Upload
sayid-barca
View
41
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, kehidupan dewasa ini membutuhkan
manusia-manusia yang cerdas dan memiliki daya saing. Sehingga pengetahuan
yang diperoleh dari bangku sekolah sudah seharusnya mengajarkan pengetahuan
dan keterampilan yang bermakna bagi siswa dalam kehidupan nyata. Agar terjadi
pengkontruksian pengetahuan secara bermakna, guru haruslah melatih siswa agar
berpikir secara kritis dalam menganalisis maupun dalam memecahkan suatu
permasalahan. Siswa yang berpikir kritis adalah siswa yang mampu berpikir
dengan pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk
memutuskan apa yang harus dipercaya atau dilakukan (Ennis, 2011:1).
Pada umumnya guru di sekolah sering menggunakan model pembelajaran
yang didominasi dengan ceramah, sehingga kemampuan siswa dalam berpikir
kritis sulit untuk di kembangkan. Model pembelajaran yang didominasi dengan
ceramah yaitu dimana guru dalam proses belajar mengajar terus menerus
memberikan materi pelajaran dan sangat sedikit melibatkan siswa dalam
memecahkan masalah – masalah pelajaran. Akibat dari pemberian materi secara
terus menerus tanpa melibatkan siswa ini yaitu berdampak pada hasil belajar
siswa, dimana hasil belajar siswa menjadi menurun karena siswa cenderung tidak
mampu menyampaikan pendapat kepada guru ketika mendapat masalah dalam
proses pembelajaran.
2
Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa turut serta aktif dalam
kegiatan belajar mengajar yaitu model pembelajaran berbasis masalah. Model
pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa kelebihan antara lain, melatih
siswa : mendesain suatu penemuan, berpikir dan bertindak kreatif, memecahkan
masalah yang dihadapi secara realistis, mengidentifikasi dan melakukan
penyelidikan, menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan, merangsang
perkembangan ( Aswan 2006 ; 92 ).
Dari penjelasan mengenai kelebihan pembelajaran berbasis masalah di atas
terlihat bahwa model pembelajaran berbasis masalah cukup efektif dalam
meningkatkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis
siswa dalam proses belajar mengajar merupakan salah satu faktor penunjang yang
sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan siswa dalam memecahkan
masalah.
Keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan individu dalam
menggunakan proses berpikirnya untuk menganalisa argumen dan memberikan
interpretasi berdasarkan persepsi yang benar dan rasional, analisis asumsi dan bias
dari argument, serta interpretasi logis.
Sudah sering terdengar dan diketahui keluhan siswa mengenai beban pelajaran
yang harus mereka ikuti di sekolah. Siswa di tuntut mengetahui segala hal yang
terdapat pada kurikulum yang berlaku. Oleh karena itu, pendidikan harus
membekali mereka dengan kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang
mereka hadapi. Kemampuan tersebut adalah kemampuan memecahkan masalah.
Kemampuan memecahkan masalah ini dapat dikembangkan melalui pembelajaran
3
dimana masalah di hadirkan oleh guru dalam kelas dan siswa diminta
menyelesaikannya dengan segala kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang
mereka miliki.
Berdasar pada permasalahan di atas maka peneliti akan melakukan penelitian
mengenai pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan
berpikir kritis pada siswa kelas Xa SMA NEGERI PALOLO. Alasan lain
mengapa peneliti melakukan penelitian disekolah ini yaitu sekolah ini merupakan
salah satu sekolah yang umumnya proses pembelajarannya masih berpusat pada
guru selain itu alas an lainnya karena peneliti merupakan salah satu alumni dari
sekolah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakan di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah “Apakah terdapat perbedaan kemampuan keterampilan berpikir kritis
antara siswa yang di beri model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang
diberi model pembelajan konvensional pada siswa kelas kelas Xa SMA NEGERI
1 PALOLO?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model
pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan berpikir kritis siswa kelas
Xa SMA NEGERI 1 PALOLO pada materi listrik dinamis.
4
1.4 Manfaat Penelitian
1) Manfaat teoritis
Meningkatkan kecepatan berpikir siswa dalam memecahakan soal - soal
pada mata pelajaran fisika, baik itu dalam hal konsep maupun perhitungan.
2) Manfaat praktis
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan dan hasil
belajar fisika siswa kelas Xa SMA NEGERI 1 PALOLO melalui
peningkatan kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah.
1.5 Batasan Istilah
Untuk menhindari kesalahan dalam pemahaman judul penelitian, ada
istilah-istilah yang akan di jelaskan sebagai berikut:
1) Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah kegiatan
pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki suatu masalah secara sistematis, kritis,
logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri dengan penuh
percaya diri.
2) Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, yang
meliputi kemampuan untuk berpikir reflektif dan independen.
3) Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial
untuk kehidupan, pekerjaan dan berfungsi efektif dalam semua aspek
kehidupan lainnya. Adapun aspek yang akan diukur adalah memberikan
penjelasan sederhana, yang berisi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS
PENELITIAN
2.1 Penelitian yang Relevan
Hadi.A.M., (2013), Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh strategi
PBL terhadap kemampuan berpikir kritis dan pemahaman konsep siswa.
Penelitian ini menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen yang
menggunakan strategi PBL dan kelas kontrol yang menggunakan strategi
konvensional. Analisis data menggunakan Anakova yang sebelumnya
dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, kemudian untuk melihat
keterlaksanaan sintaks pembelajaran menggunakan uji regresi serta melihat
lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran.
Astika.U.I.K., (2013), Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA antara siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model siklus belajar (learning cycle) 5E dan siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan model konvensional. Rancangan penelitian
kuasi eksperimen menggunakan posttest only control group design. Populasi
penelitian adalah seluruh siswa kelas V SD di Desa Penarukan tahun
pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 157 orang. Sampel penelitian ditentukan
dengan teknik random sampling. Data kemampuan berpikir kritis IPA siswa
dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk uraian. Data yang dikumpulkan
kemudian dianalisis dengan analisis statistik deskriptif dan statistik
7
parametrik yaitu uji-t. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh (1) mean
kemampuan berpikir kritis IPA siswa kelompok eksperimen = 37,16
tergolong kriteria sangat tinggi, sedangkan (2) mean kemampuan berpikir
kritis IPA siswa kelompok kontrol = 32,67 tergolong kriteria tinggi.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh t-hitung sebesar 7,159 dan ttabel =1,995.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan
berpikir kritis IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model
siklus belajar (learning cycle) 5E dan siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan model konvensional.
Nurlaila.N., (2013), Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh metode
pembelajaran problem solving dan problem posing, kreativitas, keterampilan
berpikir kritis, dan interaksinya terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian ini
menggunakan metode kuasi eksperimen dengan desain faktorial 2x2x2.
Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 6 Madiun
tahun pelajaran 2012-2013. Sampel diperoleh dengan teknik cluster random
sampling terdiri dari 2 kelas XI IPA 2 dan XI IPA3. Pengumpulan data
menggunakan teknik tes untuk prestasi belajar kognitif, angket untuk
mengukur kreativitas, keterampilan berpikir kritis, prestasi belajar afektif dan
prestasi belajar psikomotor. Data dianalisis menggunakan anava tiga jalan
dengan SPSS 18. Dari analisis data disimpulkan bahwa: (1) pembelajaran
PBL menggunakan problem solving dan problem posing berpengaruh
terhadap prestasi belajar kognitif dan psikomotorik, tetapi tidak
8
mempengaruhi pada aspek afektif, (2) kreativitas berpengaruh terhadap
prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik, (3) keterampilan berpikir
kritis berpengaruh terhadap prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik, (4)
ada interaksi antara pembelajaran PBL problem solving dan PBL problem
posing dengan kreativitas terhadap prestasi belajar siswa pada aspek afektif,
tetapi tidak ada interaksi pada aspek kognitif dan psikomotorik, (5) ada
interaksi antara pembelajaran PBL problem solving dan PBL problem posing
dengan keterampilan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa pada aspek
kognitif, tetapi tidak ada interaksi pada aspek afektif dan psikomotorik, (6)
ada interaksi antara kreativitas dan keterampilan berpikir kritis terhadap
prestasi belajar siswa pada aspek kognitif dan afektif, tetapi tidak ada
interaksi pada aspek psikomotorik, (7) ada interaksi antara antara
pembelajaran PBL problem solving dan PBL problem posing, kreativitas,
keterampilan berpikir kritis terhadap prestasi belajar pada aspek
psikomotorik, tetapi tidak ada interaksi pada aspek kognitif dan afektif.
Kesimpulan yang dapat di tarik dari ketiga penelitiaan di atas ialah
pembelajaran berbasis masalah ( Problem Based Learning) memiliki
pengaruh yang signifikan dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis
siswa.
9
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Pembelajaran Berbasis Masala
Sari.D.K.,(2013), Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa
Inggris Problem-based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan
masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat
menyelesaikannya. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based
learning / PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan
lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan
(bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik
memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).
Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009;91) belajar berdasarkan masalah adalah
interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah
belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada peserta didik
berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan
bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki,
dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.
Adapun karakteristik pembelajaran berbasis masalah berdasarkan teori yang
dikembangkan Barrow, Min Liu (2005) menjelaskan karakteristik dari PBM,
yaitu :
1) Learning is student-centered
10
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa
sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori
konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan
pengetahuannya sendiri.
2) Authentic problems form the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga
siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat
menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.
3) New information is acquired through self-directed learning
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui
dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha
untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi
lainnya.
4) Learning occurs in small groups
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun
pengetahuan secara kolaborative, maka PBM dilaksakan dalam kelompok kecil.
Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan
tujuan yang jelas.
5) Teachers act as facilitators
Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun,
walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa
dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai.
11
Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah memiliki langkah –
langkah tersendiri, menurut Barret (2005) menjelaskan langkah-langkah
pelaksanaan PBM sebagai berikut :
1) Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan diungkap dari
pengalaman siswa)
2) Siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil
3) Siswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah
yang harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan cara mencari
sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal atau
melakukan observasi
4) Siswa kembali kepada kelompok PBM semula untuk melakukan tukar
informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasaman dalam
menyelesaikan masalah.
5) Siswa menyajikan solusi yang mereka temukan
6) Siswa dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh
kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauhmana pengetahuan yang
sudah diperoleh oleh siswa serta bagaiman peran masing-masing siswa
dalam kelompok.
Tahap selanjutnya dalam pembelajaran berbasis masalah yaitu tahap
penilaian, tentunya dalam penilaian pembelajaran berbasis masalah bukan hanya
hasil saja yang di nilai, proses juga masuk dalam kriteria penilaian. Hal ini
sejalan dengan National Research Council (NRC) (dalam Waters and
McCracken, -) memberikan tiga prinsip berkaitan penilaian dalam PBM, yaitu
12
yang berkaitan dengan konten, proses pembelajaran, dan kesamaan. Lebih
jelasnaya sebagai berikut:
1) Konten : penilaian harus merefleksikan apa yang sangat penting untuk
dipelajari dan dikuasai oleh siswa
2) Proses pembelajaran : penilaian harus sesuai dan diarahkan pada proses
pembelajaran
3) Kesamaan : penilaian harus menggambarkan kesamaan kesempatan siswa
untuk belajar
Oleh karena itu, menurut Waters and McCracken penilaian yang dilakukan harus dapat :
1) Menyajikan situasi secara otentik
2) Menyajikan data secara berulang-ulang
2.2.2 Keterampilan Berpikir Kritis
1) Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk menganalisis fakta,
mencetuskan dan menata gagasan, mempertahankan pendapat, membuat
perbandingan, menarik kesimpulan, mengevaluasi argumen dan memecahkan
masalah (Chance,1986)
2) Berpikir kritis adalah sebuah proses yang sadar dan sengaja yang digunakan
untuk menafsirkan dan mengevaluasi informasi dan pengalaman dengan
sejumlah sikap reflektif dan kemampuan yang memandu keyakinan dan tindakan.
(Mertes,1991)
3) Berpikir kritis adalah proses intelektual yang dengan aktif dan terampil
mengkonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi
informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan dari pengamatan, pengalaman,
13
refleksi, penalaran, atau komunikasi, untuk memandu keyakinan dan tindakan
(Scriven & Paul, 1992).
Menurut Ennis (dalam Hassoubah, 2004), berpikir kritis adalah berpikir secara
beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang
apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Oleh karena itu, indikator kemampuan
berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa sebagai berikut :
1) Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan.
2) Mencari alasan.
3) Berusaha mengetahui informasi dengan baik.
4). Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
5) Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.
6) Berusaha tetap relevan dengan ide utama.
7) Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
8) Mencari alternatif.
9) Bersikap dan berpikir terbuka.
10)Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan
sesuatu.
(11) Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.
(12) Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan
masalah.
Sementara itu Beyer (dalam Hassoubah, 2004) mengatakan bahwa
keterampilan berpikir kritis meliputi beberapa kemampuan sebagai berikut :
14
1) Menentukan kredibilitas suatu sumber.
2) Membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan.
3) Membedakan fakta dari penilaian.
4) Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan.
5) Mengidentifikasi bias yang ada.
6) Mengidentifikasi sudut pandang.
7) Mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan.
Selain itu, Gokhale (1995) dalam penelitiannya yang berjudul Collaborative
Learning Enhances Critical Thinking menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
soal berpikir kritis adalah soal yang melibatkan analisis, sintesis, dan evaluasi dari
suatu konsep. Cotton (1991), menyatakan bahwa berpikir kritis disebut juga
berpikir logis dan berpikir analitis.
(1) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis kemampuan untuk
berpikir jernih dan rasional, yang meliputi kemampuan untuk berpikir reflektif
dan independen dimana yan menjadi indikator ialah memberikan penjelasan
sederhana, yang berisi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan
dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau
pernyataan. Hal ini sangat di perlukan oleh siswa dalam proses belajar
mengajar untuk meningkatkan pengetahuannya.
2.3 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini mengenai pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap
kemapuan berpikir kritis siswa kelas Xa SMA NEGERI 1 PALOLO, dengan
membandingkan kelompok yang di beri metode pembelajaran berbasis masalah
15
dan kelompok yang hanya menggunakan metode konvensional. Dalam model
pembelajaran berbasis masalah ini siswa di tuntut aktif dalam proses belajar
mengajar sehingga secara langsung dapat meningkatakan kemampuan berpikir
kritis siswa.
Dimana pembelajaran berbasis masalah memiliki gagasan bahwa
pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas
atau permasalahan yang otentik, relevan, dan dipresentasikan dalam suatu
konteks. Cara tersebut bertujuan agar siswa memilki pengalaman sebagaimana
nantinya yang mereka hadapi di kehidupan profesionalnya.
Pengalaman tersebut sangat penting karena pembelajaran yang efektif
dimulai dari pengalaman konkrit. Pertanyaan, pengalaman, formulasi, serta
penyususan konsep tentang pemasalahan yang mereka ciptakan sendiri
merupakan dasar untuk pembelajaran sehingga dituntut untuk cepat tanggap
dalam menyelesaikan permasalahan yang di berikan, hal ini sejalan dengan
peningkatan berpikir kritis siswa yaitu kemampuan untuk berpikir jernih dan
rasional, yang meliputi kemampuan untuk berpikir reflektif dan independen.
Berikut kerangka pemikiran dalam penelitian ini:
Gambar 2.1
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Model Pembelajaran Konvensional
16
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini ialah terdapat pengaruh pembelajaran berbasis
masalah terhadap keterampilan berpikir kritis siswa kelas Xa SMA NEGERI 1
PALOLO.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian kuasi eksperimen. Menurut
Sugiyono(2008), desain ini mempunyai grup kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi
sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhinya.
Rancangan penelitian kuasi eksperimen yang digunakan adalah the non equivalent
control group design.
3.2 Desain Penelitian
Mengacu pada tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka
dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuasi, dengan desain
penelitian “The non ekivalen preetest-postest design” yang di artikan sebagai
pretes-pascates yang non ekuivalen, dengan menggunkan kelas – kelas yang sudah
ada sebagian kelompoknya namun dengan catatan bahwa kelas – kelas yang di
gunakan sebisa mungkin sama keadaan atau kondisinya dalam segi tingkat
kecerdasaannya. Adapun desain penelitian menurut Sugiyono (2008), dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
18
Tabel 3.1: The non ekivalen pretest-postest design
Group Tes Awal Perlakuan Tes Akhir
Kelas eksperimen O1 X1 O2
Kelas control O1 X2 O2
X1: Model pembelajaran kooperatif
X2: Model pembelajaran kooperatif tipe lainnya
O1: Tes awal (preetest)
O2: Tes akhir (postest)
Dari desain penelitian ini terlihat bahwa penelitian ini menggunakan dua
kelas dengan perlakuan berbeda.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA NEGERI 1 PALOLO yang
merupakan sekolah Negeri di daerah Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Provinsi
Sulawesi Tengah.
3.3.2 Waktu Penelitian
Pra penelitian dilakukan mulai pada bulan Juli 2015 untuk membuat
instrumen penelitian berupa LKK(Lembar kerja kelompok), RPP(rancangan
program pembelajaran), tes hasil belajar. Sedangkan Penelitian dilaksanakan
pada tahun 2015.
19
3.4 Populasi, Sampel dan Tehnik Pengambilan Data
Dalam penelitian ini yang di jadikan sebagai populasi ialah seluruh siswa
kelas Xa SMA NEGER 1 PALOLO tahun ajaran 2015 – 2016. Selengkapnya
dapat kita lihat pada tabel berikut.
Tabel 3.2: Populasi Penelitian
No Kelas Jumlah Siswa
1 Xa 36
2 Xb 38
3 Xc 39
4 Xd 37
Berdasarkan pada Tabel 3.2 maka yang di jadikan sebagai kelas
eksperimen sekaligus sampel yang menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah adalah siswa kelas Xa SMA NEGERI 1 PALOLO, sedangkan yang
bertindak sebagai kelas control yaitu siswa kelas Xb SMA NEGERI 1 PALOLO
yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
3.5 Defenisi Oprasional
1) Pembelajaran Berbasis Masalah ( Problem Beased Learning) adalah kegiatan
pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk
mencari dan menyelidiki sesuatu secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri dengan penuh percaya diri.
2) Berpikir Kritis adalah kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, yang
meliputi kemampuan untuk berpikir reflektif dan independen. Hal ini sangat di
20
perlukan oleh siswa dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan
pengetahuannya.
3.6 Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data dalam penelitian ini yaitu data primer yang
bersumber pada sampel dari dua kelompok kelas yang di berikan perlakuan
berbeda yaitu Xa SMA NEGERI 1 PALOLO. Kemudian melihat besar pengaruh
yang terjadi sebagai akibat dari perlakuan yang di berikan. Kemudian ada pula
data bersumber pada observer (pengamat) diambil guna untuk mengetahui
persentase keterlaksanaan pembelajaran yang merupakan data sekunder pada
kelas – kelas tersebut.
3.7 Tehnik Pengumpulan Data
1) Tahap Persiapan
1) Mencari dan menemukan literatur yang berkaitan dengan judul penelitian;
2) Menentukan lokasi penelitian;
3) Menentukan populasi dan sampel penelitian;
4) Menyusun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian;
2) Tahap Pelaksanaan
1) Menentukan kelas yang dijadikan sampel;
2) Pemberian pretest;
3) Pemberian perlakuan (penyajian materi);
4) Observasi pembelajaran yang dilakukan di kelas;
5) Pemberian posttest;
21
3) Tahap Akhir
Untuk kegiatan akhir yang akan dilakukan pada tahap ini adalah tabulasi
data, pengolahan data, menganalisis data sampel dan menarik kesimpulan pada
laporan hasil penelitian yang dilakukan.
3.8 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen yang akan di gunakan ialah tes untuk
mengetahui pengaruh dari model pembelajaran berbasis masalah terhadap
keterampilan berpikir kritis siswa yang diberikan pada kelas yang menjadi sampel
pada penelitian ini yaitu kelas Xa SMA NEGERI 1 PALOLO. Tes berbentuk
pilihan ganda yang dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu diawal (preetest) dan
akhir (posttest) perlakuan. Intrumen yang digunakan dalam tes akhir (posttest).
Selain itu instrumen lain yang digunakan yaitu instrumen khusus model
keterampilan berpikir kritis.
3.9 Tehnik Analisis Data
Tehnik yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini yaitu
diawali dengan uji statistik berupa uji normalitas, uji homogenitas, dan uji
hipotesis.
1) Pengujian Normalitas Data
Pengujian normalitas dilakukan untuk melihat apakah data yang diperoleh
dari hasil penelitian berdistribusi normal atau tidak. Data yang dimaksud adalah
skor hasil belajar fisika pada siswa yang diperoleh dari siswa kelompok
eksperimen. Untuk pengujian normalitas data, digunakan persamaan Chi-kuadrat
(Sudjana, 2008), yaitu :
22
xhit2 =∑
i=1
k (o i−Ei )2
Ei
............................................................ (3.1)
Dengan :
X hitung2
: Uji normalitas Chi-kuadrat
k : Interval kelompok menurut aturan Sturges
Oi : Frekuensi pengamatan
Ei : Frekuensi yang diharapkan
Kriteria pengujian yang digunakan pada dk = (k-3) dan peluang (1-α)
dengan taraf nyata α = 0,05 dengan kriteria pengujiannya adalah :
χhitung2
< χTabel2
. Data dikatakan berdistribusi normal.
χhitung2
>χTabel2
. Data dikatakan tidak berdistribusi normal.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah varians
antara kedua kelas. Dalam hal ini kelompok yang dimaksud adalah kelas
ekperimen dan kelas kontrol. Jika Fhitung<¿ Ftabel ,¿ maka data berasal dari populasi
yang homogen. Uji homogenitas untuk dua sampel bebas menggunakan
persamaan di bawah:
F = S1
2
S22 …………………………………………….. (3.2)
Keterangan:
F = nilai F hitung
23
S12 = varians terbesar
S22 = varians terkecil
1. JikaFhitung>F tabel, maka data berasal dari populasi yang tidak homogen
2. JikaFhitung<F tabel maka data berasal dari populasi yang homogen,
3) Uji Hipotesis
1. Pengujian hipotesis digunakan untuk melihat apakah hipotesis yang telah
dirumuskan didukung oleh data yang telah dikumpulkan, sehingga hipotesis
harus diuji. Persamaan yang digunakan untuk uji-t dua Pihak adalah sebagai
berikut (Sudjana, 2008):
t hit =
X1−X 2
dsg❑√ 1n1
+ 1n2
…….………...………... (3.3)
Dimana:
dsg = √ (¿n1−1)S1
2+(n2−1)S22
n1+n2−2¿ …..…………...
……….. (3.4)
Dengan:
X1 = skor rata-rata kelas eksperimen pertama
X2 = skor rata-rata kelas eksperimen kedua
n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen
n2 : Jumlah siswa kelas kontrol
dsg : Simpangan baku kelas kontrol dan kelas
eksperimen
24
S12 : Varians kelas eksperimen
S22 : Varians kelas kontrol
Dengan pasangan hipotesis adalah:
H0:μ0=μ1 Tidak terdapat pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap
keterampilan berpikir krirtis antara kelompok siswa yang mengikuti
model Pembelajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang
mengikuti model pembelajaran konvensional pada kelas VIIb SMP
NEGERI 1 PALOLO.
H1: Terdapat pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap
keterampilan berpikir kritis antara kelompok siswa yang mengikuti
model Pembelajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang
mengikuti model pembelajaran konvensional pada kelas VIIb SMP
NEGERI 1 PALOLO.
Dengan kriteria pengujian yakni terima H0 jika thitung < ttabel pada taraf nyata α =
0,05 dan dk = n1-n2-2 serta untuk harga t lainnya H0 di tolak.