9

Click here to load reader

Program pphj 2012 2014 - copy

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Program pphj 2012 2014 - copy

Program

Paguyuban Petani Hutan Jawa

(PPHJ)

2012 – 2014

Page 2: Program pphj 2012 2014 - copy

A. PENDAHULUAN

Hutan adalah sumber penghidupan

(Bambang Suharsono, Presiden Serikat Tani Hutan Banyumas-Pekalongan)

Berdasarkan fungsi hutan, Perhutani diberikan hak pengelolaan Hutan Produksi dan

Hutan Lindung yang terbagi atas Unit Pengelolaan I sebanyak 20 KPH (Jateng), Unit

Pengelolaan II sebanyak 23 KPH (Jatim) dan Unit Pengelolaan III sebanyak 14 KPH (Jabar).

Luasan masing-masing unit dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Perhutani, 2006

Konflik Tenurial Kehutanan Jawa Di kawasan pengelolaan Perum Perhutani terdapat 6.161 desa dan +/- 21 juta

penduduk miskin berada disekitar hutan yang memerlukan akses terhadap sumber daya hutan

sebagai sumber ekonomi mereka, baik dari SDH maupun kegiatan pengelolaan sumber daya

hutan.1

Dari sinilah dimulai titik persinggungan konflik tenurial antara rakyat dengan Perum

Perhutani.

Sandra Moniaga, Hedar Leudjeng dan Rikardo Simarmata menulis bahwa secara

gramatikal, kata „tenure‟ berasal dari bahasa Latin, yakni „tenere‟ yang artinya: memelihara,

memegang dan memiliki. Aspek terpenting dari istilah tersebut adalah status hukumnya.

Itu sebabnya, membicarakan istilah tenure pasti berarti membicarakan soal status hukum dari

suatu penguasaan atas sumber daya alam tertentu pada sebuah masyarakat. Selain itu dikenal

juga istilah „sistem tenurial‟ (tenurial system). Sistem tenurial didefenisikan sebagai

sekumpulan atau serangkaian hak-hak (bundle of rights) untuk memanfaatkan sumber-sumber

agraria atau sumber daya alam dalam suatu organisasi masyarakat (Joep Spiertz dan

Melanie G. Wiber: 1997)2.

Setiap sistem tenurial selalu mengandung tiga komponen, yakni: subyek hak, obyek hak

1 Kalimat ini diungkapkan dalam makalah yang dibuat oleh Perhutani pada saat Diskusi Mencari jawaban tentang

Forest Governance di P Jawa. Institute Karsa. Di YTKI JAKARTA 15 JUNI 2006. Dan nampaknya Perhutani tidak menyadarinya sebagai “bom waktu” perlawanan kaum tani/pedesaan hutan.

2 Hedar Laudjeng, Sandra Moniaga & Rikardo Simarmata, Antara Sistem Penguasaan Berbasis

Masyarakat dan Sistem Penguasaan Berbasis Negara di “Kawasan Hutan” di Indonesia: Studi Kasus dari Delapan Lokasi, Presentasi HuMa, Lokakarya Tenure, Nop 2001.

HP HL Luas Total

Propinsi (Ha) (Ha) (Ha)

Unit I Jawa Tengah 546.290 84.430 630.720

Unit II Jawa Timur 809.959 326.520 1.136.479

Unit III a. Jawa Barat 349.649 230.708 580.357

b. Banten 61.406 17.244 78.650

411.055 247.952 659.007

Jumlah 1.767.304 658.902 2.426.206

Unit Kerja

Total Unit III :

Page 3: Program pphj 2012 2014 - copy

dan jenis hak. Subyek hak bisa berupa individu, rumah tangga, kelompok, suatu komunitas,

kelembagaan sosial-ekonomi dan lembaga politik setingkat negara. Sedangkan obyeknya

bisa berupa persil tanah, barang/benda yang tumbuh di atas tanah, barang-barang

tambang/mineral, dll. Jenis haknya sendiri merentang dari mulai hak milik, hak sewa dan hak

pakai. Istilah tenure sendiri menekankan lebih pentingnya aspek kepenguasaan (hak untuk

mengatur pengelolaan dan peruntukan) ketimbang aspek kepemilikan (hak untuk

memiliki). Tenure lebih mementingkan siapa yang dalam kenyataannya menggunakan

sumber daya alam tertentu ketimbang memikirkan siapa yang memang memiliki hak tersebut.

Istilah „land tenure‟ sendiri diterjemahkan sebagai penguasaan tanah atau “lahan”.

Tindakan penguasaan tersebut menjelma dalam berbagai hak yakni hak milik, hak

gadai, hak sewa, dll. Salah satu cara untuk mengenali konsep land tenure pada masyarakat

tertentu ialah dengan memastikan siapa yang dalam kenyataannya memanfaatkan tanah dan

atau sumber daya alam tersebut. Bersamaan dengan ditemukannya sistem tenurial berbasis

masyarakat mengemuka pula istilah customary tenure system/regime dan atau indigenous

tenurial system dan atau sistem penguasaan tanah berbasiskan adat.

Penyebab utama adanya konflik tenurial di Jawa adalah ketimpangan struktur agraria

yang kemudian melahirkan istilah petani gurem. Petani gurem adalah petani yang menguasai

tanah kurang dari 0,5 Ha. Di Jawa Timur, jumlah rumah tangga petani gurem mencapai 3,4

juta rumah tangga, atau sekitar 25,14 persen dari total rumah tangga petani gurem

di Indonesia. Daerah lain yang mempunyai banyak rumah tangga petani gurem adalah Jawa

Tengah (22,98 persen), Jawa Barat (18,84 persen), Sumatera Utara (4,01 persen) dan

Banten (3,15 persen). Didaerah lain, banyaknya rumah tangga petani gurem relatif kecil,

kurang dari 3 persen. Jumlah rumah tangga petani gurem tidak hanya meningkat secara absolut

tetapi juga dari persentasenya terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan. Dalam

periode 1993-2003, persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian

pengguna lahan meningkat dari 52,1 persen menjadi 56,2 persen, mengindikasikan semakin

sempitnya rata-rata lahan yang dikuasai oleh rumah tangga pertanian3..

Data lain menunjukkan selama 10 tahun terakhir, jumlah rumah tangga petani

gurem meningkat 2,6 persen/ tahun. Menurut data BPS, persentase petani gurem di Jawa adalah

69,8 persen pada 1993, namun angka ini melaju cepat menjadi 74,9 persen atau

bertambah sebanyak 1.922.000 rumah tangga. Di luar Jawa, ST93 persentasenya sebesar 30,6

persen, sedangkan ST03 mencatat 33,9 persen ekuivalen dengan 937.000 rumah tangga. Hal

ini menunjukkan laju pertumbuhan rumah tangga petani gurem di Jawa lebih cepat dari pada di

luar Jawa. Sebenarnya komposisi banyak rumah tangga pertanian di Jawa dan luar Jawa tidak

berubah dalam sepuluh tahun ini. Apabila ST93 mencatat 56,1 persen sementara menurut

ST03 komposisinya 54,9 persen di Jawa dan 45,1 persen di luar Jawa. Artinya, dalam 10

tahun ini yang terjadi adalah proses pemiskinan kehidupan petani. Petani semakin terpuruk

bukan semakin baik4.

3 Sebaran rumah tangga pertanian dan rumah tangga Petani gurem menurut propinsi di indonesia (Angka Sementara Hasil Sensus Pertanian 2003). Berita Resmi Statistik, No. 14/VII/16 Februari 2004

4 Naomi Siagian, SH, Proses Pemiskinan Pada Sektor Pertanian, Jumlah Petani Gurem Semakin

Membengkak, Sinar Harapan, 2003

Page 4: Program pphj 2012 2014 - copy

Selain problem tenurial, ada banyak hal lagi kondisi obyektif yang dialami oleh petani

hutan. Berdasarkan assessment yang dilakukan didapatkan ragam masalah yang dihadapi petani,

diantaranya:

- Petani hutan tidak mempunyai akses untuk meningkatkan pendapat

- Sistem pengelolaan hutan yang hanya menempatkan petani hutan sebagai alat, misalnya:

petani diberi kesempatan melakukan tumpang sari hanya selama 2 tahun (selama itu pula

saat petani memberi pupuk berati daerah tegakan terkena pupuk juga dan menjadi subur)

untuk selanjutnya petani tidak boleh lagi menanam tanaman di bawah tegakan.

- Petani tidak mendapatkan hasil apapun dari tanaman utama. Jika pun mendapatkan 25%

saat PHBM berlangsung (yang masih dibagi lagi dengan pihak lain, seperti: LMDH,

Desa, dan lain-lain), tetapi beban yang diterima lebih besar (misalnya: jika ada tanaman

yang hilang petani yang disalahkan, pengamanan sepenuhnya ditanggung petani). Jika

dilakukan perhitungan, angka 25% dirasa petani sangat tidak layak bahkan untuk sekedar

hidup (amat jauh dari standar pendapatan)

- Petani selalu membeli sendiri saprodi yang diperlukan dalam tumpang sari (bibit, pupuk,

dan lain-lain). Padahal seharusnya ada aturan yang mengatakan bahwa biaya keseluruhan

ditanggung oleh Perhutani.

- Pemasaran yang tidak menguntungkan petani hutan.

- Biaya kerja (pembukaan lahan, penanaman, pengaciran, penebangan, transportasi) yang

diperuntukkan bagi petani tidak pernah dibayarkan.

- Sering terjadi jual beli kontrak lahan

- Sering muncul ancaman untuk tidak boleh menggarap lahan berdasarkan alasan subyektif

petugas perhutani

- Terjadi pemiskinan di 6000-an lebih desa pinggiran hutan

- Petani hutan tidak mempunyai akses terhadap kemanfaatan hutan, seperti: seringnya

petani hutan mengalami kekurangan air.

- Imbas dari rusaknya hutan akibat penebangan oleh pengusaha (yang berkolusi dengan

pegawai Perhutani) justru dialami oleh petani pinggiran hutan (misalnya, tanah longsor,

angin ribut, banjir bandang, dan lain-lain)

- Penegakan hukum yang tidak adil. Selama ini petani hutan selalu dikenai hukuman jika

melakukan pencurian tetapi bila pihak Perhutani yang melakukan tidak pernah

dipermasalahkan.

- Petani hutan tidak mempunyai surat hak garap tetap sehingga sering terjadi konflik antar

sesama petani maupun antara petani dengan Perhutani.

- Petani hutan tidak pernah menjadi subyek dalam pembahasan kebijakan perhutani

(perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi) padahal petani hutan lebih tahu

seluk beluk soal hutan.

- Petani tidak mempunyai kekuasaan untuk menentukan tanaman yang akan ditanam

padahal petani hutanlah yang tahu banyak soal tanaman yang cocok untuk ditanam.

B. PPHJ: Derap Langkah Organisasi dan Lingkup Kerja

Melihat berbagai persoalan di atas, petani hutan, khususnya yang tergabung dalam

Paguyuban Petani Hutan Jawa (PPHJ) tidak berdiam diri. Organisasi tani yang untuk pertama

kalinya dibentuk di Baturaden, Banyumas, Jateng pada tanggal 21-23 Februari 2012 yang

kemudian dilanjutkan dengan pertemuan di Playen, Gunung Kidul pada tanggal 5-6 April 2012

Page 5: Program pphj 2012 2014 - copy

digagas oleh Serikat Tani Hutan Banyumas-Pekalongan (Stan Balong), Serikat Petani Pasundan

(SPP), Paguyuban Petani Hutan Bumi Lestari (PPHBL), PPHM Mojokerto, LKDPH Malang,

LMDH Ngawi Barat dan Timur, LMDH Tunas Harapan Sambirejo, petani HKM Gunung Kidul

dan Kulonprogo, petani dari Jember, petani dari Sambeng, Boyolali, petani dari Banten, petani

dari Bogoran Wonosobo ini merasa perlu mengupayakan hutan yang memberikan kemakmuran

sebesar-besarnya bagi rakyat.

Dalam perjalanannya, PPHJ kemudian mengadakan kongres II yang diselenggarakan

pada tanggal 6-7 Januari 2012 yang menghasilkan kepengurusan baru dan gagasan untuk

memantapkan realisasi Hak Kelola 100% untuk Masyarakat.

C. Visi dan Misi

PPHJ mempunyai visi mendorong terwujudnya keadilan dalam pengelolaan hutan agar

tercipta kesejahteraan dan kemandirian masyarakat (hutan subur, rakyat makmur).

Sedangkan misi PPHJ adalah:

1. Meningkatkan kepedulian terhadap sumber daya hutan dan lingkungan hidup yang

berkeadilan

2. Meningkatkan harkat dan martabat petani di tepi hutan

3. Memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan kebijakan,

utamanya di bidang kehutanan

4. Menuju organisasi tani yang kuat dan mandiri melalui pembangunan usaha produktif

organisasi

5. Mengurangi angka kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan dan pengangguran

6. Menjalin hubungan erat dengan semua pihak yang mendukung perjuangan organisasi

D. Capaian (Program Maksimum dan Minimum)

Organisasi ini mempunyai program maksimum menjadikan hutan menjadi milik rakyat

dan program minimun berupa hutan yang dikelola 100% oleh rakyat.

E.

Page 6: Program pphj 2012 2014 - copy

Struktur Organisasi

F. Personel Pengurus

Koordinator: Hadji Sahdi Sutisna

Dewan Penasehat: Bambang Suharsono

Deputi Jaringan: Barid Hardiyanto

Deputi Penguatan Organisasi: Surahmat

Deputi Media Sosial: Sungging Septivianto

Koordinator Jabar: -

Koordinator Jatim: Susilo

Koordinator DIJ: Pardiastuti

Koordinator Jateng: Ahmad Zaenurokhim

G. Perencanaan Kerja 2012-2014

PPHJ sebagai organisasi tani yang merupakan wadah perjuangan petani hutan yang

berbasis pada kekuatan anggotanya yang mempunyai sebaran konstituen yang cukup luas

merentang di Jawa.

Semenjak tahun 2008, PPHJ telah bergerak. Sayangnya pergerakan yang ada baru sebatas

di atas kertas dan belum dijalankan secara maksimal. Untuk itulah di tahun 2012-2015 kerangka

besar kerja PPHJ masih berdasarkan mandate di tahun 2008 ditambah dengan pembacaan

terhadap situasi terkini.

Untuk situasi terkini berdasarkan hasil KEKEPAN/ SWOT diperoleh hal sebagai berikut:

Dewan Penasehat

Sekjen Deputi Sekjen

Korwil Jabar

Korwil Jatim Korwil Jateng

Kesekretariatan Bendahara

Kongres PPHJ

Korwil DIJ

Page 7: Program pphj 2012 2014 - copy

Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan

Masih terdapat

keyakinan bahwa

hutan dapat

dikelola 100%

oleh masyarakat

sehingga

semangat para

petani masih kuat

Di beberapa titik

penguasaan lahan

masih dilakukan

dan dimungkinkan

adanya inisiasi

alternative

pengelolaan hutan

yang lebih baik

Personal

pengurusnya

mumpuni

Semangat yang

ada pada petani

tidak dibarengi

dengan proses

pengorganisasian

yang tertata

Banyak kader

yang sudah tak

lagi terurus oleh

organisasi

PPHJ masih dalam

tahap

perkembangan

awal

Kebangkitan

kembali para

pendukung

program

kehutanan yang

memungkinkan

adanya support

financial bagi

gerakan

Terus

melemahnya

kondisi kesehatan

Perhutani

Situasi politik

yang liberal

memungkinkan

dua sisi mata uang

yang memerlukan

strategi yang tepat

untuk melakukan

perubahan

Ke depan, tujuan dari rencana strategis yang disusun tetap pada upaya untuk menciptakan

reforma agraria kehutanan melalui dorongan organisasi petani hutan dengan melihat hasil SWOT

di atas.

Lebih khusus lagi tujuan program yang di susun dalam renstra adalah:

1. Menyampaikan kepentingan dan pembelaan terhadap petani kepada pemerintah dan

advokasi kebijakan

2. Membangun kelembagaan yang kuat

3. Membangun pusat informasi petani

4. Melakukan penguatan ekonomi

H. Strategi dan Metode Pelaksanaan Kerja

Dalam pelaksanaannya, kerja ini akan menggunakan strategi menggerakkan gerakan atas,

tengah dan bawah. Sedangkan secara metodologis alur proses dilakukan dengan cara: (1)

assesment; (2) capacity building; (3) penataan dan pengembangan organisasi; (4) aksi; (5)

monitoring dan evaluasi; (6) konseptualisasi.

Page 8: Program pphj 2012 2014 - copy

I. Mekanisme Kerja Program

Secara garis besar alur program kali ini sebagaimana yang tertera di bawah ini:

J. Kegiatan dan Output yang diharapkan

Rangkaian Program dan pelaksanaan kegiatan yang dirancang untuk dapat menghasilkan

output guna mencapai tujuan-tujuan spesifik di atas adalah sebagai berikut:

Program 1: Menyampaikan kepentingan dan pembelaan terhadap petani

kepada pemerintah dan advokasi kebijakan

Output Aktifitas yang direncanakan

1.1 : Membangun kesepahaman

bersama solusi dari persoalan

reforma agraria kehutanan

khususnya dalam hal hak kelola

100% (program minimum) dan

hak milik rakyat (program

maksimum)

1.1.1 Roadshow/ Kunjungan lapangan

mengenai hak kelola 100% dan

hak milik di Jatim, Jateng, DIJ,

Jabar dan Banten

1.1.2 Temu Tani “Menggapai Hak

Kelola 100%”

1.2. Tersampaikannya gagasan

organisasi tani kepada para pihak

1.2.1. Seminar dan Lokakarya

multipihak tentang Reforma Agraria

Tata Kuasa

Tata Produksi

Tata Guna

Tata Konsumsi

Pengelolaan Sumber Daya Hutan Melalui

Dorongan Organsiasi Petani

Hutan

ATAS

TENGAH

BAWAH

REFORMA AGRARIA

KEHUTANAN

Page 9: Program pphj 2012 2014 - copy

Kehutanan: Menggapai Hak Kelola

100%

Program 2: Membangun kelembagaan yang kuat

Output Aktifitas yang direncanakan

2.1. Meningkatnya kapasitas petani

hutan

2.1.1. Belajar Antar Petani Politik

2.1.2. Belajar Antar Petani Ekonomi

2.2. Terkonsolidasikannya petani hutan 2.2.1 Pembiayaan Sekretariat

2.2.2. Pertemuan rutin bulanan

2.2.3. Pengadaan bendera, baliho,

sticker, kalender

2.2.4. Pembuatan Film Profil PPHJ dan

Hak Kelola 100%

Program 3: Pusat Informasi Petani

Output Aktifitas yang direncanakan

3.1. Tersedia data base organisasi tani 3.1.1. Penyelidikan desa hutan

3.1.2. Kompilasi data base

3.2. Pembuatan website organisasi 3.2.1. Pembuatan website

3.2.2. Hotline service/ SMS Centre

Program 4: Penguatan ekonomi petani

Output Aktifitas yang direncanakan

4.1. Adanya peta potensi, peluang pasar

dan persoalan pengembangan

usaha kecil oleh masyarakat.

4.1.1. Pemetaan/studi tentang Peta

potensi, peluang dan persoalan

pengembangan usaha kecil oleh

masyarakat.

4.2. Munculnya mekanisme dan

operasionalisasi koperasi primer

4.2.1. Lokakarya terbatas tentang

mekanisme dan operasionalisasi

koperasi primer

4.2.2. Deklarasi dan Audiensi dengan

Pemerintah tentang pendirian Koperasi

Petani Hutan

K. Penutup

Terciptanya reforma agraria kehutanan melalui dorongan organisasi rakyat (PPHJ)

pastilah membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami sangat berharap para

pihak yang berkepentingan dapat memberikan kebijakannya untuk mendukung proses

perjuangan ini.