71
PRESENTASI KASUS DIABETES MELLITUS DAN ULKUS PEDIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Panembahan Senopati Bantul Did Disusun oleh: Renata Nurul Setyawati 20090310094 Diajukan kepada: dr. Warih Tjahjono, Sp, PD Departemen Ilmu Penyakit Dalam 1

Presentasi Kasus Dm

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dm

Citation preview

PRESENTASI KASUS

diabetes mellitus dan ulkus pedis

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat MengikutiUjian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Umum Panembahan Senopati Bantul

DidDisusun oleh:Renata Nurul Setyawati20090310094

Diajukan kepada:dr. Warih Tjahjono, Sp, PD

Departemen Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah YogyakartaRumah Sakit Panembahan Senopati2014HALAMAN PENGESAHANdiabetes mellitus dan ulkus pedis

Disusun oleh:Renata Nurul Setyawati20090310094

Disetujui dan disyahkan pada tanggal: 6 Mei 2014

MengetahuiDosen Pembimbing

dr. Warih Tjahjono, Sp, PD

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL1HALAMAN PENGESAHAN2DAFTAR ISI3BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................4BAB II LAPORAN KASUS5BAB III TINJAUAN PUSTAKA15BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................44

BAB V KESIMPULAN ........................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA47

BAB IPENDAHULUAN

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Prevalensi diabetes pada kelompok usia 45-54 tahun untuk daerah perkotaan di Indonesia menduduki peringkat ke-2 yaitu 14,7%. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan penyandang diabetes di Indonesia pada tahun 2030 akan mencapai 21,3 juta jiwa. Hal ini akan menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-4 dalam hal jumlah penderita diabetes setelah Amerika Serikat, Cina, dan India.Berdasarkan patofisiologinya, DM dapat diklasifikasikan menjadi 2 tipe utama. Diabetes tipe I disebabkan oleh destruksi autoimun sel pankreas yang berfungsi untuk memproduksi insulin. Diabetes tipe II disebabkan oleh resistensi sel terhadap insulin. Pada diabetes tipe ini, pasien tetap dapat memproduksi insulin, meskipun produksinya akan berangsur berkurang. DM tipe 1 ditemukan pada 5% sampai 10% pasien dengan diabetes dan prevalensinya pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun adalah sekitar 1 dalam 400. DM tipe 2 dijumpai pada 90% sampai 95% dari semua pasien dengan diabetes. Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbaniasi, populasi DM tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban.BAB IILAPORAN KASUS

IDENTITASNama: Ny . KNo. RM: 529017Umur: 70 tahunJenis Kelamin: Perempuan Status: MenikahAlamat: Kemusuk Lor RT6 Argomulyo Sedayu BantulTanggal Masuk: 16 April 2014

ANAMNESARiwayat Penyakit SekarangPasien datang ke IGD dengan keluhan badan terasa lemas (+), menggigil (+) sejak 12 jam SMRS. Os tidak mengeluhkan adanya pusing (-), mual (-), muntah (-), sesak (-). Terdapat luka di ibu jari kaki kananya yang tidak sembuh-sembuh. Luka terasa nyeri (+), bengkak (+) dan berwarna kemerahan hingga ke tungkai kaki. Os mengatakan sering membersihkan sendiri lukanya dengan menggunakan betadine dan rivanol. BAK sedikit, nyeri (-), panas (-). BAB tidak ada keluhan.Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Diabetes mellitus (+) sejak 2007 Riwayat hipertensi (-) Riwayat peyakit jantung (-) Riwayat alergi (-)Riwayat Keluarga Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada keluarga

PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum: tampak lemasKesadaran: Compos MentisVital SignTekanan darah: 150/90 mmHgNadi: 104 x/menitRespirasi: 28 x/menitSuhu: 37 C

Kepala & Leher Conjungtiva Anemis : +/+ Sclera Ikterik: -/-Trakea lurus di tengahTidak ada pembesaran KGB

DadaPulmo: Inspeksi: Simetris (+), retraksi otot-otot costa(-)Palpasi: Ketinggalan gerak (-)Perkusi : Sonor pada kedua lapang paruAuskultasi : Vesikuler (+/+), Ronchi basah basal (-/-), wheezing (-/-)Cor: S1, S2 tunggal, reguler, bising (-)

Abdomen : Inspeksi : Supel (+) , ditensi (-) Auskultasi : Peristaltik (+) normal Perkusi: Timpani (+)Palpasi : Nyeri tekan(-) , Pembesaran hepar (-), Pembesaran lien (-) Ekstremitas : akral hangat, pada kaki kanan terdapat ulkus pada ibu jari. Terasa nyeri (+),berbau (+), tungkai hiperemis (+), edema (+).AssesmentDiabetes Mellitus dengan ulkus pedis dekstraHiperkalemiaRenal failure et causa Nefropati DMDeep Vein Trombosis

Terapi : Inf. NaCl 15 tpm Furosemide 1A/24 jam Inj Ceftriaxone 1gr/12 jam Metoclorpramide 1A/8jam Lanzoprazol 2x1 Metronidazole 3x250mg Kalitake 1x1 Rapid insulin 3x6 unit

Planning : Rawat luka GDS tiap pagi dan sore

PEMERIKSAAN PENUNJANG(16 April 2014)HEMATOLOGIHb: 7.3[14.0-18.0] g/dlAL: 19.10[4.00-10.00] 10^3/ulAE: 2.83[4.50-5.50] 10^6/ulAT: 326[150-450] 10^3/ulHMT: 21.6[42.0-52.0] vol%Eosinofil: 0[2-4] %Basofil: 0[0-1] %Batang: 0[2-5] %Segmen: 93[51 - 67] %Limfosit: 2[20 - 35] %Monosit: 5[4 - 8] %FUNGSI GINJALUreum darah : 176[17-43] mg/dlKreatin darah: 6.16 [0,9-1,3] mg/dlFUNGSI HATISGOT: 13 [ 4000 gram.

PATOFISIOLOGIDiabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu :a. Rusaknya sel-sel pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll).b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.c. Desensitas/kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan perifer.Apabila didalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka dapat mengakibatkan: a. Menurunnya transport glukosa melalui membrane sel sel kekurangan makanan meningatkan metabolisme lemak penderita DM merasa lapar atau nafsu makan meningkat polyphagia.b. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan otot terganggu.c. Meninkatnya pembentukan glikolisis dan gluconeogenesis, karena proses ini disertai nafsu makan meningkat/polyphagia mengakibatkan terjadi hiperglikemia. Kadar gula darah tinggi ginjal tidak mampu mengabsorbsi dan glukosa keluar bersama urin (glukosuria) penderita sering berkemih (polyuria) dan selalu merasa haus (polydipsia).

Diabetes Mellitus Tipe 1 ( Insulin Dependent Diabetes Mellitus )Terjadi akibat destruksi autoimun sel yang menyebabkan kerusakan sel . Keparahan dari DM tipe 1 ini umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja yang membutuhkan insulin. Jika insulin tersebut tidak ada, maka dapat mengakibatkan ketosidosis akut dan koma. Namun, penyakit autoimun ini juga dapat terjadi pada dewasa dengan tingkat keparahan ringan yang disebut LADA ( Latent autoimmune of Diabetes in Adults).Ada tiga mekanisme yeng menyebabkan destruksi sel islet. Yaitu :1. Kerentanan Genetik Ini berhubungan dengan alel spesifik MHC kelas II dan lokus genetic lain yang rentan terhadap autoimunitas pada sel islet1. AutoimunitasUmumnya terjadi secara spontan1. LingkunganFaktor lingkungan menyebabkan sel menjadi imunogenikKerentanan GenetikFaktor genetik dan lingkungan berperan terhadap penyakit DM tipe 1. Ada keterkaitan antara kromosom 6p21, gen MHC kelas II nya ( HLA-DP,DQ,-DR). Gen-gen ini menentukan kerentanan dan resistensi terhadap Diabetes tipe 1. HLA-DQA1 dan HLA-DQB1 menunnjukkan kerentanan terhadap Diabbetes tipe 1 sedangkan HLA-DR2 menunjukkan proteksi terhadap Diabetes tipe 1. Perlu diketahui bahwa proteksi lebih besar daripada kerentanan terhadap diabetes tipe 1. Reseptor sel T di limfosit T CD4+ hanya akan mengenali antigen apabila fragmen peptide antigen berikatan dengan MHC II. Jika MHC II mengalami variasi genetic, maka akan terjadi penyajian antigen sendiri sehingga merangsang sel T CD4+ autoreaktif. MHC II ini memiliki responsivitas imun terhadap autoantigen sel pancreas.

AutoimunitasDM tipe 1 merupakan serangan autoimun kronis yang terjadi selama bertahun-tahun terhadap sel sebeum menunjukkan gejala klinis berupa hiperglikemia dan ketosis. Ada beberapa hal yang ditemukan pada penderita DM tipe 1, yaitu: Infiltrat peradangan penuh dengan limfosit pada awal perkembangan penyakit. Limfosit ini terutama limfosit T CD4+ dan CD8+, serta makrofag Adanya kerusakan sel islet namun tidak terjadi kerusakan pada sel lain. Adanya autoantibody yang menyerang antigen intrasel seperti asam glutamatdekarboksilase (GAD), insulin dan protein sitoplasma. Namun hal ini belum tentu menimbulkan cedera pada sel . Autoantibodi ini terjadi karena kerusakan yang diperantarai sel T. DM tipe 1 biasanya diikuti oleh penyakit autoimun lainnya seperti tiroiditis hashimoto, penyakit Graves dan lain-lain. Karena penyakit ini umumnya terjadi karena autoimunitas pada tiroid yang tinggi maka perlu diperiksa fungsi tiroid pada penderita DM 1.Faktor LingkunganFaktor lingkungan yang dapat berupa virus akan mempengaruhi genetic untuk menimbulkan autoimunitas yang menyebabkan sel rusak. Virus ini yaitu coxsackievirus B, parotitis, campak, rubella, mononucleosis infeksiosa.Virus ini memiliki sekuensi asam amino yang mirip dengan suatu protein sel . Virus ini memperkuat sel T autoreaktif yang sudah ada. Padas el islet, virus ini akan memicu peradangan local yang akan menyebabkan dilepaskannya sitokin sehingga memperbanyak atau memperkuat sel T autoreaktif ( bystander effect). Virus ini tidak memicu penyakit, namun memodulasinya berbulan-bulan dan bertahun-tahun sebelum muncul diabetes secara klinis. Virus ini membantu erosi imunologis sel pada orang yang genetiknya terutama antigen MHC II untuk memicu autoimunitas.

Diabetes Melitus Tipe 2 (Non-insuline Dependent Diabetic Mellitus)Diabetes melitus tipe 2 atau Non-insuline Dependent Diabetic Mellitus (NIDDM) merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakter utama hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang penting dalam munculnya DM tipe 2 ini. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktifitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam lemak bebas.Patofisiologi DM tipe 2 terdiri atas 3 mekanisme, yaitu:1. Resistensi insulin pada jaringan perifer.2. Defek sekresi insulin.3. Gangguan regulasi produksi glukosa oleh hepar.

Resistensi terhadap insulinResistensi terhadap insulin terjadi disebabkan oleh penurunan kemampuan hormon insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan-jaringan target perifer (terutama pada otot dan hati), ini sangat menyolok pada DM tipe 2. Resistensi terhadap insulin ini merupakan hal yang relatif. Untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal dibutuhkan kadar insulin plasma yang lebih tinggi. Pada orang dengan DM tipe 2, terjadi penurunan pada penggunaan maksimum insulin, yaitu lebih rendah 30 60 % daripada orang normal. Resistensi terhadap kerja insulin menyebabkan terjadinya gangguan penggunaan insulin oleh jaringan-jaringan yang sensitif dan meningkatkan pengeluaran glukosa hati. Kedua efek ini memberikan kontribusi terjadinya hiperglikemi pada diabetes. Peningkatan pengeluaran glukosa hati digambarkan dengan peningkatan FPG (Fasting Plasma Glukose) atau kadar gula puasa. Pada otot terjadi gangguan pada penggunaan glukosa secara non oksidatif (pembentukan glikogen) daripada metabolisme glukosa secara oksidatif melalui glikolisis. Penggunaan glukosa pada jaringan yang independen terhadap insulin tidak menurun pada DM tipe 2.Mekanisme molekular terjadinya resistensi insulin telah diketahui. Level kadar reseptor insulin dan aktifitas tirosin kinase pada jaringan otot menurun, hal ini merupakan defek sekunder pada hiperinsulinemia bukan defek primer. Oleh karena itu, defek pada post reseptor diduga mempunyai peranan yang dominan terhadap terjadinya resistensi insulin. Polimorfik dari IRS-1 (Insulin Receptor Substrat) mungkin berhubungan dengan intoleransi glukosa. Polimorfik dari bermacam-macam molekul post reseptor diduga berkombinasi dalam menyebabkan keadaan resistensi insulin.Sekarang ini, patogenesis terjadinya resistensi insulin terfokus pada defek PI-3 kinase (Phosphatidyl Inocytol) yang menyebabkan terjadinya reduktasi translokasi dari GLUT-4 (Glukose Transporter) ke membran plasma untuk mengangkut insulin. Hal ini menyebabkan insulin tidak dapat diangkut masuk ke dalam sel dan tidak dapat digunakan untuk metabolisme sel, sehingga kadar insulin di dalam darah terus meningkat dan akhirnya menyebabkan terjadinya hiperglikemi. Ada teori lain mengenai terjadinya resistesi insulin pada penderita DM tipe 2. Teori ini mengatakan bahwa obesitas dapat mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui beberapa cara, yaitu; peningkatan asam lemak bebas yg mengganggu penggunaan glukosa pada jaringan otot, merangsang produksi dan gangguan fungsi sel pankreas.Defek sekresi insulinDefek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya DM tipe 2. Pada hewan percobaan, jika sel-sel beta pankreas normal, resistensi insulin tidak akan menimbulkan hiperglikemik karena sel ini mempunyai kemampuan meningkatkan sekresi insulin sampai 10 kali lipat. Hiperglikemi akan terjadi sesuai dengan derajat kerusakan sel beta yang menyebabkan turunnya sekresi insulin. Pelepasan insulin dari sel beta pankreas sangat tergantung pada transpor glukosa melewati membran sel dan interaksinya dengan sensor glukosa yang akan menghambat peningkatan glukokinase. Induksi glukokinase akan menjadi langkah pertama serangkaian proses metabolik untuk melepaskan granul-granul berisi insulin. Kemampuan transpor glukosa pada DM tipe II sangat menurun, sehingga kontrol sekresi insulin bergeser dari glukokinase ke sistem transpor glukosa. Defek ini dapat diperbaiki oleh sulfonilurea.Kelainan yang khas pada DM tipe 2 adalah ketidakmampuan sel beta meningkatkan sekresi insulin dalam waktu 10 menit setelah pemberian glukosa oral dan lambatnya pelepasan insulin fase akut. Hal ini akan dikompensasi pada fase lambat, dimana sekresi insulin pada DM tipe 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal. Meskipun telah terjadi kompensasi, tetapi kadar insulin tetap tidak mampu mengatasi hiperglikemi yang ada atau terjadi defisiensi relatif yang menyebabkan keadaan hiperglikemi sepanjang hari. Hilangnya fase akut juga berimplikasi pada terganggunya supresi glukosa endogen setelah makan dan meningkatnya glukoneogenesis melalui stimulasi glukagon. Selain itu, defek yang juga terjadi pada DM tipe 2 adalah gangguan sekresi insulin basal. Normalnya sejumlah insulin basal disekresikan secara kontinyu dengan kecepatan 0,5 U/jam, pola berdenyut dengan periodisitas 12-15 menit (pulsasi) dan 120 menit (osilasi). Insulin basal ini dibutuhkan untuk meregulasi kadar glukosa darah puasa dan menekan produksi hati. Puncak-puncak sekresi yang berpola ini tidak ditemukan pada penderita DM tipe 2 yang menunjukan hilangnya sifat sekresi insulin yang berdenyut.Produksi Glukosa HatiHati merupakan salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada keadaan normal, insulin dan gukosa akan menghambat pemecahan glikogen dan menurunkan glukosa produk hati. Pada penderita DM tipe 2 terjadi peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya kadar glukosa darah puasa. Mekanisme gangguan produksi glukosa hati belum sepenuhnya jelas.Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, terjadi peningkatan kadar insulin portal sebesar 5 U/ml di atas nilai dasar akan menyebabkan lebih dari 50% penekanan produksi glukosa hati. Untuk mencapai hasil yang demikian, penderita DM tipe 2 ini membutuhkan kadar insulin portal yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya resistensi insulin pada hati. Peningkatan produksi glukosa hati juga berkaitan dengan meningkatnya gluconeogenesis akibat peningkatan asam lemak bebas dan hormon anti insulin seperti glukagon.

DIAGNOSISBerbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM, antara lain: a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dijelaskan sebabnya. b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada laki-laki serta pruritus vulva pada perempuan. Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.Tabel 3. Kadar glukosa darah sebagai patokan diagnosis DM (mg/dl)Bukan DMBelum pasti DMDM

Kadar glukosa darah seaktu (mg/dl)Plasma vena