Upload
ana-lucy
View
61
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ablatio
Citation preview
Presentasi Kasus
ABLASIO RETINA
Penyaji
Zafika R M NampiraRikhy Halomoan
NarasumberDr.Elvioza, SpM
Departemen Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta 2008
ILUSTRASI KASUS
Identitas pasien
Nama : Ny. S F
Usia : 38 tahun
Alamat : Jalan Tanah Merdeka, Kampung Rambutan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
No RM : 325-55-72
Datang ke poli : 17 Desember 2008
Anamnesis
Keluhan Utama
Penglihatan mata kanan buram mendadak sejak 4 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
4 hari yang lalu penglihatan pasien buram mendadak setelah bangun tidur pagi. Pasien
lebih jelas melihat ke pinggir. Tampak juga kilatan-kilatan cahaya, setelah itu tampak
bintik-bintik hitam. Tidak ada riwayat mata merah, mata nyeri, trauma pada mata
kanan, sakit kepala, pusing, mual, ataupun muntah. Pasien mencoba mengompres
matanya dengan air daun sirih, tetapi tidak ada perubahan. Pasien lalu pergi ke
puskesmas. Di puskesmas pasien dirujuk ke RS Budi Asih. Di RS Budi Asih, pasien
dikatakan ada kelainan di retina, lalu dirujuk ke RSCM.
Pasien sudah memakai kacamata sejak usia 8 tahun. Saat ini pasien menggunakan
kacamata dengan minus 8 pada mata kiri dan minus 13 pada mata kanan. Pasien
mengaku dalam beberapa bulan terkahir penglihatan sangat buram bila melihat hanya
dengan mata kanan, tetapi tidak terlalu buram bila menggunakan kedua mata.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi, DM, dan alergi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi, DM, alergi dan riwayat penyakit serupa disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : kompos mentis
Status oftalmologi
Kanan Kiri
1/300 proyeksi baik UCVA 1/60
Tidak terkoreksi, pinhole
tetapBCVA Spheris -8,5 6/6
Ortoforia Kedudukan bola mata Ortoforia
Palpebra dan konjungtiva
tenangAdneksa
Palpebra dan konjungtiva
tenang
Jernih Kornea Jernih
Dalam Bilik Mata Depan Dalam
Bulat, reguler, sentral Iris Bulat, reguler, sentral
RC (+) RAPD (-) Pupil RC (+) RAPD (-)
Jernih Lensa Jernih
Jernih Badan Kaca Jernih
reflek fundus (+), Papil
bulat, batas tegas, aa/vv
2/3, perdarahan (-), C/D
0,3-0,4, macular hole (+)
retinal detach (+) di
temporal
Funduskopi
reflek fundus (+), Papil
bulat, batas tegas, C/D 0,3-
0,4 aa/vv 2/3 retinal detach
(-).
Palpasi: dalam batas normal
Anaplasi: 11,1 mmHgTIO
Palpasi: dalam batas normal
Anaplasi: 12,9 mmHg
Foto fundus (17 desember 2008)
Resume
Pasien, Ny.SF, 37 tahun, datang dengan keluhan utama penglihatan mata kanan
buram mendadak sejak 4 hari yang lalu. Mata tidak merah, tidak nyeri, terdapat
fotopsia dan floaters. Tidak terdapat riwayat trauma, hipertensi atau diabetes mellitus.
Pasien telah menggunakan kaca mata sejak usia 8 tahun, dengan koreksi terakhir
minus 8 pada mata kiri dan minus 13 pada mata kanan.
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus OD 1/300, proyeksi baik, tidak
terkoreksi dan pinhole tetap. Visus OS 1/60, dikoreksi dengan sferis minus 8,5
menjadi 6/6. kedudukan bola mata, adneksa, kornea, BMD, iris, pupil, lensa, badan
kaca tidak ada kelainan. Pada funduskopi OD, reflek fundus (+), Papil bulat, batas
tegas, aa/vv 2/3, perdarahan (-), C/D 0,3-0,4, macular hole (+) retinal detach (+) di
temporal. Funduskopi OS, reflek fundus (+), Papil bulat, batas tegas, C/D 0,3-0,4
aa/vv 2/3 retinal detach (-). TIO OD 11,1 mmHg, TIO OS 12,9 mmHg.
Daftar masalah
1. Ablasi retina OD
2. Macular hole OD
Perencanaan
Rencana diagnosa Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk persiapan operasi
Konsul anestesi
Rencana terapi vitrektomi + scleral buckling + cryotherapy + C3F8
Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
ABLASI RETINA
Definisi
Ablasi retina (retinal detachment) adalah lepasnya retina bagian neurosensorik dari
lapisan epitelium pigmen dibawahnya. Pada keadaan ini sel epitel pigmen retina
masih melekat erat pada membran Bruch. Lepasnya sensorik retina dari lapisan epitel
pigmen atau koroid akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.
Epidemiologi
Berdasarkan data di Amerika Serikat, kejadian ablasi retina terjadi pada 1 dari 10.000
orang setiap tahunnya. Insiden ablasi retina meningkat pada usia lanjut, puncaknya
pada dekade kelima hingga ketujuh. Prevalensi ablasi retina pada emetrop sekitar
0,2%, sedang pada myopia berat (lebih dari minus 10 dioptri) yaitu sekitar 7%.
Distribusi ablasi retina berdasarkan kuadran yaitu 60% di kuadran temporal atas, 155
di kuadran nasal atas, 15% di kuadran temporal bawah dan 10% di kuadran nasal
bawah. Robekan multiple pada retina terjadi pada sekitar 50% mata dengan ablasi
retina.
Klasifikasi
Ablasi retina terbagi atas tiga tipe yaitu:
1. Ablasi retina regmatogenosa
Ablasi retina tipe ini merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Karakteristik
pada ablasi retina regmatigenosa yaitu pemutusan total di lapisan sensorik retina
(retinal break), traksi vitreus dengan derajat bervariasi dan mengalirnya cairan
vitreus ke dalam ruang subretina melalui defek di retina sensorik. Keadaan-
keadaan seperti miopia, afakia, lattice degeneration dan trauma okular
berhubungan dengan tipe ini. Terdapat beberapa morfologi pemutusan retina
tipe regmatogenosa antara lain horseshoe tear yang sering dijumpai pada
kuadran superotemporal, round atrophic hole di kuadran temporal, serta retinal
dialysis yang merupakan robekan sirkumferensial sepanjang ora serata dan
dijumpai pada kuadran inferotemporal.
Gambar horseshoe tear pada retina (panah hitam) dengan ablasi retina.
2. Ablasi retina traksional
Merupakan bentuk kedua tersering. Terjadi akibat tarikan jaringan fibrovaskular
pada badan kaca. Penyebab tersering ablasi retina traksional yaitu retinopati
diabetik proliferatif dan proliferative vitreoretinopathy (PVR). Penyebab lain
yaitu retinopati prematuritas dan trauma mata.
3. Ablasi retina eksudatif
Ablasi yang terjadi karena tertimbunnya eksudat di bawah retina. Penimbunan
cairan subretina (subretinal fluid) sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh
darah retina dan koroid (ekstravasasi). Dapat dijumpai pada keadaan coat’s
disease.
Patogenesis
1. Ablasi retina regmatogenosa
Ablasi retina regmatogenosa terjadi akibat lepasnya sebagian badan kaca dari
permukaan retina (ablasi vitreus posterior, PVD). pada sebagian pasien, saat
terjadi PVD dan menyebabkan terjadinya robekan atau lubang pada retina ketika
vitreus tertarik, menyebabkan cairan vitreus masuk ke subretina (antara lapisan
epitel pigmen dan sensorik retina). Akibatnya terjadi pendorongan retina oleh
cairan vitreus, mengapungkan retina dan terlepas dari lapisan epitel pigmen retina.
Ablasi retina regmatogen terjadi pada mata yang memiliki faktor predisposisi
terjadi ablasi retina. Faktor predisposisi antara lain miop tinggi, pasca retinitis dan
retina yang memperlihatkan degenerasi perifer. Trauma dapat merupakan
pencetus terjadi ablasi pada mata yang telah memiliki faktor predisposisi. Pasien
dengan miop tinggi merupakan kelompok yang beresiko tinggi terjadi ablasi retina
ini. Pasien usia lanjut juga beresiko terjadinya PVD oleh karena adanya kolaps
jaringan makromolekul yang mempertahankan struktur gel cairan vitreus
menyebabkan vitreus menjadi mengecil dan terjadi penarikan vitreoretina.
2. Ablasi retina traksional
Terjadi akibat tarikan jaringan parut pada vitreus. Pada badan kaca terdapat
jaringan fibrosis akibat adanya PDR, trauma atau perdarahan badan kaca.
3. Ablasi retina eksudatif
Terjadi karena tertimbunnya eksudat di bawah retina. Pada keadaan normal, cairan
akan mengalir dari ruang vitreus menuju koroid. Arah aliran ini dipengaruhi oleh
keadaan koroid yang relatif lebih hiperasmolar daripada vitreus, serta epitel
pigmen retina yang aktif memompa ion dan air dari vitreus ke koroid. Bila terjadi
peningkatan cairan atau pengeluaran cairan dari ruang vitreus yang melebihi
kapasitas mekanisme kompensasi, maka akan terjadi akumulasi cairan di subretina
menyebabkan ablasi retina eksudatif. Kelainan ini dapat terjadi pada koroiditis,
tumor retrobulbar, kelainan vaskular (Coat’s disease) atau radang uvea.
Gejala dan tanda klinis
1. Ablasio retina regmatogenosa
Ablasio retina regmatogenosa akan memberikan gejala gangguan penglihatan
yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Selain itu juga
terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan.
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah subtemporal sangat berbahaya
karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada
ablasio retina bila lepasnya mengenai makula lutea.
Pasien dapat melihat adanya floaters yaitu kekeruhan pada vitreous yang
menyebabkan adanya bayangan hitam berbagai bentuk yang tampak pada
lapang pandang pasien.
Pemeriksaan yang teliti biasanya memperlihatkan satu atau lebih pemutusan
retina total misalnya robekan berbentuk tapal kuda, lubang atrofik bundar, atau
robekan sirkumferensial anterior (dialisis retina). Letak pemutusan retina
bervariasi sesuai dengan jenis; robekan tapal kuda paling sering terjadi di
kuadran superotemporal, lubang atrofik di kuadran temporal, dan dialisis
retina di kuadran inferotemporal. Jika terdapat robekan retina multipel, maka
defek biasanya terletak dalam 90 derajat satu sama lain.
Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan yang
menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila bila telah terjadi
neovaskular glaukoma pada ablasi yang telah lama.
2. Ablasio retina eksudatif
Bergantung dari penyebab yang mendasarinya, pasien dapat mengeluhkan
adanya mata merah, penurunan ketajaman penglihatan atau defek pada lapang
pandang, rasa nyeri, dan pupil yang berwarna putih. Pada pemeriksaan fisik
dapat dilihat adanya ablasio retina bulosa dengan cairan subretina yang dapat
berpindah-pindah tergantung pada posisi pasien. Retina memiliki karakteristik
permukaan yang licin dan tidak terlipat-lipat. Segmen anterior dapat
menunjukkan adanya inflamasi atau bahkan rubeosis tergantung penyebab
dasar. Dapat ditemukan juga berbagai kondisi lain yang dapat menyebabkan
ablasio retina eksudatif yaitu inflamasi, kelainan kongenital, neoplastik,
iatrogenik, faktor vaskuler, dan idiopatik.
Permukaan retina yang terangkat akan terlihat sebagai cincin. Pasien akan
mengeluhkan penglihatan yang berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio
ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang
atau hilang.
3. Ablasio retina traksi (tarikan)
Pada sebagian besar kasus, traksi vitreoretina berlangsung tanpa keluhan.
Hilangnya lapang pandang sering berlangsung secara perlahan dan dapat
berlangsung tanpa memburuk selama beberapa bulan sampai tahun. Pasien
dapat mengeluh penglihatan turun tanpa rasa sakit jika terjadi keterlibatan
makula.
Pada pemeriksaan oftalmologi, pada vitreus humour terdapat jaringan fibrosis
yang dapat disebabkan oleh diabetes melitus proliferatif, trauma dan
perdarahan vitreus akibat bedah atau infeksi.
Pelepasan yang terjadi pada retina memiliki bentuk konkaf. Cairan subretina
lebih dangkal dibanding dengan ablasio retina regmatogenesa dan sering tidak
meluas sampai ora serrata. Elevasi retina yang tertinggi terletak pada tempat
terjadinya traksi vitreoretina. Mobilitas retina sangat berkurang dan tidak
terdapat cairan yang dapat berpindah.
Pemeriksaan penunjang
Dengan oftalmologi, dapat dilihat kelainan yang timbul pada retina. Akan tetapi, pada
kondisi dimana oftalmoskopi tidak dapat memberikan gambaran yang jelas, pilihan
pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendapat informasi mengenai
kondisi retina adalah USG. Dengan USG dapat diketahui apakah terjadi ablasio retina.
Dengan USG juga dapat diketahui bila ada ablasio retina yang terjadi tipe
regmatogenesa atau non-regmatogenesa.
Tatalaksana
Pengobatan pada ablasio retina adalah pembedahan. Sebelum pembedahan pasien
dirawat dengan mata ditutup. Pembedahan dilakukan secepat mungkin dan sebaiknya
antara 1-2 hari. Akan tetapi pada ablasio retina-eksudatif, pelepasan retina dapat
hilang apabila penyebab primernya sembuh. Pengobatan untuk ablasio retina
eksudatif harus diutamakan mengobati penyakit primer yang menyebabkan ablasio
retinanya.
Ada 3 prosedur operasi dalam memperbaiki ablasio retina yakni skleral blucking dan
pneumatic retinopeksi.
Skleral Buckling (SB)
Skleral buckling adalah tindakan bedah untuk merekatkan kembali retina yang lepas
ke sklera dengan menggunakan suatu eksplan. Tindakan ini memerlukan penentuan
lokasi tempat lepasnya retina. Selain itu untuk membentuk adhesi antara epitel
pigmen dan retina sensorik, diperlukan tindakan diatermi, kripterapi atau laser.
Pengobatan ditujukan untuk melekatkan kembali bagian retina yang lepas dengan
diatermi dan laser. Diatermi ini dapat berupa diatermi permukaan (surface diatermy)
atau diatermi setengah tebal sklera (partial penetrating diatermy) sesudah reseksi
sklera. Hal ini dapat dilakukan dengan atau tanpa mengeluarkan cairan subretina.
Pengeluaran dilakukan di luar daerah reseksi dan terutama di daerah dimana ablasi
paling tinggi. Paska operasi pasien tidak harus dalam posisi tertentu. Pasien dapat
melakukan aktivitas seperti biasa kecuali aktivitas yang dapat melukai kepala.
Vitrektomi
Vitrektomi adalah suatu prosedur bedah yang bertujuan mengeluarkan sebagian
vitreus humor untuk memberi tempat bagi materi yang akan diinjeksikan ke dalam
mata berupa gas (fluid-gas exchange) atau silikon cair untuk merekatkan kembali
retina ke dasarnya. Pemilihan teknik ini berdasarkan tipe dan penyebab ablasi retina.
Pada teknik ini kepala pasien harus berada dalam posisi tertentu untuk menjaga agar
retina tetap menempel.
Khusus untuk pengobatan ablasio retina akibat tarikan didalam vitreus dilakukan
dengan melepaskan tarikan jaringan parut atau fibrosis di dalam vitreus dengan
tindakan vitrektomi. Terapi primer tersebut dilakukan dengan bedah vitreoretina dan
mungkin melibatkan vitrektomi, pengangkatan membran, skleral buckling, dan
penyuntikan gas intraokular.
Pneumatik retinopeksi
Retinopeksi pneumatik adalah tindakan yang terdiri dari penyuntikan udara atau gas
yang dapat memuai intraokular untuk melakukan tamponade pada retina yang terputus
sementara adhesi korioretina terbentuk. Dilaporkan tingkat keberhasilan perlekatan
ulang sebesar 90%, namun hasil visual bergantung pada status praoperasi makula.
Apabila makula terkena oleh proses ablasio retina, prognosis untuk pemulihan
penglihatan total kurang begitu memuaskan.
Keuntungan dari tindakan ini adalah pasien tidak perlu dirawat inap dan mencegah
komplikasi yang dapat ditimbulkan dengan menggunakan prosedur buckling.
Kerugiannya adalah kepala pasien harus dalam posisi tertentu dalam 7-10 hari, dan
mempunyai tingkat keberhasilan lebih rendah dibandingkan dengan skleral buckle.
MACULAR HOLE
Merupakan keadaan tidak adanya seluruh atau sebagian sensorik retina pada makula.
Gangguan ini terutama terjadi sering pada orang tua, umumnya unilateral. Pada
pemeriksaan biomikroskopik dapat dijumpai hole bentuk bulat atau oval, batas tegas
yang dikelilingi oleh retinal detachment. Terdapat gangguan ketajaman penglihatan.
Patogenesis nya berhubungan dengan traksi korteks vitreoretina. Terapi dapat
dilakukan reattaching dengan vitrektomi. Biasanya dapat meningkatkan ketajaman
penglihatan.
PEMBAHASAN KHUSUS
Diagnosis ablasio retina OD pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien adalah perempuan berusia 37
tahun yang datang dengan keluhan utama penglihatan mata kanan buram mendadak
sejak 4 hari yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan adanya mata merah dan nyeri. Oleh
karena itu keluhan utama pasien dikelompokkan dalam mata tenang visus turun
mendadak. Beberapa diagnosis banding untuk keluhan tersbut antara lain ablasio
retina, neuritis optika, oklusi arteri atau vena sentral, kekeruhan dan perdarahan
vitreus.
Berdasarkan anamnesis, pasien juga mengeluhkan seperti melihat kilatan-kilatan
cahaya serta tampak bintik-bintik hitam, yang menandakan adanya fotopsia dan
floaters. Keluhan fotopsia dan floaters merupakan gejala yang khas pada ablasio
retina. Fotopsia juga merupakan gejala umum pada neuritis optika, sedangkan
floaters juga merupakan gejala umum pada retinopati diabetikum. Perjalanan penyakit
neuritis optika menjadi normal setelah beberapa minggu. Pada pasien, keluhan baru
berjalan selama 4 hari, jadi berdasarkan onset belum dapat disingkirkan. Namun tidak
terdapatnya keluhan nyeri di sekitar mata terutama saat digerakkan, dapat
menyingkirkan neuritis optika.
Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes, yang memungkinkan
terjadinya oklusi arteri dan vena. Keluhan penurunan penglihatan pasien juga tidak
hilang timbul (amaurosis fugaks), sehingga diagnosis oklusi arteri dapat disingkirkan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kanan 1/300 dan mata kiri 1/60.
Penglihatan mata kiri membaik setelah dilakukan koreksi menjadi 6/6. Setelah
dilakukan pinhole pada mata kanan, tidak didapatkan perbaikan visus pada mata
kanan, sehingga dipikirkan kemungkinan penyebab selain kelainan refraksi.
Pemeriksaan RAPD pada mata kanan didapatkan hasil negatif. Hal ini menunjukkan
tidak terdapat kelainan aferen. Hasil funduskopi mata kanan didapakan reflek fundus
positif (menyingkirkan diagnosa perdarahan vitreus) dan retinal detachment pada
bagian temporal. Sehingga diagnosis pada pasien ini yaitu ablasio retina.
Diagnosa macular hole OD pada pasien ditegakkan atas dasar anamnesa adanya
penglihatan yang buram. Pada funduskopi juga didapatkan gambaran macular hole.
Adanya miop yang tinggi pada pasien menyebabkan terjadi tarikan pada korteks
vitreus epiretinal. Tarikan yang terus menerus menyebabkan terjadinya macular hole
di mata kanan serta ablasi retina.
Rencana terapi pada pasien ini yaitu dilakukan vitrektomi, scleral buckling dan
cryotherapy. Vitrektomi bertujuan untuk mengeluarkan sebagian vitreus humor untuk
memberi tempat bagi materi yang akan diinjeksikan ke dalam mata berupa gas (fluid-
gas exchange) yang berupa fluor carbon untuk merekatkan kembali retina ke
dasarnya. Operasi scleral buckling dilakukan dengan tujuan menutup robekan dengan
menekan sklera menggunakan pita yang diletakkan eksternal. Hal ini menghilangkan
traksi vitreus pada lubang retina dan mendekatkan epitel pigmen retina pada retina.
Cryotherapy dilakukan untuk meningkatkan adesi antara retina di sekitar robekan dan
epitel pigmen.
Prognosis pada pasien ini yaitu quo ad vitam, bonam karena ablasi retina tidak
mengancam jira pasien. Quo ad functionam, dubia ad bonam karena waktu terjadinya
ablasi retina pada pasien belum berlangsung lama (4 hari) sehingga besar
kemungkinan penglihatan akan kembali sempurna. Quo ad sanationam, dubia ad
malam karena masih terdapat faktor resiko berupa miop tinggi pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.
2. Ilyas S. Dasar-Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
3. Vaughn, Asbury. General Ophtalmology. Retina: Retinal detachment. 2006
4. Kanski. Clinical Ophtalmology. Retinal Detachment, macular hole. 2005