48
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana ( social support ) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat. PHBS merupakan wujud keberadaan masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (Dinkes, 2008). Peningkatan PHBS dilaksanakan melalui 5 tatanan, diantaranya adalah tatanan rumah tangga. Terdapat 10 indikator PHBS tatanan rumah tangga, salah satunya adalah ketersediaan jamban sehat.

Proposal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Proposal

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan

pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan,

keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan

informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan

perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social support) dan

pemberdayaan masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara

hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan

masyarakat. PHBS merupakan wujud keberadaan masyarakat yang sadar, mau dan

mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (Dinkes, 2008). Peningkatan

PHBS dilaksanakan melalui 5 tatanan, diantaranya adalah tatanan rumah tangga.

Terdapat 10 indikator PHBS tatanan rumah tangga, salah satunya adalah ketersediaan

jamban sehat.

Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang

dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat

tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit dan tidak mengotori permukaan

(Kusnoputranto, 1997). Sementara itu menurut Josep Soemadri (1999) pengertian

jamban adalah pengumpulan kotoran manusia disuatu tempat sehingga tidak

menyebabkan bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia dan mengganggu

estetika. Jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari

fasilitas kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah penularan berbagai

Page 2: Proposal

penyakit yang berbasis saluran pencernaan, salah satunya adalah diare yang

disebabkan oleh faktor kotoran manusia yang tidak dikelola dengan baik.

Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan

konsistensi tinja, melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak lebih

dari biasanya (umumnya tiga atau lebih dalam sehari). Penyakit diare menjadi salah

satu penyakit yang mendapat perhatian serius dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya

karena sifatnya yang menular, cepat menyebar dan jumlah kesakitan yang cukup

tinggi. Tingginya jumlah kesakitan karena diare disebabkan oleh beberapa faktor

antara lain kondisi kesehatan lingkungan yang masih belum memadai, keadaan gizi

buruk, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara langsung

ataupun tidak langsung memengaruhi peningkatan kejadian diare.

Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan

dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia

bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama

terjadi pada bayi dan anak balita. Diare lebih dominan menyerang balita karena daya

tahan tubuh balita yang masih lemah sehingga balita sangat rentan terhadap

penyebaran virus penyebab diare. Di dunia terdapat 6 juta balita yang meninggal tiap

tahunnya karena penyakit diare dan sebagian kematian tersebut terjadi di negara

berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). Penyakit diare pada balita di

Kota Surabaya pada tahun 2010 sebanyak 32.990 kasus. Apabila dibandingkan

dengan kejadian diare balita di tahun 2009 sebanyak 18.940 kasus, maka kasus diare

balita tahun 2010 mengalami kenaikan (Dinkes, 2010). Dan berdasarkan data dari

Puskesmas Tambelangan Kabupaten Sampang kejadian diare balita yang terjadi pada

tahun 2011 disepuluh desa antara lain Desa Tambelangan 166 kasus, Desa Samaran

245 kasus, Desa Karang Anyar 268 kasus, Desa Batu Rasa 221 kasus, Desa Mambulu

Page 3: Proposal

253 kasus, Desa Beringin 349 kasus, Desa Barunggaga 230 kasus, Desa Benjerbila

133 kasus, Desa Somber 165 kasus dan Desa Birem 135 kasus, maka kasus diare pada

balita tertinggi tahun 2011 adalah di Desa Beringin. Selain itu, dari 10 penyakit

tertinggi yaitu penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat (penyakit tulang dan

sendi rematik), infeksi akut lain pada saluran nafas atas, diare, penyakit lainnya,

penyakit kulit alegi, penyakit tekanan darah tinggi, penyakit kulit infeksi (pyo atau

scabies), gastritis, asthma, penyakit kulit karena jamur maka penyakit diare

menempati urutan ke 3. Penyakit diare dapat digolongkan penyakit ringan, tetapi jika

terjadi secara mendadak dan tidak mendapatkan perawatan yang tepat maka diare

dapat berakibat fatal terutama apabila diare tersebut terjadi pada anak-anak. Resiko

terbesar diare adalah dehidrasi karena dapat kehilangan sampai lima liter air setiap

hari, termasuk juga zat mineral (elektrolit utama yaitu natrium dan kalium yang

penting untuk fungsi tubuh normal).

Oleh karena itu pemanfaatan jamban sehat keluarga sangat penting karena

jamban sehat secara prinsip mampu memutuskan hubungan antara tinja dan

lingkungan antara lain mencegah kontaminasi badan air, mencegah kontak antara

manusia dan tinja, membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga serta

binatang lainnya, dan mencegah bau yang tidak sedap. Pemanfaatan ketersediaan

jamban sehat keluarga juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan kebiasaan

masyarakat agar tidak membuang tinja ditempat terbuka melainkan membangun

jamban untuk diri sendiri dan keluarga.

Sehingga masalah ketersediaan jamban (kepemilikan jamban rumah tangga)

dan higiene (kebersihan jamban) merupakan hal yang perlu diperhatikan karena

termasuk salah satu faktor dalam 10 indikator perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

tatanan rumah tangga. Karena masih banyak masyarakat yang berperilaku buang air

Page 4: Proposal

besar secara sembarangan atau terbuka serta higiene perorangan yang masih rendah

misalnya tidak mencuci tangan setelah membersihkan tinja, sebelum makan, sebelum

memberi makan pada balita dan sebelum menyiapkan makanan. Kondisi inilah yang

dapat memengaruhi tingkat kejadian diare, tetapi dengan adanya keasadaran untuk

berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) misalnya dengan upaya penyehatan

pembuangan kotoran bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan

masyarakat, penyediaan dan pemanfaatan sarana pembuangan kotoran yang

memenuhi syarat kesehatan serta mempunyai kesadaran untuk meningkatkan higiene

perorangan guna penigkatan derajat kesehatan masyarakat.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengadakan penelitian dengan

judul “Pengaruh Ketersediaan Jamban dan Penggunaannya Sebagai Salah Satu

Aspek Pendukung Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terhadap Kejadian

Diare Anak dibawah Lima Tahun (Balita) di Desa Karang Anyar Kecamatan

Tambelangan Kabupaten Sampang”.

B. Rumusan Masalah

Adakah pengaruh ketersediaan jamban dan penggunaannya sebagai salah satu

aspek pendukung PHBS terhadap kejadian diare anak dibawah lima tahun (balita) di

Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh ketersediaan jamban dan

penggunaannya sebagai salah satu aspek pendukung PHBS (Ketersediaan Jamban

Sehat) terhadap kejadian diare anak dibawah lima tahun (balita) di Desa Karang

Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang

Page 5: Proposal

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh penggunaan jamban terhadap kejadian diare pada balita

di Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang

b. Mengetahui pengaruh kebersihan jamban terhadap terhadap kejadian diare

pada balita di Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang

c. Mengetahui pengaruh perilaku mencuci tangan setelah membersihkan tinja

dan sebelum menyuapi balita terhadap kejadian diare pada balita di Desa

Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang

d. Mengetahui pengaruh kepemilikan jamban terhadap kejadian diare pada balita

di Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang

e. Mengetahui pengaruh jenis jamban terhadap kejadian diare pada balita di Desa

Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang

f. Mengetahui pengaruh jarak sumur resapan jamban dengan sumber air terhadap

kejadian diare pada balita di Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan

Kab.Sampang

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi masyarakat

Memberikan informasi tentang salah satu aspek PHBS (Ketersediaan Jamban

Sehat) yang mempengaruhi kejadian diare pada balita sehingga masyarakat dapat

melakukan upaya pencegahan kasus diare secara memadai.

2. Bagi instansi terkait

Untuk memecahkan masalah diare Puskesmas Tambelangan.

Page 6: Proposal

3. Bagi instansi lain

Dapat diterapkan di wilayah instansi lain yang memiliki karakteristik sama dengan

daerah penelitian.

4. Bagi penulis lain

Sebagai data awal dalam penelitian lebih lanjut.

Page 7: Proposal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Diare

Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi

yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair.

(Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998) Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi

buang air besar sudah lebih dari empat kali, sedangkan untuk bayi berumur satu bulan

dan anak, bila frekuensi lebih dari tiga kali.

Pada bayi yang masih mendapat ASI tidak jarang frekuensi defekasinya lebih

dari 3-4 kali sehari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, melainkan masih bersifat

fisiologis atau normal. Kadang-kadang seorang anak defekasi kurang dari tiga kali

sehari, tetapi konsistensinya sudah encer, keadaan ini sudah dapat disebut diare.

B. Penyebab Diare

Diare akut disebabkan oleh banyak faktor antara lain infeksi, makanan, efek

obat, imunodefisiensi dan keadaan-keadaan tertentu. (Mansjoer et al, 2000).

1. Infeksi

Infeksi terdiri dari infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu infeksi

saluran pencernaan dan infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar

alat pencernaan. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998). Mikroorganisme

yang menjadi penyebabnya antara lain Aeromonas, Compylobacter,

Clostridiumdifficile, Escherechiacoli, Enterotoxigenic, Shigella, Salmonella,

Vibrio cholera, Enteroinvasive (Mansjoer et al, 2000).

Page 8: Proposal

2. Makanan

Diare dapat disebabkan oleh intoksikasi makanan, makanan pedas, makanan yang

mengandung bakteri atau toksin. Alergi terhadap makanan tertentu seperti susu

sapi, terjadi malabsorbsi karbohidrat, disakarida, lemak, protein, vitamin dan

mineral. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998)

3. Imunodefisiensi

Defisiensi imun terutama Sig A (Secretory Immunoglobulin A) yang

mengakibatkan berlipat gandanya bakteri, flora usus, jamur, terutama Candida.

(Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998)

4. Terapi obat

Obat-obat yang dapat menyebabkan diare diantaranya antibiotik, antasid. (Bagian

Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998)

5. Keadaan tertentu

Keadaan lain yang menyebabkan seseorang diare seperti gangguan psikis

(ketakutan, gugup), gangguan saraf. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998)

C. Patofisiologi Diare

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi berikut, yakni

gangguan osmotik, gangguan sekretorik dan gangguan motilitas usus.

1. Gangguan Osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi

pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Usus yang berlebihan ini akan

merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga timbul diare.

Page 9: Proposal

2. Gangguan Sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi

peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare

timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3. Gangguan Motilitas Usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus

menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus

menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat

menimbulkan diare.

Patogenesis Diare Akut

1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil

melewati rintangan asam lambung.

2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.

3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)

4. Akibat tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

Patogenesis Diare Kronis

Lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya telah infeksi bakteri,

parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.

D. Manifestasi Klinis Diare

Mula-mula anak balita menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu

makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai

lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena

tercampur empedu, karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja

makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa

yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum

Page 10: Proposal

dan atau sesudah diare. (Mansjoer et al, 2000). Anak-anak yang tidak mendapatkan

perawatan yang baik selama diare akan jatuh pada keadaan-keadaan seperti dehidrasi,

gangguan keseimbangan asam-basa, hipoglikemia, gangguan gizi, gangguan sirkulasi.

1. Dehidrasi

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan air.

Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan gejala klinis dan kehilangan berat

badan. Derajat dehidrasi menurut kehilangan berat badan, diklasifikasikan

menjadi empat, dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel II.1: Derajat Dehidrasi Berdasarkan Kehilangan Berat Badan

Derajat dehidrasi Penurunan berat badan (%)

Tidak dehidrasi < 2 ½

Dehidrasi ringan 2 ½ - 5

Dehidrasi sedang 5 – 10

Dehidrasi berat 10

Sumber : Buku ajar diare, 1998

2. Gangguan keseimbangan asam-basa

Gangguan keseimbangan asam basa yang biasa terjadi adalah metabolik asidosis.

Metabolik asidosis ini terjadi karena kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja,

terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan, produk

metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh

ginjal, pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraselular.

(Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998)

3. Hipoglikemia

Pada anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih

sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori

Page 11: Proposal

protein (KKP). Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah

menurun sampai 40 mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala

hipoglikemia tersebut dapat berupa lemas, apatis, tremor, berkeringat, pucat, syok,

kejang sampai koma. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998)

4. Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat

terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan

karena makanan sering dihentikan oleh orang tua. Walaupun susu diteruskan,

sering diberikan pengenceran. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna

dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik. (Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FK UI, 1998)

5. Gangguan Sirkulasi

Gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau shock hipovolemik. Akibatnya

perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat

mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera

ditolong penderita dapat meninggal. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998)

E. Komplikasi Diare

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi

berbagai macam komplikasi seperti:

1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)

2. Renjatan hipovolemik

3. Hipokalemia ( dengan gejala meterorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,

perubahan pada elektrokardiogram)

4. Hipoglikemia

Page 12: Proposal

5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktosa karena

kerusakan vili mukosa usus halus.

6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik

7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah penderita juga

mengalani kelaparan.

F. Pengobatan Diare

Prinsip penatalaksanaan diare:

Menurut Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan Pemukiman Prinsip penatalaksanaan siare antara lain dengan rehidrasi,

nutrisi, medikamentosa (Markum,AH.2000)

1. Rehidrasi

Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat

etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang

telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan

yang hilang melalui keringat, urin, pernapasan dan ditambah dengan banyaknya

cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung.

Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masing-masing

anak atau golongan umur.

2. Nutrisi

Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk

menghindarkan efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak

dengan diare dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang

mempengaruhi keadaan gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai

berikut yakni, pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam

Page 13: Proposal

pertama, makanan cukup energi dan protein, makanan tidak merangsang, makanan

diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam

porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan pada bayi,

pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral

dalam jumlah yang cukup. Khusus untuk penderita diare karena malabsorbsi

diberikan makanan sesuai dengan penyebabnya, antara lain : Malabsorbsi lemak

berikan trigliserida rantai menengah, Intoleransi laktosa berikan makanan rendah

atau bebas laktosa, Panmalabsorbsi berikan makanan rendah laktosa, parenteral

nutrisi dapat dimulai apabila ternyata dalam 5-7 hari masukan nutrisi tidak

optimal (Markum,AH.2000)

3. Medikamentosa

Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin. Obat-obat anti diare

meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein, opium, adsorben

seperti Norit, kaolin, attapulgit. Anti muntah termasuk prometazin dan

klorpromazin.

Rencana pengobatan

Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi menjadi

tiga, yakni rencana pengobatan A, B dan C.

Rencana pengobatan A

Digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi, meneruskan terapi diare di

rumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi. Cairan rumah tangga

yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair (sup, air tajin), air matang. Gunakan

larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel berikut:

Page 14: Proposal

Tabel II.2: Kebutuhan Oralit Perkelompok Umur

Umur Jumlah oralit yang diberikan tiap BAB

Jumlah oralit yang disediakan di rumah

< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari (2 bungkus)

1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hari (3-4 bungkus)

> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)

Sumber : Buku ajar diare, 1998

Rencana pengobatan B

Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan sedang,

dengan cara ; dalam 3 jam pertama, berikan 75 ml/KgBB. Berat badan anak tidak

diketahui, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut:

Tabel II.3: Jumlah Oralit yang Diberikan Pada 3 Jam Pertama

Umur < 1 tahun 1-5 tahun >5tahun

Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1200 ml

Sumber : Buku ajar diare, 1998

Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu untuk

meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikan

juga 100-200 ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan

bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B atau C untuk melanjutkan

pengobatan.

Rencana pengobatan C

Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi berat. Pertama-tama

berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan anak sudah cukup baik

maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah

rencana pengobatan yang sesuai.

Page 15: Proposal

G. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Timbulnya Kejadian Diare pada Balita

1. Penggunaan Jamban

Dalam kehidupan biologiknya setiap makhluk selalu membuang bahan yang tidak

diperlukan atau ekskreta. Manusia membuang bahan ini dalam bentuk semi padat

dengan apa yang disebut tinja (faeces). Tinja adalah bahan buangan yang

dikeluarkan oleh tubuh, yaitu sekitar 27 gram berat kering per orang per hari,antar

dengan rerata 150 gram berat basah per orang per hari. Tinja mengandung sekitar

2 milyar fecal coliform dan 450 juta fecal Streptococci (Prof.H.Didik Sarudji,

M.Sc.2010). Masalah pembuangan tinja manusia merupakan masalah pokok

karena tinja manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks.

Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus,

diare, disentri, kolera, bermacam-macam cacing seperti: cacing gelang, kremi,

tambang, pita, schistosomiasis. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector

Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih

berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.

Dengan masih rendahnya tingkat kesadaran akan penggunaan jamban oleh

masyarakat akan menyebabkan pencemaran tinja terhadap lingkungan yang dapat

menimbulkan terjadinya diare.

2. Kebersihan Jamban

Menurut Depkes RI (2007), dalam menjaga jamban tetap sehat dan bersih

kegiatan keluarga yang dapat dilakukan adalah:

a. Bersihkan dinding, lantai dan pintu ruang jamban secara teratur

b. Bersihkan jamban secara rutin

c. Cuci dan bersihkan tempat duduk (jika ada) dengan menggunakan sabun dan

air bersih

Page 16: Proposal

d. Perbaiki setiap celah, retak pada dinding, lantai dan pintu

e. Jangan membuang sampah di lantai

f. Selalu sediakan sabun untuk mencuci tangan

g. Yakinkan bahwa ruangan jamban ada ventilasinya

h. Tutup lubang ventilasi jamban dengan kasa anti lalat

i. Beritahukan pada anak-anak cara menggunakan jamban yang benar

j. Cucilah tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir setelah

menggunakan jamban.

3. Cuci Tangan Setelah Membersihkan Tinja dan Sebelum Menyuapi Balita

Faktor lain yang harus diperhatikan adalah perilaku mencuci tangan dengan sabun

setelah membersihkan tinja dan sebelum menyuapi balita yang termasuk dalam

aspek perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Berdasarkan studi Basic Human

Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci

tangan adalah (i) setelah buang air besar 12%, (ii) setelah membersihkan tinja bayi

dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14%, (iv) sebelum memberi makan bayi 7%,

dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%. Kondisi tersebut berkontribusi

terhadap tingginya angka kejadian diare di Indonesia (Prof.H.Didik Sarudji,

M.Sc.2010).

4. Kepemilikan Jamban

Jamban adalah sarana pembuangan kotoran manusia yang menjamin kesehatan

dan tidak mencemari lingkungan. Tempat pembuangan kotoran manusia

merupakan hal yang sangat penting dan harus mempunyai kualitas jamban yang

baik karena jamban bermanfaat untuk mencegah terjadinya penularan penyakit

dan kotoran manusia. Dan pada kenyataannya masih banyak rumah tangga di

Indonesia yang belum memiliki fasilitas pembuangan tinja sehingga pembuangan

Page 17: Proposal

kotoran disembarang tempat akan dapat menyebabkan gangguan kesehatan

melalui vektor serangga atau binatang penular penyakit diantaranya diare.

5. Jenis Jamban

a) Jamban Cemplung (Pit Latrine)

Menurut Tarigan, E,. 2008, jamban cemplung ini banyak dipedesaan

tapi kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban. Jenis jamban ini,

kotoran langsung masuk kejamban dan tidak terlalu dalam karena akan

mengotori air tanah. Dalamnya sekitar 1,5-3 meter.

b) Jamban Cemplung Berventilasi

Menurut Tarigan, E,. 2008, jamban ini mirip dengan jamban cemplung,

bedanya lebih lengkap yaitu memakai ventilasi pipa yang terbuat dari bahan

bambu untuk pertukaran udara.

c) Jamban Empang

Menurut Tarigan, E,. 2008, dalam jamban ini dibangun diatas empang,

bedanya disini terjadi daur ulang, yakni tinja bisa langsung dimakan ikan, ikan

dimakan orang, lalu orang mengeluarkan tinja, dan seterusnya. Jamban ini

berfungsi mencegah tercemarnya lingkungan oleh tinja, juga menambah

protein bagi nelayan penghasil ikan.

d) Jamban Pupuk (compost privy)

Menurut Tarigan, E,. 2008, jamban ini seperti kakus cemplung, dan

lebih dangkal galiannya. Fungsinya membuang kotoran, sampah dan daun-

daunan.

(1) Mula-mula membuat jamban cemplung biasa

(2) Lapisan bawah sendiri ditaruh sampah daun-daunan

Page 18: Proposal

(3) Diatasnya ditaruh kotoran dan kotoran hewan setiap hari

(4) Setelah 20 inchi, ditutup dedaunan sampah dan diberi kotoran sampai

penuh

(5) Setelah penuh ditimbun tanah, dan dibuat jamban baru. Lebih kurang 6

bulan digunakan untuk pupuk tanaman baru

6. Jarak Sumur Resapan Jamban dengan Sumber Air

Jarak sumur resapan jamban dengan sumber air dianjurkan setidak-tidaknya

berjarak 50 kaki antara resapan jamban dengan sumber air (Ehler and Steel,

1958). Namun di Indonesia jarak tersebut 10 meter untuk tanah berpasir atau 15

meter tanah kapur atau tanah liat yang memungkinkan adanya celah rongga.

Karena bakteri E-coli patogen (bersifat anaerob) penyebab diare biasanya

mempunyai usia harapan hidup selama tiga hari. Sedangkan kecepatan aliran air

dalam tanah berkisar 3 meter per hari (rata-rata kecepatan aliran air dalam tanah

di pulau jawa 3 meter/hari), sehingga jarak ideal antara sumur resapan dengan

sumber air 3 meter per hari x 3 hari = 9 meter, akan tetapi ditambah satu meter

sebagai jarak pengaman.

Page 19: Proposal

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Gambar III.1: Kerangka Konsep Pengaruh Jamban dan Penggunaannya terhadap Kejadian Diare

Faktor PHBS1. Persalinan ditolong oleh tenaga

kesehatan2. Memberi ASI eksklusif3. Menimbang bayi dan balita4. Menggunakan air bersih5. Mencuci tangan dengan air bersih

dan sabun

6. Menggunakan jamban sehat

7. Membrantas jentik nyamuk di rumah

8. Makan buah dan sayur setiap hari9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari10. Tidak merokok di dalam rumah

1. PHBSa. Penggunaan jambanb. Kebersihan jambanc. Cuci tangan setelah

membersihkan tinja dan sebelum menyuapi balita

2. Pendukung PHBSa. Kepemilikan jambanb. Jenis jambanc. Jarak sumur resapan jamban

dengan sumber air

Kejadian Diare anak dibawah lima tahun di Desa Karang Anyar Kecamatan Tambelangan Kabupaten Sampang

Keterangan

: Aspek atau variabel yang

tidak diteliti

: Aspek atau variabel yang

diteliti

6. Menggunakan jamban sehat

Page 20: Proposal

Penjelasan

1. Penggunaan Jamban

Tinja dapat menimbulkan rangsangan lalat yang berperan sebagai vektor penyakit

saluran cerna, seperti diare. Upaya penyehatan pembuangan kotoran bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam penyediaan

dan penggunaan sarana pembuangan kotoran yang memenuhi syarat kesehatan.

Dengan adanya jamban dan penggunaan yang tepat maka lingkungan akan

terhindar dari pencemaran tinja yang dapat menimbulkan terjadinya diare.

2. Kebersihan Jamban

Penyakit diare dapat ditularkan melalui kotoran manusia, semua orang dalam

keluarga harus menggunakan jamban dan jamban harus dalam keadaan bersih agar

terhindar dari serangga yang dapat menularkan atau memindahkan penyakit pada

makanan. Penggunaan jamban yang sehat dan menjaga kebersihan jamban dapat

menurunkan resiko penyakit diare.

3. Cuci Tangan Setelah Membersihkan Tinja dan Sebelum Menyuapi Balita

Dengan adanya kebiasan mencuci tangan setelah membersihkan tinja dan sebelum

menyuapi balita bisa mendukung penurunan angka kesakitan diare karena

kebiasaan mencuci tangan bisa mencegah masuknya kuman melalui tangan.

4. Kepemilikan Jamban

Bila dalam sebuah rumah tidak mempunyai jamban maka akan buang air besar di

sembarang tempat sehingga mencemari air tanah yang dapat mempengaruhi

kualitas air sumur dan berdampak terhadap penyebaran penyakit diare.

Page 21: Proposal

5. Jenis Jamban

Bila jenis jambannya cemplung maka kecenderungan untuk menimbulkan diare

lebih besar karena mudah terjangkau oleh lalat dibandingkan dengan jamban yang

dilengkapi dengan water sealed latrine.

6. Jarak Sumur Resapan Jamban dengan Sumber Air

Jarak sumur resapan jamban dengan sumber sekurang-kurangnya 10 meter agar

tidak mempunyai kontribusi terhadap kontaminasi sumber air yang digunakan

sebagai sumber air minum.

B. Hipotesis

1. Penggunaan jamban berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita di Desa

Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang

2. Kebersihan jamban berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita di Desa

Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang

3. Mencuci tangan setelah membersihkan tinja dan sebelum menyuapi balita

berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita di Desa Karang Anyar

Kec.Tambelangan Kab.Sampang

4. Kepemilikan jamban berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita di Desa

Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang

5. Jenis jamban berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita di Desa Karang

Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang

6. Jarak sumur resapan jamban dengan sumber air berpengaruh terhadap kejadian

diare pada balita di Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang

Page 22: Proposal

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penempang (cross sectional) karena

variabel sebab dan akibat diukur pada waktu yang bersamaan. Penelitian ini

merupakan penelitian observasional analitik karena menganalisis pengaruh

ketersediaan jamban dan penggunaannya terhadap kejadian diare anak dibawah lima

tahun (balita) dan data didapatkan dengan melakukan wawancara serta observasi.

B. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak dibawah lima tahun (balita)

yang bertempat tinggal di Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang

sejumlah 230 balita.

C. Sampel

1. Besar sampel

Penetapan besar sampel dilakukan dengan menggunakan formula sebagai

berikut (Dahlan, M. S. 2010).

2. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik simple

random sampling atau acak sederhana.

Page 23: Proposal

n = 2α² x PQ

n = (1,96)² x 0,5 (1-0,5)

(0,2)²

= 97

Keterangan :

n = Besar sampel

P = Proporsi terjadinya diare

Q = Proporsi tidak terjadinya diare (1-P)

d = Derajat ketepatan

α = Derajat

Berdasarkan perhitungan di atas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini

paling sedikit 97 balita.

3. Kriteria sampel

a.Kriteria inklusi

Usia sampel 1-5 tahun

Satu keluarga diwakili oleh satu balita

Ibu atau keluarga bersedia anak balitanya dijadikan subyek penelitian

b.Kriteria eksklusi

Ibu atau orangtua tidak bersedia terlibat sebagai subyek penelitian

Tidak ditempat pada saat penelitian atau wawancara

Page 24: Proposal

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

a. Penggunaan jamban

b. Kebersihan jamban

c. Cuci tangan setelah membersihkan tinja dan sebelum menyuapi balita

d. Kepemilikan jamban

e. Jenis jamban

f. Jarak sumur resapan jamban dengan sumber air

2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kejadian diare dalam 3 bulan

terakhir pada balita di Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian dilaksanakan di Desa Karang Anyar, Kecamatan Tambelangan,

Kabupaten Sampang

2. Waktu penelitian adalah bulan Maret sampai dengan bulan April 2014

Page 25: Proposal

F. Definisi Operasional

Tabel IV.1: Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Kategori dan Kriteria

Parameter dan Skala

PengukuranDiare Suatu keadaan

dimana terjadi buang air besar cair atau mencret dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari dalam kurun waktu 3 bulan terakhir yang dialami oleh balita yang terpilih sebagai sampel

1. Diare2. Tidak diare

Nominal

Penggunaan jamban atau tempat buang air besar

Perilaku buang air besar di jamban

1. Ya2. Tidak

Nominal

Kebersihan jamban

Jamban yang bersih, adalah:- Tidak berbau- Tidak licinTidak ada kotoran yang dapat mendatangkan atau menarik serangga untuk datang

1. Jamban bersih apabila memenuhi 2 sampai 3 syarat

2. Jamban tidak bersih apabila hanya memenuhi 1 syarat atau tidak sama sekali

Nominal

Perilaku mencuci tangan setelah membersihkan tinja dan sebelum menyuapi balita

Kebiasaan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun setelah membersihkan tinja dan sebelum menyuapi balita

1. Ya2. Tidak

Nominal

Kepemilikan jamban

Tersedianya fasilitas untuk buang air besar di rumah

1. Memiliki2. Tidak

Nominal

Page 26: Proposal

Jenis Jamban Jenis jamban dibedakan atas jamban yang dilengkapi dengan water sealed latrine dan yang tidak

1. Water sealed latrine

2. Tanpa water sealed latrine

Nominal

Jarak sumur resapan jamban dengan sumber air

Jarak sumur resapan jamban dengan sumber air yang sehat setidak-tidaknya 10 meter

1. > 10 m2. < 10 m

Nominal

G. Prosedur Penelitian

1. Langkah-langkah penelitian

Gambar IV.1: Bagan Langkah-Langkah Penelitian

2. Jumlah petugas

Petugas dalam penelitian ini adalah 1 mahasiswa sebagai peneliti, 2 mahasiswa

yang membantu peneliti saat penelitian dan 1 petugas Puskesmas Tambelangan

mendampingi saat penelitian.

Populasi (anak balita)

Sampel (97 anak balita) dengan ibu sebagai responden

Pengumpulan data (wawancara dan observasi)

Pengolahan data dengan SPSS

Analisis dan kesimpulan

Page 27: Proposal

3. Jadwal pengumpulan data

Tabel IV.2: Jadwal Pengumpulan Data

NO KEGIATAN MINGGU

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Pengajuan izin

2 Pengumpulan data

3 Pengolahan dan

analisi data

4 Penyusunan

laporan

5 Seminar/ujian

4. Bahan dan alat

a. Instrumen : Kuesioner

b.Bahan : Meteran

5. Teknik pengolahan data

a.Pengkajian data (editing)

Peneliti mengkaji dan meneliti kembali kelengkapan pengisian kuisioner yang

telah terkumpul untuk proses berikutnya.

b.Tabulasi data

Peneliti mengklasifikasikan jawaban responden menurut macamnya dengan

memberi kode pada jawaban yang sesuai kategorinya untuk kemudian dilakukan

entry data dengan menggunakan komputer dan hasilnya berupa tabel.

Page 28: Proposal

H. Analisis Data

Data penelitian ini diolah dan dianalisis secara kuantitatif dengan

menggunakan program komputer SPSS dengan menggunakan uji Chi Square. Nilai α

ditetapkan sebesar 0,05.

Tingkat kuat dan lemahnya korelasi menurut Sugiyono (1999) dapat dilihat

berdasarkan rentang nilai Koefisien Kontingensi sebagai berikut:

1. Korelasi sangat lemah : 0,000 – 0,199.

2. Korelasi lemah : 0,2 – 0,0399.

3. Korelasi sedang : 0,4 – 0,599.

4. Korelasi kuat : 0,6 – 0,799.

5. Korelasi sangat kuat : 0,8 – 0,999.

Page 29: Proposal

LEMBAR KUESIONER

Nama Ibu :

Nama Balita :

Umur Balita :

Alamat :

DAFTAR PERTANYAAN

Lingkarilah jawaban yang anda pilih dari pertanyaan di bawah ini

1. Apa pendidikan ibu balita terakhir ?

a) Tidak sekolah

b) SD

c) SMP

d) SMA

e) Akademik atau Perguruan Tinggi

2. Berapa penghasilan rata-rata kepala keluarga ibu dalam 1 bulan ?

a) Kurang dari Rp 500.000 per bulan

b) Rp 500.000 – 1.000.000 per bulan

c) Lebih dari 1.000.000 per bulan

3. Apakah ibu mengetahui tentang cara penularan penyakit diare ?

a) Tahu

b) Tidak tahu

4. Dari siapa ibu mengetahui pengetahuan tersebut ?

a) Petugas kesehatan (Kader Desa)

b) Perangkat desa

c) Teman

d) Tetangga

5. Apakah pernah mendapatkan penyuluhan tentang penyakit diare?

a) Pernah

b) Tidak pernah

Page 30: Proposal

6. Apakah anak balita ibu pernah menderita diare dalam 3 bulan terakhir ?

a) Ya

b) Tidak

7. Apakah ibu mempunyai jamban di rumah ?

a) Ya

b) Tidak

8. Jika tidak mempunyai jamban, kemana ibu Buang Air Besar ?

a) Di sungai

b) WC umum

c) Sawah atau tempat lain (sebutkan.............................................................................)

9. Bagaimana kebersihan jamban (observasi)

a) Bersih

b) Tidak bersih

10. Apakah ibu mencuci tangan dengan sabun setelah membersihkan tinja (observasi)

a) Ya

b) Tidak

11. Apakah jamban ibu menggunakan leher angsa (water sealed latrine) (observasi)

a) Ya

b) Tidak

12. Berapa jarak sumur resapan (tempat penampungan tinja) dengan sumber air (diukur)

a) > 10 m

b) < 10 m

Page 31: Proposal

DAFTAR PUSTAKA

Armanji. 2010. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Bara-Baraya Makassar, (http://ismisuparmanarman.blogspot.com/2010/07/ hubungan-sanitasi-lingkungan-dengan.html)

Bintoro, B. R. T. 2010. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kecamatan Jatipura Kabupaten Karang Anyar, (http://www.scribd.com/doc /73904866/J410050010)

Buku Panduan Air dan Sanitasi, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI Bekerjasama dengan Swiss Development Couperation. 2009. Menteri Negara Riset dan Teknologi, (http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=5&doc=5d2)

Departemen Kesehatan RI. 1992. Buku Pegangan Kader Penyuluhan Kesehatan Lingkungan. Edisi 3. Dirjen P2M PL-Unicef. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Propinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia. 2005. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Dinas Kesehatan Kota Surabaya. 2010. Laporan Tahunan. Departemen Kesehatan. Surabaya

Environmental Sanitation’s Journal. 2010. Kriteria Jamban Sehat, (http://environmental sanitation.wordpress.com/category/jamban-sehat/)

Hati, S. 2008. Pengaruh Strategi Promosi Kesehatan Terhadap Tingkat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Pada Tatanan Rumah Tangga Di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6772/1/ 09E00149.pdf)

Kusnoputranto. 1995. Kesehatan Lingkungan. FKM UI. Jakarta

Page 32: Proposal

Munadhir. 2012. Sanitasi Lingkungan dan Kejadian Diare Di Kelurahan Takalar Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar, (http://fkm-uvri.blogspot.com/2012/04/jurnal-2.html)

Notoadmodjo, S. 1996. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta

Pokja AMPL Nasional. 2010. Tujuh Syarat Membuat Jamban Sehat, (http://www.sanitasi. or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=255:tujuh-syarat-membuat-jamban-sehat&catid=55:berita&Itemid=125)

Salimmadjid. 2009. Pengetahuan dan Tindakan Masyarakat Dalam Pemanfaatan Jamban Keluarga, (http://datinkessulsel.wordpress.com/2009/06/26/pengetahuan-dantindakan -masyarakat-dalam-pemanfaatan-jamban-keluarga/)

Sarudji, D. 2010. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Karya Putra Darwati. Bandung

Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ke 2. Sagung Seto. Jakarta

Sinthamurniwaty. 2006. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Balita (Studi Kasus Di Kabupaten Semarang), (http://eprints.undip.ac.id/15323/1/SINTAMURNIWATYE 4D002073.pdf)

Wulandari, A. P. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosiodemografi dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Blimbing Kecamatan Sombirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009, (http://etd.eprints.ums.ac.id/5960/1/J410050008. PDF)