Prinsip Dasar Analisis Risiko

Embed Size (px)

DESCRIPTION

analis risiko

Citation preview

ANALISIS RISIKO

PAGE 2

ANALISIS RISIKORisiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan / aktivitas yang idlakukan manusia, termasuk aktivitas proyek pembangunan dan proyek konstyruksi. Karena dalam setiap kegiatan, seperti kegiatan konstruksi, pasti ada berbagai ketidakpastian (uncertainty). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya menyebabkan timbulnya risiko pada suatu kegiatan. Para ahli mendefinisikan risiko sebagai berikut :

1. Risiko adalah suatu variasi dari hasil hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu pada kondisi tertentu (William & Heins, 1985).

2. Risiko adalah sebuah potensi variasi sebuah hasil (William, Smith, Young, 1995).

3. Risiko adalah kombinasi probabilita suatu kejadian dengan konsekuensi atau akibatnya (Siahaan, 2007).Macam RisikoRisiko adalah buah dari ketidakpastian, dan tentunya ada banyak sekali faktor faktor ketidakpastian pada sebuah proyek yang tentunya dapat menghasilkan berbagai macam risiko. Risiko dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam menurut karakteristiknya, yaitu lain:

1. Risiko berdasarkan sifat

a. Risiko Spekulatif (Speculative Risk), yaitu risiko yang memang sengaja diadakan, agar dilain pihak dapat diharapkan hal hal yang menguntungkan. Contoh: Risiko yang disebabkan dalam hutang piutang, membangun proyek, perjudian, menjual produk, dan sebagainya.

b. Risiko Murni (Pure Risk), yaitu risiko yang tidak disengaja, yang jika terjadi dapat menimbulkan kerugian secara tiba tiba. Contoh : Risiko kebakaran, perampokan, pencurian, dan sebagainya.

2. Risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan

a. Risiko yang dapat dialihkan, yaitu risiko yang dapat dipertanggungkan sebagai obyek yang terkena risiko kepada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi. Dengan demikian kerugian tersebut menjadi tanggungan (beban) perusahaan asuransi.

b. Risiko yang tidak dapat dialihkan, yaitu semua risiko yang termasuk dalam risiko spekulatif yang tidak dapat dipertanggungkan pada perusahaan asuransi.

3. Risiko berdasarkan asal timbulnya

a. Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri. Misalnya risiko kerusakan peralatan kerja pada proyek karena kesalahan operasi, risiko kecelakaan kerja, risiko mismanagement, dan sebagainya.

b. Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan luar perusahaan. Misalnya risiko pencurian, penipuan, fluktuasi harga, perubahan politik, dan sebagainya.

Selain macam macam risiko diatas, Trieschman, Gustavon, Hoyt, (2001), juga mengemukakan beberapa macam risiko yang lain, diantaranya :

1. Risiko Statis dan Risiko Dinamis (berdasarkan sejauh mana ketidakpastian berubah karena perubahan waktu)

a. Risiko Statis. Yaitu risiko yang asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang berada dalam keseimbangan stabil. Risiko statis dapat bersifat murni ataupun spekulatif. Contoh risiko spekulasi statis : Menjalankan bisnis dalam ekonomi stabil. Contoh risiko murni statis : Ketidakpastian dari terjadinya sambaran petir, angin topan, dan kematian secara acak (secara random).

b. Risiko Dinamis. Risiko yang timbul karena terjadi perubahan dalam masyarakat. Risiko dinamis dapat bersifat murni ataupun spekulatif. Contoh sumber risiko dinamis : urbanisasi, perkembangan teknologi, dan perubahan undang undang atau perubahan peraturan pemerintah.

2. Risiko Subyektif dan Risiko Obyektif

a. Risiko Subyektif

Risiko yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang yang mengalami ragu ragu atau cemas akan terjadinya kejadian tertentu.

b. Risiko Obyektif

Probabilita penyimpangan aktual dari yang diharapkan (dari rata - rata) sesuai pengalaman.

Manajemen RisikoUntuk dapat menanggulangi semua risiko yang mungkin terjadi, diperlukan sebuah proses yang dinamakan sebagai manajemen risiko. Adapun beberapa definisi manajemen risiko dari berbagai literatur yang didapat, antara lain :

a. Manajemen risiko merupakan proses formal dimana faktor faktor risiko secara sistematis diidentifikasi, diukur, dan dicari

b. Manajemen risiko merupakan metoda penanganan sistematis formal dimana dikonsentrasikan pada pengientifikasian dan pengontrolan peristiwa atau kejadian yang memiliki kemungkinan perubahan yang tidak diinginkan.

c. Manajemen risiko, dalam konteks proyek, adalah seni dan pengetahuan dalam mengidentifikasi, menganalisa, dan menjawab faktor faktor risiko sepanjang masa proyek.

Tabel 1. Definisi manajemen risiko

Definisi Manajemen RisikoSumber Referensi

Manajemen risiko merupakan pengenalan, pengukuran, dan perlakuan terhadap kerugian dari kemungkinan kecelakaan yang munculWilliams dan Heins, 1985

Manajemen risiko merupakan sebuah proses untuk mengidentifikasi terjadinya kerugian yang dialami oleh suatu organisasi dan memilih teknik yang paling tepat untuk menangani kejadian tersebutRedja, 2008

Manajemen risiko adalah sebuah proses formal untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan merespon sebuah risiko secara sistematis, sepanjang jalannya proyek, untuk mendapatkan tingkatan tertinggi atau yang bias diterima, dalam hal mengeliminasi risiko atau kontrol risikoAl Bahar dan Crandall, 1990

Manajemen risiko merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasiWilliams, Smith, Young, 1995

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa tahapan dalam manajemen risiko. Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan pendapat mengenai tahapan tahapan dalam manajemen risiko. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tahapan manajemen risiko

Tahapan Manajemen Risiko Sumber Referensi

a. Identifikasi risiko

b. Menafsir kerugian yang dapat terjadi (menentukan probabilitas dan dampaknya)

c. Menangani risiko

d. Pengimplementasian

e. Memonitor dan mengevaluasi pengimplementasiannya

Williams dan Heins, 1985

a. Identifikasi misi

b. Menafsir risiko dan ketidakpastian

c. Mengontrol risiko

d. Membiayai risiko

e. Pengadministrasian program

Williams, Smith, Young, 1995

a. Identifikasi risiko

b. Evaluasi risiko

c. Memilih teknik manajemen risiko

d. Mengimplementasikan dan meninjau kembali keputusan yang dibuat

Trieschmann, Gustavon, Hoyt, 1995

a. Menafsir risiko

b. Menganalisa risiko (menentukan probabilitas dan konsekuensinya)

c. Menangani risiko

d. Mendokumentasikan proses manajemen risiko

Kerzner, 1995

a. Mengidentifikasi kerugian

b. Menganalisa kerugian

c. Memilih teknik pengangan yang tepat (mengontrol risiko dan membiayai risiko)

d. Mengimplementasikan dan memonitor program manajemen risiko

Redja, 2008

a. Mengidentifikasi risiko

b. Menafsir dan menganalisa risiko

c. Mengontrol risiko

Loosemore, Raftery, Reilly, Higgon, 2006

a. Identifikasi risiko

b. Analisa risiko dan proses evaluasi

c. Respon manajemen

d. Administrasi sistem

Al Bahar dan Crandall, 1990

Selanjutnya, dalam penelitian ini akan dipakai tahapan tahapan manajemen risiko yang dikemukakan oleh Al Bahar dan Crandall (1990), dengan sedikit modifikasi, sehingga menjadi sebagai berikut :

1. Identifikasi dan Analisa Risiko

2. Respon manajemen

3. Administrasi system.Identifikasi dan Analisa RisikoTahapan pertama dalam proses manajemen risiko adalah tahap identifikasi risiko. Identifikasi risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus menerus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian terhadap kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses identifikasi risiko ini mungkin adalah proses yang terpenting, karena dari proses inilah, semua risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada suatu proyek, harus diidentifikasi.

Adapun proses identifikasi harus dilakukan secara cermat dan komprehensif, sehingga tidak ada risiko yang terlewatkan atau tidak teridentifikasi. Dalam pelaksanaannya, identifikasi risiko dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain:a. Brainstormingb. Questionnairec. Industry benchmarkingd. Scenario analysise. Risk assessment workshopf. Incident investigationg. Auditing h. Inspectioni. Checklistj. HAZOP (Hazard and Operability Studies)k. dan sebagainya

Adapun cara cara pelaksanaan identifikasi risiko secara nyata dalam sebuah proyek, adalah :

1. Membuat daftar bisnis yang dapat menimbulkan kerugian.

2.Membuat checklist kerugian potensial. Dalam checklist ini dibuat daftar kerugian dan peringkat kerugian yang terjadi.

3. Membuat klasifikasi kerugian.

a. Kerugian atas kekayaan (property).

Kekayaan langsung yang dihubungkan dengan kebutuhan untuk mengganti kekayaan yang hilang atau rusak.

Kekayaan yang tidak langsung, misalnya penurunan permintaan, image perusahaan, dan sebagainya.

b. Kerugian atas hutang piutang, karena kerusakan kekayaan atau cideranya pribadi orang lain.

c. Kerugian atas personil perusahaan. Misalnya akibat kematian, ketidakmampuan, usia tua, pengangguran, sakit, dan sebagainya.

Dalam mengidentifikasi risiko, beberapa ahli membaginya menjadi beberapa kategori, diantaranya :

Tabel 3. Kategori risiko

Kategori Risiko Sumber Referensi

a. Risiko eksternal

b. Risiko internal

c. Risiko teknis

d. Risiko legal

Kerzner, 1995

a. Risiko yang berhubungan dengan konstruksi

b. Risiko fisik

c. Risiko kontraktual dan legal

d. Risiko pelaksanaan

e. Risiko ekonomi

f. Risiko politik dan umum

Fisk, 1997

a. Risiko finansial

b. Risiko legal

c. Risiko manajemen

d. Risiko pasar

e. Risiko politik dan kebijakan

f. Risiko teknis

Shen, Wu, Ng, 2001

a. Risiko teknologi

b. Risiko manusia

c. Risiko lingkungan

d. Risiko komersial dan legal

e. Risiko manajemen

f. Risiko ekonomi dan finansial

g. Risiko partner bisnis

h. Risiko politik

Loosemore, Raftery, Reilly, Higgon, 2006

a. Risiko finansial dan ekonomi

b. Risiko desain

c. Risiko politik dan lingkungan

d. Risiko yang berhubungan dengan konstruksi

e. Risiko fisik

f. Risiko bencana alam

Al Bahar dan Crandall, 1990

Untuk kepentingan tugas akhir ini, kategori kategori risiko yang dikemukakan oleh Al Bahar dan Crandall (1990), dimodifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kondisi yang diinginkan, yaitu dari risiko yang dipandang dari sudut pandang kontraktor dan yang sering terjadi pada proyek proyek pemerintah. Adapun kategori risiko tersebut dimodifikasi sehingga menjadi sebagai berikut :

1. Finansial & Ekonomi. Yang termasuk dalam kategori ini misalnya fluktuasi tingkat inflasi dan suku bunga, perubahan nilai tukar, kenaikan upah pekerja, dan lain sebagainya.

2. Politik & Lingkungan. Yang termasuk dalam kategori ini misalnya perubahan dalam hukum dan peraturan, perubahan politik, perang, embargo, bencana alam, dan lain sebagainya.

3. Konstruksi

Yang termasuk dalam kategori ini misalnya kecelakaan kerja, pencurian, perubahan desain, dan sebagainya. Dari ketiga kategori risiko tersebut, proses identifikasi risiko dikembangkan menjadi beberapa jenis risiko yang didapat dari berbagai sumber, antara lain :

1. Al Bahar dan Crandall, 1990

2. Shen, Wu, Ng, 2001

3. Keppres RI no 80 tahun 2003

4. Loosemore, Raftery, Reilly, Higgon, 2006

Tabel 4. Matriks sumber identifikasi risiko

SumberKategori RisikoJenis Risiko

Finansial dan Ekonomi 1234

1. Kenaikan upah pekerja

2. Kenaikan harga material

3. Persediaan dana klien

4. Keterlambatan pembayaran dari klien

5. Kemungkinan kebangkrutan partner

6. Kemungkinan kekurangan modal

7. Sanksi keterlambatan

8. Kesalahan estimasi

9. Kompetisi dengan proyek sejenis

10. Klaim dari klien

11. Fluktuasi tingkat inflasi

12. Fluktuasi suku bunga

13.Fluktuasi nilai tukar mata uang

Politik dan Lingkungan

1. Rintangan dari pemerintah

2. Kurangnya hubungan dengan departemen pemerintah

3. Perubahan kebijakan

4. Perubahan hukum, peraturan dan politik

5. Persaingan yang tidak sehat

6. Korupsi dan penyuapan

7. Pelanggaran kontrak

8. Lamanya perizinan birokrasi

9. Perang dan kekacauan

10. Embargo

11. Bencana alam

12. Peraturan lingkungan

13. Aturan polusi dan keselamatan

14. Kontaminasi terhadap lingkungan

Konstruksi

1. Perselisihan dengan industri

2. Perselisihan dengan pekerja

3. Buruknya kualitas material

4. Keterbatasan pengadaan material dan pekerja ahli

5. Pelarangan mensub-kontrakkan

6. Produktivitas pekerja dan peralatan

7. Pekerjaan yang tidak sempurna

8. Sabotase pada properti dan peralatan

9. Kebakaran / pencurian material dan peralatan

10. Kegagalan pada peralatan

11. Kondisi fisik lapangan yang tidak diketahui

12. Kecelakaan di lapangan

13. Akurasi dan kelengkapan spesifikasi teknis

14. Perubahan desain

Setelah proses identifikasi semua risiko risiko yang mungkin terjadi pada suatu proyek dilakukan, diperlukan suatu tindak lanjut untuk menganalisa risiko risiko tersebut. Al Bahar dan Crandall (1990) mengemukakan bahwa, yang dibutuhkan adalah menentukan signifikansi atau dampak dari risiko tersebut, melalui suatu analisa probabilitas, sebelum risiko risiko tersebut dibawa memasuki tahapan respon manajemen.

Menurut Al Bahar dan Crandall (1990), analisa risiko didefinisikan sebagai sebuah proses yang menggabungkan ketidakpastian dalam bentuk quantitatif, menggunakan teori probabilitas, untuk mengevaluasi dampak potensial suatu risiko.

Langkah pertama untuk melakukan tahapan ini adalah pengumpulan data yang relevan terhadap risiko yang akan dianalisa. Data data ini dapat diperoleh dari data historis perusahaan atau dari pengalaman proyek pada masa lalu. Jika data historis tersebut kurang memadai, dapat dilakukan teknik identifikasi risiko yang lain, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian lain bab ini.

Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, selanjutnya dilakukan proses evaluasi dampak dari sebuah risiko. Proses evaluasi dampak risiko dilakukan dengan mengkombinasikan antara probabilitas (sebagai bentuk quantitatif dari faktor ketidakpastian / uncertainty) dan dampak / konsekuensi dari terjadinya sebuah risiko.

Untuk melakukan proses evaluasi tersebut, dibutuhkan suatu parameter yang jelas untuk dapat mengukur dampak dari suatu risiko dengan tepat. Menurut Loosemore, Raftery, Reilly dan Higgon (2006), beberapa parameter untuk proses evaluasi risiko seperti pada Tabel 5 dan 6.

Tabel 5. Parameter probabilitas risiko

ParameterDeskripsi

Jarang terjadiPeristiwa ini hanya muncul pada keadaan yang luar biasa jarang.

Agak jarang terjadiPeristiwa ini jarang terjadi.

Mungkin terjadiPeristiwa ini kadang terjadi pada suatu waktu.

Sering terjadiPeristiwa ini pernah terjadi dan mungkin terjadi lagi.

Hampir pasti terjadiPeristiwa ini sering muncul pada berbagai keadaan.

Sumber : Loosemore, Raftery, Reilly, Higgon, (2006). Risk Management in ProjectsTabel 6. Parameter konsekuensi risiko

ParameterDeskripsi

Tidak signifikanTidak ada yang terluka; kerugian finansial kecil.

KecilPertolongan pertama; kerugian finansial medium.

SedangPerlu perawatan medis; kerugian finansial cukup besar.

BesarCedera parah; kerugian finansial besar.

Sangat signifikanKematian; kerugian finansial sangat besar.

Sumber : Loosemore, Raftery, Reilly, Higgon, (2006). Risk Management in ProjectsSetelah risiko risiko yang mungkin terjadi dievaluasi dengan menggunakan parameter parameter probabilitas dan konsekuensi risiko diatas, selanjutnya dapat dilakukan suatu analisa untuk mengevaluasi dampak risiko secara keseluruhan, dengan menggunakan matriks evaluasi risiko.Respon ManajemenSetelah risiko risiko yang mungkin terjadi diidentifikasi dan dianalisa, kontraktor akan mulai memformulasikan strategi penanganan risiko yang tepat. Strategi ini didasarkan kepada sifat dan dampak potensial / konsekuensi dari risiko itu sendiri. Adapun tujuan dari strategi ini adalah untuk memindahkan dampak potensial risiko sebanyak mungkin dan meningkatkan kontrol terhadap risiko.

Ada lima strategi alternatif untuk menangani risiko, yaitu :

1. Menghindari risiko

2. Mencegah risiko dan mengurangi kerugian

3. Meretensi risiko

4. Mentransfer risiko

5. Asuransi

1. Menghindari risikoMenghindari risiko merupakan strategi yang sangat penting, strategi ini merupakan strategi yang umum digunakan untuk menangani risiko. Dengan menghindari risiko, kontraktor dapat mengetahui bahwa perusahaannya tidak akan mengalami kerugian akibat risiko yang telah ditafsir. Di sisi lain, kontraktor juga akan kehilangan sebuah peluang untuk mendapatkan keuntungan yang mungkin didapatkan dari asumsi risiko tersebut.

Contohnya : seorang kontraktor yang ingin menghindari risiko politik dan finansial berkaitan dengan proyek pada negara dengan kondisi politik yang tidak stabil, dapat menolak melakukan tender proyek pada negara tersebut. Namun demikian, apabila kontraktor tersebut menolak untuk melakukan tender, maka kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut juga ikut menghilang.

2. Mencegah risiko dan mengurangi kerugianAlternatif strategi yang kedua adalah mencegah risiko dan mengurangi kerugian. Strategi ini secara langsung mengurangi potensi risiko kontraktor dengan 2 cara, yaitu :

1. Mengurangi kemungkinan terjadinya risiko.

2. Mengurangi dampak finansial dari risiko, apabila risiko tersebut benar benar terjadi.

Contohnya : pemasangan alarm atau alat anti maling pada peralatan di

proyek, akan mengurangi kemungkinan terjadinya pencurian. Sebuah gedung yang dilengkapi dengan sprinkler system, akan mengurangi dampak finansial, apabila gedung tersebut mengalami kebakaran.

3. Meretensi risikoRetensi risiko telah menjadi aspek penting dari manajemen risiko ketika perusahaan menghadapi risiko proyek. Retensi risiko adalah perkiraan secara internal, baik secara utuh maupun sebagian, dari dampak finansial suatu risiko yang akan dialami oleh perusahaan. Dalam mengadopsi strategi retensi risiko ini, perlu dibedakan antara 2 jenis retensi yang berbeda.

1. Retensi risiko yang terencana (planned) adalah asumsi yang secara sadar dan sengaja dilakukan oleh kontraktor untuk mengenali atau mengidentifikasi risiko. Dengan strategi seperti itu, risiko dapat ditahan dengan berbagai cara, tergantung pada filosofi, kebutuhan khusus, dan juga kapabilitas finansial dari kontraktor itu sendiri. 2. Retensi risiko yang tidak terencana (unplanned) terjadi ketika kontraktor tidak mengenali atau mengidentifikasi kberadaan dari suatu risiko dan secara tidak sadar mengasumsi kerugian yang akan muncul.

4. Mentransfer risiko

Pada dasarnya, transfer risiko dapat dilakukan, melalui negosiasi, kapanpun kontraktor menjalani perencanaan kontraktual dengan banyak pihak seperti pemilik, subkontraktor ataupun supplier material dan peralatan. Transfer risiko bukanlah asuransi. Biasanya, transfer risiko ini dilakukan melalui syarat atau pasal pasal dalam kontrak seperti : hold harmless aggrement dan klausul jaminan atau penyesuaian kontrak. Karakeristik esensial dari transfer risiko ini adalah dampak dari suatu risiko, apabila risiko tersebut benar benar terjadi, ditanggung bersama atau ditanggung secara utuh oleh pihak lain selain kontraktor.

Contohnya : penyesuaian pada harga penawaran, dimana kompensasi ekstra akan diberikan kepada kontraktor apabila terjadi perbedaan kondisi tanah pada suatu proyek.

5. AsuransiAsuransi menjadi bagian penting dari program manajemen risiko, baik untuk sebuah organisasi ataupun untuk individu. Asuransi juga termasuk di dalam strategi transfer risiko, dimana pihak asuransi setuju untuk menerima beban finansial yang muncul dari adanya kerugian. Secara formal, asuransi dapat didefinisikan sebagai kontrak persetujuan antara 2 pihak yang terkait yaitu : pengasuransi (insured) dan pihak asuransi (insurer). Dengan adanya persetujuan tersebut, pihak asuransi (insurer) setuju untuk mengganti rugi kerugian yang terjadi (seperti yang tercantum dalam kontrak) dengan balasan, pengasuransi (insured) harus membayar sejumlah premi tiap periodenya.

Administrasi sistemAdministrasi sistem adalah tahapan terakhir dari program manajemen risiko. Manajer risiko harus mengandalkan kemampuan manajerialnya untuk mengkoordinasi, mengarahkan, mengorganisasi, memotivasi, memfasilitasi dan menjalankan organisasi menuju rencana penanganan risiko yang rasional dan terintegrasi. Menurut William, Smith, Young (1995), ada 5 hal manajerial penting yang dihadapi oleh seorang manajer risiko, yaitu :

1. Tantangan untuk menyusun prosedur dan kebijakan manajemen risiko.

2. Pengkomunikasian risiko, baik secara organisasi maupun personal.

3. Manajemen kontrak dan kontrak portfolio.4. Pengawasan klaim.

5. Proses mengkaji ulang, memonitor, dan mengevaluasi program manajemen risiko.

1. Kebijakan dan prosedurProses manajemen risiko harus dilakukan oleh semua pihak dalam suatu organisasi. Namun, dengan demikian banyaknya pihak yang terlibat, akan sangat mudah untuk terjadinya miskomunikasi. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kebijakan dan prosedur pelaksanaan proses manajemen risiko yang formal, yang sesuai dengan misi atau tujuan dari program manajemen risiko dan sejalan dengan misi organisasi tersebut.

Menurut William, Smith, Young (1995), untuk menyusun kebijakan dan prosedur program manajemen risiko tersbut, dibutuhkan beberapa tahapan, yaitu :

1. Statement kebijakan manajemen risiko

Perusahaan harus menyusun statement kebijakan manajemen risiko yang berisi tentang misi dan tujuan dari program manajemen risiko.

2. Organisasi

Perusahaan sebaiknya menyusun sebuah organisasi atau departemen khusus, yang menangani masalah manajemen risiko.

3. Manual (rencana kegiatan)

Perusahaan sedianya menyiapkan rencana kegiatan operasional manajemen risiko, yang menjelaskan mengenai prosedur, metode, dan juga kegiatan kegiatan yang akan dilakukan untuk program manajemen risiko.

2. Manajemen informasiSupaya proses manajemen risiko dapat berlajan secara lancar, proses pengkomunikasian risiko yang terjadi pada suatu proyek, harus dilakukan dengan lancar pula. Karena pentingnya informasi risiko ini, maka manajemen informasi juga berperan sangat penting untuk kelangsungan proses manajemen risiko. Manajemen informasi dapat digunakan sebagai basis dari segala buku text mengenai komunikasi dalam organisasi. Ruang lingkup manajemen informasi pada program manajemen risiko :

1. Komunikasi risiko

Proses pengkomunikasian informasi (dalam hal ini, risiko) yang mengalir dari dan menuju ke manajer risiko.

2. Sistem informasi manajemen risiko

Penggunaan teknologi masa kini yang dapat membantu jalannya proses manajemen informasi dalam rangka melakukan manajemen risiko pada suatu proyek.

3. Proses pelaporan manajemen risiko

Isi dan bentuk formal dari proses pelaporan risiko yang dilakukan oleh pihak pihak yang terkait dalam proses manajemen risiko.

4. Sistem alokasi sumber daya

Mekanisme pembiayaan proses manajemen risiko.

3. Manajemen kontrakDalam pelaksanaannya, manajemen risiko juga membutuhkan system manajemen kontrak, yaitu suatu proses untuk mengatur semua perkara mengenai kontrak, seperti : penawaran, asuransi, dan sebagainya. William, Smith, Young (1995), memaparkan bahwa, manajemen kontrak

harus dapat menguasai atau menangani, setidaknya 4 hal, yaitu :

1. Mengatur hubungan dan kontrak kontrak dengan agen asuransi dan broker.

2. Mempersiapkan dokumen atau kontrak penawaran untuk layanan jasa pihak ketiga.

3. Mengatur dokumen dan sertifikat asuransi.

4. Memberikan garansi atau menjamin rencana pembiayaan risiko dengan pihak ke tiga.

4. Pengawasan klaimSeorang manajer risiko, juga harus dapat berperan dalam manajemen atau pengawasan klaim. Apabila suatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi pada suatu proyek, dan pihak kontraktor mengajukan klaim pada perusahaan asuransi, manajer risiko mempunyai tanggungjawab untuk bernegosiasi dengan utusan dari pihak asuransi dan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan klaim tersebut.

Ada beberapa macam klaim yang harus ditangani oleh manajer risiko, antara lain :

1. Klaim yang berkaitan dengan properti

Klaim yang terjadi apabila ada suatu kerugian pada suatu proyek dan kontraktor mengajukan klaim pada pihak asuransi.

2. Klaim pertanggungjawaban atau klaim dari pihak ketiga

Klaim yang terjadi akibat kecelakaan yang dialami oleh pihak ketiga (misalnya : konsumen jatuh di tempat parkir yang licin).

3. Klaim yang berkaitan dengan sumber daya manusia

Klaim yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan pekerja dalam sebuah perusahaan.

5. Memonitor dan mengkaji ulang programUntuk mengetahui seberapa berhasil, manajemen risiko yang telah dijalankan, perlu dilakukan suatu proses untuk memonitor dan mengkaji ulang program manajemen risiko yang telah dijalankan. Dengan adanya proses pemantauan dan penkajian ulang ini, kontraktor dapat mengetahui sejauh manaproses manajemen risiko yang telah dijalankan. Selain itu, dengan proses tersebut, kontraktor dapat melihat kesalahan keslahan atau kekurangan kekurangan yang terjadi selama proses manajemen risiko, sehingga kontraktor dapat memperbaiki kekurangannya dan tidak melakukan kesalahan untuk yang kedua kalinya.

Untuk melakukan proses pemantuan kegiatan manajemen risiko, beberapa hal harus dilakukan :

1. Pemantauan secara terus - menerus

Pemantauan akan proses manajemen risiko yang dijalankan harus dilakukan secara terus menerus, sehingga terdapat kesinambungan antara data data yang didapatkan.

2. Audit program

Proses audit program manajemen risiko harus dijalankan untuk memverifikasi sistem pemantauan dan pelaporan berkala. Audit program dapat digunakan sebagai evaluasi untuk manajer risiko dan fungsi manajemen risiko, serta menyediakan masukan yang obyektif untuk pengembangan program.Risk assessment is a step in a risk management process. Risk assessment is the determination of quantitative or qualitative value of risk related to a concrete situation and a recognized threat (also called hazard). Quantitative risk assessment requires calculations of two components of risk: R, the magnitude of the potential loss L, and the probability p, that the loss will occur.

Methods may differ whether it is about general financial decisions or environmental or public health risk assessment. Risk assessment consists in an objective evaluation of risk in which assumptions and uncertainties are clearly considered and presented. Part of the difficulty of risk management is that measurement of both of the quantities in which risk assessment is concerned - potential loss and probability of occurrence - can be very difficult to measure. The chance of error in the measurement of these two concepts is large. A risk with a large potential loss and a low probability of occurring is often treated differently from one with a low potential loss and a high likelihood of occurring. In theory, both are of nearly equal priority in dealing with first, but in practice it can be very difficult to manage when faced with the scarcity of resources, especially time, in which to conduct the risk management process. Expressed mathematically,

Financial decisions, such as insurance, express loss in terms of dollar amounts. When risk assessment is used for public health or environmental decisions, loss can be quantified in a common metric,such as a country's currency, or some numerical measure of a location's quality of life. For public health and environmental decisions, loss is simply a verbal description of the outcome, such as increased cancer incidence or incidence of birth defects. In that case, the "risk" is expressed as:

Risk assessment is a in an financial point of view.

If the risk estimate takes into account information on the number of individuals exposed, it is termed a "population risk" and is in units of expected increased cases per a time period. If the risk estimate does not take into account the number of individuals exposed, it is termed an "individual risk" and is in units of incidence rate per a time period. Population risks are of more use for cost/benefit analysis; individual risks are of more use for evaluating whether risks to individuals are "acceptable".

In the context of public health, risk assessment is the process of quantifying the probability of a harmful effect to individuals or populations from certain human activities. In most countries, the use of specific chemicals, or the operations of specific facilities (e.g. power plants, manufacturing plants) is not allowed unless it can be shown that they do not increase the risk of death or illness above a specific threshold. For example, the American Food and Drug Administration (FDA) regulates food safety through risk assessment.[1] The FDA required in 1973 that cancer-causing compounds must not be present in meat at concentrations that would cause a cancer risk greater than 1 in a million lifetimes.

How the risk is determinedIn the estimation of the risks, three or more steps are involved, requiring the inputs of different disciplines:

1. Hazard Identification, aims to determine the qualitative nature of the potential adverse consequences of the contaminant (chemical, radiation, noise, etc.) and the strength of the evidence it can have that effect. This is done, for chemical hazards, by drawing from the results of the sciences of toxicology and epidemiology. For other kinds of hazard, engineering or other disciplines are involved.

2. Dose-Response Analysis, is determining the relationship between dose and the probability or the incidence of effect (dose-response assessment). The complexity of this step in many contexts derives mainly from the need to extrapolate results from experimental animals (e.g. mouse, rat) to humans, and/or from high to lower doses. In addition, the differences between individuals due to genetics or other factors mean that the hazard may be higher for particular groups, called susceptible populations. An alternative to dose-response estimation is to determine an effect unlikely to yield observable effects, that is, a no effect concentration. In developing such a dose, to account for the largely unknown effects of animal to human extrapolations, increased variability in humans, or missing data, a prudent approach is often adopted by including safety factors in the estimate of the "safe" dose, typically a factor of 10 for each unknown step.

3. Exposure Quantification, aims to determine the amount of a contaminant (dose) that individuals and populations will receive. This is done by examining the results of the discipline of exposure assessment. As different location, lifestyles and other factors likely influence the amount of contaminant that is received, a range or distribution of possible values is generated in this step. Particular care is taken to determine the exposure of the susceptible population(s).

Finally, the results of the three steps above are then combined to produce an estimate of risk. Because of the different susceptibilities and exposures, this risk will vary within a population.

Quantitative risk assessments include a calculation of the single loss expectancy (SLE) of an asset. The single loss expectancy can be defined as the loss of value to asset based on a single security incident. The team then calculates the annualized rate of occurrence (ARO) of the threat to the asset. The ARO is an estimate based on the data of how often a threat would be successful in exploiting a vulnerability. From this information, the annualized loss expectancy (ALE) can be calculated. The annualized loss expectancy is a calculation of the single loss expectancy multiplied the annual rate of occurrence, or how much an organization could estimate to lose from an asset based on the risks, threats, and vulnerabilities. It then becomes possible from a financial perspective to justify expenditures to implement countermeasures to protect the asset.

Risiko Kegiatan Pembangunan Perumahan

Resiko adalah bagian penting dari sebuah pelaksanaan terhadap manajemen resiko karena resiko adalah obyek yang menjadi akar teori dan permasalahan yang digunakan untuk mengembangkan teknik-teknik dan analisa dalam menanggulangi resiko itu sendiri. Persepsi dan definisi terhadap resiko berbeda-beda tergantung dari kepercayaan seseorang, kelakuan penilaian dan perasaan dan juga termasuk faktor-faktor pendukung antara lain: latar belakang pendidikan, pengalaman praktis di lapangan, karakterisitik individu, kejelasan informasi, dan pengaruh lingkungan sekitar.

Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, memperkirakan dampak yang ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko.

Rumah sehat sederhana adalah tempat kediaman yang layak dihuni, yang dibangun menggunakan bahan bangunan dan konstruksi sederhana akan tetapi masih memenuhi standar kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan, dengan mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi local meliputi potensi fisik seperti bahan bangunan, geologis, dan iklim setempat serta potensi sosial budaya seperti arsitektur lokal, dan cara hidup dan harganya terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah atau sedang (Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia, 2002).

Pendekatan sistematis mengenai manajemen resiko terdiri dari :

1. Identifikasi Resiko

Langkah yang utama dan paling penting dalam menghadapi resiko adalah dengan mengidentifikasikannya. Banyak pembuat keputusan meyakini bahwa prinsip yang baik dalam manajemen resiko berasal dari tahap identifikasi daripada tahap analisa. Hal ini dikarenakan identifikasi resiko mencakup perincian pemeriksaan strategi proyek, melalui resiko potensial mana yang bisa ditemukan dan kemungkinan disusunnya respon.

2. Dampak dan Frekuensi

Untuk mengetahui seberapa besar dampak dan frekuensi dari identifikasi resiko, yang harus dilakukan adalah dengan pengumpulan data untuk proses manajemen risiko. Data bisa diperoleh melalui database perusahaan, namun apabila tidak bisa didapat dari database, bisa juga diambil dari pengalaman masa lalu.

Data yang diambil merupakan sebuah asumsi prosentase atas sebuah resiko yang dapat terjadi dalam sebuah item pekerjaan yang diangggap beresiko.

Hal ini bertujuan untuk menentukan seberapa besar dampak yang dapat diakibatkan dan mengetahui frekuensi terjadinya resiko yang telah teridentifikasi tersebut.

3. Penanganan Resiko

Penanganan resiko adalah elemen terakhir dalam pendekatan manajemen resiko berupa sebuah atau serangkaian tindakan yang menjadi bagian dari para pembuat keputusan untuk menangani segala resiko yang ada. Berbagai cara penanganan yang mungkin dilakukan oleh kontraktor rumah sehat sederhana adalah:

Asuransi

Menunda proyek

Menentukan klausa akan penambahan atau kompensasi di kontrak pembayaran

Menentukan sistem rekruitmen dan seleksi pekerja

Membuat jadwal dan biaya dalam plan and control yang jelas dan sesuai

Memasukkan klausa yang sesuai dalam tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan keterlambatan untuk rencana kontingensi di dalam kontrak

Mengadopsi program safety control, manajemen sistem, pengawasan dan pencegahan yang sesuai

Memasukkan kondisi di dalam kontrak untuk tingkat polusi, dan sebagainya

Mengalihkan pekerjaan ke subkontraktor

Menyediakan/stok kebutuhan material terlebih dahulu dan menyimpannya

Memperbaiki segala kerusakan atas komplain yang diterima.MANAJEMEN RISIKO BISNIS KONSTRUKSI Daerah Kota Padang.(Andar Atmaja, Akhmad Suraji, dan Benny Hidayat, 2006)

Pada proyek-proyek konstruksi terdapat sangat banyak risiko dimana risiko-risiko tersebut sangat bervariatif. Pada manajemen risiko sangat diperlukan memberikan prioritas utama kepada risiko-risiko yang penting sebelum memulai sebuah proyek konstruksi. Selain itu, penting juga untuk menentukan alokasi risiko yang tepat agar dapat mengurangi kerugian biaya, waktu dan kualitas akibat risiko tersebut. Penelitian ini membahas pandangan mengenai tingkat kepentingan dan penanganan risiko pada proyek konstruksi, dalam kasus ini yaitu kontraktor sebagai pelaksana proyek yang datanya diperoleh dari hasil kuisioner yang dibagikan kepada perusahaan-perusahaan kontraktor di kota Padang. Hasil analisa dari perhitungan level risiko secara umum menunjukkan bahwa pada level risiko tidak didapatkan rangking level risiko yang mencapai skala untuk diklasikfikasikan risiko tinggi, hanya terdapat risiko sedang yakni risiko perubahan harga dan material (nilai 5,2) dan risiko birokrasi atau perizinan yang rumit (nilai 4,7). Sedangkan untuk penanganan risiko yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa yang paling banyak digunakan adalah bentuk penangan risiko dihindari sebanyak 40 risiko dan bentuk penanganan risiko diterima sebagai biaya sebanyak 8 risiko.Identifikasi terhadap risiko-risiko dalam proyek konstruksi perumahan di Malang

(Felisitas Kahat Higang, 2004)Risiko merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Lebih-lebih dalam kehidupan usaha jasa konstruksi, penuh dengan risiko yang harus dihadapi. Beberapa risiko yang sering muncul dalam dunia usaha jasa konstruksi, yang secara langsung dapat menimbulkan kerugian antara lain

(1) ketidak cocokan kondisi lapangan dengan data-data yang didapat sebelumnya padahal kontraknya lumpsum,

(2) keterlambatan angsuran dari pemilik,

(3) keterlambatan pencairan kredit,

(4) keadaan cuaca di lokasi lapangan,

(5) lonjakan harga,

(6) perubahan moneter

Proyek konstruksi sebagai salah satu bentuk proyek memiliki sejumlah risiko dalam pelaksanaannya. Sebagaimana dalam proyek lain, risiko yang terlibat di dalamnya antara lain risiko eksternal, risiko internal, risiko teknis, dan risiko legal..

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah gambaran intensitas risiko eksternal tidak dapat diprediksi yang terjadi pada proyek konstruksi perumahan? Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran intensitas risiko eksternal tidak dapat diprediksi yang terjadi pada proyek konstruksi perumahan.

Rancangan penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu untuk melukiskan fenomena apa adanya. Penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh imformasi mengenai fenomena pada saat penelitian dilakukan, tidak ada perlakuan yang diberikan atau yang dikendalikan seperti yang dijumpai pada penelitian ekperimen, tujuan untuk melukiskan kondisi dalam situasi tertentu. Data deskriptif ini dikumpulkan dengan teknik kuesioner atau angket. Data yang terkumpul dianalisis dengan langkah sebagai berikut: (1) tabulasi data, yang diperoleh berdasarkan angket atau kuesioner yang ada dsimasukan kedalam tabel (2) analsis deskritif dengan menggunakan Mean. Populasi penelitian adalah semua perusahan Jasa Konstruksi di Malang. Terdapat dua jenis sampel yaitu sampel perusahaan dan sampel responden. Sedangkan sampel responden diambil dari staf perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Sampel responden digunakan teknik purposive random sampling.Dengan teknik tersebut, maka yang dijadikan sampel responden adalah: direktur utama, wakil direktur, dan para manajer fungsional lainnya(manejer lapangan, manejer keuangan, manejer pengadaan) setiap perusahaan diambil 5 orang responden berdasarkan data DPD REI MALANG jumlah perusahaan sebanyak 28 perusahaan. Dari 28 perusahaan itu, diambil sampel sebanyak 60% yaitu 16 perusahaan jadi jumlah sampel responden adalah 80 responden.

Hasil penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

(1) risiko ekternal tidak dapat diprediksi,

(2) risiko dapat diprediksi, terdiri atas lima jenis yaitu (a) kondisi perekonomian yang buruk (b) penyediaan sumber daya (c) kondisi owner kurang mendukung (d) kondisi perusahaan kurang baik, dan (e) retribusi diluar dugaan

(3) risiko internal non teknis, risiko ini terdiri dari enam jenis yaitu, (a) kondisi keuangan yang buruk, (b) kondisi waktu pelaksanaan yang buruk, (c) kondisi SDM yang kurang baik (d) kecurangan, kelalaian, ketidakjujuran, (e) risiko akibat pihak ketiga dan (f) kerusakan alat, property fisik.

(4) risiko internal tennis, risiko ini terdiri atas empat jenis yaitu, (a) tidak dipenuhi spesifikasi teknis, (b) masalah teknik proyek yang mengalami perubahan dari owner, (c) masalah konstruksi metode kerja konstruksi (d) masalah kondisi fisik aktual yang ditemui dilapangan dan

(5) risiko legal, risiko ini terdiri atas tiga jenis yaitu, (a) masalah kontrak dan pasal-pasalnya, (b) tuntutan hukum, (c) perizinan dan pembebasan lahan.

Bertitik tolak dari hasil penelitian diatas dapat disarankan perlunya mengidentifikasi risiki-risiko ini lebih lanjut lagi agar risiko-risiko dapat diatasi oleh perusahaan jasa konstruksi yang ada di Malang. Dalam hal ini terutama dalam segi risiko internal non teknis.

blackantzz.blogspot.com/2009_09_...ive.htmlAbout risk analysis in food

The World Health Organization (WHO) and the Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) are in the forefront of the development of risk-based approaches for the management of public health hazards in food. The approach used is called risk analysis, and is made up of three components: :: Risk assessment :: Risk management :: Risk communication

The diagram below illustrates the relationship between the three components of risk analysis.

www.who.int/foodsafety/micro/ris...ysis/en/Risk assessment

Risk assessment is the scientific evaluation of known or potential adverse health effects resulting from human exposure to foodborne hazards. The process consists of the following steps:

Hazard identification: The identification of known or potential health effects associated with a particular agent.

Hazard characterization: The qualitative and/or quantitative evaluation of the nature of the adverse effects associated with biological, chemical, and physical agents which may be present in food. For chemical agents, a dose-response assessment should be performed. For biological or physical agents, a dose-response assessment should be performed if the data is obtainable.

Exposure assessment: The qualitative and/or quantitative evaluation of the degree of intake likely to occur.

Risk characterization: Integration of hazard identification, hazard characterization and exposure assessment into an estimation of the adverse effects likely to occur in a given population, including attendant uncertainties.

Risiko Pengelolaan Limbah B3Risiko lingkungan adalah probabilitas dari kerusakan lingkungan sehingga dapat menghambat kinerja perusahaan untuk mencapai tujuannya, hal ini dapat juga disebabkan karena ketidakmampuan perusahaan dalam mengelola limbah berbahan berbahaya dan beracun (B3), maka dari itu perlu adanya manajemen risiko lingkungan untuk limbah B3. Salah satu jenis limbah B3 adalah lumpur dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mengolah air limbah B3. Pengolahan yang disarankan untuk lumpur B3 ini adalah solidifikasi dengan semen dan produk akhirnya adalah paving. Banyak penelitian yang membahas mengenai manajemen risiko lingkungan terutama penilaian risiko dengan berbagai kriteria dampak lingkungan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Tetapi AHP memiliki kelemahan yaitu tidak mempertimbangkan adanya ketidakpastian , padahal ketidakpastian ada dalam risiko lingkungan.

Fenton & Wang (2006) menyarankan penggunaan fuzzy dalam mengatasi keterbatasan AHP. Penelitian ini dapat membantu PT. A dan PT. B untuk mengelola risiko lingkungan lumpur B3 dari IPAL yang pengolahannya menggunakan solidifikasi dengan semen sehingga kedua perusahaan dapat mencapai tujuan lingkungannya yaitu melakukan pengembangan berkelanjutan untuk mengelola dampak lingkungan. Ruang lingkup penelitian ini adalah sistem pengelolaan lumpur B3 dimana sistem ini dipengaruhi oleh key performance indicator (KPI); karakteristik lumpur; produktifitas lumpur; dan ketersediaan lahan. Hasil identifikasi risiko pada sistem menunjukkan adanya lima risiko, yaitu Lumpur tumpah saat penyimpanan dan pengiriman; paving rusak saat penyimpanan; pengiriman; dan pemanfaatan (Nur Indradewi Oktavitri, Nani Kurniati, Udisubakti Ciptomulyono, 2009). Berdasarkan penilaian risiko dengan Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP) diketahui bahwa risiko paving rusak saat pemanfaatan memiliki nilai risiko berdasarkan dampak yang paling besar, yaitu dalam rentang 0-1 nilai risikonya 0.7. Sedangkan penilaian risiko berdasarkan probabilitas risiko dari hasil brainstorming dengan pihak perusahaan, nilai risiko dalam rentang 0-1 untuk ke lima risiko diatas, PT. B memiliki probabilitas di bawah 0.2 sedangkan PT. A untuk risiko lumpur tumpah saat penyimpanan dan pengiriman serta paving rusak saat pemanfaatan, nilai risikonya dibawah 0.2. Risiko paving rusak saat penyimpanan, probabilitasnya 0.5 dan untuk risiko paving rusak saat pengiriman nilai peluangnya 0.3. Pemetaan risiko menunjukkan bahwa risiko lumpur tumpah saat penyimpanan dan pengiriman; paving rusak saat penyimpanan dan pengiriman merupakan risiko yang rendah; sedangkan risiko paving rusak saat pemanfaatan merupakan risiko yang signifikan. Dengan menggunakan metode analisis akar-masalah Root Cause Analysis (RCA) dapat diungkapkan bahwa seluruh risiko pada pengelolaan lumpur B3 disebabkan oleh faktor teknis dan faktor manusia.

ANALISIS RESIKO LINGKUNGAN DARI PENGOLAHAN LIMBAH PABRIK TAHU DENGAN KAYU APU (Pistia stratiotes L.) (Alia Damayanti, Joni Hermana, dan Ali Masduqi. 2004).Kayu apu sebagai tumbuhan air memiliki potensi dalam menurunkan kadar pencemar air limbah, yang memiliki kadar organik tinggi. Penelitian ini menggunakan air limbah pabrik tahu sebagai media kayu apu dengan tujuan melakukan analisis resiko lingkungan. Berdasarkan hasil analisis kualitas lingkungan maka dapat disimpulkan berdasarkan hasil analisis kualitatif beberapa komponen resiko yang memiliki resiko tinggi yaitu pencemaran air permukaan, limbah pabrik tahu Purnomo Surabaya memiliki resiko kecil, dengan komponen yang paling berpengaruh adalah limbah cair menurut analisis semi kuantitatif serta pengaruh limbah secara keseluruhan terhadap manusia dan lingkungan sekitar pabrik tidak signifikan.

Perkembangan industri dewasa ini telah memberikan sumbangan besar terhadap perekonomian Indonesia. Di lain pihak hal tersebut juga memberi dampak pada lingkungan akibat buangan industri maupun eksploitasi sumber daya yang semakin intensif dalam pengembangan industri. Lebih lanjut dinyatakan harus ada transformasi kerangka kontekstual dalam pengelolaan industri, yakni keyakinan bahwa: operasi industri secara keseluruhan harus menjamin sistem lingkungan alam berfungsi sebagaimana mestinya dalam batasan ekosistem local hingga biosfer. Efisiensi bahan dan energi dalam pemanfaatan, pemrosesan, dan daur ulang, akan menghasilkan keunggulan kompetitif dan manfaat ekonomi.

Berdasarkan hal di atas pengembangan industri harus dibarengi upaya pengelolaan lingkungan dalam bentuk penanganan limbah yang dilepaskan. Hal tersebut disertai dengan kegiatan penilaian terhadap resiko lingkungan akibat kegiatan maupun hasil buangan industri untuk mendapatkan tingkat resiko dan bahaya dari kegiatan industri tersebut.

Kegiatan penelitian yang dilakukan berupa pengumpulan data, dimana data diperoleh dari hasil laporan pelaksanaan penelitian untuk kemudian dianalisis resiko lingkungannya. Data yang diambil meliputi data pengolahan limbah, kualitas/ baku mutu limbah cair dan sungai tempat pembuangan serta data-data lain yang berkaitan. Analisis dilakukan dengan membandingkan kondisi yang ada dengan parameter lingkungan sehingga dapat diketahui tingkat resikonya. Suatu metode hirarki digunakan untuk suatu acuan/ matriks kualitatif. Analisis metode matriks dengan cara hirarki tingkatan, dengan bentuk matriks ini, kemungkinan dirangking berdasarkan seberapa sering resiko akan terjadi dan besaran dirangking berdasarkan kuat dan hebatnya dampak yang terjadi.

Identifikasi Risiko Lingkungan Sebelum melakukan identifikasi resiko lingkungan akibat aktifitas industri pengolahan kelapa sawit, perlu terlebih dahulu diketahui rona lingkungan wilayah studi, yang meliputi rona fisik kimia, biologi, serta sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Daerah pemukiman padat, tanah-tanah dibutuhkan untuk perumahan, kebutuhan komersil dan untuk komersil dan untuk rekreasi, sehingga tidak ada lagi daerah yang kosong yang dapat digunakan untuk Sanitary Landfill. Sebagian besar wilayah studi merupakan pemukiman yang memiliki beberapa kelompok hutan kota. Tumbuhan yang umum ada di hutan kota adalah yang dapat hidup baik di dataran rendah yaitu: akasia, sono, tembesu, bungur, bambu, meranti, medang. Fauna yang umum ada di wilayah studi adalah fauna yang biasa diternakkan oleh warga seperti sapi, kambing, kerbau, domba, ayam, dan itik. Selain itu di dalam air juga terdapat ikan hias maupun ikan untuk konsumsi. Sebagian penduduk hidup dari perdagangan, industri, pariwisata, dan pegawai negeri. Surabaya sebagai permukiman pantai adalah pintu keluar dan masuk bagi hinterland yang subur dan kaya hasil bumi. Telah menjadikannya sebuah kota dagang.

Pengolahan Limbah Kota

hasakona.wordpress.com/Pemahaman tentang sifat air limbah adalah fundamental untuk mendesain pengolahan air limbah yang sesuai dengan teknologi yang efektif. Air limbah berasal dari penggunaan air oleh rumah tangga, Pasar dan industri, yang bercampur degan air tanah, air permukaan dan air hujan (lihat gambar ). Akibatnya, aliran air limbah berfluktuasi tergantung dari penggunaannya, dan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk iklim, jumlah masyarakat, standar hidup, keandalan dan kualitas pasokan air, konservasi air harus dipraktekan, dan diukur sampai sejauh mana, di samping tingkat industrialisasi, biaya air dan pasokan.

Sumber limbah cair pabrik tahu berasal dari proses merendam kedelai serta proses akhir pemisahan jonjot-jonjot tahu. Pada Tabel 6 dapat dilihat bagaimana karakteristik pencemar yang berasal dari limbah pabrik tahu.

Tabel 6. Kandungan Pencemar Limbah Tahu

Nomor SampelCOD (mg/l)BOD (mg/l)N-Total (mg/l)P-Total (mg/l)pH

172505643169,5?3,94

268705395153,4?4,28

Rata-rata 70505389,5161,5 81.64,11

Sumber: Alia Damayanti, Joni Hermana, dan Ali Masduqi (2004).

Untuk limbah industri tahu tempe ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas. Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 40oC sampai 46oC. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan.

Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar, yang mencapai 40% - 60% protein, 25 - 50% karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto, 1987). Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOM. Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga.

Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah. Pada umumnya konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu ini cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06 sampai 434,78 mg/l (Nurhasan dan Pramudya, 1987), sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di peraian tersebut.

Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2), oksigen (O2 ), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3 ), karbondioksida (CO2 ) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan. Beberapa contoh hasil pengukuran kadar BOD Dan COD di dalam air limbah tahu dan tempe di daerah DKI Jakarta ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisa Limbah Cair Industri TahuPARAMETER LOKASICOD(mg/l)BOD(mg/l)

Cipinang1102910

Kebon Pala32112200

Utan Kayu83271200

Setia Budi59042250

Tebet23622100

Kebayoran Lama79163450

Kuningan Barat83608100

Mampang48973550

Cilandak92075425

Pasar Minggu37791750

Tegal Parang1505512100

Sumber: Nusa Idaman Said, dan Arie Herlambang, 2009.Sumber limbah padat berasal dari penyaringan bubur kedelai berupa ampas tahu yang sudah melalui pemerasan berkali-kali dengan menyiram air panas sampai tidak mengandung sari lagi. Walaupun diperkirakan masih ada resiko dalam kegiatan pabrik tahu di lokasi studi, upaya-upaya pengendalian dan minimalisir oleh pihak pabrik dilakukan melalui pengendalian dan pemanfaatan kembali limbah.

Pengelolaan limbah cair adalah menggunakan kolam pengolahan limbah dengan menggunakan kayu apu. Dalam pengolahan limbah ini digunakan air PDAM sebagai pengencer dengan perbandingan 1:6 yaitu 1 bagian limbah pabrik tahu dengan 6 bagian air PDAM.

Pemanfaatan limbah padat adalah sebagai makanan ternak. Pabrik tahu Purnomo Kalidami, Surabaya memanfaatkan ampas limbah tahu untuk makanan babi di daerah Pegirian, Surabaya. Dari uraian rona lingkungan yang dijelaskan dan penjelasan tentang proses pengelolaan limbah sebagaimana disebutkan di atas, dapat diidentifikasi dan diperkirakan resiko limbah pabrik tahu terhadap komponen lingkungan seperti pada Tabel 72.

Tabel 7. Identifikasi Resiko

Komponen Lingkungan, Pengaruh Limbah

Tata guna lahan (tanah) Ada

Kualitas udara Ada

Kebisingan Ada

Kualitas air Ada

Flora darat Ada

Flora air Ada

Fauna darat Ada

Fauna air Ada

Struktur kependudukan Ada

Pendidikan Tidak ada

Agama Tidak ada

Tingkat kesehatan masyarakat Ada

Tingkat pendapatan Ada

Estetika lingkungan Ada

Sikap; budaya; dan perilaku masyarakat Tidak ada

Sumber: Alia Damayanti, Joni Hermana, dan Ali Masduqi (2004).

Prakiraan resiko terhadap tata guna lahan yang mungkin terjadi yaitu resiko berasal dari buangan limbah terutama limbah cair yang mencemari air tanah dan air permukaan. Akibat pencemaran tersebut maka warga merasa tidak nyaman dan pindah dari lokasi sekitar pabrik, sehingga terjadi perubahan tata guna lahan. Resiko yang muncul bersifat negatif. Bobotnya kecil karena pencemaran yang terjadi tidak berdampak langsung terhadap masyarakat.

Prakiraan resiko terhadap udara, yaitu resiko berasal dari bau limbah tahu yang semakin lama semakin tidak sedap. Akibat pencemaran tersebut warga khususnya pekerja pabrik merasa kurang nyaman akibat terhisapnya bau ke dalam pernafasan. Jenis resiko yang muncul bersifat negatif. Bobotnya kecil karena pencemaran gas yang timbul jumlahnya kecil dan bukan merupakan gas yang berbahaya.

Prakiraan resiko terhadap air tanah yaitu berasal dari pengolahan limbah cair, yang mungkin meresap dan masuk ke dalam air tanah. Resiko yang mungkin timbul berupa timbulnya penyakit-penyakit yang diderita oleh masyarakat yang menggunakan air tanah, seperti penyakit kulit, penyakit perut, dan lain-lain. Resiko yang muncul bersifat negatif. Bobotnya sedang karena lokasi dekat dengan warga sehingga ada kemungkinannya mencemari air sumur warga.

Prakiraan resiko terhadap air permukaan yaitu berasal dari pengolahan limbah cair, yang dibuang ke sungai. Resiko yang timbul pada flora, fauna, dan manusia, yang memanfaatkan sungai. Resiko terbesar yang mungkin terjadi adalah matinya biota air, tumbuhan air, dan hewan air. Resiko yang muncul bersifat negatif.

Dari hasil pengujian maka effluen dari pengolahan Pabrik Tahu Purnomo, Kalidami, Surabaya berada di atas Baku Mutu yang diijinkan Pemda Jawa Timur, seperti pada Tabel 8.

Tabel 8. Effluen Pengolahan Limbah Pabrik Tahu Purnomo, Kalidami, Surabaya

ParameterData Laboratorium

BOD 38

COD 149

NH4+ 3.94

PO43-2.5

pH 7.9

Sumber: Alia Damayanti, Joni Hermana, dan Ali Masduqi (2004).

Prakiraan resiko terhadap flora darat berasal dari limbah cair yang berasal dari proses akhir pemisahan jonjot-jonjot tahu yang telah diolah kemudian dibuang ke sungai lalu dihisap oleh tumbuhan yang hidup di sekitar sungai. Resiko yang mungkin timbul berupa berkurangnya kemampuan tumbuhan dalam berfotosintesis sehingga menyebabkan tumbuhan tersebut mati serta bersifat negatif. Tetapi bobotnya kecil karena effluen dari pabrik tahu telah mengalami pengenceran air sungai sehingga konsentrasi pencemar juga menurun.

Prakiraan resiko terhadap flora air berasal dari limbah cair yang berasal dari proses akhir pemisahan jonjot-jonjot tahu yang telah diolah kemudian dibuang ke sungai lalu dihisap oleh tumbuhan yang hidup di sekitar sungai. Resiko yang mungkin timbul berupa berkurangnya kemampuan tumbuhan dalam berfotosintesis sehingga menyebabkan tumbuhan tersebut mati serta bersifat negatif. Bobotnya kecil karena effluen dari pabrik tahu telah mengalami pengenceran air sungai sehingga konsentrasi pencemar juga menurun. Dengan demikian kecil pengaruhnya terhadap flora air.

Prakiraan resiko terhadap fauna darat berasal dari limbah cair yang berasal dari proses akhir pemisahan jonjot-jonjot tahu yang telah diolah kemudian dibuang ke sungai lalu dihisap oleh tumbuhan yang hidup di sekitar sungai. Berkurangnya flora darat mempengaruhi pula fauna yang ada. Resiko yang mungkin timbul berupa berkurangnya jumlah fauna daratan, dan akibat berkurangnya flora darat mengurangi pula makanan bagi fauna darat serta bersifat negatif. Bobotnya kecil karena pengaruh limbah bagi kehidupan di darat tidak terlalu signifikan.

Prakiraan resiko terhadap fauna air berasal dari limbah cair yang berasal dari kolam pengolahan ke sungai. Resiko yang mungkin timbul berupa berkurangnya fauna di dalam air serta bersifat negatif. Bobotnya kecil karena effluen dari pabrik tahu telah mengalami pengolahan yang baik serta sehingga konsentrasi pencemar juga kecil. Dengan demikian kecil pengaruhnya terhadap fauna air.

Prakiraan resiko terhadap tingkat kesehatan masyarakat berasal dari limbah cair yang dari kolam pengolahan yang masuk ke dalam air permukaan/ sungai, di mana masyarakat sekitar tinggal dan memanfaatkan sungai maupun air tanah (sumur).

Resiko yang mungkin timbul berupa munculnya penyakit kulit, perut, dan sebagainya serta bersifat negatif. Bobotnya adalah sedang karena pemanfaatan sungai dipakai untuk menyiram tanaman oleh masyarakat di sekitar sungai. Sedangkan pemanfaatan sumur dipakai untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci, bahkan sumber air untuk memasak.

Prakiraan resiko terhadap estetika lingkungan berasal dari limbah cair yang dari kolam pengolahan yang masuk ke dalam air permukaan/sungai, limbah padat yang ditumpuk. Resiko yang mungkin terjadi berupa penurunan estetika lingkungan dan bersifat negatif serta bobotnya kecil.

Analisis Resiko Lingkungan merupakan kegiatan memperkirakan kemungkinan munculnya suatu resiko dari suatu kegiatan dan menentukan dampak dari kegiatan/peristiwa tersebut. Dalam analisis ini akan digunakan tiga metode analisis yaitu analisis kualitatif, analisis semi kuantitatif dan analisis lingkungan signifikan (Idris, 2003)

Dengan metode analisis kualitatif ini akan dibuat matriks kombinasi antara nilai peluang resiko seperti Tabel 9 dan besarnya resiko pada Tabel 10 sehingga akan dihasilkan suatu nilai resiko tinggi, sedang atau rendah seperti Tabel 11.

Tabel 9. Matriks Peluang Resiko Resiko Level peluangUraian

Perubahan tata guna lahanEMasyarakat menjual lahan karena menurunnya kenyamanan lingkungan; peluang tejadinya resiko ini adalah jarang.

Pencemaran udara DPencemaran udara dapat terjadi karena bau dari proses pengolahan limbah tahu, peluang terjadinya kecil.

Pencemaran air tanah

BPencemaran air tanah dari kolam pengolahan limbah, karena muka air cukup dalam maka peluangnya besar.

Pencemaran air permukaan

BPencemaran air permukaan berasal dari air limbah yang dibuang ke sungai walaupun sudah melalui proses pengolahan peluang terjadinya besar.

Penurunan jumlah flora darat (terestrial)

DPenurunan jumlah flora darat akibat bau yang berasal dari pengolahan limbah tahu kemungkinan terjadinya kecil.

Penurunan jumlah flora air (aquatik)CJumlah flora air dapat menurun akibat limbah yang masuk ke air permukaan, dengan peluang terjadinya sedang.

Penurunan jumlah fauna darat

DPenurunan jumlah fauna darat di sekitar sungai akibat limbah yang dibuang kecil.

Penurunan jumlah fauna air

CPenurunan jumlah fauna air di sekitar sungai akibat limbah yang dibuang sedang.

Penurunan tingkat kesehatan masyarakat

CTingkat kesehatan masyarakat menurun akibat pencemaran air sumur oleh buangan

limbah pabrik, peluangnya sedang.

Berkurangnya estetika lingkungan

DPencemaran air sungai dan tumpukan limbah padat mengurangi estetika lingkungan,

dengan peluang kecil.

Keterangan: A = Pasti terjadi; B = Kemungkinan besar; C = Kemungkinan sedang; D = Kemungkinan kecil; E = Jarang.Tabel 10. Matriks Besaran Resiko

ResikoLevel peluangUraian

Perubahan tata guna lahan2Risikonya Kecil, karena harga lahan di wilayah Surabaya sangat mahal

Pencemaran udara 2Kecil karena gas yang dihasilkan tidak berbahaya dan jumlahnya sedikit sehingga dapat dengan mudah diatasi.

Pencemaran air tanah

3Sedang karena mempengaruhi manusia dan bila ini terjadi memerlukan prosedur tertentu untuk penanganannya

Pencemaran air permukaan

4Besar karena mempengaruhi lingkungan dan manusia di sekitar sungai namun dapat diawasi melalui kerjasama yang baik antara pabrik, pemerintah serta LSM.

Penurunan jumlah flora darat (terestrial)2Kecil karena tidak terlalu dipengaruhi limbah pabrik.

Penurunan jumlah flora air (aquatik)

3Sedang karena mempengaruhi populasi ikan dan berdampak pada manusia dapat diatasi dengan manajemen yang baik antara pihak-pihak terkait.

Penurunan jumlah fauna darat2Kecil karena tidak terlalu dipengaruhi limbah pabrik.

Penurunan jumlah fauna air3Risikonya Sedang, karena jumlah flora yang menurun.

Penurunan tingkat kesehatan masyarakat3Risikonya Sedang , karena berhubungan dengan kesehatan manusia.

Berkurangnya estetika lingkungan

2Resiko yang berhubungan dengan estetika lingkungan kecil, karena risiko ini dapat diatasi dengan pengelolaan pabrik yang lebih baik.

Keterangan : 1 = Pengaruh tidak berarti; 2 = Pengaruh kecil; 3 = Pengaruhnya sedang; 4 = Pengaruhnya besar; 5 = Bencana

Tabel 11. Matriks Tingkat Resiko

ResikoPeluangNilai BesaranNilai Resiko

Perubahan tata guna lahanE2R

Pencemaran udara D2R

Pencemaran air tanahD3S

Pencemaran air permukaanB4T

Penurunan jumlah flora darat (terestrial)D2R

Penurunan jumlah flora air (aquatik) C3S

Penurunan jumlah fauna darat D2R

Penurunan jumlah fauna air C3S

Penurunan tingkat kesehatan masyarakat C3S

Berkurangnya estetika lingkungan D2R

Keterangan: T = Tinggi; S = Sedang; R = Rendah

Sumber: Alia Damayanti, Joni Hermana, dan Ali Masduqi (2004).

Risk matrix and risk score

Use the risk matrix to combine LIKELIHOOD and IMPACT ratings and values to obtain a risk score. The risk score may be used to aid decision making and help in deciding what action to take in view of the overall risk. How the risk score is derived can be seen from the sample risk matrix and risk score table shown below. Four levels of risk level or score are shown in the matrix and table below, but you can define as many risk scores as you believe are necessary.

www.austrac.gov.au/elearning_aml..._14.html

www.austrac.gov.au/elearning_aml..._14.html

Risk-Era: The Swedish Rescue Service's Tool forCommunity RiskManagement

The risk matrix shows the number of risks for each of the risk levels in the diagram.

proceedings.esri.com/library/use...0307.htmAnalisis semi kuantitatif juga menggunakan matriks penilaian resiko yang menggabungkan unsure frekuensi, besaran pengaruh, dan sensitifitas untuk mendapatkan tingkat resiko. Pada Tabel 12 disajikan matrik frekuensi dan Tabel 13 disajikan matrik nilai besaran.

Tabel 12. Matriks Frekuensi

Resiko

FrekuensiUraian

Perubahan tata guna lahan1Masyarakat menjual lahannya karena menurunnya kenyamanan lingkungan; hal ini tidak pernah terjadi.

Pencemaran udara

2Frekuensi kejuadian pencemaran udara akibat bau yang timbul dari tumpukan limbah padat dan proses pengolahan limbah adalah kecil.

Pencemaran air tanah

2Frekuensi pencemaran air tanah kecil sebagai akibat dari kolam pengolahan limbah meresap ke dalam tanah kecil.

Pencemaran air permukaan

3Kemungkinan terjadinya pencemaran air permukaan medium, akibat buangan air dari kolam pengolahan limbah dibuang ke sungai.

Penurunan jumlah flora darat (terestrial)

2Penurunan jumlah flora darat di sekitar sungai akibat menyerap buangan air limbah yang dibuang ke sungai frekuensinya kecil,

Penurunan jumlah flora air (aquatik)

3Penurunan jumlah flora air akibat limbah yang masuk mempunyai frekuensi medium.

Penurunan jumlah fauna darat2Penurunan jumlah fauna darat akibat tercemarnya lingkungan dan berkurangnya makanan, mempunyai frekuensi kecil.

Penurunan jumlah fauna air

3Jumlah fauna air yang menurun akibat pencemaran dari berkurangnya flora air mempunyai frekuensi medium.

Penurunan tingkat kesehatan masyarakat

2Penurunan tingkat kesehatan masyarakat akibat penggunaan air sumur untuk mandi, cuci, dan memasak frekuensinya kecil.

Berkurangnya estetika lingkungan

2Pencemaran air dan tumpukan limbah padat mengurangi estetika, frekuensinya kecil.

Keterangan: 1 = ada kemungkinan tidak terjadi; 2 = kecil; 3 = medium; 4 = sering ;5 = sangat sering terjadi

Sumber: Alia Damayanti, Joni Hermana, dan Ali Masduqi (2004).

Tabel 13. Matriks Nilai Besaran

Resiko Nilai besaranUraian

Perubahan tata guna lahan3Pengaruhnya sedang kepada masyarakat; karena jaraknya cukup dekat.

Pencemaran udara 2Pengaruhnya kecil karena bukan gas berbahaya dan jumlahnya sedikit.

Pencemaran air tanah 3Pengaruhnya sedang karena mempengaruhi kehidupan manusia.

Pencemaran air permukaan4Pengaruhnya besar karena mempengaruhi lingkungan.

Penurunan jumlah flora darat (terestrial)2Pengaruhnya kecil karena tidak terlalu dipengaruhi limbah pabrik.

Penurunan jumlah flora air (aquatik)3Sedang karena mempengaruhi polulasi ikan dan berdampak pada manusia.

Penurunan jumlah fauna darat2Pengaruhnya kecil karena tidak terlalu dipengaruhi oleh limbah pabrik.

Penurunan jumlah fauna air4Besar karena mempengaruhi manusia.

Penurunan tingkat kesehatan masyarakat4Besar karena berhubungan dengan kehidupan manusia.

Berkurangnya estetika lingkungan2Pengaruhnya kecil terhadap estetika lingkungan.

Keterangan : 1 = Resiko tidak ada; 2 = Resiko dan pengaruhnya kecil; 3 = Resiko sedang; 4 = Resiko besar; 5 = Resiko besar sekali

Sumber: Alia Damayanti, Joni Hermana, dan Ali Masduqi (2004).

Qualitative Risk Analysis Matrix

www.dpmc.gov.au/implementation/p...licy.cfm

Rating risk level: (E) Extreme risk - detailed action/plan required

(H) High risk - needs senior management attention

(M) Moderate risk - specify management responsibility

(L) Low risk - manage by routine procedures

Likelihood: A Almost certain - expected in most circumstances

B Likely - will probably occur in most circumstances

C Possible - could occur at some time

D Unlikely - not expected to occur

E Rare - exceptional circumstances only

Consequences: 5 Severe - would stop achievement of functional goals / objectives

4 Major - would threaten functional goals / objectives

3 Moderate - necessitating significant adjustment to overall function

2 Minor - would threaten an element of the function

1 Negligible - lower consequence

Tabel 14 menunjukkan matrik nilai sensitivitas dan Tabel 15 menunjukkan nilai resiko yang mungkin dapat terjadi.

Tabel 14. Matriks Nilai Sensitivitas

ResikoNilai sensitivitasUraian

Perubahan tata guna lahan 2Menjadi perhatian dari kelompok tertentu.

Pencemaran udara 2Menjadi perhatian dari kelompok tertentu.

Pencemaran air tanah 3Menjadi perhatian dari masyarakat lokal.

Pencemaran air permukaan4Menjadi perhatian dari pemerintah lokal dan masyarakat local Kota Surabaya.

Penurunan jumlah flora darat (terestrial)2Menjadi perhatian dari kelompok tertentu.

Penurunan jumlah flora air (aquatik)1Tidak menjadi perhatian masyarakat.

Penurunan jumlah fauna darat2Menjadi perhatian dari kelompok tertentu.

Penurunan jumlah fauna air3Menjadi perhatian masyarakat lokal.

Penurunan tingkat kesehatan masyarakat3Menjadi perhatian masyarakat lokal.

Berkurangnya estetika lingkungan1Tidak menjadi perhatian masyarakat.

Keterangan: 5 = Tidak menjadi internasional/dunia/media; 4 = Menjadi perhatian nasional; 3 = Menjadi perhatian regional/local; 2 = Menjadi perhatian kelompok; 1 = Tidak menjadi perhatian masyarakat. Sumber: Alia Damayanti, Joni Hermana, dan Ali Masduqi (2004).

Tabel 15. Nilai Resiko

Resiko Frekuen-si (F)Pengaruh (S1)Sensitivitas (S2)Nilai Resiko R=Fx(S1+S2

Perubahan tata guna lahan1325

Pencemaran udara 2228

Pencemaran air tanah 23312

Pencemaran air permukaan 34424

Penurunan jumlah flora darat (terestrial)2228

Penurunan jumlah flora air (aquatik)33112

Penurunan jumlah fauna darat2228

Penurunan jumlah fauna air34321

Penurunan tingkat kesehatan masyarakat24314

Berkurangnya estetika lingkungan 2216

Total Resiko 118

Keterangan : 0 150 = Resiko rendah, pengelolaan dengan prosedur yang rutin.; 151 300 = Resiko sedang, memerlukan perhatian manajemen tingkat tinggi; 301 450 = Resiko tinggi, memerlukan penelitian dan manajemen terperinci. Sumber: Alia Damayanti, Joni Hermana, dan Ali Masduqi (2004).

Dengan demikian dapat disimpulkan limbah dari Pabrik Tahu Purnomo, Kalidami, Surabaya memiliki resiko kecil. Tabel 16. Analisis Dengan Aspek Lingkungan Signifikan

Resiko NilaiResiko (A*B*C*D*E*F*G)

ABCDEFG

Perubahan tata guna lahan311531145

Pencemaran udara 1338311216

Pencemaran air tanah 76351311890

Pencemaran air permukaan75337136615

Penurunan jumlah flora darat (terestrial)2333231324

Penurunan jumlah flora air (aquatik)42155711400

Penurunan jumlah fauna darat2233231216

Penurunan jumlah fauna air42155421600

Penurunan tingkat kesehatan masyarakat34353131620

Berkurangnya estetika lingkungan33353311215

Keterangan: A = Luasan Dampak; B = Keseriusan Resiko; C = Peluang terjadinya resiko; D = Waktu pemaparan; E = Peraturan perundang-undangan; F = Metode Pengendalian; G = Persepsi/pandangan masyarakat. Sumber: Alia Damayanti, Joni Hermana, dan Ali Masduqi (2004).

Menurut kriteria aspek lingkungan tidak signifikan bila hasil evaluasi menunjukkan nilai 1 196.000, cukup signifikan bila 196.001 392.000 dan signifikan bila 392.001 588.245 (Razif, 2002). Ternyata dari hasil evaluasi tidak ada aspek lingkungan signifikan, karena angka semuanya berada di bawah 196.000. Hanya satu komponen yaitu pencemaran air permukaan yang tinggi namun tidak sampai 196.000.

Berdasarkan hasil analisis kualitatif beberapa komponen resiko yang memiliki resiko tinggi yaitu pencemaran air permukaan. Limbah pabrik tahu memiliki resiko kecil, dengan komponen yang paling berpengaruh adalah limbah cair. Pengaruh limbah secara keseluruhan terhadap manusia dan lingkungan sekitar pabrik tidak signifikan. Hal ini karena adanya unit pengolahan limbah sehingga limbah memiliki konsentrasi yang kecil.

Limbah cair yang dikeluarkan oleh kegiatan industri-industri umumnya masih menjadi masalah bagi lingkungan sekitarnya, karena pada umumnya industri-industri, terutama industri rumah tangga mengalirkan langsung air limbahnya ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Demikian pula dengan industri tahu/tempe yang pada umumnya merupakan industri rumah tangga. Keadaan ini akibat masih banyaknya pengrajin tahu/tempe yang belum mengerti akan kebersihan lingkungan dan disamping itu pula tingkat ekonomi yang masih rendah, sehingga pengolahan limbah akan menjadi beban yang cukup berat bagi mereka. Namun demikian keberadaan industri tahu-tempe harus selalu didukung baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat karena makanan tahu-tempe merupakan makanan yang digemari oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia, disamping nilai gizinya tinggi harganya pun relatif murah. Limbah industri tahu-tempe dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand) di dalam air limbah industri tahu-tempe cukup tinggi yakni berkisar antara 7.000 - 10.000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4-5. Dengan kondisi seperti tersebut di atas, air limbah industri tahu-tempe merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potersial. Pada saat ini pengelolaan air limbah industri tahu-tempe umumnya dilakukan dengan cara membuat bak penampung air limbah sehingga terjadi proses anaerob. Dengan adanya proses biologis anaerob tersebut maka kandungan polutan organik yang ada di dalam air limbah dapat diturunkan. Tetapi dengan proses tersebut efisiesi pengolahan hanya berkisar antara 50 % - 70 % saja. Dengan demikian jika konsertarsi COD dalam air limbah 7000 ppm, maka kadar COD yang keluar masih cukup tinggi yakni sekitar 2100 ppm, sehinga hal ini masih menjadi sumber pencemaran lingkungan. Salah satu cara untuk mengatasi masalah air limbah industri tahu-tempe tersebut adalah dengan kombinasi proses pengolahan biologis anaerob dan aerob. Secara umum proses pengolahannya dibagi menjadi dua tahap yakni pertama proses penguraian anaerob (Anaerobic digesting), dan yang ke dua proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob.Air limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu-tempe kumpulkan melalui saluran air limbah, kemudian dilairkan ke bak kontrol untuk memisahkan kotoran padat. Selanjutnya, sambil di bubuhi dengan larutan kapur atau larutan NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak pengurai anaerob tersebut polutan organik yang ada di dalam air limbah akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah dapat diturukkan sampai kira-kira 600 ppm (efisiensi pengolahan 90 %). Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter aerob.Teknologi Pengolahan Limbah Tahu-Tempe Dengan Proses Biofilter Anaerob Dan Aerob

www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Arti...htt.htmlDiagram proses pengolahan air limbah industri tahu-tempe dengan sistem kombinasi biofilter "Anareb-Aerob".

Industri tahu dan tempe merupakan industri kecil yang banyak tersebar di kota-kota besar dan kecil. Tempe dan tahu merupakan makanan yang digemari oleh banyak orang. Akibat dari banyaknya industri tahu dan tempe, maka limbah hasil proses pengolahan banyak membawa dampak terhadap lingkungan. Limbah dari pengolahan tahu dan tempe mempunyai kadar BOD sekitar 5.000 - 10.000 mg/l, COD 7.000 - 12.000 mg/l.

Besarnya beban pencemaran yang ditimbulkan menyebabkan gangguan yang cukup serius terutama untuk perairan disekitar industri tahu dan tempe. Teknologi pengolahan limbah tahu tempe yang ada saat ini pada umumnya berupa pengolahan limbah sistem anaerob. Dengan proses biologis anaerob, efisiensi pengolahan hanya sekitar 70-80 %, sehingga air lahannya masih mengandung kadar polutan organik cukup tinggi, serta bau yang ditimbulkan dari sistem anaerob dan tingginya kadar fosfat merupakan masalah yang belum dapat diatasi.

Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara kombinasi proses biologis anaerob-aerob yakni proses penguraian anaerob dan diikuti dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Dengan kombinasi proses tersebut diharapkan konsentrasi COD dalan air olahan yang dihasilkan turun menjadi 60 ppm, sehingga jika dibuang tidaklagi mencemari lingkungan sekitarnya.

Limbah cair yang berasal dari industri kecil tahu-tempeKeunggulan proses anaerobik dibandingkan proses aerobik adalah sebagai berikut :

Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 yang ada sebagai penerima elektron. Proses tersebut tidak membutuhkan oksigen dan pemakaian oksigen dalam proses penguraian limbah akan menambah biaya pengoperasian.

Penguraian anaerobik menghasilkan lebih sedikit lumpur (3-20 kali lebih sedikit dari pada proses aerobik), energi yang dihasilkan bakteri anaerobik relatif rendah. Sebagian besar energi didapat dari pemecahan substrat yang ditemukan dalam hasil akhir, yaitu CH4. Dibawah kondisi aerobik 50% dari karbon organik dirubah menjadi biomassa, sedangkan dalam proses anaerobik hanya 5% dari karbon organik yang dirubah menjadi biomassa. Dengan proses anaerobik satu metrik ton COD tinggal 20 - 150 kg biomassa, sedangkan proses aerobik masih tersisa 400 - 600 kg biomassa (Speece, 1983; Switzenbaum, 1983).

Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan. Gas metan mengandung sekitar 90% energi dengan nilai kalori 9.000 kkal/m3, dan dapat dibakar ditempat proses penguraian atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit energi terbuang menjadi panas (3-5%). Pruduksi metan menurunkan BOD dalam Penguraian lumpur limbah.

Energi untuk penguraian limbah kecil.

Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi polutan organik yang tinggi.

Memungkinkan untuk diterapkan pada proses Penguraian limbah dalam jumlah besar.

Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik (seperti chlorinated aliphatic hydrocarbons seperti trichlorethylene, trihalo-methanes) dan senyawa alami recalcitrant seperti liGnin.

Beberapa kelemahan Penguraian anaerobik:

Lebih Lambat dari proses aerobik

Sensitif oleh senyawa toksik

Start up membutuhkan waktu lama

Konsentrasi substrat primer tinggi

Pengolahan air limbah industri kecil tahu tempe di Semanan, Jakarta Barat, dengan sistem Penampungan (lagon) Anaerob. Dengan sistem lagon tersebut dapat menurunkan kadar zat organik (BOD) sekitar 50 %.

www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Arti...htt.htmlAnalisis Risko Bencana:

Tanggul, Pemicu dan AuditTeknologiKompas online, Posted in Uncategorized on April 1, 2009 by zeniad

Bencana, kecuali gempa dan angin topan, sebenarnya tidak terjadi secara tiba-tiba. Bencana seperti longsor dan banjir selalu membawa pertanda sebelumnya. Korban menjadi banyak ketika mitigasi tidak dilakukan dalam bentuk antisipasi dan prevensi. Sebagai contoh adalah bencana Situ Gintuing. Kata Situ Gintung berkonotasi rekreatif: kolam renang, lokasi berpetualang (adventure camp), dan rumah makan. Situ tersebut memiliki daerah tangkapan air seluas 112,5 hektar; dari kawasan itulah situ mendapat suplai air di samping mata air asli. Kondisi permukaannya, seperti diungkapkan Kepala Bidang Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Sutopo Purwo Nugroho, kini berupa permukiman (39,7 persen), tegalan (22,8 persen), badan air (17 persen), kebun (18 persen), rumput atau tanah kosong (4,5 persen), dan gedung (0,6 persen).

Dari kondisi permukaan itu, yang mampu menyerap air adalah tegalan, badan air (yaitu situ atau saluran irigasi), kebun, dan rumput atau tanah kosong.

Pada situ seluas 21,4 hektar tersebut ada satu spillway (saluran buang) selebar kira-kira 5 meter dan dua saluran irigasi yang lebarnya sekitar 1 meter, yang diperkirakan pada saat itu tidak bekerja optimal.

Jika curah hujan besar, kecepatan aliran air melalui saluran buang akan tidak memadai sehingga ada kemungkinan terjadi limpasan (overtopping), atau luberan.

Menempel pada bagian luar tanggul adalah permukiman padat, mulai dari kaki tanggul, terletak di bawah tanggul sekitar 15-20 meter. Sungguh rawan karena bisa terkena longsoran tanggul. Mestinya, minimal 100 meter dari kaki tanggul tidak boleh ada bangunan. Permukiman itu mengurangi lebar saluran air dari semula 5-7 meter kini tinggal 1 meter. Kondisi ini berpotensi menambah beban air pada situ karena air tidak tersalur ke luar.

Kemungkinan penyebab bencanaMenurut peneliti dari Pusat Bencana Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, ada tiga faktor penyebab bencana. Ketiga faktor itu adalah faktor internal (kondisi tanggul), faktor eksternal (bencana lain seperti gempa, longsor, dan hujan besar), dan faktor manusia (pembangunan sekitar tanggul, pembabatan hutan, dan sebagainya).

Di sekitar Situ Gintung sudah sejak lama tak ada hutan. Saat itu pun tak terjadi gempa. Dari data hasil kajian kualitas air dan pemanfaatan air situ untuk waduk resapan (5 Desember 2008), pada bagian tanggul yang jebol itu telah didapati erosi buluh (piping). Erosi itu diduga sudah lama terjadi karena muncul mata air di bawah tanggul. Rembesan air ke dalam kapiler retakan menyebabkan kapiler bertambah besar. Akibatnya, terjadi deformasi struktur saluran buang. Tekanan yang ditimbulkan oleh massa air menyebabkan badan tanggul longsor karena kapiler (retakan kecil) terisi air. Ketika bagian atas tanggul longsor, beban massa air berpindah ke bawah sehingga bagian dasar tanggul tergerus. Hal inilah yang diduga mengakibatkan tanggul jebol hingga sekitar 20 meter tingginya.

Setelah tanggul jebol, rembesan air di sekeliling tanggul memberi beban besar sehingga tanggul jebol semakin lebar pada 27 Maret 2009. Lapisan tanah pada Situ Gintung merupakan sedimen mudabatuan kuarter, tersiermudah longsor. Situ dengan struktur batuan muda umumnya dibuat tanggul urukan. Selain urukan, ada tipe busur (berbentuk melengkung) dan tipe graviti-tanggul beton di sisi luar miring ke luar, di sisi dalam datar seperti dinding.

Meski beban massa air menyebabkan tanggul jebol, curah hujan pada saat kejadian bukanlah faktor tunggal penyebab, melainkan hanya pemicu. Dari catatan di Stasiun Meteorologi Ciputatterdekat dengan Situ Gintungcurah hujan 113,2 milimeter per hari, dari Stasiun Meteorologi Pondok Betung, curah hujan normal selama tiga jam disusul 1,5 jam curah hujan ekstrem 70 mm per jam. Curah hujan 180 mm pada tahun 1996 tercatat di Stasiun Pondok Betung (Stasiun Ciputat baru dibangun tahun 2007), tanggul Situ Gintung tidak jebol. Juga saat 2007 ketika curah hujan 275-300 mm per hari di sekitar Situ Gintung, tanggul situ tetap aman. Pada dua kejadian itu, Jakarta banjir besar.

Secara global terdapat 78 persen bendungan jebol adalah tipe urukan, sedangkan tipe lainnya 22 persen. Adapun runtuhnya bendung di dunia, 38 persen akibat erosi buluh, 35 persen akibat peluapan air, 21 persen fondasi jebol, dan 6 persen karena longsoran dan lainnya.

Akan tetapi, untuk mengetahui secara tepat penyebab jebolnya tanggul, perlu dilakukan kajian lebih mendalam dengan meneliti faktor lainnya, seperti aktivitas pengerukan sedimen situ dengan ekskavator, atau hilangnya batu-batu di luar tanggul.

Pelajaran yang mahalBencana adalah arena belajar yang amat mahal. Mestinya pihak yang bertanggung jawab langsung atas Situ Gintung melakukan tugasnya dengan tepat. Masyarakat juga harus ikut bertanggung jawab dengan melaporkan potensi bencana, sementara pemerintah harus membuka diri pada laporan masyarakat, tertulis atau tidak tertulis. Mengabaikan laporan masyarakat hanya menunjukkan bentuk arogansi penguasa; masyarakat Situ Gintung sudah pernah melaporkan kerusakan tanggul pada dua tahun sebelumnya.

Selain itu, lembaga penelitian seperti BPPT dan lainnya sudah seharusnya dilibatkan untuk melakukan audit teknologi demi keamanan struktur pada situ-situ. Saat ini sudah ada sejumlah teknologi ciptaan mereka sendiri yang mampu mendeteksi kelayakan teknis sebuah bendung.

Ada banyak situ lain di Jabodetabek. Beberapa di antaranya perlu diwaspadai karena berpotensi menimbulkan bencana. Pada akhirnya, keselamatan dan keamanan manusia semestinya diletakkan pada posisi teratas kebijakan pembangunan sehingga pada setiap pembangunan harus selalu disertakan analisis risiko bencana.

Landscape-scale risk assessment for the ARRThe International Science Panel (ISP) in its 2000 examination of whether the Kakadu World Heritage status was at risk from impacts of uranium mining, recommended landscape and ecosystem analyses and called for a comprehensive risk assessment within the context of the Kakadu World Heritage area.

www.environment.gov.au/ssd/research/scale.htmlOutline of the landscape-scale risk assessment for the Magela Creek floodplain, Kakadu National ParkInitial results from the risk assessment are summarised in Table 2 and are elaborated in more detail in Section 3.10 of the Supervising Scientists Annual Report 2005-2006. Two key results from the integrated assessment are:

Non-mining landscape-scale risks are currently several orders of magnitude greater than mining risks (Table 2), although that difference may reduce when on-site water management systems at Ranger mine change in the transition between mine production and mine closure and rehabilitation; and

Para grass weed (Urochloa mutica) is currently the major ecological risk on the Magela floodplain because of its extent (10% cover), effect (a monoculture that displaces native vegetation and wildlife habitat) and rapid spread rate (14% per annum). Note the risk posed by para grass has been examined in greater detail by combining a Bayesian habitat suitability model with a spread rate model, therefore encompassing current and future risk to floodplain habitat diversity depending on distance to source and invasion pathways.

Table 2. Comparison of landscape and minesite ecological risks to the Magela floodplain, and their relative importance rank

CategoryPathwayHazardRisk rankActionTime frame

LANDSCAPEPark-widePark-wideFloodplainsPara grass weedPig damageUnmanaged fireTotal ecological risk =1230.21Take active controlResearch effectsResearch effectsIn perpetuityIn perpetuityIn perpetuity

MINESITESurface waterMagela CkUraniumSulfateMagnesiumManganeseTotal ecological risk =Ra-22645670.000098Watching briefWatching briefWatching briefWatching briefWatching brief20062006200620062006

Airborne/windRadon (Ra-222)9Watching brief2011

DAFTAR PUSTAKA

Alia Damayanti, Joni Hermana, dan Ali Masduqi. 2004. ANALISIS RESIKO LINGKUNGAN DARI PENGOLAHAN LIMBAH PABRIK TAHU DENGAN KAYU APU (Pistia stratiotes L.). Jurnal Purifikasi, Vol.5, No.4, Oktober 2004 : 151-156COSO (The Committee of Sponsoring Organization) of the Treadway Commission. 2004a. Enterprise Risk Management Integrated Framework. PDF Version. http://www.coso.org

COSO (The Committee of Sponsoring Organization) of the Treadway Commission. 2004b. Enterprise Risk Management Integrated Framework. Application Techniques. PDF Version. http://www.coso.org

DArcy, S. P.dan J. C. Brogan. 2001. Enterprise Risk Management. Journal of Risk Management of Kore