62
www.kemhan.go.id www.dmc.kemhan.go.id Edisi Khusus 2014 Dwi Bahasa Indonesia Inggris PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA PROFESIONALITAS PRAJURIT TNI DALAM KERANGKA MINIMUM ESSENTIAL FORCES GUNA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PERTAHANAN NEGARA DEFENSE POTENTIAL POLICY SUPPORTS DEFENSE INDEPENDENCY INDEPENDENCY IN MILITARY TECHNOLOGY AS A FOUNDATION FOR INDEPENDENCY IN NATIONAL DEFENSE

PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

www.kemhan.go.idwww.dmc.kemhan.go.id

Edisi Khusus 2014

DwiBahasa

IndonesiaInggris

PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA

PROFESIONALITAS PRAJURIT TNI DALAM KERANGKA MINIMUM ESSENTIAL FORCES GUNA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PERTAHANAN NEGARA

DEFENSE POTENTIAL POLICY SUPPORTS DEFENSE INDEPENDENCY

INDEPENDENCY IN MILITARY TECHNOLOGY AS A FOUNDATION FOR INDEPENDENCY IN NATIONAL DEFENSE

Page 2: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

SEGENAP PIMPINAN DAN KELUARGA BESARKEMENTERIAN PERTAHANAN

REPUBLIK INDONESIA

Mengucapkan :

DIRGAHAYUTNI

Page 3: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

3

Serambi Redaksi Editorial

Edisi Khusus 2014

Para Pembaca Wira,

Kehadiran Wira edisi khusus kali ini, dalam rangka menyemarakkan HUT TNI ke-69. Tulisan-tulisan yang dimuat lebih pada kebijakan dan aspek-aspek yang terkait dengan kemandirian Pertahanan, seperti teknologi militer dan profesionalitas TNI.

Kemandirian Pertahanan negara menjadi sesuatu yang sangat penting dalam penyelenggaraan pertahanan negara. Pemerintah memberikan perhatian serius pada pembangunan pertahanan negara melalui modernisasi Alutsista TNI dan pemberdayaan industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI.

Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa.

Dirgahayu TNI.

Dear Readers,

Wira is published as a special edition in conjunction with the 69th anniversary of the Indonesian Armed Forces. Articles contained in this edition are more on the policies and aspects related to the defense independence, such as the military technology and the Indonesian Armed Forces professionalism.

Independence of the national defense is something very important in the implementation of the national defense. The government gives a special attention to development of the national defense through modernization of the Indonesian Armed Forces main weaponry system and empowerment of the domestic defense industry to support the fulfillment of the Indonesian Armed Forces main weaponry system.

We surely hope that the Indonesian Armed Forces will be more powerful in guarding the state’s sovereignty, the integrity of the Republic of Indonesia, and the nation’s security.

Happy 69th anniversary to the Indonesian Armed Forces.

Page 4: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

4 Edisi Khusus 2014

daftar isi/contents

PERTAHANAN NEGARA MEMBUTUHKAN AHLI STRATEGINATIONAL DEFENSE NEEDS AN EXPERT

5

13

22

DEWAN REDAKSI

38

NET ASSESSMENT STRATEGIS INDONESIA: Sebuah Prediksi Lingkungan Strategis46

KEMANDIRIAN TEKNOLOGI MILITER SEBAGAI FONDASI KEMANDIRIAN PERTAHANAN NEGARA

32

INDONESIAN STRATEGIC NET ASSESSMENT: The Way to Predict Future Strategic Environment

PROFESIONALITAS PRAJURIT TNI DALAM KERANGKA MINIMUM ESSENTIAL FORCES GUNA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PERTAHANAN NEGARA

INDONESIAN ARMED FORCES SOLDIER’S PROFESSIONALISM IN THE FRAMEWORK OF MINIMUM ESSENTIAL FORCE IN SUPPORTING THE NATIONAL DEFENSE INDEPENDENCY

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MENUJU KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANANTECHNOLOGY DEVELOPMENT TOWARD INDEPENDENCE IN DEFENSE INDUSTRY

PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA

KEBIJAKAN POTENSI PERTAHANAN MENDUKUNG KEMANDIRIAN PERTAHANANDEFENSE POTENTIAL POLICY SUPPORTS DEFENSE INDEPENDENCY

53

INDEPENDENCY IN MILITARY TECHNOLOGY AS A FOUNDATION FOR INDEPENDENCY IN NATIONAL DEFENSE

THE WORLD GLANCES AT INDONESIA’S DEFENSE INDUSTRY

Pelindung/Penasihat: Menteri Pertahanan/Sekjen Kemhan, Pemimpin Umum : Kapuskom Publik Kemhan, Pemimpin Redaksi: Kolonel Inf Drs. Silvester Albert T, M.A, Wakil Redaksi: Drs. Zul Asril, Redaksi: Letkol Sus Trisatya W, M.IT, Sri Murtiana, S.Sos, M.M, Letkol Caj Fajar Joko Sulistyo, MA., Deden Deni Doris, S.E, Mayor Inf Barnes M, M. Sc, Mutiara Silaen, S.Ikom, Desain Grafis: Lettu Sus Farah Merila S, S.Kom, ko Prasetyo, S.Kom, Imam Rosyadi, Fotografi: M. Adi Wibowo, Percetakan & Sirkulasi: Neneng Herlina, S. Sos, M.M., Nadia Maretti, S.Kom, Diterbitkan Oleh: Puskom Publik Kemhan, Jl. Merdeka Barat 13-14 Jakarta

Page 5: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 5

PROFESIONALITAS PRAJURIT TNI DALAM KERANGKA MINIMUM ESSENTIAL FORCES

GUNA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PERTAHANAN NEGARA

INDONESIAN ARMED FORCES SOLDIER’S PROFESSIONALISM IN THE FRAMEWORK OF MINIMUM ESSENTIAL FORCE IN SUPPORTING THE NATIONAL DEFENSE INDEPENDENCY

Pendahuluan.

Pembangunan kekuatan TNI dilaksanakan atas dasar konsep pertahanan berbasis kemampuan dengan mempertimbangkan kecenderungan perkembangan lingkungan strategi (Capability Base Defence), yang perencanaannya didasarkan pada pendekatan prediksi ancaman yang dihadapi, yakni perhitungan kebutuhan kekuatan dengan mempertimbangkan kekuatan musuh yang akan dihadapi (Threat Based Planning), serta merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang diidentifikasi sebagai daerah memiliki potensi tinggi terjadinya berbagai ancaman aktual (Flash Point), hal ini selaras dengan kebijakan postur pertahanan militer yang dibangun berdasarkan tiga kaidah utama, yakni faktor ancaman, standar penangkalan, dan organisasi. Mengingat keterbatasan kemampuan Pemerintah dalam memberikan dukungan anggaran pertahanan, maka konsep pembangunan kekuatan TNI dilaksanakan berdasarkan skala prioritas untuk mencapai pemantapan satuan. Pembangunan postur TNI harus diakselerasi untuk sampai pada pencapaian standar penangkalan dimaksud. Implikasi dari TNI sebagai komponen utama pertahanan negara, pembangunan postur TNI menjadi prioritas dalam pembangunan pertahanan negara yang selanjutnya pelaksanaan diarahkan kepada tercapainya kekuatan pokok minimum atau yang sering disebut Minimum Essential Force (MEF) yaitu tingkat kekuatan pokok minimum yang mampu menjamin kepentingan pertahanan negara, dengan kemungkinan resiko manakala ancaman lebih besar dari kemampuan yang dirancang.

Sejak dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia pada Tahun 2007 lalu, Pemerintah Indonesia membagi tiga tahapan Rencana Strategis (Renstra) dalam pembangunan MEF hingga tahun 2024 dengan target dan sasaran pencapaian yang berbeda. Hasil dari target dan sasaran berupa terwujudnya rasa dan kondisi aman dimana tidak dapat diukur secara kuantitatif, namun dampak negatifnya menjadi faktor zero bagi perkalian terhadap kondisi dari upaya apapun (total loss). Fokus pembangunan MEF dalam Renstra II Tahun 2009-2014 adalah pembangunan dan modernisasi Alutsista beserta teknologinya.

Preface.

The strength development of the Indonesian Armed Forces is carried out on the principle of defense based on capability. It takes into consideration trends on strategic environment developments (Capability Base Defence), where planning is based on threat prediction approach, that is calculating the required forces based on enemy force to be encountered (Threat Based Planning), and is within the part of Indonesia identified as an area with high potential of encountering actual threats (Flash Point). It is in line with the military defense posture policy, which was built based on three main principles, including threat, standard deterrence, and organization. Considering the government limitation in supporting the defense budget, development of the Indonesian Armed Forces strength is carried out based on priority scales in achieving stability of forces. Development of the Indonesian Armed Forces needs to be accelerated to reach the intended deterrence standard. The implication on the Indonesian Armed Forces being the main component of the national defense is that development of the Indonesian Armed Forces posture becomes a priority in development of the national defense, of which the execution is aimed towards the achievement of Minimum Essential Force (MEF). It is the essential force level capable of ensuring the interest of the national defense, with the risk probability where the threat is greater than the designed capability.

Since proclaimed by the Indonesian government in 2007, the government has divided the development of MEF into three strategic plan phases until 2024 with different targets and aims. The result of the targets and aims is the achievement of safety sense and condition, which cannot be quantitatively measured. However, the negative impact becomes the zero factor for the multiplication against the condition of any effort (total loss). The focus of MEF development in the 2nd Strategic Plan of year 2009-2014 is development and modernization of the main weaponry system along with its technology.

To fulfill MEF requirement on human resources, Zero Growth principle is implemented. This policy in simple

Oleh: Laksda TNI Agus Purwoto Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemhan

Page 6: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

6 Edisi Khusus 2014

Untuk memenuhi kebutuhan MEF di bidang sumber daya manusia adalah penerapan prinsip Zero Growth. Kebijakan ini secara sederhana dapat diartikan sebagai kebijakan tanpa penambahan kuantitas atau dengan kata lain mempertahankan jumlah kekuatan yang ada. Daur secara alamiah, penggantian yang susut/pensiun, pindah golongan dan pengadaan baru personel untuk menjaga keseimbangan dan mempertahankan komposisi yang ada. Penataan personel diarahkan pada peningkatan kemampuan dari padat manusia menjadi padat berbasis teknologi dan diawaki oleh personel yang berkualitas tinggi. Penerapan kebijakan prinsip Zero Growth ini juga tentunya bertujuan agar kesejahteraan personel dapat ditingkatkan. Selaras dengan penerapan prinsip Zero Growth dalam kebijakan MEF, saat ini telah dilaksanakan upaya penataan personel melalui right sizing, yakni restrukturisasi dan reposisi personel dari wilayah atau satuan-satuan TNI yang memiliki jumlah personel yang berlebih (Satuan yang berada di Pulau Jawa) ke wilayah atau satuan-satuan lainnya yang kekurangan personel (Satuan yang berada di luar Pulau Jawa dengan mempertimbangkan komposisi kepangkatan, golongan kecabangan maupun sumber prajurit (sesuai kebutuhan). Selanjutnya perlu penataan kekuatan,mengatur komposisi dan penggunaan personel untuk jangka panjang dalam rangka menyeimbangkan antara jumlah personel lulusan Dikma/Intake dengan jumlah personel yang pensiun/outgoing guna memelihara kekuatan agar tercapai sasaran Zero Growth prajurit TNI.

Permasalahan yang dihadapi.

Sebagaimana pembinaan postur pertahanan militer yang diuraikan dalam Doktrin Pertahanan Negara, yakni

terms can be translated as a policy without quantity addition or in other words maintaining the existing force number. The cycle is left to run naturally in terms of replacement of decreases due to death, resignation or retirement, promotion with new personnel whilst maintaining the existing balance and composition. Personnel structuring is aimed towards increasing capability from reliance on personnel capability to reliance on technology crewed by high quality personnel. The application of this Zero Growth pinciple is also intended to increase personnel welfare. In line with the implementation of Zero Growth principle in the MEF policy, currently personnel structuring is being exercised through right sizing, which is restructuring and repositioning of personnel from the Indonesian Armed Forces areas and units with oversized personnel numbers (units in Java Island) to other areas or units falling short of personnel (units outside Java Island) taking into consideration composition of rank, class, group and origin (based on requirement). Then a long term structuring is performed on strength, composition, and personnel deployment in order to reach a balance between personnel intake and retiring/outgoing personnel to maintain power whilst achieving Zero Growth of the Indonesian Armed Forces soldiers.

Issues.

In accordance to development of military defense detailed in the Natonal Defense Doctrine, where development of the Indonesian Armed Forces is set in the Indonesian Armed Forces framework as the country’s instrument in the area of defense carrying out the country task based on the government political policy and decision to maintain and protect the sovereignity and unity of the

PROFESIONALITAS PRAJURIT TNI DALAM KERANGKA MINIMUM ESSENTIAL FORCES GUNA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PERTAHANAN NEGARA

Page 7: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 7

INDONESIAN ARMED FORCES SOLDIER’S PROFESSIONALISM IN THE FRAMEWORK OF MINIMUM ESSENTIAL FORCE IN SUPPORTING THE NATIONAL DEFENSE INDEPENDENCY

pembinaan TNI ditempatkan dalam kerangka TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan yang menjalankan tugas negara atas dasar kebijakan dan keputusan politik pemerintah untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, serta keselamatan bangsa. Dalam kerangka itu, pembinaan TNI diarahkan untuk mewujudkan profesionalitas prajurit, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya yang layak oleh negara dan pemerintah sehingga dapat mengkonsentrasikan diri pada misi dan tugas yang diembannya, serta TNI yang mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, tunduk pada pemerintah yang sah, dan menghargai hak asasi manusia serta ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang diratifikasi Indonesia sehingga menjadi kekuatan yang disegani minimal pada lingkup kawasan Asia Tenggara dan kawasan yang mengitari wilayah NKRI.

Tuntutan kebutuhan untuk membangun TNI yang profesional sehingga menjadi kekuatan nasional yang mampu mengemban fungsinya dalam usaha pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI serta menjamin keselamatan bangsa dari setiap ancaman di era globalisasi, tidak dapat ditawar lagi. Membangun TNI yang profesional pada hakikatnya adalah membangun kemampuan pertahanan negara dengan meningkatkan jumlah dan kondisi Alutsista TNI serta kemampuan prajurit untuk mencapai kekuatan melampaui kekuatan pokok minimum. Namun demikian, tantangan dalam membangun TNI yang profesional juga begitu kompleks, dari uraian di atas ada empat permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan profesionalitas prajurit.

Pertama, Belum dilakukan perhitungan yang akurat antara jumlah kebutuhan personel sesuai komposisi kepangkatan, golongan kecabangan dan sumber prajurit dengan jumlah personel yang akan pensiun dihadapkan pada tersedianya jumlah jabatan baik pada satuan-satuan yang sudah ada maupun satuan-satuan yang akan dibentuk sesuai rencana dalam Renstra, sehingga terjadi penumpukan personel khususnya di Jawa disisi lain terjadi kekurangan personel di luar pulau Jawa serta mengalami stagnasi pembinaan karir karena terjadi penumpukan personel pada jabatan tertentu.

Kedua, Kemampuan negara yang terbatas utamanya dalam mendukung upaya TNI untuk mewujudkan prajurit TNI yang profesional masih terkendala dalam mewujudkan seluruh kegiatan pembinaan dan latihan prajurit baik yang langsung maupun tidak langsung secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat kemampuan dan keterlatihan prajurit hal ini karena terbatasnya sarana dan prasarana penunjang seperti alat simulasi tempur, alat perlengkapan latihan tempur dan sarana olah raga militer, olah raga umum serta laboratorium

country and the safety of its nation. Under that framework, development of the Indonesian Armed Forces is aimed at achieving soldier professionalism, that is soldiers that are trained, educated, well equipped, not engaged in practical politics, not enggaged in businesses, with reasonable welfare guaranteed by the country and government so that they can concentrate on their assigned mission and task, and the Indonesian Armed Forces following the country’s political policy which implements the principle of democracy, obeys the legitimate government, respects human rights and domestic and international laws ratified by Indonesia, so that they become a power respected at least in the South East Asian region and surrounding areas of the Indonesian archipelago.

The requirement demand to develop professional Indonesian Armed Forces to become a national power capable of carrying their mission in defending and protecting the sovereignity of the country and unity of the Indonesian archipelago and in guaranteeing the safety of the nation from any threat in this globalization era, cannot be compromised. Developing Indonesian Armed Forces basically is developing the national defense capability by increasing the number and condition of the Indonesian Armed Forces main weaponry system and the capability of its soldiers to achieve a force exceeding the minimum essential. However, the challenges in developing professional Indonesian Armed Forces is very complex.Issues, related to increasing soldiers professionalism, can be illustrated, among them are:

First, An accurate measurement has not been conducted between personnel requirement according to rank composition, grade, location, and origin against the number of retiring personnel matched with the availibility of positions both in existing companies as well as companies to be formed in accordance to the Strategic Plan, resulting in personnel build ups particularly in Java. On the other hand, there are shortages of personnel outside Java and also a career development stagnation in certain positions.

Page 8: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

8 Edisi Khusus 2014

penunjang lainnya.

Ketiga, Permasalahan profesionalitas prajurit melalui pendidikan dan latihan secara maksimal belum tercapai mengingat lembaga pendidikan yang dimiliki TNI saat ini sebagian besar belum memenuhi standar belum berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Sarana dan prasarana yang serba terbatas berdampak pada keterbatasan pengembangan sistem dan pola pendidikan secara umum, strategi dan metode pembelajaran, konsep pendekatan yang digunakan dalam proses belajar mengajar serta teknik penyampaian materi dan sebagainya, padahal pengembangan sistem tersebut yang dibutuhkan guna memacu inspirasi, kreatifitas dan inovasi peserta didik dalam upaya peningkatan kompetensi.

Keempat. Permasalahan kesejahteraan, dalam mewujudkan TNI yang profesional juga terkendala oleh kesejahteraan prajurit TNI yang masih berada di bawah standar kelayakan untuk seorang prajurit. Profesionalistas prajurit tidak dapat dipisahkan dari aspek kesejahteraan yang layak. Prajurit yang tidak dicukupi kesejahteraannya tidak mungkin akan menjadi profesional. Penghasilan prajurit yang dialokasikan oleh negara melalui gaji dan tunjangan dihadapkan pada tingginya kebutuhan kehidupan saat ini, belum memadai, perumahan yang disediakan oleh negara bagi prajurit masih sangat terbatas. Biaya pendidikan anak, serta layanan kesehatan keluarga masih menjadi beban dalam kebutuhan hidup prajurit. Selanjutnya, integrasi dari seluruh sistem dalam siklus pembinaan personel saat ini belum berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Upaya yang Dapat Dilakukan.

Kebijakan pengelolaan sumber daya manusia bagi prajurit TNI telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 tentang Adminitrasi Prajurit TNI, yang mengamanatkan ketentuan pengelolaan sumber daya manusia dalam sebuah siklus pembinaan yang diawali perencanaan penyediaan tenaga sampai dengan pengakhiran dinas keprajuritan. Untuk itu dilakukan berbagai upaya antara lain:

Penataan sistem penyediaan tenaga harus mengarah kepada sistem rekruitmen personel yang terbuka, transparan, akuntabel dan berbasis kompetensi. Penyediaan tenaga perlu perhitungan yang akurat antara jumlah kebutuhan personel sesuai komposisi kepangkatan, golongan kecabangan dan sumber prajurit dengan jumlah personel yang akan pensiun dihadapkan pada tersedianya jumlah jabatan baik pada satuan-satuan yang sudah ada maupun satuan-satuan yang akan dibentuk sesuai rencana dalam Renstra, hal ini selaras dengan penerapan prinsip zero growth dan kebijakan MEF. Selain itu, disadari bahwa dalam pengelolaan atau pembinaan personel dengan pola piramida, akan menimbulkan konsekuensi yang bermuara pada penumpukan personel pada golongan atau level tertentu yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan kegiatan pembinaan personel (stagnasi Binkar). Dengan

Second, The country’s limitation particularly in supporting the Indonesian Armed Forces effort to achieve professional Indonesian Armed Forces soldiers is still constrained in implementing all soldier development and training activities, both direct as well as indirect, which significantly impacts the capability and training level of the soldiers due to the limitation on supporting facilities and infrastructures such as combat simulators, combat training equipments and, military and general sporting facilities, and other supporting laboratories.

Third, Soldier professionalism has not been maximized due to issues in education and training where the Indonesian Armed Forces education institutes mostly have not met the expected standards and performance. Sub standard facilities and infrastructures impact on the limitation of development on general education system and design, learning strategy and method, concepts used in approaches in the learning process and the material communication technics and the like, while system development is required to stimulate inspiration, creativity and innovation of the students in the effort to increase their competence.

Fourth, The issue of welfare is a constraint in achieving professional Indonesian Armed Forces, where by the welfare of the Indonesian Armed Forces, soldiers are still under the reasonable standard for a soldier. Soldier professionalism cannot be separated from the aspect of reasonable welfare. It is impossible for a soldier with insufficient welfare to become professional. Soldiers income allocated by the government through compensation and benefit is challenged by the high living cost of today, not sufficient, and housing provided by the government for soldiers are still very limited. The cost of education for children, and health services for the family is still a burden in the soldiers living cost. Then, integration from the whole system in the current personnel development cycle is not running up to expectation.

Efforts That Can Be Taken.

The policy of human resources development on

PROFESIONALITAS PRAJURIT TNI DALAM KERANGKA MINIMUM ESSENTIAL FORCES GUNA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PERTAHANAN NEGARA

Page 9: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 9

INDONESIAN ARMED FORCES SOLDIER’S PROFESSIONALISM IN THE FRAMEWORK OF MINIMUM ESSENTIAL FORCE IN SUPPORTING THE NATIONAL DEFENSE INDEPENDENCY

perhitungan kebutuhan yang akurat dalam perencanaan penyediaan tenaga setidaknya dapat mengurangi dampak penumpukan personel pada golongan atau level tertentu sehingga siklus pembinaan diharapkan dapat berjalan sesuai batas waktu dalam setiap tahapan.

Penentuan kebutuhan tenaga dalam konteks Binpers, harus didasarkan pada pendekatan kuantitatif dengan analisa kualitatif yaitu penyediaan tenaga dilaksanakan berdasarkan jumlah kebutuhan yang akan digunakan, namun kualitas calon prajurit tetap merupakan prioritas. Pendekatan realistik dan aplikatif yaitu kebutuhan tenaga dihitung berdasarkan kondisi nyata dilapangan dan prediksi pemisahan/pensiun yang tepat guna menghindari penumpukan personel pada jangka sedang dan panjang. Selanjutnya, pendekatan prospektif, bahwa pertimbangan perencanaan personel, selain diharapkan dapat memenuhi kebutuhan organisasi saat ini, juga dapat memenuhi kebutuhan organisasi di masa mendatang. Jadi pada dasarnya, sistem pembinaan personel harus integratif, artinya seluruh rangkaian proses pembinaan personel mulai dari perencanaan sampai dengan pemisahanan harus dapat diintegrasikan sesuai dengan tuntutan perkembangan organisasi.

Peningkatan profesionalitas prajurit dapat diraih melalui pendidikan dan latihan. Pendidikan sebagai salah satu pilar dalam membetuk prajurit yang profesional dan handal, memiliki jati diri sebagai prajurit. Adalah benar bahwa upaya pembentukan prajurit yang profesional harus diawali dari tahap penyediaan tenaga dengan memilih calon prajurit TNI yang memiliki kualitas dalam aspek Tri pola dasar pendidikan. Jika dihadapkan pada kesiapan prajurit pada pengembangan teknologi pertahanan dan modernisasi Alutsista sesuai tuntutan MEF, maka upaya peningkatan kemampuan dan profesionlitasnya dilaksanakan melalui pendidikan, peningkatkan ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan dan prilaku prajurit. Selanjutnya, dalam hal peningkatan kemampuan dan profesionalitas prajurit melalui pendidikan, tentunya sangat tergantung pada dua aspek yaitu, aspek pribadi prajurit (personel) itu sendiri dan aspek lembaga penyelenggara pendidikan (lembaga pendidikan). Upaya yang dilaksanakan dalam meningkatkan kemampuan dan profesionalitas prajurit melalui pendidikan, dari aspek personel yaitu penyelenggaran seleksi secara adil, obyektif, terbuka dan ketat untuk menjaring calon peserta didik yang berkualitas. Dari aspek penyelenggaran pendidikan atau lembaga pendidikan yaitu pembenahan komponen pendidikan yang dilakukan melalui peningkatan kemampuan lembanga pendidikan, pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kualitas tenaga pendidik, peningkatan sarana/prasarana pendidikan, serta pemenuhan kebutuhan piranti lunak yang diperlukan, sehingga dapat mengembangkan kompetensi peserta didik sesuai kebutuhan organisasi.

Upaya mewujudkan prajurit TNI yang profesional

the Indonesian Armed Forces soldiers is stipulated in Government Regulation No. 39/2010 on the Administration of the Indonesian Armed Forces soldiers, which instructs the management of human resources under a development cycle. It starts from planning on recruitment up to service retirement from the armed forces. For this purpose, a number of efforts are taken, among others are: Structuring the system on recruitment of personnel must be aimed towards an open, transparent, accountable, and competence based recruitment. The recruiter needs to accurately calculate the number of personnel requirement based on rank composition, grade and location, and origin of the personnel against the number of retiring personnel. This is matched with the number of available positions, both in existing companies as well as in companies to be created according to the Strategic Plan. This is in line with the implementation of the principle of zero growth and MEF policy. Also, it is realized that a pyramid designed personnel management or development will create consequences as a result of personnel build ups at certain ranks or levels, which will impact on blocking personnel development activities. An accurate calculation of personnel requirement in the personnel planning would at least reduce personnel build ups at certain ranks or levels, so that it is expected that the development cycle at each phase can be completed according to its time frames.

The determination of personnel requirement in the context of personnel development, must be based on quantitative approach with qualitative analysis. Provision of personnel is to be carried out based on the requirement numbers, but quality of the soldiers should remain a priority. A realistic and applicative approach, that is personnel requirement, is calculated based on a real condition in the fields along with accurate termination/retirement forecasts to avoid medium and long term build ups of personnel. Then, the prospective approach, that is the consideration of personnel planning, besides meeting the current needs of the organization, should also accomodate fulfillment of future requirements of the organization. Therefore basically, the personnel development system must be

Page 10: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

10 Edisi Khusus 2014

terdidik dengan baik dan terlatih dengan baik serta penyempurnaan sistem pendidikan di seluruh jenjang pendidikan di lingkungan TNI harus terus ditingkatkan. Langkah-langkah pembinaan pendidikan yang dapat dilaksanakan adalah dengan pengupayakan kenaikan dukungan pendidikan setiap tahunnya sehingga secara bertahap penyempurnaan aspek komponen pendidikan akan terjadi peningkatan. Kenaikan anggaran pendidikan, diprioritaskan untuk peningkatan operasional pendidikan, dengan melanjutkan pembenahan sepuluh komponen pendidikan pada lembaga pendidikan di tingkat pusat, selanjutnya lembaga pendidikan di tingkat daerah, dan pembenahan lembaga pendidikan di tingkat kecabangan atau fungsi secara selektif dan realistis, seiring dengan bertambahnya jumlah, baik jenis pendidikan mapun peserta didik pada setiap jenis pendidikan dengan tetap mengedepankan aspek kompetensi dalam penyelenggaraan seleksi.

Selanjutnya, dalam memenuhi tuntutan profesionalitas yang setara, maka pengembangan pendidikan dan pelatihan prajurit berbasis kompetensi. Program pendidikan bagi prajurit agar mengedepankan proses belajar mengajar yang interaktif dan kondusif, melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai prasyarat dalam pengembangan intelektualitas personel, agar memiliki ketajaman persepsi, kejelian analisis khususnya pendidikan tingkat perwira serta keluasan wawasan, sehingga dapat menghasilkan lulusan peserta didik yang handal dan profesional baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh prajurit untuk mengikuti pendidikan di luar negeri, baik pendidikan militer maupun pendidikan umum dalam kerangka pengembangan kompetensi sebagai prajurit profesional, yang bermanfaat bagi TNI pada khususnya dan Negara pada umumnya. Pemberian kesempatan pendidikan bagi prajurit, baik dalam negeri maupun luar negeri, dilaksanakan sedini mungkin agar penerapan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari hasil pendidikan dapat dimanfaatkan oleh organisasi dalam

integrative, meaning that the whole process sequence of personnel development, starting from planning until termination, must be integratable with the organization’s growing demand.

Soldiers professionalism enhancement can be achieved through education and training. Education being one of the pillars in forming professional and reliable soldiers, has an identity as a soldier. It is true that the effort of forming a professional soldier has to be inititated from the recruitment phase by selecting Indonesian Armed Forces soldier having quality in terms of the three basic designs of education. When faced with the soldiers readiness on defense technology development and modernization of the main weaponry system in accordance to MEF demand, the effort to increase its capability and professionalism is done through education, enhancement in science, technology, skill and soldier behaviour.

Furthermore, the area of soldiers capability and professionalism enhancement of course relies on two aspects, including personality of the soldier itself and the education institution. Efforts put in enhancing soldier capability and professionalism through education, are from a personnel aspect through the conduct of a fair, objective, open and tight selection to obtain qualified training candidates. From the education institutes aspect, the efforts are by preparing the education component through capability enhancement of the education institution, fulfilling needs and increasing quality of lecturers/trainers, enhancement of education facilities and infrastructures, and meeting the required softwares. This way, they are capable of developing the competence of the trainees in accordance to the organization’s needs.

Efforts to create well trained and well educated professional soldiers, and to increase all education levels in the Indonesian Armed Forces must be continously enhanced. Steps that can be taken in the development of education is by putting effort on increasing education support each year, so that gradually the enhancement on education component aspect will be increased. Increase in

the education budget is prioritized for an increase in education operations, by restructuring ten education components in the education institute at headquarters level, then education institutes at regional levels, and restructuring of education institutes at branches or functional levels carried out selectively and realistically in line with the increase in numbers, both type of education and participants of each type of education whilst emphasizing competence aspect in conducting the selection.

Then, equivalent professionalism is fulfilled through development of the soldiers competence-based education and training. Education programs for soldiers should emphasize on an interactive and condusive learning process, through the mastering of science and technology as a prerequisite on personnel intelectual

PROFESIONALITAS PRAJURIT TNI DALAM KERANGKA MINIMUM ESSENTIAL FORCES GUNA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PERTAHANAN NEGARA

Page 11: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 11

INDONESIAN ARMED FORCES SOLDIER’S PROFESSIONALISM IN THE FRAMEWORK OF MINIMUM ESSENTIAL FORCE IN SUPPORTING THE NATIONAL DEFENSE INDEPENDENCY

jangka waktu yang relatif lama. Guna memenuhi kretiria profesionalitas, pengembangan komptensi personel harus disesuaikan dengan kebutuhan jabatan yang telah dianalisis, penggunaan personel secara konsisten diarahkan untuk mengisi kebutuhan penugasan dalam organisasi baik dalam struktur TNI maupun di luar struktur TNI. Penempatan prajurit dalam jabatan penugasan melalui assesment yang dilaksanakan secara adil, obyektif, transparan dan akuntabel dengan indikator kinerja yang terukur. Akurasi profil kompetensi prajurit secara komprehensif sesuai dengan standar kompetensi jabatan dan peta kompetensi jabatan dalam penugasan selain akan meningkatkan kinerja prajurit, juga dapat meningkatkan hasil kegiatan (outcome) organisasi. Selanjutnya, hal mendasar untuk mendukung sistem pengelolaan ini adalah membangun/memperkuat data base prajurit sehingga tersedia data personel yang mutakhir dan akurat.

Meningkatkan kesejahteraan prajurit melalui penambahan dukungan belanja pegawai, mengingat peningkatan kesejahteraan prajurit sangat mempengaruhi motivasi dan capaian profesionalitas. Penambahan dukungan dialokasikan untuk menambah penghasilan prajurit, melalui gaji yang layak, tunjangan kinerja sesuai dengan capaian kinerja, dan tunjangan kemahalan berdasarkan indeks harga yang berlaku di daerah masing-masing. Selain itu, pemberian dan peningkatan tunjangan lainnya berdasarakan pada tingkat resiko tugas yang dihadapi. Pemenuhan kebutuhan rumah dinas serta pelayanan kesehatan yang memadai bagi prajurit dan keluarganya. Terpenuhinya kebutuhan hidup dan meningkatnya kesejahteraan prajurit dan keluarganya tentunya harus dibarengi dengan penerapan penegakan hukum, disiplin dan tata tertib. Hal ini dilakukan dalam rangka menanamkan disiplin, loyalitas, integritas dan memantapkan soliditas. Pendekatan penegakan

Hukum berorientasi pada upaya menumbuhkan rasa kesadaran dan ketulusan akan taat hukum bagi personel prajurit, bukan taat karena paksaan. Selanjutnya, pemberian penghargaan dan hukuman (reward and punishment) dilaksanakan secara konsisten, proporsional, dan adil. Pemberian penghargaan dan hukuman melalui mekanisme yang benar akan mempengaruhi kesadaran dan motivasi prajurit untuk tidak melakukan hal-hal yang bersifat negatif.

Penutup.

Tuntutan kebutuhan untuk membangun TNI yang profesional sehingga menjadi kekuatan nasional yang mampu mengemban fungsinya dalam usaha pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI serta menjamin keselamatan bangsa dari setiap ancaman di era globalisasi, tidak dapat ditawar lagi. Peningkatan profesionalitas prajurit melalui pendidikan dan latihan secara maksimal belum tercapai mengingat lembaga pendidikan yang dimiliki TNI saat ini sebagian besar belum memenuhi standar sesuai dengan apa yang diharapkan utamanya dalam hal sarana dan prasarana.

development, so that they posses a sharp perception, sharpness in analysis in particular in officer level trainings and a broad perception. This way, they can produce reliable and professional graduates both in quality as well as quantity. Providing the widest opportunity to all soldiers on overseas education, either military or general education in the framework of competence development as a professional soldier, is beneficial particularly for the Indonesian Armed Forces and for the country in general. Education opportunities to soldiers, both domestic as well as abroad, should be provided as early as possible, so that the application of the obtained knowledge and skill can be utilized by the organization in a relatively longer term. In meeting professionalism criteria, development of the personnel competence must be matched with analyzed position requirement. Utilization of personnel consistantly is aimed at filling duty assignment requirements of the organization, both in the Indonesian Armed Forces structure as well as outside the Indonesian Armed Forces structure. Soldiers position assignments are done through fair, objective, transparent, and an accountable assessment with measurable performance indicators. Accuracy of the soldiers comprehensive competence profile in accordance to the positions standard competence requirement and assigned position competence map increases the soldiers performance. In addition, it also increases the organization’s outcome. Further, the basic item in supporting the management system is building/strengthening the soldier data base, so that an up to date and accurate personnel data is available.

Increasing the soldiers welfare through the increased of personnel spending highly influences motivation and professional achievements. Increased budget is allocated to increase soldiers income, through reasonable salary, incentives according to achievements, and cost of living allowance based on the price index applicable in each area. In addition, there should be provisions of other allowances based on job risks. Adequate housing whilst on duty and medical services for the soldiers and their families are also provided. The fulfillment of the soldiers and their families living needs and increased welfare must of course be in conjunction with the implementation of law enforcement, discipline, and order. This is done in order to put in place loyalty, integrity, and solidity stability. Law enforcement approach is oriented to the effort to grow awareness and sincerity on law obedience by the soldiers rather than obedience by force. Furthermore, reward and punishment are provided consistantly, proporsionally, and fairly. The provision of rewards and punishments through a correct mechanism will influence the consciousness and motivation of soldiers not to do anything negative in nature.

Closing.

There is no compromise in meeting the demand of developing professional Indonesian Armed Forces, so that it can become a national power capable of functioning in the effort of defense and protecting the country’s sovereignity and unity of the Indonesian archipelago and to guarantee the nations safety from every threat in the

Page 12: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

12 Edisi Khusus 2014

hal ini disebabkan kemampuan dan dukungan anggaran yang masih terbatas terhadap lembaga penyelenggara pendidikan di lingkungan TNI dan tingkat kesejahteraan prajurit TNI yang masih berada di bawah standar kelayakan untuk seorang prajurit padahal disadari bahwa peningkatan kesejahteraan prajurit sangat mempengaruhi capaian profesionalitas dalam rangka keberhasilan tugas TNI.

Integrasi sistem dalam siklus pembinaan personel harus dilaksanakan secara konsisten. Penyediaan tenaga perlu perhitungan yang akurat antara jumlah kebutuhan personel sesuai komposisi kepangkatan, golongan kecabangan dan sumber prajurit dengan jumlah personel yang akan pensiun dihadapkan pada tersedianya jumlah jabatan agar tidak berakibat pada stagnasi Binkar prajurit pada level tertentu.

Upaya mewujudkan prajurit TNI yang profesional terdidik dengan baik dan terlatih dengan baik serta penyempurnaan sistem pendidikan di seluruh jenjang pendidikan di lingkungan TNI harus terus ditingkatkan. Untuk memenuhi tuntutan profesionalitas yang setara, maka diperlukan pengembangan pendidikan dan pelatihan prajurit berbasis kompetensi. Pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh prajurit sedini mungkin untuk mengikuti pendidikan,

Baik pendidikan militer maupun pendidikan umum dalam kerangka pengembangan kompetensi sebagai prajurit profesional, yang bermanfaat bagi TNI pada khususnya dan Negara pada umumnya. Pengembangan komptensi personel harus disesuaikan dengan kebutuhan jabatan yang telah dianalisis, penggunaan personel secara konsisten diarahkan untuk mengisi kebutuhan penugasan dalam organisasi baik dalam struktur TNI maupun di luar struktur TNI. Penempatan prajurit dalam jabatan penugasan melalui assesment yang dilaksanakan secara adil, obyektif, transparan dan akuntabel dengan indikator kinerja yang terukur.

Meningkatkan kesejahteraan prajurit melalui penambahan dukungan belanja pegawai, mengingat peningkatan kesejahteraan prajurit sangat mempengaruhi motivasi dan capaian profesionalitas dalam rangka keberhasilan tugas TNI. Pendekatan penegakan hukum berorintasi pada upaya menumbuhkan rasa kesadaran dan ketulusan akan taat hukum bagi prajurit, bukan taat karena paksaan. Pemberian penghargaan dan hukuman (reward and punishment) dilaksanakan secara konsisten, proporsional, dan adil. Pemberian penghargaan dan hukuman melalui mekanisme yang benar akan mempengaruhi kesadaran dan motivasi prajurit untuk tidak melakukan hal-hal yang bersifat negatif.

globalization era. Soldiers professionalism enhancement through education and training has not been maximized due to the majority of the Indonesian Armed Forces Education Institution, which has not met the expected standards in particular on facilities and infrastructure. This is a result of the limitation of budget in supporting the education institutions within the Indonesian Armed Forces and also due to the Indonesian Armed Forces soldiers welfare, which is below the reasonable standard for a soldier, despite being realized that increased soldiers welfare significantly impacts professional achievements to achieve the Indonesian Armed Forces duties.

The system integration in personnel development cycle must be consistantly carried out. Procurement needs to accurately calculate the number of required personnel based on the composition of ranks, grades, categories, and soldiers origin against the number of retiring soldiers taking into consideration the availability of positions to avoid holding up development of soldiers in certain levels.

The effort to create well trained and well educated professional soldiers and to increase all education levels in the Indonesian Armed Forces must be continous. To fulfill equivalent professionalism, development of the competence-based education and training of soldiers should be carried out. Providing widest opportunities to all soldiers as early as possible to participate in education/training, both military education as well as general education to enhance competence as professional soldiers, woud be beneficial particularly for the Indonesian Armed Forces and for the country in general. Development of the personnel competence must be matched with analyzed position requirments, while utilization of personnel

consistantly is aimed to fill duty assignment requirement of the organization, both in the Indonesian Armed Forces structure as well as outside the Indonesian Armed Forces structure. Soldiers are positioned through fair, objective, transparent, and accountable assessments with measurable performance indicators.

Increasing soldiers welfare through the increased of personnel spending, highly influences motivation and professional achievements in the interest of achieving duties of the Indonesian Armed Forces. Law enforcement approach is oriented on the effort to grow awareness and sincerity on law obedience by the soldiers rather than obedience by force. Rewards and punishments are provided consistantly, proporsionally, and fairly. The provision of rewards and punishments through a correct mechanism will influence the consciousness and motivation of soldiers not to do anything negative in nature.

PROFESIONALITAS PRAJURIT TNI DALAM KERANGKA MINIMUM ESSENTIAL FORCES GUNA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PERTAHANAN NEGARA

Page 13: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 13

PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA

Pertahanan negara menjadi salah satu aspek penting dalam menjamin eksistensi dan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Pertahanan negara yang kokoh akan mampu mewujudkan bangsa yang kuat. Pembangunan pertahanan yang kuat menuntut dipenuhinya kebutuhan Alutsista modern.

Bagi Indonesia pembangunan kekuatan melalui modernisasi Alutsista bukan saja pilihan tetapi menjadi suatu keharusan. Peran TNI kedepan tidak hanya sebagai pengawal kedaulatan bangsa dan negara tetapi juga dituntut untuk mampu melaksanakan tugas-tugas perdamaian dunia maupun tugas-tugas kemanusiaan tingkat regional dan global. Namun dengan demikian bahwa pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI yang modern dengan teknologi mutakhir membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Oleh karena itu pemerintah mendorong adanya pemberdayaan Industri Pertahanan nasional agar mampu memenuhi kebutuhan Alutsista TNI mewujudkan kekuataan pokok TNI sampai 2024.

Industri pertahanan dalam negeri yang sempat kolaps pada awal era reformasi, pada tahun 2004 dibangun kembali yang diawali dengan diadakannya Roundtable Discussion di Kementerian Pertahanan. Roundtable Discussion tersebut dipimpin langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dimaksudkan untuk revitalisasi industri pertahanan dalam negeri. Pada tahun 2010, melalui Perpres no. 42 tahun 2010, lahirlah Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Komite yang dipimpin langsung oleh Presiden ini bertugas menentukan arah strategis pembangunan industri pertahanan dalam negeri. Didalamnya terdapat lima Menteri Kabinet yang terkait yaitu Menteri Pertahanan sebagai leading sektor, Menteri BUMN, Menteri Perindustrian, Menteri Riset dan Teknologi dan Menteri Keuangan.

Tugas pokok KKIP adalah membina industri pertahanan dalam negeri yang setelah tahun 1998 terjadi kebangkrutan akibat krisis. KKIP juga menyusun rencana induk dan cetak biru industri pertahananan dengan mengutamakan produksi dalam negeri. Selain itu, KKIP juga bertugas mendorong percepatan pembangunan MEF TNI untuk operasi militer dengan pendanaan dari APBN. Keberadaan KKIP sangat berarti bagi PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad, maupun PT PAL, sebagai tiga industri pertahanan terbesar milik negara. KKIP-lah yang berkontribusi membentuk masterplan revitalisasi industri pertahanan, kriteria industri pertahanan, kebijakan dasar pengadaan Alutsista TNI dan Polri, serta verifikasi kemampuan industri pertahanan dan revitalisasi

THE WORLD GLANCES AT INDONESIA’S DEFENSE INDUSTRY

National defense is an important aspect to ensure existence and survival of a country and nation. Strong national defense will be able to create a strong nation. Strong defense development requires the fulfillment of the modern main weaponry system need.

For Indonesia, building the strength through the modernization of the main weaponry system is not just an option, it is rather a must. The role of the Indonesian Armed Forces in the future will not just be guarding the nation and country’s sovereignty, but also performing duties of the world peace and humanitarian duties in the regional and global levels. However, it will require a large budget to fulfill the need of the modern main weaponry system for the Indonesian Armed Forces. The government therefore encourages empowerment of the national defense industry to fulfill the need of the main weaponry system for the Indonesian Armed Forces, to create their main strength until 2024.

The once-collapse domestic defense industry at the beginning of the reform era, was revived in 2004, started with a roundtable discussion at the Ministry of Defense. The roundtable discussion was chaired by President Susilo Bambang Yudhoyono, and aimed at revitalizing the domestic defense industry. In 2010, under the Presidential Regulation No. 42/2010, the Committee of the Defense Industry Policy (KKIP) was set up. The committee is under the direct chairmanship of the President, and has the duty to determine the strategic direction of development of the domestic defense industry. The committee consists of five related cabinet ministers, including the Minister of Defense as the leading sector, the Minister of State-Owned Companies, the Minister of Industry, the Minister of Research and Technology, and the Minister of Finance.

KKIP’s main duty is to develop the domestic defense industry, which after 1998, went bankrupt due to the economic crisis. KKIP also set up a master plan and blue print of the defense industry by prioritizing domestic production. In addition, KKIP also has the duty to encourage acceleration of development of the minimum main strength of the Indonesian Armed Forces for military operations funded by the State Budget. KKIP’s existence means a lot for PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI), PT. Pindad, and PT. PAL as the largest state-owned defense industries. It is KKIP that contributes the master plan of the revitalization of the defense industry, criteria of the defense industry, the basic policy for the procurement of the main weaponry system for the Indonesian Armed Forces and the Indonesian Police, and verification of the defense

Oleh: Tim Redaksi

Page 14: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

14 Edisi Khusus 2014

manajemen BUMN Industri Pertahanan.

KKIP dibentuk untuk mengawal pembangunan Alutsista dalam negeri hingga 2029 yang dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama, 2010 hingga 2014, KKIP mencanangkan empat program strategis, meliputi penetapan program revitalisasi industri pertahanan, stabilisasi dan optimalisasi industri pertahanan, penyiapan regulasi industri pertahanan dan penyiapan produk masa depan dan hampir semua program sudah terealisasi.

Pada tahun 2012, lahirlah Undang-Undang No. 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Lahirnya UU Industri Pertahanan merupakan perkembangan baik karena memberikan guideline bagi semua pelaku. UU Industri Pertahanan sangat strategis dan fundamental untuk membangkitkan kembali industri pertahanan. Adanya UU ini diyakini akan mendorong kemampuan memproduksi dan pengembangan jasa pemeliharaan dari industri pertahanan semakin berkembang. Dengan demikian hal tersebut akan membawa dampak bagi proses modernisasi Alutsista.

Target Alutsista yang akan dicapai adalah Alutsista yang memiliki mobilitas tinggi dan daya pukul. Sedang target industri pertahanan adalah mewujudkan kemampuan memenuhi permintaan pasar dalam negeri, kemampuan bersaing di pasar internasional serta kemampuan mendukung pertumbuhan ekonomi. Terkait perkembangan Alutsista masa depan, KKIP telah mencanangkan program new future products yang meliputi Pesawat Tempur IF-

industry capability and revitalization of management of the defense industry state-owned companies.

KKIP was set up to guard development of the domestic main weaponry system until 2029, and is divided into four stages. The first stage, from 2010 to 2014, KKIP launched four strategic programs, including the defense industry revitalization program, stabilization and optimization of the defense industry, preparation of the defense industry regulation, and preparation of future products. Almost all programs have been realized.

In 2012, Law No. 16/2012 on the Defense Industry was issued. The Law was a good progress as it stipulates a guideline for all related persons. The Law on the Defense Industry is very strategic and fundamental for the revival of the defense industry. It is believed that the Law will re-awaken the defense industry, and encourage capability of production and maintenance of the developing defense industry. This will bring out an impact to the modernization process of the main weaponry system.

The targeted main weaponry system is that, which has a high mobility and striking force. On the other hand, the defense industry is targeted to create capability to fulfill the domestic market need, to compete in the international market, and to support the economic growth. Related to the future main weaponry system, KKIP has launched a new program on future programs, including IF-X fighters, transport aircrafts, submarines, surface warships, rockets, missiles, unmanned aircrafts, radars, combat management

PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA

Page 15: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 15

X, pesawat angkut, kapal selam, kapal perang atas air, roket, peluru kendali, pesawat terbang tanpa awak, radar, combat management sistem, alat komunikasi, amunisi kaliber besar, bom udara, torpedo, propelan, kendaraan tempur, serta kendaraan taktis.

Pada 2029 diharapkan industri pertahanan Indonesia sudah bisa disejajarkan dengan industri pertahanan dunia. Dengan terwujudnya kebangkitan industri pertahanan dalam negeri, Indonesia siap bersaing dengan pasar internasional .

Safari Promosi Industri Pertahanan di Benua Asia dan Afrika.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pertahanan sesungguhnya mengincar pasar industri pertahanan di wilayah negara-negara ASEAN. Menurut Menhan Purnomo Yusgiantoro, proyeksi pasar industri pertahanan di wilayah Asia Tenggara bisa mencapai US $ 25 Miliar. Potensi pasar ini, sebaiknya juga dimanfaatkan untuk mendorong kemandirian industri pertahanan dalam negeri, apalagi ASEAN adalah pasar yang besar bagi industri pertahanan. Selain itu, juga mulai dirasa penting tumbuhnya kolaborasi industri pertahanan di kawasan ASEAN. Kolaborasi itu mutlak diperlukan guna terciptanya kemandirian Alutsista dan perluasan pembangunan ekonomi dan kemajuan kawasan ASEAN.

Pada tanggal 22-31 Mei 2013, Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin bersama Dirut PT Dirgantara Indonesia dan rombongan melakukan safari promosi industri pertahanan ke sejumlah negara Asia, yaitu Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar, Thailand dan Malaysia secara estafet dan mempromosikan produk-produk PT DI kepada mitra-mitra potensial.

Dalam kunjungannya tersebut dibicarakan berbagai aspek kerjasama pertahanan secara bilateral dengan pejabat Kementerian Pertahanan di negara–negara tujuan tersebut. Tak hanya itu, delegasi Kementerian Pertahanan RI juga melakukan joy flight dengan menggunakan pesawat CN-295. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada komunitas pertahanan di negara-negara tujuan melihat secara langsung kemampuan pesawat tersebut. Pesawat CN-295 adalah jenis pesawat angkut sedang yang merupakan produk kerjasama industri antara PT Dirgatara Indonesia dengan Airbus Military, Spanyol.

Kunjungan safari ini merupakan salah satu bentuk komunikasi strategis dalam rangka mempererat kerjasama bilateral di bidang pertahanan negara. Disamping itu, Ini merupakan bagian dari upaya Kementerian Pertahanan RI untuk mempromosikan produk-produk industri pertahanan Indonesia ke negara-negara mitra.

Pada Juli 2013, delegasi Kemhan dipimpin Wamenhan melalukan safari promosi industri pertahanan kesejumlah negara di Afrika seperti Uganda, Kenya dan Senegal. Wamenhan antara lain didampingi Dirjen Strategi

system, communication tools, large-caliber ammunition, air bombs, torpedoes, propellants, combat vehicles, and tactical vehicles.

In 2029, it is hoped that Indonesia’s defense industry will be parallel with the world defense industry. With the awakening of the domestic defense industry, Indonesia will be ready to compete in the international market.

Defense Industry Promotions in the Asian and African Continents.

The Indonesian Government, through the Ministry of Defense, targets the defense industry market in ASEAN countries. According to the Minister of Defense, Purnomo Yusgiantoro, the defense industry market in the South Asian region is projected to reach US$ 25 billion. The market potential should be taken advantage to encourage independence in the domestic defense industry. Moreover, ASEAN is quite a large market for the defense industry. In addition, there is an importance in the growth of the defense industry collaboration in the ASEAN region. Such collaboration is absolutely required to create independence of the main weaponry system, expansion of the economic growth, and progress of the ASEAN region.

On May 21st – 23rd, 2013, Deputy Minister of Defense, Sjafrie Sjamsoeddin, with the President Director of PT. DI and entourage made defense industry promotional trips to a number of Asian countries, including the Philippines, Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar, Thailand, and Malaysia to promote PT. DI’s products to potential partners.

During the visits, they had bilateral discussions on various defense cooperation aspects with officials of the Ministry of Defense of the respective countries. The delegation of the Indonesian Ministry of Defense also had a joy flight on board a CN-295 aircraft. It was aimed at giving an opportunity to the defense community in the countries of destinations to gain first-hand information on the capability of the aircraft. The CN-295 aircraft is a cooperation product between PT. DI and Spanish Airbus Military.

The visits were one of the strategic communication forms to tighten bilateral cooperation in the national defense. In addition, the visits were a part of the efforts of the Ministry of Defense of the Republic of Indonesia to promote the country’s defense industry products to partner countries.

In July 2013, a delegation of the Ministry of Defense, led by the Deputy Minister of Defense, Sjafrie Sjamsoeddin, made other defense industry promotional visits to a number of African countries, including Uganda, Kenya, and Senegal. The Deputy Minister of Defense was accompanied by the Director General of Defense Strategy, Major General Sonny ES Prasetyo, and PT. DI’s Director of Manufacture Products, Tri Hardjono. The visits to Africa were aimed at increasing defense cooperation between the governments, followed up between the businesses.

THE WORLD GLANCES AT INDONESIA’S DEFENSE INDUSTRY

Page 16: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

16 Edisi Khusus 2014

Pertahanan Mayjen TNI Sonny ES Prasetyo dan Direktur Produk Manufaktur PT Pindad Tri Hardjono pada saat itu. Lawatannya ke Afrika untuk peningkatan kerja sama pertahanan antar pemerintah yang nantinya ditindaklanjuti dari bisnis ke bisnis. Hal ini juga sebagai bagian dari sikap proaktif mencari pasar yang lebih luas termasuk ke Afrika. Kunjungan ini juga merupakan upaya untuk mempromosikan produk industri pertahanan nasional. Dipilihnya Uganda karena Uganda memiliki ketertarikan dengan produk pertahanan buatan Indonesia.

Disamping upaya promosi produk ke luar negeri, program penguatan internal terus dilaksanakan. Prioritas kebijakan industri pertahanan dalam negeri adalah meningkatkan kapasitas produksi nasional, meningkatkan transfer teknologi, joint production (produksi bersama) dan ekspor Alutsista. Diharapkan di masa mendatang Indonesia memiliki industri pertahanan dalam negeri yang mandiri yang memiliki mobilitas tinggi dan menjadi alat pemukul yang dahsyat.

Produk Indonesia Unjuk Gigi di Pameran Internasional.

Disamping promosi melalui Safari ke berbagai negara, Indonesia juga aktif mempromosikan produk Industri Pertahanan nasional melalui kegiatan pameran internasional. Indonesia menjadi pusat perhatian pada Brunei Darussalam International Defense Exhibition (BRIDEX) 2013 yang dibuka Sultan Brunei Darussalam. Peserta pameran terkesan oleh sejumlah produk industri pertahanan Indonesia. Pada saat Sultan Brunei Darussalam berkunjung ke stan Indonesia, beliau disambut langsung oleh Wamehan. Wamenhan menjelaskan industri pertahanan Indonesia mulai bangkit kembali melalui PT Dirgantara Indonesia, PT PAL dan PT Pindad. Pada kesempatan itu dipamerkan juga dua pesawat produksi PT DI, yaitu CN 295 dan CN 235 Surveillance. Pihak Brunei terkesan dengan CN 295 karena teknologi yang lebih canggih dan ukuran yang lebih besar dari CN 235 yang sudah dimiliki Tentara Udara Diraja Brunei

Keikutsertaan di Bridex IV merupakan kesempatan untuk menunjukkan kepada beberapa negara lain tentang kebangkitan industri pertahanan Indonesia. Dengan produk prima dan harga bersaing, industri pertahanan Indonesia akan dapat menembus pasar mancanegara. Pihak Kemhan RI berharap selain secara konsisten dipergunakan di dalam negeri, produk-produk pertahanan Indonesia juga dapat dipergunakan oleh negara-negara di kawasan ASEAN. Optimisnya hal itu akan dapat tercapai karena disamping telah ada kesepakatan diantara negara-negara ASEAN tentang kolaborasi industri pertahanan, juga karena produk industri pertahanan Indonesia berkualitas dan banyak dibutuhkan oleh kegiatan pasukan.

Selain mengikuti International Defense Exhibition (BRIDEX) 2013 lalu, Indonesia juga mengikuti Defence Service Asia (DSA) 2014 di Kuala Lumpur, Malaysia. DSA yang digelar 14-17 April 2014 lalu diikuti oleh 1.000 perusahaan dari 50 negara. Perusahaan yang ikut mempromosikan industri pertahanan Indonesia itu terdiri dari lima perusahaan BUMN, yakni PT Dahana,

PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA

The visits were also a pro-active effort to broaden the market, including in Africa. The visits were also aimed at promoting the national defense industry products. Uganda was selected as the country had an interest in defense products made in Indonesia.

Apart from promoting products abroad, the internal strengthening program continues to be implemented. The policy of the domestic defense industry is prioritized on increasing the national production capacity, increasing the transfer of technology, joint production, and export of the main weaponry system. It is hoped that in the future, Indonesia will have an independent domestic defense industry, which has high mobility and enormous striking force.

Indonesian Products Show off in International Exhibitions.

Apart from visits to a number of countries, Indonesia also actively promotes the national defense industry products through international exhibitions. The country was a centre of attention at the Brunei Darussalam International Defense Exhibition (BRIDEX) 2013, which was officially opened by the Sultan of Brunei Darussalam. The exhibition participants were impressed with a number of the Indonesian defense industry products. During a visit to the Indonesian stand, the Sultan of Brunei Darussalam was welcomed personally by the Deputy Minister of Defense. He explained that Indonesia’s defense industry started to re-awaken through PT DI, PT PAL, and PT Pindad. During the occasion, two aircrafts produced by PT DI, CN 295 and CN 235 Surveillance, were exhibited. Brunei was impressed with CN 295 for its more sophisticated technology and larger size than CN 235 that the Brunei Air Force already possesses.

The participation in Bridex IV was an opportunity to showcase Indonesia’s defense industry re-awakening to other countries. Supported by prime products and a competitive price, Indonesia’s defense industry will be able to penetrate the international markets. The Ministry of Defense hopes that apart from consistent domestic use, Indonesia’s defense industry products will also be used by countries in the ASEAN region. Optimistically, it can be achieved as apart from existing agreements with ASEAN countries on defense industry collaboration, Indonesia’s defense industry products have a high quality and are required for troop activities.

In addition to the Brunei International Defense Exhibition (BRIDEX) 2013, Indonesia also took part in the Defence Service Asia (DSA) 2014 in Kuala Lumpur, Malaysia. Some 1,000 companies from 50 countries participated in DSA, organized on April 14th - 17th, 2014. Five state-owned companies that promoted Indonesia’s defense industry, included PT Dahana, PT DI, PT Pindad, PT LEN industry, and PT Dok Kodja Bahari. In addition, some 10 participating private companies included PT Famatex, PT Lundin Industry Invest, PT Saba Wijaya Persada, PT Sari Bahari, PT Palindo Marine, PT Indo Guardika Cipta Kreasi, PT Infoglobal Teknologi Semesta, PT Garda Persada,

Page 17: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 17

PT Dirgantara Indonesia, PT PIndad, PT LEN Industri, dan PT Dok Kodja Bahari. Sedangkan 10 perusahaan swasta yakni PT Famatex, PT Lundin Industry Invest, PT Saba Wijaya Persada, PT Sari Bahari, PT Palindo Marine, PT Indo Guardika Cipta Kreasi, PT Infoglobal Teknologi Semesta, PT Garda Persada, PT Persada Aman Sentosa, dan PT Daya Radar Utama.

Keikutsertaan Industri Pertahanan Indonesia dalam DSA 2014 merupakan implementasi strategi pemerintah dalam memajukan industri pertahanan dalam negeri. Terdapat beberapa strategi pertahanan yang digunakan untuk memperkokoh kekuatan industri pertahanan nasional, antara lain strategi pengembangan, strategi kerjasama dan strategi promosi. Kegiatan mengikuti pameran merupakan kesempatan bagi pelaku industri pertahanan Indonesia untuk menunjukkan jika produk mereka tidak kalah atau bahkan lebih kompetitif, sehingga peluang untuk merebut pasar, minimal di ASEAN yang selama ini didominasi negara-negara di Eropa dan Amerika menjadi lebih terbuka.

KKIP Kembali Melakukan Muhibah ke Myanmar.

Pada tanggal 11-13 September 2014, Rombongan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) kembali

PT Persada Aman Sentosa, and PT Daya Radar Utama.

The participation of Indonesia’s defense industry in DSA 2014 was an implementation of the government strategy in advancing the domestic defense industry. There are some defense strategies which are used to strengthen the national defense industry, including development strategy, cooperation strategy, and promotion strategy. The activity to take part in exhibitions is an opportunity for Indonesia’s defense industrialists to show that their products are competitive or even more competitive. It is expected that the chance to grab the market, at least in ASEAN which has been dominated by Europe and the United States, will be more open.

KKIP Paid a Another Visit to Myanmar.

On September 11th – 13th, 2014, KKIP paid another visit to Myanmar to promote defense industry products. The group was chaired by Deputy Minister of Defense, Sjafrie Sjamsoeddin, joint by management of 10 defense and security equipment producing companies, and some officials of the Ministry of Defense and the Indonesian Police.

The visit was a follow up to result of a market survey

THE WORLD GLANCES AT INDONESIA’S DEFENSE INDUSTRY

Page 18: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

18 Edisi Khusus 2014

melakukan muhibah ke Myanmar dalam rangka mempromosikan produk-produk industri pertahanan. Rombongan yang dipimpin Wamenhan ini, diikuti oleh 10 pimpinan perusahaan produsen peralatan pertahanan dan keamanan (Alpalhankam) dan beberapa pejabat Kementerian Pertahanan serta Mabes Polri.

Kunjungan tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil analisa pasar yang dilakukan Kedutaan Besar RI di Yangon. Duta Besar Ito Sumardi menyatakan bahwa Myanmar tengah menyiapkan pemilihan umum yang akan digelar tahun 2015 mendatang. Pemerintah Myanmar memerlukan peralatan pengamanan untuk satuan-satuan kepolisian yang akan bertugas mengamankan jalannya pesta demokrasi tersebut.

Duta Besar Ito Sumardi menyatakan optimismenya, apabila industri pertahanan Indonesia mampu merebut peluang pasar Myanmar, maka target export sebesar 1 milyar USD ke Myanmar dapat diwujudkan pada tahun-tahun mendatang, dimana saat ini perdagangan dengan Myanmar baru mencapai 498 juta USD.

Dalam kesempatan itu, KKIP mempromosikan produk-produk unggulan industri pertahanan BUMN PT DI, PT PAL, dan PT Pindad. Selain itu, juga dipromosikan produk-produk BUMS berupa perkapalan (PT Palindo Marine dan PT DRU), seragam (PT Sritex, PT Famatex), perlengkapan perorangan untuk militer/polisi (PT Saba Wijaya, PT IPCD dan PT Tri Mega Cipta).

PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA

conducted by the Indonesian Embassy in Yangoon. Ambassador Ito Sumardi said that Myanmar was preparing general elections to be held in upcoming 2015. The Myanmar Government needs security equipment of its police units, assigned to secure the democracy event.

Ambassador Ito Sumardi also expressed his optimism that if Indonesia’s defense industry could grab Myanmar’s market opportunity, the export to Myanmar, targeted at an amount of US$ 1 billion, would be reached in the coming years. At present, trade cooperation with Myanmar only reaches USD 498 million.

During the occasion, KKIP promoted defense industry excellent products of stated-owned companies, including PT DI, PT PAL, and PT Pindad. In addition, products of some private companies such as shipping (PT Palindo Marine and PT DRU), uniforms (PT Srtex and PT Famatex), individual equipment for military/police (PT Saba Wijaya, PT IPCD, and PT Tri Mega Cipta), were also promoted.

Senior general Min Aung Hlaing said that the Myanmar military was transforming to guard the country’s democratization process. It must undergo many challenges and constraints. However, Senior General Min was confident that the country could overcome it all to increase professionalism of the Armed Forces that he led.

Deputy Minister of Defense, Sjafrie Sjamsoeddin, stated that democracy in Myanmar was changing to a

Page 19: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 19

Senior Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan, bahwa Militer Myanmar tengah melakukan transformasi untuk mengawal proses demokratisasi negaranya. Banyak tantangan dan hambatan yang harus dilalui, namun Senior Jenderal Min yakin bahwa semua itu bisa diatasi dengan meningkatkan profesionalitas Angkatan Bersenjata yang dipimpinnya.

Wamenhan menyatakan, bahwa demokrasi di Myanmar tengah mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Militer Myanmar yang semakin profesional telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perubahan tersebut. Dan saat ini Indonesia ingin mengembangkan kerjasama dibidang pertahanan dengan memperkenalkan produk-produk industri pertahanan nasional yang telah berhasil memenuhi kebutuhan operasional satuan TNI dalam pelaksanaan tugas-tugasnya.

Menurut Wamenhan, pengembangan industri pertahanan tidak hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan Alutsista TNI dan peralatan pengamanan Polri, tetapi juga dikembangkan agar mampu berkompetisi di pasar regional maupun global. Hal ini dimaksudkan untuk menjadikan industri pertahanan sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional pada masa mendatang.

THE WORLD GLANCES AT INDONESIA’S DEFENSE INDUSTRY

better direction. The increasingly professional Myanmar’s military has significantly contributed to the change. At present, Indonesia is setting up cooperation in the defense sector to introduce the national defense industry products, which have fulfilled the operational need of the Indonesian Armed Forces units in performing their duties.

According to the Deputy Minister of Defense, development of the defense industry should not be directed to fulfill the need of the Indonesian Armed Forces main weaponry system and the Indonesian Police security equipment, but also to compete in both the regional as well as global market. This is aimed at making the defense industry one of the sectors able to contribute to the national economic growth in the future.

Page 20: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal
Page 21: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal
Page 22: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

22 Edisi Khusus 2014

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MENUJU KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN

TECHNOLOGY DEVELOPMENT TOWARD INDEPENDENCE IN DEFENSE INDUSTRY

Oleh: Marsda TNI M. Syaugi, S.Sos, M.M Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan Kemhan

Pertahanan Negara merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara yang dilaksanakan melalui Sistem Pertahanan Semesta yang bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, serta keselamatan segenap bangsa dari seluruh bentuk ancaman. Sistem pertahanan yang bersifat semesta selalu melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan berlanjut. Dalam rangka melaksanakan penegakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dari berbagai ancaman tersebut, pemerintah melaksanakan pertahanan negara yang berdasarkan visinya: “Terwujudnya Pertahanan Negara yang Tangguh” serta misi “Menjaga Kedaulatan dan Keutuhan Wilayah NKRI serta Keselamatan Bangsa.”

Pembangunan postur TNI didasarkan pada kebijakan pembangunan postur pertahanan militer yang telah ditetapkan oleh negara melalui peraturan Presiden RI Nomor 41 tahun 2010, bahwa kekuatan TNI yang dibangun pada skala Minimum Essential Force (MEF), yaitu pada ukuran kebutuhan minimum yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya dalam menjaga kepentingan nasional. Pembangunan kekuatan TNI ini dilakukan tanpa adanya penambahan jumlah prajurit yang signifikan (zero growth), namun tetap didasarkan pada perhitungan jumlah kekuatan yang tepat (right sizing).

Guna mewujudkan kepentingan nasional maka diperlukan kebijakan nasional yang terpadu antara kebijakan keamanan nasional, kebijakan ekonomi nasional dan kebijakan kesejahteraan nasional. Namun demikian, kebijakan pembangunan kekuatan TNI pada skala MEF tidak berarti kekuatan TNI hanya dibangun secukupnya, dan sekedar apa adanya saja. Modernisasi peralatan utama dan sistem persenjataan tetap harus dibangun agar setara dengan kekuatan militer yang ada di kawasan regional. TNI harus memiliki senjata, kapal dan pesawat tempur yang modern dan handal, tanpa adanya kesetaraan tentunya akan sulit dilakukan diplomasi militer yang antara lain berupa penyelenggaraan latihan, dan operasi militer bersama. Oleh karena itu, pembangunan MEF TNI yang tengah kita laksanakan harus dapat mencerminkan kapabilitas pertahanan Indonesia dengan

The national defense is one of the functions that the state government carries out through the total defense system. It is aimed at maintaining and protecting the country, the integrity of the Unitary State of the Republic of Indonesia, and security of the whole nation from all kinds of threats. The total defense system always involves the whole people, region, and other national resources, which is prepared early by the government and organized in a total, integrated, directed, and continuous way. To uphold the state’s sovereignty and integrity from the threats, the government implements the national defense based on its vision “To Realize Strong National Defense” and its mission “To Maintain Sovereignty and Integrity of the Unitary State of the Republic of Indonesia as well as the Nation’s Security.”

Development of the Indonesian Armed Forces posture is based on the policy of development of the military defense, which is stipulated by the state through the Presidential Regulation No. 41/2010. The regulation stipulates that the Indonesian Armed Forces strength is built on the Minimum Essential Force (MEF) scale, that is the size of the minimum need to implement its duties in maintaining the national interests. Development of the Indonesian Armed Forces strength is carried out without any significant additional number of soldiers (zero growth), yet it remains based on the right sizing.

To realize the national interests, an integrated national policy among the national security policy, the national economic policy, and the national welfare policy is required. However, the policy of development of the Indonesian Armed Forces strength at the MEF scale does not mean that the Indonesian Armed Forces strength is built as it is. The main equipment and weaponry system must still be modernized to be equal to the military strength in the region. The Indonesian Armed Forces must have modern and reliable weapons, ships, and fighters. A lack of equality will certainly make it difficult for the Indonesian Armed Forces to exercise military diplomacy, among others to organize joint training and military operations. Therefore, the Indonesian Armed Forces MEF that is being built, must be able to express the capability of the Indonesian defense with a deterrence standard of the national defense. It is capable to maintain sovereignty and integrity of the Unitary

Page 23: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 23

standard deterrence (penangkal) pertahanan negara, yang mampu mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI terutama di daerah flash point guna menjamin pelaksanaan kepentingan nasional.

Negara Indonesia wajib memproduksi alat utama sistem senjata (Alutsista) sendiri, Alutsista yang dapat diproduksi di dalam negeri wajib kita adakan sendiri, Alutsista modern telah diproduksi oleh industri pertahanan dalam negeri bersama kekuatan Alutsista yang modern, sarana untuk berlatih tempur dan pendidikan memelihara keamanan juga telah dibangun pemerintah. Sehingga diharapkan TNI memiliki kekuatan pasukan yang andal serta dilengkapi dengan sistem persenjataan yang modern.

Namun ini bukan mengartikan Indonesia hendak membangun kekuatan militer yang agresif. Kita ingin menjadikan TNI memiliki kekuatan pertahanan yang andal, terlatih bermanuver secara baik, terdidik dan dipersenjatai dengan Alutsista yang semakin canggih.

Minimum Essential Force (MEF) tahap I (2010-2014) membawa perkembangan bagi geliat industri pertahanan dalam negeri. Kita melihat sesuatu yang lebih dengan melihat kemandirian teknologi dan regulasi kebijakan pertahanan, regulasi kebijakan pertahanan itu mengatur pengembangan industri pertahanan dan pembangunan SDM. Jika terjadi pengadaan maka harus ada transfer of technology untuk peningkatan SDM-nya baik dari TNI maupun non TNI dan saat ini Indonesia memiliki beberapa SDM yang mampu memproduk Alutsista sendiri.

Legislasi dan Regulasi.

Pemerintah telah metetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2011 tentang Santunan dan Tunjangan Cacat Prajurit TNI, sebagai perubahan PP No. 56 Tahun 2007. Di samping itu, saat ini sedang dilaksanakan proses pembahasan di DPR beberapa RUU terkait dengan pertahanan yaitu: RUU tentang Keamanan Nasional,

State of the Republic of Indonesia, especially in flash points to ensure the implementation of the national interests.

Indonesia has the obligation to produce its own main weaponry system (Alutsista). Modern main weaponry system has been domestically produced by the defense industry, in addition to facilities for combat trainings and education to maintain security. It is therefore expected that the Indonesian Armed Forces has reliable troops equipped with a modern weaponry system.

However, it does not mean that Indonesia has an intention to build a massive military strength. We want the Indonesian Armed Forces to have reliable defense strength, which is trained for good maneuvers, educated, and armed with more sophisticated weaponry system.

The 2010-2014 Minimum Essential Force (MEF) brings out development of the domestic defense industry. We see something more from the independence of the technology and regulation of the defense policy. The regulation arranges development of the defense industry and the human resources development. Procurement must bring a transfer of technology to increase the human resources, whether or not from the Indonesian Armed Forces. At present, Indonesia already has human resources capable to produce its own main weaponry system.

Legislation and Regulations

The government has issued the Government Regulation No. 45/2011 on Compensation and Disability Benefits for Soldiers of the Indonesian Armed Forces, as amendment of the Government Regulation No. 56/2007. In addition, some defense-related drafts are being discussed at the House of Representatives, incuding Draft on the National Defense, Draft on the Reserve Components, and Draft on the Revitalisation of the Defense Industry and Security.

At present, some drafts have been harmonized amongst ministries, including Draft on the Indonesian Veterans, Draft on the State Confidentiality, and Draft on the Military Discipline Legal Code. In addition, as mandated by Law No. 34/2004 on the Indonesian Armed Forces, in relation to the Indonesian Armed Forces prohibited to do any business, business activities of the Indonesian Armed Forces have been taken over.

Policy and Strategy of the National Defense

Efforts to empower the defense regions and to manage borders and the outermost small islands are made by the deployment of the Indonesian Armed Forces at the border areas, construction and quality increase of posts of the Indonesian Armed Forces at the border areas, and cultivation of the awareness of the national defense for

TECHNOLOGY DEVELOPMENT TOWARD INDEPENDENCE IN DEFENSE INDUSTRY

Page 24: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

24 Edisi Khusus 2014

RUU tentang Komponen Cadangan dan RUU tentang Revitalisasi Industri Pertahanan dan Keamanan.

Saat ini, sudah ada beberapa RUU yang telah diharmonisasikan antar Kementerian, yaitu, RUU tentang Veteran Indonesia, RUU tentang Rahasia Negara, dan RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Militer. Selain itu, sesuai amanat UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, terkait jati diri TNI yang tidak berbisnis, maka telah dilaksanakan Pengambilalihan Aktivitas Bisnis TNI.

Kebijakan dan Strategi Pertahanan Negara.

Usaha-usaha pemberdayaan wilayah pertahanan dan pengelolaan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar dilakukan melalui pelaksanaan kebijakan pengerahan TNI di wilayah perbatasan, pembangunan dan peningkatan kualitas pos TNI di wilayah perbatasan dan penanaman kesadaran bela negara bagi penduduk di sekitar perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar.

Dalam rangka revitalisasi industri pertahanan, Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) telah mensinkronisasikan kebutuhan sarana pertahanan dalam rangka pemenuhan Minimum Esential Forces (MEF) dengan kemampuan industri pertahanan, dan telah dituangkan dalam memorandum of understanding (MoU) dengan pihak Industri Strategis Pertahanan, serta diwujudkan dalam pengadaan Alutsista TNI. Selain itu, telah disusun Blue Print, Grand Design beserta Road Map, didukung dengan penelitian dan pengembangan.

Indonesia juga telah melakukan beberapa kerjasama di bidang pertahanan baik bilateral maupun multilateral. Kerjasama bilateral berlangsung secara efektif yang menghasilkan hubungan saling percaya serta mewujudkan kepentingan Indonesia di bidang pembangunan pertahanan negara. Sedangkan dalam hal kerjasama multilateral, yang paling menonjol adalah suksesnya penyelenggaraan ASEAN Defence Military Meetings (ADMM) ke-lima dan ADMM Plus.

Pada penyelenggaraan misi pemeliharaan perdamaian internasional, Indonesia telah melakukan pengiriman Kontingen Garuda ke Libanon, Kongo dan Haiti. Terkait dengan hal ini untuk menyiapkan sumber daya manusia pertahanan yang professional untuk tugas-tugas pemeliharaan perdamaian, Presiden telah meresmikan operasionalisasi Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian yang terbesar di wilayah Asia Tenggara, yang merupakan bagian dari program pembangunan “seven in one,” Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia (Indonesian Peace and Security Center/IPSC) di Sentul, Bogor, yang meliputi: Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (Peace Keeping Centre), Pusat Penanggulangan Terorisme (Counter Terrorism Training Ground), Pusat Pelatihan Penanggulangan Bencana dan Bantuan Kemanusiaan (Humantarian and Disaster Relief Training Centre), Pusat

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MENUJU KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN

every citizen in the border areas and the outermost small islands.

To revitalize the defense industry, the Committee of Defense Industry Policy (KKIP) has synchronized the need of defense facilities to fulfill the Minimum Essential Forces (MEF) with the capability of the defense industry. It is contained in the Memorandum of Understanding (MoU) with the Defense Strategic Industry, and realized in the procurement of the Indonesian Armed Forces main weaponry system. In addition, a blue print, a grand design, and a road map have been arranged, supported by a research and development program.

Indonesia has also set up bilateral and multilateral defense cooperation. Effective bilateral cooperation produces mutual-trust relations and realizes Indonesia’s interests in the national defense development. In multilateral cooperation, what stands out is the implementation of the 5th ASEAN Defense Military Meeting (ADMM) and ADMM Plus.

In the implementation of international peace-keeping missions, Indonesia has sent Garuda contingents to Lebanon, Congo, and Haiti. In relation to this, to prepare professional human resources for peace-keeping duties, the President has officially opened South East Asia’s largest Centre of Peace-Keeping Mission. It is a part of the “seven in one” development program. The Indonesian Peace and Security Centre (IPSC) in Sentul, Bogor, includes a Peace Keeping Centre, the Centre of terrorism Training Ground, the Humanitarian and Disaster Relief Training Centre, the Language Centre, the Defense University, and the Military Sports Centre.

Development of the Indonesian Armed Forces through the achievement of MEF in the main weaponry system has been implemented with rematerialisation, procurement, dislocation of the power, and revitalization of the Indonesian Armed Forces units according to the progressing threats. In the research and development program, the Ministry of Defense has successfully tested the 122-RHAN rocket and developed some prototypes of 200 Newton small jet engine for surface to surface cruise missiles of 100-150-kilometer distance, produced warheads with impact fuze for 200-mm caliber rockets, aluminum composite materials, glide smart bombs, manpack VHF/FM ground to air communication tool, UHF handheld and repeater combat communication tool, and developed KF-X/IF-X fighters.

Meanwhile, in the frame of the national defense strategy, a strategic policy and a Strategic Defense Review (SDR) have been formulated. They are focused on three policies, including the establishment of the Central Control Desk of the Defense Office, the strengthening of the Integrated Three Forces, the Synchronization of MEF, the Peace-Keeping Mission, Development of the Defense Regions, and the Information System of the National Defense.

Page 25: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 25

Bahasa (Language Centre), Universitas Pertahanan, dan Pusat Olah Raga Militer.

Pembangunan TNI melalui pencapaian MEF pada bidang Alutsista telah dilaksanakan dengan rematerialisasi, pengadaan, dislokasi kekuatan, dan revitalisasi satuan TNI sesuai dengan ancaman yang berkembang. Sedangkan dalam bidang penelitian dan pengembangan, Kementerian Pertahanan telah berhasil dengan sukses melaksanakan uji coba penembakan roket 122-RHAN dan pengembangan beberapa prototype small jet engine 200 newton untuk rudal jelajah surface to surface jarak 100-150 KM, pembuatan warhead dengan impac fuze untuk pengembangan roket caliber 200 mm, pembuatan material komposit aluminium paduan, glide smart bomb, alat komunikasi (Alkom) manpack VHF/FM ground to air, alat komunikasi tempur (Alkompur) UHF handheld dan repeater serta pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X.

Sementara itu dalam rangka strategi pertahanan negara, telah dirumuskan produk kebijakan strategis dan Strategic Defence Review (SDR) yang difokuskan pada enam kebijakan yaitu: Pembentukan Desk Pengendali Pusat Kantor Pertahanan, Penguatan Trimatra Terpadu, Penyelarasan MEF, Misi Pemeliharaan Perdamaian, Pemberdayaan Wilayah Pertahanan dan Sistem Informasi Pertahanan Negara.

Pemberdayaan SDM.

Peningkatan kesadaran bela negara sangat penting untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI, Pemerintah selalu melakukan kegiatan-kegiatan sosialisasi, bimbingan teknis dan pemberdayaan organisasi kemasyarakatan yang diselenggarakan di lingkungan pendidikan, pekerjaan, dan pemukiman dengan melibatkan instansi terkait baik di tingkat pusat dan daerah. Untuk mewujudkan hasil yang nyata dalam menanamkan sikap bela negara memerlukan proses panjang dan berkesinambungan serta merupakan gerakan nasional. Terkait dengan hal tersebut Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertahanan bekerjasama dengan kementerian/lembaga lain telah memfokuskan upaya menanamkan sikap kesadaran Bela Negara di wilayah perbatasan.

Proyeksi Kedepan.

Di bidang kelembagaan akan dilakukan refungsionalisasi penyelenggaraan tugas pokok Kementerian Pertahanan di daerah, yang dilakukan dengan pembentukan Desk Pengendali Pusat Kantor Pertahanan, dan pengorganisasian tata kerja Universitas Pertahanan dengan penyusunan Status Unhan.

Human Resources Empowerment

It is very important to increase awareness of the national defense to keep the integrity of the Unitary State of the Republic of Indonesia. The government continues to organize socialization activities, technical guidance, and empowerment of community organizations at the education, work, and settlement environments, involving related institutions in both the central as well as regional levels. To materialize a concrete result in cultivating awareness of the national defense, it takes a long and simultaneous process, which then becomes a national movement. In relation to that, the government, in this case the Ministry of Defense, has set up cooperation with other ministries/institutions to cultivate awareness of the national defense in the border areas.

Projection to the Future

Institutions will be refunctioned to organize main duties of the Ministry of Defense in the regions, by setting up a Central Control Desk of the Defense Office, and organizing working procedures of the Defense University to deal with its status. KKIP’s performance wil be strengthened to increase competitiveness and capacity of the production of the domestic defense industry, and to harmonize procurement of the main weaponry system from overseas through the Transfer of Technology (ToT) and joint production program in the procurement and development of the main weaponry system of the Indonesian Armed Forces.

Related to the empowerment of defense regions and management of border areas and the outermost small islands, the government will synchronise development programs in the related areas with the National Board of Borders Management (BNPP), through the

TECHNOLOGY DEVELOPMENT TOWARD INDEPENDENCE IN DEFENSE INDUSTRY

Page 26: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

26 Edisi Khusus 2014

Dalam rangka meningkatan industri pertahanan dalam negeri, maka kinerja KKIP akan lebih diperkuat untuk meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi industri pertahanan, serta terwujudnya keserasian pengadaan Alutsista dari luar negeri melalui program ToT dan joint production dalam pengadaan dan pengembangan Alutsista TNI.

Terkait dengan upaya pemberdayaan wilayah pertahanan dan pengelolaan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar, pemerintah akan mensinkronkan dan mensinergikan program pembangunan di daerah terkait dengan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), melalui refungsionalisasi peran PTP Kementerian Pertahanan di daerah. Program pembangunan akan diprioritaskan di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berupa pembangunan pos pertahanan di Kalimantan Barat, penanaman kesadaran Bela Negara, dan pembangunan infrastruktur yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat melalui operasi bhakti TNI (TMMD skala besar) dan bhakti TNI di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Papua untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan dan keamanan.

Sedangkan untuk kebijakan Trimatra Terpadu akan dilakukan pengintegrasian kekuatan komponen pertahanan negara di daerah secara optimal yang dilakukan melalui perwujudan keterpaduan doktrin, perencanaan, operasional, pendidikan dan pelatihan, penyelenggaraan dukungan logistik, penggelaran serta interoprabilitas Alutsista TNI dalam merespon ancaman.

Dalam hal kerjasama bidang Pertahanan, Pemerintah mendukung terwujudnya ASEAN Political and Security Community dalam rangka terciptanya perdamaian dan stabilitas kawasan. Kerjasama bilateral dengan negara sahabat diprioritaskan untuk menumbuhkan rasa saling percaya, melalui kerjasama pertahanan yang meliputi diplomasi pertahanan, dialog strategis, industri pertahanan dan logistik, kerjasama militer dalam bidang pendidikan dan pelatihan, kesehatan militer, patrol terkoordinasi, operasi bersama di perbatasan, serta pemanfaatan Indonesian Peace and Security Center (IPSC).

Pemerintah Indonesia juga akan tetap ikut berpartisipasi dalam misi pemeliharaan perdamaian dunia, antara lain dengan akan melanjutkan pembangunan fasilitas IPSC, meningkatkan keterampilan SDM pertahanan, peralatan, dan dukungan apabila memperoleh mandat PBB untuk melaksanakan misi pemeliharaan perdamaian.

Pemerintah juga akan melanjutkan dan merealisasikan konsistensi percepatan MEF melalui rematerialisasi peningkatan kesiapan Alutsista, relokasi dan revitalisasi satuan TNI sesuai perkembangan ancaman, serta pengadaan Alutsista TNI dan pendukungnya sesuai shopping list yang telah direncanakan. Pengadaan Alutsista TNI ini akan mengutamakan penggunaan produk industri dalam negeri.

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MENUJU KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN

refunctionalisation of PTP of the Ministry of Defense in the regions. The development program will prioritize the border areas and the outermost small islands by building defense posts in West Kalimantan, cultivation of national defense awareness, and development of the infrastructure to support the local people economic growth through the large-scale devotion operations of the Indonesian Armed Forces in the provinces of West Kalimantan, East Kalimantan, and Papua to increase welfare and security.

In the integrated three-services policy, the national defense components in the regions will be integrated optimally by integrating the doctrine, planning, operation, education and training programs, implementation of the logistic supports, deployment and interoperability of the Indonesian Armed Forces main weaponry system in responding threats.

In defense cooperation, the government supports the ASEAN Political and Security Community to create peace and stability in the region. Bilateral cooperation with friendly countries is prioritized to grow mutual trust. The defense cooperation includes defense diplomacy, strategic dialogues, defense and logistic industry, military cooperation in education and training programs, military health, coordinated patrol, border joint operations, and the utilization of the Indonesian Peace and Security Centre (IPSC).

The Indonesian government will continue to participate in the world peace-keeping mission, among others by continuing the construction of IPSC facilities, increasing skill of the defense human resources, tools, and support if mandated by the United Nations.

The government will also continue to consistently accelerate MEF by increasing the preparedness of the main weaponry system, relocation and revitalization of the Indonesian Armed Forces units and their supporters according to the planned shopping list. Procurement of the Indonesian Armed Forces main weaponry system will prioritize domestic industrial products.

The national defense attitude and behavior will be cultivated to all citizens through development of the national defense awareness, especially for people in the border areas and conflict-potential areas.

Welfare of the Indonesian Armed Forces soldiers will be simultaneously increased according to the state budget. The programs include construction of houses for the soldiers, health service and insurance, raise of the basic salary, security operation allowance for soldiers assigned in border areas and the outermost small islands, and improvement of the performance benefits for the soldiers.

Building Independence of the State-Owned Companies in Strategic Industries.

Development of the national defense uses a concept of capability-based defense. It takes encountered threats and

Page 27: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Penanaman sikap bela negara dan perilaku bela negara kepada setiap warga negara, akan tetap dilakukan melalui pembinaan kesadaran bela negara bagi masyarakat khususnya di wilayah perbatasan dan wilayah potensi konflik.

Peningkatan kesejahteraan prajurit TNI secara berkesinambungan sesuai kemampuan anggaran negara akan tetap menjadi perhatian pemerintah antara lain berupa pembangunan perumahan bagi prajurit, pelayanan dan asuransi kesehatan, kenaikan gaji pokok, tunjangan operasi pengamanan bagi prajurit TNI yang bertugas dalam operasi pengamanan pada wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar serta perbaikan tunjangan kinerja bagi prajurit TNI.

Membangun Kemandirian BUMNIS.

Pembangunan pertahanan negara menggunakan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap mempertimbangkan ancaman yang dihadapi serta kecenderungan perkembangan lingkungan strategik. Peningkatan kemampuan Alutsista TNI dilaksanakan melalui pemeliharaan, epowering/retrofitting Alutsista dan pengadaan Alutsista baru sesuai dengan kebutuhan yang mendesak untuk menggantikan Alutsista yang sudah tidak layak pakai. Sebagai wujud komitmen pemerintah dalam meningkatkan kemandirian industri pertahanan nasional,

Edisi Khusus 2014 27

the tendency of the progress of the strategic environment into consideration. The capability of the Indonesian Armed Forces main weaponry system is increased by maintaining, empowering/retrofitting the main weaponry system, and providing new main weaponry system according to the urgent need to replace the main weaponry system, which is no longer feasible to use. To express the government’s commitment in increasing independence of the national defense industry, the Indonesian Armed Forces main weaponry system is fulfilled by taking advantage of the capability of the national defense industry. This step is an effort to minimize dependence on imported main weaponry system, which is prone to embargo.

The role of the national defense industry, which is not optimal yet in development of the world military technology, has affected the defense system. The victory of the defense system is determined by the execellence of technology of the military main weaponry system. The national defense industry, especially the State-Owned Companies in Strategic Industries (BUMNIS) still relies on imported raw materials and to manage the companies inefficiently, so that they produce high-cost main weaponry system. Indirectly, the national defense industry cannot compete yet with overseas military industry. On the other hand, some national private industries, already capable to produce military equipment, do not have an optimal role yet.

TECHNOLOGY DEVELOPMENT TOWARD INDEPENDENCE IN DEFENSE INDUSTRY

Page 28: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI diupayakan memanfaatkan sebesar-besarnya kemampuan industri pertahanan nasional. Langkah ini merupakan upaya dalam meminimalkan ketergantungan Alutsista TNI dari produk luar negeri yang rawan terhadap embargo.

Belum optimalnya peran industri pertahanan nasional dalam perkembangan teknologi militer di dunia telah membawa pengaruh terhadap kemenangan system pertahanan yang ditentukan oleh keunggulan teknologi Alutsista militer yang dimiliki. Industri pertahanan nasional khususnya BUMNIS (Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis) sampai saat ini masih mengandalkan bahan baku dari luar negeri dan mempunyai kecenderungan pengelolaan perusahaan yang belum efisien sehingga hasil yang dicapai merupakan Alutsista berbiaya tinggi (high cost). Secara tidak langsung, industri pertahanan nasional belum dapat bersaing dengan industri militer dari luar negeri. Pada sisi lain, beberapa industri swasta nasional yang mampu menghasilkan peralatan militer belum mendapat peran yang optimal.

Dalam rangka modernisasi alat utama sistem senjata (Alutsista), TNI harus mengikuti kebijakan pemerintah menggunakan secara optimal produksi industri pertahanan dalam negeri, kebijakan tersebut amat strategis, karena dapat mengurangi ketergantungan terhadap negara lain. Dalam program revitalisasi ini, pemerintah memiliki komitmen kuat untuk menciptakan Indonesia Incorporated dengan memberdayakan BUMN Industri Strategis (BUMNIS), seperti PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, dan PT LEN. Kebijakan tersebut di antaranya setiap pengadaan Alutsista TNI harus mengikutsertakan industri nasional baik BUMN maupun swasta, dalam pengadaan Alutsista untuk diproduksi di dalam negeri. Selain itu, dalam setiap pengadaan hendaknya mengikutsertakan beberapa syarat lainnya untuk diajukan kepada para penyedia barang, antara lain memberikan transfer of know how atau local content. Dengan adanya kebijakan Menhan yang pro terhadap kemandirian industri pertahanan dalam negeri tersebut baik pengguna (TNI) maupun produsen (industri pertahanan dalam negeri), untuk dapat mengimbangi kebijakan yang diberikan Menhan dengan demikian proses peningkatan kemandirian indusrti dalam negeri akan berjalan lebih cepat.

Menghidupkan Budaya Teknologi.

Masalahnya sekarang terletak pada budaya yang

28 Edisi Khusus 2014

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MENUJU KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN

To modernize the main weaponry system, the Indonesian Armed Forces must follow the government policy, which stipulates an optimal use of the domestic defense industry production. The policy is very strategic as it can minimize dependence on other countries. In the revitalization program, the government has a strong commitment to create Indonesia Incorporated by empowering the State-Owned Companies in Strategic Industries, such as PT. Pindad, PT. Dirgantara Indonesia, PT. PAL, and PT. LEN. The policy stipulates that the Indonesian Armed Forces shall involve the national industry, both state-owned companies as well as private companies, in the procurement of the main weaponry system. In addition, the procurement shall have some other requirements for the goods providers, such as a transfer of know how and the use of local content. The policy of the Minister of Defense, who is pro to the independence of domestic defense industry, both the users (the Indonesian Armed Forces) as well as the producers (domestic defense industry) can balance the policy of the Minister of Defense. This way, the process to increase independence of the domestic industry can accelerate.

Reviving Technology Culture.

The problem now lies on the culture being developed by each stakeholder. This is in accordance with what was stated by Huntington. He saw how culture plays a significant role in an achievement. Thanks to its culture, South Korea surpassed Ghana. The Chinese can bring its countries to be excellent in the industrialization process compared to the Malay. Culture, which is able to support independence in the defense industry, must be explored and revitalized. The defense industry, consisting of state-owned companies in strategic industries and supported

Page 29: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

dikembangkan oleh masing-masing stake holder. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Huntington yang melihat betapa besarnya peran budaya dalam mencapai suatu keberhasilan. Korea Selatan dengan budayanya membuatnya unggul dibandingkan Ghana. Melihat bagaimana rumpun budaya Tiongkok mampu membawa negaranya unggul dalam proses industrialisasi dibandingkan dengan rumpun Melayu. Budaya yang perlu dikembangkan yang dapat mendukung perwujudan kemandirian industri pertahanan harus digali dan direvitalisasi. Unsur industri pertahanan yang terdiri dari BUMNIP dan didukung oleh perusahaan swasta, perlu mengembangkan budaya “gotong royong” yang sebenarnya merupakan nilai budaya bangsa Indonesia yang ada sejak dahulu kala namun saat ini mengalami degradasi menuju ke arah individualistik.

Dengan kerja sama yang diawali keterbukaan dan kejujuran akan menciptakan relasi simbiosis mutualistik antar BUMNIP dan perusahaan swasta. Nilai budaya kerja keras dan kerja cerdas adalah nilai yang harus dipegang teguh dan terus dipelihara dan dikembangkan, karena dengan kerja keras dan kerja cerdas, memampukan industri pertahanan mampu meningkatkan produktifitasnya baik dari kuantitas maupun kwalitas secara efektif dan efisien. Hal ini akan dapat memperbaiki citra BUMNIP yang tidak sehat dan bermasalah dari segi manajerial maupun financial sehingga kalah bersaing dengan industry pertahanan dari negara lain. Nilai-nilai ini akan mampu pula meningkatkan hingga 70% kapasitas teknologi, financial dan produksi sistem senjata, sehingga secara keseluruhan kemandirian dapat terwujud. Budaya yang perlu dibangun adalah budaya yang berorientasi pada kualitas sehingga pranata litbang melakukan penelitian dengan mengikuti kaidah kaidah ilmiah baik dari segi metodologi dan kompetensi peneliti. Sumber daya litbang senantiasa dipenuhi rasa ingin tahu yang tinggi, mampu melakukan analisa yang tepat terhadap fenomena yang ada di lingkungan strategis baik nasional, regional maupun internasional.

Industri berbasis teknologi di Indonesia sulit bersaing dengan produk-produk luar negeri dukungan pemerintah terhadap industri teknologi nasional sangat minim. Secara kualitas SDM bangsa kita memiliki banyak tenaga ahli, mereka adalah aset bangsa dan seringkali direkrut oleh perusahaan asing di dalam dan di luar negeri. Teknologi sangat berperan terhadap kemajuan suatu bangsa namun hasil riset jarang dipakai dan Inovasi teknologi sangat minim, maka akibatnya sulit bersaing dengan produk luar sehingga perlu membuat kebijakan yang dapat memproteksi industri dalam negeri memasuki era perdangan bebas. Kalau dilepas begitu saja, jelas industri kita akan kalah bersaing dengan produk-produk luar.

Kebijakan dan anggaran pemerintah untuk riset dan pengembangan teknologi sangat dibutuhkan. Selama ini anggaran pemerintah kita untuk riset teknologi sangat minim bahkan lebih rendah daripada anggaran riset

Edisi Khusus 2014 29

by the private companies, should develop a mutual aid culture. Such culture is Indonesia’s cultural value, which exists since long time ago. However, it is encountering degradation to individualism.

Supported by openness and honesty, cooperation will create symbiosis mutualistic relations between the state-owned companies in strategic industries and the private companies. Work hard and work smart are values that we should continue to uphold, maintain, and develop, as they enable the defense industry to increase its productivity in quantity and quality, both effectively as well as efficiently. This will improve the image of unhealthy and troubled state-owned companies from the managerial and financial aspects, which have caused them to lose in the competition with the defense industry of other countries. These values can also increase the technology, financial, and production capacity of the weaponry system up to 70%, so that independence can be realized. What must be built is quality-oriented culture, so that the research and development institutions will conduct research and technology by following the scientific rules, from both the methodology as well as the competence of the researchers. Highly interested research and development resources are able to analyze the existing phenomenon in the strategic environment, nationally, regionally, and internationally.

Technology-based industry in Indonesia can hardly compete with imported products due to the minimum support of the government to the national technology industry. Qualitatively, Indonesia has many experts, who are assets and often recruited by foreign companies at home and overseas. Technology plays an important role in a nation’s advancement. However, research results are seldomly used while there is only minimum technology innovation. That is why it is difficult for Indonesia’s products to compete with imported products. A policy is therefore required to protect the domestic products in entering the free trade era. Without any support, Indonesia’s industry will obviously lose in the competition with imported products.

The government’s policy and budget for technology research and development are highly required. To date, the government provides a small budget for technology research, even smaller than the research budget provided by a private company. Investment in technology is quite promising in a long term. With technology, Indonesia’s natural resources can be managed more optimally, and enjoyed and used for the people’s prosperity.

Despite its poor natural resources, Japan can become a developed country as the country masters technology. Imagine that Indonesia, with its natural resources, can also master technology. It can definitely become a developed country as well. It is about time for us to develop technology for the nation’s independence, so that we are not only spectators in the advancement of civilization.

TECHNOLOGY DEVELOPMENT TOWARD INDEPENDENCE IN DEFENSE INDUSTRY

Page 30: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

sebuah perusahaan asing. Investasi teknologi sangat menjanjikan untuk jangka waktu panjang dengan teknologi, pengelolaan kekayaan alam Indonesia bisa lebih optimal. Kekayaan alam yang dikandung di bumi Indonesia benar-benar akan dinikmati dan digunakan untuk kemakmuran rakyat.

Jepang yang miskin kekayaan alamnya saja bisa menjadi negara maju akibat penguasaannya di bidang teknologi dapat dibayangkan Indonesia yang memiliki banyak kekayaan alam apabila mampu meguasai teknologi tentunya mampu menjadi negara maju. Kini sudah saatnya kita mengembangkan teknologi untuk kemandirian bangsa agar bangsa kita tidak hanya sebagai penonton dalam kemajuan peradaban.

Strategi menuju kemandirian dapat dilihat dari Masterplan Pembangunan Industri Pertahanan tahun 2010-2029, yang mempunyai 2 target utama yaitu target Alutsista dan target Industri Pertahanan. Target Alutsista yang akan dicapai adalah Alutsista yang memiliki mobilitas tinggi dan bersifat sebagai pemukul yang dahsyat. Sedangkan target pencapaian Indhan adalah memenuhi pasar dalam negeri (jangka pendek), bersaing secara internasional dan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi.

Kemandirian Industri Pertahanan.

Tumbuhnya industri pertahanan dalam negeri diharapkan dapat memberikan devisa bagi negara saat meningkatnya ekspor Alutsista dalam negeri, namun itu pun membutuhkan anggaran yang cukup besar di awal pengembangannya. Memang untuk saat ini anggarannya sangat besar untuk seperti itu dan harus ada balances. Masih cukup tinggi belanja pegawai dibandingkan dengan belanja barang, pengeluaran dan pemasukan harus seimbang. Lebih bagus lagi, pemasukan harus lebih besar dari pengeluaran dan itu yang dinamakan surplus anggaran. Selain dapat menghasilkan devisa saat ekspor, perkembangan industri dalam negeri juga akan menyerap banyak tenaga kerja sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran. Industri pertahanan bukan hanya memiliki fungsi pertahanan saja, melainkan fungsi ekonomi juga didapat, jika itu dikembangkan dengan baik, Undang-undang Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan menuntut Indonesia harus siap memproduksi sendiri alusista di dalam negeri. Impor hanya dilakukan untuk senjata dan Alutsista yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri dan itupun harus ada syarat adanya alih teknologi

30 Edisi Khusus 2014

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MENUJU KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN

The strategy toward independence can be seen in the Masterplan of Defense Industry Development for 2010-029. The masterplan has two main targets, including the main weaponry system and the defense industry. The target of the main weaponry system is a system with high mobility, while the target for the defense industry is to fulfill the short-term domestic market, competitive internationally and able to support the economic growth.

Independence of the Defense Industry.

The domestic defense industry is expected to provide foreign exchange for the country when it exports its domestic main weaponry system. However, at the beginning of the development, it requires large budget. On the other hand, there is high personnel expenditure compared to goods expenditure while there should be a balance between the expenditure and income. Larger income is even better, it is named budget surplus. Apart from foreign exchange at exports, the domestic industrial development absorbs many labors, so that it can reduce the level of unemployment. If well developed, the defense industry does not just have a defense function, but also an economic function. Under Law No. 16/2012 on the Defense Industry, Indonesia shall be prepared to produce its own main weaponry system. Imports may only be conducted for weapons and main weaponry system, which are not able to be produced domestically, with a requirement that there is a transfer of technology. It is hoped that within a certain period, the weapons and main weaponry system can be produced domestically. The independence of the national defense industry will ensure the availability of main weaponry system, so that the independence of the national defense and the integrity of the Republic of Indonesia are maintained. There are three things that Indonesia can

Page 31: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 31

agar dalam waktu tertentu semuanya bisa diproduksi di dalam negeri. Kemandirian industri pertahanan nasional ini akan mewujudkan kemampuan menjamin ketersediaan Alutsista sehingga kemandirian pertahanan negara dan keutuhan kedaulatan NKRI akan terjaga. Terdapat tiga hal yang dapat dicapai ketika Indonesia sudah mandiri dalam industri pertahanan, yakni kemampuan dalam membuat/mengintegrasikan Alutsista, kebebasan dalam memilih Sumber Material/Sistem/Teknologi, dan ketidaktergantungan terhadap berbagai ikatan. Mengacu pada Undang-undang Nomor 16 tahun 2014 maka perwujudan kemandirian industri pertahanan harus segera terwujud.

Memang tidak mudah untuk mampu memenuhi seluruh kebutuhan Alutsista TNI dari hasil produksi dalam negeri kita sendiri. Tahapan pemenuhannya perlu konsisten dan komitmen dalam perencanaan strategis yang baik, walaupun mungkin harus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengatasi berbagai kendala seperti dari penguasaan teknologi dan kesiapan sumber daya manusianya hingga ketersediaan anggaran/budget atau berbagai fasilitas dukungan lain namun hal ini merupakan bagian untuk pembangunan industry Pertahanan.

Pembangunan kemandirian industri pertahanan pada prinsipnya harus diawali dengan komitmen untuk merevitalisasi industri pertahanan dalam negeri oleh karena itu program revitalisasi industri pertahanan tidak saja ditujukan untuk membangun kemandirian industri nasional khususnya pengadaan Alutsista TNI tetapi juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat dan dinamis.

Untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju maka memerlukan komponen-komponen pendukung seperti politik bermartabat, ekonomi yang dapat memenuhi kebutuhan dasar dan kemampuan pertahanan yang bisa melindungi kedaulatan nasional. Artinya kekuatan ekonomi perlu diimbangi dengan kekuatan pertahanan.

Pemerintah dapat melanjutkan Renstra 2015-2019 agar program pertahanan terus berjalan, mengingat teknologi militer sifatnya dinamis. Tantangan yang bakal dihadapi ke depan adalah pembangunan infrastruktur pertahanan dalam negeri yang sejauh ini belum memadai.

Alutsista TNI sebagian besar bersumber dari luar negeri dan pengadaannya dibiayai dengan pinjaman luar negeri. Kebijakan pemerintah melakukan pengurangan porsi pinjaman luar negeri berdampak pada pembangunan pertahanan negara. Pada sisi lain komitmen pemerintah untuk mendorong pemanfaatan sebesar-besarnya produk industri pertahanan nasional dalam memenuhi kebutuhan Alutsista TNI masih belum efektif. Industri pertahanan nasional sampai saat ini masih memiliki keterbatasan dalam kemampuan dan kapasitas dalam memproduksi Alutsista TNI, keterbatasan penguasaan teknologi militer serta belum optimalnya upaya menyinergikan industri pertahanan nasional. Di samping hal itu pengembangan kemandirian industri dan teknologi militer juga membutuhkan proses dan waktu yang cukup panjang yang harus dilaksanakan secara berkelanjutan.

achieve when it has become independent in the defense industry, including capability to produce/integrate the main weaponry system, freedom to choose material/system/technology resources, and independence. With reference to Law No. 16/2014, independence of the defense industry must be soon realized.

It is indeed not easy to fulfill all needs of the main weaponry system of the Indonesian Armed Forces from the domestic production. It requires consistency and commitment to fulfill the needs. In addition, it requires a good strategic planning even cooperation with various parties to overcome constraints, such as technology, human resources, and budget as well as other supporting facilities. Nevertheless, it is all aimed at developing the defense industry.

In principle, development of the defense industry toward independence must begin with a commitment to revitalize the domestic defense industry. The program is therefore not only directed to build independence of the national industry, especially the main weaponry system of the Indonesian Armed Forces, but also to encourage healthy and dynamic national economic growth.

For Indonesia to become a developed country, it takes supporting components, such as dignified politics, economy that is able to fulfill the basic needs, and the defense capability that is able to protect the national sovereignty. The government can continue the Strategic Plan of 2015-2019, so that the defense program can continue, considering the dynamic military technology. The challenges to be encountered in the future will include development of the domestic defense infrastructure, which is so far insufficient.

At present, most of the main weaponry system of the Indonesian Armed Forces source from overseas, of which the procurement is funded by foreign loan. The government policy to lessen the foreign loan has affected development of the national defense. On the other hand, the government’s commitment to encourage maximum utilization of the products of the national defense industry to fulfill the need of the main weaponry system of the Indonesian Armed Forces, is not effective yet. The national defense industry still has limited capability and capacity in the production of the main weaponry system of the Indonesian Armed Forces, limited mastery of the military technology, and not-optimum efforts to synchronize the national defense industry. In addition, development of the independence of the military industry and technology also require a process and take a long time, which need to be implemented continously.

TECHNOLOGY DEVELOPMENT TOWARD INDEPENDENCE IN DEFENSE INDUSTRY

Page 32: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

32 Edisi Khusus 2014

KEBIJAKAN POTENSI PERTAHANAN MENDUKUNG KEMANDIRIAN PERTAHANAN

Oleh: Dr. Timbul SiahaanDirektur Jenderal Potensi Pertahanan Kemhan

DEFENSE POTENTIAL POLICY SUPPORTS DEFENSE INDEPENDENCY

PENDAHULUAN

Era Global adalah keniscayaan yang mendorong kesaling gantungan dalam tata kehidupan antar bangsa dari tataran strategis sampai dengan tataran teknis. Dalam kontek pertahanan negara pada tataran strategis diciri oleh semakin giatnya komunikasi antar bangsa dalam usaha melindungi kepentingan nasionalnya secara terintegrasi baik pada tingkat regional sampai dengan tingkat global. Sementara pada tataran teknis nampak bagaimana pemenuhan Alutsista dapat bersumber dari berbagai negara terlepas dari hal itu mencerminkan strategi antisipasi menghadapi embargo maupun alasan yang lain.

Dalam kondisi lingkungan strategis demikian itu, kemandirian pertahanan harus diformulasikan secara tepat, sehingga dalam tataran birokratis diperoleh arah dan pijakan langkah yang jitu. Kemandirian pertahanan diramu dari latar belakang sejarah yang mengilhaminya dengan nilai-nilai yang kemudian dianut dalam sistem pertahanan yang dihadapkan dengan tuntutan perkembangan hubungan antar bangsa yang saling bergantung dan kompleks.

Sistem pertahanan negara Indonesia adalah sistem pertahanan semesta yang lahir dari kancah perjuangan bangsa Indonesia yang menghendaki pelibatan segenap warga negara, wilayah, dan sumberdaya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah. Dengan landasan sistem pertahanan semesta, kemandirian pertahanan negara dibangun pada aspek sistem kekuatan pertahanan militer dan sistem kekuatan pertahanan nonmiliter.

Potensi pertahanan sebagai salah satu fungsi Kementerian pertahanan peran dalam kebijakan kemandirian pertahanan melalui pengembangan industri pertahanan dan komponen pendukung, serta bangun kekuatan pertahanan nirmiliter.

KEMANDIRIAN PERTAHANAN

Pertahanan negara merupakan segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Untuk mewujudkan pertahanan negara dilakukan usaha dalam sistem pertahanan bersifat semesta

PREFACE

Global era is inevitable, which drives interdependency in the way of life between nations from strategic aspects to technical aspects. The strategic aspect of a country’s defense is shown by the increased communication intensity between nations in the effort to integratedly protect their national interest either on a regional level or on a global level. While on the technical aspect, it is obvious how the procurement of main weaponry system (Alutsista) is sourced from various countries regardless whether this arrangement shows anticipative strategy to face embargo or for other reasons.

In today’s strategic environment condition, defense independency must be effectively formulated, so that in the bureaucratic level, an accurate direction and standpoint is obtained. Defense independency roots from its historical background inspired by values, which is then adopted by the defense system. The system is then challenged by demand arising from the development of relationship between nations, which is inter-dependable and complex.

Indonesia’s defense system is a total defense system born from the Indonesian nation struggle arena, which demanded the involvement of every citizen, territory, and other national resources, which was prepared early by the government. With the total defense system foundation, the independency of the country’s defense is built on the aspects of military defense force system and non-military defense force system.

Defense potential as one of the functions of the Ministry of Defense, is their role in independency defense policy through the development of the defense industry and its supporting components, and through the development of non-military defense force.

DEFENSE INDEPENDENCY

A country’s defense is every effort in defending the country’s sovereignty, the integrity of the Indonesian territory, and the safety of its people from any form of threat. To achieve the country’s defense, an effort is carried out in the defense system, which is total by combining military defense force and non-military defense force. Both military defense force as well as non-military defense force involve all citizens in the country’s defense effort, combined with

Page 33: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 33

yang menggabungkan kekuatan pertahanan militer dan kekuatan pertahanan nirmiliter. Baik kekuatan pertahanan militer maupun kekuatan pertahanan nirmiliter melibatkan seluruh warga negara dalam usaha pertahanan negara dengan mendayagunakan segenap sumber daya nasional secara maksimal.

Sistem pertahanan militer terdiri dari komponen utama yakni TNI didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Sistem kekuatan pertahanan nirmiliter terdiri dari unsur utama yakni lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.

Mencermati dua sistem kekuatan pertahanan tersebut kemandirian pertahanan pada dasarnya bersandar pada kemandirian baik pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter. Kemandirian pertahanan militer didukung oleh ketersediaan Alutsista secara mandiri, tanpa menutup diri melakukan benchmarking dalam rangka membangun kemandirian dan bahkan pengadaan dari luar negeri alias import dengan persyaratan tertentu. Sementara kemandirian pertahanan nirmiliter lebih bersifat dinamis, mengingat keunggulan dan nilai ekonomi serta politik sangat besar peranannya dalam membangun kemandirian pertahanan nirmiliter. Dalam hal ini pertahanan nirmiliter yang menyelenggarakan fungsi-fungsi diplomasi, ekonomi, psikologi, teknologi dan informasi serta keselamatan umum secara mandiri dan bekerja sama dalam koordinasi tingkat lokal, nasional sampai internasional. Keterpaduan

DEFENSE POTENTIAL POLICY SUPPORTS DEFENSE INDEPENDENCY

maximizing the utilization of all national resources.

The military defense system comprises the main component, which is the Indonesian Armed Forces backed-up by reserve component and supporting component. The non-military defense system consists of the main component, which is the government institution outside the defense sector with the support of other components of the nation’s strength, depending on the form and nature of the threat encountered.

Observing the two defense power systems, the defense independency basically rests on the independency of both military defense as well as non-military defense. The independency of military defense is supported by the availability of an independent main weaponry system, without hesitating to conduct benchmarking in the interest of building independency and further on to procure from other countries or import under certain terms. In the mean time, independency of non-military defense is more dynamic in nature, considering that the superiority and political and economical value have a significant role in building non-military defense independency. In this case, non-military defense conducts the functions of diplomacy, economy, psychology, technology, information and general security independently and in cooperation in local, national and up to international level coordination. Integration in independency between military defense and non-military defense generates detterence capable of preventing and resolving all forms of threats, in particular blockades and embargos.

Page 34: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

34 Edisi Khusus 2014

dalam kemandirian antara pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter menghasilkan daya tangkal yang mampu mencegah dan mengatasi setiap bentuk ancaman khususnya blokade dan embargo.

Blokade merupakan salah satu cara agresi yang dilakukan oleh angkatan bersenjata negara lain untuk menutup akses pelabuhan atau pantai atau wilayah udara. Sebagai sebuah cara untuk melakukan agresi, blokade merupakan ancaman militer. Embargo adalah pelarangan perniagaan dan perdagangan dengan sebuah negara yang dilakukan oleh satu negara atau kelompok negara yang merupakan instrumen hukuman politik karena pelanggaran terhadap sebuah kebijakan atau kesepakatan. Mengingat embargo berkaitan dengan perniagaan dan perdagangan maka ia terjadi dan merupakan wujud dari ancaman nonmiliter dengan tujuan negara yang terkena embargo secara internal dalam keadaan sulit, sehingga berimbas pada kelangsungan hidupnya.

KEBIJAKAN POTENSI PERTAHANAN MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PERTAHANAN

Potensi pertahanan merupakan unsur pelaksana tugas dan fungsi pertahanan dalam bidang pertahanan nirmiliter, kesadaran bela negara, komponen cadangan, komponen pendukung, pembinaan teknologi dan industri pertahanan, dan pembinaan veteran. Berkaitan dengan fungsi-fungsi di atas, kebijakan potensi pertahanan mewujudkan kemandirian pertahanan mencakup kebijakan dalam bidang teknologi dan industri pertahanan, komponen pendukung, dan kebijakan pertahanan nirmiliter.

Komponen cadangan tidak menjadi bagian khusus kebijkan kemandirian pertahanan karena kharakteristiknya adalah pengguna Alutsista seperti halnya komponen utama kemandiriannya. Dengan kata lain komponen cadangan dalam kerangka kebijakan potensi pertahanan mewujudkan kemandirian pertahanan tercakup dalam kebijakan teknologi dan industri pertahanan. Berbeda dengan komponen pendukung, kebijakannya termasuk dalam kebijakan potensi pertahanan mewujudkan kemandirian pertahanan karena dalam segmentasinya terdapat industri nasional dan tenaga ahli/profesi.

Kebijakan Teknologi dan Industri Pertahanan

Kebijakan Teknologi dan Industri Pertahanan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Salah satu tujuan penyelenggaraan industri pertahanan dalam Undang-Undang Industri Pertahanan adalah mewujudkan pemenuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan. Kelembagaan industri pertahanan terdiri dari Pemerintah, Pengguna, dan Industri Pertahanan. Pemerintah bertanggung jawab membangun dan mengembangkan Industri Pertahanan, yang koordinasi kebijakan nasional dalam perencanaan,

KEBIJAKAN POTENSI PERTAHANAN MENDUKUNG KEMANDIRIAN PERTAHANAN

Blockade is an aggression method conducted by another country’s armed forces to block access to ports or coast or airspace. As an aggression method, blockade is a military threat. Embargo is a commercial and trade ban on a country exercised by a country or group of countries, which serves as a political punishment instrument on violation against a policy or agreement. Considering embargo is related to commercial and trade, therefore this is a form of non-military threat with an objective to put the embargoed country to become internally in a difficult condition, which therefore impacts the country’s survival.

DEFENSE POTENTIAL POLICY CREATES DEFENSE INDEPENDENCY

Defense potential is an element of tasks execution and defense functions in non-military areas, sense of defending the country, reserve component, support component, development in technology and defense industry, and army veterans development. Related to the above functions, the defense potential policy creates defense independency, which covers policies in the areas of technology and defense industry, supporting components and non-military defense policies.

Reserve component is not a specific part of the defense independency policy as the characteristic is the users of the main weaponry system, as is the main component as well as the main component of the independency. In other words, reserve component in the defense potential policy frame creating defense independency, is covered under technology and defense industry policies. Unlike the supporting component, the policy is covered under defense potential policies creating defense independency as in the segmentation, there are national industry and experts/profession.

Technology and Defense Industry Policy

Technology and defense Iindustry policy is based on

Page 35: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 35

perumusan, pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi dan evaluasi Industri Pertahanan diwakili oleh Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Pengguna terdiri dari TNI, POLRI, Kementerian/Lembaga NonKementerian, dan pihak yang diberi izin, wajib menggunakan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang telah dapat diproduksi di Industri Pertahanan dalam negeri. Industi Pertahanan bertanggung jawab untuk membangun kemampuan dalam menghasilkan Alat Peralatan Pertahanan, yang meliputi industri alat utama, industri komponen utama dan/ atau penunjang, industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan), dan industri bahan baku.

Dalam rangka mendukung kemandirian pertahanan Undang-Undang Pertahanan mewajibkan Pemerintah memberikan perlindungan dan peningkatan kapasitas produksi Industri pertahanan, yang meliputi kegiatan penelitian dan pengembangan, perekayasaan, praproduksi, produksi, dan jasa pemeliharaan, dan perbaikan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan. Sementara jika pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan berasal dari produk luar negeri dalam Undang-Undang Industri Pertahanan diatur dengan persyaratan sebagai berikut:

1. Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan belum atau tidak bisa dibuat di dalam negeri,

2. Mengikutsertakan partisipasi Industri Pertahanan,

3. Kewajiban alih teknologi,

4. Jaminan tidak adanya potensi embargo, kondisionalitas politik dan hambatan penggunaan,

5. Adanya imbal dagang, kandungan lokal dan/atau ofset paling rendah 85 %,

6. kandungan lokal dan/atau ofset paling rendah 35 % dengan peningkatan 35 % setiap 5 tahun,

7. Pemberlakuan offset paling lama 18 bulan sejak Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 diberlakukan.

Kebijakan Komponen Pendukung

Komponen pendukung adalah Sumber Daya Nasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan. Sumber Daya Nasional bersifat luas sehingga dalam perannya sebagai komponen pendukung dikelompokkan menjadi lima segmen, yakni Garda Bangsa, Tenaga Ahli/ Profesi, Warga Negara Lainnya, Sumber Daya Alam dan Buatan serta Saran dan Prasarana Nasional, dan Industri Nasional.

Terhadap lima segmen tersebut kebijakan

DEFENSE POTENTIAL POLICY SUPPORTS DEFENSE INDEPENDENCY

Law No. 16/2012 on Defense Industry. One of the objectives of defense industry enforcement in the Law on Defense Industry is to create the fulfillment of defense and security weaponry. The defense industry institutions comprise of the government, the users, and the defense industry. The government is responsible in building and developing the defense industry, of which the coordination of national policies in the planning, formulation, execution, control, synchronization and evaluation is represented by the Committee of Defense Industry Policy (KKIP). The users consist of the Indonesian Armed Forces, the Indonesian Police, ministries/non-ministries, and authorized parties, which are all obliged to utilize defense and security weaponry manufactured in the domestic defense industry. The defense industry is responsible to build its capability in producing defense weaponry, which includes main weaponry industry, main and/or supporting component industry, component and/or supporting (logistic) industry, and raw material industry.

In order to support defense independency, the Law on Defense Industry obliges the government to provide protection and increased production capacity of the defense industry, which covers activities in research and development, engineering, pre-production, production, and repair and maintainance service of defense and security weaponry. Meanwhile if the procurement of defense and security weaponry is sourced from production of a foreign country, the law on Defense Industry stipulates the following terms:

1. The defense and security weaponry is not yet or cannot be produced domestically;

2. Involves participation of the defense industry;

3. Requirement of transfer of technology;

4. Guaranteed no potential embargo, political conditions and usage inhibition;

Page 36: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

36 Edisi Khusus 2014

Industi Nasional dan Kebijakan Tenaga Ahli/Profesi sebagai Komponen Pendukung besar perannya dalam memandirikan pertahanan negara dalam pengertian menutup celah yang belum terjangkau dalam Kebijakan Teknologi dan Industri Pertahanan. Kebijakan yang ditempuh menyangkut Industri Nasional mendukung kemandirian pertahanan adalah dengan pengelompokan produk Industri Nasional dan kompetensi Tenaga Ahli/ Profesi sesuai dengan kebutuhan Komponen Utama dan Komponen Cadangan. Pengelompokan didasarkan pada kebutuhan mendukung daya gerak, daya kejut, dan daya tembak, serta perbekalan untuk kemudian dilakukan pembinaan, yang pada akhirnya saat mobilisasi dapat digunakan.

Kebijakan Pertahanan Nirmiliter

Secara implementatif Kebijakan Pertahanan Nirmiliter masih mengacu ketentuan yuridis yang menjadi kewenangan fungsi Kementerian di luar bidang pertahanan sesuai bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi. Tidak terdapat hal yang krusial dalam hal itu karena tiap kementerian dalam hal kemandirian perannya sebagai kekuatan pertahanan nirmiliter sudah merupakan kebijakan dasar masing-masing. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 – 2025, kemandirian menjadi hal mendasar dalam merumusan visi. Dalam hal itu kemandirian bukanlah dalam keterisolasian. Kemandirian mengenal adanya kondisi saling ketergantungan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan bermasyarakat, baik dalam suatu negara maupun bangsa.

Untuk itu Kebijakan Pertahanan Negara aspek Nirmiliter lebih pada mendorong kesadaran peran masing-masing sektor yang berperan sebagai unsur utama kekuatan pertahanan nirmiliter dalam hal pembelaan negara. Secara konseptual strategis saat ini sedang dirumuskan kebijakan pertahanan nirmiliter dalam bentuk Pedoman Strategis Pertahanan Nirmiliter yang diharapkan dapat menggugah kewaspadaan sektor-sektor terkait terhadap ancaman nonmiliter di wilayah sektor masing-masing dan perannya sebagai unsur utama menghadapi ancaman nonmiliter. Secara implementatif kebijakan pertahanan nirmiliter adalah melaksanakan pembinaan kesadaran bela negara secara terpadu dan lintas sektoral dengan elemen masyarakat terkait untuk memantapkan upaya Nation Character Building. Melalui karakter kebangsaan yang kuat akan dipastikan akan dapat mendorong sumber daya manusia pada tiap sektor dapat mengakselerasi kemandirian pertahanan nirmiliter khususnya dan kemandirian pertahanan pada umumnya.

PENUTUP

Kemandirian pertahanan merupakan konsep dan kebijakan yang kompleks dihadapkan watak globalisasi yang semakin saling bergantungnya antar bangsa dalam memenuhi kepentingan nasionalnya. Untuk itu kemandirian pertahanan negara Indonesia mengacu tidak

KEBIJAKAN POTENSI PERTAHANAN MENDUKUNG KEMANDIRIAN PERTAHANAN

5. Presence of trade returns, local components and/or offset of at least 85%;

6. Local components and/or offset of at least 35% with a 35% increase every 5 years;

7. Enforcement of offset at least 18 months since Law No. 16/2012 comes into effect.

Supporting Component Policy

Supporting component is national resources that can be utilized to increase the strength and capability of the main component and reserved component. National resources are broad so in their role as a supporting component, they are grouped into five segments, which are the national guard, experts/professions, other citizens, natural resources and artificials, and national facilities and infrastructures, and national industry.

Of those five segments, the policies of national industry and expert/profession as a support component play an important role in making the country’s defense independence in the sense of closing the gap of the unreached in the technology and defense industry policy. The policies taken relates to the national industry in supporting defense independency, through the grouping of national industry products and expert/profession compentancies according to the requirement of the main component and reserve component. The grouping is based on the requirement of mobility, shocking power, and firing power, and logistic to then conduct development, which at the end can be utilized during mobilization.

Non-Military Defense Policy

The implementation of non-military defense policy still refers to juridical provisions, which are the functional authority of non-defense ministries in accordance to the form and nature of threat encountered. There is nothing crucial in that matter, as each ministry in terms of its independent roles as a non-military defense power, has already formed basic policies individually. Referring to Law No. 17/2007 on Long Term National Development Plan (RPJPN) 2005 – 2025, independency is a basis in the formulation of vision. In that aspect, independency is not in isolation. Independency recognizes the existence of interdependency condition, which is not avoidable in social life, either in a country or nation.

For this reason, the non-military aspect of the national defense policy is more to drive the awareness of each sector’s role, which plays as the main component of non-military defense in terms of defending the country. Currently, a conceptual strategic non-military defense policy is being formulated in the form of Strategic Guidelines on Non-Military Defense, expected to stimulate related sector’s awareness on non-military threats in each sector’s area and its role as the main component in facing non-military threats. Implementatively, the non-military defense policy is carried out by development of the national defense consciousness integratedly cross sectors with related

Page 37: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 37

saja kondisi kontemporer tetapi juga berlandaskan latar belakang sejarah dan sosial budaya yang melahirkan konsepsi pertahanan bersifat semesta.

Kemandirian pertahanan dalam sistem pertahanan semesta mencakup kemandirian pertahanan militer dan kemandirian pertahanan nirmiliter. Kebijakan potensi pertahanan mewujudkan kemandirian pertahanan militer dilakukan melalui kebijakan teknologi dan industri pertahanan, serta kebijakan komponen pendukung khususnya aspek industri nasional dan tenaga ahli/profesi. Kebijakan potensi pertahanan mewujudkan kemandirian pertahanan nirmiliter sesuai landasan yuridisnya mengacu pada kebijakan masing-masing sektor berlandaskan semangat kebijakan kemandirian yang tertuang dalam RPJPN Tahun 2005 – 2025. Melengkapi hal tersebut pertahanan dalam aspek nirmiliter adalah membangun kewaspadaan masing-masing sektor menghadapi ancaman nonmiliter dan kebijakan pembinaan kesadaran bela negara.

DEFENSE POTENTIAL POLICY SUPPORTS DEFENSE INDEPENDENCY

community elements to strengthen the nation character building. A strong nation character ensures the drive of human resources in every sector, which will accelerate in particular non-military defense independency and in general defense independency.

CLOSING

Defense independency is a complex concept and policy faced against globalization character, which is becoming more interdependent between nations in fulfilling their national interest. Therefore, the independency of Indonesia’s national defense refers to not only contemporary conditions, but also based on a historical and cultural background, which creates a total defense concept.

Defense independency in the total defense system includes independency of military defense and independency of non-military defense. Defense potential policy establishes military defense independency through technology and defense industry policies, and supporting component policies in particular national industry and expert/profession aspect. Defense potential policy establishes non-military defense independency in accordance to its juridical basis, referring to each sector’s policy based on independency policy spirit as outlined in The Long Term National Development Plan (RPJPN) 2005 – 2025. Complementing this, defense in a non-military aspect is building each sector’s consciousness in facing non-military threats and policies on developing national defense awareness.

Page 38: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

38 Edisi Khusus 2014

KEMANDIRIAN TEKNOLOGI MILITERSEBAGAI FONDASI KEMANDIRIAN PERTAHANAN NEGARA

Oleh: Kolonel Lek Dr. Arwin D. W. Sumari, S.T., M.T., S.R.EngKepala Program Studi Ekonomi Pertahanan Fakultas Manajemen Universitas Pertahanan

PENGANTAR

Fakta di berbagai negara yang memiliki militer disegani di kawasan memperlihatkan bahwa mereka menjadi sektor depan (leading sector) tidak hanya dalam hal karakteristik militer yang displin, terorganisasi dan terstruktur namun juga dalam hal penguasaan teknologi terdepan dan masa depan. Beragam teknologi yang saat ini banyak digunakan oleh kalangan masyarakat umum berawal dari teknologi yang telah digunakan oleh kalangan militer. Beberapa contoh sederhana berikut dapat membuka inspirasi bahwa militer harus selalu terdepan dalam pencarian, penemuan, penelitian, pengembangan, pengaplikasian, pengimplementasian dan pendiseminasian serta penguasaan teknologi militer untuk kepentingan pertahanan negara dan kemaslahatan masyarakat.

Lebih dari 30 tahun yang lalu beberapa ilmuwan militer dan sipil yang bekerja di bawah naungan Defense Advance Research Project Agency (DARPA), Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) mengembangkan teknologi pertukaran informasi jarak jauh antara komputer dalam jaringan-jaringan komputer yang berbeda melalui bantuan kabel-kabel komunikasi data. Mekanisme ini kemudian diadopsi oleh beberapa perguruan tinggi di AS untuk berkomunikasi dan mempertukarkan informasi antar mereka. Pengembangan pertukaran informasi antar jaringan komputer yang melibatkan jaringan-jaringan komputer di berbagai belahan dunia yang kemudian memunculkan istilah Internet. Keberadaan Internet menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya Revolution in Military Affairs (RMA) yang salah satunya dampaknya adalah pergeseran paradigma peperangan dari konvensional menjadi berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang disebut dengan Network-Centric Warfare (Peperangan Jaringan-Terpusat).

Infrastruktur jaringan komputer dan jaringan telekomunikasi menjadi fondasi dibentuknya ruang siber (cyberspace) yang kemudian telah menggeser generasi peperangan dari peperangan konvensional menuju ke Peperangan Generasi IV dan Peperangan Generasi V. Kedua generasi peperangan tersebut memanfaatkan secara maksimal dan optimal ruang siber sehingga memberikan tantangan signifikan bagi bidang pertahanan khususnya militer, apalagi peperangan generasi ini sangat

INTRODUCTION

The fact of countries with respected military in the region shows that they are leading in military sector characteristics for not only being diciplined, organized, and structured, but also being masters in the latest and future technologies. Various technology nowadays being used by the general community started from technology initially used in the military. The following simple examples can open the inspiration that military must be in front in searching, inventing, researching, developing, implementing, and disseminating, as well as mastering military technology in the interest of country defense and public benefit.

Over 30 years ago, a number of military and civilian scientists working under the Defense Advance Research Project Agency (DARPA), US Ministry of Defense developed a long distance data exchange technology between computers from different computer networks through the aid of communication data cables. This mechanism was then adopted by a number of colleges in the US to communicate and exchange information between them. The development of data exchange between computer networks involving computer networks in different parts of the world then resulted the term internet. The existance of the internet is one of the driving factors of Revolution in Military Affairs (RMA), of which one of the results was the shift in warfare paradigm from conventional to Information and Communication Based Technology called Network-Centric Warfare.

Computer and communication network infrastructures became a foundation in the creation of cyberspace, which then shifted the warfare generation from conventional warfare towards the 4th and 5th warfare generation. The two warfare generations maximized and optimized the use of cyberspace that raised significant challenges in the area of defense in particular military, especially this generation’s warfare is very much utilized by non government actors. A number of cases closely related to cyberspace show a significant effect of a country’s sovereignity in terms of paralyzation of the government. So important was cyberspace that it stimulated military of developed countries to control that space by establishing various new military operations complete with its doctrines, one of them was the Cyberspace Operations.

INDEPENDENCY IN MILITARY TECHNOLOGY AS A FOUNDATION FOR INDEPENDENCY IN NATIONAL DEFENSE

Page 39: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 39

dimanfaatkan oleh aktor-aktor non-negara. Beberapa kasus yang berhubungan erat dengan ruang siber menunjukkan dampak signifikan pada kedaulatan sebuah negara dikaitkan dengan lumpuhnya pemerintahan. Sedemikian pentingnya ruang siber mendorong militer negara-negara maju untuk menguasai ruang tersebut dengan membangun beragam bentuk operasi militer baru lengkap dengan doktrin-doktrinnya, salah satu diantaranya adalah Cyberspace Operations.

Pada masa Perang Dunia II, fakta di lapangan juga memperlihatkan kehebatan Angkatan Laut Jerman, khususnya satuan kapal selamnya yang selalu berhasil memotong dukungan logistik pasukan sekutu di laut. Keberhasilan ini tidak lepas dari kecanggihan teknologi enkripsi informasi yang telah dikembangkan oleh Jerman pada saat itu melalui sebuah mesin yang disebut dengan Enigma. Dibutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk membongkar mekanisme enkripsi mesin tersebut dan hal ini menunjukkan betapa majunya teknologi informasi militer Jerman. Membangun kode enkripsi untuk menyembunyikan informasi asli melalui mesin Enigma membutuhkan metode-metode tertentu yang berbasiskan pada formulasi matematis dan engineering. Lebih lagi metode-metode tersebut dibangun oleh para cendekiawan militer Jerman.

RELASI TEKNOLOGI MILITER DAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA

Memperhatikan fakta-fakta tersebut, kemajuan teknologi militer satu negara yang diterapkan di lapangan secara langsung menunjukkan kualitas dari sistem pertahanan negara tersebut. Tanpa berteori panjang lebar, ruang siber tidak akan pernah dapat diwujudkan tanpa adanya jaringan komputer global, Internet dan infrastruktur telekomunikasi serta embedded computers. Ruang siber memberikan sebuah sarana baru untuk melaksanakan dan mewujudkan beragam kepentingan baik individu maupun organisasi pada tataran terendah hingga tertinggi seperti negara. Ruang siber tidak lagi memandang matra fisik karena ia bersifat tanpa-batas (borderless) sehingga oleh beberapa negara ia disebut dengan matra kelima. Namun hal ini masih diperdebatkan karena matra selalu ada pembatas fisik yang jelas walaupun tidak mesti dapat dilihat secara kasat mata, sebagai contoh antara udara (air) dan luar angkasa (space).

Agar sebuah kepentingan dapat diwujudkan, sebuah organisasi harus berada satu atau lebih langkah daripada pesaingnya (competitor). Untuk itu organisasi tersebut harus memiliki keunggulan

During World War II, the fact from the field showed supremacy of the German Navy, in particular their submarine fleet which always succeeded in cutting out the allied army’s logistic support at sea. This success could not be achieved without the sophistication of information encryption technology which at that time had been developed by Germany through a machine called Enigma. It took a long time to solve the encryption mechanism of that machine and this showed how advanced the German military was at information technology. Developing ecryption codes to hide original information through the Enigma machine required certain methods based on mathematical and engineering formulation. Further more, those methods were created by German military scientists.

MILITARY TECHNOLOGY CORRELATION WITH THE NATIONAL DEFENSE SYSTEM

Observing those facts, military technology advancement of a country when applied in the fields, shows the quality of the national defense system. Without theorizing in detail, cyberspace would have never been be created without the presence of global computer network, internet and telecommunication infrastructure, and embedded computers. Cyberspace provides a new facility to carry out and achieve various interests, both individual as well as organizational, from the lowest level up to the highest as in government. Cyberspace no longer considers physical dimension as it is borderless in nature that a number of countries name it the fifth dimension. However this is still argued, as dimension has always a clear physical border eventhough does not necessarily need to be visible, for example air and outer space.

For an interest to be realized, an organization has to be a step or more advanced than its competitor. Therefore the organization must have decision superiority, so that the decision taken by the highest authority in that organization gives a significant impact not only to the organization but

INDEPENDENCY IN MILITARY TECHNOLOGY AS A FOUNDATION FOR INDEPENDENCY IN NATIONAL DEFENSE

Page 40: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

40 Edisi Khusus 2014

keputusan (decision superiority) sehingga keputusan yang diambil oleh pengambil keputusan tertinggi di organisasi tersebut, memberikan dampak signigfikan tidak hanya kepada organisasi namun juga kepada pesaingnya. Keunggulan keputusan hanya dapat diraih bila persyaratan utamanya yakni keunggulan informasi (information superiority) telah diraih terlebih dulu, dan di era informasi hal ini hanya dapat diraih dengan menguasai media dimana informasi dipertukarkan yakni ruang siber.

Dalam satu negara, siapakah yang paling berkepentingan dengan penguasaan informasi? Setiap instansi yang memiliki kewenangan memiliki kepentingan terhadap informasi tertentu, namun siapakan yang diberi kewenangan untuk menguasai informasi yang bersifat strategis bagi kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)? Apapun yang berkaitan dengan kelangsungan hidup negara, komponen pertahanan militer adalah sektor terdepan. Oleh karena itu teknologi militer untuk melakukan penguasaan informasi menjadi hal yang sangat dibutuhkan karena lingkungan pertahanan Indonesia, dalam hal ini militer telah tertinggal hampir 15 tahun dari negara-negara maju di bidang ini sejak paradigma NCW dicetuskan. Penguasaan informasi bagi lingkungan pertahanan adalah satu keharusan agar kerahasiaan, keutuhan, ketersediaan, tanpa-sanggahan dan keaslian informasi yang berdampak signifikan pada kelangsungan negara mampu dipertahankan setidaknya pada titik ambang terendah.

Kegagalan dalam penguasaaan informasi telah menjadikan armada kapal perang sekutu bertumbangan di samudera karena menjadi sasaran serangan-serangan kapal selam U-Boat Jerman, dengan kata lain sistem pertahanan laut sekutu telah compromized oleh Jerman. Di sisi lain, penguasaan informasi oleh Jerman menjadikan armada kapal selam mereka memperoleh kebebasan bergerak di samudera laut tanpa dapat dideteksi oleh armada perang sekutu. Pada masa itu terjadilah pacuan kehebatan teknologi militer antar kedua pihak yang berperang tersebut. Hingga pada satu saat sekelompok ilmuwan militer-sipil yang bergabung di Bletchey Park, Inggris berhasil memecahkan kode terenkripsi dari mesin Enigma dan ini menjadi awal kehancuran armada U-Boat Jerman. Fakta ini telah dengan jelas menegaskan bahwa teknologi militer memiliki andil sangat signifikan pada sistem pertahanan negara, yang dalam hal ini direpresentasikan dengan armada kapal laut.

MEMBANGUN TEKNOLOGI MILITER

Teknologi militer yang dimaksud dalam naskah ini adalah teknologi-teknologi yang diaplikasikan di lingkungan

also to the competitor. Decision superiority can only be achieved if the main prerequisite which is information superiority has been achieved; as in the information era, this can only be achieved by controlling the media, where information exchanged is the cyberspace.

In a country, who has the greatest interest in information control? Every authorized institution has interest on certain information, but who is given the authority to access strategic information for the sustainability of the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI)? Whatever is related to the country’s sustainability, the military defense component would be at the forefront. Therefore, military technology in accessing information becomes compulsory due to the Indonesian defense environment, in this case has been left almost 15 years behind developed countries in this area since the NCW was declared. Information access in a defense environment is a must so that confidentiality, completeness, availability, without objection and originality of information, which significantly effect the country’s continuity, can be defensible at least at the lowest point threshold.

Failure in accessing information has made the allied warship fleet to collapse in the sea due to being attack targets of German U-Boat submarines. In other words, the allied sea defense system has been compromised by Germany. On the other hand, access of information by Germany made their submarine fleet free to move around the ocean without being detected by allied war fleet. During that period, both parties at war were at race on military technology supremacy. Until the time when a group of civilian military scientists, who joined at Bletchey Park, England, succeeded in breaking the ecryption codes of the Enigma machine. Things turned around and became the beginning of the collapse of the German U-Boat fleet. This fact clearly emphasizes that military technology has a great role in a country’s defense system, which in this case is represented by the navy ship fleet.

KEMANDIRIAN TEKNOLOGI MILITER SEBAGAI FONDASI KEMANDIRIAN PERTAHANAN NEGARA

Page 41: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 41

pertahanan militer. Di negara manapun di dunia ini, teknologi tidak muncul begitu saja namun teknologi harus ditemukan (invent), dibangun (construct), dikembangkan (develop), diaplikasikan (apply), diimplementasikan (implement), disebarkan (disseminate) dan ditetapkan hak ciptanya (copyrighted). Penciptaan komputer yang telah menggeser era komputasi konvensional ke era komputasi digital dipicu oleh penemuan transistor, komponen elektronika yang mampu menghasilkan dua keadaan listrik yakni hidup dan mati, yang secara digital diartikan sebagai angka ‘1’ dan ‘0’. Dua angka sederhana yang memberikan sarana komunikasi antara manusia dan komputer. Di masa kini, dengan dua angka sederhana tersebut sebuah mesin berbasis perangkat komputasi telah mampu melakukan aksi-aksi secara mandiri (autonomous) pada batas-batas tertentu.

Siapakah pencipta teknologi militer tersebut? Tidak bukan adalah para cendekiawan militer karena mereka yang paling tahu teknologi seperti apa yang dibutuhkan oleh organisasinya. Pembangunan sistem komputer cerdas pengangkut beban logistik lapangan seperti Big Dogs, adalah jawaban dari kebutuhan alat transportasi fleksibel segala medan untuk mendukung pelaksanaan operasi militer di beragam medan darat. Pengembangan quad rotor Unmanned Aerial Vehicle (UAV) adalah salah satu jawaban dari tantangan untuk memperoleh pesawat pengintai tak berawak yang mampu hovering pada satu titik secara stabil agar kualitas data citra yang diambil lebih sempurna. Sama halnya dengan pengembangan dan pembangunan sistem anti satelit yang ditujukan untuk menjawab tantangan peperangan luar angkasa yang melibatkan Alutsista yang diinstalasi di luar angkasa dengan satelit sebagai mata, telinga dan pendengaran dari Alutsista tersebut.

Dengan demikian tampak jelas bahwa teknologi militer tidak muncul begitu saja namun harus diinisiasi, didukung dan dipertahankan eksistensinya dari masa ke masa serta harus selalu adaptif dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan strategis pertahanan dan kebutuhan negara. Teknologi harus dibangun oleh insan-insan cendekia pertahanan militer yang paham betul mengenai teknologi-teknologi apa saja dapat memberi dampak siginifikan pada postur militer (kekuatan, kemampuan dan penggelaran) sehingga secara langsung meningkatkan kekuatan sistem pertahanan negara. Kunci penting dalam membangun teknologi militer adalah sumber daya insan-insan cendekia militer yang telah memiliki bekal kepakaran di setiap bidang teknologi tersebut. Semisal komponen pertahanan militer yakni

BUILDING MILITARY TECHNOLOGY

Military technology referred in this writing is technology applied in the military defense environment. In every country in this world, technology does not just show up, but technology has to be invented, constructed, developed, applied, implemented, disseminated, and copyrighted. The creation of computers has shifted the era of conventional computation to digital computation era, triggered by the invention of the transistor, an electrical component capable of producing two states of electricity - on and off - which digitally is known as the numbers ‘1’ and ‘0’. These two simple numbers provide a communication means between humans and the computer. Nowadays, with these two simple numbers, based on computer equipment, a machine is capable to perform autonomous actions under certain limits.

Who is the inventor of this military technology? It is no other than the military scientists as they best know the sort of technology required by the organization. The development of the smart computer system on field logistic transporters as the Big Dogs, is a solution to the need of an all terrain transporter in supporting the execution of ground military operations in various terrains. The development of the quad rotor Unmanned Aerial Vehicle (UAV) is among the solution to the challenge of having an unmanned surveillance aircraft capable of stabily hover at one point to be able to obtain a more perfect image data. Similar with the anti-satelite development project, it is aimed to meet the challenge of outer space war involving the main weaponry system, installed at outer space functioning as eyes, ears and hearing of the main weaponry system.

Therefore, it is obvious that military technology does not just show up but has to be initiated, supported, and maintained in its existance from time to time. It also

INDEPENDENCY IN MILITARY TECHNOLOGY AS A FOUNDATION FOR INDEPENDENCY IN NATIONAL DEFENSE

Page 42: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

42 Edisi Khusus 2014

Kementerian Pertahanan dan TNI ingin membangun teknologi untuk pertahanan siber maka harus telah menanam investasi jangka panjang pada insan-insan cendekia militer yang telah memiliki bekal atau disiapkan untuk diberi bekal di bidang-bidang keilmuan Teknologi Informasi, Pemrogramam Komputer, Jaringan Komputer, Rekayasa Perangkat Lunak (Software Engineering), Teknik Informatika, Teknik Telekomunikasi, Teknik Komputer dan Sistem Informasi. Jangan juga pemberian bekal berupa sertifikasi-sertifikasi di bidang Teknologi Informasi seperti Certified Information System Administrator (CISA).

Insan-insan cendekia militer di masa lalu dalam keterbatasan teknologi dan sumber daya pendukung, telah mampu membangun stasiun pemancar radio yang secara langsung telah berkontribusi besar dalam mempertahankan keberadaan Republik Indonesia pada saat itu. Bahkan di antara mereka telah mampu membangun beragam pesawat terbang dan helikopter untuk keperluan non-tempur yang diwadahi dalam sebuah lembaga yang kelak menjadi satu-satunya industri pesawat terbang besar di Asia Tenggara. Di awal pertengahan tahun 1960-an sangat banyak insan-insan militer yang dikirimkan ke berbagai negara di Eropa Timur

has to be adaptive with development in science and technology, strategic environment, and country needs. Technology needs to be built by scientists in military defense, who best understand on what technologies can give a significant impact on the military posture (strength, capability, and deployment), so that it directly increases the country’s defense power. A main key in developing military technology is the resources of military scientists, who are experienced in each technology field. For instance, a defense military component that is the Ministry of Defense and the Indonesian Armed Forces would like to build technology for cyber defense, it is required to have long term investment on military scientists, who are experienced or prepared to be trained in the area of Information Technology Science, Computer Programming, Computer Network, Software Engineering, Information Technics, Telecommunication Technics, Computer and Information System Technics. Provision of certification in Information Technology such as Certified Information System Administrator (CISA) is not to be forgotten.

Military scientists of the past with their limitation in technology and supporting resources, managed to develop radio broadcast stations, which directly contributed in

Illustration 1. Military Development Scheme

KEMANDIRIAN TEKNOLOGI MILITER SEBAGAI FONDASI KEMANDIRIAN PERTAHANAN NEGARA

Page 43: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 43

untuk dididik menjadi cendekia-cendekia militer dengan beragam ilmu untuk menguasai teknologi militer yang diimplementasikan dalam alut utama sistem persenjataan (Alutsista) yang dimiliki oleh militer Indonesia saat itu. Kuantitas dan kualitas Alutsista didukung oleh sumber daya para cendekia militer yang sangat banyak telah menjadikan Indonesia sebagai negara yang disegani di Asia bagian Selatan. Bahkan Tiongkok pun segan kepada Indonesia, apalagi Australia yang gentar pada postur angkatan perang Indonesia.

Dengan demikian semakin tampak dengan jelas bahwa Sistem Pertahanan Negara yang kuat tidak akan pernah dapat dilepaskan dari eksistensi komponen pertahanan militer yang diperkuat oleh kuantitas Alutsista yang berkualitas berteknologi terkini dengan ujung tombak pada cendekiawan militer. Mungkin saja Indonesia tidak memiliki kuantitas Alutsista yang mampu mencakup seantero negara kepulauan NKRI, namun dengan sumber daya alam yang luar biasa dan para cendekia militer yang bahu membahu dengan para cendekia komponen pertahanan nirmiliter pasti akan mampu membangun Alutsista berteknologi maju tanpa bergantung kepada negara manapun. Beberapa fakta menggembirakan bahwa teknologi militer telah secara perlahan dikuasai oleh Indonesia dengan produksi beragam Alutsista oleh industri strategis Indonesia, diantaranya kapal-kapal tempur karya PT. PAL, panser-panser dan senjata serbu karya PT. Pindad, helikopter militer karya PTDI. Yang ditunggu saat ini adalah PTDI menelurkan prototipe pesawat tempur generasi X karya anak bangsa dan bukan karya bersama dengan negara lain.

SKEMA MEMBANGUN TEKNOLOGI MILITER

Kembali kepada paradigma bahwa militer sebagai sektor terdepan dalam teknologi, mengapa paradigma ini menjadi landasan esensial dalam membangun teknologi militer? Ancaman terhadap pertahanan negara yakni segala upaya untuk mengganggu kedaulatan dan keutuhan NKRI berevolusi seiring dengan berkembangnya teknologi dan lingkungan strategis. Bila di masa lalu ancaman yang dihadapi bersifat tradisional, saat ini ancaman telah berevolusi menjadi beragam bentuk yang bersifat non-tradisional dengan beragam aktor yang bermain di belakangnya. Komponen pertahanan militer harus selalu adaptif dalam mengantisipasi beragam dinamika ancaman ini sehingga pasti akan selalu berupaya menemukan dan menciptakan beragam teknologi untuk kepentingan tersebut.Keberadaan militer sebagai komponen utama pertahanan negara membawa dampak sangat strategis kepada komponen-komponen cadangan dan pendukung ditinjau dari perspektif pembangunan teknologi militer. Untuk itu, dalam naskah diajukan sebuah skema pembangunan teknologi militer yang melibatkan semua komponen nasional guna kemandirian pertahanan negara sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1. Dalam skema tersebut terdapat tiga pilar utama yakni:

Pertama, Komponen Pertahanan Militer yakni TNI sebagai inisiator dan sektor terdepan yang memicu penemuan, penciptaan, penerapan dan pengaplikasian teknologi

defending the existance of the Republic of Indonesia at that time. Furthermore, some of them succeeded in building various aircrafts and helicopters for non combat purposes under an institution, which later became the only large aircraft industry in South East Asia. In the early mid 1960’s, there was a lot of military scholars sent to various countries in Eastern Europe. They were educated to become military scientists with various disciplines to master military technology to be implemented in the Indonesian military main weaponry system at that time. The main weaponry system quantity and quality, backed by large numbers of military scientists, made Indonesia to become a respected country in the southern part of Asia. Even China took account of Indonesia and even Australia was deterred by the posture of Indonesia’s war force.

It is therefore clearly more obvious that a strong country’s defense system will never be independent from the presence of military defense component. It is reinforced by quantity of the latest technology with the main weaponry system, of which the military scientists are at the forefront. Perhaps Indonesia does not have the quantity to cover the whole Indonesian archipelago, however, with the remarkable natural resources and with military scientists hand in hand with non military defense component scientists, Indonesia would be definitely capable of building advanced technology main weaponry system without depending on any other country. A number of promising facts of the the gradual mastering of military technology are shown by the production of various main weaponry system by Indonesia’s strategic industries; among them are battleships produced by PT. PAL, armored vehicles and attack weaponry produced by PT. Pindad, and military helicopters produced by PT. DI. What is now being expected is for PT. DI to generate a generation X fighter aircraft prototype invented by Indonesians and not a joint effort with other countries.

SCHEME TO BUILDING MILITARY TECHNOLOGY

Going back to the paradigm that military is at the forefront sector in technology, why is this paradigm an essential foundation in building military technology? Threat towards national defense are all efforts to disturb the sovereignity and unity of Indonesia, which evolve in conjunction to the development of technology and strategic environment. If in the past the nature of threat was more traditional, today the nature of threats has evolved into various non-traditional forms with various actors behind it. Defense military components must always be adaptive in anticipating various threat dynamics, so that they continously strive to invent and create various technology for this purpose. The presence of military as the main component country defense produces a very strategic impact on reserve and supporting components from a military technology development point of view. Therefore, in this writing, a military technology development involving all national component for the purpose of the country’s defense independency, is proposed as shown in illustration 1. There are three main pillars in that scheme:

First, Military Defense Component, which is the

INDEPENDENCY IN MILITARY TECHNOLOGY AS A FOUNDATION FOR INDEPENDENCY IN NATIONAL DEFENSE

Page 44: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

44 Edisi Khusus 2014

militer melalui ide-ide dan gagasan-gagasan tidak hanya Alutsista namun juga sistem dan metoda serta manajemen. Dalam konteks Alutsista, para cendekia militer secara mandiri mampu mendesain persyaratan-persyaratan operasi dan spesifikasi-spesifikasi teknis Alutsista yang diinginkan tanpa bergantung kepada pihak ketiga. Di sinilah diperlukan cendekia militer yang memiliki bekal keilmuan pada tataran Doktor atau S-3 dibantu mereka yang memiliki bekal keilmuan pada tataran Magister atau S-2. Karena pada fase ini diperlukan serangkaian penelitian komprehensif.

Kedua, Komponen Pertahanan Nirmiliter yakni para perguruan tinggi nasional baik yang didirikan oleh lingkungan pertahanan, seperti Universitas Pertahanan (Unhan) dan nirpertahanan berkontribusi besar dalam mewujudkan ide-ide dan gagasan-gagasan dari komponen pertahanan militer. Tugas dari perguruan tinggi untuk melaksanakan Tridharma perguruan tinggi sudah seharusnya juga diarahkan untuk mendukung perwujudan Alutsista sesuai yang diinginkan oleh militer. Dalam hal ini sumber-sumber daya perguruan tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan ide-ide dan gagasan-gagasan tersebut harus diberdaya gunakan seoptimal dan semaksimal mungkin seperti laboratorium-laboratorium internal dan eksternal. Hasil kolaborasi antara kedua komponen nasional tersebut akan diwujudkan ke dalam sebuah desain prototipe Alutsista lengkap dengan angka-angka numerik yang diperoleh dari simulasi model. Hasil-hasil tersebut kemudian akan dikirimkan ke industri strategis yang membangun prototipe ke bentuk fisiknya.

Indonesian Armed Forces as the inisiator and the forefront sector trigerring inventions, creations, implementations, and application of military technology through ideas and proposals, not only on the main weaponry system but also on the system, method, and management. In the main weaponry system context, military scientists can on their own design the operational conditions and technical specification of the preferred main weaponry system without the reliance on third parties. It is required here that military scientists with Doctoral educational background are assisted by those possessing Masters educational background, to conduct a series of comprehensive researches in this phase.

Second, Non-military Defense Component, which is national universities either established by the defense environment such as the Defense University (Unhan) and non defense environment, has a significant contribution in bringing up ideas and proposals on military defense components. The universities in carrying out their Tridharma tasks should also be required to support development of the main weaponry system in meeting military demands. In this case, the university’s resources that can be utilized in carrying out the ideas and proposals, need to be taken advantage as much as possible in internal and external laboratories. Realization resulting from the collaboration of the two national components will be in the form of the main weaponry system prototype designs, complete with numbers obtained from model simulations. The results will then be sent to strategic industries, which then build the prototype into its physical structure.

KEMANDIRIAN TEKNOLOGI MILITER SEBAGAI FONDASI KEMANDIRIAN PERTAHANAN NEGARA

Page 45: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 45

Ketiga, Komponen Pertahanan Nirmiliter yang dalam hal ini adalah para industri strategis nasional memberikan kontribusi dalam bentuk melakukan dan mendukung pembangunan prototipe Alutsista berdasarkan dari hasil simulasi yang telah dilakukan di fasilitas penelitian militer dan perguruan tinggi. Pembangunan prototipe tersebut berlangsung di bawah supervisi para cendekia militer untuk memastikan bahwa prortotipe yang sedang dibangun tersebut telah memenuhi spesifikasi teknis yang telah dihitung, disimulasikan dan diuji coba di laboratorium. Setelah tuntas dibangun, prototipe dikirimkan lagi ke militer untuk diuji coba secara langsung pada kondisi nyata sesuai dengan persyaratan-persyaratan operasi ia didesain dan dibangun.

CATATAN-CATATAN PENUTUP

Pertahanan negara adalah sebuah keniscayaan. Oleh karena itu penguasaan terhadap teknologi militer adalah juga sebuah keniscayaan hanya kembali kepada keinginan kuat insan-insan komponen pertahanan militer untuk melaksanakannya. Contoh-contoh yang sangat baik telah diberikan oleh para pendahulu dengan torehan-torehan sejarah yang luar biasa dan menjadikan Indonesia sebagai macam Asia di masa itu. Kunci utamanya adalah sumber daya cendekia militer, yang pasti lebih tahu metode, sistem atau manajemen seperti apa yang dibutuhkan oleh militer guna menjadikan pertahanan negara mandiri dari sisi komponen pertahanan militer.

Dalam upaya memandirikan teknologi militer dalam rangka memandirikan pertahanan negara mengingat evolusi ancaman dan ragamnya terhadap pertahanan negara yang dinamis seiring berjalannya waktu, diajukan sebuah konsep skema pembangunan teknologi militer dengan yang melibatkan komponen-komponen pertahanan militer dan nirmiliter yakni TNI, perguruan-perguruan tinggi dan para industri strategis. Implementasi skema ini akan berdampak signifikan pada pemandirian militer untuk menguasai teknologi militer dan peningkatan signifikan kontribusi semua komponen tersebut terhadap pertahanan negara sehingga seiring dengan pengimplementasian skema ini, kemandirian pertahanan negara akan dapat dicapai dengan cepat. Dengan skema tersebut, dengan sendirinya komponen pertahanan militer akan menyiapkan sumber daya cendekia militer sebanyak-banyaknya karena di balik organisasi militer yang hebat, terdapat para cendekia militer yang brilian dan berdedikasi tinggi pada bangsa dan negaranya. Dirgahayu TNI ke-69.

Third, Non-military Defense Component, which in this case is the national strategic industries. These industries contribute by conducting and supporting the building of the main weaponry system prototypes, based on simulation results conducted in the military research facilities and universities. The building of those prototypes is under the supervision of military scientists to ensure they meet the technical specification which has been calculated, simulated, and tested in laboratories. After completely being built, the prototype is sent back again to the military to be tested directly in a real condition in accordance to the designed and built operating conditions.

CLOSING REMARKS

National defense is a necessity. Therefore, the mastering of military technology is also a necessity, which lies on the strong spirit of the people of the military defense component to carry it out. Very good examples have been given by our predecessors in remarkable historical notes, which brought Indonesia to become the Asian tiger at that time. The main key lies on military scientist resources, who definitely know better on the method, system, and management, required by the military to make the national defense independent from a military defense component aspect.

In the effort to achieve military technology independency with an objective of national defense independency, taking into consideration the dynamic threat evolution and their variety over time on the national defense, a military development scheme concept is proposed involving military and non-military defense components, which are the Indonesian Armed Forces, universities and strategic industries. Implementation of this scheme will significantly impact on military independency in mastering military technology and significantly increase contribution of all of the national defense components, so that in conjunction with the implementation of this scheme, the national defense independency will be quickly achieved. With the scheme, the military defense component will by itself prepare military scientists as many as possible because behind a great military organization, are brilliant scientists with high dedication to their nation and country. Happy 69th Anniversary to the Indonesian Armed Forces.

INDEPENDENCY IN MILITARY TECHNOLOGY AS A FOUNDATION FOR INDEPENDENCY IN NATIONAL DEFENSE

Page 46: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

46 Edisi Khusus 2014

NET ASSESSMENT STRATEGIS INDONESIA:SEBUAH PREDIKSI LINGKUNGAN STRATEGIS

INDONESIA’S STRATEGIC NET ASSESSMENT:A PREDICTION OF STRATEGIC ENVIRONMENT

Oleh : Mayor Laut (P) Bagus Jatmiko, SH.Pamen Bakorkamla,

Mahasiswa Program Master di NPS Monterey, California, USA

Pendahuluan

Net Assessment telah berkembang menjadi sebuah metodologi untuk memprediksi perkembangan dalam lingkungan strategis. Proses ini berkaitan erat dengan penyeimbangan kapabilitas militer antara kemampuan yang dimiliki oleh sebuah negara dibandingkan dengan kekuatan yang dimiliki oleh lawan maupun calon lawan di tataran wilayah serta global. Sejak awal pendirian Kantor Bidang Net Assessment (Office of Net Assessment-ONA) pada Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (U.S. Department of Defense-DOD) pada awal tahun 1970an, net assessment telah bertumbuh-kembang sebagai suatu bahasa baru di lingkungan strategis.1 Kemampuan untuk berperan dalam tingkatan strategis terutama di tingkat kementerian pertahanan hanya dimungkinkan apabila seseorang mampu memahami dan menguasai net assessment. Perkembangan konsep ini didasarkan pada fakta bahwa aplikasinya yang banyak berkaitan dengan kemiliteran. Oleh karena itu, konsep ini semestinya dapat dimengerti agar dapat memahami serta memecahkan isu-isu kemiliteran yang terkait. Net assessment sendiri telah menjadi suatu alat yang dapat diandalkan dalam mengevaluasi perubahan yang dinamis serta memprediksikan kebijakan strategis yang sesuai untuk berbagai macam keadaan. Net assessment bukanlah suatu alat yang mampu memecahkan semua permasalahan, karena nyatanya tidak ada satupun alat yang mampu, namun permasalahan yang melibatkan kompetisi antar dua kekuatan dapat mempertimbangkan penggunaan aspek net assessment yang memiliki sudut pandang yang lebih beragam ketika menelaah suatu masalah, hal ini memberikan nilai lebih dibandingkan dengan pendekatan yang menilai perimbangan kekuatan hanya dari satu sudut pandang saja.

Net Assessment

Sebelumnya harus dipahami bahwa aplikasi net assessment bukanlah suatu telaahan sederhana mengenai kemampuan militer yang dilakukan dengan menggunakan perhitungan matematis terhadap kekuatan serta kelemahan lawan, dan bukan pula analisa intelijen terhadap kekuatan asing serta trend global.2 Meskipun data kuantitatif serta kualitatif tetap dimasukkan dalam

Introduction

Net assessment has become a methodology to predict development in the strategic environment. The process is closely related to the balancing of military capability between the capability that a country possesses and the power that an adversary or a prospective adversary possesses in both the regional as well the global level. Since the establishment of the Office of Net Assessment (ONA), at the U.S. Ministry of Defense in early 1970s, net assessment has grown up as a new language in the strategic environment.1 The capability to play a role in the strategic level, especially in the ministry of defense level, can only be possible when a person understands and masters net assessment. Development of the concept is based on the fact that the application greatly relates to the military. The concept should therefore be understood to comprehend and solve related military issues. Net assessment itself has become a reliable tool to evaluate dynamic changes and to predict a strategic policy according to the various situations. Net assessment is not a tool to solve all problems, as no tool has such capability. However, any problem that involves a competition between two powers can consider using net assessment, as it has more varied points of view when assessing a problem. It is more valuable compared to an approach that judges a power balance only from one point of view.

Net Assessment

It must first be understood that the application of net assessment is not a simple study on the military capability, conducted by using a mathematical calculation on the adversary’s power and weakness, nor an intelligent analysis towards foreign power and the global trend.2 Despite both quantitative as well as qualitative data in the military tactical assessment, net assessment talks more on the interaction prediction of a competition in all situations between two or more countries. The assessment includes identification of vulnerability weaknesses of the adversary, confronted with the power and luck factors of the party itself. Net assessment also includes strategic interaction that relates the defense policy with the response provided by the party, which is considered the adversary.3 The interaction includes a comparison of strategies between

1. Eliot A. Cohen, Net Assessment: An American Approach (JCSS Memorandum, Tel Aviv University, 1990).

2. Definisi net assessment strategis tidak hanya analisakekuatan dan perubahan trend global semata. Hal tersebut juga menekankanpada interaksi dua kekuatan atau lebih yang berlawanan http://fas.org/nuke/guide/china/doctrine/pills2/part13.htm (Diakses pada 09 Sept 2014)

Page 47: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 47

3. Paul Bracken, Net Assessment: A Practical Guide (Parameters, U.S. Army War College, Spring, 2006)

4. Ibid Hal 94.

pertimbangan penilaian begitu pula dengan penilaian taktis militer. Net assessment lebih berbicara mengenai perkiraan interaksi dari suatu kompetisi pada segala situasi antara dua negara atau lebih yang akan mencakup identifikasi kerawanan serta kelemahan dari musuh dihadapkan pada faktor kekuatan dan keuntungan yang dimiliki oleh pihak sendiri. Net assessment juga melingkupi interaksi strategis yang menghubungkan kebijakan pertahanan dengan respon yang diberikan oleh pihak yang dianggap sebagai lawan.3 Interaksi tersebut mencakup perbandingan strategi pihak lawan dan pihak sendiri yang kemudian akan menghasilkan integrasi dari keseluruhan strategi yang akan menentukan hasil telaahan dari kompetisi yang terjadi. Untuk mencapai hal ini, net assessment memerlukan keterpaduan informasi dari seluruh bagian yang masing-masing mengumpulkan data intelijen spesifik terkait pihak lawan selain juga data kemampuan sendiri guna menyusun keseluruhan informasi yang dibutuhkan untuk menentukan kebijakan strategis yang dibutuhkan. Ketidaksempurnaan data yang diperoleh mengenai pihak lawan akan menghasilkan kebijakan negara yang tidak relevan terhadap pihak lawan dengan situasi yang ada. Lebih jauh lagi, data ini tidak hanya terbatas pada informasi mengenai kekuatan pihak lawan, namun juga termasuk sudut pandang, cara bertindak, respon pihak lawan serta hal-hal lain yang diperlukan.

Merupakan hal yang lumrah, dengan kedalaman informasi yang dimiliki mengenai pihak lawan dalam jangka waktu yang cukup panjang akan menghasilkan sebuah kajian yang realistis. Net assessment yang realistis tidak dapat dihasilkan dari informasi yang hanya berkisar

the adversary and the party itself, which will then produce an integration of all strategies that will determine the result of the competition study. To achieve this, net assessment requires an integration of information from all parts, of which each collects specific intelligent data related to the adversary, and data on their own capability to arrange all required information to determine the required strategic policy. The imperfection of obtained data on the adversary will produce an irrelevant state policy towards the adversary in the existing situation. Furthermore, the data is not limited to information on the adversary’s power, but also on the point of view, the way to take actions, response adversary, and so on.

It is quite common that the depth of information on the adversary will produce a realistic study in a long term. Realistic net assessment cannot be produced from information that ranges only one or some years, rather, it requires information that ranges from one to even two decades. Consideration of the long period is based on the power perception that does not always meet with the geopolitical fact in a long period. The perception may be justified in a short period as no significant change takes place. On the contrary, in a longer period, in two or more decades, it is quite possible that a dramatic power shift takes place. To relate the power perception and the power fact is a basic thing to understand the power dynamics.4 The Chinese revival can be a sample case of a prediction of the strategic environment. Net assessment has predicted that Asia would become an arena for strategic competitions since early 1980s, when regional turbulence only took place in Korean Peninsula.5 After more than two decades, it was without question that in

INDONESIAN STRATEGIC NET ASSESSMENT

Page 48: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

48 Edisi Khusus 2014

dari jangka waktu satu tahun atau beberapa tahun saja, namun akan memerlukan informasi yang berada pada kisaran satu atau bahkan dua dekade. Pertimbangan waktu yang cukup panjang ini didasarkan pada persepsi kekuatan yang selalu tidak sesuai dengan kenyataan geopolitik dalam jangka waktu yang lama. Persepsi tersebut mungkin dapat dibenarkan dalam jangka waktu yang pendek karena tidak ada perubahan signifikan yang terjadi. Sebaliknya, dalam jangka waktu yang lebih panjang, dalam kurun waktu 2 dekade atau lebih, sangat mungkin terjadi pergeseran kekuatan yang cukup dramatis. Menghubungkan persepsi kekuatan dengan realita kekuatan merupakan hal yang mendasar untuk memahami dinamika kekuatan.4 Kebangkitan Tiongkok dapat dijadikan contoh kasus dalam prediksi lingkungan strategis. Net assessment telah memperkirakan bahwa Asia akan menjadi sebuah arena bagi persaingan strategis dari sejak awal tahun 1980an dimana pada saat itu satu-satunya wilayah yang bergolak hanyalah Semenanjung Korea.5 Setelah lebih dari dua dekade, merupakan sebuah keniscayaan di lingkungan strategis wilayah Asia bahwa semakin banyak negara-negara di wilayah tersebut yang terlibat dalam persaingan senjata dan turut dalam perlombaan guna meraih hegemoni di wilayahnya. Dilain pihak, kegagalan untuk mengantisipasi kebangkitan kekuatan baru karena ketidakmampuan menggunakan net assessment dengan baik akan berakibat pada

5. Ibid Hal 94.

6. Contoh ini mengilustrasikan kesalahan yang dapat disebabkan oleh kerangka pengkajian yang keliru http://fas.org/nuke/guide/china/doctrine/pills2/part13.htm (Diakses pada 09 Sept 2014)

Asia’s strategic regions, more countries got involved in a weaponry competition and competed to grab hegemony in the region. On the other hand, the failure to anticipate the revival of a new power due to the incapability of using net assessment would result in a strategic mistake in the power deployment. For example, the case that happened to the United States prior to the World War II from 1920 – 1935. The United States believed that there was only one potential enemy for the country in the Pacific, that was Japan; and the country underestimated the revival of Hitler in Germany. Having this confidence, the United States only prepared a scenario to confront Japan (PELANGI 1-5 scenarios). When the war broke out, the 15-year study became in vain. The war focus was then switched to Europe’s mainland, while in the Pacific, the United States first exercised a defensive strategy.6

A study on the adversary, which is based on numbers and system analysis, may remain a most-commonly used analysis by most countries. Such an approach can be said too basic as it ignores many important and vital factors to comprehend the dynamics of power in both regional as well as global level. On the other hand, net assessment does not only rely on the evaluation of statistical system. The study also puts the factor of bureaucrat behavior of the adversary, so that it can be said that net assessment is a study on the human, who carries the weapons, and

NET ASSESSMENT STRATEGIS INDONESIA

Page 49: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 49

kesalahan strategis dalam pengerahan kekuatan. Contoh dari hal ini adalah kasus yang menimpa Amerika Serikat pada masa sebelum Perang Dunia Kedua dari tahun 1920 hingga 1935. Amerika Serikat hanya percaya bahwa hanya ada satu lawan potensial bagi Amerika di Pasifik (Jepang) dan menganggap remeh kebangkitan Hitler di Jerman. Dikarenakan alasan tersebut, Amerika hanya mempersiapkan seluruh skenario untuk menghadapi Jepang (Skenario PELANGI 1-5). Ketika perang pecah, kajian yang telah dilakukan selama 15 tahun menjadi sia-sia dan fokus pemenangan perang beralih ke daratan Eropa sementara di Pasifik harus melancarkan strategi bertahan terlebih dahulu.

Pengkajian mengenai pihak lawan berdasarkan angka dan analisa sistem mungkin masih menjadi analisa yang paling umum dilakukan oleh kebanyakan negara. Pendekatan ini dapat dikatakan terlalu mendasar dikarenakan mengabaikan banyak faktor-faktor penting yang sangat vital untuk memahami dinamika kekuatan di wilayah serta global. Dilain sisi, net assessment tidak hanya bertumpu pada evaluasi sistem statistik saja. Pengkajian juga memasukkan faktor perilaku birokratis dari pihak lawan sehingga dapat dikatakan bahwa net assessment adalah kajian yang mempelajari manusia pengawak senjatanya selain menghitung jumlah inventaris seluruh senjata yang dimiliki oleh pihak lawan. Asumsi ini sejalan dengan prinsip Clausewitz –dalam bukunya On War – yang menekankan pada pentingnya identifikasi ‘titik gravitasi’musuh yang berarti karakter dari pemerintahan pihak lawan ketika perang berlangsung dan efek yang diakibatkan terhadap rakyatnya.7 Net assessment strategis akan mempertimbangkan interaksi antara dua pihak yang berlawanan dan tidak hanya data statistik dari inventaris kesenjataan saja.

Net assessment strategis akan menghasilkan suatu gambaran yang mungkin tidak diinginkan oleh pemerintahan yang berkuasa, namun tentunya akan menghasilkan gambaran yang komprehensif yang dapat digunakan sebagai penentuan strategi di masa mendatang. Karakter dasar net assessment lebih cocok untuk melakukan analisa jangka panjang yang ditandai dengan perubahan mendasar dalam politik kekuasaan. Net assessment, dengan mengakses seluruh aspek informasi, berupaya menghindari pengambilan keputusan-keputusan skala kecil yang hanya bertujuan untuk mengatasi masalah jangka pendek saja, namun, dalam jangka panjang, justru meletakkan dasar bagi permasalahan yang lebih besar. Kesewenangan yang disebabkan oleh keputusan-keputusan skala kecil seringkali dilakukan oleh negara-negara hanya untuk menyenangkan pihak birokrasi atau kelompok-kelompok tertentu saja, namun akan mengorbankan kepentingan yang lebih besar dan juga seluruh rakyat yang akan membawa pada bencana besar pada akhirnya. Contoh dari hal ini adalah penolakan Inggris akan bahaya kekuasaan Hitler pada pertengahan tahun 1930an– serupa dengan yang terjadi di Amerika – yang berakhir dengan akibat meletusnya Perang Dunia

7. Carl Von Clausewitz, On War, eds. And trans. Michael Howard and Peter Paret (Princeton: Princeton University Press, 1976), 595.

8. Ibid Hal 96.

on the weapons inventory possessed by the adversary. The assumption is in line with Clausewitz’ principle in his book On War, which stresses the importance of identifying the “gravitation points” of the adversary. It means the characteristics of the adversary’s government during the war and the effects towards the people.7 Strategic net assessment will consider the interaction between the two opposing parties and not just the statistical data of the weapons inventory.

Strategic net assessment will produce a picture that a ruling government may not want, although it is a comprehensive picture that can be used to determine a strategy in the future. The basic character of net assessment is more suitable for a long-term analysis, which is marked by the basic change of power politics. Net assessment, by accessing all aspects of information, tries to prevent small-scale decision making aimed only at solving short-term problems. However, in long-term, it puts a foundation for bigger problems. Many countries are often authoritative due to small-scale decisions, just to please bureaucrats or certain groups. However, they sacrifice a larger interest and the whole people, which will eventually result in a larger disaster. An example of this is the refusal of the Great Britain towards Hitler’s power danger in the mid 1930s – the same happened in the United States, which ended up in the break out of the costly World War II.8 At that time, the Great Britain was only focused on small-scale decisions to overcome urgent threats, but it ignored the latent dangers.

Analysis on how a country sees its strategic needs, closely relates to its culture, technology advances, and many other things, that may create an asymmetry in the strategic view. Understanding this difference is important for net assessment to know the pattern and the possibility of developing a country’s power. The capability to sort and understand the difference will create a deep understanding on the strength and weakness of a party, and an opportunity and a threat that the party may face.

Net assessment stresses the familiarization of strategic basics of some aspects. A strategy will not be effective if it only relies on one aspect, for instance military. There are interrelated and continuous relations amongst the strategic aspects that involve technology, politics, economy, social culture, military, and many others. The whole aspect must be able to work as a system unity so that a strategy can be executed. The absence of one aspect of the strategy may result seriously in the capability of a country in the implementation of its strategy, not to mention in confronting its adversary.

Advantage of Net Assessment Capability for Indonesia

Indonesia so far has not yet optimized its strategic evaluation with net assessment concept to assess the regional power shift and global power dynamic. With net assessment capability, Indonesia would have the tools to evaluate the dynamic power change in the region and

INDONESIAN STRATEGIC NET ASSESSMENT

Page 50: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

50 Edisi Khusus 2014

Kedua yang harus dibayar mahal.8 Inggris pada saat itu hanya memfokuskan diri pada keputusan-keputusan berskala kecil untuk mengatasi ancaman-ancaman yang bersifat mendesak namun mengabaikan bahaya laten yang mengintai.

Analisa mengenai bagaimana suatu negara melihat kebutuhan strategisnya yang terkait erat dengan budaya, kemajuan teknologi, serta banyak hal lainnya akan menciptakan ketidaksepadanan pandangan strategis. Pemahaman akan perbedaan ini sangat penting bagi net assessment guna mengenali pola dan kemungkinan pengembangan kekuatan suatu negara. Kemampuan untuk memilah dan mengerti perbedaan ini akan dapat memberikan pemahaman yang mendalam mengenai kekuatan dan kelemahan dari satu pihak serta kesempatan dan ancaman yang dihadapi oleh pihak tersebut.

Net assessment menekankan pada pengenalan dasar-dasar strategi dari beberapa aspek. Suatu strategi tidak akan efektif jika hanya bertumpu kepada satu aspek saja semisal militer. Ada hubungan yang saling berkaitan dan berkesinambungan diantara aspek-aspek dalam lingkup strategi yang melibatkan teknologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, militer, dan banyak aspek lainnya. Keseluruhan aspek ini harus dapat bekerja sebagai satu kesatuan sistem agar suatu strategi dapat terlaksana. Ketiadaan satu aspek dari strategi akan berakibat serius pada kemampuan suatu negara dalam pengimplementasian

should give Indonesia a ‘heads up’ concerning the shift of power and the possible intentions that took place in the region of Southeast Asia scales and Asia Pacific. The example cases of the strategic development would include the rise of China, a nuclear conflict between India and Pakistan, the South China Sea conflict, and border disputes with neighboring. These cases should be within Indonesia’s strategic perspectives scope in order to have a complete picture on regional dynamic so that Indonesia could position itself suitably. Such small-scale decisions tend to only overcome short-period problems as described by Indonesia’s strategic policies in general. In long-term, such actions will position Indonesia in a disadvantageous situation towards other countries in the region. Moreover, the incapability to predict any change in the strategic environment in the future, may endanger Indonesia’s sovereignty. Indonesia should be able to prevent such a position. Having information related to the regional changes is a key for Indonesia to position itself in the top place.

Considering the importance of net assessment in the strategic analysis, the capability must then be institutionalized by setting up an office, which is responsible as the net assessor for the Ministry of Defense as its prime client. The same goes to the Office of Net Assessment (ONA) in the United States, which is a part of the Ministry of Defense. The office accommodates interrelated multi-discipline elements with a strategic study, which will then

NET ASSESSMENT STRATEGIS INDONESIA

Page 51: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 51

strateginya, belum lagi untuk menghadapi lawan-lawannya.

Keuntungan dari Kemampuan Net Assessment bagi Indonesia

Indonesia sejauh ini belum mengoptimalkan kajian strategisnya dengan konsep net assessment untuk menelaah pergeseran kekuatan di wilayah serta dinamika kekuatan global. Sejatinya, dengan kemampuan net assessment Indonesia dapat mengkaji dinamika kekuatan yang terjadi untuk kemudian memberikan Indonesia kapabilitas untuk mengantisipasi pergeseran kekuatan yang terjadi dan kemungkinan munculnya intensi-intensi tertentu di wilayah Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Sebagaimana halnya contoh-contoh kasus strategis seperti kebangkitan Tiongkok, konflik nuklir antara India and Pakistan, konflik Laut Tiongkok Selatan, serta permasalahan batas wilayah dengan negara tetangga. Perkembangan semacam ini sudah semestinya masuk dalam lingkup perspektif strategis Indonesia sehingga memungkinkan pemahaman komprehensif akan perkembangan situasi termutakhir untuk kemudian dapat diambil kebijakan guna memposisikan Indonesia dalam kedudukan strategis yang lebih baik. Keputusan-keputusan skala kecil yang cenderung untuk mengatasi masalah jangka pendek, dalam jangka panjang akan memposisikan negara pada situasi yang tidak menguntungkan terhadap negara-negara lain di wilayah. Terlebih lagi, ketidakmampuan untuk memperkirakan perubahan lingkungan strategis di masa mendatang dapat membahayakan kedaulatan negara. Indonesia seharusnya mampu menghindari posisi demikian, dan kepemilikan atas informasi yang berkaitan dengan perubahan regional merupakan kunci bagi Indonesia untuk memposisikan dirinya di tempat teratas.

Menimbang pentingnya net assessment dalam analisis strategis, seharusnya kemampuan ini kemudian diinstitusionalisasikan dengan pembentukan suatu bagian yang bertanggung-jawab sebagai net assessor bagi Kementerian Pertahanan sebagai klien utamanya. Hal ini akan serupa dengan ONA milik Amerika Serikat yang merupakan bagian dari DOD. Kantor ini akan mengakomodasi elemen yang multi-disiplin yang saling terkait dengan kajian strategis yang kemudian mampu mendukung perkembangan strategis negara. Cohen berargumen bahwa net assessor tidak semestinya berada secara ekslusif dialam struktur kemiliteran dikarenakan kecenderungan militer yang memiliki perspektif dalam jangka pendek.9 Net assessment berkarakter mempunyai perspektif jangka panjang yang cenderung akan melibatkan semua disiplin ilmu dalam lingkup lingkungan strategis sehingga tidak terbatas hanya pada isu-isu militer dan pertahanan saja. Pengkajian tersebut akan menyatukan semua upaya negara dalam menyediakan pandangan mendasar dalam jangka panjang hingga dua dekade mendatang. Pandangan-pandangan ini berdasarkan pada pola perilaku yang dapat terjadi pada wilayah yang menjadi sasaran. Institusi net assessment mesti mampu menyediakan keberagaman intelektual dalam sistem pengkajian yang bertujuan untuk mampu

9. Eliot A. Cohen, Net Assessment: An American Approach (JCSS Memorandum, Tel Aviv University, 1990) p.23.

be able to support the country’s strategic progress. Cohen has argued that net assessors should not stay exclusively in the military structure as it tends to have short-term perspectives.9 Net assessment with a strong character has long-term perspectives, which tend to involve all disciplines in the strategic environment, so that it is not limited to only military and defense issues. The study will unite the country’s all efforts in providing basic views in the long term up to the next two decades. These views are based on a behavior pattern that may take place in the target place. The net assessment institution must be able to provide intellectual varieties in the study system aimed at absorbing as many sources as possible for analysis. The institution must accommodate a combination of operational experiences of military professionals and academic backgrounds of scientists, who know well the concept of net assessment. The use of net assessment must include four pillars, consisting of trend, doctrine, asymmetry, and scenario. As the first pillar, trend requires long-term data in relation with the acquisition of the main weaponry system (Alutsista), the state defense expenditure, and other trends that may influence strategic changes. A study on the doctrine as the second pillar must put any change of doctrine from adversary countries. Barry Posen has stated that a doctrine is an important sub-component for a grand strategy, especially related to the military use.10 Identification of strategic asymmetry as the third pillar must be put into the study consideration as there may be a different point of view on strategic development. The availability of a scenario as the fourth pillar enables net assessors to check their hypothesis through an extrapolation long-term trend. A possible scenario is produced to check development of the strategic balance in a period of two or more decades.11

The awareness of the function of net assessors in the strategic environment should encourage Indonesia to have the capability of such study, aimed at a better planning and study of the strategic environment. Result of the study will form the government’s strategic policy in decision making to provide a better bargaining position in both the regional as well as global level. If well executed, net assessment will provide a deep opinion for a country in seeing the dynamics of the regional changes and the possibility of strategic intention by the adversary in a more profound study. Furthermore, the institutionalization of net assessment will be able to provide Indonesia with an institution, which is able to predict the dynamic plot of the strategic changes in the South East Asian region, and in the Asia Pacific region in a larger scale. It is a logical consequence for Indonesia as the largest country in South East Asia to comprehend the neighboring countries and the surrounding area. Indonesia must comprehend the dynamics and shift of power to determine a suitable policy and prevent a wrong decision that may endanger Indonesia’s position. Quote Sun Tzu in his book “Art of War,” that a victory cannot be expected when a party does not comprehend its own capability and its adversary’s characteristics. Such a principle is provided by net assessment to a country – to know its own capability and its adversary’s.

INDONESIAN STRATEGIC NET ASSESSMENT

Page 52: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

52 Edisi Khusus 2014

menyerap banyak sumber guna keperluan analisis. Institusi ini harus mengakomodasi kombinasi dari pengalaman operasional dari militer professional dan latar belakang akademisi dari para ilmuwan yang mengenal dengan baik konsep net assessment. Penggunaan net assessment harus mencakup empat pilar yang terdiri dari trend, doktrin, asimetris, dan skenario. Trend sebagai pilar pertama memerlukan data jangka panjang berkaitan dengan akuisisi Alutsista, belanja pertahanan negara, dan trend lainnya yang sekiranya mempengaruhi perubahan strategis. Pengkajian terhadap doktrin sebagai pilar kedua harus memasukkan perubahan doktrin dari pihak negara lawan. Barry Posen berpendapat bahwa doktrin merupakan sub-komponen yang penting bagi suatu grand-strategi yang berhubungan secara khusus dengan penggunaan militer.10 Identifikasi ketidaksepadanan (asimetri) strategi sebagai pilar ketiga harus masuk dalam pertimbangan pengkajian dikarenakan kemungkinan terdapatnya perbedaan cara pandang dalam perkembangan strategis. Ketersediaan skenario sebagai pilar keempat memungkinkan net assessor untuk memeriksa hipotesa mereka melalui ekstrapolasi dari trend jangka panjang. Skenario yang memungkinkan dihasilkan untuk memeriksa perkembangan perimbangan strategis dalam kurun waktu dua dekade atau lebih.11

Kesadaran akan fungsi net assessment pada lingkungan strategis sudah seharusnya mendorong Indonesia untuk memiliki kapabilitas pengkajian seperti ini yang bertujuan untuk mendapatkan perencanaan serta penelaahan lingkungan strategis yang lebih baik. Hasil dari pengkajian tersebut kemudian akan membentuk kebijakan strategis pemerintah dalam pengambilan keputusan guna memberikan posisi tawar yang lebih baik di tatanan wilayah dan global. Net assessment yang dilaksanakan dengan baik akan memberikan pandangan yang mendalam bagi negara dalam melihat dinamika perubahan wilayah serta kemungkinan intensi strategis yang dimiliki oleh pihak lawan dalam kajian yang lebih mendalam. Lebih jauh lagi, institusionalisasi net assessment akan mampu memberi Indonesia sebuah institusi yang mampu memperkirakan alur dinamis dari perubahan strategis di wilayah Asia Tenggara dan juga dalam skala yang lebih luas di wilayah lingkar Asia Pasifik. Merupakan konsekuensi logis bagi Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara untuk memiliki pemahaman terhadap negara tetangganya serta wilayah sekitar. Sangat diperlukan bagi Indonesiauntuk memahami dinamika dan pergeseran kekuatan guna menentukan kebijakan yang sesuai dan menghindari keputusan yang salah yang bisa membahayakan posisi Indonesia. Mengutip dari Sun Tzu dalam bukunya “Seni Peperangan (Art of War) ”bahwa kemenangan tidak dapat diharapkan ketika suatu pihak tidak memahami kemampuannya sendiri dan juga karakteristik lawannya.” Prinsip inilah yang diberikan oleh net assessment kepada suatu negara – untuk mengetahui kemampuannya sendiri dan juga kemampuan dari pihak yang menjadi lawannya.

NET ASSESSMENT STRATEGIS INDONESIA

10. Barry Posen, The Sources of Military Doctrine (Ithaca: Cornell University Press, 1984) p.13.

11. Thomas M. Skypek, Evaluating Military Balances Through the Lens of Net Assessment: History and Application (Journal of Military and Strategic Studies,Volume 12, Issue 2, Winter 2010) pp.7-8

Page 53: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 53

PERTAHANAN NEGARA MEMBUTUHKAN AHLI STRATEGI

Oleh : Kolonel. Inf. Dr. Bambang Wahyudi

Analis Madya Bid. Jaklak, Dit Jakstra Ditjen Strahan, Kemhan

NATIONAL DEFENSE NEEDS AN EXPERT

Ahli strategi sebuah keniscayaan bagi Kemhan dan TNI

Dinamika keamanan global memunculkan berbagai permasalahan baru terutama berkaitan dengan dimensi politik, ekonomi, sosial, militer dan HAM. Selanjutnya diikuti hadirnya tatanan internasional yang cenderung multipolar dan mendorong situasi global yang lebih multidimensional serta penuh ketidakpastian (uncertainy). Posisi Indonesia secara geografis, geopolitik dan geostrategis dapat terpengaruh langsung oleh arus globalisasi perubahan dunia atau dinamika keamanan global yang berimplikasi terhadap berbagai kebijakan dan kualitas reformasi di Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam menyikapi perubahan yang sifatnya semakin kompleks dan melibatkan faktor – faktor nirmiliter dengan ciri non-contactwar maupun faktor militer yang lebih bersifat contactwar maka Kemhan dan TNI diharapkan semakin siap memantapkan kualitas sumber daya manusia yang ahli dalam strategi pertahanan, karena strategi dapat dikatakan sebagai alat utama untuk mengamankan kepentingan nasional serta mewujudkan tujuan Pertahanan Negara.

Salah satu indikator utama yang perlu mendapat perhatian khususnya dalam bidang pertahanan adalah keterbatasan baik secara kualitas maupun kuantitas ahli strategi yang selama ini menjadi semacam kegalauan artinya pertahanan negara membutuhkan ahli strategi sebagai arsitek dan konsultan pertahanan militer maupun nirmiliter dalam mengantisipasi dan menanggulangi berbagai bentuk ancaman baik yang bersifat tradisional maupun nontradisional.

Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan Menteri Pertahanan RI dalam acara temu kader pemuda Indonesia di Kemhan bahwa “Semakin meningkatnya ragam ancaman dewasa ini, yang dimensinya tidak saja militer, tetapi juga nonmiliter, membuat Indonesia juga perlu mengembangkan ahli strategi pertahanan yang mampu memahami berbagai bentuk ancaman baru “. Sehingga di samping pengembangan Alutsista maka pengembangan Ahli Strategi menjadi sebuah keniscayaan bagi Kemhan dan TNI.

Realitas mengatakan bahwa pada saat negara Indonesia dalam kondisi kritis tidak mudah untuk memprediksi siapa dan Kementerian/ Lembaga mana yang akan memegang kunci perumusan strategi yang tepat dan bagaimana mengimplementasikanya. Sementara

Strategy Experts: a Must for the Ministry of Defense and the Indonesian Armed Forces

The dynamics of global security brings out a variety of new problems, especially ones related to the political, economic, social, military, and human rights dimensions. The dynamics are followed by the presence of international order that tends to be multipolar and encourages the global situation to be more multidimensional and full of uncertainties. Indonesia’s geographical, geopolitical, and geostrategic position can be directly affected by the flow of globalization or the dynamics of the global security. It affects various policies and reform quality in the nation and state life in Indonesia.

Addressing the increasingly complex changes that involve both non-military factors with non-contact war characteristic as well as military factors with contact war characteristic, the Ministry of Defense and the Indonesian Armed Forces are expected to increase quality of the human resources, who are experts in the defense strategy. Such strategy can be said the main tool to secure the national interests and to materialize purpose of the national defense.

One of the main indicators that needs attention, especially in defense, is the limitation of strategy experts, in both quality as well as quantity. The lack of strategy experts has been a problem as the national defense requires such experts as architects and consultants of both military as well as non-military defense to anticipate and overcome various threats, both traditional as well as non-traditional.

This is in line with statement of the Minister of Defense of the Republic of Indonesia in a meeting of Indonesian youths at the Ministry of Defense, that “the increasingly various threats today, of both military as well as non-military dimension, has urged Indonesia to develop its defense strategy experts who understand the variety of new threats.” Therefore, in addition to development of the main weaponry system, development of strategy experts is a must for the Ministry of Defense and the Indonesian Armed Forces.

Reality says that in a critical condition, it is not easy for Indonesia to predict who or what ministry will play the key role in formulating the right strategy and its implementation. On the other hand, strategy experts cannot be formed and developed instantly during a war or when Indonesia is in a critical condition.

Page 54: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

54 Edisi Khusus 2014

untuk membentuk dan mengembangkan para ahli strategi tidak dapat diwujudkan secara mendadak pada saat perang atau saat Indonesia dalam kondisi kritis.

Pada tingkat kesiapsiagaan maupun implementasi kompetitif dalam menghadapi situasi kritis tersebut akan terkendala jika para ahli strategi pertahanan di Indonesia khususnya di lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI jumlahnya masih sangat terbatas. Di sisi lain dalam membentuk ahli strategi harus melalui proses yang cukup lama dan sangat selektif terkait latar belakang lingkunganya, personalitas dan kesuksesan pola karir yang sangat berbeda, serta para ahli strategi dalam mencapai tingkat ketrampilanya melalui pengalaman khusus.

Hal tersebut menurut penulis menjadi barometer bagi Kemhan khususnya TNI dalam ulang tahunnya yang ke 69 untuk membangun SDM TNI sebagai ahli strategi dalam rangka mengantisipasi dan merespon dinamika keamanan global yang semakin komplek sesuai tugas pokok TNI baik dalam bidang OMP maupun OMSP sebagaimana yang diamanatkan Undang Undang No. 34 tahun 2004 tentang TNI. Kementerian Pertahanan dan TNI perlu sesegera mungkin mengembangkan Ahli strategi pertahanan dengan metoda yang tepat. Kebijakan dan strategi pertahanan negara harus dirancang secara dinamis agar mampu menangkal dan responsif untuk mengatasi berbagai bentuk ancaman serta melaksanakan tugas-tugas perbantuan baik dalam lingkup domestik maupun lingkup internasional.

Kementerian Pertahanan dan TNI membutuhkan ahli strategi pertahanan yakni keahlian yang tidak hanya khusus untuk menangani masalah militer tetapi juga masalah nirmiliter. Dalam kondisi saat ini meski cenderung subyektif, kiranya tidak terlalu berlebihan, jika dikatakan bahwa Indonesia khususnya Kementerian Pertahanan dan TNI mengalami situasi krisis ahli strategi pertahanan, meskipun belum dapat diukur secara kuantitas namun secara eksplisit dan kualitas dapat dirasakan. Ahli strategi yang dimaksud adalah ahli strategi yang dapat menyampaikan saran dan pertimbangan dibidang pertahanan militer maupun nirmiliter seperti opsi-opsi, penjelasan secara detail dan analisis dalam konteks strategi pertahanan Negara.

Fenomena tersebut diatas menuntut Kementerian Pertahanan dan TNI untuk merespon dengan cara yang kompetitif dan kooperatif serta berkesinambungan melalui optimalisasi pembangunan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan kesejahteraan. Dalam proses transformasi potensi pertahanan menjadi kekuatan pertahanan maka harus disadari bahwa sumber daya nasional yang utama dan terpenting adalah manusia. Sehingga pemenuhan kebutuhan ahli strategi menjadi yang sangat krusial dan sebaiknya mendapatkan skala prioritas.

Konsepsi Ahli Strategi

Sumber daya manusia yang mempunyai keunggulan

In such an alert or competitive situation, it will be difficult if there are only a limited number of strategy experts in Indonesia, especially in the Ministry of Defense and the Indonesian Armed Forces. On the other hand, the process of forming strategy experts takes relatively long time. It must be quite selective in relation to the background, personality, and different career success; in addition, the strategy experts must undergo a special experience to reach a certain skill level.

According to me, in conjunction with the 69th anniversary of the Ministry of Defense, especially the Indonesian Armed Forces, it has become a barometer to build the human resources as strategy experts to anticipate and respond the dynamics of the increasingly complex global security. This is in line with the main duties of the Indonesian Armed Forces, in both Militery Operations of War (OMP) as well as Militery Operations Other than War (OMSP), as mandated in Law No. 34/2004 on the Indonesian Armed Forces. The Ministry of Defense and the Indonesian Armed Forces must as soon as possible build strategy experts with the right method. The policy and strategy of national defense must be designed dynamically to prevent and respond various threats, and to implement duties, in both domestic as well as international scopes.

The Ministry of Defense and the Indonesian Armed Forces need defense strategy experts, not only for military

PERTAHANAN NEGARA MEMBUTUHKAN AHLI STRATEGI

Page 55: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 55

NATIONAL DEFENSE NEEDS AN EXPERT

dibidang strategi setidaknya dapat mewujudkan ide atau gagasan guna mencapai tujuan atau kehendak yang diinginkan. Menurut Daoed Joesoef strategi adalah keseluruhan operasi intelektual dan fisik yang diniscayakan untuk menanggapi, menyiapkan dan mengendalikan setiap kegiatan kolektif di tengah – tengah konflik dengan melibatkan aneka ragam kekuatan. Sementara Fitrotin menyampaikan bahwa Ahli strategi artinya ahli dalam menentukan cara atau metode terbaik untuk mewujudkan suatu tujuan. Beberapa referensi yang penulis pahami secara umum dapat dikatakan bahwa seorang ahli strategi adalah 1) individu yang memiliki keunikan yang dibentuk oleh pengalaman, aptitude dan pendidikan dalam memformulasikan maupun mengartikulasikan strategi. 2) memiliki dimensi kemanusiaan yang memahami orang lain dan bagaimana memotivasinya. 3) dapat menyiapkan saran kepada otoritas politik dalam pengembangan kebijakan nasional (national policy) artinya apa yang ingin dicapai dan strategi nasional (national strategy) yakni bagaimana cara mencapainya, serta 4) mampu menterjemahkan kebijakan politik kedalam rencana dan tindakan dalam konteks pertahanan.

Mengacu pada konsepsi tentang ahli strategi, maka seorang ahli strategi diharapkan mempunyai komitmen dan kompetensi sebagai arsitek maupun konsultan pertahanan militer maupun nirmiliter . Secara kompetitif dan prediktif dapat mengemas berbagai bentuk ancaman militer dan non militer yang sangat dinamis serta dapat menimbulkan problem besar Nasional. Sehingga dapat membuat rencana kontinjensi dalam mengantisipasi dan mengatasi berbagai bentuk ancaman. Ahli strategi mampu menentukan skala prioritas permasalahan bangsa, mengoptimalkan sumber daya nasional dan mengkoordinasikan secara efektif dalam merumuskan konseptual kebijakan dan strategi pertahanan negara kedepan yang dirancang secara dinamis agar mampu menangkal berbagai bentuk ancaman. Para ahli strategi diharapkan dapat merajut kemajemukan masyarakat dan politik di Indonesia agar secara efektif dapat mencari solusi dalam menghadapi situasi kritis, sekaligus menyadarkan banyak kalangan bahwa “Ahli strategi” yang berkompeten adalah sesuatu yang dibutuhkan seiring dengan kemajuan demokratisasi di Indonesia yang dapat dikatakan sedang mengalami krisis kepemimpinan nasional agar mampu merespon tantangan masa depan dalam irama demokrasi untuk mencapai tujuan nasional.

Negara membutuhkan para Ahli strategi pertahanan yang mempunyai kemampuan seperti ; 1) memberikan opsi-opsi terbaik dalam perumusan kebijakan pertahanan dan pengimplementasianya, 2) mengevaluasi kebijakan dalam proses implementasi maupun pasca implementasi, 3) memberikan saran tentang strategi dan penggunaan sumber daya kepada pimpinan khususnya di lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI. Ahli strategi tersebut adalah personil profesional yang sudah teruji dan memiliki ketrampilan yang tinggi di bidang militer maupun nirmiliter, memiliki pemikiran yang terbuka (open minded) dan mudah beradaptasi, memiliki pengetahuan yang

but also non-military problems. Despite subjectivity, it may not be exaggerating that Indonesia, especially the Ministry of Defense and the Indonesian Armed Forces, is experiencing a critical lack of defense strategy experts. Although it cannot be measured quantitatively, from the quality point of view, the critical situation is explicitly perceived. What is meant by strategy experts are those who can give opinions and considerations in the field of military and non-military defense, such as options, detailed explanations, and analysis in the context of the national defense strategy.

Such a phenomenon requires the Ministry of Defense and the Indonesian Armed Forces to respond in a competitive and cooperative as well as simultaneous way to optimize the national human resources development for defense and welfare. In the process of transforming defense potential to defense power, we must be aware that the main national resources are the human resources. Fulfilling the need of strategy experts is therefore crucial and deserves a priority scale.

Concept of Strategy Experts

Excellent human resources in the strategy field can at least materialize the idea to achieve the intended goals. According to Daoed Joesoef, a strategy is the entire intellectual and physical operations necessitated to respond, prepare, and control every collective activity amongst conflicts that involve power. Fitrotin has stated that strategy experts stipulate the best way or method to materialize goals. Some references that I understand in general is that strategy experts are 1) those who have a uniqueness formed by experiences, aptitude, and education in formulating or articulating a strategy; 2) those who have a humanity dimension, who understand other people and how to motivate them; 3) those who prepare recommendations to the political authority in developing national policies on what to be achieved, and national strategy on how to achieve it; 4) those who are able to translate a political policy into a plan and action in the defense context.

With reference to the concept of strategy experts, strategy experts are expected to have a commitment and competence as an architect or consultant of military and non-military defense. They must be able to competitively and predictably pack various forms of military and non-military threats, which are quite dynamic and may raise big problems to the nation. They must therefore make a contingency plan to anticipate and overcome the threats. Strategy experts must have the capability to determine the priority scale of the nation’s problems, optimize national resources, and effectively coordinate the country’s future defense policy and strategy, designed dynamically to prevent various threats. Strategy experts are expected to unite the diversity of people and politics in Indonesia to effectively seek a solution in a critical situation, and to remind the people that competent strategy experts are required in line with the democratization in Indonesia.

Page 56: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

56 Edisi Khusus 2014

PERTAHANAN NEGARA MEMBUTUHKAN AHLI STRATEGI

mendalam tentang sejarah pertahanan dan memiliki pemahaman tentang birokrasi pembuatan keputusan yang kompleks pada tataran strategis untuk kepentingan pertahanan Negara.

Menurut Jenderal Chilcoat bahwa Kompetensi ahli strategi harus dibekali dengan ketrampilan seni strategi (strategic art) sebagai berikut :

1. Pemimpin strategis yaitu pemimpin yang mampu menciptakan visi dan fokus dalam misi, memiliki kepemimpinan strategis dan mampu menginspirasi orang lain untuk berbuat dan berfikir positif.

2. Praktisi strategis yaitu para perwira yang memahami dan mengembangkan secara mendalam tentang semua tingkatan perang dan strategi serta keterkaitanya, mengembangkan dan melaksanakan perencanaan strategis yang diperoleh dari proses inter agency dan joint consulting, dapat mengerahkan kekuatan dari berbagai dimensi kekuatan nasional, dapat mengintegrasikan kegiatan militer dan nirmiliter melalui komando dan kepemimpinan.

3. Ahli teori strategis yaitu para perwira yang mempelajari sejarah perang, mengembangkan konsep dan teori strategi dalam mengintegrasikan konsep dan teori dengan elemen kekuatan nasional dengan strategi keamanan nasional, strategi pertahanan dan strategi militer, serta mampu mengajari dan membimbing tentang seni strategi.

pengembangan Ahli strategi

Dalam berbagai kajian, buku – buku dan referensi

The country is said to have a crisis of national leaders capable of responding future challenges in the rhythm of democracy to achieve the national goals.

The country needs defense strategy experts with the following qualifications: 1) able to provide the best options in the formulation of defense policies and implementation, 2) able to evaluate the policies in both the implementation as well as the post-implementation process, 3) able to provide a recommendation on the strategy and use of resources to management, particularly at the Ministry of Defense and the Indonesian Armed Forces. The strategy experts are tested professionals, who have a skill in the military and non-military fields, open minded, and can easily adapt, have a profound knowledge on the defense history, and have an understanding on the bureaucracy of complex decision-making at the strategic level for the sake of the national defense.

According to General Chilcoat, strategic experts must have a skill of strategic arts as follow:

1. Strategic leaders are leaders, who have the capability to create a vision and a focus in the mission. They must also have a strategic leadership and capability to inspire other people to act and think positive.

2. Strategic practitioners are high-ranking officials, who profoundly understand all levels of war and strategies as well as the linkages, develop and carry out the strategic planning obtained from the inter agency and joint consulting process. They must be able to deploy power from various dimensions of the national strength, and to integrate military and non-military activities through command and

Page 57: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 57

NATIONAL DEFENSE NEEDS AN EXPERT

lain terkait penjelasan tentang bagaimana membentuk pemimpin dan ahli strategi diluar konteks pertahanan dan militer dirasakan sudah cukup banyak, namun literatut dan referensi tentang bagaimana membentuk ahli strategi pertahanan dan militer jumlahnya masih sangat terbatas. Sehingga untuk menjawab kebutuhan ahli strategi perlu dikembangkan suatu sistem yang menghasilkan para ahli strategi diantaranya sebagai berikut :

a. Pendidikan formal.

Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas dan membentuk ahli strategi adalah melalui pendidikan formal. Sebagaimana yang disampaikan Menhan Purnomo Yusgiantoro dalam Wisuda Magister Pertahanan, bahwa “Indonesia perlu mengembangkan ahli strategi pertahanan yang mampu memahami berbagai ancaman baru dan untuk mencapai tujuan itulah Universitas Pertahanan memiliki peran yang sangat penting“. Sementera Mendikbud Muhamad Nuh menegaskan bahwa Kemendikbud mendukung Universitas Pertahanan karena menyadari, bahwa Unhan perannya bukan hanya semata dalam bidang akademik, melainkan juga dalam rangka ikut mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Fenomena tersebut secara substansi mengisyaratkan bahwa kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan khususnya di lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI dengan mengembangkan sistem pendidikan dalam memenuhi kebutuhan ahli strategi. Perlu pengembangan kurikulum yang substansinya terdiri dari unsur-unsur teori strategi, seni strategi, kepemimpinan strategis dan aplikasi strategi khususnya terkait dengan brand dan positioning Ahli Strategi yang menghasilkan landasan bagi perkembangan progresif untuk memenuhi kebutuhan ahli strategi. Sehingga setiap program pendidikan yang diselenggarakan setidaknya memiliki intensitas bobot yang berbeda dalam rangka mencetak dan mengembangkan kemampuan para ahli strategi pertahanan.

Beragam cara perlu ditempuh dalam upaya mencapai hasil yang maksimal karena mencetak ahli strategi terlalu naif jika mengharapkan secara instant. Proses pembentukan ahli strategi harus mengikuti pendidikan secara formal, diimplementasikan dalam berbagai penugasan di kesatuan, kemudian secara intensif berupaya untuk selalu mengembangkan diri sebagai seorang ahli strategi yang profesional sesuai dengan tuntutan tugas negara dan bangsa dibidang pertahanan.

Pendidikan formal merupakan alat strategis dalam mencetak para ahli strategi pertahanan untuk merebut masa depan Indonesia sesuai dengan tujuan nasional. Salah satu keberhasilan Indonesia di bidang pertahanan dan keamanan masa depan ditentukan oleh keberhasilan mendidik para ahli strategi sehingga tidak akan terdadak dalam mengantisipasi dan mengatasi situasi kritis. Kesiapsiagaan Kementererian Pertahanan dan TNI perlu dibarengi dengan proses pendidikan para ahli strategi

leadership.

3. Strategic theory experts are high-ranking officials, who have studied the war history, develop a strategy concept and theory, and integrate the concept and theory with the national strength and national security elements, defense strategy and military strategy. They must also have the capability to teach and guide the art of strategy.

Development of Strategy Experts

There are various studies, books, and references related to the explanation on how to form leaders and strategy experts outside the defense and military context. However, there is only a limited number of literatures and references on how to form defense and military strategy experts. To respond the need of strategy experts, a system must be developed to produce strategy experts, among others:

a. Formal education

One of the methods to form strategy experts and increase their quality is formal education. As stated by the Minister of Defense, Purnomo Yusgiantoro, during the graduation of Defense Master, “Indonesia needs to develop defense strategy experts capable to understand various new threats. To achieve the goal, the Defense University plays a very important role.” The Minister of Education and Culture, Muhammad Nuh, firmly stated that the Ministry of Education and Culture supported the Defense University as he was aware that the institution plays a role not only in the academic field, but also helps maintain the unitary state of the Republic of Indonesia.

Substantially, the phenomenon indicates that the education quality must be increased at all times, particularly at the Ministry of Defense and the Indonesian Armed Forces, by developing an education system that fulfills the need of strategy experts. The curriculums must consist of strategy theory, strategy art, strategy leadership, and strategy application, especially those related to the brand and positioning of strategy experts. They will produce a foundation for the progressive development to fulfill the need of strategy experts. Every education program must therefore have a different weight intensity to create and develop the capability of defense strategy experts.

Various ways are carried out to achieve a maximum result, as instant strategy experts are too naïve to expect. Strategy experts must follow a formal education, of which the studies are implemented in various assignments in the institution. They must then develop themselves intensively as professional strategy experts according to the demand of the state and nation’s duties in the defense field.

Formal education is a strategic tool to create defense strategy experts to grab Indonesia’s future according to the national goals. One of Indonesia’s successes in the future defense and security is determined by the success of educating strategy experts. They are then expected to have the capability to anticipate and overcome a critical

Page 58: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

58 Edisi Khusus 2014

PERTAHANAN NEGARA MEMBUTUHKAN AHLI STRATEGI

yang bermutu dan berwawasan teori serta kompeten merumuskan kebijakan strategis.

b. Peningkatan pengalaman lapangan

Peningkatan pengalaman lapangan merupakan peluang penting bagi para ahli strategi dalam mengantisipasi dinamika keamanan global atau perubahan lingkungan strategis yang sangat cepat dan dinamis. Program-program terkait penentuan langkah implementasi knoweladge dan skill yang diperoleh melalui pendidikan formal merupakan suatu kebutuhan dan menjadikan suatu respon positif terhadap permasalahan riil dilapangan agar dapat terindetifikasi. Langkah berikutnya adalah mengembangkan alternatif-alternatif pemecahan masalah dengan merumuskan dan membuat suatu kebijakan strategis yang dikembangkan untuk mencapai kesiapsiagaan yang optimal.

Pengalaman lapangan merupakan arena pengembangan seorang ahli strategi untuk mengembangkan pemikiran dan langkah strategis dalam mengelola situasi kritis. Seorang ahli strategi sebaiknya mendapatkan kesempatan untuk mengimplementasikan knoweladge, skill dan affektif setelah mengikuti pendidikan. Hal tersebut penting dalam mengembangkan pemahaman strategi secara lengkap, sehingga memiliki keunikan yang dibentuk oleh pengalaman di lapangan, aptitude dan sekaligus pendidikan secara nonformal dalam memformulasikan maupun mengartikulasikan strategi.

Ahli strategi selama mengikuti berbagai kegiatan lapangan maka dapat melanjutkan pengembangan profesional mereka untuk memperoleh dasar pengetahuan yang luas, sekaligus mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang isu-isu pertahanan dan keamanan nasional. Di sisi lain mereka juga mendapatkan keuntungan dari berbagai pengalaman yang memberikan keseimbangan antara strategi pertahanan militer dan nirmiliter serta implementasi empiris khususnya dalam pengembangan pola karir.

Para ahli strategi dapat menyerap banyak dari apa yang dia ketahui secara praktis di lapangan dalam penugasan keseharian maupun penugasan khusus. Penempatan personil sesuai bidang keahlian menjadi prioritas agar dapat membentuk ahli strategi yang berkompeten baik sebagai akademisi sekaligus praktisi strategi pertahanan. Pengalaman yang diperoleh pada tingkat operasional di lapangan mudah dikenali oleh seorang ahli strategi dalam melaksanakan tugas baik sebagai staf maupun pemimpin strategis agar dapat menyiapkan saran kepada otoritas politik dalam pengembangan kebijakan nasional

situation. The preparedness of the Ministry of Defense and the Indonesian Armed Forces must be accompanied with an education process of strategy experts with high quality, theory insight, and competence to formulate strategic policies.

b. Increase of field experiences

Increase of field experiences is an important opportunity for strategy experts to anticipate the dynamics of global security and rapid changes of the strategic environment. Programs related to the implementation of knowledge and skill, which have been obtained through the formal education, are a need and become a positive response to the field real problems, so that they can be identified. The next step is to develop alternatives to solve the problems by formulating and making a strategic policy to achieve optimal preparedness.

Field experiences are an arena to develop the thought and strategic steps of strategy experts in managing a critical situation. Strategic experts should better have an opportunity to implement their knowledge and skill after having followed their studies. It is important to develop the strategy understanding completely, so that they have a uniqueness formed by field experiences, aptitude, and also non-formal education in formulating and articulating the strategy.

During the field activities, strategy experts can develop their professional expertise to obtain a broad knowledge and a profound understanding on defense and national security issues. On the other hand, they can also have the benefits of various experiences, which would balance the military and non-military defense strategy, and the empirical implementation particularly in development of the career pattern.

Strategy experts can absorb a great deal from what they

Page 59: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 59

NATIONAL DEFENSE NEEDS AN EXPERT

(national policy) dan strategi nasional (national strategy) serta mampu menterjemahkan kebijakan politik kedalam rencana dan tindakan terkait pertahanan negara.

c. Pengembangan diri

Pengembangan diri seumur hidup adalah pilihan utama seorang ahli strategi, khususnya melalui pembelajaran formal maupun nonformal dalam pengembangan profesional ahli strategi untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan strategis, serta memiliki efek komulatif dari dimensi pendidikan maupun pengalaman. Long live educations menjadi motto yang perlu disadari dan dikembangkan agar menghasilkan ahli strategi yang profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di samping itu secara bijak dan cerdas para ahli strategi dapat merumuskan langkah maupun kebijakan strategis dalam mengidentifikasi, memprediksi dan mengatasi dinamika ancaman militer maupun nonmiliter.

Pembelajaran seumur hidup pada prinsipnya dapat dilakukan melalui tiga cara yakni, 1) Pendidikan formal yaitu mengikuti peningkatan jenjang pendidikan formal yang diselenggarakan di dalam maupun luar negeri; 2) Pendidikan nonformal yaitu mengikuti berbagai kursus atau Diklat yang diselenggarakan oleh instansi terkait dalam pengembagan ahli strategi; 3) Belajar secara mendiri yaitu secara aktif membiasakan diri membaca, belajar dari berbagai media cetak dan media sosial

know practically on the field during their daily assignment or special assignment. The personnel deployment according to their respective expertise is a priority to form competent strategy experts, both as academicians as well as practitioners in the defense strategy. Such experiences obtained in the field operational level, can be recognized by strategy experts in executing their duties both as staff as well as strategic leaders. This way, they will be able to prepare a recommendation to the political authority in development of national policies and national strategies. They will also be able to translate the political policies into plans and actions related to the national defense.

c. Self development

Lifetime self development must be the main option of strategy experts, especially through formal and non-formal education. Such self development is aimed at obtaining strategic knowledge and skill, and at having cumulative effects from the education and experience dimensions. Lifetime education is a motto that one must be aware and develop to produce professional strategy experts according to the demand of science and technology development. In addition, strategy experts can wisely and smartly formulate strategic steps and policies to identify, predict, and overcome the dynamics of both military as well as non-military threats.

In principle, the lifetime learning process can be implemented in three ways, including 1) Formal education

Page 60: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

60 Edisi Khusus 2014

PERTAHANAN NEGARA MEMBUTUHKAN AHLI STRATEGI

serta melalui berbagai penugasan dalam satuan maupun gabungan agar dapat membekali dirinya dalam kesiapan intelektual dan pemahaman terhadap dinamika keamanan pada tataran global, regional maupun nasional, sehingga tidak pernah terdadak dalam situasi kritis.

Secara spesifik ahli strategi dapat mngembangkan keahlian khusus melalui pendidikan formal, pengalaman di kesatuan dan penegmbangan diri agar dapat bertindak sebagai fasilitator dalam kegiatan diantaranya sebagai berikut :

1. Penilaian Strategi. Strategi membangun mekanisme evaluasi untuk penyempurnaan rencana strategis dalam menghadapi ancaman yang sangat dinamis baik pada tataran global, regional dan nasional.

2. Perencanaan Strategis. Perencanaan strategis sangat diperlukan dalam rangka mempertahankan dan menindaklanjuti rekomendasi yang bersifat strategis dengan memanfaatkan sarana dan prasarana maupun institusional terkait yang dapat dioperasionalkan.

3. Integrasi Strategi. Optimalisasi kemampuan team work secara terpadu dan bersinergi dalam memprediksi ancaman baik pada tataran global, regional maupun nasional. Sekaligus mengimplementasikan dan mengembangkan solusi kompetitif.

Sebagai penutup artikel ini, dalam pemahaman penulis sebagai komunitas pertahanan berpendapat bahwa pertahanan negara sangat membutuhkan ahli strategi, karena strategi merupakan tindakan yang bersifat dinamis dan senantiasa meningkat serta terus menerus mengadaptasi perubahan terkait pertahanan negara. Ahli strategi diharapkan memahami dan mampu mengantisipasi serta menentukan strategi yang tepat dan cepat dalam menanggulangi situasi kritis terkait pertahanan negara. Sehingga selalu terbuka langkah strategis dan inovatif untuk pengembangan/mencetak para alhi strategi yang siap mengabdi pada bangsa dan negara.

organized at home and overseas; 2) Non-formal education which includes various courses and training programs organized by related institutions in development of strategy experts; 3) Independent learning process, in which strategy experts actively familiarize themselves in reading, learning from various print and social media as well as various assignments in their group to equip themselves in the intellectual readiness and understanding towards the dynamics of security in the global, regional and national levels. This way, they will be ready in any critical situation.

Specifically, strategy experts can develop their special expertise through formal education, experiences in their unit, and self development so that they can act as a facilitator in such activities as follow:

1. Strategy assessment. The strategy builds an evaluation mechanism to perfect the strategic plans in encountering very dynamic threats in the global, regional, and national levels.

2. Strategy planning. It is required to defend and follow up strategic recommendations by taking advantage of the operational facilities of the related institutions.

3. Strategy integration. It is to optimize the capability of the teamwork in an integrated and synergic way to predict threats in the global, regional, and national levels. It also implements and develops competitive solutions.

To close this article, as a part of the defense community, I think the national defense needs strategy experts, as a strategy is a dynamic and always-increasing action, which continuously adapts to changes related to the national defense. Strategy experts are expected to understand, anticipate, and determine strategies correctly and rapidly to overcome a critical situation related to the national defense. They are therefore always open for strategic and innovative steps to develop/create strategy experts, who are prepared to devote to the nation and country.

DatacommIndustry Solution

- Carrier Network- Public Cloud- SP Data Center- OSS / BSS- Internet Solution

Telecommunication- Community Network- Community Portal- Community Surveillance- Triple Play Services- Mobile Coverage- Digital Signage

Property- Municipal Network- eGovernment- Secure Messaging- Secure Hosting- Private Cloud- Government Portal- Tax Automation

Government Defense- Secure Data Center- Secure Network- Fixed Asset Mgmt- Human Resource Mgmt- Cyber Security- Cyber Defense- Lawful Interception- IT Training Centre- Video Teleconference- C4ISR

Customers :

TENTARA NASIONAL INDONESIA

Page 61: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 67

STATE DEFENSE NEEDS AN EXPERT

DatacommIndustry Solution

- Carrier Network- Public Cloud- SP Data Center- OSS / BSS- Internet Solution

Telecommunication- Community Network- Community Portal- Community Surveillance- Triple Play Services- Mobile Coverage- Digital Signage

Property- Municipal Network- eGovernment- Secure Messaging- Secure Hosting- Private Cloud- Government Portal- Tax Automation

Government Defense- Secure Data Center- Secure Network- Fixed Asset Mgmt- Human Resource Mgmt- Cyber Security- Cyber Defense- Lawful Interception- IT Training Centre- Video Teleconference- C4ISR

Customers :

TENTARA NASIONAL INDONESIA

Page 62: PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DILIRIK DUNIA …€¦ · industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung pemenuhan Alutsista TNI. Kita berharap TNI semakin kuat dalam mengawal

Edisi Khusus 2014 45