14
Prinsip Hukum Ekonomi Internasional 1 1. Minimum Standards Kewajiban negara untuk sedikitnya memberikan jaminan perlindungan kepada pedagang atau pengusaha asing atau harta miliknya 2. Reciprocity / Identical Treatment Perlakuan timbal balik : (negara A mengenakan pajak kepada negara B sebesar 5%, begitu juga sebaliknya) 3. Prinsip Non-Diskriminasi A. National Treatment Produk asing (yg legal) harus diperlakukan sama dengan produk nasional. Investor asing harus diperlakukan sama dg investor nasional. B. Most Favoured Nation (MFN) Semua / sesama negara anggota suatu perjanjian internasional haruslah diperlakukan sama oleh anggota yang lain, tidak boleh ada diskriminasi. 1 http://materikuliahfhunibraw.wordpress.com/3-hk-ekonomi- internasional/bmateri-kuliah/ diakses pada tanggal 22 Maret 2014 http://yeremiaindonesia.wordpress.com/2012/10/ diakses pada tanggal 22 Maret 2013

Prinsip hukum ekonomi internasional

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Prinsip hukum ekonomi internasional

Prinsip Hukum Ekonomi Internasional1

1. Minimum Standards

Kewajiban negara untuk sedikitnya memberikan jaminan perlindungan kepada

pedagang atau pengusaha asing atau harta miliknya

2. Reciprocity / Identical Treatment

Perlakuan timbal balik :

(negara A mengenakan pajak kepada negara B sebesar 5%, begitu juga sebaliknya)

3. Prinsip Non-Diskriminasi

A. National Treatment

Produk asing (yg legal) harus diperlakukan sama dengan produk nasional.

Investor asing harus diperlakukan sama dg investor nasional.

B. Most Favoured Nation (MFN)

Semua / sesama negara anggota suatu perjanjian internasional haruslah diperlakukan

sama oleh anggota yang lain, tidak boleh ada diskriminasi.

4. Kewajiban menahan diri untuk tidak merugikan negara lain

Peraturan ini mensyaratkan kepada negera anggota GATT, suatu kewajiban untuk

menahan diri dan tidak memberikan subsidi-subsidi tertentu pada tahap awal produksi

bagi produknya.

Contoh : Dumping, Proteksionisme, dll.

5. Klausul penyelamat

1 http://materikuliahfhunibraw.wordpress.com/3-hk-ekonomi-internasional/bmateri-kuliah/ diakses pada tanggal 22 Maret 2014

http://yeremiaindonesia.wordpress.com/2012/10/ diakses pada tanggal 22 Maret 2013

Page 2: Prinsip hukum ekonomi internasional

Tindakan penangguhan pelaksaan kewajiban internasional untuk menyelamatkan

ekonomi / industri di dalam negerinya.

Hanya boleh dilakukan, dengan syarat :

a. Hanya bersifat temporer

b. Negara yang bersangkutan harus memberikan notifikasi kepada organisasi

ekonomi internasional

c. Harus bersedia dimonitor organisasi ekonomi tersebut untuk melihat kapan

berakhirnya safeguard.

7. Prefensi negara sedang berkembang

Mensyaratkan perlunya suatu kelonggaran atas aturan-aturan hukum tertentu bagi

negara berkembang (khususnya ketika berhubungan dengan negara-negara maju)

Dasar teori dari sistem prefensi ini :

Negara-negara harus diperbolehkan untuk menyimpang dari kewajiban-kewajiban

MFN untuk memperbolehkan mereka guna mengurangi tingkat tarifnya pada impor-

impor barang, manakala barang-barang tersebut berasal dari negara-negara sedang

berkembang.

Menurut mereka, hal tersebut akan memberikan negara-negara sedang berkembang

suatu keuntungan kompetitif tertentu dalam masyarakat industri yang menjadi sasaran

ekspor.

Contoh : Pengurangan bea masuk terhadap produk-produk negara berkembang di

negara maju.

8. Penyelesaian sengketa secara damai

9. Kedaulatan negara atas kekayaan alam, kemakmuran dan kehidupan ekonominya

10. Kerja sama internasional

Tanggung jawab kolektif dan solidaritas untuk pembangunan dan kesejahteraan bagi

semua negara

11. Transparansi

Setiap kebijakan ekonomi yang diambil oleh negara anggota organisasi ekonomi

internasional harus bisa diketahui secara transparan anggota-anggota lainnya.

Page 3: Prinsip hukum ekonomi internasional

Setiap kebijakan ekonomi tersebut harus diinformasikan terhadap organisasi ekonomi

internasional untuk diregistrasikan, sehingga tidak dapat berubah seenaknya.

Perubahan kebijakan ekonomi negara anggota harus dapat diketahui dan dapat

dimonitor organisasi ekonomi internasional.

ILUSTRASI ATAU APLIKASI PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM

EKONOMI INTERNASIONAL

Prinsip-prinsip Hukum Ekonomi yang telah tertera diatas merupakan cara-cara yang

dipakai dalam melakukan kerjasama kegiatan ekonomi internasional, semua hal yang tertera

dalam prinsip hukum ekonomi internasional harus dipatuhi agar :

Tidak terjadi pendiskriminasian antara satu negara dengan negara lainnya.

Adanya toleransi dari negara maju untuk negara berkembang dalam hal pembangunan

perekonomiannya. (Prefensi Negara berkembang)

Tidak terjadi praktek Dumping dan Proteksionisme.

Penyelesain sengketa secara damai dan tidak melalui jalan perang.

Adanya tanggung jawab secara kolektif dan solidaritas untuk tujuan pembangunan

dan kesejahteraan bagi semua negara.

Berikut adalah contoh kasus yang didalamnya terdapat penerapan prinsip hukum ekonomi

internasional :

Sengketa Mobnas RI ditinjau dari Prinsip Hukum Ekonomi internasional

iPerkara pengaduan Jepang ke WTO bermula dari keluarnya Inpres No. 2 /1996 tentang

program Mobnas yang menunjuk PT Timor Putra Nusantra (TPN) sebagai pionir yang

memproduksi Mobnas. Karena belum dapat memproduksi di dalam negeri, maka keluarlah

Keppres No. 42/1996 yang membolehkan PT TPN mengimpor mobnas yang kemudian diberi

merek "Timor", dalam bentuk jadi atau completely build-up (CBU) dari Korea Selatan.

Sengketa ini menyangkut program mobil nasional (Mobnas) RI.Program diluncurkan

pada tahun 1993 ketika pemerintah mengeluarkan rencana mobnasnya. Berdasarkan program

Page 4: Prinsip hukum ekonomi internasional

ini, pemerintah memberikankeuntungan (perlakuan khusus) dalam bentuk tarif dan pajak

kepada produsen mobil Indonesia. Keuntungan ini diberikan kepada produsen yang bersedia

menggunakan kandungan dalam negeri untuk mobnas (the local content of the finished

vehicles).

Kebijakan ini dikembangkan pada tahun 1996 ketika pemerintah secara resmi

meluncurkan 'Program Mobil Nasional'. Program ini diberikan kepada perusahaan pionir,

yaitu perusahaan Indonesia bernama PT.Timor. PT Timor juga diberi hak untuk mengimpor

45,000 mobil jadi dari perusahaan Korea, the Korean Motor Corporation.

Selain itu, PT.TPN diberikan hak istimewa, yaitu bebas pajak barang mewah dan bebas

bea masuk barang impor. Hak itu diberikan kepada PT.TPN dengan syarat menggunakan

kandungan lokal hingga 60 persen dalam tiga tahun sejak mobnas pertama dibuat. Namun

bila penggunaan kandungan lokal yang ditentukan secara bertahap yakni 20 persen pada

tahun pertama dan 60 persen pada tahun ketiga tidak terpenuhi, maka PT TPN harus

menanggung beban pajak barang mewah dan bea masuk barang impor. Namun, soal

kandungan lokal ini agaknya diabaikan selama ini, karena Timor masuk ke Indonesia dalam

bentuk jadi dari Korea. Dan tanpa bea masuk apapun, termasuk biaya pelabuhan dan lainnya.

Perusahaan atau produsen mobil asing yang berada di Indonesia, yaitu perusahaan dari

Jepang, Masyarakat Eropa (ME) dan Amerika Serikat (AS) protes. Mereka mengklaim

program Mobnas ini diskriminatif dan melanggar aturan perdagangan internasional

berdasarkan GATT. Jepang, ME dan AS melancarkan klaim secara terpisah mengenai

program Mobnas Indonesia ini.

Masalah Mobil Nasional kemudian dibawa ke World Trade Organization oleh Jepang,

Amerika Serikat, dan Uni Eropa yang turut mengajukan keluhan mengenai mobil nasional ke

WTO . Mereka menilai bahwa kebijakan pemerintah tersebut sebagai wujud diskriminasi dan

oleh karena itu melanggar prinsip-prinsip perdagangan bebas WTO memutuskan bahwa

Indonesia telah melanggar Prinsip-Prinsip GATT yaitu National Treatment dan menilai

kebijakan mobil nasional tersebut dinilai tidak sesuai dengan spirit perdagangan bebas yang

diusung WTO, oleh karena itu WTO menjatuhkan putusan kepada Indonesia untuk

menghilangkan subsidi serta segala kemudahan yang diberikan kepada PT.Timor Putra

Nasional selaku produsen Mobil Timor dengan menimbang bahwa :

Penghapusan bea masuk dan penghapusan pajak barang mewah yang oleh pemerintah

hanya diberlakukan pada PT.Mobil Timor nasional merupakan suatu perlakuan yang

diskriminatif dan tentu saja akan sangat merugikan para investor yang telah terlebih

dahulu menanamkan modalnya dan menjalankan usahanya di Indonesia. Dengan

Page 5: Prinsip hukum ekonomi internasional

diberlakukannya penghapusan bea masuk dan pajak barang mewah terhadap mobil

timor, hal ini dapat menekan biaya produksi sehingga membuat harga mobil timor di

pasaran menjadi lebih murah, hal tersebut akan mengancam posisi investor asing yang

tidak dapat menrunkan harga jual produknya, dalam persaingan pasar yang tidak sehat

seperti itu, investor asing pasti akan sangat dirugikan.

Untuk menciptakan suatu perdagangan bebas yang efektif dan efisien, GATT dalam

aturan aturannya telah berusaha menghapuskan segala hambatan dalam perdagangan

internasional, antara lain adalah hambatan-hambatan perdagangan Non Tarif, oleh

karena itu kebijakan Pemerintah Indonesia yang menetapkan keharusan aturan

persyaratan kandungan lokal terhadap investor asing dinilai sebagai upaya pemerintah

dalam menciptakan suatu hambatan perdagangan non tarif guna memproteksi pasar

dalam negeri dari tekanan pasar asing. Kebijakan tersebut merupakan salah satu

strategi pemerintah untuk memproteksi pasar Mobil Timor agar tidak kalah bersaing

dengan produsen mobil dari luar negeri. Instrumen kebijakan tersebut tentunya sangat

merugikan pihak produsen mobil dari luar negeri, dan dapat menciptakan suatu iklim

persaingan yang tidak sehat.

Selain itu dalam sengketa mobil nasional RI, Indonesia tidak melaksanakan

kewajibannya dalam prinsip menahan diri untuk tidak merugikan orang lain.dengan

kebijakan Domestik (inpres nomor 2 tahun 1996) ini Indonesia telah memberikan beban

ekonomi bagi Negara lain.

Pengecualian prinsip-prinsip hukum ekonomi Internasional terhadap Negara-negara sedang

berkembang.

Terdapat prinsip mengenai preferensi Negara sedang berkembang adalah prinsip yang

mensyaratkan perlunya sutu kelonggaran atas aturan hukum tertentu bagi Negara-negara

sedang berkembang ,artinya Negara – Negara ini perlu mendapat perlakuan khusus manakala

Negara-negara maju berhubungan dengan mereka. Perlakuan khusus ini misalnya berupa

pengurangan bea masuk untuk produk-produk Negara sedang berkembang ke dalam pasar

Negara maju.

Contoh system yang nyata dewasa ini adalah pemberian GSP (generalized System of

Preferences) atau system preferensi umum oleh Negara-negara maju kepada negar-negara

Page 6: Prinsip hukum ekonomi internasional

miskin dan berkembang. Hal ini menjadi suatu bagian hukum dari GATT yang

menanggalkan prinsip-prinsip perdagangan yang mulai berlaku efektif pada waktu

dikeluarkannya hasil-hasil putaran perundingan Tokyo tahun 1979.

Dasar teori dari system preferensi ini adalah bahwa Negara-negara harus diperbolehkan

untuk menyimpangi dari kewajiban-kewajiban MFN untuk memperbolehkan mereka guna

mengurangi tarifnya pada impor-impor barang manakala barang-barang tersebut berasal dari

Negara-negara sedang berkembang. Menurut mereka hal itu akan memberikan Negara-negara

sedang berkembang suatu keuntungan kompetitif tertentu dalam masyarakat industry yang

menjadi sasran ekspor.

Perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO)

memuat kurang lebih 145 ketentuan khusus, dikenal dengan istilah Special and Differential

Treatment (S&D), bagi anggota-anggota WTO yang berasal dari negara-negara sedang

berkembang (NSB). Meskipun telah menjadi bagian integral dari Perjanjian WTO, secara

teoretis eksistensi S&D tersebut masih mengundang kontroversi. Sekilas, eksistensi S&D

tampak inkonsisten dengan filosofi dasar Perjanjian WTO sendiri, yakni liberalisme.

Sebagaimana yang terlihat dari istilah yang digunakan dan definisinya, S&D menghendaki

adanya suatu perbedaan perlakuan di WTO yang menguntungkan anggota-anggota yang

berasal dari NSB. Filosofi liberal WTO, terutama yang tercermin dari prinsip-prinsip Most-

Favoured Nation Treatment (MFN) dan National Treatment (NT), menghendaki perlakuan

yang sama terhadap semua anggota.

Perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang (Special dan

Differential Treatment for developing countries – S&D). Untuk meningkatkan partisipasi

nagara-negara berkembang dalam perundingan perdagangan internasional, S&D ditetapkan

menjadi salah satu prinsip GATT/WTO. Sehingga semua persetujuan WTO memiliki

ketentuan yang mengatur perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang. Hal ini

dimaksudkan untuk memberikan kemudahan-kemudahan bagi negara-negara berkembang

anggota WTO untuk melaksanakan persetujuan WTO.

Jika suatu negara mengalami peningkatan impor yang signifikan dan tiba-tiba serta

mengancam perekonomian nasional maka ini disebut sebagai injury. Jika terkena injury maka

suatu negara berhak melakukan tindakan safeguards dengan pembatasan impor untuk

melindungi perekonomian nasional. Tindakan safeguards ini pada hakikatnya merupakan

penyimpangan terhadap prinsip free fight liberalism, namun terpaksa harus dilakukan demi

keberlangsungan perekonomian nasional khususnya kepada negara-negara berkembang yang

rentan terhadap injury semacam itu.

Page 7: Prinsip hukum ekonomi internasional

Oleh karena itu, WTO melakukan suatu perlakuan khusus terhadap negara-negara

berkembang sesuai salah satu prinsip yaitu Special and Differential to Developing Nations

yang dapat mengecualikan suatu negara (berkembang) untuk dimaafkan bila terpaksa

melanggar kesepakatan WTO.

Safeguards adalah hak darurat membatasi impor apabila terjadi peningkatan impor yang

menimbulkan serious-injury terhadap industri domestik. Tindakan safeguards tidakboleh

diterapkan terhadap suatu produk yang berasal dari suatu negara berkembang yang menjadi

anggota perjanjian ini jika impor dari produk tersebut tidak lebih dari 3% (tiga persen).

Namun larangan penetapan tindakan safeguards terhadap negara berkembang yang menjadi

anggota perjanjian yang impornya kurang dari 3% hanya berlaku bila secara kolektif negara

berkembang tidak lebih dari 9% (sembilan persen) dari keseluruhan impor produk yang

bersangkutan.

Ketentuan mengenai safe guard terdapat dalam pasal XIX GATT pasal ini memberikan

hak sepihak kepada Negara-negara untuk menangguhkan suatu kewajiban-kewajiban

internasional selama jangka waktu tertentu seperti penangguhan untuk pembebasan

pemberlakuan tarif. Penanguhan demikian itu diperbolehkan hanya dalam hal-hal tertentu

manakala keadaan perdagangan internasional akan mengakibatkan kerugian terhadap industri

dalam negeri suatu negara. Teorinya yaitu bahwa penanggalan untuk jangka waktu tertentu

terhadap ketatnya aturan-aturan internasional harus diberikan untuk memberikan suatu

Negara atau sector-sektor industri atau ekonomi tertentu agar dapat menyesuaikan diri kepada

kondisi-kondisi baru demi mendorong persaingan internasional.

Selanjutnya ditentukan bahwa negara berkembang mendapat hak untuk memperpanjang

jangka waktu penerapan suatu tindakan safeguards yang dilakukannya untuk suatu kurun

waktu sampai melebihi 2 (dua) tahun di luar batas maksimal yang normal. Negara tersebut

juga dapat menerapkan kembali suatu tindakan safeguards terhadap suatu produk yang

pernah menjadi subjek tindakan semacam itu untuk suatu kurun waktu yang sama dengan

setengah dari jangka waktu tindakan sebelumnya, atau tidak kurang dari dua tahun.

Prinsip tindakan penyelamat ini seperti diatur dalam Pasal XIX GATT merupakan pasal

penting, khususnya bagi Negara yang sedang berkembang termasuk RI. Sudah banyak kasus

masuknya produk asing impor ke dalam pasar RI telah mematikan produk dalam negeri.

Namun sayangnya pemerintah terkesan lambat menyaksikan telah terjadi proses “kematian”

produsen dalam negeri. Hal ini tampaknya kurang dimanfaatkannya pasal mengenai

safeguard ini untuk melindungi produsen dalam negeri.

Page 8: Prinsip hukum ekonomi internasional

Dalam kasus Ini disimpulkan bahwa :

1. Kebijakan otomotif nasional yang dilakukan oleh Indonesia melalui Inpres no 2 tahun

1996 dinilai telah melanggar prinsip ekonomi Internasional khususnya prinsip non

diskriminasi dan prinsip menahan diri untuk tidak merugikan orang lain akibat

kebijakan domestik suatu Negara.

2. Safeguards adalah hak darurat membatasi impor apabila terjadi peningkatan impor

yang menimbulkan serious-injury terhadap industri domestik. Tindakan safeguards

tidakboleh diterapkan terhadap suatu produk yang berasal dari suatu negara

berkembang yang menjadi anggota perjanjian ini jika impor dari produk tersebut tidak

lebih dari 3% (tiga persen). Namun larangan penetapan tindakan safeguards terhadap

negara berkembang yang menjadi anggota perjanjian yang impornya kurang dari 3%

hanya berlaku bila secara kolektif negara berkembang tidak lebih dari 9% (sembilan

persen) dari keseluruhan impor produk yang bersangkutan.

3. Prinsip Safe Guards merupakan prinsip yang dapat dikecualikan bagi Negara-negara

sedang berkembang, Negara berkembang juga mendapat hak untuk memperpanjang

jangka waktu penerapan suatu tindakan safeguards yang dilakukannya untuk suatu

kurun waktu sampai melebihi 2 (dua) tahun di luar batas maksimal yang normal.

Negara berkembang tersebut juga dapat menerapkan kembali suatu tindakan

safeguards terhadap suatu produk yang pernah menjadi subjek tindakan semacam itu

untuk suatu kurun waktu yang sama dengan setengah dari jangka waktu tindakan

sebelumnya, atau tidak kurang dari dua tahun.

Page 9: Prinsip hukum ekonomi internasional

i http://helitha-noviantymuchtar.blogspot.com/2010/07/kebijakan-otomotif-nasional-inpres-no2.html diakses pada tanggal 22 Maret 2014