52
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TIFOID DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN TERMOREGULASI DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr SOEKARDJO TASIKMALAYA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Ahli Madya Keperawatan (A.Md.Kep) di Program Studi DIII Keperawatan Konsentrasi Anestesi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Kencana Bandung Oleh: REZA ADITYASAPUTRA KUSNADI AKX.16.107 PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI KENCANA BANDUNG 2019

PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TIFOID DENGAN

KETIDAKEFEKTIFAN TERMOREGULASI DI

RUANG MAWAR RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH Dr SOEKARDJO

TASIKMALAYA

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Ahli Madya Keperawatan

(A.Md.Kep) di Program Studi DIII Keperawatan Konsentrasi Anestesi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Kencana Bandung

Oleh:

REZA ADITYASAPUTRA KUSNADI

AKX.16.107

PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN

STIKES BHAKTI KENCANA BANDUNG

2019

Page 2: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …
Page 3: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …
Page 4: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …
Page 5: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberi kekuatan dan pikiran sehingga

dapat menyelesaikan karya tulis ini yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN TIFOID DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN TERMOREGULASI DI

RUMAH SAKIT Dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA” dengan sebaik - baiknya.

Maksud dan tujuan penyusunan karya tulis ini adalah untuk memenuhi salah

satu tugas akhir dalam menyelesaikan Program Studi Diploma III Keperawatan di

STIKes Bhakti Kencana Bandung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan karya tulis ini, terutama kepada :

1. H. Mulyana, SH., M,Pd.,MH.Kes, selaku Ketua Yayasan Adhi Guna Bhakti

Kencana Bandung.

2. Rd. Siti Jundiah,S,Kp.,MKep, selaku Ketua STIKes Bhakti Kencana

Bandung.

3. Tuti Suprapti,S,Kp.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Diploma III

Keperawatan STIKes Bhakti Kencana Bandung.

4. Rd. Siti Jundiah,S,Kp.,MKep selaku Pembimbing Utama yang telah

membimbing dan memotivasi selama penulis menyelesaikan karya tulis

ilmiah ini.

5. H.Kusnaadi BSc.An selaku Pembimbing Pendamping yang telah

membimbing dan memotivasi selama penulis menyelesaikan karya tulis

ilmiah ini.

6. Staf dosen dan karyawan program studi DIII Keperawatan Konsentrasi

Anestesi dan Gawat Darurat Medik.

Page 6: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

vi

7. dr. H. Wasisto Hidayat, M.Kes selaku Direktur Utama Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Soekardjo Tasikmalaya yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menjalankan tugas akhir perkuliahan ini.

8. H. Yayan, S.Kep., Ners selaku CI Ruangan Mawar yang telah memberikan

bimbingan, arahan, dan motivasi dalam melakukan kegiatan selama praktek

keperawatan di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya

9. Kepada mereka yang selalu menjadi penyemangat demi keberhasilan penulis,

yaitu ayahanda Drs. Atang Kusnadi dan ibunda Yayah Sunariyah S.Pd ,

Kakak – kakak tersayang Rendy Agustiar Nugraha Kusnadi, Fitriani, serta

seluruh keluarga besar yang selalu memberikan semangat.

10. Seluruh teman-teman Anestesi 12 khususnya Anestesi 12 B dan The Gouses

yang telah memberikan semangat, motivasi dan dukungan serta membantu

dalam penyelesaian penyusunan karya tulis ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ini masih banyak

kekurangan sehingga penulis sangat mengharapkan segala masukan dan saran yang

sifatnya membangun guna penulisan karya tulis yang lebih baik.

Bandung, 27 April 2019

Penulis

Page 7: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

ABSTRAK

Latar Belakang : Tifoid atau sering disebut tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada

saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh

salmonella typhi. Tifoid jika dibiarkan akan mengakibatkan komplikasi atau masalah keperawatan

seperti gangguan ketidakefektifan termoregulasi yang dapat berlanjut mengakibatkan muncul

komplikasi lainnya. Gejala-gejala yang timbul pada penyakit ini bervariasi tergantung pada tingkat

stadiumnya Metode : Adapun studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah asuhan

keperawatan pada 2 klien yang mengalami demam Tifoid dengan ketidakefektifan termoregulasi di

RSUD Dr.Soekardjo Tasikmalaya Ruang Mawar. Hasil : Setalah dilakukan asuhan keperawatan

dengan memberian intervensi keperawatan, maalah ketidakefektifan termoregulasi pada klien 1

pulang pada hari ke 3 sedangkan klien 2 pulang pada hari ke 4. Diskusi: Klien dengan masalah

keperawatan ketidakefektifan termoregulasi tidak selalu memiliki respon yang sama, hal ini

dipengaruhi oleh kondisi atau stauts kesehatan klien sebelumnya, sehingga perawat haruss

melakukan asuhan keperawatan yang komprehensif untuk menangani masalah keperawatan pada

klien. Saran : Kompres hangat pada daerah axilla sangat efektif menurunkan suhu tubuh pada

penderita demam tifoid.

Keyword: Asuhan keperawatan., Ketidakefektifan termoregulasi, kompres hangat, Tifoid.

Daftar Pustaka : 15 Buku (2009-2018), 2 Jurnal(2009-2018) dan 2 Website.

Background: Typhoid or often called abdominal typhus is an acute infectious disease in the

digestive tract that has the potential to become a multisystemic disease caused by salmonella

typhi. Typhoid if left unchecked will lead to complications or nursing problems such as

thermoregulatory ineffective disorders which can lead to other complications. Symptoms that arise

in this disease vary depending on the level of stage. Method: The case study is a study to explore

the problem of nursing care in 2 clients who have typhoid fever with thermoregulative

ineffectiveness in Dr.Soekardjo Tasikmalaya Hospital Mawar Room. Results: After nursing care

was performed by giving nursing interventions, the ineffectiveness of thermoregulation in client 1

went home on day 3 while client 2 returned on day 4. Discussion: Clients with nursing problems

thermoregulation ineffectiveness did not always have the same response, this was influenced by

conditions or health stauts of the client beforehand, so the nurse must perform comprehensive

nursing care to deal with the client's nursing problems. Suggestion: Warm compresses on the

axilla area are very effective in lowering body temperature in patients with typhoid fever.

Keyword: Nursing care, Typhoid, Thermoregulatory ineffectiveness, Warm compresses.

Bibliography: 15 Books (2009-2018), 2 Journals (2009-2018) and 2 Websites.

Page 8: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

ix

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman judul ............................................................................................... i

Lembar pernyataan ........................................................................................ ii

Lembar persetujuan ....................................................................................... iii

Lembar pengesahan ....................................................................................... iv

Kata pengantar .............................................................................................. v

Abstrak ........................................................................................................... viii

Daftar isi ........................................................................................................ ix

Daftar gambar................................................................................................. xii

Daftar tabel ..................................................................................................... xiii

Daftar Bagan .................................................................................................. xiv

Daftar lampiran .............................................................................................. xv

Daftar singkatan ............................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan masalah .................................................................................... 4

1.3 Tujuan penelitian ..................................................................................... 4

1. Tujuan umum ..................................................................................... 4

2. Tujuan khusus .................................................................................... 4

1.4 Manfaat ................................................................................................... 5

Page 9: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

x

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dasar penyakit ...................................................................... 7

1. Pengertian tifoid .......................................................................... 7

2. Anatomi fisiologi sistem pecernaan ............................................. 8

3. Etiologi ........................................................................................ 12

4. Patofisiologi ................................................................................ 13

5. Manisfestasi klinis ....................................................................... 15

6. Pemeriksaan penunjang ............................................................... 16

7. Diagnosa banding ......................................................................... 17

8. Penatalaksanaan .......................................................................... 17

2.2 Konsep asuhan keperawatan pada tifoid ........................................... 19

1. Pengkajian ................................................................................... 19

2. Analisa data ................................................................................. 29

3. Diagnosa keperawatan ................................................................ 29

4. Perencanaan ................................................................................. 30

5. Imlementasi .................................................................................. 36

6. Evaluasi ....................................................................................... 37

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian ............................................................................... 38

3.2 Batasan istilah ................................................................................... 38

3.3 Subyek penelitian .............................................................................. 39

3.4 Lokasi dan waktu penelitian .............................................................. 40

3.5 Pengumpulan data ............................................................................. 40

3.6 Uji keabsahan data ............................................................................ 41

3.7 Analisa data ....................................................................................... 42

3.8 Etik pelitian ....................................................................................... 44

Page 10: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

xi

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil .................................................................................................... 46

1. Gambaran lokasi pengambilan data ............................................. 46

2. Pengkajian .................................................................................... 47

3. Analisa data .................................................................................. 56

4. Diagnosa keperawatan .................................................................. 59

5. Perencanaan .................................................................................. 63

6. Implementasi ................................................................................ 65

7. Evaluasi ........................................................................................ 68

4.2 Pembahasan ........................................................................................ 69

4.3 Tahap pengkajian ............................................................................... 70

4.4 Diagnosa keperawatan ........................................................................ 71

4.5 Tahap perencanaan ............................................................................. 75

4.6 Tahap Pelaksanaan ............................................................................. 76

4.7 Tahap Evaluasi ................................................................................... 81

BAB 5 EVALUASI

5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 82

5.2 Saran .................................................................................................. 84

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Usus Halus ..................................................................... 8

Page 12: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi dan Rasional Ketidakefektifan termoregulasi ................ 31

Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional Nyeri Akut ................................................ 33

Tabel 2.3 Intervensi dan Rasional Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari

Kebutuhan ........................................................................................ 34

Tabel 2.4 Intervensi dan Rasional Resiko Kekurangan Volume Cairan ......... 35

Tabel 2.5 Intervensi dan Rasional Konstipasi .................................................. 36

Tabel 4.1 Pengkajian ........................................................................................ 46

Tabel 4.2 Perubahan Aktivitas Sehari-hari ...................................................... 47

Tabel 4.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................ 49

Tabel 4.4 Pemeriksaan Psikologis.................................................................... 52

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Diagnostik ......................................................... 54

Tabel 4.6 Program dan Rencana Pengobatan ................................................... 54

Tabel 4.7 Analisa Data ..................................................................................... 55

Tabel 4.8 Diagnosa Keperawatan .................................................................... 58

Tabel 4.9 Intervensi .......................................................................................... 62

Tabel 4.10 Implementasi .................................................................................. 64

Tabel 4.11 Evaluasi .......................................................................................... 68

Page 13: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

xiv

DAFTAR BAGAN

2.1 Pathway ............................................................................................................... 14

Page 14: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Lembar Konsultasi KTI

Lampiran II Lembar Persetujuan Responden

Lampiran III Persetujuan Justifikasi

Lampiran IV Catatan Revisi

Lampiran V Lembar Observasi

Lampiran VI Review Artikel

Lampiran VII Satuan Acara Penyuluhan

Lampiran VIII Leaflet

Lampiran IX Jurnal

Page 15: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

xvi

DAFTAR SINGKATAN

BAB : Buang Air Besar

BAK : Buang Air Kecil

BB : Berat Badan

Cm : Centimeter

IMT : Indeks Masa Tubuh

Kg : Kilogram

N : Nadi

R : Respirasi

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

S : Suhu

SGPT : Serum Glutamic Pyruvate Transaminase

SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

TB : Tinggi Badan

TD : Tekanan Darah

TT : Tempat Tidur

TTV : Tanda-Tanda Vital

WHO : World health organizatin

Page 16: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Peningkatan derajat kesehatan adalah keinginan dari semua negara,

ditengah munculnya banyak penyakit baru yang belum jelas penyebabnya.

Sehat menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2016 adalah

suatu keadaan sehat jasmani, rohani dan sosial yang merupakan aspek positif

dan tidak hanya bebas dari penyakit serta kecacatan yang merupakan aspek

negatit (Depkes RI, 2009). Kesehatan dipengaruhi oleh berbagai aspek salah

satunya adalah lingkungan, lingkungan bisa mempengaruhi kesehatan,

lingkungan yang kotor dan tidak terawat akan menimbulkan berbagai

penyakit, salah satunya Tifus atau Tifoid.

Tifoid atau sering disebut tifus abdominalis adalah penyakit infeksi

akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit

multisistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi (Arif & Kumala 2011).

Keadaan ini biasanya ditandai dengan demam dengan suhu yang fluktuasi,

pagi hari suhu pada rentan normal lalu meningkat pada saat menjelang sore

hinga malam hari. Pada tifoid juga sering muncul tanda berupa nafas berbau

tidak sedap, lidah tertutup selaput putih kotor, anoreksia dan perasaan tidak

enak pada daerah perut ( Ns.Meira, 2015). Tifoid harus mendapat perhatian

serius dari berbagai pihak, karena penyakit ini bersifat endemis dan

Page 17: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

2

mengancam kesehatan masyarakat. Permasalahannya semakin kompleks

dengan meningkatnya kasus-kasus karier (carrier) atau relaps dan resistensi

terhadap obat-obat yang dipakai, sehingga menyulitkan upaya pengobatan

dan pencegahan.

WHO (World Health Organization) memperkirakan terdapat

sekitar 17 juta kematian terjadi tiap tahun akibat penyakit tifoid. Asia

menempati urutan tertinggi pada kasus tifoid ini, dan terdapat 13 juta kasus

terjadi tiap tahunnya. Di Indonesia diperkirakan antara 800-100.000 orang

yang terkena penyakit tifoid sepanjang tahun (KemenkesKes RI, 2016). Di

Jawa Barat terdapat 157 kasus per 100.000 penduduk yang berhubungan

dengan kebiasaan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) yang rendah . Hal ini

sesuai dengan hasil riset kesehatan dasar (Riskedas) 2007 yang dilakukan

badan penelitian dan pengembangan kesehatan dengan prevalensi PHBS

Jawa Barat sebesar 37,4% di bawah standar nasional yang mencapai 38,7%

(Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan data Rekam Medik RSUD. Dr.

Soekardjo Tasikmalaya periode Januari 2018 sampai Desember 2018 jumlah

klien yang dirawat diruang perawatan penyakit dalam sebanyak 5.509, dan

Kasus Tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit besar periode tahun 2018,

Walaupun penyakit Tifoid ini tidak termasuk dalam daftar 10 penyakit

terbesar pada tahun 2018 tetapi Tifoid dapat mengganggu pemenuhan

kebutuhan dasar manusia ( Sumber Rekam Medik RSUD. Dr. Soekardjo

Tasikmalaya).

Page 18: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

3

Virus tifoid ini menyerang atau masuk ke dalam sistem pencernaan

baik melalui makanan maupun minuman yang terkontaminasi, yang jika

dibiarkan tifoid juga dapat menyebabkan komplikasi atau masalah

keperawatan yang lain pada klien seperti gangguan ketidakefektifan

termoregulasi, gangguan rasa aman nyaman, gangguan pemenuhan nutrisi

kurang dari kebutuhan, gangguan aktivitas sehari-hari, resiko terjadi

kekurangan volume cairan dalam tubuh, dan konstipasi (Amin, 2015).

Ketidak efektifan adalah dimana sesuatu yang seharusnya berkerja

secara benar namun malah bekerja sebaliknya, sedangkan termoregulasi

adalah suatu pengautran fisiologis dalam tubuh manusia mengenai

keseimbangan produksi panas dan kehilangan panasa sehingga suhu tubuh

dapat dipertahankan secara konstan. Jadi ketidakefektifan termoregulasi

adalah fluktuasi suhu diantara hipotermi dan hipertermi. Dampak yang bisa

muncul diantaranya perasaan tidak enak badan, lesu, pusing, anoreksia, mual

muntah, konstipasi dan banyak lagi.

Perawat diharapkan mampu mengelola atau tepatnya

mengendalikan dan mengontrol demam pada klien yang dapat dilakukan

dengan cara farmakologi dan non farmakologi, dengan farmakologi bisa

dilakukan dengan pemberian obat seperti Kloramfenikol, Tiamfenikol atau

Kortrimoksazol), cara yang kedua dengan non farmakologi yaitu salah

satunya adalah kompres. Cara melakukan kompres bisa dengan kompres

dingin, kompres hangat, dan menggunakan alkohol. Tetapi, berdasarkan

jurnal penelitian dijelaskan bahwa terjadi penurunan suhu akan lebih efektif

Page 19: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

4

jika diberikan kompres hangat khususnya pada daerah axilla hal ini

dikarenakan terdapat pembuluh darah besar dan terdapat banyak kelenjar

keringat apokrin yang mempunyai banyak vaskuler sehingga akan

memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi yang akan memungkinkan

dapat mempercepat perpindahan panas (Pujiarto, 2018). Lingkungan luar

yang hangat akan membuat tubuh menginterprestasikan bahwa suhu diluar

cukup panas sehingga akan menurunkan kontrol pengatur suhu diotak supaya

tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi (Fatmawati, 2010).

Pada uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat

masalah ini didalam sebuah kaya tulis ilmiah dengan judul ; “ASUHAN

KEPERAWATAN PADA KLIEN TIFOID DENGAN

KETIDAKEFEKTIFAN TERMOREGULASI DI RSUD Dr.SOEKARDJO

TASIKMALAYA”

1.2 Rumusan masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien yang mengalalami Tifoid

dengan Ketidakefektifan termoregulasi di RSUD Dr.Soekardjo Tasikmalaya

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Tifoid

dengan Ketidakefektifan termoregulasi di RSUD Dr.Soekardjo

Tasikmalaya

Page 20: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

5

2. Tujuan Khusus

Penulis dapat melakukan asuhan keperawatan yang meliputi :

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami

Tifoid dengan Ketidakefektifan termoregulasidi RSUD

Dr.Soekardjo Tasikmalaya

b. Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien yang mengalami

Tifoid dengan Ketidakefektifan termoregulasidi RSUD

Dr.Soekardjo Tasikmalaya

c. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien yang mengalami

Tifoid dengan Ketidakefektifan termoregulasiyang dilakukan

intervensi kompres air hangat di RSUD Dr.Soekardjo Tasikmalaya

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami

Tifoid dengan Ketidakefektifan termoregulasi yang dilakukan

intervensi kompres air hangat di RSUD Dr.Soekardjo Tasikmalaya

e. Melakukan evaluasi pada klien yang mengalami Tifoid dengan

Ketidakefektifan termoregulasi yang dilakukan intervensi kompres

air hangat di RSUD Dr.Soekardjo Tasikmalaya

1.4 Manfaat

1. Manfaat teoritis

Sebagai bahan masukan atau informasi serta memberikan referensi tambahan

dalam kegiatan untuk pembelajaran terutama mengenai cara mengatasi klien

dengan tifoid.

Page 21: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

6

2. Manfaat praktis

a. Bagi tenaga kesehatan

Sebagai masukan bagi perawat dan profesi kesehatan lainnya di dalam

tim kesehatan dalam upaya menurunkan suhu tubuh klien dengan tifoid.

b. Bagi Perawat

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah ini bagi perawat salah

satunya adalah membantu perawat menentukan diagnose dan intervensi

keperawatan pada klien yang mengalami tifoid dengan masalah

keperawatan peningkatan termoregulai .

c. Bagi institusi pelayanan kesehatan

Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan Standar

Operating Prosedure bagi seluruh Rumah Sakit dan Institusi pelayanan

rawat inaplainnya dalam meningkatkan kualitas pelayanan

Page 22: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian Tifoid

Ada beberapa pengertian Tifoiddiantaranya :

a. Tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh

salmonella tipe A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fekal,

makanan dan minuman yang terkontaminasi (Padila,2013).

b. Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi

salmonella tyhpi. organisme ini masuk melalui makanan dan

minuman yang sudah terkontamisnasi oleh faseses dan urine dari

orang yang terditeksi kuman salmonella ( Bruner and Sudart , 2012).

c. Tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas

berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan

struktur endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligugs

multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar

limfee usus dan peyer’s patch dan dapat menular pada orang lainn

melalui makanan atau air yang terkontaminasi (Amin Huda, 2015).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Tifoid adalah

suatu penyakit infkesi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh

salmonella typhi. Biasa ditandai dengan panas berkepanjangan,

Page 23: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

8

organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah

terkontaminasi oleh feses atau urine dari orang yang sudah terditeksi

kuman salmonella.

2. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan Yang Terganggu

a. Usus Halus

Usus halus merupakan suatu saluran yang memiliki panjang 300-

350 cm saat lahir dan mengalami peningkatan sekitar 50% selama

tahun pertama kehidupan, dan berukuran ± 6 meter saat dewasa,

terbagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Duodenum

merupakan bagian terpendek dari usus kecil yaitu sekitar 7,5 – 10 cm

dengan diameter 1 – 1,5 cm. Dinding usus terbagi menjadi empat

lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskuler, dan serosa (Sodikin,

2011).

Gambar 2.1

Bagian Usus Halus

Sumber : Syaifudidin, 2013

Page 24: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

9

Pada usus halus terdapat lapisan membran mukosa yang

mengandung beberapa struktur yaitu pertama, lapisan sirkuler

yang berjalan secara parsial (lengkap) disekeliling bagian dalam

usus kecil, hal ini bervariasi dalam ukuran serta jumlah

disepanjang usus kecil. Dibagian bawah dari ileum, bila ada,

akan memiliki ukuran kecil dan hanya sedikit ditemukan.

Lipatan sirkuler berfungsi untuk mirip jari dan menonjol ke

permukaan dari usus. Kedua, villi usus yang merupakan tonjolan

mirip jari dan menonjol kepermukaan dalam usus, terdiri atas

lapisan epitel dimana terjadi proses absorbs, serat otot polos

suatu pleksus pembuluh darah yang diperdarahi arteriole.

Mukosa usus halus, yaitu permukaan epitel yang sangat luas

meliputi lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan

dan absorbsi, lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa

yang memperbesar permukaan usus. Pada penampang melintang

vili dilapisi oleh epitel yang menghasilkan bermacam-macam

hormone jaringan dan enzim yang memegang pranan aktif

dalam pencernaaan.

a) Susunan Usus Halus

1) Duodenum

Duadenum merupakan bagian pertama usus halus. Organ

ini disebut juga usus 12 jari panjangnya 25-30 cm

berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri pada

Page 25: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

10

lengkungan ini terdapat pancreas yang menghasilkan

amylase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi

disakarida. Duodenum merupakan bagian yang

terpendekdari usus halus.

2) Jejunum

Ujung duodenum membelok ke depan dan ke bawah

serta berlanjut sebagai jejunum. Bagian jejunum

memiliki panjang kurang lebih 1-1,5 m.

3) Ileum

Ileum merentang sampai menyatu dengan usus besar

dengan panjang 2-2,5 meter. Lekukan yeyenum dan

ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan

perantaran lipatan mesenterium. Ujung bawah ileum

berhubungan dengan sekum dengan perantaran lubang

yang bernama orifisum ileoseikalis, orifisium

inidiperkuat oleh spinter, ileoseikalis dan pada bagian

ini terdapat katup seikalis atau vulvula kini yang

berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asendens

tidak masuk kembali ke ileum.

b. Fisiologi Pencernaan

Proses pengunyahan (mastikasi) merupakan proses memecah

partikel makanan yang besar, dimana makanan akan dipotong,

dihancurkan oleh gigi, dan dilembabkan oleh saliva. Selanjutnya

Page 26: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

11

makanan tersebut akan membentuk bolus dimana massa terlapisi

salivasi. Partikel makanan yang besar dapat dicerna, akan tetapi hal

ini menyebabkan kontraksi kuat dan sering kali proses ini

menyebabkan nyeri pada otot esofagus (Syaifuddin, 2013).

Aktivitas mulut terdiri atas mengisap, menggigit dan menelan.

Mulut bayi mampu membentuk segel disekeliling puting susu atau

dot, pada bayi muda, lidah berposisi kuat dengan palatum, jadi anak

hanya dapat bernafas melalui hidung.

Fisiologi saluran pencernaan terdiri atas rangkaian proses

memakan (ingesti) dan sekresi getah pencernaan ke sistem

pencernaan. Getah pencernaan membantu pencernaan atau digesti

makanan, hasil pencernaan akan diserapke dalam tubuh berupa zat

gizi. Proses sekresi, digesti, dan absorbsi terjadi secara

berkesinambungan pada saluran pencernaan, mulai dari atas yaitu

mulut sampai ke rectum. Secara bertahap, massa hasil campuran

makanan dan getah pencernaan (bolus) yang telah dicerna, didorong

(digerakkan) kearah anus (motilitas). Sisa massa yang tidak di

absorpsi dikeluarkan melalui anus (defekasi) berupa feses. Proses

perkembangan saluran pencernaan dimulai semenjak dalam

kandungan, proses fisiologis saluran pencernaan ini berkembang

secara bertahap (Syaifuddin, 2013).

Sewaktu lambung kosong, terjadi kontraksi yang lebih iritasi yang

dapat disertai rasa perih di area epigastrium. Secara umum orang

Page 27: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

12

yang lapar akan mejadi gelisah, tegang, disertai perasaan melayang,

namun sebaliknya, orang yang merasa kenyang akan disertai dengan

santai, lega, serta timbul rasa mengantuk. Adanya keadaan

pengosongan dari lambung bukanlah satu-satuya stimulus terhadap

timbulnya rasa lapa, karena seseorang yang telah menjalani

gastrektomi juga bisa mengalami rasa lapar. Hal lain yang dapat

menstimulus timbulnya rasa lapar adalah kadar glukosa serta asam

amino darah, selain itu asam kadar lemak bebas juga merupakan

stimulus lapar. Para ahli bahkan mengatakan bahwa rasa lapar

merupakan faktor penting yang dihubungkan dengan jumlah jaringan

lemak tubuh..

3. Etiologi

a. Etiologi Demam Tifoid

Salmonella typhi sama dengan salmonela yang lain adalah bakteri

Gram-negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk

spora, fakultarif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang

terdiri dari oligosakarida, falgelar antigen (H) yang terdiri dari

protein dan enveope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.

Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang

membentuk lapisan luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin.

Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang

berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic (Amin,

2015).

Page 28: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

13

4. Patofisiologi

Kuman salmonella typhi yang masuk kesaluran gastro instestinal

akan ditelan oleh sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh

magrofag yang ada di dalam lammina propia. Sebagian dari salmonella

typhi ada yang dapat masuk ke usus halus mengadakanin vaginasi

kejaringan limfoid usus hals (pakpeyer) dan jaringan limfoid nesenterika.

Kemudai salmonella typhi masuk melalui folikel limfa kesaluran limpatik

dan sirkulasi darah sistemiik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimmia

pertama-tama menyerang system retikulo endotilia yaitu : Hati, limpa, dan

tulang, kemudian selanjutnya mengenal seluruh organ didalam tubuh

antara lain system saraf pusat, ginjal, dan jaringan limpa ( Muttaqin &

Sari, 2011).

Page 29: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

14

Bagan 2.1 Patofisiologi Demam Tifoid

Sumber : Muttaqin, 2011

Kuman Salmonella typhi yang

masuk ke saluran

gastrointestinal

Lolos dari asam lambung

Bakteri masuk usus halus

Malaise , perasaan

tidakenak badan , nyeri

abdomen

Inflamasi Pembuluh limfe

Peredaran darah

(bakteremia primer)

Masuk retikulo endothelial

(RES) terutama hati dan limfa

Komplikasi

intestinal.perdarahan

usus, perforasi usus (bag,

distal ileum), Peritonituis

Inflamasi pada hati dan

limfa

Empedu Masuk kelairan darah

(bakteremia sekunder)

Rongga usus pada kel limfoid

halus

Endotoksin

Hepatomegali Pembesaran limfa

Terjadi kerusakan sel

Merangsang melepaas zat

epirogen oleh leukosit

Mempengaruhi pusat

thermoregulator dihipotalamus

Ketidakefektifan

termoregulasi

Peningkatan asam lambung

Anoreksia mual muntah

Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh

Nyeri tekan nyeri akut Splenomegali

Lase plak peyer Penurunan mobilitas usus

Erosi Penurunan peristaltic usus

Konstipasi

Resiko kekurangan volume

cairan

Nyeri Perdarahan masif

Komplikasi perforasi

dan perdarahan usus

Page 30: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

15

5. Manifestasi Klinik

Masa tunas rata – rata 10 – 20 hari. Masa tunas tersingkat adalah 4

hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai

30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin

ditemukan gejala prodormal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,

pusing, dan tidak bersemangat yang kemudian disusul dengan gejala-

gejala klinis.(Amin, 2015)

a. Minggu Pertama

Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan

malam hari dengan keluhan dan gejala nyeri otot, anoreksia, mual

muntah, bising usus melemah, konstipasi, diare dan perasaan tidak

enak diperut.

b. Minggu Kedua

Pada minggu kedua gejala sudah jelas dapat berupa demam, lidah

yang khas putih dan kotor, bibir kering, hepatomegali, splenomegali

disertai nyeri pada perabaan dan penurunan kesadaran.

c. Minggu Ketiga

Suhu badan berangsur - angsur turun dan normal kembali pada

akhir minggu ketiga.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Darah

Untuk mengidentifikasi adanya anemia karena asupan makanan

yang terbatas malaborpsi, hambatan pembentukan darah dalam

Page 31: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

16

sumsum, dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah.

Leukopenia dengan jumlah leukosit antara 3000-4000/mm3

ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran

leukosit oleh endotoksin aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari

darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada

minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat

akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.

b. Pemeriksaan Urine

Didapatkan proteinuria ringan (<2 gr/liter) juga didapatkan

peningkatan leukosit dalam urine.

c. Pemeriksaan Feses

Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya

perdarahan usus dan perforasi.

d. Pemeriksaan Bakteriologi

Untuk identifikasi adanya kuman salmonella typhi pada biakan

darah tinja,urine, cairan empedu, atau sumsum tulang.

e. Pemeriksaan Serologis

Untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Respon antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi

kuman salmonella typhi adalah antibodi O dan H. Titer widal

biasanya angkat kelipatan 1:32, 1:64, 1:160, 1:320, 1:640. Apabila

titer antibodi O pada satu kali pemeriksaan adalah 1:320 atau 1:640,

langsung dinyatakan positif. Apabila peningkatan uji widal empat

Page 32: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

17

kali lipat selama 2-3 minggu, dinyatakan positif. Apabila titer widal

1:160, masih dilihat dahulu dalam 1 minggu kedepan, apabila ada

kenaikan titer maka dinyatakan positif.

f. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada kelainan

atau komplikasi akibat demam tifoid.

7. Penatalaksanaan

Menurut Muttaqin (2011) penatalaksanaan penyakit demam Tifoid

terbagi menjadi 3 bagian yaitu :

a. Istirahat dan Perawatan

Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah

komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat

seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar

akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam

perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan

perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk

mencegah dekubitus dan pneumonia orostatik serta hygiene

perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

b. Diet dan Terapi Penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses

penyembuhan penyakit demam Tifoid, karena makanan yang kurang

akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin

turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Di masa lampau

Page 33: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

18

penderita demam Tifoid diberi bubur saring, kemudian ditingkatkan

menjadi bubur kasar dan akhirnya diberi nasi, perubahan diet

tersebut disesuikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian

bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi

perdarahan saluran cerna atau perporasi usus. Selain itu klien dengan

tifoid dapat diberikan tindakan berupa kompres hangat, kompres

hangat berdasarkan jurnal penelitian khususnya dilakukan pada

daerah axilla dapat menurunkan suhu tubuh lebih efektif hal ini

dikarenakan terdapat pembuluh darah besar dan terdapat banyak

kelenjar keringat apokrin yang mempunyai banyak vaskuler

sehingga akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi

yang akan memungkinkan dapat mempercepat perpindahan panas

(Pujiarto, 2018). Lingkungan luar yang hangat akan membuat tubuh

menginterprestasikan bahwa suhu diluar cukup panas sehingga akan

menurunkan kontrol pengatur suhu diotak supaya tidak

meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi, juga akan membuat pori-

pori kulit terbuka sehingga mempermudah pengeluaran panas dari

tubuh (Fatmawati, 2010).

c. Pemberian Obat-obatan

Obat pilihan Utama diantaranya :

a) Kloramfenikol 4 x 500 mg sehari/IV

b) Tiamfenikol 4 x 500 mg sehari oral

c) Kortrimoksazol 2 x 2 tablet sehari

Page 34: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

19

(1 tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg

atau dosis yang sama IV, dilarutkan dalam 250 ml cairan

infus).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Tifoid

1. Pengkajian

Faktor presipitasi dari demam tifoid adalah disebabkan oleh

makanan yang tercemar oleh salmonella tifoid dari salmonella

paratyhpoid A, B, dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan,

lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur.

Faktor predisposisinya adalah minuman air mentah, makan makanan

yang tidak bersih dan pedas, tidak mencucui tangan sebelum dan

sesudah makan, dari WC dan mnyiapkan makanan

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan untuk tahap

berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang

terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan.

Diagnosis yang diangkat akan menentukan desain perencanaan yang

ditetapkan. Selanjutnya, tindakan keperawatan dan evaluasi mengikuti

perencanaan yang dibuat (Rohmah, 2012).

Kegiatan dalam pengkajian meliputi :

Pengumpulan data ada 4 macam, yaitu :

Page 35: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

20

a. Data dasar adalah seluh informasi tentang status kesehatan klien,

meliputi data umum, data demografi, riwayat keperwatan, fungsi

kesehatan dan pemeriksaan.

b. Data focus adalah informasi tentang status kesehatan klien yang

meyimpang dari keadaan normal berupa ungkapan klien maupun

hasil pemeriksaan langusng oleh perawat.

c. Data subjektif adalah data ynag didapatkan dari klien sebagai

suatu pendapat terhadap suatu situasidan kejadian. Data tersebut

tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen teteapi

melalui suatu interaksi atau komunikasi.

d. Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan dikukur oleh

perawat. Data ini diperoleh melalui kepekaan perawat selama

melakukan pemerikaaan fisik .

Pokok utama pengkajian, meliputi

1) Identitas diri

Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama.

Pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, tanggal masuk RS,

tanggal pengkajian, no medrec, diagnose medis, alamat klien.

2) Identitas penaggung jawab

Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamain, agama,

pendidikan, pekerjaan, hbungan keluarga dengan klien, alamat.

3) Riwayat kesehatan adalah lebih dari sekedar informasi

sederhana, namun dari riwayat kesehatan inilah kita dapat

Page 36: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

21

memperoleh informasi lebih banyak namun memerlukan

waktu yang lama untuk mendapatkan riwayat kesehatan ini

(Rohmah, 2012).

a) Riwayat Kesehatan Sekarang

(1) Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit

Secara umum keluhan utama pada klien dengan

demam Tifoid didapatkan demam dengan atau tidak

disertai menggigil, dimana perjalanan penyakit pada

minggu pertama akan didapatkan keluhan inflamasi yang

belum jelas, sedangkan pada minggu kedua keluhan akan

terlihat jelas. Keluhan lain yang menyertai demam yang

lazim didapatkan berupa gangguan saluran pencernaan

seperti nyeri pada perabaan, konstipasi, diare, anoreksia

dan mual muntah (Arif, 2013).

(2) Keluhan Utama Saat di Kaji

Keluhan yang dikemukakan dari permulaan klien

sampai di bawa ke RS dan masuk ke ruang perawatan,

komponen ini terdiri dari PQRST yaitu :

P : Paliatif, apa yang menyebabkan gejala. Apa yang bisa

memperberat dan yang bisa mengurangi. Pada klien

demam Tifoid biasanya keluhan utama yang dirasakan

adalah demam. Demam bertambah apabila klien banyak

Page 37: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

22

melakukan aktivitas atau mobilisasi dan bekurang apabila

klien beristirahat dan setelah diberi obat.

Q : Quality-Quantity, bagaimana gejala dirasakan, sejauh

mana dirasakan. Biasanya demam hilang timbul dan

kadang disertai dengan menggigil.

R :Region,dimana gejala dirasakan, apa menyebar. Pada

klien demam Tifoid, demamdirasakan pada seluruh tubuh.

S : Scale, seberapakah tingkat keparahannya, pada skala

berapa. Suhu biasanya dapat mencapai 39-41ºC.

T :Time, kapan gejala mulai timbul, seberapa sering gejala

itu dirasakan. Biasanya demam terjadi sore menjelang

malam hari, dan menurun pada pagi hari.

b) Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan

kemungkinan adanya penyakit keturunan, penyakit yang

serupa pada periode 6 bulan terakhir, kecenderungan alergi

dalam satu keluarga, penyakit yang menular akibat kontak

langsung maupun tak langsung antar anggota keluarga

(Rohmah, 2012).

c) Riwayat Kesehatan Dahulu

Perlu dikaji apakah kien pernah menderita penyakit

infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun. Perlu di

Page 38: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

23

validasi tentang adanya riwayat penyakit demam Tifoid

sebelumnya

d) Aktivitas Sehari – hari

(1) Pola Nutrisi

Kebiasaan klien dalam memenuhi nutrisi sebelum

sakit sampai saat sakit yang meliputi: jenis makanan dan

minuman yang dikonsumsi, frekuensi makanan, porsi,

makanan yang disukai dan keluhan yang berhubungan

dengan nutrisi. Pada klien demam Tifoid terdapat keluhan

anoreksia dan mual muntah yang berpengaruh pada

perubahan pola nutrisi klien demam Tifoid (Rohmah,

2012).

(2) Pola Eliminasi

Menggambarkan keadaan eliminasi klien sebelum

sakit sampai saat sakit yang meliputi: frekuensi,

konsistensi, warna, bau. Pada klien demam Tifoid

didapatkan klien dengan konstipasi atau diare.

(3) Pola Istirahat Tidur

Diisi dengan kualitas dan kuantitas istirahat tidur

klien sejak sebelum sakit sampai saat sakit, meliputi

jumlah jam tidur siang dan malam, penggunaan alat

pengantar tidur, atau masalah tidur (Rohmah, 2012).

Page 39: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

24

(4) Pola Personal Hygiene

Diisi dengan bagaimana kebersihan diri dari sejak sehat

dan saat sakit (Rohmah, 2012).

(5) Aktivitas

Aktivitas rutin yang dilakukan klien sebelum sakit

sampai saat sakit mulai dari bangun tidur sampai tidur

kembali termasuk penggunaan waktu senggang. Mobilitas

selama sakit dilihat dan aktivitas perawatan diri seperti

makan – minum, mandi, toileting, berpakaian, berhias, dan

penggunaan instrumen. Aktivitas klien demam Tifoid

sedikit terganggu berhubungan dengan tindakan

keperawatan yaitu tirah baring dan perawatan profesional

untuk mencegah komplikasi (Rohmah, 2012).

e) Pemeriksaan Fisik

Keadaan atau Penampilan UmumLemah, sakit ringan, sakit

berat, gelisah, rewel.

(1) Tingkat Kesadaran

Pada fase awal penyakit biasanya tidak didapatkan

adanya perubahan. Pada fase lanjut, secara umum klien

terlihat sakit berat dan sering didapatkan penurunan

tingkat kesadaran yaitu apatis dan delirium

(Wijayaningsih, 2013).

Page 40: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

25

(2) Tanda - tanda Vital

Pada fase 7-14 hari didapatkan suhu tubuh meningkat

39-41ºC pada malam hari dan biasanya turun pada pagi

hari (Mutaqqin, 2013).

(3) Pemeriksaan Fisik

(a) Sistem Pernafasan

Pemeriksaan kebersihan, sekresi, dan pernafasan

cuping hidung. Pada saat di inspeksi pasien dengan

demam Tifoid biasanya ditemukan tanda roseola

atau bintik kemerahan dengan diameter 2-4 mm.

Pada paru-paru tidak terdapat kelainan, tetapi akan

mengalami perubahan apabila terjadi respon akut

dengan gejala batuk kering dan pada kasus berat

didapatkan adanya komplikasi pneumonia

(Muttaqin, 2013).

(b) Sistem Kardiovaskuler

Akan ditemukan nadi lemah, cepat disertai

penurunan tekanan nadi (menjadi 20 mmHg atau

kurang), tekanan darah menurun (sistolik sampai 80

mmHg atau kurang).

(c) Sistem Pencernaan

Pada pasien dengan demam Tifoid pada saat di

inspeksi biasanya ditemukan tanda roseola yang

Page 41: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

26

berdiameter 2-4 mm yang didalamnya mengandung

kuman salmonella typhi, distensi abdomen,

merupakan tanda yang diwaspadai terjadinya

perforasi dan peritonitis. Pada saat di palpasi

terdapat nyeri tekan abdomen, hepatomegali dan

splenomegali, mengindikasikan infeksi RES yang

mulai terjadi pada minggu ke dua. Pada saat

dilakukan auskultasi didapatkan penurunan bising

usus kurang dari 5 kali/menit pada minggu pertama

dan terjadi kontipasi, selanjutnya meningkat akibat

diare (Muttaqin, 2013).

(d) Sistem Persyarafan

Akan ditemukan nyeri yang terjadi pada otot atau

persendian, perubahan kesadaran sampai timbulnya

kejang spastisitas dan ensefalopati perlu pula dikaji

fungsi Nervus Cranial lainnya.

(e) Sistem Integumen

Pada pasien dengan demam Tifoid biasanya

ditemukan tanda roseola yaitu bintik merah pada

punggung dan bokong, yang sedikit menonjol

dengan diameter 2-4 mm (Muttaqin, 2013).

(f) Sistem Musculoskeletal

Page 42: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

27

Pada pasien dengan Demam Tifoid biasanya

ditemukan kelemahan fisik umum dan kram pada

ekstermitas (Muttaqin, 2013).

(g) Sistem Perkemihan

Dipalpasi bagaimanana keadaan blas serta apakah

terdapat pembesaran ginjal dan perkusi apakah

pasien merasa sakit serta tanyakan apakah ada

gangguan saat BAK.

f) Data Psikologis

(1) Ideal Diri

Persepsi individu tentang bagaimana dia harus

berperilaku berdasarkan standar, tujuan, keinginan, atau

nilai pribadi.

(2) Identitas Diri

Kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari

observasi dan penilaian diri sendiri.

(3) Peran Diri

Perilaku yang diharapkan secara sosial yang

berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai

kelompok.

Page 43: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

28

g) Data Sosial

Pada aspek ini perlu dikaji pola komunikasi dan

interaksi interpersonal, gaya hidup, faktor sosiokultural

serta keadaan lingkungan sekitar dan rumah.

h) Data Spritual

Diisi dengan nilai-nilai dan keyakinan klien

terhadap sesuatu dan menjadi sugesti yang amat kuat

sehingga mempengaruhi gaya hidup dan dampak pada

kesehatan. Termasuk jiga praktik ibadah yang dijalankan

klien sebelum sakit sampai saat sakit.

4) Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Darah

Untuk mengidentifikasi adanya anemia karena

asupan makanan yang terbatas, malabsorpsi, hambatan

pembentukan darah dalam sumsum, dan penghancuran sel

darah merah dalam peredaran darah. Pemeriksaan darah

ditemukan leukopenia antara 3000-4000/mm3

pada fase

demam dan trombositopenia terjadi pada stadium panas

yaitu pada minggu pertama (Muttaqin, 2013).

b) Pemeriksaan Serologi

Respon antibodi yang dihasilkan tubuh akibat

infeksi kuman salmonella adalah antibodi O dan H.

Apabila titer antibodi O adalah 1:320 atau lebih pada

Page 44: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

29

minggu pertama atau tejadi peningkatan titer antibodi yang

progresif yaitu lebih dari 4 kali menyokong diagnosis

(Muttaqin, 2013).

c) Terapi

Istirahat dan perawatan, klien tirah baring dengan

perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum,

mandi, buang air kecil/besar. Diet makanan harus

mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein.

Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat,

tidak merangsang, dan tidak menimbulkan banyak gas.

Pemberian antibiotik kloramfenikol 4x500 mg sehari/IV,

tiamfenikol 4x500 mg sehari secara peroral, kotrimoksazol

2x2 tablet sehari secara oral, amoksilin 100 mg/kg BB/hari

secara peroral, antibiotik diberikan sampai 7 hari bebas

demam

2. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam

pengembangan daya berpikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh

latar belakang ilmu pengetahuan, pengalaman, dan pengertian tentang

substansi ilmu keperawatan dan proses keperawatan (Nursalsam, 2013)

Page 45: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

30

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang

menggambarkan respon manusia keadaan sehat atau perubahan pola

interaksi aktual atau potensial dari individu atau kelompok ketika

perawat secara legal mengidentifikasi dan dapat memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk

mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan (Rohmah,

2012).

Di bawah ini adalah diagnosa keperawatan menurut (Amin Huda ,

2015 ) :

a) Ketidakefektifan Termoregulasi berhubungan dengan proses

penyakit.

b) Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan.

c) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

d) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang

tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.

e) Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus

gastrointestinal.

4. Perencanaan

Pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi,

mengatasi masalah-masalah yang telah diindentifikasi pada diagnosis

keperawatan, desain perencanaan mengambarkan sejauh mana perawat

Page 46: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

31

mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah secara efektif dan

efesien.

Rencana keperawatan berdasarkan diagnose keperawatan menurut

Amin Huda (2015) :

a. Ketidakefektifan Termoregulasi berhubungan dengan proses

penyakit

Batasan Karakteristik:

dasar kuku sianotik, kluit kemerahan, hipertermi, peningkatan suhu

diatas kisaran normal, peningkatan frekuensi nafas, mengigil ringan,

pucat sedang, piloreksi, penurunan suhu tubuh dibawah kisaran

normal, kejang, kluit dingin, kulit hangat, pengisisan ulang kapiler

yang lambat, takikardi.

Tujuan :

setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan suhu dalam batas normal, dengan kriteria hasil:

1) Suhu tubuh normal : 36,5-37,5oC

2) Badan teraba hangat

3) Pasien tampak rileks

Page 47: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

32

Tabel 2.2

Intervensi dan Rasional Intervensi Rasional

Monitor tanda-tanda vital Sebagai pengawasan terhadap adanya

perubahan umum pasien sehingga dapat

dilakukan penanganan dan perawatan secara

tepat dan cepat.

Monitor cairan Sebagai pengawasan terhdap perubahan

hemodinamik pasien

Lakukan tirah baring total Penurunan aktivitas akan menurunkan laju

metabolisme yang tinggi pada fase akut,

dengan demikian membantu menurunkan suhu

tubuh

Atur lingkungan yang kondusif Kondisi ruang kamar yang tidak panas, tidak

bising, dan sedikit pengujung memberikan

efektivitas terhadap proses penyembuhan.

Berikan kompres pada daerah aksila,lipat

paha, dan temporal

Daerah ketiak (axilla) terdapat vena besar

yang memiliki kemampuan proses vasodilatasi

yang sangat baik dalam menurunkan suhu

tubuh dan sangat dekat dengan otak, di dalam

otak terdapat sensor penagtur suhu tubuh yaitu

hipotalamus.

Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian

yang dapat menyerap keringat seperti katun

Pengeluran suhu tubuh dengan cara evaporasi

berkisar 22% dari pengeluaran suhu tubuh.

Pakaian yang mudah menyerap keringat

sangat efektif meningkatkan efek dari

evaporasi.

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

obat antipetik

Antipetik bertujuan untuk memblok respon

panas sehingga suhu tubuh pasien dapat lebih

cepat menurun.

b. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan.

Batasan Karakteristik :

Perubahan selera makan, perilaku distraksi, bukti nyeri dengan

menggunakanstandar daftar periksa nyeri, ekspresi wajah nyeri,

sikap tubuh melindungi, putus asa, perilaku protektif, laporan

tentang perilaku nyeri.

Tujuan :

dalam waktu 2x24 jam nyeri klien berkurang, Kriteria hasil :

Page 48: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

33

1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan)

2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri.

3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda

nyeri)

4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Tabel 2.3

Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional

1. Lakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor

presipitasi

2.

3. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi

nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan

kebisingan.

4.

5. Ajarkan teknik non farmakologi

6. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan

dan tindakan nyeri tidak berhasil

1. Untuk mengetahui dengan jelas nyeri klien

2. Meningkatkan rasa nyaman pada klien dan

menurunkan tingkat stres dan

ketidaknyamanan

3.

4. Meningkatkan rasa nyaman, dapat

menurunkan rasa nyeri dan meningkatkan

penyembuhan.

5. Untuk memberikan penghilang rasa nyeri.

Page 49: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

34

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

Batasan Karakteristik :

Kram abdomen, nyeri abdomen , gangguan sensai rasa, diare,

enggan makan, kurang minat pada makan, kesalahan persepsi,

sariawan, kelemahan otot untuk menelan.

Tujuan :

dalam waktu 3x24 jam klien dapat mempertahankan kebutuhan

nutrisi yang adekuat, Kriteria hasil :

1) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.

2) Menunjukkan peningkatan BB

3) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

4) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Tabel 2.4

Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional

1. Kaji adanya alergi makanan

2. Berikan makanan yang terpilih (yang sudah

dikonsultasikan dengan ahli gizi)

3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung

tinggi serat untuk

4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan

klien

1. Untuk mengidentifikasi adanya alergi pada

makanan

2. Memberikan makanan yang terpilih seperti

makanan kesukaan untuk menambah intake

makanan

3. Diet tinggi serat untuk memcegah terjadinya

konstipasi

4. Agar kebutuhan gizi klien sesuai dengan yang

dibutuhkan.

Page 50: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

35

d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang

tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.

Batasan Karakteristik :

berkeringat, pusing, sepsis, trauma, program pengobatan.

Tujuan :

Dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan,

Kriteria hasil:

1) Klien mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan

berat badan

2) Tanda-tanda vital dalam batas normal.

3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit baik, membran

mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

Tabel 2.5

Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional

1. Monitor tanda-tanda vital

2. Monitor status hidrasi (kelembaban membran

mukosa, nadi, tekanan darah).

3. Dorong masukan cairan oral

4.

5. Kolaborasi pemberian cairan IV

6. Pertahankan catatan intake dan output yang

akurat

1. Untuk mengetahui derajat kekurangan cairan

2. Untuk mengetahui membran mukosa yang

kering sebagai tanda kekurangan asupan

cairan, nadi dan tekanan darah sebagai

barometer status hidrasi klien.

3.

4. Untuk memenuhi asupan cairan klien

5.

6. Untuk memenuhi asupan cairan selain dibantu

dengan asupan cairan melalui oral.

7. Sebagai evaluasi penting dari intervensi

hidrasi dan mencegah terjadinya over dosis

Page 51: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

36

e. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus

gastrointestinal .

Batasan Karakteristik :

Nyeri abdomen, anoreksia, perubahan pola pada defekasi, distensi

abdomen, sakit kepala, bising usus hipoaktif,, tidak dapat defeksi,

tidak dapat makan, muntah.

Tujuan :

dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi konstipasi pada klien, Kriteria

hasil :

1) Mempertahankan bentuk feses lunak 1-3 hari.

2) Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi

3) Mengidentifikasi indikator untuk mencegah konstipasi

4) Feses lunak dan berbentuk

Tabel 2.6

Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional

1. Monitor bising usus

2. Monitor tanda dan gejala konstipasi

3. Anjurkan klien / keluarga untuk mencatat

warna, volume, frekuensi, dan konsistens

feses.

4.

5. Dorong peningkatan asupan cairan

6. Kolaborasi dengan dokter pemberian

pelembek feses atau laksatif

1. Bising usus secara umum meningkat pada

diare dan menurun pada konstipasi.

2.

3. Untuk mengidentifikasi dan memberikan

intervensi yang tepat.

4.

5. Membantu mengidentifikasi penyebab atau

faktor pemberat dan intervensi yang tepat.

6.

7. Membantu dalam memperbaiki konsistensi

feses bisa konstipasi

8.

9. Mempermudah defekasi bila konstipasi

terjadi.

Page 52: PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI …

37

5. Implementasi

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan

sesudah tindakan, dan menilai data yang baru. Dalam pelaksanaan

membutuhkan keterampilan kognitif, interpersonal, psikomotor. (Rohmah,

2012).

6. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap -

tahap perencanaan (Rohmah, 2012).

Tujuan dari evaluasi adalah untuk :

a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan.

b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan.

c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan.

Menurut (Rohmah, 2012) jenis evaluasi :

a. Evaluasi Formatif

Menyatakan evaluasi yang dilakukan setiap selesai

tindakan, berorientasi pada etiologi, dan dilakukan secara terus

menerus sampai tujuan yang telah ditentukan selesai.

b. Evaluasi Sumatif

Merupakan evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan

keperawatan secara paripurna.