72
Presentasi Kasus SEORANG LAKI-LAKI 46 TAHUN DENGAN HEMIPARESE SINISTRA ET CAUSA STROKE NON HAEMORRAGIK Oleh: Desrina Pungky Arum Sari G99142083 Pembimbing dr. Yunita Fatmawati, Sp.KFR KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK 1

Presentasi Kasus RM Pungky

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kisata

Citation preview

Page 1: Presentasi Kasus RM Pungky

Presentasi Kasus

SEORANG LAKI-LAKI 46 TAHUN DENGAN HEMIPARESE

SINISTRA ET CAUSA STROKE NON HAEMORRAGIK

Oleh:

Desrina Pungky Arum Sari

G99142083

Pembimbing

dr. Yunita Fatmawati, Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RSUD DR.MOEWARDI

2015

1

Page 2: Presentasi Kasus RM Pungky

BAB I

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. K

Umur : 46 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Sangkrah, Pasar Kliwon, Surakarta

Status : Menikah

Tanggal Masuk : 11 Oktober 2015

Jam Masuk : 19.00

Tanggal Periksa : 13 Oktober 2015

No RM : 01316569

B. Keluhan Utama :

Kelemahan anggota gerak kiri yang mendadak

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh kelemahan anggota gerak kiri yang mendadak 7 jam

sebelum masuk rumah sakit saat akan berjalan memasuki rumah. Pasien

mengaku sebelumnya tidak ada keluhan kelemahan anggota gerak, dan masih

bisa melakukan aktivitas jalan-jalan keliling sekitar rumah. Namun, tiba-tiba

saat akan berjalan memasuki rumah, pasien merasa anggota gerak kiri lemah

sehingga pasien tidak dapat berjalan. Kelemahan pada pasien disertai dengan

nyeri kepala dan bicara pelo. Pasien tidak muntah, kejang, maupun penurunan

kesadaran. Tidak didapatkan riwayat trauma kepala sebelumnya. Pasien juga

menyangkal adanya demam dan riwayat benjolan abnormal di tubuh.

Pasien memiliki riwayat sakit hipertensi sejak 2 tahun yang lalu tetapi tidak

rutin minum obat. Apabila dirasa tensi agak tinggi, pasien akan minum buah

mengkudu. Selain itu, pasien juga memiliki riwayat sakit jantung kurang lebih 2

tahun yang lalu. Pasien dinyatakan jantungnya membesar akan tetapi pasien

2

Page 3: Presentasi Kasus RM Pungky

tidak rutin meminum obat. Kemudian oleh keluarga, pasien diantar RSDM

karena merasa kelemahan yang dialami tidak membaik.

Pada hari perawatan ke-5, pasien masih merasa anggota gerak kiri masih

lemah dan sulit digerakkan. Pasien masih berbicara pelo dan mulai mengeluhkan

anggota gerak kiri terasa tebal dan sedikit sakit jika dipegang. Keluhan nyeri

kepala sudah tidak dirasakan. Pasien sampai saat ini juga masih mengalami

kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kencing manis : disangkal

Riwayat Stroke : disangkal

Riwayat Dislipidemia : disangkal

Riwayat Alergi obat/ makanan : disangkal

Riwayat Trauma : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat kencing manis : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Alergi obat/ makanan : disangkal

Riwayat Stroke : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Penderita makan tiga kali sehari dengan sepiring nasi dan lauk pauk berupa

daging, tahu, tempe, telur, dan sayur.

Riwayat merokok : (+) kurang lebih 20 tahun

Riwayat mengonsumsi alkohol : disangkal

Riwayat olahraga : tidak rutin

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal bersama istri dan seorang anaknya. Pasien bekerja sebagai

pedagang dan berobat dengan menggunakan fasilitas BPJS.

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum kesan gizi cukup, GCS E4V5M6.

3

Page 4: Presentasi Kasus RM Pungky

B. Tanda Vital

Tekanan darah : 190/140 mmHg

Nadi : 84 x/ menit, isi cukup, irama teratur

Respirasi : 20 x/menit, irama teratur, tipe thoracoabdominal

Suhu : 36,6 0C per aksiler

VAS : 0

C. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-).

D. Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam beruban,

tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).

E. Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak

langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-).

F. Hidung

Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

G. Telinga

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).

H. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris (-), lidah tremor (-),

stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

I. Leher

Simetris, trakea di tengah, JVP dalam batas normal, limfonodi tidak membesar,

nyeri tekan (-), benjolan (-).

J. Thorax

a. Retraksi (-), simetris

b. Cor

Inspeksi : Ictus Cordis tampak

Palpasi : Ictus Cordis kuat angkat, teraba di SIC VI linea axillaris

anterior

Perkusi : Konfigurasi Jantung kesan melebar ke caudolateral

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

4

Page 5: Presentasi Kasus RM Pungky

c. Pulmo

Inspeksi : Pengembangan dinding dada kanan = kiri

Palpasi : Simetris, fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Sonor/Sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-)

K. Trunk

Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-)

Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)

Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)

L. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba

M. Ekstremitas

Oedem Akral dingin

N. Status Neurologis

Kesadaran : GCS E4V5M6

Fungsi Luhur : dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : BAB dan BAK normal, terpasang IV line dan DC

Fungsi Sensorik : menurun

Fungsi Motorik dan Reflek :

Atas Tengah

Bawah

ka/ki ka/ki ka/ki

a. Lengan

- Kekuatan 5/0 5/2 5/2

- Tonus n /n n /n n /n

- Reflek Fisiologis

5

- -

- -- -

- -

Page 6: Presentasi Kasus RM Pungky

Reflek Biseps +2/+2

Reflek Triseps +2/+2

- Reflek Patologis

Reflek Hoffman - / -

Reflek Tromner - / -

Atas Tengah

Bawah

ka/ki ka/ki ka/ki

b. Tungkai

- Kekuatan 5/0 5/0 5/0

- Tonus n /n n /n n /n

- Klonus

Lutut - / -

Kaki - / -

- Reflek Fisiologis

Reflek Patella +2/+2

Reflek Achilles +2/+2

- Reflek Patologis

Reflek Babinski - / -

Reflek Chaddock - / -

Reflek Oppenheim - / -

Reflek Schaeffer - / -

Reflek Rosolimo - / -

Nn. Craniales

- N. I : dalam batas normal

- N. II, III : reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)

- N. III, IV, VI : pergerakan bola mata dalam batas normal

- N. V : fungsi otot-otot mengunyah masih baik, sensibilitas

masih baik, refleks kornea (+).

- N. VII : parese sinistra UMN

- N. VIII : dalam batas normal

- N. IX, X : refleks bersin (+), disfagia (-)

6

Page 7: Presentasi Kasus RM Pungky

- N. XI : dalam batas normal

- N. XII : parese sinistra UMN

Meningeal Sign

- Kaku kuduk : -

- Brudzinksi I-II : -

- Laseque : -

- Kernig : -

O. Status Psikiatri

Deskripsi Umum

Penampilan : Laki-laki, tampak sesuai umur, berpakaian rapi, perawatan

diri cukup baik

Kesadaran : Kuantitatif : GCS E4V5M6

Kualitatif : Composmentis

Gangguan Persepsi

- Halusinasi : (-)

- Ilusi : (-)

Proses Pikir

- Bentuk : realistik

- Isi : waham (-)

- Arus : koheren

Sensorium dan Kognitif

- Daya Konsentrasi : baik

- Orientasi : Orang : baik

Waktu : baik

Tempat : baik

- Daya Ingat : Jangka pendek : baik

Jangka panjang : baik

Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik

Insight : derajat 5

Taraf Dapat Dipercaya : dapat dipercaya

P. Manual Muscle Test (MMT)

NECK ROM MMT

7

Page 8: Presentasi Kasus RM Pungky

Pasif Aktif

Fleksi 0 - 70º 0 - 70º 5

Ekstensi 0 - 40º 0 - 40º 5

Lateral bending kanan 0 - 60º 0 - 60º 5

Lateral bending kiri 0 - 60º 0 - 60º 5

Rotasi kanan 0 - 90º 0 - 90º 5

Rotasi kiri 0 - 90º 0 - 90º 5

Ektremitas SuperiorROM Pasif ROM Aktif MMT

Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra D S

Shoulder

Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0º 5 0Ektensi 0-50º 0-50º 0-50º 0º 5 0Abduksi 0-180º 0-180º 0-180º 0º 5 0Adduksi 0-75º 0-75º 0-75º 0º 5 0Eksternal Rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0º 5 0Internal Rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0º 5 0

Elbow

Fleksi 0-150º 0-150º 0-150º 0-20º 5 2

Ekstensi 0º 0º 0º 0º 5 2

Pronasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-20º 5 2

Supinasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-20º 5 2

Wrist

Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0º 5 2

Ekstensi 0-70º 0-70º 0-70º 0º 5 2

Ulnar Deviasi 0-30º 0-30º 0-30º 0º 5 2

Radius deviasi 0-20º 0-20º 0-20º 0º 5 2

Finger MCP I Fleksi 0-50º 0-50º 0-50º 0º 5 2

MCP II-IV fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0º 5 2

DIP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0º 5 2

PIP II-V fleksi 0-100º 0-100º 0-100º 0º 5 2

MCP I Ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0º 5 2

Trunk Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0º 5 2

Ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0º 5 2

Right Lateral

Bending

0-35º 0-35º 0-35º 0º 5 2

8

Page 9: Presentasi Kasus RM Pungky

Left Lateral

Bending

0-35º 0-35º 0-35º0º

5 2

Ektremitas InferiorROM Pasif ROM Aktif MMT

Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra D S

Hip

Fleksi 0-120º 0-120º 0-120º 0º 5 0

Ektensi 0-30º 0-30º 0-30º 0º 5 0Abduksi 0-45º 0-45º 0-45º 0º 5 0Adduksi 0-45º 0-45º 0-45º 0º 5 0Eksorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0º 5 0Endorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0º 5 0

KneeFleksi 0-120º 0-120º 0-120º 0º 5 0Ekstensi 0º 0º 0º 0º 5 0

Ankle

Dorsofleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0º 5 0Plantarfleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0º 5 0Eversi 0-50º 0-50º 0-50º 0º 5 0Inversi 0-40º 0-40º 0-40º 0º 5 0

Q. Status Ambulasi

Skor ADL dengan Barthel Index

Activity ScoreFeeding0 = unable5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau membutuhkan modifikasi diet10 = independen

5

Bathing0 = dependen5 = independen (atau menggunakan shower)

0

Grooming0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur

0

Dressing0 = dependen5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian pekerjaan sendiri10 = independen (termasuk mengancingkan resleting, menalikan pita,

5

9

Page 10: Presentasi Kasus RM Pungky

dll.Bowel0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema)5 = occasional accident10 = kontinensia

10

Bladder0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu menangani sendiri5 = occasional accident10 = kontinensia

10 (dengan

DC)

Toilet use0 = dependen5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri10 = independen (on and off, dressing)

0

Transfer0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat duduk10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)15 = independen

0

Mobility0 = immobile atau < 50 yard5 = wheelchair independen, > 50 yard10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50 yard15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun, tongkat) > 50 yard

10

Stairs0 = unable5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)10 = independen

5

Total (0-100) 45

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium Darah 11 Oktober 2015

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

SITOLOGI

Hb 11.9 g/dl 13 –17,5

Hct 36 % 33 – 45

AL 11.7 103/ L 4.5 – 11.0

AT 263 103 / L 150–450

AE 4.42 103/ L 4.50 – 5.90

10

Page 11: Presentasi Kasus RM Pungky

Golongan darah O

HEMOSTASIS

PT 12.5 detik 10.0-15.0

APTT 25.4 detik 20.0-40.0

INR 0.990

KIMIA KLINIK

GDS 132 mg/dL 60-140

SGOT 19 u/l <35

SGPT 14 u/l <45

Creatinie 1.6 mg/dL 0.9-1.3

Ureum 35 mg/dL <50

ELEKTROLIT

Natrium Darah 143 mmol/ L 136-145

Kalium Darah 3.0 mmol/ L 3.7-5.1

Clorida Darah 107 mmol/ L 98-106

SEROLOGI HEPATITIS

HBsAg Nonreaktif Nonreaktif

B. Laboratorium Darah 12 Oktober 2015

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

GDS 115 mg/dL 70-110

Glukosa 2 jam PP 232 mg/dL 80-140

Asam urat 7.2 mg/dL 2.4-6.1

Kolesterol total 236 mg/dL 50-200

Kolesterol LDL 175 mg/dL 97-202

Kolesterol HDL 40 mg/dL 30-64

Trigliserida 130 mg/dL <150

11

Page 12: Presentasi Kasus RM Pungky

C. CT Scan Kepala (11 Oktober 2015)

Kesan : lacunar infark corona radiata kanan dan brain atrofi

D. Foto Rontgen Thoraks (11 Oktober 2015)

12

Page 13: Presentasi Kasus RM Pungky

Kesan : Cardiomegaly

IV. ASSESSMENT

Klinis : Hemiparese sinistra, parese N.VII dan N. XII sinistra UMN,

cephalgia, disartria

Topis : capsula interna dextra

Etiologis : Stroke non haemorragik

V. DAFTAR MASALAH

A. Problem Medis

1. Hemiparese sinistra

2. Parese N.VII, XII sinistra UMN

3. Cephalgia

4. Disartria

B. Problem Rehabilitasi Medik

1. Fisioterapi : Kelemahan ekstremitas kiri atas dan bawah

2. Speech Terapi : Bicara pelo

3. Okupasi Terapi : Gangguan dalam melakukan aktivitas fisik

4. Sosiomedik : Memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas

sehari-hari

13

Page 14: Presentasi Kasus RM Pungky

5. Ortesa-protesa : Keterbatasan mobilisasi

6. Psikologi : Beban pikiran karena kesulitan melakukan aktivitas

sehari–hari

VI. PENATALAKSANAAN

A. Terapi Medikamentosa

1. Infus Assering 20 tpm

2. Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam

3. Injeksi vit B12 500 mg/ 12 jam

4. Paracetamol 2 x 1000 mg

5. KSR 3 x 600 mg

6. Bisoprolol 1 x 2.5 mg

7. Ramipril 1 x 10 mg

8. Novorapid 6-6-6 IU SC

9. Simvastatin 1 x 20 mg

10. Aspilet 1 x 80 mg

11. Allopurinol 1 x 100 mg

B. Rehabilitasi Medik:

1. Fisioterapi :

- Head up 300

- PROM exercise anggota gerak kiri

- Proper bed positioning

- Alih baring tiap 2 jam, miring kiri kanan

Setelah fase akut :

- Latihan duduk jalan (mobilisasi bertahap)

- Electrical stimulation

- Infrared superficial

2. Speech terapi :

- Latihan artikulasi, latihan berbicara pelan, penggunaan kata- kata singkat

3. Okupasi terapi :

Melatih pasien agar dapat menjalankan ADL sesuai fungsi awalnya,

terutama latihan motorik halus tangan dengan aktif

14

Page 15: Presentasi Kasus RM Pungky

4. Sosiomedik :

Edukasi terhadap keluarga pasien mengenai bagaimana perawatan pasien

dan pentingnya peran keluarga dalam pengawasan dan membantu pasien

untuk melakukan latihan rehabilitasi di rumah.

5. Ortesa dan protesa :

Menyiapkan alat bantu jalan jika diperlukan

6. Psikologis :

Evaluasi status mental pasien setelah pasien sadar dan merencanakan terapi

psikologis berdasarkan hasil pemeriksaan status mental pasien tersebut,

memberikan terapi suportif pada keluarga pasien

VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, HANDICAP

A. Impairment

1. Hemiparese sinistra e.c stroke non haemorragik

2. Parese N. VII, XII sinistra UMN

3. Cephalgia

4. Disartria

5. Cardiomegaly

6. Hipertensi urgensi

7. Diabetes melitus tipe 2

8. Hipokalemia

9. Hiperchlorida

10. Asam urat

11. Dislipidemia

B. Disabilitas

Terjadi disabilitas personal dengan skor ADL 45 dengan gangguan dalam

makan, mandi, merawat diri, memakai baju, menggunakan toilet, mobilisasi,

dan menaiki tangga.

C. Handicap : gangguan berinteraksi dengan masyarakat luas, keterbatasan

menghadiri acara sosial seperti pengajian, undangan resepsi

pernikahan, dsb.

15

Page 16: Presentasi Kasus RM Pungky

VIII. PLANNING

Planning Diagnostik: pemeriksaan laboratorium darah (GDP, GD2PP,

HbA1C)

Planning Terapi : tidak ada

Planning Edukasi :

- Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi

- Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan

- Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi

Planning Monitoring : Evaluasi hasil terapi.

IX. GOAL

A. Jangka pendek

1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat lama perawatan

2. Minimalisasi impairment dan disabilitas pada pasien

3. Mencegah terjadinya komplikasi akibat tirah baring lama seperti ulkus

decubitus, pneumonia, atrofi otot, hipotensi ortostatik dan lain sebagainya.

B. Jangka panjang

1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada

fase akut, tetapi juga fase kronik.

2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

3. Meningkatkan dan memelihara kekuatan otot

4. Meningkatkan dan memelihara ROM

5. Mengatasi masalah psikososial yang timbul akibat penyakit yang diderita

pasien

X. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

16

Page 17: Presentasi Kasus RM Pungky

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Stroke didefiniskan sebagai keadaan dimana terjadi interupsi suplai darah ke

otak, yang biasanya disebabkan karena bocornya pembuluh darah maupun adanya

blokade akibat bekuan darah. Berhentinya suplai oksigen dan nutrisi ini

menyebabkan kerusakan jaringan otak.27

Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh

iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal

pembuluh darah otak yang menyebabkan berkurangnya suplai oksigen dan glukosa

ke bagian otak tertentu.11 Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau

tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia salah satu daerah

pendarahan otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral

atau perdarahan subarachnoid.3

II. EPIDEMIOLOGI

Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika

Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita

17

Page 18: Presentasi Kasus RM Pungky

stroke tetap meningkat yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi

tua/meningkatnya harapan hidup. Terdapat beberapa variasi terhadap insidensi dan

outcome stroke di berbagai negara. Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi

stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia ≥18 tahun.

Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2% pada orang

kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia.2,5

Dari Survey ASNA di 28 RS seluruh Indoneisia, diperoleh gambaran bahwa

penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dan profil usia 45 tahun yaitu

11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5%. Data-

data lain dari ASNA Stroke Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar

24,5%.18

III. FAKTOR RISIKO

Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk

pengobatan dan perawatan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta turunnya kualitas

hidup.8 Kerugian ini akan berkurang jika pengendalian faktor risiko dilaksanakan

dengan ketat.6

Tabel 1. Faktor Risiko Stroke 21

Beberapa faktor diketahui meningkatkan penyakit stroke, dan telah dilakukan

banyak studi berskala luas. Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat

diklasifikasikan berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak

18

Page 19: Presentasi Kasus RM Pungky

(nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well

documented atau less well documented).9

1. Non modifiable risk factors :

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Berat badan lahir rendah

d. Ras/etnis

e. Genetik

2. Modifiable risk factors

a. Well-documented and modifiable risk factors

1) Hipertensi

2) Paparan asap rokok

3) Diabetes

4) Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu

5) Dislipidemia

6) Stenosis arteri karotis

7) Sickle cell disease

8) Terapi hormonal pasca menopause

9) Diet yang buruk

10) Inaktivitas fisik

11) Obesitas

b. Less well-documented and modifiable risk factors

1) Sindroma metabolik

2) Penyalahgunaan alkohol

3) Penggunaan kontrasepsi oral

4) Sleep-disordered breathing

5) Nyeri kepala migren

6) Hiperhomosisteinemia

7) Peningkatan lipoprotein (a)

8) Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase

9) Hypercoagulability

10) Inflamasi

19

Page 20: Presentasi Kasus RM Pungky

11) Infeksi

Fisiologi Otak

Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan

dinyatakan dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada

tekanan perfusi otak/cerebral perfusion pressure (CPP) dan resistensi

serebrovaskular/cerebrovascular resistance (CVR).6,11 Dalam keadaan normal dan

sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9 cc/100 gram otak/menit. Hubungan

antara ketiga variabel ini dinyatakan dalam persamaan berikut:24

Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean arterial blood

pressure (MABP) dikurangi dengan tekanan intracranial/intracranial pressure

(ICP), sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus

pembuluh darah otak, struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah yang

melewati pembuluh darah otak.6,11

Ambang batas aliran darah otak ada tiga, yaitu:10

a. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit. Bila

tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi

integritas sel-sel saraf masih utuh.

b. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100

gram/menit, yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik

neuronal berhenti. Ini berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam

proses disintegrasi.

c. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak terpenuhi

akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah 15 cc/100

gram/menit.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain:10,22

a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma atau

tersumbat oleh trombus/embolus.

20

Page 21: Presentasi Kasus RM Pungky

b. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat

akan menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat

dapat menyebabkan oksigenasi otak menurun.

c. Tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi otak.

Autoregulasi Otak

Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk

mempertahankan aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan

perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan arterial rata – rata adalah 50 – 150

mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh darah serebral akan berkontraksi

akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi bila terjadi penurunan.10

Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap konstan. Autoregulasi

masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 – 200 mmHg dan tekanan

diastolik 60 – 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan ambang iskemia,

200 mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg adalah batas atas diastolik.

Respon autoregulasi juga berlangsung melalui refleks miogenik intrinsik dari

dinding arteriol dan melalui peranan dari sistem saraf otonom.10

Metabolisme Otak

Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan

oksigen. Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit

dan aliran darah otak sekitar 50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber

energi yang dibutuhkan otak, bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan

H2O. Secara fisiologis 90% glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara

komplit, 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat (metabolisme

anaerob). Bila aliran darah otak turun menjadi 20 – 25 ml/100 gram otak/ menit

maka akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan otak

sehingga fungsi-fungsi neuron dapat dipertahankan.10

IV. KLASIFIKASI

Berdasarkan kelainan patologis, stroke dapat dibagi menjadi:14,17,25

a. Stroke hemoragik

21

Page 22: Presentasi Kasus RM Pungky

1. Perdarahan intra serebral

2. Perdarahan ekstra serebral (sub-arakhnoid)

b. Stroke non-hemoragik

1. Trombosis serebri

Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya

penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama

makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran

darah ini menyebabkan iskemia.14,17 Trombosis serebri adalah obstruksi aliran

darah yang terjadi pada proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah

lokal.14,17

2. Emboli serebri

Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi

ateromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-

gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke

tempat-tempat lain dalam aliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang

terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi tersumbat, aliran darah fragmen

distal akan terhenti, mengakibatkan infark jaringan otak distal karena

kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32% dari penyebab stroke

non hemoragik.17

Klasifikasi stroke non hemoragik menurut Trial Of Org 10172 In Acute

Stroke Treatment:1

1) Aterosklerosis arteri besar

Pasien-pasien ini akan memiliki gejala klinis dan pencitraan otak

berupa stenosis atau oklusi yang signifikan (> 50%) pada arteri otak

besar atau cabang arteri kortikal yang memungkinkan adanya

aterosklerosis. Gejala klinisnya terdapat gangguan kortikal (afasia,

kelalaian, atau keterbatasan fungsi motorik) atau disfungsi pada batang

otak dan cerebellum. Riwayat serangan TIA pada vaskular yang sama,

adanya bruit di carotis atau denyutan carotis yang berkurang membantu

penegakan diagnosis. Lesi kortikal atau cerebellum dan infark batang

otak atau hemisfer subkortikal dengan gambaran CT Scan atau MRI

diameter lebih besar dari 1,5 cm dianggap berpotensi aterosklerosis pada

22

Page 23: Presentasi Kasus RM Pungky

arteri besar. Gambaran studi duplek atau arteriografi yang menunjukkan

adanya stenosis >50% pada arteri intrakranial atau ekstrakranial

diperlukan. Studi diagnostik harus mengecualikan potensi sumber emboli

kardiogenik. Diagnosis stroke sekunder untuk aterosklerosis arteri besar

tidak dapat ditegakkan jika studi duplex atau arteriografi menunjukkan

hasil yang normal atau hanya kelainan yang minimal.

2) Kardioembolisme

Kategori ini meliputi pasien dengan oklusi arteri yang mungkin

disebabkan oleh kardioemboli. Sumber emboli jantung dibagi menjadi

kelompok risiko tinggi dan risiko menengah. Sedikitnya satu sumber

jantung untuk emboli harus diidentifikasi untuk diagnosis kemungkinan

terjadinya stroke kardioemboli. Gambarannya hampir sama dengan

aterosklerosis arteri besar. Riwayat TIA, stroke pada lebih dari satu

wilayah pembuluh darah atau emboli sistemik sebelumnya mendukung

diagnosis klinis stroke kardioemboli. Kemungkinan diagnosis

aterosklerosis arteri besar yang disebabkan trombosis atau emboli harus

dihilangkan. Pasien dengan risiko emboli menengah dan tidak ada

penyebab lain dari stroke dapat diklasifikasikan sebagai pasien yang

mungkin mengalami kardioemboli. Berikut adalah poin-poin untuk

klasifikasi derajat resiko kardioemboli menurut TOAST:

Tabel 2. TOAST Classification of High- and Medium-Risk Sources of

Cardioembolim

23

Page 24: Presentasi Kasus RM Pungky

3) Oklusi arteri kecil (lacunar)

Pasien ini biasanya memiliki gejala klinis sindroma lakuner dan

tidak didapatkan disfungsi kortikal. Riwayat Diabetes mellitus dan

hipertensi menyokong penegakan diagnosis. Gambaran ST Scan atau

MRI harus normal dan adanya disfungsi daerah otak yang relevan

ataupun pada subkorteks pada hemisfer lesi dengan diameter <1,5 cm.

4) Stroke akut dengan etiologi lainnya

Pasien ini termasuk pasien dengan etiologi yang relatif jarang,

misalnya nonarterosklerosis vaskulopati, hiperkoagulasi, dan kelainan

hematologi. Gambaran stroke iskemik akut pada CT Scan atau MRI pada

ukuran atau lokasi yang sesuai. Kemungkinan adanya aterosklerosis dan

kardioemboli harus disingkirkan.

5) Stroke dengan penyebab lainnya

Beberapa pasien memiliki gejala klinis dan etiologi yang tidak sesuai

diatas atau pasien dengan lebih dari satu kemungkinan penyebab

sehingga klinisi masih ragu dengan diagnosis finalnya maka akan masuk

dalam kategori ini. Misalnya pasien dengan atrial fibrilasi yang juga

memiliki stenosis arteri carotis ipsilateral. Berikut adalah tabel subtipe

stroke iskemik menurut TOAST:

Tabel 3. Subtipe stroke iskemik TOAST1

24

Page 25: Presentasi Kasus RM Pungky

a. Stroke Hemoragik

Pendarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang

melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Terdapat dua jenis utama pada

stroke yang mengeluarkan darah : (intracerebral hemorrhage dan

(subarachnoid hemorrhage. Gangguan lain yang meliputi pendarahan di

dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya

disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang

berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke.

b. Serangan Iskemik Sesaat (TIA)

Serangan Iskemik Sesaat (Transient Ischemic Attacks, TIA) adalah

gangguan fungsi otak yang merupakan akibat dari berkurangnya aliran

darah ke otak untuk sementara waktu. TIA lebih banyak terjadi pada usia

setengah baya dan resikonya meningkat sejalan dengan bertambahnya umur.

Kadang-kadang TIA terjadi pada anak-anak atau dewasa muda yang

memiliki penyakit jantung atau kelainan darah.

Penyebabnya biasanya karena serpihan kecil dari endapan lemak dan

kalsium pada dinding pembuluh darah (ateroma) bisa lepas, mengikuti

aliran darah dan menyumbat pembuluh darah kecil yang menuju ke otak,

sehingga untuk sementara waktu menyumbat aliran darah ke otak dan

menyebabkan terjadinya TIA. Gejala TIA terjadi secara tiba-tiba dan

biasanya berlangsung selama 2-30 menit, jarang sampai lebih dari 1-2 jam,

tergantung kepada bagian otak mana yang mengalami kekuranan darah. Jika

mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, maka yang paling sering

ditemukan adalah kebutaan pada salah satu mata atau kelainan rasa dan

kelemahan. Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis,

biasanya terjadi pusing, penglihatan ganda dan kelemahan menyeluruh.

Gejala-gejala yang sama akan ditemukan pada stroke, tetapi pada TIA

gejala ini bersifat sementara dan reversibel. Tetapi TIA cenderung kambuh;

penderita bisa mengalami beberapa kali serangan dalam 1 hari atau hanya 2-

3 kali dalam beberapa tahun. Sekitar sepertiga kasus TIA berakhir menjadi

stroke dan secara kasar separuh dari stroke ini terjadi dalam waktu 1 tahun

setelah TIA.

25

Page 26: Presentasi Kasus RM Pungky

V. PATOFISIOLOGI

1. Trombosis (penyakit trombo - oklusif):

Merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis serebral

dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis selebral.

Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang

tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau

kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral

tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau

parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada

beberapa jam atau hari.

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan

intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut,

sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan

berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik

tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat

yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus

tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan

yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis

bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat

terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga

permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan

melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi.

Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat

tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan

sempurna.

1. Embolisme:

Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita

trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam

jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari

penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi

embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit..

26

Page 27: Presentasi Kasus RM Pungky

tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi

media, terutama bagian atas.

2. Perdarahan serebri

Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama

kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh

dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan

oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau

subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan

tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan

vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke

seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak

menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari

sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak

dan mengalami nekrosis. Stroke iskemik akut hasil dari oklusi vaskuler

sekunder akibat penyakit tromboemboli. Iskemia menyebabkan hipoksia sel

dan menipisnya adenosin trifosfat selular (ATP). Tanpa ATP, tidak ada lagi

energi untuk mempertahankan gradien ionik melintasi membran sel dan

depolarisasi sel. Masuknya ion natrium dan kalsium dan aliran pasif air ke

dalam sel memimpin timbulnya edema sitotoksik. Stroke iskemik dapat terjadi

berdasarkan 3 mekanisme yaitu trombosis serebri, emboli serebri dan

pengurangan perfusi sitemik umum. Trombosis serebri adalah obstruksi aliran

darah yang terjadi pada proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal.

Emboli serebri adalah pembentukan material dari tempat lain dalam sistem

vaskuler dan tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade

aliran darah. Pengurangan perfusi sistemik dapat mengakibatkan kondisi

iskemik karena kegagalan pompa jantung atau proses perdarahan atau

hipovolemik.16

VI. GAMBARAN CT SCAN

a. Infark hiperakut

Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan

biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal

27

Page 28: Presentasi Kasus RM Pungky

pada >50% pasien; tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan

intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi terapi

trombolitik. Gambaran CT scan yang khas untuk iskemia serebri hiperakut

adalah sebagai berikut:7,23,26

Gambar 1. Infark luas pada area arteri serebri media kanan dengan gambaran

edema difus hemisfer serebri kanan yang bermanifestasi sebagai pendangkalan

sulcus serebri dan obliterasi fissura Sylvii kanan

Gambaran pendangkalan sulcus serebri (sulcal effacement). Gambaran ini

tampak akibat adanya edema difus di hemisfer serebri. Infark serebral akut

menyebabkan hipoperfusi dan edema sitotoksik. Berkurangnya kadar oksigen

dan glukosa seluler dengan cepat menyebabkan kegagalan pompa natrium-

kalium, yang menyebabkan berpindahnya cairan dari ekstraseluler ke

intraseluler dan edema sitotoksik yang lebih lanjut. Edema serebri dapat

dideteksi dalam 1-2 jam setelah gejala muncul. Pada CT scan terdeteksi sebagai

pembengkakan girus dan pendangkalan sulcus serebri.26

Menghilangnya batas substansia alba dan substansia grisea serebri.

Substansia grisea merupakan area yang lebih mudah mengalami iskemia

dibandingkan substansia alba, karena metabolismenya lebih aktif. Karena itu,

menghilangnya diferensiasi substansia alba dan substansia grisea merupakan

gambaran CT scan yang paling awal didapatkan. Gambaran ini disebabkan oleh

influks edema pada substansia grisea. Gambaran ini bisa didapatkan dalam 6

jam setelah gejala muncul pada 82% pasien dengan iskemia area arteri serebri

media.23

Tanda insular ribbon, yaitu gambaran hipodensitas insula serebri cepat

tampak pada oklusi arteri serebri media karena posisinya pada daerah

28

Page 29: Presentasi Kasus RM Pungky

perbatasan yang jauh dari suplai kolateral arteri serebri anterior maupun

posterior.23

Gambar 2. Hipodensitas insula serebri kiri pada infark arteriserebri media kiri

(panah putih)

Hipodensitas nukleus lentiformis Hipodensitas nukleus lentiformis akibat

edema sitotoksik dapat terlihat dalam 2 jam setelah onset. Nukleus lentiformis

cenderung mudah mengalami kerusakan ireversibel yang cepat pada oklusi

bagian proksimal arteri serebri media karena cabang lentikulo striata arteri

serebri media yang memvaskularisasi nukleus lentiformis merupakan end

vessel.23

Tanda hiperdensitas arteri serebri media Gambaran ekstraparenkimal

dapat ditemukan paling cepat 90 menit setelah gejala timbul, yaitu gambaran

hiperdensitas pada pembuluh darah besar, yang biasanya terlihat pada cabang

proksimal (segmen M1) arteri serebri media, walaupun sebenarnya bisa

didapatkan pada semua arteri. Arteri serebri media merupakan pembuluh darah

yang paling banyak mensuplai darah ke otak. Karena itu, oklusi arteri serebri

media merupakan penyebab terbanyak stroke yang berat. Peningkatan densitas

ini diduga akibat melambatnya aliran pembuluh darah lokal karena adanya

trombus intravaskular atau menggambarkan secara langsung trombus yang

menyumbat itu sendiri. Gambaran ini disebut sebagai tanda hiperdensitas arteri

serebri media (Gambar 4).

29

Page 30: Presentasi Kasus RM Pungky

Gambar 3. Hipodensitas nukleus lentiformis (panah putih panjang),

hipodensitas kaput nukleus kaudatus (kepala panah putih), hipodensitas insula

serebri (panah putih pendek), dan pendangkalan sulkus serebri region

temporoparietal (panah hitam)

Gambar 4. Tanda hiperdensitas arteri serebri media,hiperdensitas linear pada

segmen proksimal arteri serebri media (tanda panah)

Tanda Sylvian dot menggambarkan adanya oklusi distal arteri serebri

media (cabang M2 atau M3) yang tampak sebagai titik hiperdens pada fisura

Sylvii:

30

Page 31: Presentasi Kasus RM Pungky

Gambar 5. Tanda Sylvian dot, tampak titik hiperdens pada fisura Sylvii

(tanda panah)

b. Infark akut

Pada periode akut (6-24 jam), perubahan gambaran CT scan non-kontras

akibat iskemia makin jelas. Hilangnya batas substansia alba dan substansia

grisea serebri, pendangkalan sulkus serebri, hipodensitas ganglia basalis, dan

hipodensitas insula serebri makin jelas. Distribusi pembuluh darah yang

tersumbat makin jelas pada fase ini.28

c. Infark subakut dan kronik

Selama periode subakut (1-7 hari), edema meluas dan didapatkan efek

massa yang menyebabkan pergeseran jaringan infark ke lateral dan vertikal.

Hal ini terjadi pada infark yang melibatkan pembuluh darah besar. Edema dan

efek massa memuncak pada hari ke-1 sampai ke-2, kemudian berkurang.

Infark kronis ditandai dengan gambaran hipodensitas dan berkurangnya

efek massa. Densitas daerah infark sama dengan cairan serebrospinal (Gambar

6).

Gambar 6. Gambaran hipodensitas masing-masing lesi. Densitasnya sama

dengan cairan serebrospinal dan bentuknya sesuai distribusi vaskular arteri

serebri media (untuk infark di sulkus sentralis) dan arteri serebri posterior

(untuk infark oksipital)

VII. TATALAKSANA

31

Page 32: Presentasi Kasus RM Pungky

Penatalaksanaan stroke iskemik trombotik berdasarkan waktunya meliputi

fase prehospital, fase akut, fase perawatan dan fase pemulihan/rehabilitasi. Pada

fase prehospital diperlukan pendekatan diagnosis secara klinis serta mengatasi

kegawatan (primary survey), selain itu diperlukan sistem transportasi dan rujukan

yang baik untuk mengantarkan penderita ke pusat kesehatan secepat mungkin.

Berdasarkan guideline PERDOSSI tahun 2011 penatalaksanaan stroke fase akut

antara lain:

1. Evaluasi cepat dan diagnosis: berupa anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

neurologis, skala stroke dengan NIHSS.

2. Terapi umum/suportif:

a. Stabilitas jalan nafas dan pernafasan: dianjurkan memantau terus status

neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen dalam 72

jam pada pasien dengan defisiti neurologis yang nyata. Pemberian

oksigenasi dianjurkan pada keadaan saturasi <95% (bila pasien stroke

trombotik non hipoksia tidak perlu tambahan oksigen). Intubasi ETT

diperlukan pada pasien hipoksia (pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg),

syok, atau pada pasien yang berisiko aspirasi. Bila perlu dilakukan

trakeostomi bila pemakaian ETT lebih dari 2 minggu.

b. Stabilisasi hemodinamik: infus kristaloid/koloid, pemasangan central

venous catheter dan dijaga tekanannya 5-12 mmHg, pemantauan tekanan

darah optimal 140-220 mmHg untuk stroke trombotik fase akut, monitoring

jantung pada 24 jam pertama, bila ada penyakit jantung kongestif segera

mengatasinya, hipotensi arterial, hipovolumia.

c. Pemeriksaan awal fisik umum: tekanan darah, pemeriksaan jantung,

pemeriksaan neurologis umum awal (derajat kesadaran, pupil dan

okulomotor, keparahan hemiparesis).

d. Pengendalian tekanan intra kranial (TIK): pemantauan ketat terhadap edema

serebral terutama 24 jam pertama pasca stroke dengan melihat perburukan

neurologis, terutama penderita dengan GCS <9 dipasang monitor TIK

dengan sasaran terapi <20 mmHg dan CPP> 70 mmHg. Pada penderita

dengan kenaikan TIK, posisi kepala 20-30o, hindari penekanan vena

jugularis, hindari hipotermi, jaga norovolumi, osmoterapi dengan mannitol

32

Page 33: Presentasi Kasus RM Pungky

0,25-0,5 g/kgBB selama 20 menit diulang tiap 4-6 jam.

e. Pengendalian suhu tubuh: pemberian asetaminofe 650 mg bila suhu >

38,5oC, pemeriksaan hapusan dan kultur bila dicurigai ada infeksi.

f. Pemeriksaan penunjang: EKG, kimia darah, fungsi ginjal, hemtologi, faal

hemostasis, glukosa darah, analisis urine, analisis gas darah, serum

elektrolit, foto rontgen dada, CT Scan tanpa kontras.

Agen trombolitik menunjukkan peran yang utama dalam penatalaksaaan

stroke. Agen trombolitik digunakan untuk memicu tingkat reknalisasi endogen

sehingga terjadi reperfusi jaringan. Berdasarkan guideline stroke PERDOSSI syarat

pemberian tPA adalah hanya diberikan pada 3 jam pertama sejak serangan, tidak

ada serangan stroke maupun trauma pada 3 bulan terakhir dan tekanan darah

sistolik < 185 mmHg sedangkan menurut The European Cooperative Acute Stroke

Study, penggunaan trombolitik dalam 4,5 jam masih bermanfaat dan aman.

Risiko perdarahan meningkat pada penggunaan tPA di atas 6 jam sejak

serangan, diduga karena terbentuknya porous pada blood brain barier. Risiko

perdarahan diduga meningkat berhubungan dengan peningkatan usia, perubahan

iskemi awal pada CT scan, peningkatan tekanan darah dan gula darah.

Penurunan tekanan darah pada stroke akut akan memperkecil kemungkinan

terjadinya edema serebral, transformasi perdarahan, mencegah kerusakan vaskular

lebih lanjut dan terjadinya serangan stroke ulang (early recurrent stroke). Akan

tetapi, disisi lain, penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat mengakibatkan

penurunan perfusi serebral sehingga kerusakan daerah iskemik di otak akan

menjadi semakin luas. Terlebih pada hipertensi kronik dengan kurva perfusi

(tekanan darah – aliran darah ke otak) bergeser ke kanan, Penurunan tekanan darah

pada kondisi seperti ini akan semakin mengakibatkan penurunan perfusi serebral.

Atas dasar itu, dalam batas-batas tertentu, penurunan tekanan darah pada pasien

stroke fase akut dengan kondisi darurat emergensi sebagai tindakan rutin tidak

dianjurkan, karena dapat memperburuk kondisi pasien, menimbulkan kecacatan dan

kematian. Sementara itu, pada banyak pasien stroke akut, tekanan darah akan turun

dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke.

33

Page 34: Presentasi Kasus RM Pungky

Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke akut berdasarkan Guideline Stroke

tahun 2011 perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Penurunan tekanan darah

yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak di anjurkan, karena

kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologik. Pada sebagian besar pasien,

tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan

serangan stroke. Guideline stroke tahun 2011 merekomendasikan penurunan

tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan

memperhatikan beberapa kondisi dibawah ini :

1. Pada pasien stroke iskemia akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik

maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah

sistolik > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Pada pasien

stroke iskemik akut yang diberi terapi trombolitik (rTPA), tekanan darah sistolik

diturunkan hingga < 185 mmHg dan tekanan darah diastolik < 110 mmHg. Obat

antihipertensi yang digunakan adalah Labetolol, Nitropruside, Nikardipin atau

Diltiazem intravena.

2. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila tekanan darah sistolik

> 200 mmHg atau mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah

diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinyu

dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.

3. Apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai

dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan

pemantauan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan dengan

menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermitten

dengan pemantauan tekanan perfusi serebral > 60 mmHg.

4. Apabila tekanan darah sistole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa

disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah

diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena

kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit

hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada Studi

INTERACT 2010, penurunan tekanan darah sistole hingga 140 mmHg masih

diperbolehkan.

5. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau

34

Page 35: Presentasi Kasus RM Pungky

dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah

resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk

mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke

perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga tekanan darah

sistole 140 – 160 mmHg. Sedangkan tekanan darah sistole 160 – 180 mmHg

sering digunakan sebagai target tekanan darah sistole dalam mencegah resiko

terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia

pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas

kardiovaskuler.

6. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih

rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ

lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal

akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15 – 25%

pada jam pertama dan tekanan darah sistolik 160/90 mmHg dalam 6 jam

pertama.

7. Pada stroke iskemik akut, hipertensi yang tidak di kelola dengan baik dapat

berakibat meluasnya area infark (reinfark), edema serebral serta transformasi

perdarahan, sedangkan pada stroke perdarahan, hipertensi dapat mengakibatkan

perdarahan ulang dan semakin luasnya hematoma (perdarahan).

Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut harus dilakukan dengan hati-

hati. Penurunan tekanan darah yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan

kerusakan semakin parah dan memperburuk keadaan klinik neurologik pasien. Oleh

karena itu, pemilihan obat anti hipertensi parenteral yang ideal adalah yang dapat

dititrasi dengan mudah dengan efek vasodilator serebral yang minimal. Pedoman

penurunan tekanan darah pada stroke akut adalah sebagai berikut :

1. Gunakan obat antihipertensi yang memiliki masa kerja singkat (short acting

agent)

2. Pemberian obat antihipertensi dimulai dengan dosis rendah

3. Hindari pemakaian obat anti hipertensi yang diketahui dengan jelas dapat

mengakibatkan penurunan aliran darah otak

4. Hindari pemakaian diuretika (kecuali pada keadaan dengan gagal jantung)

5. Patuhi konsensus yang telah disepakati sebagai target tekanan darah yang akan

35

Page 36: Presentasi Kasus RM Pungky

dicapai.

Penatalaksanaan fase perawatan menurut Guideline PERDOSSI antara lain:

1. Cairan

a. Infus cairan isotonis, dijaga euvolemi dengan CV 5-12 mmHg

b. Rata-rata kebutuhan cairan 20 cc/kgBB/hari.

c. Balance cairan

d. Mengkoreksi kelainan elektrolit dan asam basa darah

e. Cairan hipotonis yang mengandung glukosa dihindri kecuali dalam

keadaan hipoglikemia.

2. Nutrisi

a. Nutrisi parenteral sebaiknya diberikan dalam 48 jam, oral nutrisi diberikan

bila fungsi menelan sudah baik.

b. Nutrisi yang diberikan pada masa akut adalah sebesar 25-30mg/kgBB/hari.

c. Apabila diperkirakan pemasangan nasogastrik tube melebihi 6 minggu

sebaiknya dilakukan gastrostomi.

3. Pencegahan dan komplikasi

Komplikasi sub akut yang sering terjadi antara lain aspirasi, malnutrisi,

pneumonia, deep vein thrombosis, emboli paru, dekubitus, komplikasi

ortopedik, dan kontraktur. Untuk itu perlu dilakukan mobilisasi terbatas,

penggunaan antibiotik sesuai kultur, bila perlu menggunakan kasur anti

dekubitus. Pasien dengan risiko DVT perlu diberi heparin subkutan atau

LMWH atau heparinoid. Pada pasien dengan risiko DVT yang tidak dapat

menggunakan obat anti koagulan, sebaiknya menggunakan stocking eksternal

atau aspirin.

4. Penatalaksanaan medik lain

Penatalaksanaan medik lain antara lain menjaga kadar glukosa darah tetap

normal, analgesik dan antiemetik digunakan sesuai indikasi, perdarahan

lambung dapat diberikan antihistamin 2.

Untuk menghindari serangan ulang, pada penderita dengan stroke minor/TIA

memerlukan prevesi sekunder dengan obat antiplatelet, obat antihipertensi, statin,

36

Page 37: Presentasi Kasus RM Pungky

antikoagulan, serta carotid enderectomy untuk pasien tertentu. Obat antiplatelet,

Aspirin, harus diberikan dalam waktu 7 hari sejak terapi awal. Selain itu modifikasi

gaya hidup bebas alkohol, berhenti merokok, olahraga, diet juga berperan untuk

mengurangi risiko stroke.

Penanganan stroke iskemi pada sistem saraf bertujuan untuk mencegah injury

karena iskemia awal dan menghindari reperfusi injury. Reperfusi dapat

menyebabkan iskemi sekunder karena masuknya sel darah putih pada area yang

sebelumnya hipoperfusi sehingga menyebabkan perbuntuan arteriol, selain itu sel

darah putih juga memicu terbentuknya radikal bebas. Citicholine merupakan obat

yang mampu mengurangi iskemia jaringan dengan menstabilkan membran dan

mencegah pembentukkan radikal bebas. Citicholine dapat diberikan 24 jam pertama

semenjak serangan sebanyak 500 mg.

Rehabilitasi program juga harus diperhatikan dalam penatalaksanaan stroke

multidisipliner pada penyakit stroke, terutama karena penurunan angka morbiditas,

maka kecacatan akibat stroke menjadi meningkat. Kecacatan itu antara lain

gangguan bicara, berbahasa dan fungsi lainnya.

VIII. REHABILITASI

Secara umum rehabilitasi pada stroke dibedakan dalam beberapa fase.

Pembagian ini dalam rehabilitasi medis dipakai sebagai acuan untuk menentukan

tujuan (goal) dan jenis intervensi rehabilitasi yang akan diberikan, yaitu:

1. Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca serangan stroke

Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam

perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke.

Dibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di

unit stroke memberikan outcome yang lebih baik. Pasien menjadi lebih mandiri,

lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat dan mempunyai

kualitas hidup yang lebih baik. Rehabilitasi pada fase itu tidak akan di bahas

lebih lanjut dalam makalah ini, karena memerlukan penanganan spesialistik di

rumah sakit. 29

2. Stroke fase subakut: antara 2 minggu-6 bulan pasca stroke

37

Page 38: Presentasi Kasus RM Pungky

Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan

diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan

penanganan rehabilitasi yang intensif. Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien

pulang dengan gejala sisa yang sangat ringan, dan sebagian kecil lainnya (sekitar

10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat berat dan memerlukan

perawatan orang lain sepenuhnya. Namun sekitar 80% pasien pulang dengan

gejala sisa yang bervariasi beratnya dan sangat memerlukan intervensi

rehabilitasi agar dapat kembali mencapai kemandirian yang optimal. Rehabilitasi

pasien stroke fase subakut dan kronis mungkin dapat ditangani oleh pelayanan

kesehatan primer. Rehabilitasi fase ini akan dibahas lebih rinci terutama

mengenai tatalaksana sederhana yang tidak memerlukan peralatan canggih. 29

Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali untuk belajar

melakukan aktivitas dasar merawat diri dan berjalan. Dengan atau tanpa

rehabilitasi, sistim saraf otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke.

Reorganisasi otak yang terbentuk tergantung sirkuit jaras otak yang paling sering

digunakan atau tidak digunakan. Melalui rehabilitasi, reorganisasi otak yang

terbentuk diarahkan agar mencapai kemampuan fungsional optimal yang dapat

dicapai oleh pasien, melalui sirkuit yang memungkinkan gerak yang lebih

terarah dengan menggunakan energi/tenaga se-efisien mungkin. Hal tersebut

dapat tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur, dengan pengulangan secara

kontinyu serta mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak. 29

3. Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke

Program latihan untuk stroke fase kronis tidak banyak berbeda dengan fase

sebelumnya. Hanya dalam fase ini sirkuit-sirkuit gerak/aktivitas sudah terbentuk,

membuat pembentukan sirkuit baru menjadi lebih sulit dan lambat. Hasil latihan

masih tetap dapat berkembang bila ditujukan untuk memperlancar sirkuit yang

telah terbentuk sebelumnya, membuat gerakan semakin baik dan penggunaan

tenaga semakin efisien. Latihan endurans dan penguatan otot secara bertahap

terus ditingkatkan, sampai pasien dapat mencapai aktivitas aktif yang optimal.

Tergantung pada beratnya stroke, hasil luaran rehabilitasi dapat mencapai

berbagai tingkat seperti mandiri penuh dan kembali ke tempat kerja seperti

sebelum sakit, mandiri penuh dan bekerja namun alih pekerjaan yang lebih

38

Page 39: Presentasi Kasus RM Pungky

ringan sesuai kondisi, mandiri penuh namun tidak bekerja, aktivitas sehari-hari

perlu bantuan minimal dari orang lain, atau aktivitas sehari-hari sebagian besar

atau sepenuhnya dibantu orang lain. 29

Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke:

a. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi yang

terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan pasien untuk

bergerak/ beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin

juga mengikutsertakan sisi yang sakit. Pasien dan keluarga seringkali

beranggapan salah, mengharapkan sirkuit baru di otak akan terbentuk dengan

sendirinya dan pasien secara otomatis bisa bergerak kembali. Sebenarnya

sirkuit hanya akan terbentuk bila ada “kebutuhan” akan gerak tersebut. Bila

ekstremitas yang sakit tidak pernah digerakkan sama sekali, presentasinya di

otak akan mengecil dan terlupakan. 29

b. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional

daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya gerakan

meraih, memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak fungsional

mengikutsertakan dan mengaktifkan bagian– bagian dari otak, baik area lesi

maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit baru yang dibutuhkan.

Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan (fleksiekstensi) siku lengan

yang lemah menstimulasi area lesi saja. Apabila akhirnya lengan tersebut

bergerak, tidak begitu saja bisa digunakan untuk gerak fungsional, namun

tetap memerlukan terapi latihan agar terbentuk sirkuit yang baru. 29

c. Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak

fungsional yang normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal. Gerak

normal artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena

masih terlalu lemah, berikan bantuan “tenaga” secukupnya dimana pasien

masih menggunakan ototnya secara “aktif”. Bantuan yang berlebihan

membuat pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih (otot bergerak

pasif). Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien mengerahkan tenaga

secara berlebihan dan mengikutsertakan otot-otot lain. Ini akan memperkuat

gerakan ikutan ataupun pola sinergis yang memang sudah ada dan seharusnya

39

Page 40: Presentasi Kasus RM Pungky

dihindari. Besarnya bantuan “tenaga” yang diberikan harus disesuaikan

dengan kemajuan pemulihan pasien. 29

d. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai,

yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam

stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila

pasien telah mampu mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa

berpegangan dalam kurun waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi.

Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila pasien dapat mempertahankan

posisi duduk sementara batang tubuh doyong ke arah depan, belakang, ke sisi

kiri atau kanan dan atau dapat bertahan tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi

sementara lengan meraih ke atas, bawah, atau samping untuk suatu aktivitas.

Latihan stabilitas batang tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan

dinamik. Hasil latihan ini memungkinkan pasien mampu melakukan aktivitas

dalam posisi berdiri. Kemampuan fungsional optimal dicapai apabila pasien

juga mampu melakukan aktivitas sambil berjalan. 29

e. Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan terapi latihan. Gerak

fungsional yang dilatih akan memberikan hasil maksimal apabila pasien siap

secara fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan kelenturan otot-otot,

lingkup gerak semua persendian tidak ada yang terbatas, dan tidak ada nyeri

pada pergerakan. Secara mental pasien mempunyai motivasi dan pemahaman

akan tujuan dan hasil yang akan dicapai dengan terapi latihan tersebut.

Kondisi medis juga menjadi salah satu pertimbangan. Tekanan darah dan

denyut nadi sebelum dan sesudah latihan perlu dimonitor. Lama latihan

tergantung pada stamina pasien. Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan

yang tidak sangat melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya sekitar 45-

60 menit) namun dengan pengulangan sesering mungkin. 29

f. Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang oleh

kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris yang

utuh. Rehabilitasi fisik dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat

dipisahpisahkan. Mengembalikan kemampuan fisik seseorang harus melalui

kemampuan kognitif, karena rehabilitasi pada prinsipnya adalah suatu proses

belajar, yaitu belajar untuk mampu kembali melakukan suatu aktivitas

40

Page 41: Presentasi Kasus RM Pungky

fungsional dengan segala keterbatasan yang ada. Intervensi rehabilitasi pada

stroke fase subakut ditujukan untuk mencegah timbulnya komplikasi akibat

tirah baring, menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memungkinkan

pemulihan fungsional yang paling optimal, mengembalikan kemandirian

dalam melakukan aktivitas sehari-hari, mengembalikan kebugaran fisik dan

mental. 29

Rangkaian program rehabilitasi stroke:

1) Fisioterapi

a) Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2

ke bawah)

b) Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.

c) Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantuatau aktif tergantung dari

kekuatan otot.

d) Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.

e) Latihan fasilitasi / redukasi otot

f) Latihan mobilisasi. 20

2) Okupasi Terapi (aktifitas kehidupan sehari-hari/AKS)

Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam

AKS, meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas yang

terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu yang disesuaikan, AKS

dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan.

Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang

disesuaikan. 20

3) Terapi Bicara

Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi.

Ini dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:

a) Latihan pernapasan ( pre speech training ) berupa latihan napas,

menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.

b) Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan

mengucapkan kata-kata.

c) Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi

mengucapkan kata-kata.

41

Page 42: Presentasi Kasus RM Pungky

d) Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.29

Pelayanan terapi wicara dilakukan oleh profesional yang telah

memiliki keahlian khusus dan diakui secara nasional serta telah

mendapatkan ijin praktek dari Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. Pelayanan Terapi Wicara di meliputi:

1. Asesmen atau pemeriksaan

2. Pembuatan program terapi

3. Pelaksanaan program terapi

4. Evaluasi program terapi

5. Evaluasi Gabungan (OT, TW,dll) 30

4) Ortotik Prostetik

Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti

dalam membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering

digunakan antara lain: arm sling, hand sling, walker, wheel chair, knee

back slap, short leg brace, cock-up, ankle foot orthotic (AFO), knee

ankle foot orthotic (KAFO). 20

5) Psikologi

Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan

melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase shok, fase penolakan, fase

penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-

fase tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara

lambat, berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah

lewat. Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk

dapat menerima rehabilitasi. 20

6) Sosial Medik dan Vokasional

Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara

keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan

lingkungan hidup serta keadaan rumah.20

42

Page 43: Presentasi Kasus RM Pungky

Program Rehabilitasi pada Pasien 30

Tujuan rehabilitasi medik adalah tercapainya sasaran fungsional yang realistik

dan untuk menyusun suatu program rehabilitasi yang sesuai dengan sasaran tersebut.

Pemeriksaan penderita meliputi empat bidang evaluasi:

1.   Evaluasi neuromuskuloskeletal

Mencakup evaluasi neurologi secara umum dengan perhatian khusus pada:

- Tingkat kesadaran

- Fungsi mental termasuk intelektual.

- Kemampuan bicara.

- Nervus kranialis.

- Pemeriksaan sensorik.

- Pemeriksaan fungsi persepsi.

- Pemeriksaan motorik

- Pemeriksaan gerak sendi.

- Pemeriksaan fungsi vegetatif.

2.   Evaluasi medik umum

Mencakup sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem endokrin serta sistem

saluran urogenital.

43

Page 44: Presentasi Kasus RM Pungky

3.   Evaluasi kemampuan fungsional

Meliputi kegiatan sehari-hari (AKS) seperti makan dan minum, mencuci, kebersihan

diri, transfer dan ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas tersebut ditentukan derajat

kemandiriaan dan ketergantungan penderita juga kebutuhan alat bantu.

4.   Evaluasi psikososial-vokasional

Mencakup faktor psikologis, vokasional dan aktifitas rekreasi, hubungan dengan

keluarga, sumber daya ekonomi dan sumber daya lingkungan Evaluasi psikososial

dapat dilakukan dengan menyuruh penderita mengerjakan suatu hal sederhana yang

dapat dipakai untuk penilaian tentang kemampuan mengeluarkan pendapat,

kemampuan daya ingat dan orientasi.15

IX. PROGNOSIS

Penelitian Framingham dan Rochester tentang stroke, secara umum tingkat

mortalitas pada 30 hari setelah serangan stroke adalah 28%. Pada stroke ischemic

tingkat mortalitas pada 30 hari setelah serangan adalah 19% dan 77% dapat

bertahan sampai 1 tahun. Namun, secara umum prognosis pada stroke tergantung

dari beberapa faktor, yaitu:

a. Keparahan stroke

b. Kondisi premorbid pasien

c. Usia pasien

d. Kecepatan pemberian terapi awal

e. Fungsi tubuh yang terpengaruh akibat stroke

f. Komplikasi post stroke 4,16

X. KOMPLIKASI

Otak mengontrol banyak hal yang berlangsung di tubuh kita. Kerusakan otak

dapat mempengaruhi pergerakan, perasaan, perilaku, kemampuan

berbicara/berbahasa dan kemampuan berpikir seseorang. Stroke dapat

mengakibatkan gangguan beberapa bagian dari otak, sedangkan bagian otak lainnya

bekerja dengan normal. Pengaruh stroke terhadap seseorang tergantung pada:

1. Bagian otak yang terkena stroke

2. Seberapa serius stroke yang terjadi

44

Page 45: Presentasi Kasus RM Pungky

3. Usia, kondisi kesehatan dan kepribadian penderitanya 13

Beberapa akibat stroke yang sering dijumpai adalah :13

1. Kelumpuhan satu sisi tubuh

Ini merupakan salah satu akibat stroke yang paling sering terjadi.

Kelumpuhan biasanya terjadi di sisi yang berlawanan dari letak lesi di otak,

karena adanya pengaturan representasi silang oleh otak. Pemulihannya

bervariasi untuk masing-masing individu;

2. Gangguan penglihatan

Penderita stroke sering mengalami gangguan penglihatan berupa defisit

lapangan pandang yang dapat mengenai satu atau kedua mata. Hal ini

menyebabkan penderita hanya dapat melihat sesuatu pada satu sisi saja,

sehingga misalnya ia hanya memakan makanan di sisi yang dapat dilihatnya

atau hanya mampu membaca tulisan pada satu sisi buku saja;

3. Afasia

Afasia adalah kesulitan berbicara ataupun memahami pembicaraan. Stroke

dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berbicara/berbahasa,

membaca dan menulis atau untuk memahami pembicaraan orang lain.

Gangguan lain dapat berupa disatria, yaitu gangguan artikulasi kata-kata saat

berbicara;

4. Gangguan persepsi

Stroke dapat mengganggu persepsi seseorang. Penderita stroke dapat tidak

mengenali obyek-obyek yang ada di sekitarnya atau tidak mampu

menggunakan benda tersebut;

5. Lelah

Penderita stroke sering mengalami kelelahan. Mereka membutuhkan

tenaga ekstra untuk melakukan hal-hal yang biasa dikerjakan sebelumnya.

Kelelahan juga dapat terjadi akibat penderita kurang beraktivitas, kurang

makan atau mengalami depresi;

6. Depresi

45

Page 46: Presentasi Kasus RM Pungky

Depresi dapat terjadi pada penderita stroke. Masih merupakan perdebatan

apakah depresi yang terjadi merupakan akibat langsung dari kerusakan otak

akibat stroke atau merupakan reaksi psikologis terhadap dampak stroke yang

dialaminya. Dukungan keluarga akan sangat membantu penderita.

7. Emosi yang labil

Stroke dapat mengakibatkan penderitanya mengalami ketidakstabilan

emosi sehingga menunjukkan respons emosi yang berlebihan atau tidak sesuai.

Keluarga/pengasuh harus memahami hal ini dan membantu meyakinkan

penderita bahwa hal ini adalah hal yang lazim terjadi akibat stroke dan bukan

berarti mengalami gangguan jiwa.

8. Gangguan memori

Penderita stroke dapat mengalami gangguan memori dan kesulitan

mempelajari dan mengingat hal baru.

9. Perubahan kepribadian

Kerusakan otak dapat menimbulkan gangguan kontrol emosi positif

maupun negatif. Hal ini dapat mempengaruhi perilaku penderita dan caranya

berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan perilaku ini dapat menimbulkan

kemarahan keluarga/pengasuhnya. Untungnya perubahan perilaku ini akan

mengalami perbaikan seiring dengan pemulihan strokenya. Memahami efek

yang dapat terjadi pada seseorang yang mengalami stroke akan sangat

membantu keluarga penderita memahamai perubahan yang terjadi pada

penderita. Pengetahuan yang memadai tentang hal tersebut dan membantu

penderita melalui masa-masa sulit ini akan sangat bermanfaat bagi upaya

pemulihan penderita.

46

Page 47: Presentasi Kasus RM Pungky

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, Bendixen, Kapelle, Biller, Love (1993). Classification of acute ischemic stroke, Definition for use in multicentre clinical trial. Journal of American Heart Association; vol. 24 (1): 35-41.

2. Ali M, Atula S, Bath PMW, Grotta J, Hacke W, Lyden P, Marler JR, Sacco RL, Lees KR (2009). Stroke Outcome in Clinical Trial Patients Deriving from Different Countries. Stroke. hal. 40:35-40

3. Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY (2000). The subacute stroke patient: hours 6 to 72 after stroke onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. McGraw-Hill. hal. 53-87.

4. Campellone J. (2015). Stroke. Diakses dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000726.htm pada 14 Oktober 2015.

5. Carnethon, Simone GD, Ferguson TB, Flegal K, Ford E (2009). Heart Disease and Stroke Statistics Update: A Report from the American Heart Assocoation Statistics Committee and Stroke Statistics Subcomittee. Circulation. 119:e21-e181

6. Cohen SN (2000). The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. Mc Graw Hill. hal. 89-109. 3.

47

Page 48: Presentasi Kasus RM Pungky

7. Choksi V, Quint DJ, Maly-Sundgren P, Hoeffner E (2005). Imaging of Acute Stroke. Applied Radiology. 34(2): 10-19. Diakses di http://www.medscape.com/viewarticle/500443_print pada 14 Oktober 2015.

8. Currie CJ, Morgan CL, Gill L, Stott NCH, Peters A (1997). Epidemiology and costs of acute hospital care for cerebrovascular disease in diabetic and non diabetic populations. 28: 1142-6.

9. Goldstein LB, Adams R, Albert MJ, Appel LJ, Brass LM (2006). Primary Prevention of Ischemic Stroke: A Guideline from the American Heart Association/American Stroke Association Stroke Council. 37:1583-1633

10. Guyton, AC. Hall, JE. Aliran Darah Serebral, Cairan Serebrospinal, dan Metabolisme Otak. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hlm: 801-808

11. Hacke W, Kaste M, Bogousslavsky J, Brainin M, Chamorro A, Lees K (2003). Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment - European Stroke Initiative Recommendations.

12. Hadjiev, DI. Mineva, PP. Vukov, MI. Multiple Modifiable Risk Factors for First Ischemic Stroke: a Population-based Epidemiological Study. European Journal of Neurology. 2003; 10: 577-582

13. Heart and Stroke Foundation (2003). Let’s Talk About Stroke: An Information Guide for Survivors and Their Families. Ottawa.

14. Hinkle, JL. Guanci, MM. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs. 2007; 39 (5): 285-293, 310

15. Islam MS (1997). Stroke. Surabaya: Universitas Airlangga. Hal: 26.

16. Jauch, EC (2015). Ischemic Stroke. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview#aw2aab6b2b7 pada 14 Oktober 2015.

17. Maas, MB. Safdieh, JE. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of Localization. Neurology Board Review Manual. Neurology. 2009; 13(1): 2-16

18. Misbach J, Achmad A, Soertidewi L, Jannis J, Harris S, Lumempauw S, Rasyid A, Mulyatsih E (2007). Unit Stroke Manajemen Stroke secara Komprehensif. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.

19. PERDOSSI (2011). Guideline Stroke 2011. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

48

Page 49: Presentasi Kasus RM Pungky

20. Ropper AH, Brown RH (2005).Cerebrovaskular disease.Pada Adams & victor's principles of neurology Ed.8. Chapter 34. USA: McGraw-Hill companies.

21. Setyopranoto I (2011). Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 2011; 38 (4).

22. ThirumaVArumugam Biswas, M. Sen, S. Simmons, J. Etiology and Risk Factors of Ischemic Stroke in Indian-American Patients from a Hospital-based Registry in New Jersey, USA. Neurology Asie. 2009; 14(2): 81-86

23. Tomandl BF, Klotz E, Handschu R, Stemper B, Reinhardt F, Huk WJ, Eberhardt KE, Fateh-Moghadam S (2003). Comprehensive Imaging of Ischemic Stroke with Multisection CT. 23:565–592. Diakses di http://radiographics.rsna.com/content/23/3/565.full.pdf+html pada 14 Oktober 2015.

24. Trent MW, John T, Sung CT, Christopher GS, Sthepen MT. Pathophysiology, treatment, animal and cellular models of human ischemic stroke. Molecular Neurodegeneration. 2011; 6:11

25. Truelsen, T. Begg, S. Mathers, C. The Global Burden of Cerebrovascular Disease.2000. Burden of Diseases. World Health Organization. 2000. Tersedia di:http://www.who.int/healthinfo/statistics/bod_cerebrovasculardiseasestroke.pdf(Akses: 14 Oktober 2015)

26. Warren DJ, Musson R, Connoly DJA, Griffiths PD, Hoggard N (2010). Imaging in Acute Ischaemic Stroke: Essential For Modern Stroke Care. Postgrad Med J. 86:409-18.

27. WHO (2014). Stroke, cerebrovascular accident. http://www.who.int /topics/cerebrovascular_accident/en/- Diakses 14 Oktober 2015

28. Xavier AR, Qureshi AI, Kirmani JF, Yahia AM, Bakshi R (2003). Neuroimaging of Stroke: A Review. South Med J.96(4). Diakses di http://www.medscape.com/viewarticle/452843 pada 14 Oktober 2015.

29. Wirawan RP (2009). Rehabilitasi stroke pada pelayanan kesehatan primer. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 59, Nomor: 2

30. National Stroke Foundation (2010). Clinical guidelines for stroke management 2010. Melbourne, Australian.

49