan oleh berat batuan diatasnya serta
kandungan fluidanya.
b. Temperatur formasi
Temperatur akan mengalami kenaikan dengan bertambahnya kedalaman,
ini dinamakan gradien geothermal yang dipengaruhi oleh jauh dekatnya dari pusat
magma. Variasi yang kecil dari gradient geothermis ini disebabkan oleh sifat
konduktivitas thermis beberapa jenis batuan. Besarnya gradien geothermal dari
suatu daerah dapat dicari dengan menggunakan persamaan :
Gradien geothermal=T formasi−T s tandart
Kedalalaman Formasi
Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai berikut :
Td = Ta + @ x D
dimana :
Td = temperatur reservoir pada kedalaman D ft, oF
Ta = temperatur pada permukaan, oF
@ = gradient temperatur, oF
D = kedalaman, ratusan ft.
Jenis – jenis Reservoir
Jenis-jenis reservoir dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a. Berdasarkan Perangkap Geologi :
- Perangkap Struktur
- Perangkap Stratigrafi
- Perangkap Kombinasi
b. Berdasarkan kelakuan fasa
- Reservoir Minyak Berat
- Reservoir MInyak Ringan
- Reservoir Kondensat
- Reservoir Gas Basah
- Reservoir Gas Kering
c. Berdasarkan Mekanisme Pendorong
- Solution Gas Drive Reservoir
- Gas Cap Reservoir
- Water Drive Reservoir
- Segregation Drive Reservoir
- Combination Drive Reservoir
Heterogenitas Reservoir.
Heterogenitas reservoir akan mempengaruhi terhadap efisiensi pendesakan
oleh injeksi air yang mana faktor-faktor yang termasuk ke dalam heterogenitas
reservoir akan memberi dampak terhadap efisiensi pengurasan reservoar.
Faktor keseragaman porositas dan permeabilitas akan mempengaruhi
terhadap efisiensi pengurasan minyak. Reservoir yang mempunyai tingkat
keseragaman tinggi akan memberikan perolehan minyak yang tinggi, sebaliknya
untuk reservoir yang keseragamannya rendah, perolehan minyak yang didapat
juga akan rendah. Sebagai contoh pada batuan dolomite dimana memiliki
porositas yang tidak seragam maka efisiensi recoverynya akan rendah, berbeda
dengan batu pasir yang memiliki ukuran butir seragam (porositas seragam) maka
recovery minyak akan besar dan juga pada batuan dolomite bila dengan adanya
fracture akan mengakibatkan efisiensi penyapuan minyak akan kecil.
Adanya Heterogenitas arah vertikal mengakibatkan perbedaan pendesakan
tiap-tiap lapisan sehingga menghasilkan waktu tembus air (breaktrough) yang
lebih awal terutama pada lapisan yang permeabilitasnya tinggi.
Kemiringan lapisan batuan akan mempengaruhi pula terhadap efisiensi
pengurasan. Kemiringan lapisan ini akan mendukung pemisahan antara gas
dengan cairan, karena adanya perbedaan gravitasi.
4.2 Injeksi Air Sebagai Pressure Maintenaance dan Secondary Recovery
Injeksi air sebagai Pressure Maintenance
Salah satu usaha untuk memperpanjang umur produksi adalah dengan
melakukan pemeliharaan tekanan reservoir (pressure maintenance) untuk
meningkatkan recovery minyaknya, yaitu dengan cara menginjeksikan air
kedalam reservoir. Air umumnya diinjeksikan pada bagian bawah reservoir
(Aquifer), dimana sumur produksinya berada pada bagian atas dari struktur
reservoir ( top structure).
Injeksi air pada pressure maintenance dapat dibagi dalam tiga klasifikasi
berdasarkan tempat dimana air diinjeksikan, yaitu :
1. Bottom Water, dimana air diinjeksikan kedalam aquifer yang terletak dibawah
zone minyak, kemudian mendesak kearah vertikal.
2. Edge Water, dimana air diinjeksikan kedalam reservoir melalui zone air yang
terletak disamping zone minyaknya.
3. Crestal Water Injection (injeksi air dari arah puncaknya), yaitu suatu injeksi
air yang dilakukan pada batas minyak-gas.
Operasi injeksi air dalam proyek pressure maintenance dalam
pelaksanaannya menggunakan dua jenis sumur yang berbeda fungsinya, yaitu
sumur injeksi dan sumur produksi. Pada umumnya peralatan untuk operasi injeksi
air terdiri dari pompa, Storage tank dan pipa alir.
Debit injeksi ditentukan untuk mendapatkan keuntungan maksimal,
dimana batas bawah debit injeksi adalah debit yang menghasilkan produksi
minyak yang merupakan batas ekonomi. Sedangkan batas atas debit injeksi
berhubungan dengan tekanan yang mulai menyebabkan terjadinya rekahan.
Injeksi air pada Secondary Recovery
Waterflooding merupakan salah satu dari metode perolehan tahap kedua
yang banyak digunakan dalam industri perminyakan. Waterflooding mempunyai
banyak keuntungan daripada metode yang lainnya (gas flooding).
Diantaranya yaitu ;
1. air tersedia dalam jumlah yang melimpah,
2. air relatif mudah diinjeksikan,
3. air mampu menyebar melalui formasi bearing minyak dan
4. air lebih efisien dalam mendesak minyak.
Pada awalnya metode waterflooding ini dilakukan dengan menginjeksikan
air ke dalam sumur tunggal, saat zone yang terinvasi air meningkat dan sumur-
sumur yang berdekatan dimana air tidak menjangkaunya dijadikan sumur
penginjeksi untuk memperluas daerah invasi air. Air ini akan mendesak minyak
mengikuti jalur-jalur arus (stream line) yang dimulai dari sumur injeksi dan
berakhir pada sumur produksi.
Perencanaan Waterflooding
Perencanaan waterflooding meliputi penentuan lokasi sumur injeksi-
produksi, penentuan pola sumur injeksi-produksi, penentuan debit injeksi dan
tekanan injeksi, penetuan performance injeksi dan perhitungan perolehan minyak.
Penentuan Lokasi Sumur Injeksi-Produksi
Pada umumnya sumur-sumur yang sudah ada sebelum injeksi akan
dipergunakan sebagai sumur injeksi. Jika masih diperlukan sumur-sumur baru
maka perlu ditentukan lokasinya. Untuk menentuklan lokasinya sebaiknya
digunakan peta distribusi cadangan minyak tersisa. Peta isopermeabilitas juga
dapat membantu dalam memilih arah aliran supaya pembusan fluida injeksi
(breaktrough) tidak terjadi terlalu dini.
Penentuan Pola Sumur Injeksi-Produksi
Pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan pola injeksi produksi
tergantung pada :
Tingkat keseragaman formasi, yaitu penyebaran permeabilitas kearah lateral
maupun arah vertical.
Struktur batuan reservoir meliputi patahan, kemiringan dan ukuran.
Sumur-sumur yang sudah ada (lokasi dan penyebaran)
Topografi.
Ekonomi.
Pola sumur dimana sumur produksi dikelilingi oleh sumur-sumur injeksi
disebut dengan pola normal. Sebaliknya bila sumur-sumur produksi mengelilingi
sumur injeksi disebut pola inverted. Masing-masing pola mempunyai sistem
jaringan tersendiri yang mana memberikan jalur arus yang berbeda-beda sehingga
memberikan luas daerah penyapuan yang berbeda-beda. Pola-pola yang paling
umum digunakan :
Direct line drive : sumur injeksi dan produksi membentuk garis tertentu
dan saling berlawanan. Dua hal penting untuk diperhatikan dalam sistem ini
adalah jarak antar sumur-sumur sejenis (a) dan jarak sumur-sumur tak sejenis
(b).
Staggered line drive : sumur-sumur yang membentuk garis tertentu dimana
sumur injeksi dan produksinya saling berlawanan dengan jarak yang sama
panjang, umumnya adalah a/2 yang ditarik secara lateral dengan ukuran
tertentu.
Four spot : terdiri dari tiga jenis sumur injeksi yang membentuk
segitiga dan sumur produksi terletak ditengah-tengahnya.
Five spot : pola yang paling dikenal dalam waterflooding dimana
sumur injeksi membentuk segi empat dengan sumur produksi terletak
ditengah-tengahnya.
Seven spot : sumur-sumur injeksi ditempatkan pada sudut-sudut
dari bentuk hexagonal dan sumur produksinya terletak ditengah-tengahnya.
Penentuan Debit Injeksi dan Tekanan
Besarnya debit injeksi sangat tergantung pada perbedaan tekanan injeksi di
dasar sumur dan tekanan reservoirnya. Bentuk persamaan dikembangkan dari
persamaan darcy sesuai dengan pola sumur injeksi-produksi, sebagai berikut :
Pola direct line drive (d/a≥1),
i=3 , 541 k w Δp x 10−3
μw [ ln(arw
)+1, 571d
a−1, 838]
Pola staggered line drive (d/a≥1),
i=3 , 541 k w h Δp x10−3
μw [ ln(arw
)+1, 571d
a−1, 838]
Pola five spot (d/a = 0,5),
i=3 ,541 kw h Δp x 10−3
μw[ ln (d rw)−0 , 619]
Pola seven spot,
i=4 ,72 k w h Δp x 10−3
μw [ ln(d r w)−0 ,619]
dimana :
i = laju injeksi, bbl/day
kw = permeabilitas efektif terhadap air, mD
h = perbedaan tekanan di dasar, psi
μw = viscositas air, cp
d = jarak antara sumur tidak sejenis, ft
a = jarak antara sumur sejenis
rw = jari-jari efektif sumur, ft
Persamaan tersebut diatas adalah laju injeksi dari fluida yang mempunyai
mobilitas yang sama (M=1) karena reservoir minyak terisi oleh cairan saja. Untuk
menentukan laju injeksi sampai dengan terjadinya interferensi digunakan
persamaan:
iw= 7 ,07 x 10−3 k h Δp
[ μw
krw
ln(r rw)+ μo
kro
ln(r e
r)]
dimana :
re = radius terluar oil bank, ft
r = radius terluar dari front pendesakan air, ft
Analisa berikut adalah injeksi air dari interface sampai dengan fill-up.
Besarnya laju injeksi pada perioda ini dinyatakan dengan persamaan :
iwf=τ x I
dimana :
iwf = laju injeksi air selama fill up, bbl/day
i = laju injeksi fluida dengan M=1, bbl/day
τ = conductance ratio yang ditentukan dari grafik.
Penentuan Performance Injeksi Berpola
Percobaan model fisik berskala kecil mengahasilkan beberapa grafik
performance dalam bentuk hubungan Es (effisiensi penyapuan) terhadap Vid
(volume yang diinjeksikan, tak berdimensi), atau fw (fraksi laju alir dari fluida
pendesak, misalnya air) terhadap M (perbandingan mobilitas air terhadap
minyak). Model fisik ini menggambarkan reservoir dan aliran sebagai berikut :
Tebal lapisan dibandingkan dengan ukuran reservoir adalah kecil, sehingga
persoalan dapat dianggap dua dimensi.
Tidak ada pengaruh gravitasi atau kemiringan reservoir adalah kecil (<10o)
Reservoir bersifat homogen
Pendesakan torak dan aliran berlaku pada proses injeksi.
4.3 Perhitungan Perolehan minyak
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai factor-factor yang
mempengaruhi efektifitas injeksi air antara lain :
a. geometri reservoir
b. kedalaman
c. kemiringan lapisan
d. tingkat heterogenitas lapisam
e. sifat fisik batuan reservoir
f. mekanisme pendorong
g. cadangan minyak tersisa
h. saturasi minyak tersisa dan
i. viskositas minyak
Pendesakan minyak oleh air
mekanisme pendesakan minyak oleh air pada dasarnya air bergerak pada
saturasi tinggi ke saturasi rendah sehingga air akan mendesak minyak dan
mengubah daerah yang sudah didesaknya menjadi bersaturasi air yang
lebih tinggi. Dimana factor yang berpengaruh sebagai parameter dalam
proses pendesakan antara lain
- wettabilitas batuan
- proses imbibisi dan drynage
- saturasi fluida
- permeabilitas relative
- perbandingan mobilitas fluida
- aliran fluida dalam media berpori
Konsep pendesakan fluida
Air bergerak mendesak minyak didalam pori-pori batuan dalam proses
penginjeksian air.
Dalam segi pendesakan ini dikenal dua kosep yaitu konsep berprinsip
saturasi dan pendesakan torak.
profil ideal saturasi air berdasarkan konsep desaturasi. Di belakang front
saturasi minyak berkisar dari saturasi residu (Sor) pada titik masuk (x=0)
hingga So=(1-Swf) pada front. Ini berarti bahwa minyak masih mengalir
bersama-sama air di belakang front bila Sw=Swc yang merupakan saturasi
equilibrium air.
Efisiensi Penyapuan
Efisiensi penyapuan didefinisikan sebagai perbandingan antara luas daerah
hidrokarbon yang telah didesak didepan front dengan luas daerah hidrokarbon
seluruh reservoir atau dengan luas daerah hidrokarbon yang terdapat pada suatu
pola.
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai efisiensi penyapuan areal
dengan metode yang telah dilakukan peneliti sebelumnya antara lain Dyes, Craig,
Rapoport dan Prats serta efisiensi pada areal penyapuan awal dan korelasinya
serta efisiensi penyapuan vertical atau invasi.
Perhitungan perkiraan perilaku injeksi air
Metode Buckley-Laverett-Welge
Metoda ini untuk memperkirakan kerja ulang injeksi air satuan ukur
performa injeksi air adalah Wp, Np dan WOR sebagai fungsi dari Wi. Unsur
waktu dapat dikaitkan dengan performa bila diketahui harga laju injeksinya.
Kaitan waktu antara beberapa laju injeksi pada suatu operasi injeksi air
dapat diuraikan menjadi tahapan perhitungan pendesakan :
1. kondisi saat fill-up
2. tahap dari fill-up sampai breakthrough
3. tahap dari breakthrough sampai terproduksinya air.
Metode Dykstra Parsons
Batasan metode ini sama dengan metode Buckley Laverette, tetapi dapat
dikembangkan untuk reservoir sistem berlapis dengan anggapan tidak ada
komunikasi antar lapisan berdasarkan harga permeabilitas variation (v) dan
mobility ratio (m), Dykstra parsons membuat hubungan antara WOR dan recovery
dari 40 contoh batuan inti dari California
Metode Craig- Greffen- Morse
Evaluasi dilakukan pada saat breakthrough dimana efisiensi penyapuan
tiap kumulatif volume air yang diinjeksikan diperkirakan dengan menggunakan
korelasi empiris Craig et all
Variasi WOR setelah breakthrough diperkirakan dengan membagi dua
region yaitu daerah penyapuan yang baru dan setelahnya. Daerah penyapuan yang
baru adalah daerah yang hanya tersapu oleh fluida pendesak. Daerah sebelum
daerah penyapuan adalah daerah penyapuan direservoir dimana Sw>Swbt, kinerja
pada region ini mengasumsikan bahwa semua air yang terproduksi adalah berasal
dari region sebelumnyasementara minyak diproduksi dari daerah penyapuan baru
dan sebelumnya.
V. RENCANA DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. KARAKTERISTIK RESERVOIR
2.1. Karakteristik Reservoir Batuan Karbonat
2.1.1. Organisme Pembentuk Batuan Karbonat
2.1.2. Diagenesa Batuan Karbonat
2.1.3. Lingkungan Pengendapan Batuan Karbonat
2.1.4. Klasifikasi Batuan Karbonat
2.1.4.1. Terumbu
2.1.4.2. Dolomites
2.1.4.3. Gamping Klastik
2.1.4.4. Gamping Afanitik
2.1.5. Komposisi Kimia Batuan Karbonat
2.1.5.1. Limestone
2.1.5.2. Dolomite
2.1.6. Sifat-Sifat Fisik Batuan Karbonat
2.1.6.1. Porositas
2.1.6.2. Permeabilitas
2.1.6.3. Tekanan Kapiler
2.1.6.4. Wettabilitas
2.1.6.5. Saturasi
2.1.6.6. Kompresibilitas Batuan
2.2. Karakteristik Fluida Reservoir
2.2.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon
2.2.2. Komposisi Kimia Air Formasi
2.2.3. Sifat Fisik Fluida Reservoir
2.2.3.1. Sifat Fisik Gas
2.2.3.2. Sifat Fisik Minyak
2.2.3.4. Sifat Fisik Air Formasi
2.3. Kondisi Reservoir
2.3.1. Tekanan Reservoir
2.3.2. Temperatur Reservoir
2.4. Jenis-jenis Reservoir
2.4.1 Berdasarkan Perangkap Reservoir
2.4.1.1. Struktur
2.4.1.2. Stratigrafi
2.4.1.3. Kombinasi
2.4.2. Berdasarkan Mekanisme Pendorong
2.4.2.1. Depletion Drive Reservoir
2.4.2.2. Gas Cap Drive Reservoir
2.4.2.3. Water Drive Reservoir
2.4.2.4. Segregation Drive Reservoir
2.4.2.5. Combinaton Drive Reservoir
2.4.3. Berdasarkan Fasa Fluida Hidrokarbon
2.4.3.1. Reservoir Minyak Berat
2.4.3.2. Reservoir Minyak Kering
2.4.3.3. Reservoir Gas Kondensat
2.4.3.4. Reservoir Gas Basah
2.4.3.5. Reservoir Gas Kering
2.5. Heterogenitas Reservoir
2.5.1. Pengertian Heterogenitas Reservoir
2.5.2. Penyebab Heterogenitas Reservoir
2.5.2.1. Lingkungan Pengendapan
2.5.2.2. Sedimentasi
2.5.3. Faktor yang Mempengaruhi Heterogenitas Reservoir
2.5.3.1. Sedimentasi Teknik Regional
2.5.3.2. Komposisi Batuan danTekstur
2.5.3.3. Geometri Pori
2.5.4. Klasifikasi Heterogenitas Reservoir
2.5.4.1. Heterogenitas Reservoir Skala Megaskopis
2.5.4.2. Heterogenitas Reservoir Skala Makroskopis
2.5.4.3. Heterogenitas Reservoir Skala Mikroskopis
2.5.5. Pengaruh Heterogenitas Reservoir terhadap Cadangan
2.5.6. Koefisien Heterogenitas Lapisan
2.5.6.1. Lorenz Coefficient (Lc)
2.5.6.2. Koval Factor (Hk)
2.5.6.3. Dykstra Parsons Coefficient
BAB III. INJEKSI AIR SEBAGAI PRESSURE MAINTENAANCE DAN
SECONDARY RECOVERY
3.1. Injeksi Air Pada Pressure Maintenaance
3.1.1. Pemilihan sumur Injeksi
3.1.2. Perencanaan Injeksi Air Pada Pressure Maintenaance
3.1.2.1. Waktu Penginjeksian Optimum
3.1.2.2. Lokasi dan Pola Sumur Injeksi
3.1.2.3. Kedalaman Injeksi
3.1.2.4. Debit dan Tekanan Injeksi
3.1.2.5. Peralatan Injeksi
3.1.3. Perkiraan kinerja reservoir Pada Pressure Maintenaance
3.1.3.1. Persamaan Material Balance
3.1.3.1.1. Reservoir Water Drive
3.1.3.1.2. Reservoir Depletion drive
3.1.3.1.3. Reservoir Gas Cap Drive
3.1.3.1.4. Reservoir Segregation Drive
3.1.3.1.5. Reservoir Combination Drive
3.1.3.2. Persamaan Indeks Pendorong
3.1.3.3. Persamaan Perembesan Air
3.1.3.4. Perilaku khas reservoir pada Pressure Maintenaance
3.1.3.5. Pengurasan Reservoir Kumulatif
3.1.3.6. Pengendalian Ukuran Gas Cap
3.2 Injeksi Air pada Secondary Recovery
3.2.1. Perencanaan Injeksi Air
3.2.2. Lokasi dan Penyebaran Sumur Injeksi
3.2.2.1. Penentuan Lokasi Sumur Injeksi
3.2.2.2. Penentuan Penyebaran Sumur Injeksi
3.2.3. Kedalaman Sumur Injeksi
3.2.4. Penentuan Tekanan dan Debit Injeksi
3.2.5. Peralatan Sumur Injeksi - Produksi
3.2.5.1. Peralatan Sumur Injeksi
3.2.5.1.1. Fasilitas Sumur Injeksi
3.2.5.1.2. Komplesi Sumur Injeksi
3.2.5.2. Peralatan Sumur Produksi
3.2.5.2.1. Fasilitas Produksi
3.2.5.2.2. Komplesi Sumur Produksi
3.2.6. Sumber dan Sistem Pengolahan Air Injeksi
3.2.6.1. Sumber Air Injeksi
3.2.6.2. Sistem Pengolahan Air Injeksi
3.2.6.2.1. Sistem Pengolahan Tertutup
3.2.6.2.2. Sistem Pengolahan Terbuka
3.2.6.2.3. Sistem Perbaikan Setengah Tertutup
3.2.7. Penentuan Performa Injeksi Berpola
3.2.8. Persiapan dan Studi Kelayakan Injeksi Air
3.2.9. Penambahan Additive
3.2.10. Laboratorium
3.2.11. Pilot Project
BAB.IV. EFISIENSI RECOVERY RESERVOIR
4.1. Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Injeksi Air
4.1.1. Geometri Reservoir
4.1.2. Kedalaman
4.1.3. Kemiringan Lapisan
4.1.4. Tingkat Heterogenitas Lapisan
4.1.5. Sifat Fisik Batuan Reservoir
4.1.6. Mekanisme Pendorong
4.1.7. Cadangan Minyak Tersisa
4.1.8. Saturasi Minyak Tersisa
4.1.8.1. Distribusi Saturasi Sebelum Injeksi Fluida
4.1.8.2. Distribusi Saturasi pada Saat Pendesakan
4.1.9. Viskositas Minyak
4.2. Faktor Perolehan Minyak
4.2.1. Efisiensi Pendesakan
4.2.1.1. Parameter-parameter dalam Proses Pendesakan
4.2.1.1.1. Wettabilitas batuan
4.2.1.1.2. Proses Imbibisi dan Drynage
4.2.1.1.3. Saturasi Fluida
4.2.1.1.4. Permeabilitas Relatif
4.2.1.1.5. Perbandingan mobilitas fluida
4.2.1.1.6. Kecepatan Fluida dalam Media Berpori
4.2.1.2. Teori Frontal Advance
4.2.1.3. Teori Mobilitas Fluida
4.2.1.3.1. End Point Mobility Ratio
4.2.1.3.2. Craig Ratio
4.2.1.4. Pengaruh Gaya Gravitasi
4.2.1.5. Pengaruh Kompresibilitas
4.2.1.6. Pengaruh Tekanan Kapiler
4.2.1.7. Teori Pendesakan
4.2.1.7.1. Pendesakan Satu Dimensi
4.2.1.7.1.1. Konsep Pendesakan desaturasi
4.2.1.7.1.2. Konsep Pendesakan Torak
4.2.1.7.2. Pendesakan dua dimensi
4.2.1.7.3. Pendesakan Tiga Dimensi
4.2.2. Efisiensi Penyapuan
4.2.2.1. Efisiensi Penyapuan Volumetrik
4.2.2.2. Efisiensi Areal Penyapuan
4.2.2.2.1. Korelasi Efisiensi Penyapuan Areal
4.2.2.2.2. Pengaruh viscous fingering
4.2.2.2.3. Efisiensi Penyapuan Vertikal
4.2.2.3. Metode Prediksi Penyapuan Areal
4.2.2.3.1. Metode Dyes dkk
4.2.2.3.2. Metode Craig dkk
4.2.2.3.3. Metode Rapoport dkk
4.2.2.3.4. Metode Prats dkk
4.2.2.4. Efisiensi Invasi
4.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Pola Injeksi Air
4.2.4. Perhitungan Perilaku Injeksi Air
4.2.4.1. Metode Buckley-Leverette-Welge
4.2.4.2. Metode Craig Greffen Morse
4.2.4.3. Metode Dykstra Parsons
BAB V. PEMBAHASAN
BAB VI. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
\
RENCANA DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmed, Tarek, "Reservoir Engineering Handbook", Gulf Publishing
Company, Houston, Texas, 2000.
2. Amyx, J.W., D.M. Bass, Jr. and R.L. Whiting., “Petroleum Reservoir
Engineering-Physical Properties”, McGraw-Hill Book Company, New
York-Toronto-London, 1960.
3. Brown, K.E., “The Technology of Artificial Lift Methode”, Vol.2A & 2B,
Petroleum Publishing Company, Tulsa, Oklahoma, 1980.
4. Burcik E.J., “Oil Properties of Petroleum Reservoir Fluids”, International
Human Resources Development, Boston, 1997.
5. Carcoana, A, “Applied Enhanced Oil Recovery”, Prentice Hall Englewood
Clifts, New Jersey, 1992.
6. Craig, Forrest F, Jr , “The Reservoir Engineering Aspect of Waterflooding”,
SPE of AIME, New York, 1971.
7. Donaldson, EC dkk, “Enhanced oil Recovery I”, Elsevier. 1995.
8. Fayers, F.J., “Enhanced Oil Recovery”, Elsevier, New York. 1981.
9. Lucia, F.J., “ Carbonate water characterization”, Springer. 1999.
10. Rose C. Stephen, dkk, , “The Design Engineering Aspects of
Waterflooding” Society of Petroleum Engineers, Richardson, Texas, 1989.
11. Van Pollen, H.K., “Enhanced Oil Recovery”, H.K. Van Pollen and
Associated Inc., Pennwell Publishing Company, Tulsa, 1980.
12. Willhite, G. Paul, “Waterflooding”, Third Printing, Society of Petroleum
Engineer, Richardson, Texas, 1986.