Upload
others
View
17
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
PRODUKSI PAKAN IKAN DARI LIMBAH LOKAL
MENGGUNAKAN METODE FERMENTASI
AEROB DAN ANAEROB
SKRIPSI
ROSMALINDA
09C104320113
PROGRAM STUDI PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2014
PRODUKSI PAKAN IKAN DARI LIMBAH LOKAL
MENGGUNAKAN METODE FERMENTASI
AEROB DAN ANAEROB
ROSMALINDA
09C10432113
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sarjana Perikanan Pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2014
iii
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Meulaboh Kabupaten Aceh Barat, pada
Tanggal 02 Januari 1992. Penulis merupakan anak ke empat
dari lima orang bersaudara. Pada tahun 2003 penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 12 Meulaboh,
kemudian penulis melanjutkan pendidikan di sekolah SMPN 3 Meulaboh dan
lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis menamatkan pendidikan Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 2 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Setelah
menyelesaikan pendidikan menengah atas penulis mengikuti Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru di Universitas Teuku Umar Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan serta lulus sebagai mahasiswa Universitas Teuku Umar Angkatan 2009.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi Asisten Praktikum
beberapa mata kuliah dan bahkan pernah menjadi ketua Asisten Praktikum mata
kuliah, Adapun mata kuliahnya yaitu Kimia Dasar, Pengantar Biokimia, Biologi
Perikanan, Fisiologi Ikan dan Avetebrata. Dan juga selama mengikuti perkuliahan
penulis sering mengikuti kegiatan-kegiatan dikampus baik berupa kegiatan
seminar maupun yang lainnya.
Sebagai penambah wawasan pendidikan perikanan penulis mengikuti
Praktek Kerja Lapang pada tahun 2012 di Stasiun Karantina Ikan Pengendalian
Mutu Kelas I Aceh dengan judul “Identifikasi Mikotik Pada Ikan Yang
Dilalulintaskan di Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu Kelas I Aceh”.
Untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Teuku Umar penulis menulis tugas akhir/Skripsi yang
berjudul ” Produksi Pakan Ikan Dari Limbah Lokal Menggunakan Metode
Fermentasi Aerob dan Anaerob”.
vii
Skripsi Ini Dipersembahkan “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi
dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan
habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”. (QS. Lukman: 27)
Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah Langkah Telah Berhasilku ku gapai, Berkat Rahmat Mu hidupku memiliki sebercah harapan untuk terus menatap kedepan, Doa ku pada Mu teruslah beri ilmu yang bermanfaat untuk ku dan semoga jalanku menuju jalan- Mu....
"Barangsiapa yang melalui suatu jalan guna mencari ilmu pengetahuan, niscaya Allah SWT akan memudahkan baginya jalan
ke surga." ( H.R Imam Muslim ra ) Ini adalah awal dan akhir bagi ku.. Awal dari sebuah perjuangan dan akhir dari sebuah perjalanan... dan menuju perjalanan yang baru... Terima Kasih...Untuk semua yang telah ku terima selama ini, mungin kata terima kasih tak cukup untuk hidup dan berdiri diantara kalian.. Walaupun kita tak seperti keluarga yang lain, tapi ini
lah kita, yang berdiri didalam keluarga yang paling bahagia sedunia dan aku bersyukur terlahir diantara kalian.. Terima kasih untuk Keluarga bahagiaku.. Ahmad K.I ( Ayah ) & Asiyah Nyak Cut ( Ibu )..... B’ emi (Abang ), K’ema (kakak), B’edi (Ulem), Elli (adik).. Pak Ris dan kk ida (saudara ipar).. dan yang terakhir Muhammad Qusyairi dan Muhammad Syaubari (Keponaan ku abang & adek)... Banyak yang ingin ku tuliskan tentang kalian, karena kadang-kadang cintaku tak bisa ku ungkapkan dengan lisan, melainkan ada beribu semangat untuk menulis cintaku ke kalian.. terima kasih
Untuk kalian yang telah membantuku menyelesaikan sebuah karya kecil ini juga ku ucapkan terima kasih ,.. Hidupku tak akan seindah ini apabila kau tak memiliki keluarga dan kalian... Terima kasih kepada ibu Uswatun Hasanah (bu usi), bu erlita, Pak Afrizal Hendri, Pak Husni Yulham, Kakak Asmaul Husna, Eka juniar, Reska Tini Ulflah...... Try Rudi Andhica (b’dika), Radhi Fadhillah (b’radi), Armansyah (b’arman)…. Sri Ayu Insani (kk iin), Yandi Mirza (b’yandi), Wahyu Syahputra, Mutya Ramadhaniati, Zul fadhli (b’ipan), Yori sayhril (b’yori), Adi Putra (b’adi), Jaliadi (b’jal), ... K’Fachrul Razi, K’Sherly Marshelina, K’Tabrani, Agus, Ika Bela, Leni Marlina, Ayun, Heri, Silvi, Satria.... Maret, Ima, Neki, Iis, Heni, Feli, Iwan, Eka... Untuk Community Eel... Yusran, Hamidi, Ayu, Teuku, Budi, Ayed, Semi, b’romi, Deniel, Saipol, TM, Kausar, Hendra Komting, Cut devi, Ida, Ningsih, Musaimin, Eni, Icut, Riska, Nila, Diana, mira dan untuk semua angkatan 2009, Salam kompak !!!
Terima Kasih Khususku Untuk Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Aceh Barat
& Dewan Kerja Cabang Aceh Barat
Manusia yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang
lebih lemah dari itu adalah orang yang mendapatkan banyak teman tetapi menyia-
nyiakannya. (Ali bin Abi Thalib)
Tetaplah tersenyum walau hatimu sedang menangis, dan jangan pernah biarkan senyum
itu hilang diwajahmu, karena pasti ada seseorang yang bahagia dengan melihat
senyum itu (Rosmalinda Eel)
ix
PRODUKSI PAKAN IKAN DARI LIMBAH LOKAL MENGGUNAKAN
METODE FERMENTASI AEROB DAN ANAEROB
Oleh
Rosmalinda1)
Uswatun Hasanah2)
Erlita2)
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan formulasi pakan dengan
konsentrasi yang tinggi dan diproduksi dengan menggunakan bahan baku limbah
dengan metode fermentasi. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan dengan
tahapan pertama yaitu optimasi fermentasi aerob, tahapan kedua yaitu optimasi
fermentasi anaerob dan tahapan ketiga yaitu produksi pakan hasil fermentasi.
Proses optimasi fermentasi aerob menggunakan perbandingan kotoran kerbau dan
dedak mampu menghasilkan ulat dengan berat 597 gram dan kadar protein
14,83% dengan menggunakan perlakuan nisbah kotoran kerbau : dedak (4 : 3)
(b/b) dan tingkat pengulangan tiga kali. Proses optimasi fermentasi anaerob
menggunakan perbandingan kotoran kerbau : sagu : dedak mampu menghasilkan
kandungan protein 8,4069% pada perlakuan optimasi nisbah (4 : 4 : 3) (b/b/b).
Pembuatan pakan ikan hasil fermentasi mampu menghasilkan konsentrasi protein
22,1108% pada perlakuan tepung aerob 40%. Pada uji tingkat kehalusan pakan,
semua percobaan tergolong halus. Untuk uji tingkat kekerasan pakan, pakan
mampu pecah dengan beban 205,33 gr pada perlakuan tepung aerob 40% dan
daya apung pakan mencapai 1,61 menit dan daya tahan dalam air selama 16,43
menit yaitu pada perlakuan tepung aerob 40%.
Kata Kunci : Pakan, limbah, fermentasi
PRODUCING FISH FEED FROM LOCAL WASTE BY USING AEROBIC
AND ANAEROBIC FERMENTATION
By
Rosmalinda1)
Uswatun Hasanah2)
Erlita2)
ABSTRACT
This research aims at determining feed formulation with high
concentration which is made of waste material and is produced by using
fermentation method. Three steps were done in this research. The first step was
optimizing aerobic fermentation. Optimizing anaerobic fermentation was the
second step. Finally, producing feed by fermentation of buffalo dung and bran can
result maggot of being 597 gr and protein amount of being 14.83 %. It was done
through ratio treatment of buffalo dung : bran (4 : 3 (b/b)) and three time
repetitions. Optimizing process of anaerobic fermentation used buffalo dung :
sago : bran can produce protein of being 8.4069 % at ratio treatment (4 : 4 : 3
(b/b/b)). Producing fish feed through fermentation can produce protein
concentration of being 22.1108 % at 40% aerobic flour treatment. At a
smoothness test feed, all trials classified as fine. To test the level of hardness of
feed, feed capable broke with a load of 205.33 g at 40% aerobic treatment of flour
and feed achieve buoyancy and resistance of 1.61 minutes for 16.43 minutes in
water that is at 40% aerobic treatment of flour.
Key Words : Feed, Waste, Fermentation
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
penulisan skripsi dengan judul “Produksi Pakan Ikan Dari Limbah Lokal Dengan
Menggunakan Metode Fermentasi Aerob dan Anaerob. Selanjutnya salawat
beserta salam kita sanjungkan kehadirat Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam kebodohan ke alam berilmu pengetahuan.
Kata-kata terima kasih penulis sampaikan :
1. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta civitas akademik
yang telah banyak mendukung sehingga penyelesaian skripsi ini
lancar.
2. Ayahanda dan Ibunda tercinta atas doa dan bimbingan, kasih dan sayang
serta perhatiannya selama ini yang tidak pernah habisnya untukku. Untuk
saudara-saudaraku terima kasih telah memberi semangat untukku sehingga
dapat temotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Uswatun Hasanah, S.Si., M.Si dan Ibu Erlita, S.Pi. selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing, memberi arahan dan menuangkan
ide-idenya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Teman-teman angkatan 2009 serta rekan-rekan yang telah banyak
membantu dalam melakukan penelitian ini.
Akhir kata tiada gading yang tak retak begitu juga dengan skripsi ini yang
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu apabila ada kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat diharapkan guna untuk ilmu di masa yang akan
datang.
Semoga rahmat dan hidayah serta lindungan-Nya selalu dilimpahkan kepada
kita semua selaku orang-orang yang selalu ingin mencari kehidupan yang lebih
baik di dunia dan akhirat. Amin…
Meulaboh, 12 April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. xii
DAFTAR ISI ............................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvii
I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 3
1.5 Hipotesis ................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 4
2.1 Produksi Pakan Ikan (Pakan Buatan) ....................................... 4
2.2 Bahan Baku Penyusun Pakan ................................................... 5
2.2.1 Kotoran Kerbau .............................................................. 6
2.2.2 Dedak .............................................................................. 7
2.2.3 Kulit Kakao ..................................................................... 8
2.2.4 Tepung Sagu ................................................................... 9
2.2.5 Tepung Kedelai ............................................................... 10
2.2.6 Tepung Ikan .................................................................... 10
2.2.7 Tepung Tapioka .............................................................. 11
2.3 Fermentasi ................................................................................ 11
2.3.1 Fermentasi Aerob ............................................................ 13
2.3.2 Fermentasi Anaerob ........................................................ 15
2.4 Pengujian Pakan Ikan ............................................................... 16
2.4.1 Uji Fisika ........................................................................ 16
2.4.2 Uji Kimia ........................................................................ 17
III. METODELOGI PENELITIAN .................................................... 19
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................. 19
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................... 19
3.3 Metode Penelitian ..................................................................... 20
3.3.1 Optimasi Fermentasi Aerob ........................................... 20
3.3.2 Optimasi Fermentasi Anaerob ........................................ 21
3.3.3 Proses Produksi Pakan Dari Hasil Fermentasi ................ 22
3.4 Parameter Uji ........................................................................... 23
xiii
3.4.1 Uji Fisika ........................................................................ 23
3.4.2 Uji Kimia ........................................................................ 25
3.5 Rancangan Percobaan .............................................................. 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 28
4.1 Optimasi Fermentasi Aerob ..................................................... 28
4.2 Optimasi Fermentasi Anaerob .................................................. 30
4.3 Pakan Hasil Fermentasi ............................................................ 34
4.3.1 Uji Kimia ........................................................................ 34
4.3.2 Uji Fisika Pakan Hasil Fermentasi ................................. 37
a. Tingkat Kehalusan .................................................... 37
b. Tingkat Kekerasan .................................................... 37
c. Daya Tahan Pakan .................................................... 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 41
5.1 Kesimpulan............................................................................... 41
5.2 Saran ......................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 42
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi unsur hara kotoran kerbau ................................................... 7
2. Kandungan nutrisi dedak ........................................................................ 8
3. Kandungan proksimat kakao .................................................................. 9
4. Kandungan nutrisi sagu .......................................................................... 10
5. Keuntungan dan kerugian fermentasi anaerob ....................................... 16
6. Alat yang digunakan pada penelitiaan .................................................... 19
7. Bahan yang digunakan pada penelitiaan ................................................ 20
8. Penerapan perlakuan tahap fermentasi aerob ......................................... 26
9. Pernerapan perlakuan fermentasi anaerob .............................................. 27
10. Percobaan Proses produksi hasil fermentasi .......................................... 27
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema proses fermentasi ....................................................................... 12
2. Grafik berat ulat hasil fermentasi ........................................................... 28
3. Grafik kadar protein hasil fermentasi anaerob ....................................... 31
4. Grafik kadar protein pakan hasil fermentasi .......................................... 35
5. Grafik Tingkat Kekerasan Pakan ........................................................... 38
6. Lama apung dan tingkat daya tahan pakan dari perbandingan tepung
fermentasi aerob dalam air ..................................................................... 39
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Alur Optimasi Fermentasi Aerob ......................................................... 44
2. Alur Optimasi Fermentasi Anaerob ..................................................... 45
3. Perhitungan Bujur Sangkar Pembuatan Pakan..................................... 46
4. Analisis Data Hasil Fermentasi Aerob ................................................. 50
5. Analisis Data Hasil Fermentasi Anaerob ............................................. 52
6. Analisis Data Protein Pakan Hasil Fermentasi .................................... 54
7. Hasil Uji Analisis Setiap Optimasi ...................................................... 56
8. Hasil Uji Fisika Pakan Hasil Fermentasi ............................................. 57
9. Dokumentasi Penelitian ....................................................................... 58
10. Hasil Analisa Sampel
xvii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha budidaya ikan yang semakin intensif menuntut ketersediaan
makanan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan berkesinambungan. Oleh
karena itu masalah penggadaan makanan perlu ditangani secara sungguh-sungguh,
sebab apabila penggadaan makanannya tidak seimbang dengan usaha intenfikasi
yang semakin meningkat hasilnya tidak akan seimbang (Endar, 2005).
Pakan merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan budidaya
ikan. Disatu sisi pakan merupakan sumber materi dan energi untuk menopang
kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan dan disisi lain pakan merupakan
komponen terbesar (50% - 70%) dari biaya produksi. Oleh karena itu, pakan yang
diberikan kepada ikan harus selalu diusahakan seefisien mungkin karena nilai
efisiensi pakan ini secara langsung akan berkaitan dengan besar kecilnya profit
pada kegiatan budidaya ikan (Yulfiperius, 2008).
Pakan yang selama ini digunakan oleh para pembudidaya ikan adalah
pakan komersil yang memiliki harga yang mahal. Pada dasarnya pakan alternatif
bisa diramu sendiri dengan melihat karakteristik bahan baku yang dipilih harus
tetap terjaga ketersediaannya secara kualitas dan kuantitas. Disamping itu, bahan
baku ini harus mudah diperoleh, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia,
ekonomis dan tersedia sepanjang waktu (Gusrina, 2008).
Limbah lokal seperti kotoran kerbau, dedak, kulit kakao dapat menjadi
sumber bahan baku pakan yang diolah melalui metode fermentasi. Berdasarkan
riset menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar protein ampas kelapa setelah
difermentasi dari 11,35% menjadi 26,09% atau sebesar 130% dan penurunan
kadar lemak sebesar 11,39%. Kecernaan bahan kering dan bahan organik
meningkat masing-masing dari 78,99% dan 98,19% menjadi 95,1% dan 98,82%
(Miskiyah, 2006).
Pengolahan dengan menggunakan metode fermentasi dapat meningkatkan
kadar nutrisi dalam bahan baku yang terfermentasi, sehingga dapat menghasilkan
pakan buatan yang mengandung nutrisi dan bisa dimanfaatkan oleh ikan. Selain
itu ketersediaan limbah ini cukup banyak di Aceh, khususnya Aceh Barat. Limbah
ini juga memilki nilai nutrisi yang dibutuhkan ikan dan sangat ekonomis sehingga
memenuhi suatu karakterisktik pemilihan bahan baku pakan. Pakan yang akan
diramu harus memerhatikan nutrisi dari suatu pakan yang harus benar-benar
terkontrol dan memenuhi kebutuhan dari ikan. Selain dari nutrisi, sifat fisik dan
nilai proksimat seperti kandungan protein dari suatu pakan juga harus
diperhatikan sehingga dapat mengetahui kualitas dari pakan yang diramu. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian tentang proses produksi pakan ikan dari
limbah lokal dengan menggunakan metode fermentasi.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui proses fermentasi aerob yang optimal dan
menghasilkan ulat yang maksimal
2. Untuk mengetahui proses fermentasi anaerob yang optimal dengan
kandungan protein yang tinggi dari bahan baku hasil fermentasi
3. Untuk mengetahui formulasi yang optimal dengan kandungan protein yang
tinggi dari bahan baku hasil fermentasi.
xix
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Menentukan proses fermentasi aerob yang optimal untuk menghasilkan ulat
yang maksimal.
2. Menentukan proses fermentasi anaerob yang optimal untuk menghasilkan
bahan baku pakan yang bernilai protein tinggi.
3. Mendapatkan formulasi pakan yang optimal dengan kandungn protein yang
tinggi dari bahan baku hasil fermentasi.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Diharapkan dapat menjadi informasi mengenai mutu dan kualitas dari suatu
pakan yang diproduksi menggunakan limbah lokal sebagai bahan baku
penyusun pakan sehingga dapat menekan penggunaan tepung ikan dalam
formulasi pembuatan pakan ikan.
2. Dapat menjadi referensi mengenai pemanfaatan limbah lokal yang ada di
Aceh Barat sehingga limbah lokal dapat termanfaatkan dengan baik.
1.5 Hipotesis
Produksi pakan ikan dari limbah lokal dengan menggunakan metode
fermentasi akan menghasilkan pakan ikan dengan kandungan protein yang tinggi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produksi Pakan Ikan (Pakan Buatan)
Menurut Mudjiman (2004), Makanan buatan merupakan makanan yang
dibuat dengan bentuk khusus sesuai keinginan dan diramu dari berbagai macam
bahan. Lebih lanjut ditambahkan bahwa ada beberapa keuntungan dari pemberian
pakan buatan yakni pembudidaya dapat meningkatkan produksi melalui padat
penebaran tinggi dengan waktu pemeliharaan yang pendek, pembudidaya dapat
memanfaatkan limbah industri pertanian yang tidak terpakai untuk dijadikan
pakan.
Untuk menunjang kelangsungan hidup dan juga untuk mempercepat
pertumbuhannya, ikan membutuhkan nutrisi yakni zat-zat gizi yang terdapat
dalam pakan yang diberikan. Setiap jenis ikan memiliki kebutuhan nutrisi baik
jumlah maupun komposisi yang berbeda-beda menurut spesies, ukuran, jenis
kelamin, kondisi tubuh dan kondisi lingkungan. Zat-zat gizi tersebut dapat
digolongkan menjadi dua kelompok yakni zat gizi yang menghasilkan energi dan
zat gizi yang tidak menghasilkan energi (Afrianto, 2005).
Menurut Afrianto (2005), Pakan buatan yang berkualitas baik harus
memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
Kandungan gizi pakan terutama protein harus sesuai dengan kebutuhan ikan
Diameter pakan harus lebih kecil dari ukuran bukaan mulut ikan
Pakan mudah dicerna
Kandungan nutrisi pakan mudah diserap tubuh
Memiliki rasa yang disukai ikan
Kandungan abunya rendah
xxi
Tingkat efektivitasnya tinggi
Menurut Djarijah (1998), pakan tambahan yang baik untuk ikan adalah
pakan yang mengandung kadar protein 20-40 %. Selain dilihat dari kadar
proteinnya, kulaitas dari pakan tambahan untuk ikan juga ditentukan oleh
kehalusan dari bahanya. Semakin halus bahan baku pelet maka daya apung dari
pelet tersebut akan semakin tinggi sehingga waktu yang dibutuhkan ikan untuk
memakannya juga semakin panjang.
2.2 Bahan Baku Penyusun Pakan Ikan
Menurut Endar (2005), Persyaratan sosial ekonomis yang perlu
diperhatikan dalam memilih bahan baku untuk pembuatan pakan buatan adalah :
Mudah diperoleh
Mudah diolah
Harganya relatif murah
Bukan merupakan makanan pokok manusia, sehingga tidak merupakan
saingan.
Sedapat mungkin memanfaatkan limbah industri pertanian
Jenis-jenis bahan baku yang digunakan dalam membuat pakan buatan
dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu bahan baku hewani, bahan
baku nabati dan bahan baku limbah industri pertanian. Bahan baku hewani adalah
bahan baku yang berasal dari hewan atau bagian-bagian tubuh hewan. Bahan baku
hewan ini merupakan sumber protein yang relatif lebih mudah dicerna dan
kandungan asam aminonya lebih lengkap dibandingkan dengan bahan baku
nabati. Beberapa macam bahan baku hewani yang biasa digunakan dalam
pembuatan pakan ikan antara lain adalah : tepung ikan, Silase ikan, tepung udang,
tepung cumi-cumi, tepung cacing tanah, tepung benawa/kepiting, tepung darah,
tepung tulang, tepung hati, dan tepung artemia (Gusrina, 2008).
Bahan baku nabati adalah bahan baku yang berasal dari tumbuhan atau
bagian dari tumbuh-tumbuhan. Bahan nabati pada umumnya merupakan sumber
karbohidrat, namun banyak juga yang kaya akan protein dan vitamin. Beberapa
macam bahan baku nabati yang biasa digunakan dalam pembuatan pakan ikan
antara lain terdiri dari : tepung kedelai, tepung jagung, tepung terigu, tepung
tapioka, tepung sagu, tepung daun lamtoro, tepung daun singkong, tepung kacang
tanah, dan tepung beras (Endar, 2005).
Bahan baku limbah industri pertanian adalah bahan baku yang berasal dari
limbah pertanian baik hewani maupun nabati. Beberapa macam bahan limbah
yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan pakan ikan antara lain
terdiri dari: dedak halus, kotoran kerbau/sapi, kulit kakao, tepung kepala udang,
tepung anak ayam, tepung darah, tepung tulang, ampas tahu, bungkil kelapa,
dedak halus, dan isi perut hewan mamalia (Gusrina, 2008).
2.2.1 Kotoran Kerbau
Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak,
baik berupa padatan (feses) yang bercampur sisa makanan, ataupun air kencing
(urine). Walaupun demikian sepertinya orang–orang enggan membicarakan
kotoran cair yang berupa urine ternak. Dalam hal ini, mengumpulkan kotoran
padat memang jauh lebih praktis dibandingkan urine ternak. Padahal dari segi
kadar haranya, urine jauh lebih tinggi dibandingkan feses. Kandungan hara
kotoran ternak berbeda-beda karena masing-masing ternak mempunyai sifat khas
tersendiri. Makanan masing-masing ternak berbeda-beda. Padahal makanan inilah
yang menentukan kadar hara. jika makanan yang diberikan banyak mengandung
xxiii
hara N, P dan K maka kotorannya pun akan kaya dengan zat tersebut (Ayu IS,
2012).
Selain jenis makanan usia ternak juga menentukan kadar hara dalam
kotorannya. Ternak muda akan menghasilkan feses dan urine yang kadar haranya
rendah terutama N, karena ternak muda memerlukan sangat banyak zat hara N dan
beberapa macam mineral dalam pembentukan jaringan tubuhnya. Komposisi
unsur hara kotoran dari kerbau dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1 . Komposisi unsur hara kotoran kerbau
Jenis ternak Kadar Hara %
Nitrogen Phospor Kalium Air
Kerbau
*Padat 0.60 0.30 0.34 85
*Cair 1.00 0.15 1.50 92
Sumber : Yusuf T, 2009 dalam Ayu IS, 2012
Selain mengandung 3 unsur diatas, pupuk kandang mempunyai kandungan
unsur hara mikro yang sangat lengkap walaupun dalam jumlah yang sangat
sedikit. Perlu diingat sekali lagi bahwa makanan yang dimakan ternak dan umur
ternak sangat berpengaruh terhadap kandungan hara yang ada pada kotoran
(Yusuf T, 2009 dalam Ayu IS, 2012)
2.2.2 Dedak
Makanan tambahan, umumnya berbentuk tepung yang agak kasar. Dedak
cocok untuk makanan tambahan. Dedak, selain dapat diberikan secara langsung,
juga digunakan sebagai bahan campuran membuat pakan bagi ikan. Kandungan
gizi dedak yang terbanyak adalah karbohidrat yaitu 28,26% (Kasno, 1990).
Menurut Murtijdjo B.A. (2001), Kandungan serat kasar dedak 13,6 % atau
6 kali lebih besar daripada jagung kuning. Kandungan asam amino dedak,
walaupun lengkap tapi kuantitasnya tidak mencukupi kebutuhan ikan, demikian
pula dengan vitamin dan mineralnya. Untuk kandungan nutrisi dedak dapat dilihat
pada tabel 2 dibawah ini:
Tabel 2 . Kandungan nutrisi dedak
Kandungan Nilai
Bahan Kering 91,0 %
Protein Kasar 13,5 %
Lemak Kasar 0,6 %
Serat kasar 13,0 %
Energi metabolis 1890,0 kal/kg
Calcium 0,1 %
Total Fosfor 1,7 %
Asam Pantonetat 22,0 mg/kg
Riboflavin 3,0 mg/kg
Tiamin 22,8 mg/kg
Sumber : Murtidjo B.A (2001)
Menurut Djarijah (1998), dedak sebaiknya dipilih yang masih segar dan
tidak tercampur dengan potongan sekam. Dedak harus kering dan tidak kasar. Bila
dedak digenggam, akan terasa lembut (halus) dan gumpalannya mudah pecah.
Kondisi seperti ini berarti dedak cukup baik untuk digunakan sebagai bahan baku
pembuatan pakan ikan. Tingkat kesegaran dedak diketahui dengan mencium
baunya. Dedak segar berbau beras dan tidak berbau apek atau amoniak yang
menyengat.
2.2.3 Kulit kakao
Salah satu limbah industri pertanian yang dimanfaatkan potensial sebagai
bahan makanan ternak adalah limbah industri coklat, yaitu berupa kulit buah, kulit
biji dan lumpur coklat. Kulit biji merupakan salah satu limbah pengolahan buah
coklat yang mempunyai kandungan gizi. Adapun komposisi kandungan proksimat
dari kakao dapat dilihat pada tabel 3 dihalaman berikut ini :
xxv
Tabel 3 . Kandungan Proksimat kakao
Kulit Buah Kulit Biji Lumpur Kakao
Bahan Kering % 17,00 68,40 8,70
Komposisi bahan kering (%)
Abu 12,20 6,64 7,78
Protein kasar 7,16 16.60 20,30
Lemak 0,80 8,82 33,00
Serat Kasar 32,50 25,10 13,40
Beta-N 47,34 42,84 25,02
TDN 53,00 72,00 98,00
*Ca 0,58 0,34 -
*P 0,18 0,39 -
Sumber : Sutardi, 1991
Untuk optimalisasi penggunaan kulit biji coklat (kakao) sebagai pakan,
maka perlu dilakukan perlakuan-perlakuan tertentu sehingga nilai nutrisinya
menjadi lebih baik. Perlakuan tersebut antara lain adalah fermentasi. Fermentasi
dapat memperbaiki sifat-sifat tertentu dari bahan seperti lebih mudah dicerna,
lebih tahan disimpan dan dapat menghilangkan senyawa racun yang
dikandungnya sehingga nilai ekonomis bahan dasarnya menjadi lebih baik.
2.2.4 Tepung Sagu
Sagu adalah tepung atau olhan yang diperoleh dari pemprosesan teras
batang rumbia atau pohon sagu (Metroxylon sago Rottb). Tepung sagu memiliki
karakteristik fisik yang mirip dengan tepung tapioka. Tepung sagu ini merupakan
salah satu bahan baku nabati pembuatan pakan ikan yang kaya akan
karbohidrat/pati. Adapun kandungan nutrisi dalam sagu dapat dilihat pada tabel 4
di halaman berikut ini:
Tabel 4 . Kandungan nutrisi sagu
Kandungan Jumlah
Pati 84,7 %
Air 14 %
Protein 0,7 %
Lemak 0,2 %
Impuritis 0,4 %
Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan R.I (1981)
2.2.5 Tepung Kedelai
Protein kedelai merupakan salah satu yang memiliki profil asam amino
terbaik dari seluruh bahan pakan kaya protein nabati yang memenuhi kebutuhan
asam amino esensial bagi ikan (Lovell 1989 dalam Pamungkas 2009).
Tepung kedelai merupakan sumber protein paling penting bagi budidaya
produktif dan sebagian atau seluruhnya dapat menggantikan tepung ikan. Tepung
kedelai umum digunakan bukan hanya karena kandungan protein yang tinggi
tetapi juga ketersediaannya di dunia. Komposisi kimia dari tepung kedelai cukup
konsisten. Kandungan protein kasar tepung kedelai sebesar 39,6%, namun
tergantung dari kualitas kedelai. Faktor yang menyebabkan adanya variasi
kandungan protein adalah tanah, pengolahan, kondisi cuaca dan musim selama
masa pertumbuhan kedelai. Tepung kedelai adalah tepung berasal dari tumbuhan
yang memiliki profil asam amino terbaik. (Hertrampf dan Pascual 2000 dalam
Pamungkas 2009).
2.2.6 Tepung Ikan
Tepung ikan dibuat dari sejumlah ikan berkualitas baik yang diolah sebaik-
baiknya sebagai sumber protein kualitas tertinggi yang biasa dipakai untuk
menghasilkan pakan ikan. Tepung ikan merupakan sumber yang kaya akan energi
dan mineral, kecernaan yang tinggi, dan palatabilitas yang tinggi bagi sebagian
xxvii
besar ikan. Tepung ikan terbuat dari sejumlah ikan yang mengandung 60-80%
protein yang 80-95% dapat dicerna oleh ikan, selain itu tepung ikan mengandung
lysine dan methionine yang tinggi, yaitu dua asam amino yang paling sedikit
pada bahan pakan tumbuhan. Namun tepung ikan juga memiliki kadar abu yang
tinggi maka harus digunakan dengan hati-hati dalam pakan ikan karena bisa
menghasilkan ketidakseimbangan mineral (Hasibuan, 2007).
Tepung ikan secara umum dianggap sumber protein yang paling baik,
sehingga bukan hanya dimanfaatkan oleh akuakultur saja dan harganya menjadi
tinggi. Harga pakan menjadi tinggi karena penggunaan tepung ikan sebagai bahan
baku penyusunnya. Oleh karena itu, diperlukan penyelesaian untuk menurunkan
biaya pakan, dengan menekan kadar tepung ikan pada formulasi pakan atau
menjadikan tepung ikan hanya bahan pelengkap bukan bahan utama penyusun
pakan. Dari hasil riset penggunaan tepung ikan dapat digunakan sebagai pakan
ikan lele dumbo Clarias sp. pada kadar minimal 5% (Pamungkas, 2009).
2.2.7 Tepung Tapioka
Beberapa bahan yang berfungsi sebagai bahan perekat antara lain adlaah
agar-agar, gelatin, tepung tapioka, tepung terigu dan tepung sagu. Bahan perekat
sangat penting dalam pembuatan pakan karena harus memiliki ketahanan yang
tinggi agar tidak cepat hancur didalam air (Mujiman, 2004).
2.3 Fermentasi
Fermentasi mempunyai arti yang berbeda bagi ahli biokimia dan
mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada bidang biokimia dihubungkan dengan
pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa organik. Pada bidang
mikrobiologi industri, fermentasi mempunyai arti yang lebih luas, yang
menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari pembiakan
mikroorganisme (Suprihatin, 2010).
Menurut Yusra dan Efendi (2010), Fermentasi merupakan suatu cara untuk
mengubah substrat menjadi produk tertentu yang dikehendaki dengan
menggunakan bantuan mikroba. Produk-produk tersebut biasanya dimanfaatkan
sebagai minuman atau makanan. Fermentasi suatu cara telah dikenal dan
digunakan sejak lama sejak jaman kuno. Sebagai suatu proses fermentasi
memerlukan:
1. Mikroba sebagai inokulum
2. Tempat (wadah) untuk menjamin proses fermentasi berlangsung dengan
optimal.
3. Substrat sebagai tempat tumbuh (medium) dan sumber nutrisi bagi mikroba.
Gambar 1. Skema Proses Fermentasi
Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis
mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang
memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan perubahan yang
menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan yang
merugikan (kerusakan bahan pangan). Dari mikroorganisme yang memfermentasi
bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, asam
asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol (Suprihatin, 2010).
Raw
Material
Fermenter
mikroba Produk
xxix
Produk fermentasi dapat mengalami kerusakan jika tahapan yang
dilakukan tidak tepat. Suhu penyimpanan yang terlalu tinggi juga akan
mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif dan pertumbuhan bakteri yang
diinginkan menjadi terhambat. Apabila suhu terlalu rendah akan mengakibatkan
bakteri yang tidak kita inginkan tumbuh. Kadar garam yang tidak sesuai dengan
pertumbuhan bakteri halofilik mengakibatkan bakteri proteolitik tidak dapat
tumbuh, justru bakteri pembusuk yang akan tumbuh. Disamping itu, alat-alat yang
digunakan harus juga steril (Yusra dan Efendi, 2010).
Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan yang berkualitas rendah
serta berfungsi dalam pengawetan bahan dan juga merupakan suatu cara untuk
menghilangkan zat antinutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu bahan
makanan. Sedangkan sifat fermentasi terbagi menjadi dua, yaitu aerob
memerlukan adanya oksigen dan anaerob tidak memerlukan adanya oksigen
(Yusra dan Efendi, 2010).
2.3.1 Fermentasi Aerob
Fermentasi aerob merupakan fermentasi yang menggunakan oksigen.
Fermentasi aerob akan menghasilkan asam laktat dan dalam proses fermentasi
aerob akan menghasilkan alkohol. Fermentasi aerob dapat dilakukan dengan
menggunakan inokulum mikroba (mikroorganisme) yang disebut Effective
Microorganism (EM-4). Inokulum ini dapat diaplikasikan (diinokulasikan)
langsung ke media pembibitan karena mengandung bakteri fotosintetik dan asam
laktat (Lactobacillus), ragi atau jamur (Actinomycetes). Mikroba tersebut
mengaktifkan proses dekomposisi melalui fermentasi, sehingga mempercepat laju
dekomposisi. Fungsi lainnya adalah menekan pertumbuhan patogen, serta
penggunaanya ramah lingkungan. EM-4 merupakan produk yang sudah
dikomersilkan atau banyak dipasarkan dengan harga relatif murah. Aplikasi EM-4
yang langsung pada media caranya sangat sederhana, dan dapat dilakukan tanpa
keahlian khusus (Suhartati, 2008).
Menurut Higa (1980 dalam Winedar 2004). Effective Microorganisms-4
(EM-4) adalah salah satu jenis probiotik yang merupakan kultur campuran dari
mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman dan ternak
yang dapat digunakan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan
populasi mikroorganisme. penggunaan EM-4 dapat meningkatkan kesehatan,
pertumbuhan dan kualitas produksi tanaman dan ternak. EM-4 terdiri dari bakteri
fotosintetik, bakteri asam laktat (Lactobacillus sp), khamir (Saccharomyces sp)
serta Actinomycetes.
Deptan (1996) dan Subadiyasa (1997 dalam Winedar 2004) menambahkan
di dalam EM-4 juga terdapat jamur fermentasi (peragian) yaitu Penicillium sp dan
Aspergillus sp. Prinsip fermentasi adalah mengaktifkan pertumbuhan
mikroorganisme yang dibutuhkan, sehingga membentuk produk baru yang
berbeda dari bahan asal . Menurut Winarno dan Fardiaz (1980 dalam Winedar
2004), bahan pakan yang mengalami fermentasi dapat meningkatkan nilai gizinya
jika dibandingkan dengan bahan asalnya.
Aplikasi EM-4 dengan metode fermentasi dapat meningkatkan kadar
nutrisi dari sebuah bahan baku. Dari hasil Proximate Analysis, di laboratorium
Nutrisi ternak , fakultas peternakan UNUD, jerami yang difermentasi dengan
EM4 terjadi peningkatan protein kasar. Protein kasar jerami dari 3,50 % naik
menjadi 7,05355, serat kasarnya dari 35,0 % turun menjadi 25,5949.
xxxi
kesimpulannya, setelah difermentasi terjadi peningkatan protein kasar sebesar
4,05355 % dan penurunan serat kasar sebesar 4,405075 % (Suhartati, 2008).
2.3.2 Fermentasi Anaerob
Fermentasi anaerob yaitu terjadinya perubahan-perubahan bahan organik
yang kompleks menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana oleh adanya kegiatan
enzim, dimana bahan-bahan yang dihasilkan dapat menghambat kegiatan
mikroorganisme pembusuk tanpa adanya kontak dengan udara bebas. Selain
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan, perubahan-
perubahan yang terjadi dapat memperbaiki nilai gizi dari produk. Pada dasarnya,
pembuatannya adalah menurunkan pH dari bahan sehingga tercipta suatu kondisi
yang tidak cocok bagi pertumbuhan bakteri pembusuk dan bakteri pathogen
(Billah, 2008).
Beberapa alasan yang dipakai untuk penggunaan proses anaerobik dalam
penanganan limbah antara lain tingginya laju reaksi dibandingkan dengan proses
aerobik, kegunaan dari produk akhirnya, stabilisasi dari komponen organik dan
memberikan karakteristik tertentu pada daya ikat air produk yang menyebabkan
produk dapat dikeringkan dengan mudah (Jenie 1994 dalam Romulo, 2012).
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Metcalf dan Eddy, 2003 dalam
Mahajoeno, 2008). Mengenai keuntungan dan kerugian fermentasi anaerob dapat
dilihat pada tabel 5 dihalaman berikut ini :
Tabel 5 . Keuntungan dan kerugian dari fermentasi anaerob.
Keuntungan Kerugian
Energi yang dibutuhkan sedikit Membutuhkan waktu pembiakan yang lama
Manfaat produk yang dihasilkan Membutuhkan penambahan senyawa
alkalinity
Nutrisi yang dibutuhkan sedikit Tidak mendegradasi senyawa nitrogen dan
fosfor
Dapat menghasilkan senyawa
metana sebagai sumber energi
potensial
Sangat sensitif terhadap efek perubahan
temperature
Hanya membutuhkan reaktor
dengan volume yang kecil
Menghasilkan senyawa yang beracun seperti
H2S
2.4 Pengujian Pakan Ikan
2.4.1 Uji Fisika
Uji coba yang kedua adalah uji coba pakan secara fisik. Uji coba pakan
secara fisik bertujuan untuk mengetahui stabilitas pelet di dalam air (Water
Stability Feed) yaitu daya tahan pakan buatan di dalam air. Selain itu uji fisik
dapat dilakukan dengan melihat kehalusan dan kekerasan bahan baku pakan yang
akan sangat berpengaruh terhadap kekompakan pakan di dalam air. Hal ini dapat
dideteksi dengan daya tahan pakan buatan di dalam air. Dengan mengetahui daya
tahan pakan buatan didalam air akan sangat membantu para praktisi perikanan
dalam memberikan pakan, berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk
mengejar pakan dikaitkan dengan lama waktu pakan itu bertahan di dalam air
sebelum dimakan oleh ikan. Oleh karena itu, dalam membuat pakan buatan, bahan
baku yang digunakan harus dalam bentuk tepung, dengan semakin halusnya bahan
baku yang digunakan maka bentuk fisik akan semakin baik, dan seluruh bahan
baku akan tercampur secara sempurna. Hal ini akan menghasilkan dampak
terhadap pakan buatan yang dibentuk menjadi lebih kompak dan stabil. Dengan
pakan buatan yang kompak dan stabil maka pakan buatan akan mudah dicerna
oleh ikan. Pakan buatan yang mudah dicerna oleh ikan akan mengakibatkan
xxxiii
efisiensi pakan yang sangat baik dan sangat menguntungkan pemakai/petani ikan
(Gusrina, 2008).
2.4.2 Uji Kimia
Menurut Gusrina (2008), Uji pakan ikan secara kimia dapat dilakukan jika
memiliki peralatan analisa proximat yang lengkap. Pada uji secara kimia
bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi pada pakan buatan yang telah dibuat
pakan sesuai dengan formulasi pakan yang disusun. Uji coba ini sangat berguna
bagi konsumen dan juga sebagai pengawasan mutu pakan yang diproduksi. Uji
pakan secara kimia meliputi:
1. Uji kadar air, kadar air yang baik untuk pelet/pakan buatan adalah kurang
dari 12%. Hal ini sangat penting karena pakan buatan tidak langsung
dikonsumsi oleh ikan setelah diproduksi tetapi disimpan beberapa saat.
Prinsip makanan (pelet) dipanaskan pada suhu 105–10°C, dengan
pemanasan tersebut maka air akan menguap. Peralatan yang digunakan
untuk melakukan uji kadar air adalah oven dan peralatan gelas.
2. Uji kadar protein, kadar protein pelet yang dibuat harus benar-benar
disesuaikan dengan ukuran ikan dan jenis ikan yang akan mengkonsumsi
pakan tersebut.
3. Uji kadar lemak, kadar lemak dalam pakan buatan menurut hasil penelitian
sebaiknya kurang dari 8%. Hal ini dikarenakan jika kadar lemak dalam
pakan tinggi akan mempercepat proses ketengikan pakan buatan.
4. Kadar Serat kasar dalam pakan buatan menurut hasil penelitian sebaiknya
kurang dari 7%. Serat kasar ini diperlukan untuk menambah baik Struktur
pelet. Kandungan serat kasar yang terlalu tinggi pada pakan buatan akan
mempengaruhi data cerna dan penyerapan di dalam alat pencernaan ikan.
Prinsip pengujian kadar serat kasar adalah menentukan zat organik yang
tidak larut dalam asam kuat dan basa kuat dan disertai pemanasan.
5. Kadar abu, kadar abu dalam pakan buatan sebaiknya kurang dari 12%.
Kadar abu ini merupakan bahan anorganik, jika kadar abu tinggi dalam
pakan buatan berarti pakan buatan tersebut tidak akan memberikan
pertumbuhan yang baik untuk ikan.
xxxv
III. METODELOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Juni sampai dengan tanggal 1
November 2013, untuk proses fermentasi bahan baku, dilaksanakan di Jl.
Sisingamangaraja Gampong Leuhan Kec. Johan Pahlawan Kab. Aceh Barat.
Sedangkan untuk pembuatan pakan ikan akan dilaksanakan di Laboratorium
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat - alat yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 6 dibawah ini :
Tabel 6. Alat yang digunakan pada penelitian
Alat Fungsi
Timbangan Digunakan untuk menimbang bahan
Kantung plastik hitam Sebagai wadah terjadinya fermentasi
Suntik Untuk mengambil EM4 pada proses pencampuran
dengan air sumur dan juga digunakan untuk
mengambil darah ayam.
Gelas Ukur Untuk mengukur banyaknya larutan EM4 yang dipakai
Ember Tempat bahan baku
Lesung Alat untuk menghancurkan kulit kakao
Mesin penggiling
tepung
Penggiling bahan untuk membuat pakan
Kertas plastik ¼ Tempat untuk sampel yang akan diuji
Pencetak pakan Untuk mencetak pakan
Nampan Wadah untyuk proses pembuatan pakan
Oven listrik Untuk mengeringkan pakan
Sarung tangan Untuk menghindari kontak langsung dengan tangan
Stopwatch Untuk menghitung waktu pada proses uji fisika
Neraca digital Untuk menimbang bahan pembuatan pakan dan ulat
fermentasi
Kertas label Untuk penamaan setiap perlakuan
Sedangkan bahan – bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 7 dihalaman berikut ini:
Tabel 7. Bahan yang digunakan pada penelitian
Bahan Fungsi
Kotoran kerbau Bahan fermentasi
Dedak Bahan fermentasi
Sagu Bahan fermentasi
Kulit kakao Bahan fermentasi
Darah ayam Sebagai nutrisi dalam fermentasi anaerob
EM4 Sebagai fermentor
Air Sumur Sebagai pengencer
Tepung Kedelai Bahan pembuatan pakan
Tepung Tapioka Bahan pembuatan pakan
Tepung Ikan Bahan pembuatan pakan
Air panas Digunakan untuk melarutkan bahan pembuatan pakan.
3.3 Metode Penelitian
Proses produksi pakan ikan terdiri dari tiga tahapan yaitu optimasi
fermentasi aerob, optimasi anaerob dan produksi pakan hasil fermentasi dan
karakteristik produk mencakup uji kualitas dan uji kuantitatif.
3.3.1 Optimasi fermentasi aerob
Pada tahap ini digunakan bahan baku dari kotoran kerbau dan dedak.
Optimasi aerob ini ditentukan dengan penerapan tiga perlakuan dan tiga kali
ulangan yaitu perbandingan kotoran kerbau dengan dedak, yang masing-masing
perlakuan kotoran kerbau : dedak, P1 = 4 : 1 (b/b), P2 = 4 : 2 (b/b), P3 = 4 : 3 (b/b).
Pada optimasi ini, bahan fermentasi yang dibuat sebanyak 1 kg, jadi perhitungan
tiap bahan baku ialah P1 = 640 gr : 160 gr, P2 = 533 gr : 267 gr, P3 = 457 gr : 342
gr. Formulasi perbandingan diatas mengacu pada penelitian Pebriyansyah (2010),
tentang pembuatan pakan ikan dengan penerapan NT 45 Seri J yang
menggunakan perbandingan seperti yang tertera pada penelitian ini.
Tahap awal, diawali dengan menimbang kedua bahan baku dengan
masing-masing perlakuan dan ulangan seperti tersebut diatas, kemudian
xxxvii
ditambahkan kulit kakao sebanyak 20% ( 200 gr ) dari jumlah keseluruhan bahan
yang menjadi fermentasi. Setelah diaduk merata, kemudian ditambahkan EM4
dengan perbandingan 1 liter EM4 dengan 200 liter air sumur sebanyak 750 ml.
Pencampuran ketiga bahan tersebut dilakukan didalam kantong plastik hitam dan
kemudian dibiarkan selama 5 hari sampai menghasilkan ulat. Setelah itu, ulat
yang tumbuh dipisahkan untuk ditimbang denagn menggunakan neraca digital dan
kemudian dikeringkan bersamaan dengan media fermentasi sampai kering dan
kemudian dihaluskan sehingga menjadi tepung. Uji analisis yang dilihat pada
percobaan ini ialah banyaknya ulat yang tumbuh. Sehingga perlakuan yang
menghasilkan ulat yang paling banyak dianggap perlakuan yang baik dan
digunakan untuk perlakuan produksi pakan. Perlakuan ini dilakukan uji protein di
Balai Riset dan Stadarisasi Industri Banda Aceh dan hasil ujinya digunakan dalam
perhitungan bujur sangkar pembuatan pakan.
3.3.2 Optimasi fermentasi anaerob
Pada tahap ini menggunakan bahan kotoran kerbau, sagu dan dedak.
Optimasi anaerob juga ditentukan dengan penerapan tiga perlakuan dan tiga kali
ulangan yaitu perbandingan kotoran kerbau, sagu dan dedak, yang masing-masing
perlakuan kotoran kerbau : sagu : dedak, P1 = 4 : 4 : 1 (b/b/b), P2 = 4 : 4 : 2 (b/b/b),
P3 = 4 : 4 : 3 (b/b/b). Pada optimasi ini bahan fermentasi yang diinginkan juga
sebanyak 1 kg. Jadi untuk masing-masing perlakuan banyaknya bahan baku yang
digunakan ialah P1 = 356 gr : 356 gr : 89 gr, P2 = 320 gr : 320 gr : 160 gr, P3 =
291 gr : 291 gr : 228 gr. Pada optimasi ini sagu dipakai untuk penambahan nutrisi
bagi mikroba karena fermentasinya terjadi secara anaerob.
Ketiga bahan yang digunakan dalam fermentasi anaerob ini dicampur, dan
masing-masing perlakuan ditambahkan 20% kulit kakao dari jumlah keseluruhan
bahan baku fermentasi. Kemudian ditambahkan EM4 dengan perbandingan 1 liter
EM4 dengan 200 liter air sumur sebanyak 750 ml dan kemudian di tambahkan
darah ayam dengan perbandingan 1 ml darah ayam dengan 100 gr bahan
fermentasi yaitu sebanyak 10 ml. Kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik
yang merupakan media terjadinya proses fermentasi anaerob dan didiamkan
selama 7 hari. Selanjutnya hasil fermentasi dijemur (diangin-anginkan) sampai
terlihat kering dan kemudian dihaluskan sehingga menjadi tepung. Uji analisis
yang dilakukan pada percobaan ini ialah uji kandungan protein dari setiap
perlakuan dan ulangan . Kemudian diambil sebagai perlakuan yang terbaik untuk
produksi pakan. Uji protein dilakukan di Laboratorium Makanan Ternak Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala.
3.3.3 Proses produksi pakan dari hasil fermentasi
Proses produksi pakan dengan metode fermentasi yaitu dengan
menggunakan hasil fermentasi yang merupakan perlakuan dan ulangan yang baik
pada tahap optimasi aerob dan anaerob. Pada proses ini, juga menerapkan tiga
perlakuan dan tiga kali ulangan. perlakuan yang digunakan ialah pada hasil
optimasi fermentasi aerob, yaitu pada P1 = Tepung fermentasi aerob sebanyak
20% , P2 = Tepung fermentasi aerob sebanyak 40%, P3 = Tepung fermentasi
aerob sebanyak 60%. Untuk perhitungan masing-masing perlakuan menggunakan
metode bujur sangkar (dapat dilihat pada lampiran 2) dan juga menambahkan
tepung kedelai, tepung ikan dan tepung tapioka dalam bahan pembuatan pakan.
xxxix
Formula yang sudah dicampur sesuai dengan perlakuan dilarutkan dengan
menggunakan air panas untuk masing-masing perlakuan dan ulangan sebanyak 60
ml dan kemudian diaduk sehingga menjadi adonan. Setelah itu dicetak
menggunakan alat pencetak pakan. Pakan yang telah dicetak dikeringkan dengan
menggunakan oven listrik dengan suhu 100 0C selama 20 menit dan kemudian
diambil beberapa dari setiap perlakuan dan ulangan sabagai sampel yang akan di
uji kadar protein. Sedangkan sisanya digunakan untuk uji fisika. Untuk uji protein
dilakukan di Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
3.4 Parameter Uji
3.4.1 Uji Fisika
Pengujian fisik ini dilakukan dengan mengukur tingkat kehalusan bahan
penyusunnya, kekerasan dan daya tahan hasil cetakan didalam air (water
stability).
1. Tingkat kehalusan
Kehalusan bahan penyusun pelet dapat dilihat dengan mata telanjang. Cara
pengujian ini dilakukan dengan menggiling atau menghancurkan contoh pelet
yang akan diuji. Alat penghancur yang digunakan dapat berupa gilingan daging
yang plat penutupnya di buka (tidak dipasang), kemudian hasil gilingan tersebut
diamati. Berdasarkan ukuran butirannya, maka tingkat kehalusan pelet dapat
dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: sangat halus, halus, agak kasar, kasar,
sangat kasar, dan lain-lain. Makin halus bahan penyusun pelet, makin baik
kualitasnya. Pakan ikan yang dibuat sendiri tidak perlu dilakukan uji fisik karena
sejak bahan diseleksi sampai proses telah diketahui tingkat kehalusannya
(Yulfiperius, 2008).
2. Tingkat Kekerasan/Kepadatan
Pengujian tingkat kepadatan (kekerasan) dapat dilakukan dengan memberi
beban pada contoh pelet yang akan diuji. Pemberian beban ini dapat dilakukan
dengan pemberat yang bobotnya berbeda-beda. Pelet yang diuji ditindih dengan
beban pemberat paling ringan. Jika sampel tidak pecah, maka perlu diulang lagi
dengan pemberat yang bobotnya lebih besar. Demikian seterusnya, pengujian ini
diulang-ulang sampai pelet pecah saat ditindih dengan pemberat yang memiliki
bobot tertentu. Pelet yang baik umumnya tingkat kekerasan cukup tinggi.
Biasanya tingkat kekerasan berhubungan dengan tingkat kehalusan bahan
penyusunnya. Makin halus bahan penyusun pelet, makin tinggi tingkat
kekerasannya (Gusrina, 2008). Beban yan dipakai pada penelitian ini ialah batu
yang masing – masing beratnya : Batu A 111 gr, batu B 139 gr, batu C 173 gr dan
batu D 270 gr.
3. Daya Tahan Pakan
Pengujian daya tahan (stabilitas) pakan dilakukan dengan cara merendam
contoh pakan yang akan diuji selama beberapa waktu di dalam air. Tingkat daya
tahan pakan dalam air (water stability) diukur sejak pakan direndam sampai
pecah. Makin lama waktu yang dibutuhkan untuk membuyarkan pakan dalam
proses perendaman, berarti makin baik mutunya. Pakan ikan yang baik
mempunyai daya tahan dalam air minimal 10 menit. Sedangkan pakan udang
harus mempunyai daya tahan lebih lama lagi, yaitu sekitar 30 – 60 menit
xli
(Yulfiperius, 2008). Pada penelitian ini, uji fisika merupakan faktor pendukung
yang anggap dapat menunjang hasil penelitian ini.
3.4.2 Uji Kimia
Pengujian secara kimia dilakukan di laboratorium. Pengujian ini
dimaksudkan untuk mengetahui kandungan nutrisi pakan ikan. Beberapa zat gizi yang
perlu diketahui adalah kandungan protein, lemak, karbohidrat, kadar air, abu dan serat
kasar. Pengujian kimia ini tidak perlu dilakukan sendiri, tetapi dapat mengirim
sampel pelet (pakan) ikan yang akan diuji ke laboratorium kimia terdekat
(Yulfiperius, 2008).
Pelet yang baik memiliki kandungan abu dan serat kasar maksimal 7%.
Sedangkan kandungan protein, lemak, dan karbohidrat tergantung kepada
kebutuhan nutrisi ikan/udang yang akan diberi pakan. Sebagai patokan untuk pelet
pakan ikan sebaiknya mengandung protein lebih dari 25% dan karbohidrat antara
30 - 40% (Yulfiperius, 2008). Uji kimia pada penelitian ini hanya dilakukan uji
kadar protein. Hal itu disebabkan pengujian kandungan lemak, karbohidrat, kadar
air, dan serat kasar membutuhkan biaya yang besar. Selain itu dalam informasi
mengenai pakan, informasi tentang kandungan kadar protein sangat dibutuhkan.
3.5 Rancangan Percobaan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen,
sedangkan rancangan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL)
dengan tiga perlakuan dan masing-masing perlakuan ada tiga kali ulangan
perlakuan. Layout rancangan penelitian tersaji pada tabel 8, 9 dan 10.
Model rancangan acak lengkap yang digunakan adalah model tetap dengan
merujuk pada Kemas, (2000) yaitu:
Yij= µ + π + ε
Dimana:
i = 1,2,3….(perlakuan)
j = 1,2,3,….(ulangan)
Yij = Variable yang akan di analisis dari perlakuan ke 1 dan ulangan ke –j
µ = Nilai rata-rata umum
π = Efek perlakuan
ε = Kesalahan percobaan dari perlakuan ke-1 dan ulangan ke-j
Data yang diperoleh dalam penelitiaan ini akan di tabulasikan dalam
bentuk tabel dan dianalisis dengan uji statistik F (anova), jika uji statistik
menunjukkan perbedaan nyata dimana F>0,05 maka akan dilanjutkan dengan uji
rentang BNT (Beda Nyata Terkecil) untuk melihat perlakuan mana yang terbaik.
Untuk analisis data yang dilakukan dari setiap percobaan, dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel 8. Pernerapan perlakuan pada tahap optimasi aerob
Perlakuan
Perbandingan kotoran kerbau :
dedak (b/b)
Ulangan
1 2 3
P1 ( 4 : 1 ) P1.1 P1.2
P1.3
P2 ( 4 : 2 ) P2.1 P2.2
P2.3
P3 ( 4 : 3 ) P3.1 P3.2
P3.3
xliii
Tabel 9 . Penerapan perlakuan pada tahap optimasi anaerob
Perlakuan
Perbandingan
Kotoran kerbau : sagu : dedak
(b/b/b)
Ulangan
1 2 3
P1 ( 4 : 4 : 1 ) T1.1 T1.2
T1.3
P2 ( 4 : 4 : 2 ) T2.1 T2.2
T2.3
P3 ( 4 : 4 : 3 ) T3.1 T3.2
T3.3
Tabel 10. Percobaan proses produksi hasil dari fermentasi
Perlakuan
Subtitusi formula tepung
fermentasi aerob
Ulangan
1 2 3
P1 ( 20 % ) R1.1 R1.2
R1.3
P2 ( 40 % ) R2.1 R2.2
R2.3
P3 ( 60 % ) R3.1 R3.2
R3.3
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Optimasi Fermentasi Aerob
Pada optimasi fermentasi aerob, bahan baku yang digunakan ialah kotoran
kerbau dan dedak. Optimasi ini juga melakukan perbandingan untuk masing-
masing perlakuan. Perbandingan tersebut ialah kotoran kerbau : dedak dengan P1
= 4 : 1 (b/b), P2 = 4 : 2 (b/b), P3 = 4 : 3 (b/b). Fermentasi dilakukan didalam
kantung plastik hitam selama 5 hari. Pada saat fermentasi kantung plastik hitam
tersebut hanya ditutup sehingga oksigen dapat masuk kedalam media fermentasi.
Hasil dari fermentasi ini menghasilkan ulat yang bewarna putih susu. ulat yang
telah dihasilkan dari fermentasi dipisahkan dan kemudian ditimbang dengan
menggunakan neraca digital. Untuk melihat berat ulat yang tumbuh dapat dilihat
pada lampiran 7 dan pada gambar 2.
Gambar 2. Grafik berat ulat hasil fermentasi.
Perlakuan dengan ulat terbanyak dilakukan uji protein di Balai Riset dan
Stadarisasi Industri Banda Aceh. Kandungan protein yang diperoleh dari
pengujian tersebut adalah 14,83%. Nilai terbaik dari proses fermentasi ini
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
1 (4 : 1) 2 (4 : 2) 3 (4 : 3)
xlv
ditentukan oleh banyaknya ulat yang dihasilkan (gambar 2). Pada perlakuan P3
dengan perbandingan kotoran kerbau : dedak (4 : 3(b/b)) menghasilkan ulat
terbanyak yaitu dengan rata – rata 0,481 kg, sedangkan pada perlakuan P2 ( 4 : 2
(b/b)) menghasilkan ulat terendah dengan rata – rata 0,338 kg dan P1
menghasilkan ulat dengan rata – rata 0,357 kg.
Untuk mengetahui adanya tingkat perbedaan tiap perlakuan maka
dilakukan analisis sidik ragam (uji F). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
(lampiran 4) dapat diketahui bahwa nilai Fhitung < Ftabel. Hal ini menunjukkan
bahwa perbedaan tiap perlakuan tidak berpengaruh nyata.
Pada pelakuan ketiga, P3.3 (4 : 3 (b/b)) menghasilkan ulat terbanyak dengan
kandungan protein 14,83%, karena pada fermentasi aerob adanya suplai oksigen
dari lingkungan luar. Sehingga mikroba yang ada dalam fermentasi melakukan
aktifitas perombakan dengan memanfaatkan glukosa untuk menjadi
karbondioksida dan air. Dengan adanya karbondioksida dan air tersebut maka
pertumbuhan organisme yang baru akan dapat tumbuh. Organisme tersebut berupa
ulat yang telurnya berasal dari lalat atau biasanya disebut larva lalat. Hal ini
disebabkan karena kotoran hewan (kotoran kerbau) yang keadaannya lembab
merupakan tempat yang paling disukai lalat untuk bertelur. Gagasan ini diperkuat
oleh penyataan Learmount (2002) dalam Eka, dkk (2013) menyatakan bahwa
melimpahnya limbah organik hewan ternak menyediakan tempat bertelur dan
menjadi media tumbuh bagi larva lalat terutama pada daerah-daerah dengan suhu
dan kelembaban udara tinggi. Sehingga kotoran kerbau dan dedak mampu
memancing kedatangan lalat, sehingga lalat bertelur dan kemudian menghasilkan
ulat atau larva.
Fermentasi ini berlangsung selama 5 hari, hasil yang dilihat pada
fermentasi ini berupa larva dewasa dari telur lalat. Menurut Kowasno, dkk (2013)
Selama dalam siklus hidupnya lalat mempunyai 4 stadium. Pertama, stadium
telur. Stadium ini lamanya 12–24 jam. Bentuk telur lonjong bulat berwarna putih.
Kedua, stadium larva. Stadium larva ini ada tiga tingkatan. (a) Setelah keluar dari
telur belum banyak bergerak. (b) Tingkat dewasa, banyak bergerak. (c) Tingkat
terakhir, tidak banyak bergerak.. Larva ini selalu bergerak dan makan dari bahan
bahan organik yang terdapat di sekitarnya. Pada tingkat terakhir (c) larva
berpindah dari tempat yang kering ke tempat yang sejuk. Untuk berubah menjadi
kepompong lamanya stadium ini 2-8 hari tergantung dari temperatur setempat.
Larva lalat mempunyai nilai protein yang cukup untuk dijadikan bahan
baku pakan. Menurut Bernard dan Allen (1997) dalam Eka, dkk (2013) bahwa
pada tubuh lalat mengandung 58% protein dan pada larva lalat terkandung 56%
protein. Pada penelitiaan ini, larva lalat digiling bersamaan dengan bahan
fermentasi hingga menjadi tepung yang kemudian digunakan untuk komposisi
bahan baku pakan.
4.2 Optimasi Fermentasi Anaerob
Pada optimasi ini bahan baku yang digunakan ialah perbandingan antara
kotoran kerbau : sagu : dedak, dengan perbandingan masing-masing perlakuan
ialah P1 = 4 : 4 : 1 (b/b/b), P2 = 4 : 4 : 2 (b/b/b), P3 = 4 : 4 : 3 (b/b/b). Fermentasi
anaerob ini dilakukan dengan menggunakan kantung plastik bewarna hitam yang
kemudian ditutup/diikat dengan rapat dan didiamkan selama 7 hari sehingga
diperoleh bahan baku hasil fermentasi. Setelah bahan baku hasil fermentasi
xlvii
dikeringkan kemudian dilakukan pengujian kadar protein sehingga diperoleh hasil
persentase kadar protein untuk masing-masing perlakuan dan ulangan. Pengujian
kadar protein dilakukan di Laboratorium Ternak Fakultas Pertanian – UNSYAH.
Untuk hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 7 dan pada gambar grafik 3.
Gambar 3. Grafik kadar protein hasil fermentasi Anaerob
Berdasarkan gambar grafik diatas dapat diketahui bahwa uji kadar protein
perlakuan P3 dengan perbandingan kotoran kerbau : sagu : dedak (4 : 4 : 3 (b/b/b))
mempunyai nilai tertinggi yaitu sebesar 7,885%. Sedangkan nilai terendah pada
P1 ( 4 : 4 : 1 (b/b/b)) yaitu sebesar 5,931% dan pada P2 mempunyai nilai sebesar
7,117%.
Untuk mengetahui adanya tingkat perbedaan tiap perlakuan maka
dilakukan analisis sidik ragam (uji F). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
(lampiran 5) dapat diketahui bahwa nilai Fhitung < Ftabel. Hal ini menunjukkan
bahwa perbedaan tiap perlakuan tidak berpengaruh nyata.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
1 (4 : 4 : 1) 2 (4 : 4 : 2) 3 (4 : 4 : 3)
Pada optimasi fermentasi anaerob kadar protein tertinggi pada perlakuan
P3 (4 : 4 : 3 (b/b/b)) menunjukkan bahwa pada proses fermentasi anaerob
membutuhkan suplai karbohidrat tinggi. Sesuai penyataan Zakaria (2013)
menyatakan hasil limbah industri pertanian seperti dedak, sagu dan kulit coklat
dapat dijadikan sumber substrat untuk aktifitas mikroorganisme selama
fermentasi, karena substrat tersebut masih banyak mengandung karbohidrat yang
merupakan sumber energi bagi mikroorganisme. Sagu dan dedak merupakan
bahan baku yang mempunyai nilai karbohidrat yang tinggi seperti pernyataan
Mujiman (2004) menyatakan bahwa kandungan gizi dedak yang terbanyak adalah
karbohidrat yaitu 28,26% dan menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I
(1981) kandungan karbohidrat sagu sebanyak 84,7%.
Keberhasilan fermentasi anaerob pada penelitian ini dibuktikan adanya bau
tajam pada hasil fermentasi. Menurut Soeryo (1999) dalam Buku Pelaksanaan
Laboratorium Teknik Kimia ITB menyatakan pada kondisi anaerobik, mikroba
menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur
reaksi bioenergetik. Dalam hal ini yang digunakan adalah glukosa dari substrat
dengan hasil akhir perombakan berupa alkohol (etanol), aldehid, asam organik,
dan fussel oil. Reaksi yang berlangsung dalam keadaan anaerobik tersebut adalah
sebagai berikut:
C6H12O6 → 2 C2H5OH + 2 CO2 + produk samping
Pada Penelitian ini, mikroba yang digunakan ialah mikroba yang
terkandung dalam produk EM-4. EM-4 terdiri dari bakteri fotosintetik
(Rhodopseudomonas spp), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp), khamir
(Saccharomyces sp) serta Actinomycetes. Mikroba-mikroba tersebut memiliki
xlix
kemampuan hidup pada keadaan aerob maupun anaerob dengan persediaan nutrisi
yang cukup. Penggunaan EM-4 pada fermentasi anaerob ini tidak menunjukkan
peningkatan kadar protein yang tinggi. Hal ini dikarenakan sifat mikroba yang
hidup memamfaatkan nutrisi yang ada dalam bahan fermentasi. Sesuai dengan
pernyataan Suhartati (2008) dalam Buku Penuntun Praktikum Kimia Fakultas
Teknik Kimia ITB menyatakan bila fermentasi secara anaerob dilakukan dengan
umpan nutrisi dimasukkan hanya pada awal proses fermentasi, pada waktu
tertentu saat jumlah mikroba yang mengkonsumsi nutrisi tersebut melebihi daya
dukung nutrisi akan terjadi kekurangan nutrisi. Hal lain yang memperlambat
pertumbuhan mikroba yang semakin lama menjadi hambatan untuk pertumbahan
mikroba dan akhir mikroba mengalami fase kematian lebih cepat daripada
mikroba yang hidup pada keadaan aerob. Selain itu, pada keadaan anaerob yang
sifatnya tanpa oksigen mikroba memanfaatkan glukosa dengan mengoksidasi
glukosa sehingga terjadi pemutusan ikatan rangkap pada gugus karbonil glukosa.
Soeryo (1999) dalam Buku Pelaksanaan Laboratorium Teknik Kimia ITB juga
menyatakan pada fermentasi yang keadaannya anaerobik glukosa terjadi
perombakan oleh mikroba sehingga menghasilkan C2H5OH (etanol), CO2
(karbodioksida) dan produk sampingan (tergantung bahan fermentasi).
Pada fermentasi ini kondisi aerob dalam anaerob di bantu oleh bakteri
fotosintetik yang mampu menghasilkan oksigen dari pemanfaatan nutrisi yang ada
dalam fermentasi anaerob sehingga terjadi kondisi aerob didalamnya. Pernyataan
tersebut juga dibuktikan oleh Dharma (2007) pada penelitiannya yg menjelaskan
bahwa, pada permulaan proses fermentasi, khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi terjadi secara aerob. Setelah terbentuk CO2,
reaksi akan berubah menjadi anaerob.
Pada penelitian ini, hasil uji protein yang diperoleh memiliki perbedaan
nilai yang tidak jauh berbeda (Lampiran 7). Hal ini karenakan perbedaan jumlah
kadar bahan baku fermentasi yang kandungannya tidak jauh berbeda dan
sedikitnya nutrisi yang tersisa oleh aktifitas mikroba yang terkandung dalam EM-
4.
4.3 Pakan hasil fermentasi
4.3.1 Uji Kimia
Pada tahap ini, pakan ikan yang dibuat menggunakan bahan baku hasil
fermentasi dengan menggunakan metode bujur sangkar. Pada metode ini tepung
fermentasi aerob merupakan bahan baku yang yang menjadi perlakuan berbeda-
beda. Untuk P1 subtitusi tepung fermentasi aerob 20%, P2 subtitusi tepung
fermentasi aerob 40% dan P3 subtitusi tepung fermentasi aerob 60% (lihat
lampiran 2). Selain tepung fermentasi aerob dan tepung fermentasi anaerob bahan
penyusun pakan lainnya berupa tepung kedelai, tepung ikan dan tepung tapioka.
Setelah diramu, semua bahan penyusun pakan kemudian ditambahkan air panas
sehingga menjadi adonan dan dicetak dengan menggunakan alat pencetak.
Pakan yang telah dicetak dikeringkan dengan menggunakan oven listrik
yang selanjutnya dipisahkan sebagian untuk dijadikan sampel uji kadar protein.
Uji protein dari pakan hasil fermentasi dilakukan di Laboratorium Ternak
Fakultas Pertanian-USU. Untuk hasil uji protein tersebut dapat dilihat pada
lampiran 7 gambar 4 dihalaman berikut ini :
li
Gambar 4. Grafik kadar protein pakan hasil fermentasi
Hasil Pengujian kimia (uji protein) terhadap pakan hasil fermentasi
(gambar 4) dapat dilihat bahwa pada perlakuan P2 dengan penggunaan tepung
fermentasi aerob 40% merupakan nilai protein tertinggi yaitu sebesar 18,727%.
Sedangkan nilai protein terendah pada perlakuan P3 ( tepung fermentasi aerob
60% ) yaitu dengan nilai sebesar 11,223% dan pada P1 memiliki nilai protein
sebesar 13,87 %.
Untuk mengetahui adanya tingkat perbedaan tiap perlakuan maka
dilakukan analisis sidik ragam (uji F). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
(lampiran 6) dapat diketahui bahwa nilai Fhitung > Ftabel pada taraf 5%. Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan tiap perlakuan berbeda nyata. Maka analisis
dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk perlakuan mana yang
paling signifikan. Hasil analisis uji BNT dapat di lihat pada lampiran 6.
Setelah dilakukannya uji BNT didapatkan hasil bahwa P2 (tepung
fermentasi aerob 40%) berbeda sangat nyata dengan P3 (tepung fermentasi aerob
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
1 (Aerob 20%) 2 ( Aerob 40%) 3 (Aerob 60%)
60%) dan P1 (tepung fermentasi aerob 20%) berbeda nyata dengan P2 (tepung
fermentasi aerob 40%). Hal ini menunjukkan bahwa subtitusi tepung fermentasi
aerob 40% dalam proses pembuatan pakan ikan dalam penelitian ini memiliki
nilai protein paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Penggunaan tepung aerob atau tepung larva lalat harus disubtitusi dalam
persentase tidak jauh berbeda dengan persentase tepung ikan dan tepung kedelai.
Hal ini disebabkan karena kandungan protein dari tepung fermentasi aerob sebesar
14,83%, sedangkan tepung ikan sebesar 60% dan tepung kedelai sebesar 39,6%.
Apabila persentasenya jauh sekali perbedaannya atau lebih tinggi penggunaan
tepung aerob, akan menyebakan penurunan kadar protein. Tetapi tepung aerob ini
juga mampu menekan penggunaan tepung ikan dan tepung kedelai dalam subtitusi
bahan baku pembuatan pakan. Sesuai dengan hasil diatas, penggunaan tepung
fermentasi aerob 40%, tepung ikan 30% dan tepung kedelai 30% memiliki kadar
protein yang tinggi dibandingkan dengan persentase subtitusi tepung lainnya.
Sesuai dengan pernyataan Gusrina (2008), menyatakan bahwa pengunaan
bahan baku penyusun pakan harus dilihat dari kadar protein yang dikandungnya.
Karena akan berpengaruh terhadap kadar protein pakan yang dihasilkan. Bahan
penyusun pakan yang memiliki kandungan protein tinggi digunakan lebih banyak
atau dalam bahan penyusun pakan. Berdasarkan penyataan diatas dapat
disimpulkan bahwa penggunaan tepung fermentasi aerob 60%, tepung ikan 20%
dan tepung kedelai 20% pada P3 memiliki kadar protein yang rendah.
liii
4.3.1 Uji Fisika Pakan Hasil Fermentasi
a. Tingkat kehalusan
Tingkat kehalusan diperoleh dari hasil pengamatan langsung dengan cara
pakan yang telah dikeringkan digiling dan kemudian hasil gilingan tersebut
diamati. Hasil pengamatan dari semua perlakuan dan ulangan menunjukkan
bahwa tingkat kehalusannya tergolong dalam katagori halus.
Hasil uji tingkat kehalusan pakan pada penelitiaan ini yaitu halus. Hal itu
disebabkan karena bahan baku yang digunakan semuanya dalam bentuk tepung.
Sesuai dengan pernyataan Gusrina (2008), menyatakan bahwa tingkat kehalusan
pakan sangat ditentukan pada saat pemilihan bahan baku di mana bahan baku
yang digunakan untuk membuat pakan ikan harus dari bahan yang benar halus
dalam bentuk tepung. Semakin halus ukuran tepung maka kekompakan pakan
dalam komposisi pakan semakin bagus sehingga relatif mudah dicerna.
b. Tingkat Kekerasan Pakan
Tingkat kekerasan diperoleh dengan cara pakan yang telah dikeringkan
diberi beban yang berbeda-beda, sehingga dilihat pada beban yang mana pakan
tersebut hancur. Tingkat kekerasan pakan sangat berpengaruh terhadap halusnya
bahan penyusun pakan. Tingkat kekerasan pakan dapat dilihat pada gambar 5
dibawah ini :
Gambar 5. Grafik Tingkat Kekerasan Pakan
Tingkat kekerasan pakan dilihat dari seberapa tahannya pakan yang
dipenambahan berat beban yang berbeda. Untuk tingkat kekerasan pakan tertinggi
(Lampiran 8) terdapat pada perlakuan P2 (Tepung fermentasi aerob 40%) yaitu
hancur pada beban dengan berat 205,33 gr. Sedangkan untuk tingkat kepadatan
terendah terdapat pada perlakuan P1 (Tepung fermentasi aerob 20%) yaitu hancur
pada beban dengan berat 141 gr. Untuk perlakuan P3 (Tepung fermentasi aerob
60%) hancur pada beban yang mempunyai berat 194 %.
Semakin berat beban yang ditambahkan maka kepadatan pakannya
semakin tinggi yang berarti pakan semakin bagus. Menurut Yulfiperius, (2008)
Pelet yang baik umumnya tingkat kekerasan cukup tinggi. Biasanya tingkat
kekerasan berhubungan dengan tingkat kehalusan bahan penyusunnya. Makin
halus bahan penyusun pelet, makin tinggi tingkat kekerasannya.
0
50
100
150
200
250
Aerob 20% Aerob 40% Aerob 60%
lv
c. Daya Tahan Pakan
Pada tahap melihat daya tahan pakan ini dilakukan dua pengamatan, yaitu
lama apung pakan dan tingkat daya tahan pakan dalam air. Untuk hasil dari kedua
pengamatan tersebut dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini :
Gambar 6. Lama apung dan tingkat daya tahan pakan dari perbandingan tepung
fermentasi aerob dalam air
Daya tahan pakan dalam air dipengaruhi oleh kehalusan bahan pakan dan
penambahan perekat dalam bahan baku. Pakan yang terbuat dari bahan yang halus
akan membuat pakan stabil didalam air sehingga tidak cepat pecah atau hancur.
Pada penelitiaan ini tingkat daya tahan pakan yang tinggi terdapat pada perlakuan
P2 (Tepung fermentasi aerob 40%) dengan daya tahan dalam air selama 16,43
menit dan daya apung pakan selama 1,61 menit. sedangkan daya tahan yang
paling rendah terdapat pada perlakuan P1 (Tepung fermentasi aerob 60%) dengan
daya tahan pakan dalam air selama 15,27 menit dan tidak memiliki daya apung.
Untuk P3 mempunyai daya apung selama 0,35 menit dan daya tahan dalam air
Lama Apung
Daya Tahan Dalam Air 0
5
10
15
20
20% 40%
60%
Lama Apung
dan
daya tahan
pakan dalam
air (menit)
selama 15,84 menit. Untuk hasil masing-masing perlakuan dan ulangan dapat
dilihat pada lampiran 8.
Tingkat daya tahan pakan dalam air pada penelitiaan ini tergolong bagus,
karena hasil yang diperoleh masing-masing perlakuan dan ulangan semuanya
diatas 10 menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yulfiperius (2008), menyatakan
pakan ikan yang baik mempunyai daya tahan dalam air minimal 10 menit.
Sedangkan pakan udang harus mempunyai daya tahan lebih lama lagi, yaitu
sekitar 30 – 60 menit.
Tingkat daya tahan pakan dalam air yang dihasilkan memiliki nilai yang
berbeda. Hal ini dapat sangat berhubungan erat dengan tingkat kekerasan pakan.
Sesuai pernyataan Wikantiasi (2001), menyatakan semakin tinggi kekerasan pelet
yang dihasilkan maka semakin lama stabilitas atau daya tahan pakan pelet tersebut
berada diair.
lvii
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Optimasi fermentasi aerob menggunakan perbandingan kotoran kerbau :
dedak (4 : 3 (b/b)) mampu menghasilkan ulat terbanyak yaitu 0,481 kg.
2. Hasil penelitian optimasi fermentasi menggunakan perbandingan kotoran
kerbau : sagu : dedak (4 : 4 : 3 b/b/b)) mampu menghasilkan konsentrasi
protein sebesar 7,885%.
3. Formulasi pakan yang optimal dengan kandungan protein yang tinggi dari
bahan baku hasil fermentasi dihasilkan pada penggunaan tepung fermentasi
aerob 40% dengan tingkat konsentrasi protein 18,727% dan memiliki tingkat
kehalusan, tingkat kekerasan dan daya tahan pakan dalam air yang tinggi.
5.2 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan adanya penelitian
lanjutan mengenai uji biologi pakan pelet dari fermentasi, sehingga dapat menjadi
informasi baru mengenai pakan pelet dari bahan fermentasi aerob dan anaerob.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. 2005. Pakan Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Insani, A, S. 2012. Tingkat Pertumbuhan Populasi Maggot (Hermetia Illucens)
Pada Kombinasi Media yang Berbeda. Skripsi. Universitas Teuku
Umar.
Eka, P, R. Pertumbuhan dan Perkembangan Larva Usca Domestica Linnaeus
(Diptara Muscidae) Dalam Beberapa Kotoran Ternak. Jurnal
Indonesian Journal of Entomology. Vol. 10 No. 1 : 31-38.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan. Jakarta.
Hasibuan, R, D. 2007. Penggunaan Meat Bone Meal (MBM) sebagai Bahan
Subtitusi Tepung Ikan dalam Pakan Ikan Patin (Pangasius sp).
Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Kemas A, H. 2012. Rancangan Percobaan (Teori dan Aplikasi). Edisi ketiga.
Penerbit Raja Grafindo. Jakarta.
Kowasno, B, U, dkk. Mengubah Dampak Negatif Lalat Menjadi Tepung Lalat
Sebagai Alternatif Sumber Protein Pakan Ternak Unggas. Jurnal
Indonesian Journal of Entomology.
Mahajoeno, E. 2008. Potensi Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk
Produksi Biogas. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Mujiman, A, 2004. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Romulo, A. 2012. Kajian Penggunaan Ekstrak Angkak Dalam Pembuatan Low
Fat Fruity Yogurt Sebagai Pangan Fungsional. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor.
Pamungkas, A, J. Penggunaan Tepung Ikan Pada Kadar yang Berbeda dalam
Pakan Ikan Lele Dumbo. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Pebriyansyah, 2010. Teknologi Pembuatan Pakan Ikan Dengan Penerapan
Bioteknologi Nt 45. Ditjen KP3K – Kementerian Kelautan dan
Perikanan.
Suhartati, 2008. Aplikasi Inokulum EM-4 dan Pengaruhnya Terhadap
Pertumbuhan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)
(Application of EM-4 Inoculum and Its Effects on Growth of Sengon
(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen Seedling)*). Jurnal Balai
Penelitian Hutan Penghasil Serat Kuok. Riau. Vol. V No. 1 : 55-65.
Suprihatin. 2010. Teknologi Perpindahan Massa Dalam Perancangan Proses
Reaksi”. Penerbit UNESA Press.
Sutardi, T. 1991. Aspek nutrisi sapi Bali. Proc. Sem. Nas. Sapi Bali. Fakultas
Peternakan UNHAS, Ujung Pandang. Hal. 85-109.
lix
Winedar, H. 2004. Daya Cerna Protein Pakan, Kandungan Protein Daging, dan
Pertambahan Berat Badan Ayam Broiler setelah Pemberian Pakan
yang Difermentasi dengan Effective Microorganisms-4 (EM-4).
Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS).
Wikantiasi, A. 2001. Uji Sifat Fisik Pakan Ikan Jenis Pelet Tenggelam Dengan
Proses Pengukusan dan Tingkat Penambahan Tepung Tapioka
Sebagai Perekat. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak
Fakultas Pertanian Institut pertanian Bogor (IPB).
Yulfiperius. 2008. Nutrisi Ikan. Bogor.
Yusra dan Efendi, Y. 2010. Dasar - Dasar Teknologi Hasil Perikanan.
Universitas Bung Hatta. Padang.
Zakaria. 2001. Efectivitas Fermentasi dengan Sumber Substrat yang Berbeda
Terhadap Kualitas Jerami Padi. Jurnal Unsyiah. Volume (13) No. 1 :
22-25.
Lampiran 1. Alur Optimasi Fermentasi Aerob
Pengumpulan Kotoran
Kerbau dan Dedak
Perbandingan Kotoran Kerbau : Dedak (b/b)
P1 = 4 : 1
P2 = 4 : 2
P3 = 4 : 3
- Ditambahkan Kakao 20%
- Ketiga bahan diaduk merata didalam media fermentasi
(kantung plastik hitam)
- Ditambahkan EM4 sampai becek
Bahan yang sudah dicampur
berbentuk pasta
- Media fermentasi disusun dengan rapi dan didiamkan
selama 5 hari
Bahan telah tefermentasi dibuktikan
dengan tumbuhnya ulat/larva lalat
- Ulat dipisahkan dan kemudian ditimbang
- Ulat dan subtrat dihaluskan hingga menjadi tepung
Tepung Fermentsi Aerob
lxi
Lampirn 2. Alur Optimasi Fermnetasi Anaerob
Pengumpulan Kotoran
Kerbau, sagu dan Dedak
Perbandingan Kotoran Kerbau : Sagu : Dedak (b/b/b)
P1 = 4 : 4 : 1
P2 = 4 : 4 : 2
P3 = 4 : 4 : 3
- Ditambahkan Kakao 20%
- Ketiga bahan diaduk merata didalam media fermentasi
(kantung plastik hitam)
- Ditambahkan EM4 sampai becek
Bahan yang sudah dicampur
berbentuk pasta
- Kantung plastik hitam diikat/ditutup rapat dan didiamkan 7
hari
Bahan telah tefermentasi ditandai dengan
perubahan warna dan bau yang menyengat
- Subtrat fermentasi dihaluskan hingga menjadi tepung
Tepung Fermentasi Anaerob
Lampiran 3. Perhitungan Bujur Sangkar Pembuatan Pakan
Perlakuan 1 ( Subtitusi tepung fermentasi Aerob 20% )
Sumber protein suplemen
Tepung Fermentasi Aerob =
x 14, 83% = 2,96 %
Tepung Kedelai =
x 39,6 % = 15,84 %
Tepung Ikan =
x 60 % = 24 %
Sumber protein Basal
Tepung Tapioka =
x 0,41 % = 0,20 %
Tepung Anaerob =
x 8,4 % = 4,2 %
Suplemen 42, 8% 25,6%
38,4%
Basal 4, 4% 12,8%
Suplemen =
x 50 gr = 33,33 gr
Basal = =
x 50 gr = 16,66 gr
Tepung Fermentasi Aerob =
x 33,33 gr = 6,66 gr
Tepung Kedelai =
x 33,33 gr = 13,33 gr
Tepung ikan =
x 33,33 gr = 13,33 gr
Tepung Tapioka =
x 16,66 gr = 8,33 gr
Tepung Fementasi Anaerob =
x 16,66 gr = 8,33 gr
Perlakuan 2 ( Subtitusi Fermentasi Aerob 40%)
Sumber protein suplemen
Tepung fermentasi Aerob =
x 14, 83% = 5,93 %
Tepung Kedelai =
x 39,6 % = 11,88 %
Tepung Ikan =
x 60 % = 18 %
42,8 %
4, 4%
30
35,81 %
lxiii
Sumber protein Basal
Tepung Tapioka =
x 0,41 % = 0,20 %
Tepung fermentasi anaerob =
x 8,4 % = 4,2 %
Suplemen 35,81% 25,6%
31,41%
Basal 4, 4% 5,81%
Suplemen =
x 50 gr = 40,75 gr
Basal = =
x 50 gr = 9,25 gr
Tepung fermentasi Aerob =
x 40,75 gr = 16,3 gr
Tepung Kedelai =
x 40,75 gr = 12,22 gr
Tepung ikan =
x 40,75 gr = 12,22 gr
Tepung Tapioka =
x 9,25 gr = 4,62 gr
Tepung fermentasi Anaerob =
x 9,25 gr = 4,62 gr
Perlakuan 3 (Subtitusi Tepung Fermentasi Aerob 60%)
Sumber protein suplemen
Tepung Fermentasi Aerob =
x 14, 83% = 8,90 %
Tepung Kedelai =
x 39,6 % = 7,29 %
Tepung Ikan =
x 60 % = 12 %
Sumber pritein Basal
Tepung Tapioka =
x 0,41 % = 0,20 %
Tepung fermentasi Anaerob =
x 8,4 % = 4,2 %
Suplemen 28,19% 25,6%
27,41%
Basal 4, 4% 1,81%
4, 4%
30
28,19 %
4, 4%
30
Suplemen =
x 50 gr = 46,70 gr
Basal = =
x 50 gr = 3,30 gr
Tepung fermentasi Aerob =
x 46,70 gr = 28,02 gr
Tepung Kedelai =
x 46,70 gr = 9,34 gr
Tepung ikan =
x 46,70 gr = 9,34 gr
Tepung Tapioka =
x 3,30 gr = 1,65 gr
Tepung fermentasi Anaerob =
x 3,30 gr = 1,65 gr
lxv
Lampiran 4 : Analisis Data hasil Fermentasi Aerob
Tabel 1. Jumlah ulat yang dihasilkan pada fermentasi Aerob (Kg)
Perlakuan
Perbandingan kotoran
kerbau : dedak
Ulangan Jumlah Rata-Rata
1 2 3
1 0,343 0,351 0,376 1,0700 0,356666667
2 0,303 0,401 0,311 1,015 0,338333333
3 0,397 0,450 0,597 1,444 0,481333333
Jumlah 3,5290 1,176333333
Total 0,392111111
db perlakuan = p-1 = 3 - 1 = 2
db galat = p (u-1) = 3 (3-1) = 3 x 2 = 6
db total = pu - 1 = (3x3) - 1 = 9 - 1 = 8
FK =
=
= 1,383760111
JKT =( P1.1) 2 + ( P1.2)
2 + ( P1.3)
2 + ........+ ( P3.3)
2 - FK
= 1,448075 - 1,38376111
= 0,064314889
JKP =
– FK
=
– 1,38376111
= 0,036316889
JKG = JKT – JKP
= 0,064314889 - 0,036316889
= 0,027988
Tabel 2. Analisis sidik ragam (uji F)
Sumber
keragaman
DB JK KT F hit F tabel
0,05 0,01
Perlakuan 2 0,036316889 0,018163445 3,893835465t
n
5,143253 10,92477
Galat 6 0,027988 0,004664667
Total 8 0,064314889
Keterangan : tn = tidak nyata
Lampiran 5 : Analisis Data hasil Fermentasi Anaerob
Tabel 1. Hasil Protein Pada Fermentasi Anaerob (%)
Perlakuan Perbandingan
kotoran kerbau : dedak
Ulangan Jumlah Rata-Rata
1 2 3
1 8,1375 4,2892 5,3656 17,7923 5,9307667
2 7,1750 6,5625 7,6125 21,35 7,1166667
3 8,4069 7,6125 7,6348 23,6542 7,884733
Jumlah 62,7965 20,932166
Total 6,9773887
db perlakuan = p-1 = 3 - 1 = 2
db galat = p (u-1) = 3 (3-1) = 3 x 2 = 6
db total = pu - 1 = (3x3) - 1 = 9 - 1 = 8
FK =
=
= 438,1556014
JKT =( P1.1) 2 + ( P1.2)
2 + ( P1.3)
2 + ........+ ( P3.3)
2 - FK
= 452,8192887 - 438,1556014
= 14,66368729
JKP =
– FK
=
- 438,1556014
= 5,814270949
JKG = JKT – JKP
= 14,66368729 – 5,814270949
= 8,84941634
Tabel 2. Analisis sidik ragam (uji F)
Sumber
keragaman
DB JK KT F hit F tabel
0,05 0,01
Perlakuan 2 5,814270949 2,907135475 1,971069297tn
5,14325285 10,9247665
Galat 6 8,84941634 1,474902723
Total 8 14,66368729
Keterangan : tn = tidak nyata
lxvii
Lampiran 6 : Analisis Protein Pakan Hasil Fermentasi
Tabel 1. Kadar Protein Pakan Hasil fermentasi
Perlakuan Subtitusi
Tepung Aerob
Ulangan Jumlah Rata-Rata
1 2 3
1 ( T. Fermentasi
Aerob 20%)
12,5371 13,3948 15,6788 41,6107 13,87023333
2 (T. Fermentasi
Aerob 40%)
22,1108 17,7172 16,3524 56,1804
18,7268
3 (T. Fermentasi
Aerob 60%)
9,1243 11,9642 12,5820 33,6705 11,2235
Jumlah 131,4616 43,82053333
Total 14,60684444
db perlakuan = p-1 = 3 - 1 = 2
db galat = p (u-1) = 3 (3-1) = 3 x 2 = 6
db total = pu - 1 = (3x3) - 1 = 9 - 1 = 8
FK =
=
= 1920,239142
JKT =( P1.1) 2 + ( P1.2)
2 + ( P1.3)
2 + ........+ ( P3.3)
2 - FK
= 2037,313607 – 1920,239142 = 117,0744656
JKP =
– FK
=
– 1920,239142
= 86,89094802
JKG = JKT – JKP
= 117,0744656- 86,89094802
= 30,18351763
Tabel 2. Analisis sidik ragam (uji F)
Sumber keragaman DB JK KT F hit F tabel
0,05 0,01
Perlakuan 2 86,89094802 43,445475 8,636264772* 5,143253 10,92477
Galat 6 30,18351763 5,030586272
Total 8 117,0744656
Keterangan : * = Berbeda Nyata
BNT 5% = t (0,05.dbG)
= t(2,447)
= 2,447 x 1,83131760798 = 4,48123418672 = 4,48
BNT 1% = t (0,01.dbG)
= t(3,707)
= 3,707 x 1,83131760798 = 6,78869437278 = 6,79
Tabel 3. Uji BNT
Perlakuan
Rata-Rata Perlakuan Rata-Rata Perbedaan BNT
0,05
BNT
0,01
3
11,22 1 13,87 2,65 4,48 6,79
3
11,22 2 18,72 7,5** 4,48 6,79
1
13,87 2 18,72 4,85* 4,48 6,79
Keterangan : * = Berbeda Nyata
** = Berbeda sangat Nyata
Lampiran 7. Hasil Uji Analisis Setiap Optimasi
Uji Kadar Protein Optimasi Aerob
Tabel 1. Jumlah ulat yang dihasilkan pada fermentasi Aerob (Kg)
Perlakuan
Perbandingan kotoran
kerbau : dedak
Ulangan Jumlah Rata-Rata
1 2 3
1 (4 : 1) 0,343 0,351 0,376 1,0700 0,356666667 =
0,357
2 (4 : 2) 0,303 0,401 0,311 1,015 0,338333333 =
0,338
3 (4 : 3) 0,397 0,450 0,597 1,444 0,481333333 =
0,481
Jumlah 3,5290 1,176333333 =
1,176
Total 0,392111111 =
0,392
Uji Kadar Protein Optimasi Anaerob
lxix
Tabel 2. Hasil Protein Pada Fermentasi Anaerob (%) Perlakuan Perbandingan
kotoran kerbau : sagu :
dedak
Ulangan Jumlah Rata-Rata
1 2 3
1 (4 : 4 : 1) 8,1375 4,2892 5,3656 17,7923 5,9307667 = 5,931
2 (4 : 4 : 2) 7,1750 6,5625 7,6125 21,35 7,1166667 = 7,117
3 (4 : 4 : 3) 8,4069 7,6125 7,6348 23,6542 7,884733 = 7,885
Jumlah 62,7965 20,932166 = 20,932
Total 6,9773887 = 6,977
Uji Kadar Protein Pakan Hasil Fermentasi
Tabel 3. Kadar Protein Pakan Hasil fermentasi
Perlakuan Subtitusi
Tepung Aerob
Ulangan Jumlah Rata-Rata
1 2 3
1 ( T. Fermentasi
Aerob 20%)
12,5371 13,3948 15,6788 41,6107 13,87023333 =
13,870
2 (T. Fermentasi
Aerob 40%)
22,1108 17,7172 16,3524 56,1804 18,7268 = 18,727
3 (T. Fermentasi
Aerob 60%)
9,1243 11,9642 12,5820 33,6705 11,2235 = 11,223
Jumlah 131,4616 43,82053333 =
43,820
Total 14,60684444 =
14,607
Lampiran 8. Hasil Uji Fisika Pakan Hasil fermentasi
Tingkat kepadatan pakan
Tabel 1. Tingkat kepadatan pakan
Perlakuan Ulangan Rata-Rata
1 2 3
T. Fermentasi
Aerob 20%
Beban 111 gr Beban 173 gr Beban 139 gr 141 gr
T. Fermentasi
Aerob 40%
Beban 270 gr Beban 173 gr Beban 173 gr 205,33 gr
T. Fermentasi
Aerob 60%
Beban 173 gr Beban 270 gr Beban 139 gr 194 gr
Daya Tahan Pakan
Tabel 2. Lama Apung Pakan dan Tingkat Daya Tahan Pakan Dalam Air
Perlakuan Ulangan Lama apung
(menit)
Rata -
Rata
Daya tahan
dalam air
(menit)
Rata -
Rata
1
1 0
0
11,25
15,27 2 0 17,4
3 0 17,15
2
1 2,32
1,61
17,7
16,43 2 1,43 16,37
3 1,1 15,27
3
1 0,17
0,35
16,72
15,84 2 0,82 17,37
3 0,07 13,45
lxxi
Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian
A B
C D
E F
Keterangan Gambar :
A = Bahan Baku untuk fermentasi
B = EM4 sebagai fermentor
C = Bahan Baku setelah penambahan EM4
D = Penyimpanan pada proses fermentasi Anaerob
E = Penyimpanan pada proses fermnetasi Aerob
F = Bahan baku setelah terfermentasi (fermentasi
Aerob)
G H
I J
K L
Keterangan Gambar :
G = Ulat / larva lalat pada saat dipisahkan dari subtrat
H = Ulat / Larva lalat hasil fermentasi Aerob
I = Hasil fermentasi Anaerob
J = Pengeringan hasil fermentasi
K = Hasil fermentasi dipacking untuk dilakukan uji protein
L = Bahan Pembuatan Pakan
lxxiii
M N
O P
Q R
Keterangan Gambar :
M = Tepung Anaerob
N = Tepung Aerob
O = Pakan hasil bahan fermentasi dan pencampuran bahan lainnya
P = Uji tingkat kekerasan pakan
Q = Uji tingkat daya tahan pakan dalam air
R = Uji daya apung pakan dalam air
lxxv
lxxvii