Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PRESEPSI DOSEN TENTANG TINGKAT KECERDASAN PADA
MAHASISWA TINGKAT III PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
DI POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA
TEGAL TAHUN 2014
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Diploma IV Kebidanan pada Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang
Disusun Oleh :
WIPI SARI AISAH
NIM : 1404053
PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2015
HALAMAN PERSETUJUAN
KTI ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan
Tim penguji KTI Program Studi D IV Kebidanan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada
Semarang
Pembimbing I Pembimbing II
Dyah Ayu Wulandari, S,SiT. M,Keb Ns. Achmad Syaifudin, M.Kep
HALAMAN PENGESAHAN
KTI ini telah dipertahankan di hadapan
Tim penguji KTI Program Studi D IV Kebidanan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada
Semarang
Pada Tanggal
2015
Tim Penguji :
1. Dita Wasthu Prasida, Am.Keb, SKM, M.Kes. epid ...........................................
2. Dyah Ayu Wulandari, S,SiT. M.Keb .........................................
3. Ns. Achmad Syaifudin, M.Kep .........................................
PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG
2015
Karya Tulis Ilmiah, Januari 2015
Wipi Sari Aisah* Dyah Ayu Wulandari** Ns. Achmad Syaifudin***
Persepsi Dosen Tentang Tingkat Kecerdasan Pada Mahasiswa Tingkat III
Program Studi DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal Tahun 2014
xiii + 114 halaman + 4 tabel + 5 bagan + 12 lampiran
Abstrak
Munculnya era globalisasi, telah membuka wawasan dan kesadaran
masyarakat, dengan sejumlah harapan sekaligus kecemasan. Harapan-harapan ini
muncul karena ada perbaikan kualitas hidup dan kehidupan di satu sisi sebagai
akibat penguasaan ilmu pengetahuan dan IPTEK serta informasi dan teknologi
(INFOTEK), sehingga untuk menghadapi era globalisasi ini seorang individu
harus memiliki kualitas sumber daya yang tinggi (Mukhtar, 2012:h 1)
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi secara mendalam tentang
gambaran persepsi dosen tentang tingkat kecerdasan pada mahasiswa tingkat III
DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal tahun 2014
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif,
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, Penelitian ini
menggunakan metode purposive sampling, Jumlah partisipan dalam penelitian ini
tidak ada batasnya tetapi memiliki karakteristik sesuai dengan tujuan penelitian
dan kriteria yang sesuai.
semua dosen di DIII Kebdianan Politeknik Harapan Bersama Tegal sudah
tahu tentang IQ, EQ,SQ dan sudah menerapkan kepada mahasiswanya.
semua dosen di DIII Politeknik Harapan bersama tegal sudah tahu cara
meningkatkan IQ, EQ, SQ pada mahasiswanya.
Kata kunci : Persepsi Dosen dan Tingkat Kecerdasan
Kepustakaan : 15( 2004-2014)
* : Mahasiswa STIKES Karya Husada Semarang
** : Dosen STIKES Karya Husada Semarang
*** : Dosen STIKES Karya Husada Semarang
DIV MIDWIFERY STUDY PROGRAM
HEALTH SCIENCE COLLEGE OF KARYA HUSADA SEMARANG 2015
Scientific Paper, January 2015
Wipi Sari Aisah*, Dyah Ayu Wulandari**, Ns Achmad syaifudin***
Lecturer perception About The Intelligence On Student Level DIII Midwifery
Studies Program at the Politeknik Harapan Bersama Tegal 2014
xiii + 114 pages + 4 table + 5 chart + 12 attachments
Abstract
The advent of the era of globalization , has opened insight and
awareness , with some hope and anxiety . These expectations arise because there
is improvement in the quality of life and life on the one hand as a result of the
mastery of science and science and technology and information and technology (
INFOTEK ) , so as to face the globalization era is an individual must have a high-
quality resources ( Mukhtar , 2012: h 1 )
This study aims to explore in depth about the picture faculty perceptions
about the level of intelligence on third level students in the Diploma III Midwifery
Politeknik Harapan Bersama Tegal 2014
The method used in this study is a qualitative study using a
phenomenological approach , this study used purposive sampling method ,
number of participants in this study there is no limit but have characteristics
consistent with the research objectives and criteria .
all lecturers in DIII Midewifery Politeknik Harapan Bersama Tegal
already know about IQ , EQ , SQ , and have applied to students .
all lecturers at the Polytechnic Diploma Hope along tegal already know
how to increase IQ , EQ , SQ on students .
keywords : Lecturer Perception and Intelligence Quotient
Bibliography : 15( 2004-2014)
* : student at STIKES Karya Husada Semarang
** : Lecturer at STIKES Karya Husada Semarang
*** : Lecturer at STIKES Karya Husada Semarang
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur Penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT.
Karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dan
melengkapi syarat dalam menempuh program pendidikan Diploma IV Kebidanan
di Sekolah Tinggi Kesehatan Karya Husada Semarang. Adapun judul Karya Tulis
Ilmiah ini adalah “Presepsi Dosen Tentang Tingkat Kecerdasan Pada Mahasiswa
Tingkat III Program Studi DIII Kebidanan Di Politeknik Harapan Bersama Tegal
Tahun 2014”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini, kususnya kepada :
1. Ns. Fery Agusman MM, SKM, M.Kep, Sp.Kom, selaku Ketua Stikes Karya
Husada Semarang.
2. Dyah Ayu Wulandari, S.SiT, M.Keb, selaku Ka. Prodi D IV Kebidanan dan
selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dalam
menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
3. Ns. Achmad Syaifudin, M.Kep, selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dalam menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah
ini.
4. Dosen dan staf yang telah banyak memberikan wawasan keilmuan selama
Penulis menempuh pendidikan di Stikes Karya Husada Semarang.
5. Teruntuk orang tua tercinta, ayahanda Casgiyono,SH dan ibunda Saripah,
S.SiT yang telah memberikan dukungan baik material maupun spiritual.
6. Buat kaka ku Bima Afriadi Yudistiyono Amd dan adik ku tersayang Bekti
Nur Cahyono yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
7. Buat calon imamku Amin SE, yang selalu memberikan dukungan dan
semangat.
8. Teman-teman yang telah membantu penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, karena itu penulis berterima kasih atas kritik dan saran yang
diberikan demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Semarang, 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR................................................................................ vi
DAFTAR ISI.............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL...................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN.................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................... 1
B. Fokus Penelitian.................................................................... 6
C. Rumusan Masalah................................................................. 6
D. Tujuan Penelitian................................................................. 6
E. Manfaat Penelitian................................................................ 7
F. Originalitas Penelitian........................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka.................................................................... 10
B. Kerangka Teori...................................................................... 55
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian..................................................... 56
B. Waktu dan Tempat Penelitian.................................................. 57
C. Definisi Istilah....................................................................... 57
D. Partisipan ............................................................................. 58
E. Instrumen Penelitian............................................................... 59
F. Tekhnik Pengumpulan Data..................................................... 61
G. Cara Pengolahan Data............................................................ 65
H. Analisis Data......................................................................... 68
I. Kredibilitas Data...................................................................... 69
J. Etika Penelitian........................................................................ 72
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian....................................................................... 74
B. Pembahasan............................................................................ 98
C. Keterbatasan penelitian......................................................... 110
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan................................................................................. 111
B. Saran ...................................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Originalitas Penelitian.................................................................... 8
Tabel 3.1 Definisi Istilah................................................................................ 58
Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan ................................................................. 76
Tabel 4.2 Analisa Data................................................................................... 90
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Proses Terjadinya Persepsi......................................................... 16
Bagan 2.2 Proses Penerimaan Stimulus....................................................... 17
Bagan 2.3 Proses Penerimaan Stimulus....................................................... 17
Bagan 2.4 Kerangka Teori............................................................................ 55
Bagan 3.1 Skema Teknik Analisis Data........................................................ 67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Permohonan Penelitian
Lampiran 2 : Surat Balasan Izin Penelitian
Lampiran 3 : Panduan Wawancara Mendalam Pada Informan Utama
Lampiran 4 : Panduan Wawancara Mendalam Pada Triangulasi
Lampiran 5 : Transkrip wawancara dengan partisipan
Lampiran 6 : Transkrip wawancara dengan triangulasi
Lampiran 7 : Surat permohonan menjadi partisipan
Lampiran 8 : Surat persetujuan menjadi partisipan
Lampiran 9 : Jadwal penelitian
Lampiran 10 : Dokumentasi
Lampiran 11 : Lembar oponen
Lampiran 12 : Lembar konsultasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Munculnya era globalisasi, telah membuka wawasan dan kesadaran
masyarakat, dengan sejumlah harapan sekaligus kecemasan. Harapan-
harapan ini muncul karena ada perbaikan kualitas hidup dan kehidupan di
satu sisi sebagai akibat penguasaan ilmu pengetahuan dan IPTEK serta
informasi dan teknologi (INFOTEK), sehingga untuk menghadapi era
globalisasi ini seorang individu harus memiliki kualitas sumber daya yang
tinggi (Mukhtar, 2012:h 1).
Pembelajaran masyarakat menuntut instansi pendidikan baik secara
internal maupun eksternal. Secara internal, pendidikan yang bertumpu
pada sekolah melakukan persiapan dan pembenahan, baik dari segi sarana
prasarana, pembiayaan dan manajemen sedangkan secara eksternal,
pendidikan yang bertumpu disuatu institusi secara mutlak tidak mampu
melakukan fungsi-fungsi manajerialnya sendiri, hal ini disebabkan karena
keterbatasan, baik dari segi manajemen, profesionalitas pendidik, tingkat
penugasan metodologis pengajaran, serta pembiayaan. Maka dari itu untuk
memenuhi semua kebutuhan maka setiap instansi pendidikan harus
meningkatkan kualitas salah satunya kualitas pendidik(Mukhtar,2012:h 2).
Mengingat kualitas pendidik, kepribadian seorang pendidik pun
mempunyai pengaruh langsung dan komulatif terhadap hidup dan
kebiasaan-kebiasaan belajar para siswa. Yang dimaksud kepribadian disini
meliputi pengetahuan, ketrampilan, ideal dan sikap, dan juga presepsi yang
dimilikinya tentang orang lain (Hamalik, 2012:h 34).
Sejumlah percobaan menguatkan kenyataan bahwa banyak sekali
yang dipelajari siswa dari tenaga pendidiknya. Para siswa menyerap sikap-
sikap tenaga pendidiknya, merefleksikan perasaan-perasaannya dan
mengutip pernyataan-pernyataanya. Pengalaman menunjukan bahwa
masalah –masalah seperti motivasi, disiplin, tingkah laku, sosial, prestasi,
dan hasrat belajar yang terus- menerus itu semuanya bersumber dari
kepribadian tenaga pendidik (Hamalik, 2012:h 35).
Lembaga pendidikan merupakan peranan yang sangat penting
dalam rangka pengingkatan SDM yang berkualitas. Salah satu indikator
lembaga pendidikan yang berkualitas adalah berawal dari tenaga pendidik
yang profesional sehingga menghasilkan peserta didik yang berprestasi.
Melalui prestasi belajar peserta didik dapat mengetahui kemajuan-
kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar (Mukhtar, 2012:h 6).
Belajar sesungguhnya adalah proses mental dan intelektual yang
keberhasilanya dipengaruhi oleh banyak faktor. Proses belajar dikatakan
sukses apabila peserta didik terjadi prubahan perilaku yang menyangkut
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Sukardi, 2013: h 12).
Belajar mengandung pengrtian terjadinya perubahan dari presepsi
dan perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku, misalnya pemuasan
kebutuuhan masyarakat dan pribadi secara lengkap. ( Hamalik, 2012:h 45)
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-
fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian kecerdasan bukan
dipengaruhi oleh intelegensi quetion (IQ) saja, tetapi ada faktor lain yang
mempengaruhinya (Sukardi, 2013: h 14).
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting
dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa.
Semakin tinggi intelegensi seorang individu, semakin besar peluang
individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya semakin rendah
tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai
kesuksesan belajar. Sebagai faktor psikologi yang penting dalam mencapai
kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang
kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon tenaga pengajar yang
profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan anak
didiknya (Sukardi, 2013: h 15).
Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional saling
melengkapi satu sama lain dalam proses belajar. Keseimbangan antara
kedua keceerdasan ini merupakan kunci keberhasilan belajar peserta didik
disuatu lembaga pendidikan karena kecerdasan intelektual tidak akan
berfungsi dengan baik tanpa adanya partisipasi penghayatan emosional
terhadap mata pelajaran yang disampaikan. Hal ini membuktikan bahwa
tanpa adanya kecerdasan emosi, seseorang tidak akan dapat menggunakan
kemampuan kognitifnya secara optimal sesuai dengan potensi yang
dimilikinya (Dede, 2013: h 3).
Kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang akan membantu dalam
penggunaan pikiran dan perasaanya untuk menyelesaikan semua
pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab dengan baik, sehingga prestasi yang
diharapkan dapat tercapai dengan hasil yang optimal (Dede, 2013: h 3).
Menurut Zohar dan Marshall dalam buku Wardi, 2010: h 65 ,
Faktor yang lebih penting untuk meraih prestasi belajar yang baik selain
faktor kecerdasan emosi (EQ) adalah kecerdasan spiritual (SQ) karena
dengan kecerdasan spiritual seseorang akan mampu mengoptimalkan
kecerdasan yang lain.
Kecerdasan spiritual juga merupakan kecerdasan tertinggi manusia
yang berperan sebagai landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara
efektif. Artinya IQ memang penting peranya dalam kehidupan manusia
agar manusia mampu memanfaatkan teknologi secara efesiensi dan efektif.
Peran EQ juga penting dalam membangun hubungan antar manusia yang
efektif dan juga dapat meningkatkan kinerja, namun tanpa SQ yang
mengajarkan nilai-nilai kebenaran maka keberhasilan itu hanyalah akan
menghasilkan masalah baru (Dede, 2013: h 3).
Dosen yang profesional dapat menyeimbangkan antara IQ, EQ dan
SQ pada mahasiswanya sehingga ketiga kecerdasan tersebut dapat
seimbang.
Kecerdasan intelegensi hanya menyumbang 20% dari kesuksesan ,
sedangkan 80% nya sumbangan dari faktor lain dan SQ lah yang
mengajarkan nilai-nilai kebenaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kecerdaasan spiritual ini selain bisa membawa seseorang ke puncak
kesuksesan dan memperoleh ketentraman diri, juga dapat melahirkan
karakter-karakter yang mulia di dalam diri manusia. (dalam penelitian
dede hernawati yang berjudul hubungan kecerdasan emosi dan kecerdasan
spiritual dengan prestasi belajar mahasiswa tingkat II program studi DIII
kebidanan)
Data yang peneliti ambil dari agenda tahunan di Prodi DIII
Kebidanan Politeknik Harapan Bersama Tegal terdapat peningkatan
jumlah mahasiswa yang terhambat wisudanya dikarenakan tugas yang
tidak selesai, dimana pada tahun 2012 terdapat 7 mahasiswa sedangkan
pada tahun 2013 terdapat 24 mahasiswa yang terhambat wisudanya.
Studi pendahuluan yang telah diakukan di Prodi DIII Kebidanan di
Politeknik Harapan Bersama Tegal. Diperoleh data dari hasil wawancara
pada 3 tenaga pendidik bahwa 2 dari 3 tenaga pendidik belum mengetahui
secara jelas pentingnya menyeimbangkan antara IQ, EQ dan SQ. Dimana
2 tenaga pendidik yang kurang mengetahui pentingnya menyeimbangkan
antara IQ, EQ, SQ mereka hanya tahu pengertianya saja tanpa tahu makna
dari pentingnya menyeimbangkan tingkat kecerdasan mahasiswanya.
Fenomena tersebut dapat diketahui bagaimana tenaga pendidik
dapat menyeimbangkan antara IQ, EQ dan SQ pada peserta didik yang
diajarnya. Dengan harapan peningkatan kualitas SDM dapat berjalan
maksimal.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “persepsi dosen tentang tingkat kecerdasan pada
mahasiswa tingkat III program studi DIII Kebidanan di Politeknik
Harapan Bersama Tegal Tahun 2014.
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini akan difokuskan pada penggalian persepsi dosen
tentang :
1. Pengetahuan IQ, EQ, SQ
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi IQ, EQ, SQ
3. Ciri-ciri mahasiswa yang memiliki IQ, EQ, SQ tinggi
4. Peran tingkat kecerdasan dalam kehidupan
5. Cara meningkatkan kecerdasan pada mahasiswa tingkat III DIII
Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal Tahun 2014.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang
ada diteliti dan dirumuskan dalam penelitian ini adalah :” Bagaimanakah
persepsi tenaga pendidik tentang tingkat kecerdasan pada mahasiswa
tingkat III DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal tahun
2014?”
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi secara mendalam
tentang gambaran persepsi dosen tentang tingkat kecerdasan pada
mahasiswa tingkat III DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama
Tegal tahun 2014.
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan persepsi dosen tentang IQ, EQ, SQ pada mahasiswa
DIII Kebidanan Tingkat III DIII Kebidanan di Politeknik Harapan
Bersama Tegal tahun 2014.
b. Mengeksplorasi persepsi dosen tentang cara meningkatkan IQ,
EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III DIII kebidanan di Politeknik
Harapan Bersama Tegal.
c. Mengeksplorasi persepsi dosen tentang hambatan meningkatkan
IQ, EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III DIII kebidanan di
Politeknik Harapan Bersama Tegal.
E. Manfaat
1. Bagi tenaga pengajar
Hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang IQ, EQ, SQ pada
mahasiswa tingkat III DIII Kebidanan. Sehingga tenaga pengajar dapat
lebih mengetahui permasalahan pada mahasiswa.
2. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini memberikan pengalaman nyata dalam
melaksanakan penelitian sederhana secara ilmiah dalam rangka
mengembangkan diri dan melaksanakan fungsi bidan sebagai peneliti.
3. Bagi instasi tempat penelitian
Hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang IQ, EQ, SQ pada
mahasiswa, agar tenaga pengajarnya lebih memperhatikan IQ, EQ, SQ
sehingga pendidika di Indonesia khususnya pendidikan kebidanan bisa
lebih maju.
4. Bagi instansi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk menjadi bahan
referensi bagi mahasiswa dan sebagai masukan untuk lebih
meningkatkan kualitas serta mutu pendidikan.
F. Originalitas penelitian
Tabel 1.1 Originalitas penelitian
No Nama
Peneliti dan
Tahun
Penelitian
Judul Metodologi
Penelitian
Perbedaan
1.
2
Diptasari
Wibawanti,
2013
Khairi Wardi,
2010
Persepsi dan
perilaku
mahasiswa
dalam
pendidikan
karakter di
fakultas
keguruan dan
ilmu pendidikan
universitas
sebelas maret
Hubungan
antara
kecerdasan
spiritual dengan
motivasi
berprestasi pada
santri pondok
pesantren Al
Asma’ul Husna
NW Tanak Beak
Menggunak
an
pendekatan
deskriptif
kualitatif
dengan
tehnik
sampling
purposive
sampling.
Menggunak
an
penelitian
analitik dan
desain
penelitian
cross
secsional
Dahulu:
1. Tempat di FKIP
UNS
2. Partisipan
mahasiswa
Sekarang:
1. Tempat :
Politeknik
Harapan Bersama
Tegal
2. Partisipan dosen
Dahulu:
1. Responden :
santri kelas
I,II,III MTS dan
MA pondok
pesantren Al-
Asma’ul husna
NW Tanah beak
barat lombok
tengah.
3
Dede
Hernawati,
2013
Barat Lombok
Tengah.
Hubungan
kecerdasan
Emosi dan
Kecerdasan
Spiritual dengan
prestasi belajar
mahasiswa
tingkat II
Program Studi
DIII Kebidanan
Stikes Karya
Husada
Semarang
Menggunak
an jenis
penelitian
deskriptif
korelasi dan
desain
penelitian
cross
sectional
Sekarang :
1. responden :
mahasiswa
tingkat III
program studi
DIII Kebidanan
Politeknik
harapan
bersama tegal.
Dahulu :
1. Menggunakan
penelitian
kuantitatif
2. Responden :
mahasiswa
tingkat II Prodi
DIII Kebidanan
STIKES Karya
Husada
Semarang.
Sekarang :
1. Menggunakan
penelitian
kualitatif
2. responden :
mahasiswa
tingkat III
program studi
DIII Kebidanan
Politeknik
harapan
bersama tegal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Persepsi
a. Pengertian
Persepsi merupakan salah satu aspek kognitif manusia
yang sangat penting, yang memungkinkanya untuk mengetahui
dan memahami dunia sekelilingnya. Tanpa persepsi yang
benar, manusia mustahil dapat menangkap dan memaknai
berbagai fenomena, informasi atau data yang senantiasa
mengitarinya. Demikian juga halnya dengan kehadiran peserta
didik di suatu institusi, tidak akan mendapatkan manfaat yang
berarti dari informasi atau materi pelajaran yang disampaikan
tenaga pengajar, atau mungkin malah menyesatkan, tanpa
adanya persepsi yang benar (Desmita, 2014:h 116).
Persepsi merupakan sebuah istilah yang sudah sangat
familiar didengar dalam percakapan sehari-hari. Istilah
PERSEPSI berasal dari bahasa inggris “precepcion”, yang
diambil dari bahasa latin “preceptio”, yang berarti menerima
atau mengambil. Dalam kamus inggris indonesia, kata
preception diartikan dengan “penglihatan” atau “tanggapan”
(Echols&shadily, 1997) dalam buku (Desmita, 2014:h 117).
10
Preception dalam pengertian sempit adalah
“penglihatan”, yaitu bagaimana cara seseorang melihat sesuatu,
sedangkan dalam arti luas, preception adalah “pandangan”,
yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan
sesuatu. Chaplin (2002) dalam buku (Desmita, 2014:h 117)
mengartikan persepsi sebagai “proses mengetahui atau
mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera.
Tetchener mengatakan bahwa persepsi adalah satu
kelompok pengindraan dengan penambahan arti-arti yang
berasal dari pengalaman dimasa lalu. Variabel yang
menghalangi atau ikut campur tangan yang berasal dari
kemampuan organisme untuk melakukan perbedaan diantara
perangsang-perangsang (Pieter, 2010: h 39).
Menurut pandangan psikologi kontemporer, persepsi
secara umum diperlakukan sebagai satu variabel campur tangan
(variabel intervening) yang tergantung pada faktor-faktor
motivasional. Maka arti suatu objek atau kejadian objektif
ditentukan oleh kondisi perangsang atau faaktor organisme.
Dengan alasan ini, maka persepsi mengenai dunia oleh pribadi
ditanggapi berbeda-beda, karena individu menanggapinya
berdasarkan aspek-aspek situasi yang memberikan arti khusus
kepada dirinya (Pieter, 2010: h 39).
Secara umum persepsi adalah proses mengamati dunia
luar yang mencangkup perhatian, pemahaman, dan pengenalan
objek-objek atau peristiwa. Biasanya persepsi diorganisasikan
kedalam bentuk (figure), dasar(ground), garis bentuk(garis
luar, kontur) dan kejelasan (Pieter, 2010: h 40).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Menurut (Pieter, 2010: h 40) Secara umum, adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu:
1) Minat, artinya semakin tinggi minat seseorang terahadap
suatu objek atau peristiwa, maka semakin tinggi juga
minatnya dalam memersepsikan objek atau peristiwa.
2) Kepentingan, artinya semakin dirasakan penting terhadap
suatu objek atau periwtiwa tersebut bagi diri seseorang,
maka semakin peka dia terhadap objek-objek persepsinya.
3) Kebiasaan, artinya objek atau peristiwa semakin sering
dirasakan seseorang, maka semakin terbiasa dirinya di
dalam membentuk persepsi.
4) Konstansi, artinya adanya kecenderungan seseorang untuk
selalu melihat objek atau kejadian secara konstan
sekalipun sebenarnya itu bervariasi dalam bentuk, ukuran,
warna, dan kecemerlangan.
c. Bentuk-bentuk persepsi
Dalam buku Pieter, 2010:h 40 bentuk-bentuk persepsi ada 3
yaitu :
1) Persepsi jarak
Persepsi jarak sebelumnya ,merupakan suatu teka-teki
bagi teoritis persepsi, karena cenderung dianggap sebagai
apa yang dihayati oleh indra perorangan yang berkaitan
dengan bayangan dua dimensi. Akhirnya ditemukan
bahwa stimulus visual memiliki ciri-ciri yang
berhubungan dengan jarak pengamatan. Atau lebih dikenal
dengan istilah isyarat jarak (distance cues).sebagian faktor
ini hanya ada bila suatu penglihatan dipandang dengan
kedua mata (isyarat binokuler) dan sebagian lagi ada
dalam stimulus pada tiap mata (isyarat monokuler).
Persepsi jarak menjadi lebih rumit karena sangat
tergantung pada sejumlah besar faktor.
2) Persepsi gerakan
Gibson dkk, mengatakan bahwa isyarat persepsi gerakan
ada dilingkungan sekitar manusia. Kita melihat sebuah
benda bergerak karena benda itu bergerak, sebagian
menutupi dan sebagian lagi tidak menutupi latar
belakangnya yang tak bergerak. Kita juga akan melihat
benda-benda bergerak ketika berubah jarak. Kita melihat
bagian baru ketika bagian lain hilang dari pandangan. Jadi
tidak peduli apakah pandangan mata kita mengikuti benda
yang bergerrak atau pada latar belakangnya. Suatu hal
akan menjadi menarik jika meninggalkan isyarat yang
ambigius sehingga dapat memungkinkan terjadinya
kekeliruan dalam memersepsi.
3) Persepsi kedalaman
Persepsi kedalaman dimungkinkan akan muncul melalui
penggunaan isyarat-isyarat fisik, seperti akomodasi,
konvergensi dan disparitas selaput jala dari mata dan juga
disebabkan oleh isyarat-isyarat yang dipelajari dari
prespektif linier dan udara interposisi atau meletakan
ditengah-tengah, dimana ukuran relatif dari objek dalam
penjajaran, bayangan, ketinggian tekstur, atau susunan.
d. Mekanisme dalam persepsi
Persepsi meliputi suatu interaksi rumit yang melibatkan
setidaknya tiga komponen utama yaitu: seleksi, penyusunan,
dan penafsiran.
1) Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap
stimulus, dalam proses ini, struktur kognitif yang telah ada
dalam kepala akan menyeleksi, membedakan data yang
masuk dan memilih data mana yang relevan sesuai dengan
kepentingan dirinya. Jadi seleksi preseptual ini tidak hanya
bergantung pada determinan-determinan utama dari
perhatian, seperti: intensitas (intensity), kualitas (quality),
kesegeraan (suddenness), kebaruan (novelty), gerakan
(movement), dan kesesuaian (congruity) dengan muatan
kesadaran yang telah ada melainkan juga bergantung pada
minat, kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang dianut.
e. Proses terjadinya persepsi
Menurut (Walgito, 2004: h 71) Proses terjadinya
persepsi dapat dijelaskan sebagai berikut: objek menimbulkan
stimulu, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor.
Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses
kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat
indra diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini yang
disebut sebagai proses psikologis. Kemudian terjadilah proses
diotak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari
apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba.
Proses yang terjadi didalam otak atau dalam pusat
kesadaran inilah yang disebut sebagai proses psikologis.
Dengan demikian apat dikemukakan bahwa taraf terakhir dari
proses persepsi ialah individu menyadari tentang misalnya apa
yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba,
yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera. Proses ini
merupakan proses terakhir dari persepsi dan merupakan proses
persepsi sebenarnya. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat
diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk.
Dalam proses persepsi individu tidak hanya dikenai
oleh satu stimulus saja, tetapi individu dikenai berbagai macam
stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan disekitarnya. Namun
demikian tidak semua stimulus mendapatkan respon dari
individu untuk dipersepsi. Secara skematis hal tersebut dapat
dikemukakan sebagai berikut:
St St St St
RESPON
Fi Fi Fi Fi
Bagan 2.1 Proses Terjadinya Persepsi
Sumber : Walgito( 2004)
Keterangan :
St : Stimulus (Faktor Luar)
Fi : Faktor Intern (Faktor Dalam, Termasuk Perhatian )
Sp : Struktur Pribadi Individu
Skema tersebut memberikan gambaran bahwa individu
menerima bermacam-macam stimulus yang datang dari
lingkungan. Tetapi tidak semua stimulus akan diperhatikan.
Individu mengadakan seleksi terhadap stimulus yang
SP
menanganinya, dan di sini berperanya perhatian. Sebagai
akibat dari stimulus yang dipilihnya dan diterima oleh
individu, individu menyadari dan memberikan respon sebagai
reaksi terhadap stimulus tersebut. Skema tersebut dapat
dilanjutkan sebagai berikut:
L S O R L
Bagan 2.2 Proses Penerimaan Stimulus
Sumber : Walgito( 2004)
L : Lingkungan
S : Stimulus
O : Organisme atau Individu
R : Respon atau reaksi
Atau dapat pula digambarkan dalam bentuk lain
sebagai berikut:
L S R L
Bagan 2.3 Proses Penerimaan Stimulus
Sumber : Walgito( 2004)
L : Lingkungan
S : Stimulus
R : Respon
2. Tenaga pendidik (dosen)
a. Pengertian
Dosen (tenaga pendidik) adalah pendidik sebagai agen
pembelajaran (learning agen) dengan memiliki peran sebagai
fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar
bagi peserta didik ( Mukhtar, 2012:h 289).
Undang-undang guru dan dosen No 14 Tahun 2005
menetapkan kualifikasi dosen harus S2, Undang-undang ini
ditegaskan oleh permenpan No 17 Tahun 2013 bahwa dosen
wajib S2.
Tenaga pendidik menyandang tugas yang amat penting,
baik di dalam kelas maupun di luar kelas, dalam bentuk
pengabdian. Sekurang-kurangnya ada tiga tugas utama tenaga
pendidik yaitu tugas mengajar, tugas mendidik dan melatih.
Mendidik berarti mengembangkan dan meneruskan nilai-nilai
hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mangambangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sementara melatih berarti
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan para mahasiswa
(Mukhtar, 2012:h 289).
Sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi,
dimensi pengetahuan semakin meluas. Maka tenaga pendidik
yang profesional dituntut untuk mampu mengatasi
perkembangan itu dengan meningkatkan profesionilitasnya.
Tenaga pendidik yang profesional seharusnya dapat
menyeimbangkan kecerdasan intelegensi, kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual pada anak didiknya, tidak
hanya terfokus pada kecerdasan intelegensinya saja (Mukhtar,
2012:h 291).
b. Tenaga pendidik/dosen sebagai profesi
Bicara masalah profesi dalam dunia pendidikan tidak
bisa dilepaskan dengan konsepsi profesi pendidik. Dimana
beberapa alasan sehingga seseorang mengambil keputusan
untuk menjadi pendidik. (Mukhtar, 2012:h 291)
Tugas yang mulia seorang pendidik juga berhadapan
dengan seperangkat komponen yang terkait dan mempunyai
hubungan yang sangat penting dalam mendidik, untuk menuju
pada satu titik optimal dari pengembangan segala potensi yang
dimiliki anak didik, dalam rangka menciptakan kondisi
profesional bagi para pendidik, maka harus dilakukan beberapa
hal yang berhubungan dengan keprofesionalan itu.
Pendidik/guru yang profesional tentu harus memiliki
keahlian/ketrampilan tertentu (Mukhtar, 2012:h 291).
Tenaga pendidik/dosen menurut paradigma baru bukan
hanya bertindak sebagai penyampai informasi, pengalihan ilmu
pengetahuan, tetapi sebagai motivator dan fasilitator proses
belajar. Maksudnya dengan proses belajar merupakan realisasi
atau aktualisasi sifat-sifat alami pada manusia, yaitu aktualisasi
potensi-potensi manusia agar dapat mengimbangi kelemahan
pokok yang dimilikinya, yaitu sifat suka lupa, sehingga
seharusnya tenaga pendidik tidak hanya fokus meningkatkan
kecerdasan intelegensi saja, tetapi fokus juga terhadap
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualnya sehingga
kecerdasan anak didik menjadi seimbang
(Mukhtar,2012:h291).
Sikap mental positif, kreatif dan motivasi sangat
diperlukan bagi tanaga yang berjiwa besar, yang mempunyai
peranan tidak hanya sebagai penyampai ilmu pengetahuan
didepan kelass, tetapi juga memegang peranan kepemimpinan
dan pembaharuan dalam masyarakat, dimana mereka bekerja
dalam usaha memberikan pelayanan yang diinginkan dan
dibutuhkan oleh siswa dan masyarakat (Mukhtar,2012:h 292).
Dilihat dari sudut pandang herarki profesi tenaga
kependidikan dapat dijelaskan bahwa:
1) Tenaga profesional, yaitu tenaga kependidikan yang
berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan minimal S1
atau yang setara, dan memiliki wewenang penuh dalam
perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengendalian
pendidikan pengajaran dan berwenang membina tenaga
kependidikan yang lebih rendah jenjang profesinya.
2) Tenaga semi profesional yaitu tenaga kependidikan yang
berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D3 atau
yang setara, yang telah berwenang mengajar secara
mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan
tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang
profesionalnya, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan,
penilaian maupun pengendalian pengajaran
3) Tenaga profesional yaitu tenaga kependidikan yang
berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan dibawah
D2 ke bawah, yang memerlukan pembinaan dalam
perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengendalian
pendidikan dan pengajaran.
(Mukhtar, 2012:h 292)
c. Proses peningkatan profesionalitas tenaga pendidik
Proses peningkatan profesionalitas tenaga pendidik
dapat dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Penataran tenaga pendidik di berbagai jenjang pendidikan
dimana hal ini telah menjadi kebijakan pemerintah untuk
meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik
2) Peningkatan profesionalisme tenaga pendidik masa depan
perlu memanfaatkat pendekatan yang bersifat kolaboratif.
Yaitu model peningkatan yang mengacu pada penelitian
atau dikenal dengan colaborative action research ( CAR )
3) Memanfaatkan forum seperti MGMP(Musyawarah guru
mata pelajaran)untuk mengembangkan profesionalitas
baru.
(Mukhtar, 2012:h 293)
d. Tenaga pendidik harus profesional dalam mendesain
pembelajaran
1) Tenaga pendidik bertanggung jawab menyiapkan sumber
daya manusia (SDM) yang berkualitas, beriman, bertaqwa,
dan berilmu pengetahuan serta memahami teknologi.
2) Tenaga pendidik bertanggung jawab bagi kelangsungan
hidup suatu bangsa, menyiapkan seorang pelajar untuk
menjadi seorang pemimpin masa depan. Study today
leader tomorrow.
3) Tenaga pendidik bertanggung jawab atas keberlangsungan
budaya dan beradapan suatu generasi. Change of attitude
and behavior.
(Mukhtar, 2012:h 293)
e. Profesionalisme tenaga pendidik/dosen
Profesi dosen adalah tenaga profesi dimana termasuk
tenaga kependidikan yang sesuai dengan bidang keahlianya.
Tenaga pendidik bertugas melaksanakan administrasi,
pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis
untuk menunjang proses pendidikan (Mukhtar, 2012:h 295).
Implementasi kemampuan profesional tenaga pendidik
hendaknya mampu meningkatkan peran tenaga pednidik
sebagai : informator, fasilitator, organisator, motivator,
inisiator, mediator, transmitor, dan evaluator sehingga mampu
mengembangkan kompetensinya (Mukhtar, 2012:h 295).
Menurut Mukhtar (2012:h 296) tenaga pendidik yang
profesional adalah mereka yang memiliki kemampuan
profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik.
Studi yang dilakukan oleh ace suryani menunjukan bahwa guru
yang bermutu dapat diukur dengan lima indikator:
1) Kemampuan professional, sebagaimana terukur dari
ijazah, jenjang pendidikan, jabatan, dan golongan serta
pelatihan.
2) Upaya profesional, sebagaimana terukur dari kegiatan
mengajar, pengabdian dan penelitian.
3) Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional,
sebagaimana terukur dari masa jabatan, pengalaman
mengajar.
4) Kesesuaian antara kehalian dan pekerjaanya, sebagaimana
terukur dari mata pelajaran yang diampu apakah telah
sesuai dengan sepesialisasinya atau tidak.
5) Tingkat kesejahteraan, sebagaimana terukur dari upah,
honor, atau penghasilan rutinya. Tingkat kesejahteraan
yang rendah mendorong pendidik untuk melakukan kerja
sambilan, dan apabila kerja sambilan lebih sukses, bisa
jadi profesi pendidik hanya sebagai profesi sambilan saja.
Cara belajar ssiswa yang berbeda-beda, memerlukan
cara pendekatan pembelajaran yang berbeda. Tenaga pendidik
harus memprgunakan berbagai pendekatan agar siswa tidak
cepat bosan. Kemampuan tenaga pendidik untuk melakukan
berbagai pendekatan dalam belajar perlu diasah dan
ditingkatkan. Jangan cepat puas tetapi lihat hasil yang diapat
setelah mengajar (Mukhtar, 2012:h 299).
Tenaga pendidik perlu membekali diri dengan
pengetahuan tentang psikologi dalam menghadapi siswa yang
beraneka ragam dan berkarekter karena tugas tenaga pendidik
tidak hanya mengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik yang
akan membentuk jiwa dan kepribadian siswa (Mukhtar, 2012:h
299).
Tenaga pendidik juga sebaiknya tidak hanya sekedar
tahu saja tentang Psikologi siswa nya tetapi sebagai tenaga
pendidik sebaiknya memahami psikologi anak didiknya
sehingga akan lebih memudahkan dosen dalam mengetahui
karakter anak didiknya dalam segi kecerdasan emosional dan
spiritualnya, sehingga pembelajaran dapat diserap sesuai yang
diharapkan (Oemar, 2012:h 3).
Tenaga pendidik yang profesional amat berarti bagi
pembentukan karakter SDM yang unggul (Mukhtar,2012:h
296).
f. Etika profesi tenaga pendidik/dosen
Tenaga pendidik dalam menjalankan profesinya yang
erat dengan nilai moral dalam melakukan trensformasi ilmu
pengetahuan kepada peserta didik. Maka sebagai tenaga
pendidik seharusnya memiliki etika dalam menjalankan
profesinya (Mukhtar, 2012:h 300).
Etika profesi guru / tenaga pendidik adalah seperangkat
norma yang harus diindahkan dalam menjalankan profesinya
ke msayarakat.
Tenaga pendidik indonesia menyadari bahwa
pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, Bangsa, dan Negara serta kemanusiaan pada
umumnya (Mukhtar, 2012:h 300).
3. Tingkat Kecerdasan
Menurut Joseph (1978,dalam buku bulan 2012:h 8)
kecerdasan dalam arti umum adalah suatu kemampuan umum yang
membedakan kualitas orang yang satu dengan orang yang lain.
Kecerdasan merupakan salah satu anugrah dari Tuhan Yang Maha
Esa kepada manusia dan menjadikanya sebagai salah satu
kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainya. Manusia
dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas
hidupnya yang semakin kompleks melalui proses berfikir dan
belajar secara terus menerus.
Manusia memiliki 3 dimensi kecerdasan yaitu, kecerdasan
intelegensia, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.
a. IQ (Intelllegence Quotient)
1) Pengertian
Menurut Spearman dan Wynn jones (dalam buku
Saifuddin, 2013:h 1) mengemukakan adanya suatu konsepsi
lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat
melengkapi akal fikiran manusia dengan gagasan abstrak
yang universal, untuk dijadikan sumber tunggal
pengetahuan sejati. Kekuatan demikian dalam bahasa
yunani disebut nous, sedangkan penggunaan istilah tersebut
dalam bahasa latin dikenal sebagai intellectus dan
intelligentia. Pada giliranya, dalam bahasa inggris masing-
masing diterjemahkan sebagai intellect dan intelligence.
Ternyata, transisi bahasa tersebut membawa pula
berubahan makna. Intelligence, yang dalam bahasa
indonesia kita sebut dengan intelegensi, semula berarti
penggunaan kekuatan intelektual secara nyata, akan tetapi
kemudian diartikan sebagai sesuatu kekuatan lain.
Masyarakat umum mengenal intelegensi sebagai
istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran,
ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang
dihadapi. Gambaran tentang anak yang berintelegensi
tinggi adalah gambaran mengenai siswa yang pintar, siswa
yang selalu naik kelas dengan nilai baik, atau siswa yang
jempolan dikelasnya (Saifuddin , 2013: h 2).
Pandangan awam sebagaimana digambarkan diatas,
walaupun tidak memberikan arti yang jelas tentang
intelegensi namun pada umumnya tidak berbeda jauh dari
makna intelegensi sebagaimana yang dimaksudkan oleh
para ahli. Apapun definisinya, makna intelegensi memang
mendeskripsikan kepintaran dan kebodohan (Saifuddin,
2013: h 2).
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Anonim (2009) terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat IQ pada diri seseorang,
antara lain:
a) Pengaruh faktor bawaan atau keturunan
Penelitian menunjukan bahwa individu yang berasal
dari suatu keluarga yang IQ nya tinggi maka besar
kemungkinan anaknya juga IQ nya tinggi.
b) Pengaruh lingkungan
Lingkungan dapat sangat mempengaruhi kecerdasan
Intelektual pada anak, meskipun pada dasarnya
kecerdasan ini sudah dibawa sejak lahir.
c) Minat dan pembawaan yang khas
Minat dapat mengarahkan perbuatan kepada suatu
tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
Dorongan yang terdapat di dalam diri manusia
mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia
luar.
d) Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa setiap individu itu dapat
memilih metode-metode tertentu dalam memecahkan
suatu masalah.
3) Ciri-ciri individu yang memiliki IQ tinggi
Menurut Anonim (2009) karakteristik individu yang
memiliki IQ tinggi antara lain:
a) Berpikiran secara logis
Logis merupakan hasil pertimbangan akal pikiran yang
diungkapkan lewat kata-kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Logis bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Orang yang berpokiran logis pasti pikiranya masuk
akal.
b) Rasional
Rasional diambil dari bahasa inggris rational yang
berarti dapat diterima oleh akal dan pikiran serta dapat
dinalar sesuai dengan kemampuan otak.
c) Sistematis
Sistematis adalah segala usaha untuk menguraikan dan
merumuskan sesuatu dalam hubungan yang teratur dan
logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti
secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat yang menyangkut objeknya.
4) Peran IQ dalam kehidupan
Kecerdasan intelektual memiliki peranan penting
dalam kehidupan setiap individu karena dengan kecerdasan
intelektual tersebut individu dapat melakukan beberapa
kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan,
memecahkan masalah, berpikir, memahami gagasan,
menggunakan bahasa, belajar, dan mengambil keputusan
serta menjalankan keputusan tersebut. Tidak ada informasi
yang sulit bagi individu yang memiliki tingkat kecerdasan
intelektual yang baik (Saifuddin, 2013: 3).
Gambaran tentang anak yang berintelegensi tinggi
biasanya dianak tersebut pintar, siswa yang selalu naik
kelas dengan nilai yang baik, bahkan gambaran ini meluas
pada pencitraan fisik yaitu citra yang anak wajahnya bersih,
berpakaian rapi, berkaca mata sedangkan gamabran anak
yan berintelegensi rendah membawa citra seseorang yang
lamban berfikir, sulit mengerti, prestasi belajar rendah, dan
lebih banyak bingung (Saifuddin, 2013: 2).
5) Cara meningkatkan kecerdasan intelektual
Secara tradisional, angka normatif dari hasil tes
intelegensi dinyatakan dalam bentuk rasio (quetion) dan
dinamai intelligence quetient (IQ). Dari sini kita kita akan
melihat bahwa pengertian tes intelegensi sering kali dan
memang dapat dipertukarkan dengan pengertian tes IQ
(Saifuddin, 2013: 51).
Macam-macam tes IQ antara lain :
a) Standford-binet intelligence scale
b) The wechsler intelligence scale for children-revised
(WISC-R)
c) The wechsler adult intelligence scale revised (WAIS-
R)
d) The standard progressive matrices
e) The kaufman assessment battery for children (K-ABC)
(Saifuddin, 2013:h 105)
(Menurut Saifuddin 2013:h 164 ) Adapun cara
meningkatkan IQ adalah sebagai berikut:
a) Belajar
Keberhasilan dalam belajar dipengaruhi oleh banyak
faktor yang bersumber dari dalam diri individu (Faktor
internal) dan yang bersumber dari luar (faktor
eksternal). Faktor internal dipengaruhi oleh fisik dan
psikologis dimana fisik yang mempengaruhi yaitu
panca indra dan kondisi fisik umum sedangkan
psikologis yang mempengaruhi minat, motivasi, bakat,
kemampuan umum/intelegensi, dan faktor eksternal
dipengaruhi oleh fisik dan sosial dimana fisik yang
mempengaruhi yaitu kondisi tempat belajar, sarana
prasarana, materi pelajaran, kondisi lingkungan belajar
sedangkan psikologis yang mempengaruhi yaitu
dukungan sosial dan pengaruh budaya. Jika individu
dapat belajar dengan baik tanpa ada gangguan faktor
internal dan faktor eksternal maka kecerdasan
intelegensia dapat meningkat.
6. Faktor yang menghambat kecerdasan intelegensia
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi
proses belajar anak dibedakan menjadi faktor internal dan
faktor eksternal:
a. Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari
dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil
belajar individu. Faktor internal meliputi fsktor
fisiologis dan biologis serta faktor psikologis.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses
belajar. Faktor eksternal yang mempengaruhi proses
belajar dapat digolongkan menjadi faktor lingkungan
sosial dan non sosial (Syah 2003):
1). Lingkungan sosial
Lingkungan sosial anak dapat menimbulkan
kesulitan dalam belajar. Lingkungan sosial dibagi
menjadi 3 yaitu:
(a) Lingkungan sosial sekolah
salah satu harapan dari pendidik yaitu Self
Regulated Learner (SRL). SLR adalah
murid-murid yang memiliki kemampuan
belajar tinggi dan disiplin sehingga mereka
membuat belajar itu lebih mudah dan
menyenangkan. Namun harapan itu tidak
akan terwujud jika lingkungan sekolah
seperti guru, administrasi, dan teman-teman
sekelas tidak mendukung. Faktor-faktor yang
dapat menghambat anak belajar di sekolah
adalah: Metode mengajar, Kurikulum,
Penerapan disiplin, Hubungan siswa dengan
guru maupun teman, Tugas rumah yang
terlalu banyak, Sarana dan prasarana
(b) Lingkungan sosial masyarakat
Kondisi lingkungan masyarakat tempat
tinggal siswa juga mempengaruhi proses
belajar anak. Lingkungan siswa yang kumuh,
banyak pengangguran, dan banyak teman
sebaya di lingkungan yang tidak sekolah
dapat menjadi faktor yang menimbulkan
kesukaran belajar bagi siswa.
(c) Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama kali
anak belajar. Oleh karena itu, lingkungan
keluarga sangat mempengaruhi proses belajar
anak.
Faktor dari keluarga yang dapat
menimbulkan permasalahan belajar anak
adalah: Pola asuh orang tua, Hubungan orang
tua dan anak, Keadaan ekonomi keluarga,
Keharmonisan keluarga, Kondisi rumah.
b. EQ (Emosional Quotient)
1) Pengertian
a) Emosi
Goleman tahun 2002 mengatakan dalam buku
Saefullah, 2012:h 177) Kata emosi berasal dari bahasa
latin, yaitu emovere yang artinya bergerak menjauh.
Arti kata ini menggambarkan bahwa kecenderungan
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
Menurut Walgito 1989 dalam buku Nurfaizin
tahun 2007 h 139 mengatakan emosi adalah suatu
keadaan dari diri organisme atau individu pada satu
waktu, misalnya seseorang merasa senang, sedih,
terharu, dan sebagainya jika melihat atau mendengar
sesuatu.
(Menurut Ali dan Asrosi dalam buku Dini tahun
2010) mengatakan bahwa emosi banyak mempengaruhi
fungsi-fungsi psiikis seperti pengamatan, tanggapan,
pemikiran, dan kehendak. Seseorang akan mampu
melakukan pengamatan atau pemikiran dengan baik
manakala disertai dengan emosi yang baik pula.
Seseorang juga akan memberikan tanggapan yang
positif terhadap suatu objek apabila disertai dengan
emosi yang positif pula. sebaliknya seseorang akan
melakukan pengamatan atau tanggapan negatif terhadap
suatu objek jika disertai dengan emosi yang negatif
terhadap objek tersebut.
Emosi tidak hanya berkaitan dengan fungsi
psikis, emosi juga berkaitan dengan perubahan
fisiologis sehingga menjadi salah satu aspek yang
penting dalam kehidupan manusia karena dapat menjadi
motivator bagi perilaku manusia dalam arti
meningkatkan, tetapi juga dapat mengganggu perilaku
manusia. (Saefullah, 2012:h 178)
Fatimah (2010:h 105), juga mengemukakan
beberapa perubahan fisik yang terjadi ketika seseorang
mengalami emosi, antara lain:
(1) Peredaran darah bertambah cepat apabila marah
(2) Denyut jantung bertambah cepat apabila terkejut
(3) Bernafas panjang ketika ketawa
(4) Pupil mata membesar apabila marah
(5) Bulu roma berdiri apabila takut
(6) Pencernaan menjadi sakit atau mencret-mencret
ketika tegang.
Menurut Mayer (dalam buku Saefullah 2012:h
179) mengatakan bahwa orang cenderung menganut
gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi
mereka, yaitu sadar diri, tenggelam dalam
permasalahan dan pasrah. Oleh krena itu, penting bagi
setiap individu untuk memiliki kecerdasan emosional
agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak
menyia-nyiakan kehidupan yang dijalaninya.
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita simpulkan
bahwa emosi adalah suatu perasaan (afek) yang
mendorong individu untuk merespon atau bebrtingkah
laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam
maupun dari luar dirinya.
b) Kecerdasan Emosi
Istilah” kecerdasan emosional” pertama kali
dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog peter
salovey dari harvad university dan john mayer dari
university of new hampshire untuk menerangkan
kualitas-kualitas emosional yang penting bagi
keberhasilan. Kualitas-kualitas yang dimaksud antara
lain kepedulian (emphaty), mengungkapkan dan
memahami perasaan, mengenddalikan amarah,
kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, diskusi,
kemampuan memecahkan masalah antara pribadi,
ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap
hormat (Un0, 2008:h 67).
Cooper dan Sawaf 1998 (dalam Muttaqiyathun,
2010) mendefinisikan kecerdasan emosi dengan
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber
energi, informasi, koneksi, dan pengaruh manusiawi.
Sedangkan menurut Hamzah (Ardianie &
Hapsari, 2012), kecerdasan emosional didefinisikan
sebagai kemampuan, seperti kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi
frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati
dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan
kemampuan berpikir, berempati.
Kecerdasan emosi sangat dipengaruhi oleh
lingkungan, tidak bersifat menetap, dan juga dapat
berubah setiap saat. Oleh karena itu, peran lingkunagn
terutama orang tua sangat mempengaruhi pembentukan
kecerdasan emosional.
Keterampilan EQ bukan merupakan lawan dari
ketrampilan IQ. Akan tetapi, keduanya berinteraksi
secara dinamis, baik secara konsseptual maupun nyata.
Selain itu EQ tidak dipengaruhi oleh faktor keturunan.
Berbagai penelitian menemukan ketrampilan
sosial dan emosional akan semakin penting peranya
dalam kehidupan daripada kemampuan intelektual
(Uno, 2008:67).
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi
Menurut Goleman (2009 dalam Nurynati, 2010)
faktor-faktor yang yang mempengaruhi kecerdasan
emosional adalah :
a) Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dalam
mempelajari emosi dan orang tualah yang sangat
berperan dalam pembelajaran emosi tersebut. Anak
akan mengidentifikasi perilaku orang tua yang
kemudian diterapkan dan akhirnya menjadi bagian
dalam kepribadian anak. Ketrampilan emosi yang
dibangun dalam keluarga sangat berguna bagi
kehidupan anak kelak, sehingga kelak anak dapat
cerdas secara emosi.
b) Lingkungan non keluarga
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan
masyarakat dan lingkungan pendidikan yang dianggap
bertanggung jawab terhadap perkembangan emosi.
Pergaulan dengan teman sebaya, pendidikan, dan
masyarakat luas juga memberi pengaruh besar terhadap
kecerdasan emosi seseorang.
c) Otak
Otak merupakan organ yang penting dalam tubuh
manusia karena otaklah yang mempengaruhi dan
mengontrol seluruh kerja tubuh. Bagian otak yang
digunakan untuk berfikir yaitu korteks, sedangkan
bagian yang mengurusi emosi yaitu sistem limbik,
tetapi sesungguhnya hubungan antara kedua bagian
itulah yang menentukan kecerdasan emosi seseorang.
Bradbarry dan Greaves (2007 dalam Nurhayati
2010) menambahkan bahwa tingkat kecerdasan emosi
cenderung meningkat seiring bertambahnya usia. Sebagian
besar orang mengalami peningkatan dalam ketrampilan
kesadaran diri dan memiliki kemudahan mengelola emosi
dan perilaku di saat mereka beranjak tua.
Gottman dan De claire (2003 dalam Nurhayati,
2010) merumuskan bagaimana jenis kelamin
mempengaruhi kecerdasan emosi. Dijelaskan bahwa
meskipun kaum pria dan kaum wanita mempunyai
pengalaman emosi batiniah yang serupa, tetapi kaum pria
cenderung menyembunyikan emosi mereka dari dunia luar
kaum wanita lebih leluasa dalam mengungkapkan perasaan-
perasaan mereka dalam kata-kata, ungkapan-ungkapan
wajah, dan bahasa tubuh, sedangkan kaum pria lebih
cenderung menahan diri, menutup-nutupi, dan meremehkan
perasaan mereka.
Berdasarkan uraian diatas, faktor-faktor yang
mempengaruhi kecerdsan emosi seseorang adalah
lingkungan keluarga, non keluarga, struktur otak, usia dan
jenis kelamin.
3) Ciri-ciri individu yang memiliki kecerdasan emosi
tinggi
Goleman (2009 dalam buku Nurita 2012)
mengemukakan ciri-ciri individu yang memiliki kecerdasan
emosi tinggi, antara lain:
a) Memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri
dan dapat bertahan dalam menghadapi frustasi.
b) Dapat mengendalikan dorongan hati sehingga tidak
melebih-lebihkan suatu kesenangan
c) Mampu mengatur suasana hati dan dapat menjaganya
agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan
berpikir seseorang.
d) Mampu untuk berempati terhadap orang lain dan tidak
lupa berdoa.
Menurut Jack Block (dalam buku Nuryanti, 2010)
dari hasil penelitianya menyebutkan bahwa:
a) Kaum pria yang memiliki kecerdasan emosi tinggi
secara sosial mantap, mudah bergaul, jenaka, dan tidak
mudah takut atau gelisah. Mereka mempunyai
kemampuan besar untuk melibatkandiri dengan orang-
orang atau permasalahan, memikul tanggung jawab,
mudah simpatik, dan mempunyai pandangan moral.
Mereka akan merasa nyaman dengan dirinya sendiri,
orang lain, dan dunia pergaulan lingkungannya.
b) Kaum wanita yang memiliki kecerdasan emosi tinggi
cenderung bersikap tegas, mengungkapkan perasaan
mereka secara langsung, memandang dirinya sendiri
secara positif.
4) Peran kecerdasan emosi dalam kehidupan
Menurut Suharsono (2001 dalam Nurhayati, 2010),
peran kecerdasan emosi yang memadahi dalam kehidupan
adalah:
a) Kecerdasan emosi sebagai alat pengendalian diri
sehingga seseorang tidak terjerumus ke dalam tindakan-
tindakan yang merugikan dirinya sendiri maupun orang
lain.
b) Kecerdasan emosi dapat diimplementasikan sebagai
cara yang baik dalam membesarkan atau merealisasikan
ide dan konsep.
c) Kecerdasan emosi merupakan modal penting bagi
seseorang untuk mengembangkan kemampuanya dalam
bidang apapun.
Uno (2008 dalam Nuryanti, 2010) menyatakan
bahwa manfaat emosi adalah untuk bertahan hidup dan
mempersatukan semua manusia. Sedangkan hartini (2004
dalam Nuryanti, 2010) menambahkan bahwa orang-orang
yang memiliki kecerdasan emosi dengan efektif memiliki
keuntungan dalam setiap bidang kehidupan serta mampu
mendorong produktivitasnya sendiri.
5) Cara meningkatkan dan mengembangkan kecerdasan
emosi
Kecerdasan emosional dapat dilatih, dikembangkan,
dan ditingkatkan karena emosi bukanlah suatu karakter
yang dimiliki atau yang tidak dimiliki. Kita dapat
meningkatkan kecrdasan emosional dengan cara
mempelajari dan melatih ketrampilan serta kemampuan
yang menyusun kecerdasan emosional. (Weisinger 2006
dalam buku Yuniani, 2010) mempunyai cara untuk
meningkatkan kecerdasan emosional kita, yaitu:
a) Mengembangkan kesadaran yang tinggi
Kesadaran yang tinggi dapat memonitor diri,
mengamati tindakan, dan mempengaruhinya demi
kebaikan kita.
b) Mengelola emosi
Mengelola emosi berarti memahaminya kemudian
menggunakan pemahaman tersebut untuk menghadap
situasi secara produktif. Dengan kata lain, bukan
menekan emosi dan menghilangkan informasi berharga
yang disampaikan oleh emosi kepada kita.
c) Memotivasi diri sendiri
Motivasi merupakan pencurahan tenaga pada suatu arah
tertentu untuk sebuah tujuan spesifik. Jika dilihat dalam
konteks kecerdasan emosional, sistem emosional
digunakan untuk memfasilitasi keseluruhan proses dan
menjaganya tetap berlangsung.
Anthony (2004 dalam Yunani, 2010)juga
menyajikan program untuk meningkatkan kecerdasan
emosional menuju pintu kesuksesan dengan lima langkah
berikut:
a) Awarennes (kesadaran)
Menyesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan alami,
meneliti bagaimana dampak kepribadian seseorang
terhadap orang lain, dan menyadari emosi.
b) Restraint ( pengekangan diri )
Mengidentifikasi emosi negatif yang dapat merusak
hubungan serta menyiapkan tanggapan rasional yang
akan mengekang emosi.
c) Resilience ( daya pemulihan )
Belajar mengembangkan sifat optimistis, gigih,
mengenali sumber sesungguhnya dari keputusan dan
menerima motivator intrinsik.
d) Other ( empati )
Perasaan dan motif yang tajam, mengembangkan radar
emosional dan belajar untuk menjadi pendengar dan
pengamat yang lebih baik.
e) Working with other ( building rapport )/bekerja sama
dengan orang lain ( membina hubungan )
Berkomunikasi, menyelesaikan konflik, dan belajar
menjalin hubungan dan memimpin orang lain.Selain itu,
masih ada satu cara lagi untuk menerapkan dan
mengembangkan EQ yang dirumuskan oleh Jhon gottman
(dalam Yuniani, 2010), langkah ini sangat praktis dan
efektif untuk membina kerjasama dan saling pengertian baik
dengan teman, peserta didik, anak-anak, dan lain-lain.
Langkah itu dilakukan dengan menyadari emosi anak,
mengakui emosi sebagai kesempatan, mendengarkan
dengan empati, mengungkapkan emosi, membantu
menemukan solusi dan menjadi teladan.
6. Faktor yang menghambat kecerdasan emosi
Menurut Dinkmeyer (1965) faktor-faktor yang
menghambat kecerdasan emosi anak adalah
a. Faktor kondisi fisik dan kesehatan,
Anak yang memiliki kesehatan yang kurang baik dan
sering lelah cenderung menunjukkan reaksi emosional
yang berlebihan.
b. Tingkat intelegensi
Tingkat intelegensi yang kurang akan mempengaruhi
kecerdasan emosi anak.
c. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial yang kurang baik akan
mempengaruhi kecerdasan emosi anak.
d. Keluarga
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang
menerapkan disiplin yang berlebihan cenderung lebih
emosional. Pola asuh orang tua berpengaruh terhadap
kecerdasan emosi anak dimana anak yang dimanja,
diabaikan atau dikontrol dengan ketat (overprotective)
dalam keluarga cenderung menunjukkan reaksi
emosional yang negatif (Dinkmeyer,1965).
c. SQ (Spiritual Quotient)
1) Pengertian
Secara konseptual kecerdasan spiritual terdiri atas
gabungan kata kecerdasan dan spiritual. Kecerdasan berasal
dari kata cerdas yang berarti sempurna perkembangan akal
budi untuk berfikir dan mengerti. Ibid (dalam Badawi,
2008) mendefinisikan kecerdasan sebagai kapasitas umum
dari seorang individu yang dapat dilihat pada kesanggupan
pikiranya dalam mengatasi masalah dan memenuhi tuntutan
kebutuhan-kebutuhan baru dalam kehidupan.
Istilah spiritual berasal dari bahasa latin”spiritus”
yang berarti nafas atau prinsip yang memvasilitasi suatu
organisme (Buzan dalam Badawi , 2008).
Zohar dan Marshall (Anggraini, 2012)
mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan
untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita
dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.
Agustian 2001 (dalam Saefullah 2012 h 63)
menyatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan
untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan
kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang
bersifat fitrah menuju manusia yang seutuhnya dan
memiliki pola pemikiran tauhid serta berprinsip hanya
kepada Allah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan
spiritual menurut Agustian (dalam Anonim 2009) adalah
inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal
dari dalam diri (suara hati), seperti trensparency
(keterbukaan), responsibilities (tanggung jawab),
accountabilities (kepercayaan), fairness (keadilan) dan
social wareness (kepedulian sosial). Faktor kedua adalah
drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran
dan kebahagiaan.
2) Faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual
Menurut Sumediyani (2002, h 3 dalam Trihandini,
2005) ada beberapa hal yang dapat menghambat
perkembangan kecerdasan spiritual dalam diri seseorang,
yaitu:
a) Adanya keseimbangan yang dinamis antara ego dan
super ego, keseimbangan antara ego sadar yang rasional
dan tuntutan dari alam tak sadar secara umum.
b) Adanya orang tua yang cukup menyayangi.
c) Tidak mengharapkan sesuatu terlalu banyak.
d) Tidak ada beban yang dapat menekan insting
3) Ciri-ciri individu yang memiliki kecerdasan spiritual
tinggi
Zohar dan Marshall (2007 dalam Anggraini, 2012)
mengindikasikan ciri individu yang memiliki kecerdasan
spiritual tinggi, antara lain:
a) Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan
dan aktif)
b) Tingkat kesadaran yang tinggi
c) Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan
situasi.
d) Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa
sakit
e) Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai
f) Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak
perlu
g) Kecenderungan untuk melihat ketertarikan antara
berbagai hal (holistik view).
h) Kecenderungan untuk bertanya mencari jawban yang
mendasar.
i) Bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai
yang lebih tinggi pada orang lain.
Saefullah (2012: h 68) mengatakan bahwa
seseorang yang cerdas secara spiritual mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a) Memiliki tujuan hidup yang jelas
Seseorang yang cerdas secara spiritual akan memiliki
tujuan hidup berdasarkan alasan-alasan yang jelas dan
dapat dipertanggungjawabkan.
b) Memiliki prinsip hidup
Orang yang cerdas secara spiritual adalah orang yang
menyadarkan prinsipnya hanya kepada Allah dan tidak
ragu terhadap hal yang telah diyakininya berdasarkan
ketentuan ilahi.
c) Selalu merasakan kehadiran Allah
Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual akan
selalu merasakan kehadiran Allah, yaitu dalam setiap
aktivitasnya tidak satu pun yang luput dari pantauan
Allah. Kesadaran ini akan memunculkan moral yang
baik.
d) Cenderung pada kebaikan
Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual akan
selalu termotivasi untuk menegakan nilai-nilai moral
yang baik sesuai dengan keyakinan agamanya dan
menjauhi segala kemungkaran dan sifat yang dapat
merusak kepribadian sebagai umat beragama.
e) Berjiwa besar
Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual akan
bersikap sportif, mudah mengintrispeksi diri, mudah
meminta maaf dan memaafkan, serta lebih
mendahulukan kepentingan umum dari pada
kepentingan pribadi.
f) Memiliki empati
Orang yang memiliki kecerdasan spiritual adalah orang
yang peka dan memiliki perasaan yang halus, suka
membantgu, dan berssimpati terhadap keadaan orang
lain.
4) Peran kecerdasan spiritual dalam kehidupan
Zohar & Marshall (2007 h 12 dalam Wardi 2010)
menyatakan bahwa fungsi kecerdasan spiritual antara lain:
a) Menjadikan kita untuk menjadi manusia apa adanya
sekarang dan memberi potensi lagi untuk terus
berkembang.
b) Menjadi lebih kreatif dalam hal yang positif
c) Menghadapi masalah ekstensial yaitu saat kita secara
pribadi terpuruk dan terjebak oleh kebiasaan dan
kekhawatiran, atau kesedihan masa lalu. Melalui
kecerdasan spiritual, kita akan menyadari masalah
ekstensial tersebut dan kita akan berusaha untuk
mengatasi atau berdamai dengan masalah tersebut.
d) Kecerdasan spiritual dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah krisis yang membuat kita
seakan kehilangan keteraturan diri. Melalui SQ pula
maka suara hati kita akan menuntun kita ke jalan yang
benar.
e) Kita akan mempunyai kemamopuan beragama yang
benar tanpa harus fanatik dan tertutup terhadap
kehidupan yang beragama.
f) Kecerdasan spiritual memungkinkan kita menjembatani
atau menyatukan hal yang bersifat personal dan
interpersonal serta menyadari integritas diri sendiri dan
orang lain.
g) Kecerdasan spiritual bisa digunakan untuk mencapai
kematangan pribadi yang lebih utuh, menyadari makna
dan prinsip sehingga tidak mengedepankan ego.
h) Kecerdasan spiritual bisa digunakan dalam menghadapi
pilihan dan realitas yang pasti akan datang dan harus
kita hadapi apapun bentuknya. Baik atau buruk, bahkan
dalam segalam penderitaan yang tiba-tiba datang tanpa
kita duga.
5) Cara meningkatkan dan mengembangkan kecerdasan
spiritual
Di bawah ini terdapat Beberapa cara untuk
mengembangkan kecerdasan spiritual secara islami menurut
Almascaty (2008 dalam Wardi 2010) yaitu:
a) Mengidentifikasi ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan
dengan topik, maksudnya adalah mempelajari ayat-ayat
Al-Qur’an, serta mengamalkan ajaran-ajaran yang
terkandung dalam Al-Qur’an tersebut sesuai dengan
situasi dan kondisi.
b) Mengidentifikasi hadits-hadits Rasulullah SAW.
Maksudnya adalah mempelajari hadits-hadits
Rasulullah serta mengamalkan ajaranya sesuai dengan
sunnah beliau.
c) Mengidentifikasi riwayat para sahabat
Maksudnya adalah mempelajari riwayat para sahabat,
meneladani kebaikanya, serta meneladani kehidupan
para sahabat Rasulullah.
d) Mengidentifikasi karya-karya agung ulama dan
cendikiawan muslim. Maksudnya adalah mempelajari
karya-karya umala dan cendikiawan muslim, serta
mengambil hikmah sehingga kita bisa menerapkanya
dalam hidup.
e) Mengidentifikasi karya-karya cendikiawan barat
Maksudnya adalah mempelajari karya-karya
cendikiawan barat sebagai pengetahuan uuntuk
memperkaya khazanah keilmuan kita.
f) Membangun dasar-dasar sebuah model kecerdasan
spiritual islami.
Maksudnya adalah membangun sebuah dasar
kecerdasan spiritual berdasarkan apa yang telah kita
pelajari, baik dari Al-Qur’an, hadits, tauladan para
sahabt, karya-karya para ulama serta para cendikiawan,
kemudian kita implementasikan dalam hidup.
Agustian 2008, menyatakan untuk mengembangkan
kecerdasan spiritual yaitu dengan melakukan shalat atau
ibadah kepada Allah dengan penuh kekhusyukan karena
shalat khusyuk mengajak kita untuk menajamkan hati serta
merasakan sifat-sifat kebijaksanaan illahi hadir dalam jiwa
kita dan selanjutnya muncul dalam perilaku sehari-hari.
6) Faktor yang mempenghambat kecerdasan spiritual
Menurut Sumediyani (2002, h 3 dalam Trihandini,
2005) ada beberapa hal yang dapat menghambat
perkembangan kecerdasan spiritual dalam diri seseorang,
yaitu:
a) Tidak adanya keseimbangan yang dinamis antara ego
dan super ego, keseimbangan antara ego sadar yang
rasional dan tuntutan dari alam tak sadar secara umum.
b) Tidak adanya orang tua yang cukup menyayangi.
c) Mengharapkan sesuatu terlalu banyak.
d) Ada beban yang dapat menekan insting
B. Kerangka Teori
Bagan 2.4 Kerangka Teori
Sumber : Walgito (2004), Pieter (2010)
Stimulus
PERSEPSI
Reseptor
Minat
Kepentingan
Kebiasaan
Kontansi
Faktor yang mempengaruhi SQ:
a) Adanya keseimbangan yang
dinamis antara ego dan super ego.
b)Adanya orang tua yang cukup
menyayangi.
c)Tidak mengharapkan sesuatu terlalu
banyak.
d)Tidak ada beban yang dapat
menekan insting
Faktor yang mempengaruhi EQ:
a) Lingkungan keluarga
b) Lingkungan non keluarga
c) otak
Faktor yang mempengaruhi IQ:
a) Faktor bawaan/keturunan
b) Pengaruh lingkungan
c) Minat dan pembawaan yang
khas
IQ, EQ, SQ
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah untuk menggali pengalaman
hidup manusia dengan menekankan nilai-nilai subyektif yang
disampaikan oleh partisipan dari fenomena yang ada dan ditampilkan
dalam bentuk narasi (Saryono, 2013: h 50).
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi yaitu
peneliti dengan cara menangkap dan menggali fenomena atau gejala
yang timbul dari obyek yang diteliti (Moleong, 2007: h 6).
Tujuan suatu penelitian dilakukan dengan pendekatan
fenomenologi adalah mengembangkan makna pengalaman hidup dari
suatu fenomena dalam mencari suatu makna dengan mengidentifikassi
inti fenomena dan menggambarkan secara akurat dalam pengalaman
hidup sehari-hari (Saryono, 2013:h 49).
Penelitian ini berusaha memahami keunikan individu dan arti
pengalaman berupa peristiwa-peristiwa yang dialami (Saryono,2013:
50).
56
B. Waktu dan tempat penelitian
1. Waktu penelitian
penelitian akan dilaksanakan dalam kurun waktu 2 bulan yaitu bulan
November 2014 - Desember 2014. Waktu pengambilan data
disesuaikan dengan kontrak yang telah dibuat dengan partisipan.
2. Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilakukan oleh peneliti secara langsung di Prodi
DIII Kebidanan Politeknik Harapan Bersama Tegal.
C. Definisi Istilah
Definisi istilah adalah unsur-unsur yang membantu dalam
pelaksanaan proses pengumpulan data pada penelitian. Definisi istilah
yang berkaitan dengan penelitian ini adalah :
Tabel 3.1 Definisi Istilah
No Istilah Definisi
1 Persepsi proses mengetahui atau mengenali objek
dan kejadian objektif dengan bantuan
indara.
2 Dosen Dosen adalah pendidik sebagai agen
pembelajaran (learning agen) dengan
memiliki peran sebagai fasilitator,
motivator, pemacu, dan pemberi
inspirasi belajar bagi peserta didik.
Undang-undang dosen No 14 Tahun
2005 menetapkan kualifikasi dosen
harus S2, Undang-undang ini ditegaskan
oleh permenpan No 17 Tahun 2013
bahwa dosen wajib S2.
3 Kecerdasan
IQ,EQ,SQ
IQ (kecerdasan intelegensi) adalah
menggambarkan kecerdasan, kepintaran,
ataupun kemampuan untuk memecahkan
problem yang dihadapi.
EQ (kecerdasan emosi) adalah
kemampuan merasakan, memahami, dan
secara efektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber energi,
informasi, koneksi, dan pengaruh
manusiawi.
SQ ( kecerdasan spiritual ) adalah
kemampuan untuk memberi makna
ibadah terhadap setiap perilaku dan
kegiatan melalui langkah-langkah dan
pemikiran yang bersifat fitrah menuju
manusia yang seutuhnya dan memiliki
pola pemikiran tauhid serta berprinsip
hanya kepada Allah.
D. Partisipan
Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden,
tetapi partisipan/ informan dalam penelitian (Saryono, 2013; h 51).
Pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif biasanya
menggunakan purposive sampling dengan berbagai pendekatan yang
paling refresentatif untuk penelitian kualitatif. (Saryono, 2013; h 51)
Cara pemilihan partisipan pada penelitian ini tidak diarahkan
pada jumlah tetapi berdasarkan pada asas kesesuaian dan kecukupan
sampai mencapai saturasi data, oleh karena itu pemilihan partisipan
pada penelitian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan
berdasarkan teori-teori atau konstruk operasional sesuai dengan tujuan
penelitian. Hal ini dilakukan agar partisipan benar- benar dapat
mewakili terhadap fenomena yang diteliti (Poerwandari, 2005 dalam
buku Saryono 2013).
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, dimana
purposive sampling adalah metode pemilihan partisipan dalam suatu
penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan
dimasukan dalam penelitian, dimana partisipan yang diambil dapat
memberikan informasi yang berharga bagi peneliti (Saryono,2013:h52).
Jumlah partisipan dalam penelitian ini tidak ada batasnya tetapi
memiliki karakteristik sesuai dengan tujuan penelitian dan kriteria yang
sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian dengan karakteristik sebagai
berikut :
1. Tenaga pendidik dengan usia 25-50 tahun
2. Tenaga pendidik dengan pengalaman mengajar minimal 2 tahun
3. Jenjang pendidikan telah menyelesaikan studi S2
4. Tenaga pendidik yang komunikatif dan kooperatif
5. Tenaga pendidik DIII Kebidanan tingkat III politeknik harapan
bersama Tegal
6. Tenaga pendidik yang bersedia menjadi subyek penelitian.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat – alat yang digunakan untuk
pengumpulan data (Notoatmodjo, 2010).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa alat
pengumpulan data, antara lain:
1. Peran peneliti dalam penelitian sebagai instrumen utama dalam
menjaring data dan informasi yang diperlukan, ada beberapa alasan
mengapa peneliti sebagai instrument utama dalam penelitian
kualitatif, antara lain:
a. Peneliti sebagai instrumen dapat berinteraksi langsung dengan
partisipan yang pada penelitian ini berfokus pada tenaga
pendidik DIII Kebidanan politeknik harapan bersama tegal,
interaksi dalam bentuk wawancara langsung secara mendalam
dan observasi.
b. Peneliti sebagai instrumen dapat menyesuaikan diri dengan
kondisi partisipan
c. Peneliti sebagai instrumen dapat memahami dan merasakan
secara kompeten terhadap fenomena yang muncul secara
konstektual dan melalui proses interaksi, sehingga peneliti
dapat menganalisis, menafsirkan dan merumuskan kesimpulan
sementara dalam menentukan arah wawancara dan
pengamatan.
d. Peneliti sebagai instrument dapat menggali lebih dalam tentang
presepsi tenaga pendidik tentang tingkat kecerdasan pada
mahasiswanya.
2. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan
tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini di susun
tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan
teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
3. Camera digital
Camera digital dipilih peneliti sebagai alat bantu
mendokumentasikan beberapa gambar pada saat peneliti sedang
melakukan pembicaraan dengan informan/partisipan dengan
adanya foto ini maka dapat meningkatkan keabsahan peneliti akan
lebih terjamin, karena peneliti benar-benar melakukan
pengumpulan data.
4. Handphone
Untuk merekam suara pada saat wawancara berlangsung.
Handphone disini yang peneliti gunakan adalah type samsung
galaxy tab 3 yang memiliki kualitas merekam yang bagus.
5. Buku catatan
Buku catatan untuk mencatat hasil wawancara maupun ekspresi
partisipan yang tidak mungkin direkam dengan alat bantu rekam.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penellitian ini menggunakan
teknik in depth interview atau wawancara mendalam yang berhubungan
dengan persepsi dosen tentang tingkat kecerdasan pada mahasiswa
tingkat III DIII Kebidanan. In depth interview merupakan proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau
orang yang diwawancarai (Saryono, 2013: h 59).
Menurut Saryono, 2013: h 60, Beberapa hal yang perlu
diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai responden adalah
intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak
mata, dan kepekaan nonverbal. Wawancara yang dilakukan sampai
mendapatkan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sebelum
wawancara mendalam dilaksanakna, peneliti membuat pertanyaan
sebagai pedoman di lapangan mengenai :
1. Pengetahuan IQ, EQ, SQ
2. Cara meningkatkan IQ, EQ, SQ
3. Hambatan meningkatkan IQ, EQ, SQ
Pada penentuan partisipan dalam penelitian kualitatif
berdasarkan pertimbangan kemampuan peneliti untuk menggali secara
mendalam pengalaman individu dimungkinkan optimal dengan jumlah
sampel yang relative kecil, dilakukan penentuan jumlah sampel
dianggap telah memadai pada saat informasi yang didapat telah
mencapai saturasi.
Adapun tahap-tahap dalam wawancara, sebagai berikut :
1. Tahap persiapan
Sebelum melakukan wawancara yang dilakukan peneliti adalah :
a. Peneliti mengajukan permohonan ijin penelitian kepada Prodi
DIII Kebidanan Politeknik Harapan Bersama Tegal dengan
tenaga pendidik program studi DIII Kebidanan sebagai subyek
penelitian.
b. Setelah mendapat ijin/ balasan dari politeknik harapan bersama
tegal kemudian baru peneliti mulai melakukan penelitian.
c. Sebelum penelitian, dilakukan pemilihan sampel sesuai dengan
kriteria yang telah ditentukan.
d. Peneliti melakukan informed consent kemudian menjelaskan
tujuan penelitian yang didalamnya terdapat keuntungan,
kerugian, hak, dan kewajiban dalam proses wawancara.
Setelah memahami tujuan penelitian, partisipan diminta
menandatangani surat pernyataan kesediaan menjadi
partisipan.
2. Tahap wawancara
Peneliti dapat melakukan wawancara langsung, tetapi sebelum
melaksanakan wawancara, peneliti membuat kerangka atau
pedoman wawancara tentang :
a. Pengetahuan IQ, EQ, SQ
b. Cara meningkatkan IQ, EQ, SQ
c. Hambatan meningkatkan IQ, EQ, SQ
Pedoman wawancara tersebut berguna agar terhindar dari
pertanyaan yang melenceng dari topik utama. Hasil wawancara
kemudian dicatat atau direkam. Tahap wawancara:
a. Peneliti berpakaian sepantasnya dan menepati janji terutama
datang tepat waktu sesuai dengan waktu kontrak yang telah
ditetapkan.
b. Setelah bertemu dengan partisipan yang sesuai dengan kontrak
wawancara, peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu.
Kemudian menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.
c. Dalam proses wawancara peneliti bertindak sebagai orang
yang netral artinya tidak memihak pada suatu konflik
pendapat, peristiwa dan semacam itu.
d. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh informasi dengan
menggali sebanyak.banyaknya pengetahuan untuk presepsi
tenaga pendidik tentang tingkat kecerdasan pada mahasiswa
tingkat III DIII Kebidanan dengan cara tanya jawab dalam
suasana yang resmi tapi santai sambil memperhatikan mimik
atau ekspresi muka antara peneliti dengan partisipan.
e. Wawancara dilakukan oleh peneliti sampai partisipan
mengungkapkan segala informasi yang sudah partisipan
dapatkan dan diharapkan sesuai dengan masalah atau tujuan
penelitian agar tercapai hasil yang di inginkan. Untuk
mendapatkan hasil yang sesuai dilakukan validitas berupa
triangulasi waktu dan dilakuakan dengan adanya perbedaan/
jeda waktu dari wawancara sebelumnya. Wawancara yang
dilakukan pagi hari akan dilakukan triangulasi pada siang hari
begitu pula sebaliknya.
f. Saat proses wawancara, peneliti mencatat hal-hal yang penting
dan selama proses wawancara berlangsung dengan direkam
menggunakan alat perekam.
g. Setelah suatu topik selesai tanyakan dan mendapat informasi
yang diharapkan, partisipan langsung diberi pertanyaan baru
dan demikian seterusnya sampai seluruh tema didiskusikan
dengan prosedur yang sama.
3. Tahap penutup
Setelah melakukan wawancara, peneliti mengecek
keabsahan dan mengecek kualitas data dengan mengulang jawaban
partisipan sesekali setelah partisipan menjawab pertanyaan,
kemudian mengakhiri wawancara dengan mengucapkan terima
kasih. Tidak lupa peneliti melakukan pengecekan keabsahan data
dan kualitas data dengan mengulang hasil rekaman. Hal ini untuk
memastikan sekiranya saat wawancara alat perekam yang dipakai
tidak rusak, maka peneliti dapat langsung melakukan wawancara
ulang atau melakukan pencatatan kembali, catatan yang telah
dicatat sekaligus dapat menilai mimik wajah partisipan guna
memperkaya konteks wawancara. Mimik wajah partisipan yang
mendukung kelancaran partisipan dalam menjawab pertanyaan
yang diberikan. Data yang sudah didapatkan kemudian
diorganisasikan dan disistematiskan agar siap dianalisis. (Moleong,
2005)
G. Cara Pengolahan Data
Berdasarkan pada penjelasan yang telah dikembangkan oleh
Agus salim (2006:h 22-23), dapat dijelaskan secara ringkas pengolahan
data kualitatif sebagai berikut :
1. Reduksi data (data reduction), dalam tahap ini peneliti melakukan
pemilihan dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan dan
transformasi data kasar yang diperoleh.
2. Penyajian data (data display), peneliti mengembangkan sebuuah
deskripsii informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Display data atau penyajian data yang
laizim digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk teks
naratif.
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and
verivication), peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan
verifikasi dengan mencari makna setiap gejala yang diperolehnya
dari lapangan, mencatat keteraturan dan konfigurasi yang mungkin
ada, alur dari fenomena dan porposi.
Agar mendapatkan gambaran yang memuaskan dari sebuah
hasil wawancara, karena penelitian ini menerapkan wawancara
sebagai alat pengumpulan data yang pokok, dpat ditempuh tahap-
tahao sebagai berikut, jika peneliti talah menyampaikan teks atau
transkip wawancara secara lengkap:
a. Pahami catatan secara keseluruhan, peneliti akan membaca
semua catatan dengan seksama dan mungkin juga akan
menuliskan sejumlah ide yang muncul
b. Selanjutnya, peneliti akan memilih satu dokumen wawancara
yang paling menarik, yang singkat yang ada pada tumpukan
paling atas
c. Menyusun daftar seluruh topic untuk beberapa informan
d. Tahap berikutnya, peneliti akan menyingkat topik-topik
tersebut kedalam kode-kode tersebut pada bagian naskah yang
sesuai.
e. Selanjutnya peneliti akan mencari kata yang paling deskriptif
untuk topic dan mengubah topik-topik tersebut kedalam
katagori-katagori
f. Membuat keputusan akhir tentang singkatan setiap katagori
dan mengurutkan katagori-katagori tersebut menurut abjad
g. Mengumpulkan setiap materi yang ada dalam satu tempat dan
memulai melakukan analisis awal.
Bagan 3.1
Skema tehnik analisis data
Membaca
transkrip secara
keseluruhan
Memilih satu dokumen wawancara
Menyusun daftar seluruh topik
untuk informan
Menyingkat topik kedalam kode
pada bagian naskah yang sesuai
Mencari kata deskriptif dan
mengubah topik kedalam katagori
Mengurutkan katagori sesuai abjad
Mengumpulkan materi dan
melakukan analisis awal
H. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan
dan bahan-bahan lai, sehingga dapat mudah dipahami dan temuanya
dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2008).
Menurut Saryono (2010) Proses analisa dimuali segera setelah
pengumpulan data dimulai. Peneliti harus menjalankan proses
perekaman data, persiapan analisis (penyusunan transkip), proses
analisis dan cara analisisnya.
Menurut Saryono, ( 2013; h 84) langkah-langkah analisis data,
yaitu:
1. Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran
menyeluruh tentang fenomena pengalaman yang telah
dikumpulkan.
2. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir
mengenai data yang dianggap penting kemudian melakukan
pengkodean data.
3. Menemukan dan mengelompokan makna pernyataan yang
dirasakan oleh responden dengan melakukan horizontaliting yaitu
setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai yang
sama, selanjutnya pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan
pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang
tindih dihilangkan, sehingga tersisa hanya horizons ( arti tekstural
dan unsur pembentuk atau penyusun dari fenomena tidak
mengalami penyimpangan)
4. Pernyataan tersebut kemudian dikumpulkan ke dalam unit makna
lalu ditulis gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut
terjadi.
5. Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan
dari fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari fenomena
tersebut. Kemudian mengembangkan tekstural description
(mengenai fenomena yang terjadi pada responden) dan structural
description ( yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi ).
6. Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai
esensi dari fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna
pengalaman responden mengenai fenomena tersebut.
7. Membuta laporan pengalaman setiap partisipan. Setelah itu,
gabungan dari gambaran tersebut ditulis.
I. Kredibilitas Data
Menurut Saryono (2013:h 72) kredibilitas data dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi
(triangulation), adalah pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
Studi kasus ini menggunakan penelitian kualitatif, saryono
(2010) dimana terdapat tiga kriteria kreadibilitas yang diperlukan suatu
pendekatan kualitatif. Tiga hal tersebut sebagai berikut:
1. Keabsahan konstruk (construk validity)
Kebasahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu
kepastian bahwa yang berukur benar-benar merupakan variabel
yang ingin diatur. Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses
pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan
proses triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang diluar data guna keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding. Macam-macam triangulasi
sebagai teknik pemeriksaan mencapai keabsahan, yaitu:
a. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber berarti membandingkan dengan cara
mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh dari suatu sumber yang berbeda, misalnya
membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara,
membandingkan dengan apa yang dikatakan secara umum
dengan apa yang dikatakan secara pribadi. Membandingkan
hasil wawancara dengan dokumen dan arsip yang ada, dalam
penelitian ini teknik triangulasi sumber yang dilakukan peneliti
adalah:
1) Melakukan uji wawancara sebelumnya dengan subyek
yang dianggap memiliki karakteristik yang sama dengan
kriteria partisipan yang sudah ditentukan oleh penelitian,
sehingga peneliti memperoleh gambaran sementara tentang
berbagai jawaban yang muncul yang mungkin keluar dari
konteks pertanyaan atau jawaban yang tidak terduga
sebelumnya, Sehingga peneliti dapat mengantisipasi
dengan membuat pertanyaan lain yang lebih terarah.
2) Memutar kembali perekam (tape recorder/camera digital)
agar didengar oleh participant.
3) Membandingkan data hasil wawancara dari dosen dengan
data hasil wawancara dengan ketua prodi DIII Kebidanan
politeknik harapan bersama Tegal sebagai data
pembanding.
Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan triangulasi
sumber yaitu dengan cara melakukan wawancara untuk
dilakukan pengamatan. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan triangulasi yaitu ketua prodi DIII Kebidanan
di Politeknik Harapan Bersama Tegal.
b. Triangulasi teori
Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk
memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki
syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada
BAB II untuk dipergunkan dan menguji terkumpulnya data
tersebut.
J. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus memperhatikan
etika dalam penelitian karena merupakan masalah yang sangat penting
mengingat penelitian ini berhubungan langsung dengan manusia yang
mempunyai hak asasi dlam kegiatan penelitian, sehingga peneliti perlu
mendapatkan persetujuan dari instansi terkait, yang dijadikan lokasi
npenelitian dan meminta persetujuan dari partisipan sebagai subjek
penelitian. Sebelum meminta persetujuan dari partisipan, peneliti
memberikan penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan.
Dalam melakukan penelitian, peneliti akan meminta
rekomendasi dari STIKES Karya Husada Semarang, kemudian
wawancara dilakukan kepada subjek yang diteliti dengan menekankan
pada masalah etika yang meliputi :
1. Informed consent
Yaitu penjelasan kepada partisipan mengenai penelitian
yang akan dilakukan sehingga tidak ada tuntutan di kemudian hari
serta tidak ada yang merasa dirugikan dari kedua belah pihak, baik
peneliti maupun partisipan.
2. Membina hubungan baik
Sikap yang diberikan yaitu ramah, dan melakukan
pendekatan yang baik dengan partisipan.
3. Lembar persetujuan menjadi partisipan
Lembar persetujuan penelitian diberikan kepada subyek
yang akan diteliti. Tujuannya adalah subyek mengetahui maksud
dan tujuan penelitian serta dampak-dampak yang diteliti selama
pengumpulan data. Jika subyek bersedia diteliti maka harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika subyek menolak untuk
diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati
haknya.
4. Tanpa nama ( Anonymity)
Tanpa nama adalah menjaga kerahasiaan dimana peneliti
tidak mencantumkan nama partisipan tetapi peneliti menggunakan
inisial atau kode.
5. Kerahasiaan (Confidentiality)
Dalam mengambil data dari partisipan kami akan menjaga
dan memperhatikan dengan baik serta tidak akan membicarakan
identitas dan permasalahan partisipan kepada orang lain. Hanya
kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan
sebagai hasil riset.
6. Tidak ada unsur paksaan
Dalam pengambilan data kepada partisipan, kami tidak
melakukan paksaan dan harus ada persetujuan dari responden, jika
responden tidak setuju maka kami tidak akan mengambil datanya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran umum tempat penelitian
a. Politeknik Harapan Bersama Tegal
Politeknik Harapan Bersama Tegal didirikan tahun 2002
berdasarkan SK.Mendiknas RI Nomor : 128/D/O/2002 yang
berkedudukan di kota Tegal. Pada awal berdirinya Politeknik
memiliki empat Program Studi yaitu Teknik Mesin, Teknik
Elektro, Teknik Komputer & Akuntansi. Sejalan dengan pesatnya
pembangunan nasional dan perkembangan industri dan kesehatan
maka ditahun 2004 Politeknik membuka Program Studi Kebidanan
dan Farmasi. Dengan dibukanya Prgram Studi Kebidanan
diharapkan Politeknik menjadi lebih maju dan lebih dikenal oleh
masyarakat.
b. DIII Kebidanan
Penyelenggaraan program studi kebidanan, sama dengan
dasar Penyelenggaraan Politekhnik Harapan Berasama Tegal, yaitu
bersifat universal dalam ilmu pengetahuan untuk mencapai
kenyataan dan kebenaran, keadaban, kemanfaatan dan kebahagiaan
manusia.
74
1) Landasan
Landasan Pancasila dan kebudayaan Indonesia
diwujudkan dalam kaidah dasar kerokhanian, nasionalisme,
demokrasi, kemasyarakatan, kebersamaan dan dasar
kekeluargaan.
2) Visi
Mewujudkan Program Studi D III Kebidanan Politeknik
Harapan Bersama yang berkualitas dan unggul pada tingkat
Kopertis Wilayah VI (Propinsi Jawa Tengah) maupun pada
tingkat nasional.
3) Misi
a) Melaksanakan fungsi pokok pendidikan sesuai standar yang
ditentukan guna meningkatkan mutu pendidikan.
b) Melaksanakan penelitian dan pengabdian pada masyarakat
dibidang kesehatan masyarakat untuk menunjang
terlaksananya program-program pelayanan kesehatan di
masyarakat.
c) Mewujudkan sumber daya kesehatan perencana, pelaksanan,
dan penggerak pembangunan kesehatan.
d) Menghasilkan sumber daya yang bermutu dan kompetitif
guna mendukung program pembangunan nasional dan
75
5
komitmen global di bidang kesehatan pada tingkat Ahli
Madya Kebidanan.
2. Karakteristik Partisipan
Jumlah partisipan yang ada pada penelitian ini adalah 4 orang,
diambil berdasarkan saturasi data yang terdiri dari dosen tetap di prodi
DIII Kebidanan Politeknik Harapan Bersama Tegal. Berikut ini adalah
karakteristik khusus dari partisipan:
Tabel 4.1
Karakteristik partisipan
No
Partisipan
Tgl
Wawancar
a/Jam
Usia
Prtisipan
Lama
Bekerja
Pendidikan
Terakhir
P1 1 Desember
2014/jam
12:57 WIB
26 Tahun 3 Tahun S2
P2 1 Desember
2014/jam
13: 30 WIB
28 Tahun 5 Tahun S2
P3 1 Desember
2014/jam
14:00 WIB
30 Tahun 4 Tahun S2
P4 13
Desember
2014/jam
11:00 WIB
32 Tahun 6 Tahun S2
Triangulasi 22
Desember
2014/jam
09: 00 Wib
36 Tahun 10 Tahun S2
76
3. Karakteristik informasi
Wawancara mendalam atau in-depth interview dilakukan antara
seorang informan dengan pewawancara yang ditandai dengan
penggalian informasi yang mendalam dengan menggunakan
pertanyaan terbuka tentang persepsi dosen tentang tingkat kecerdasan
pada mahasiswa tingkat III program studi DIII kebidanan di politeknik
harapan bersama tegal tahun 2014. Penelitian ini mencapai saturasi
pada partisipan yang ke 4 sehingga pengambilan data dihentikan
sampai mencapai saturasi data dan tidak dapat lagi dilakukan
pengkodean atau tidak ada lagi data yang terkumpul.
4. Analisa Data
Peneliti membuat transkrip dilakukan dengan cara merubah
dari rekaman suara menjadi bentuk narasi secara verbatim dan hasil
catatan lapangan yang dibuat selama wawancara. Membaca transkrip
untuk mendapatkan ide yang dimaksud partisipan yaitu berupa kata
kunci dari setiap pertanyaan partisipan agar bisa dikelompokan.
Melakukan pengelompokan data ke dalam berbagai katagori untuk
selanjutnya dipahami secara utuh untuk menentukan tema-tema utama
yang muncul.
Hasil analisa yang didapat dari analisa data tersebut adalah
sebagai berikut:
77
1. Persepsi dosen tentang IQ, EQ, SQ pada mahasiswa DIII Kebidanan
Tingkat III DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal
tahun 2014.
a. Apa yang ibu ketahui tentang IQ, EQ, SQ?
dari pernyataan P1, P2, P3 dan P4 dititik beratkan pada singkatan
IQ,EQ,SQ
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori diatas yaitu
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama yaitu
dititik beratkan pada singkatan IQ, EQ, SQ , hal ini dibuktikan
dengan ungkapan sebagai berikut:
b. Apakah ibu tahu pentingnya menyeimbangakan IQ, EQ, SQ?
Pernyataan P1, P2, P3 dan P4 Dititikberatkan pada
pentingnya EQ dan SQ sedangkan IQ tidak terlalu menjadi
masalah, Hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
IQ: kecerdasan intelektual, EQ: kecerdasan emosional, SQ:
kecerdasan spiritual(agama) (P1)
IQ:ya tingkat kecerdasan intelektual, EQ: kecerdasan
emosional, SQ:kecerdasan spiritual( P2)
IQ: kecerdasan intelegensi, EQ: emosional, SQ: spiritual(P3)
IQ: kecerdasan intelektual, EQ: kecerdasan emosional, SQ:
kecerdasan spiritual(agama) (P4)
“ Ya kalo IQ kan :tingkat kecerdasan intelektual pada
mahasiswa , EQ: kecerdasan emosional pada mahasiswa ,
sedangkan SQ:kecerdasan spiritual pada mahasiswa“.(T)
Pada triangulasi sumber tidak sesuai dengan P1 –P4 yaitu
Dititikberatkan pada pentingnya IQ, Hal ini dibuktikan dengan
ungkapan sebagai berikut:
c. Kalo tahu, apa ibu sudah menerapkan untuk mahasiswa ibu ?
pernyataan P1 dan P4, Dititikberatkan untuk mahasiswa
itu sendiri, Hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
penting, setiap orang memang harus menyeimbangkan kalo IQ
pinter tapi secara emosi dan agama tidak baik sama aja bohong
nanti malah akan menjadi kejahatan. (P1)
IQ, EQ SQ memang harus disebangkan, ilmu keseimbangan
saling melengkapi ke tiganya harus seimbang, orang cerdas tapi
tidak bisa menggunakan kecerdasanya dalam kehidupan sehari-
hari. jika SQ dan EQ tidak bagus maka kecerdasanya akan
menjadi kejahatan. ( P2)
IQ: mahasiswa pinter kalo nggak punya SQ (percuma) kalo
punya SQ dan EQ nya bagus Insya Allah tingkah laku etikanya
bagus, lain halnya kalo pinter tapi EQ, SQ nya jelek ya
percuma ya.bagus meskipun IQ nya kurang. ( P3)
Penting lah mba, setiap orang memang harus menyeimbangkan
kalocuma IQ pinter tapi secara emosi dan agama tidak baik
sama aja bohong yang ada malah akan menjadi kejahatan saja.
(P4)
“Tau mba , ketiga kecerdasan memang harus seimbang
menyeimbangkan kecerdasan itu memang penting, kecerdasan
intelegensi yang baik akan mempengaruhi EQ dan SQ nya, tapi
nggak semua IQ pinter terus EQ dan SQ nya bagus.” (T)
pernyataan P2 Dititik beratkan untuk diri sendiri dan profesinya,
hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
pernyataan P3 dititik beratkan pada lingkungan rumahnya, hal ini
dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori ke dua
yaitu Dititikberatkan untuk diri sendiri dan profesinya, Hal ini
dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
d. Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi IQ, EQ, SQ?
pernyataan P1 dan P4 dititik beratkan pada faktor-faktor
yang mempengaruhi IQ, EQ, SQ , hal ini dibuktikan dengan
ungkapan sebagai berikut:
Kalo menerapkan pasti diterapkan Cuma untuk menerima
pada mahasiswa itu sendiri-sendiri. ( P1)
pasti kita menerapkan tapi semua kami kembalikan ke
mahasiswanya masing – masing. ( P4)
Pasti diterapkan, ilmu yang dia punya jelas untuk profesinya,
pada saat penularan ilmu itulah dihadapkan pada berbagai
karakter mahasiswa, otomastis harus menstabilkan emosi,
ketiganya sudah saya terapkan . ( p2)
Eeem paling banyak dirumah ya mba, dari kampus sih
sekedarnya saja. (P3)
“Pasti saya menerapkan mba dengan memotivasi memantau
nilainya, dan sebagainyan, dari kehadiranya, perkuliahnya
bagaimana, saya juga menanyakan bagaimana ibadahnya
selama ini, karena ilmu yang kita punya ya untuk diri kita
sendiri dan untuk profesi kita tentunya. “ (T)
Pernyataan P3 dititik beratkan pada faktor yang
mempengaruhi dilihat dari efeknya, hal ini dibuktikan dengan
ungkapan sebagai berikut:
Pernyataan P2 dititik beratkan pada asal usul IQ, EQ SQ,
hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama
yaitu dititik beratkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi , hal
ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Kalo IQ ya dari genetik, lingkungan, pendidikan formal, kalo
EQ dari kampus, diri sendiri dan keluarga, SQ: harus dari
kecil. ( P1)
eeemkalo IQ bisa dari Genetik, lingkungan,kalo EQ bisa dari
Lingkungan keluarga, luar, dan kalo SQ itu harus diterapkan
dari kecil (P4)
Eem IQ dari hamil, dari diri sendiri ya mba (Genetik) yang di
bawa ibu bapak , EQ dari lingkungan,kalo SQ dari keluarga,
lingkungan ( P3)
Kalo IQ kan pinter ya sama kaya tadi dari genetik, lingkungan
keluarga kaka, adik, orang tua, dan lingkungan luar,kalo EQ:
sama hanya saja IQ kan mempengaruhi otak sedangkan EQ
mempengaruhi sikap, SQ: dari lingkungan, dari faktor
perilakunya. ( P2)
“Kalo IQ itu ya berasal dari keturunan, dan lingkungan juga
, kalo EQ itu bisa dari lingkungan internal dan eksternal
sedangkan kalo SQ lingkungan dan yang utama orang tua
(T)
e. Apa ciri-ciri mahasiswa yang memiliki IQ, EQ, SQ tinggi?
pernyataan P1, P3 dan P4 dititik beratkan pada prestasi
mahasiswa, sikap sopan dan ibadahnya, hal ini dibuktikan dengan
ungkapan sebagai berikut:
pernyataan P2, dititikberatkan pada prestasi mahasiswa , sikap,
dan perilaku mahasiswa, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai
berikut:
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama
yaitu dititik beratkan pada prestasi mahasiswa, sikap sopan dan
ibadahnya, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Kalo IQ anaknya pinter, nilai bagus pembawaan juga sopan,
kalo EQ itu sopan, dan kalo SQ itu rajin beribadah (P1)
IQ: pinter,sopan EQ: sopan menjaga etika,tata kramanya tinggi
SQ: rajin beribadah.( P3)
Kalo IQ itu pinter, sopan, dan EQ itu sopan, kalo SQ biasanya
rajin beribadah (P4)
Pinter, biasanya bisa dilihat dari perilakunya, tatap mata kalo dia
punya IQ tinggi untuk menentukan iya atau tidaknya setelah
evaluasi pada saat di beri pengarahan nrima tau nrimo ya mba,
agama bagus, perilakunya juga bagus ( P2)
“Kalo IQ itu biasanya dari nilai prestasi nya akan bagus,
anaknya pinter,sopan, patuh juga dalam artian disiplin dalam
pemebelajaran juga dia aktif, diterapkan dalam ibadahnya ya,
tapi tidak bisa memantau ibadahnya, tapi pada beberapa
mahasiswa bimbingan saya, sering saya menanyakan ibadahnya
5 waktu sudah dijalankan tidak, ada yang iya, ada yang tidak,
tapi saya selalu memotivasi biar hal-hal seperti itu bisa
dijalankan dengan baik,”(T)
f. Menurut ibu apa peran tingkat kecerdasan dalam kehidupan?
pernyataan P1 dan P4, dititik beratkan pada EQ dan SQ
saja, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
pernyataan P2, Dititikberatkan untuk pemecahan sebuah
masalah, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
pernyataan P3, Dititikberatkan pada prestasi dan sikap, hal
ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama
yaitu dititik beratkan pada EQ dan SQ nya saja sebagai fokus
utama, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
penting, kalo seorang seimbang mudah mencari kerja, mudah
mencari jodoh, yang penting EQ, dan SQ . IQ bisa disesuaikan(
P1)
penting ya ya mba kalo tingkat kecerdasan seimbang dia bisa
cepat cari kerja yang utama sih EQ dan SQ kalo IQ bisa
disesuaikan lah (P4)
penting untuk mengatasi masalah saja perlu kecerdasan,
padahal hidup itu ya penuh masalah. ( P2)
banyak, untuk pendidikan ( pinter, sopan menjaga etika, tata
krama tinggi) ( P3)
“ Peran tingkat kecerdasan dalam kehidupan ya banyak ya
mba, selain mempunyai pengetahuan yang banyak juga dapat
dengan mudah dalam melakukan segala hal, dalam sekolah,
pergaulan, mencari kerja, kalo semuanya seimbang pasti jadi
mudah semuanya.tapi fokus yang utama sih EQ dan SQ kalo
IQ sih masih bisa disesuaikan” ( T)
2. Persepsi dosen tentang cara meningkatkan IQ, EQ, SQ pada
mahasiswa tingkat III DIII kebidanan di Politeknik Harapan Bersama
Tegal.
a. Bagaimana menurut ibu cara meningkatkan kecerdasan pada
mahasiswa tingkat III DIII Kebidanan?
Pernyataan P1dan P4, Dititik beratkan pada agenda yang sudah
ada dikampus , hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai
berikut:
Pernyataan P2, Dititikberatkan pada flash back kepada
mahasiswanya , hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai
berikut:
Pernyataan P3, Dititikberatkan pada Asal usul tingkat
kecerdasan , hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
untuk meningkatkan IQ : silabus sudah ada jadi sesuai dengan
silabus. EQ: pendidikan karakter dasar dan lanjut. SQ:
pendidikan agama wejangan-wejangan agama motivasi ( P1)
untuk meningkatkan IQ : Kebetulan di silabus sudah ada jadi
kita menerapkan sesuai dengan silabus. EQ: kami juga
menerapkan pendidikan karakter dasar dan pendidikan
karakter lanjut. SQ: pendidikan agama dan motivasi. ( P4)
ilmu yang dibekali langsung secara mandiri, mengingatkan
ilmu lamanya, materi, materi intinya.( P2)
tingkat kecerdasan dari awalnya dulu ikut sekolah dari dini
dulu, belajar, dan sering buka buku ( P3)
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama
yaitu dititik beratkan pada agenda yang sudah ada dikampus, hal
ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut
b. Apakah menurut ibu mahasiswanya terus berusaha
meningkatakan kecerdasan mereka ?
Pernyataan P2 dan P4 , Dititikberatkan pada mahasiswanya , hal
ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
pernyataan P1, Dititik beratkan pada sikap mahasiswanya,
hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
pernyataan P3, Dititikberatkan pada fakta, hal ini
dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
iya, tingkat III dimana mereka punya rasa takut sehingga
mempunyai keinginan menggali lebih banyak, dan lebih
bertanggung jawab serta rasa ingin tahunya semakin tinggi.( P2)
iya, tingkat III mereka lebih punya rasa takut mungkin karena
sudah tingkat akhir sehingga terus menggali lebih banyak dan
lebih bertanggung jawab.( P4)
jawaban pada mahasiswa ( P1)
Iya, ( P3)
“Kalo IQ biasanya ya belajar, sering baca buku, seminar,
media sedangkan kalo EQ itu ya melalui pendidikan karakter
dari dosen atau orang tuanya, dan kalo SQ itu harus lebih
dalam mengajarkan agama . “ ( T)
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama
yaitu dititik beratkan pada mahasiswanya, hal ini dibuktikan
dengan ungkapan sebagai berikut:
c. Kalo Iya, apa aplikasinya?
Pernyataan P2, P3, P4, dititikberatkan pada Keaktifan
mahasiswa, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Pernyataan P1, dititikberatkan kepada sikap
mahasiswanya, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai
berikut:
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama
yaitu dititik beratkan pada keaktifan mahasiswanya, hal ini
dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
banyak bertanya, pertanyaan lebih bagus dibandingkan semster
1 kebanyakan sudah bisa mengatasi masalahnya( P2)
Sering bertanya, kemauan untuk tahu, belajar di lab ( P3)
banyak bertanya, pertanyaan lebih bagus dibandingkan semster
yang lalu dan sudah bisa memecahkan masalah. ( P4)
Aplikasinya secara kesopanan semester 1 kurang sopan namun
tambah semster, mereka semakin sopan karena diajarkan etika.
Dan yang tadinya tidak bisa menjadi bisa ( P1)
“Iya pasti terbukti dari skill dan knowledge mereka yang
semakin bertambah dan tugas yang dikerjakan selalu sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.”( T)
“Mahasiswanya jadi lebih aktif, pintar dalam praktik di
laboratorium, lebih banyak menguasai materi, dilihat dari
nilainya.”(T)
3. Persepsi dosen tentang hambatan meningkatkan IQ, EQ, SQ pada
mahasiswa tingkat III DIII kebidanan di Politeknik Harapan Bersama
Tegal.
a. Menurut ibu, apakah ada hambatan dalam meningkatkan
kecerdasan pada anak didik ibu?
Pernyataan P3 dan P4, dititikberatkan pada sikap
mahasiswa, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Pernyataan P1, dititikberatkan keantusiasan mahasiswa, hal
ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Pernyataan P2 , dititikberatkan pada perbedaan IQ, EQ, SQ, hal
ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori kedua yaitu
dititik beratkan pada keantusiasan mahasiswa, hal ini dibuktikan
dengan ungkapan sebagai berikut:
Mahasiswanya malas, tidak suka dengan pelajaran, punya pacar
. ( P3)
Mahasiswanya malas, tidak suka dengan pelajaran. ( P4)
ada mahasiswa yang antusias dan ada yang ribut sendiri ada
yang susah dan gampang.( P1)
Karena perbedaan IQ, maka satu kelas harus menerima dengan
IQ nya masing-masing, setelah di evaluasi nilainya ada yang
tinggi dan sedang.( P2)
b. Apakah hambatan itu menjadi masalah
Tujuan yang ketiga pada point pertanyaan B katagori
pertama, Dititikberatkan pada karakter mahasiswa, hal ini
dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Pernyataan P1, dititikberatkan pada pentingnya
menyeimbangkan, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai
berikut:
Pernyataan P3, dititikberatkan pada mata kuliah, hal ini
dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama
yaitu dititik beratkan pada karakter mahasiswa, hal ini dibuktikan
dengan ungkapan sebagai berikut:
ya,otomatis, pengenya mengenal lebih dekat karakter
mahasiswa. ( P2)
ya,menjadi masalah pengenya mengenal lebih dekat
mahasiswanya.(P4)
tidak jadi masalah, itu karakter orang sendiri-sendiri yang
penting ngimbangi ( P1)
masalah, untuk belajar dalam mata kuliah .( P3)
“mahasiswanya ada yang antusias ada yang nggak mba.ini
mungkin dikarenakan ada faktor dari lingkungan luar, ada
permasalahan keluarga atau teman dekat.”(T)
“tentunya menjadi masalah mba, karena itu akan menurunkan
prestasi mahasiswa. , tetapi kita tetap menyesuaikan dengan
kemampuan mereka.”( T)
c. Meminimalisir hambatan tersebut
Pernyataan P1 dan P4, dititikberatkan pada kebutuhan
mahasiswa, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Pernyataan P2, dititikberatkan pada Tuhan, hal ini
dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Pernyataan P3, dititikberatkan pada usaha untuk
memperbaiki mahasiswa, hal ini dibuktikan dengan ungkapan
sebagai berikut:
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama
yaitu dititik beratkan pada kebutuhan mahasiswa, hal ini
dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
ngikutin anaknya saja, walaupun si anak harus butuh bimbingan
lebih ya di ikuti saja, pokonya ngikuti sikap anaknya ( P1)
Mengikuti maunya si anak saja, walaupun butuh bimbingan
lebih ya diikuti saja. (P4)
porsinya disesuaikan anaknya saja, selalu mengaitkan dengan
tuhan.( P2)
memberikan nasihat-nasihat kepada mahasiswa. ( P3)
“Tetap mengimbangi mahasiswa, walaupun harus ada
bimbingan tambahan tapi kita tetap mengikuti saja.ada
bimbingan PA rutin, biasanya tiap akan uts, pada saat itu lah
kita memberi motivasi dibantu dengan BK”(T)
B. PEMBAHASAN
d. Menjelaskan persepsi dosen tentang IQ, EQ, SQ pada mahasiswa DIII
Kebidanan Tingkat III DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama
Tegal tahun 2014.
a. Persepsi dosen tentang pengertian IQ,EQ,SQ
Persepsi tentang pengertian IQ, EQ, SQ terdapat 1 kategori.
Pada kategori pertama berbunyi dititikberatkan pada singkatan
IQ, EQ, SQ. Hal ini sesuai dengan kategori pertama dan
triangulasi sumber.
Pernyataan dari kategori pertama dan triangulasi sumber di
atas sesuai dengan teori menurut Spearman dan Wynn jones
(dalam buku Saifuddin, 2013:h 1) penggunaan istilah tersebut
dalam bahasa latin dikenal sebagai intellectus dan intelligentia.
Dalam bahasa Inggris masing-masing diterjemahkan sebagai
intellect dan intelligence. Ternyata, transisi bahasa tersebut
membawa pula berubahan makna. Intelligence, yang dalam
bahasa indonesia kita sebut dengan intelegensi.
Emosional quotient adalah Istilah” kecerdasan emosional”
pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog peter
salovey dari harvad university dan john mayer dari university of
new hampshire, dan Spiritual quotient menurut Agustian 2001
(dalam Saefullah 2012 h 63) menyatakan bahwa kecerdasan
spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah
b. Persepsi dosen tentang Pentingnya menyeimbangkan IQ,EQ,SQ
Triangulasi sumber tidak sesuai dengan P1 –P4 yaitu
Dititikberatkan pada pentingnya IQ,
Pernyataan dari PI, P2, P3 dan P4 sesuai dengan teori
(Dede, 2013: h 3) Kecerdasan intelektual dan kecerdasan
emosional saling melengkapi satu sama lain dalam proses belajar.
Keseimbangan antara kedua kecerdasan ini merupakan kunci
keberhasilan belajar peserta didik disuatu lembaga pendidikan
karena kecerdasan intelektual tidak akan berfungsi dengan baik
tanpa adanya partisipasi penghayatan emosional terhadap mata
pelajaran yang disampaikan. Hal ini membuktikan bahwa tanpa
adanya kecerdasan emosi, seseorang tidak akan dapat
menggunakan kemampuan kognitifnya secara optimal sesuai
dengan potensi yang dimilikinya.
Menurut Dede, 2013: h 3, Kecerdasan spiritual juga
merupakan kecerdasan tertinggi manusia yang berperan sebagai
landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Artinya
IQ memang penting peranya dalam kehidupan manusia agar
manusia mampu memanfaatkan teknologi secara efesiensi dan
efektif. Peran EQ juga penting dalam membangun hubungan antar
manusia yang efektif dan juga dapat meningkatkan kinerja,
namun tanpa SQ yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran maka
keberhasilan itu hanyalah akan menghasilkan masalah baru.
Kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang akan membantu
dalam penggunaan pikiran dan perasaanya untuk menyelesaikan
semua pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab dengan baik,
sehingga prestasi yang diharapkan dapat tercapai dengan hasil
yang optimal (Dede, 2013: h 3).
Menurut Zohar dan Marshall dalam buku Wardi, 2010: h
65, Faktor yang lebih penting untuk meraih prestasi belajar yang
baik selain faktor kecerdasan emosi (EQ) adalah kecerdasan
spiritual (SQ) karena dengan kecerdasan spiritual seseorang akan
mampu mengoptimalkan kecerdasan yang lain.
c. Penerapan pada mahasiswa
Pernyataan dari P1 dan P4 Dititikberatkan untuk
mahasiswa itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori (Saifuddin,
2013: 3) Kecerdasan intelektual memiliki peranan penting dalam
kehidupan setiap individu karena dengan kecerdasan intelektual
tersebut individu dapat melakukan beberapa kemampuan, seperti
kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah,
berpikir, memahami gagasan, menggunakan bahasa, belajar, dan
mengambil keputusan secara mandiri serta menjalankan
keputusan tersebut. Tidak ada informasi yang sulit bagi individu
yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang baik itu artinya
dalam penerapan keputusan di tangan mahasiswa itu sendiri.
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada dimana
pernyataan dari P2 Dititik beratkan untuk diri sendiri dan
profesinya, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber. Hal ini
mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor menurut Walgito ( 2004) .
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada dimana
pernyataan P3 dititik beratkan pada lingkungan rumahnya. Hal ini
sesuai dengan teori Hal ini mungkin disebabkan persepsi
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito
( 2004) .
d. Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi IQ,EQ,SQ
Pernyataan PI dan P4 dititik beratkan pada faktor-faktor
yang mempengaruhi IQ, EQ, SQ, hal ini sesuai dengan triangulasi
sumber. Pernyataan ini sesuai dengan teori Menurut Anonim
(2009) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
IQ pada diri seseorang, antara lain:
e) Pengaruh faktor bawaan atau keturunan
f) Pengaruh lingkungan
g) Minat dan pembawaan yang khas
Faktor-faktor yang mempengaruhi EQ Menurut Goleman
(2009 dalam Nurynati, 2010) faktor-faktor yang yang
mempengaruhi kecerdasan emosional adalah :
1) Lingkungan keluarga
2) Lingkungan non keluarga
Dan faktor-faktor yang mempengaruhi SQ menurut
Sumediyani (2002, h 3 dalam Trihandini, 2005) ada beberapa hal
yang dapat menghambat perkembangan kecerdasan spiritual
dalam diri seseorang, yaitu:
1) Adanya orang tua yang cukup menyayangi
Pernyataan P2 dititik beratkan pada faktor yang
mempengaruhi dilihat dari efeknya. dan pernyataan P3 dititik
beratkan pada asal usul IQ, EQ SQ.
Hal ini tidak sesuai dengan teori faktor-faktor yang
mempengaruhi IQ, EQ, SQ. Hal ini mungkin disebabkan persepsi
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito
( 2004) .
e. Persepsi dosen tentang ciri-ciri mahasiswa yang memiliki IQ, EQ,
SQ tinggi
Pernyataan P1, P3, P4 dititik beratkan pada prestasi
mahasiswa, sikap sopan dan ibadahnya, hal ini sesuai dengan
triangulasi sumber. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan
gambaran tentang anak yang berintelegensi tinggi adalah
gambaran mengenai siswa yang pintar, siswa yang selalu naik
kelas dengan nilai baik, atau siswa yang jempolan dikelasnya
(Saifuddin , 2013: h 2).
Menurut Jack block (dalam buku Nuryanti, 2010) dari hasil
penelitianya menyebutkan bahwa:
yang memiliki kecerdasan emosi tinggi secara sosial
mantap, mudah bergaul, jenaka, dan tidak mudah takut atau
gelisah. Mereka mempunyai kemampuan besar untuk
melibatkandiri dengan orang-orang atau permasalahan, memikul
tanggung jawab, mudah simpatik, dan mempunyai pandangan
moral. Mereka akan merasa nyaman dengan dirinya sendiri, orang
lain, dan dunia pergaulan lingkungannya.
Saefullah (2012: h 68) mengatakan bahwa seseorang yang
cerdas secara spiritual mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Selalu
merasakan kehadiran Allah.
Pernyataan P2, dititikberatkan pada prestasi mahasiswa ,
sikap, dan perilaku mahasiswa untuk ciri-ciri yang SQ tidak
sesuai dengan teori Saefullah (2012: h 68) mengatakan bahwa
seseorang yang cerdas secara spiritual mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut: Selalu merasakan kehadiran Allah.
f. Persepsi dosen tentang tingkat kecerdasan dalam kehidupan
Pernyataan P3, Dititikberatkan pada prestasi dan sikap. Hal
ini sesuai dengan teori, Kecerdasan intelektual memiliki peranan
penting dalam kehidupan setiap individu karena dengan
kecerdasan intelektual tersebut individu dapat melakukan
beberapa kemampuan, seperti kemampuan menalar,
merencanakan, memecahkan masalah, berpikir, memahami
gagasan, menggunakan bahasa, belajar, dan mengambil keputusan
serta menjalankan keputusan tersebut. Tidak ada informasi yang
sulit bagi individu yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual
yang baik (Saifuddin, 2013: 3). Dan teori Menurut Suharsono
(2001 dalam Nurhayati, 2010), peran kecerdasan emosi yang
memadahi dalam kehidupan adalah: Kecerdasan emosi sebagai
alat pengendalian diri sehingga seseorang tidak terjerumus ke
dalam tindakan-tindakan yang merugikan dirinya sendiri maupun
orang lain.
Pernyataan P1 dan P4, dititik beratkan pada EQ dan SQ
saja, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber. Hal ini sesuai
dengan teori Kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang akan
membantu dalam penggunaan pikiran dan perasaanya untuk
menyelesaikan semua pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab
dengan baik, sehingga prestasi yang diharapkan dapat tercapai
dengan hasil yang optimal (Dede, 2013: h 3).
Kecerdasan spiritual juga merupakan kecerdasan tertinggi
manusia yang berperan sebagai landasan untuk memfungsikan IQ
dan EQ secara efektif. Artinya IQ memang penting peranya dalam
kehidupan manusia agar manusia mampu memanfaatkan
teknologi secara efesiensi dan efektif. Peran EQ juga penting
dalam membangun hubungan antar manusia yang efektif dan juga
dapat meningkatkan kinerja, namun tanpa SQ yang mengajarkan
nilai-nilai kebenaran maka keberhasilan itu hanyalah akan
menghasilkan masalah baru (Dede, 2013: h 3).
Dosen yang profesional dapat menyeimbangkan antara IQ,
EQ dan SQ pada mahasiswanya sehingga ketiga kecerdasan
tersebut dapat seimbang.
Kecerdasan intelegensi hanya menyumbang 20% dari
kesuksesan , sedangkan 80% nya sumbangan dari faktor lain dan
SQ lah yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kecerdaasan spiritual ini selain bisa
membawa seseorang ke puncak kesuksesan dan memperoleh
ketentraman diri, juga dapat melahirkan karakter-karakter yang
mulia di dalam diri manusia.
Pernyataan P2, Dititikberatkan untuk pemecahan sebuah
masalah. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada dikarenakan
persespsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut
Walgito (2004)
e. Mengeksplorasi persepsi dosen tentang cara meningkatkan IQ, EQ,
SQ pada mahasiswa tingkat III DIII kebidanan di Politeknik Harapan
Bersama Tegal.
a. Persepsi dosen tentang cara meningkatkan IQ, EQ, SQ pada
mahasiswa tingkat III DIII kebidanan
Pernyataan P1 dan P4, Dititik beratkan pada agenda yang
sudah ada dikampus, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber hal
ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan
persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut
Walgito (2004)
Pernyataan P2, Dititikberatkan pada flash back kepada
mahasiswanya. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada
mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor menurut Walgito (2004)
Pernyataan P3, Dititikberatkan pada asal usul tingkat
kecerdasan. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin
disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
menurut Walgito (2004)
b. Persepsi dosen tentang usaha mahasiswa dalam meningkatkan
kecerdasanya
Pernyataan P1, Dititikberatkan pada mahasiswanya , hal ini
sesuai dengan triangulasi sumber. Dan hal ini juga sesuai dengan
(Menurut Saifuddin 2013:h 164 ) Adapun cara meningkatkan IQ
adalah sebagai berikut:
b) Belajar
Keberhasilan dalam belajar dipengaruhi oleh banyak
faktor yang bersumber dari dalam diri individu (Faktor
internal) dan yang bersumber dari luar (faktor eksternal).
Faktor internal dipengaruhi oleh fisik dan psikologis dimana
fisik yang mempengaruhi.
Kita dapat meningkatkan kecerdasan emosional
dengan cara mempelajari dan melatih ketrampilan serta
kemampuan yang menyusun kecerdasan emosional.
(Weisinger 2006 dalam buku Yuniani, 2010)
Agustian 2008, menyatakan untuk mengembangkan
kecerdasan spiritual yaitu dengan melakukan shalat atau
ibadah kepada Allah dengan penuh kekhusyukan karena
shalat khusyuk mengajak kita untuk menajamkan hati serta
merasakan sifat-sifat kebijaksanaan illahi hadir dalam jiwa
kita dan selanjutnya muncul dalam perilaku sehari-hari.
Pernyataan P2 dan P4, dititik beratkan pada sikap
mahasiswanya. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada
mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor menurut Walgito (2004)
Pernyataan P3, dititikberatkan pada fakta. hal ini tidak
sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito
(2004)
c. Persepsi dosen tentang aplikasinya
pernyataan P2, P3 dan P4, Dititikberatkan pada Keaktifan
mahasiswa, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber. hal ini tidak
sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito
(2004)
pernyataan P1, Dititikberatkan kepada sikap mahasiswanya.
hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan
persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut
Walgito (2004)
f. Mengeksplorasi persepsi dosen tentang hambatan meningkatkan IQ,
EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III DIII kebidanan di Politeknik
Harapan Bersama Tegal.
a. Persepsi dosen tentang hambatan meningkatkan IQ, EQ, SQ pada
mahasiswa tingkat III DIII kebidanan
Pernyataan P3 dan P4, dititikberatkan pada sikap
mahasiswa. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin
disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
menurut Walgito (2004)
Pernyataan P1, dititikberatkan keantusiasan mahasiswa, hal
ini sesuai dengan triangulasi sumber. Dan hal ini juga sesuai
dengan (Syah 2003) Faktor internal merupakan faktor yang
berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil
belajar individu. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan
biologis serta faktor psikologis.
Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar.
Faktor eksternal yang mempengaruhi proses belajar dapat
digolongkan menjadi faktor lingkungan sosial dan non sosial
(Syah 2003)
Menurut Dinkmeyer (1965) faktor-faktor yang
menghambat kecerdasan emosi anak adalah
e. Faktor kondisi fisik dan kesehatan,
f. Tingkat intelegensi
g. Lingkungan sosial
h. Keluarga
Menurut Sumediyani (2002, h 3 dalam Trihandini, 2005)
ada beberapa hal yang dapat menghambat perkembangan
kecerdasan spiritual dalam diri seseorang, yaitu:
e) Tidak adanya orang tua yang cukup menyayangi.
f) Ada beban yang dapat menekan insting
Pernyataan P2, dititikberatkan pada perbedaan IQ, EQ, SQ.
hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan
persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut
Walgito (2004)
b. Persepsi dosen tentang hambatan yang menjadi masalah
Pernyataan P2 dan P4, Dititikberatkan pada karakter
mahasiswa, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber. hal ini tidak
sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito
(2004)
Pernyataan P1, dititikberatkan pada pentingnya
menyeimbangkan. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada
mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor menurut Walgito (2004)
Pernyataan P3, dititikberatkan pada mata kuliah. hal ini
tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito
(2004)
c. Persepsi dosen tentang cara meminimalisir hambatan
Pernyataan P1 dan P4, dititikberatkan pada kebutuhan
mahasiswa, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber. hal ini tidak
sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito
(2004)
Pernyataan P2, dititikberatkan pada Tuhan. hal ini tidak
sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito
(2004)
Pernyataan P3, dititikberatkan pada usaha untuk
memperbaiki mahasiswa. hal ini tidak sesuai dengan teori yang
ada mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor menurut Walgito (2004)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan teori, hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti
lakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengetahuan IQ, EQ, SQ
IQ, EQ, SQ merupakan tiga tingkat kecerdasan yang saling
terkait dimana IQ adalah kecerdasan intelegensia, EQ adalah
kecerdasan emosi dan SQ adalah kecerdasan spiritual.
Menyeimbangkan IQ, EQ SQ penting karena jika ketiga kecerdasan
itu tidak seimbang maka kecerdasan itu akan menjadi masalah, SQ
menjadi fokus utama karena kecerdasan spiritual menjadi dasar dalam
kehidupan manusia. Penerapan pada mahasiswa sudah dilakukan
tetapi hasilnya dikembalikan ke mahasiswa, profesinya dan paling
banyak diterapkan di lingkungan rumah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi IQ, EQ, dan SQ adalah IQ:
Genetik, lingkungan. EQ: lingkungan internal dan eksternal, SQ:
keluarga, diterapkan sejak dini dan dari lingkungan. Ciri- ciri
mahasiswa yang memiliki IQ, EQ, SQ tinggi adalah IQ:
pintar,nilainya bagus, EQ: sopan, etikanya bagus, dapat
mengendalikan diri. SQ: rajin beribadah biasanya dapat dilihat dari
perilakunya yang bagus, selalu mengait ngaitkan dengan Allah.
Adapun peran tingkat kecerdasan dalam kehidupan adalah mudah
mencari kerja, dimana EQ dan SQ menjadi fokus utama dan IQ bisa
disesuaikan.
2. Cara meningkatkan IQ, EQ, SQ
Cara meningkatkan kecerdasan pada mahsiswa tingkat III DIII
Kebidanan adalah penerapan pada akademik institusi dimana IQ sudah
ada di silabus. EQ sudah ada dalam pendidikan karakter dasar dan
lanjut. SQ sudah ada pada pelajaran pendidikan agama serta selalu
memberi motivasi dan selalu mengingatkan materi-materi yang lalu
dan belajar. Usaha mahasiswa dalam meningkatkan kecerdasanya
adalah dimana tingkat III punya rasa takut sehingga mempunyai
keinginan menggali lebih banyak, dan lebih bertanggung jawab serta
rasa ingin tahunya semakin tinggi. Aplikasi pada mahasiswa bisa
dilihat dari keaktifan mahasiswa, banyak bertanya, pertanyaan lebih
bagus dibandingkan semster 1 kebanyakan sudah bisa mengatasi
masalahnya, pada semester akhir terlihat semakin menjaga etika.
3. Hambatan meningkatkan IQ, EQ, SQ
Hambatan dalam meningkatkan kecerdasan pada mahsaiswa
adalah Mahasiswa malas, tidak suka dengan pelajaran, keantusiasan
mahasiswa yang kurang dan suka ribut dikelas. perbedaan IQ dalam
satu kelas harus menerima dengan IQ nya masing-masing, setelah di
evaluasi nilainya ada yang tinggi dan sedang. Sebagian besar
hambatan sebagai masalah maka harus lebih mengenal lebih dekat
karakter mahasiswa namun sebagai dosen juga harus bisa
mengimbangi. Cara Meminimalisir hambatan adalah mengikuti
keinginan anak didiknya meskipun harus butuh bimbingan lebih tetap
harus di ikuti saja. Dan selalu memberikan nasihat-nasihat kepada
mahasiswa.
B. Saran
1. Bagi tenaga pengajar (dosen)
Mengetahui gambaran tentang IQ, EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III
DIII Kebidanan. Sehingga tenaga pengajar dapat lebih mengetahui
permasalahan pada mahasiswa dan dapat memecahkan masalah-
masalah yang terjadi pada mahasiswanya.
2. Bagi instansi tempat penelitian
Memberikan gambaran tentang IQ, EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III
DIII Kebidanan, agar institusi pendidikan lebih memperhatikan 3
tingkat kecerdasan pada mahsiswanya dan dapat menerapkan metode
khusus untuk meningkatkan IQ, EQ, SQ pada mahsiswanya, serta
mendirikan kegiatan-kegiatan secara rutin yang bertujuan untuk
meningkatkan IQ, EQ, SQ mahasiswanya seperti ekstrakulikuler
keagamaan, ektrakulikuler karya tulis ilmiah. Sehingga pendidikan di
Indonesia khususnya pendidikan kebidanan bisa lebih maju.
3. Bagi instansi pendidikan
Bagi instansi pendidikan hendaknya bisa untuk menjadi bahan
referensi bagi mahasiswa dan sebagai masukan untuk lebih
meningkatkan kualitas serta mutu pendidikan.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Memberikan pengalaman nyata dalam melaksanakan penelitian
sederhana secara ilmiah dalam rangka mengembangkan diri dan
melaksanakan fungsi bidan sebagai peneliti.
`
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010 “ Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik
Jakarta : Rineka Cipta
Azwar, Saifuddin. 2013 “ Pengantar Psikologi Intelegensi “ Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Dede, 2013. “Hubungan kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual dengan
prestasi belajar mahasiswa tingkat II Stikes Karya Husada Semarang “
Desmita. 2014. “ Psikologi Perkembangan Peserta Didik “ Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Diptasari, W. 2013.”Jurnal Persepsi dan Perilaku Mahasiswa Dalam Pendidikan
Karakter (Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS)”
Hamalik, Oemar. 2012. “ Psikologi Belajar Dan Mengajar “ Bandung : Sinar
Baru Algesindo
Moelong, lexy, 2004. “Metodologi penelitian” Bandung : PT Remaja Rosdakarya
2007. “Metodologi penelitian kualitatif edisi revisi” Bandung : PT
Remaja Rosdakarya
Mukhtar dan Iskandar. 2012. “ Desain Pembelajaran Berbasis TIK ” Jakarta:
Referensi
Notoadmodjo. 2010 “ Metode Penelitian Kesehatan “ Jakarta : Rineka Cipta
Pieter, zan, herri. 2010 “ Pengantar Psikologi Dalam Keperawatan “ Jakarta:
Prenada Media Group
Saryono. 2013. “ Metodologi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif “ Yogyakarta
:Nuha Medika
Sukardi, Ismail. 2013 “ Model-Model Pembelajaran Modern ” Palembang : Tunas
Gemilang Press
Uno, Hamzah. 2008 “ Perencanaan Pembelajaran “ Jakarta : Bumi Aksara
Walgito, Bimo. 2004 “ Pengantar Psikologi Umum “ Yogyakarta : Andi Offset