Upload
doandiep
View
232
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PRAKTIK PENGANGKATAN ANAK TANPA PENETAPAN
PENGADILAN DAN DAMPAK HUKUMNYA
(Studi Kasus di Desa Bantarjati, Klapanuggal, Bogor)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
NADIA NUR SYAHIDAH
NIM: 1111044100015
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
( A H W A L S Y A K H S H I Y Y A H )
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1437 H/ 2015 M
!;
PRAKIIK PENGANGKATAI\ ANAK TAI\TPA PENETAPAIIPENGAI}ILAI{ DAN DAMPAK UiIr<iIrrNN'VI(Studi Kasus di Desa Bantarjati, Klapanunggal, Bogor)
Diaj,kan Kepada Fakultas t;ff;:* Hukum Unt,k MemenuhiPersyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Nadia Nur Svahidah
NIM: 111104410001s
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA(AEWAL SYAKHSHTYYAH)F'AKI]LTAS SYARIAH DA}T HUKUM
UNTVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTAtistwmtsw
Di Bawah Bimbingan
NIP: I 9640412199403 1004
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul " Praktik Pengangkatan Anak Tanpa Penetapan
Pengadilan dan Dampak Hukumnya (Studi Kasus di Desa Bantarjati,
Klapanunggal, Bogor)" telah diajukan dalam sidang muaqasyah Fakultas Syariah
dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyyah) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (Sl)
pada Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyyah).
J akarta, 22 Oktober 20 I 5
Mengesahkan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
l. Ketua : Dr. Abdul Halim, M. Ag.NIP. 1 9670608 1 99403 1 005
2. Sekertaris : Arip Purkon, M.A.NIP. 1 97904272003 121002
3. Pembimbing:Drs. H. Ahmad Yani, M.A.NIP. I 96404121994031004
: Dr. H. Ahmad Tholabi, M.A.NrP. 1 97 608072003 1 2 l 00 l
: Drs. Siril Wafa, M.ANIP. I 96003 I 81 99103 l00l
4. Penguji I
5. Penguji II
-*?,
NrP. l 969 1 2t6199603 t00t
-I
I
'l
l.
LEMBAR PERNYATAAN
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sfrata Satu (Sl) Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli hasil karya saya,
atau merupakan hasil plaglasi dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
NadiaNur Syahidah
I I I 1044100015
3.
.,,.
t
ii
ABSTRAK
Nadia Nur Syahidah, NIM 1111044100015, Fakultas Syariah dan
Hukum, Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyyah), menyusun
skripsi yang diberikan judul Praktik Pengangkatan Anak Tanpa Penetapan
Pengadilan dan Dampak Hukumnya (Studi Kasus di Desa Bantarjati,
Klapanunggal, Bogor). Bertujuan untuk mengetahui tata cara pengangkatan anak
yang dilakukan masyarakat Desa Bantarjati dan akibat hukum pengangkatan anak
tersebut.
Fokus studi ini adalah mengenai pengangkatan anak yang tidak mendapat
penetapan dari Pengadilan dan hanya melalui kesepakatan kedua orangtua.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dan jenis data yang
dipergunakan adalah data primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data
yang digunakan yaitu melalui wawancara, dokumentasi dan observasi. Analisis
data menggunakan teknik menganalisis dan mengambil kesimpulan dari data-data
yang ada.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari lima orang responden, empat
orang menyatakan bahwa anaknya masih sering bertemu dengan orang tua
kandungnya dan akan atau sudah memberitahu anaknya, sedangkan seorang
lainnya tidak mau mengatakan pada anaknya bahwa ia anak angkat dan memutus
hubungan nasab antara anak dan orang tua kandungnya. Kemudian dalam hal
administrasi kependudukan, terutama Akta Lahir dan Kartu Keluarga (KK)
kesemua responden, anak angkat tersebut diatasnamakan pada orang tua
angkatnya. Pengangkatan anak dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak pasal 39 ayat (1) menyebut bahwa pengangkatan
anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan
dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. PP No. 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak juga mengatakan bahwa orang tua angkat wajib
memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal-usulnya dan orang tua
kandungnya dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
Implikasi teoritis penelitian ini adalah adanya pembaharuan hukum di
bidang pengangkatan anak di Indonesia, sedangkan implikasi praktiknya yaitu
memberi informasi kepada berbagai pihak yang terkait dengan pengangkatan anak
serta masyarakat pada umumnya.
Kata Kunci : Pengangkatan Anak, Dampak Hukum Pengangkatan Anak
Pembimbing : Drs. H. Ahmad Yani, MA
Daftar Pustaka : 1959 - 2011
iii
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الر حمن الر حيم
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah Swt. karena berkat rahmat,
nikmat serta anugrah-Nya sehingga dapat selesainya skripsi ini dengan judul
“Praktik Pengangkatan Anak Tanpa Penetapan Pengadilan dan Dampak
Hukumnya (Studi Kasus di Desa Bantarjati, Klapanunggal. Bogor). Shalawat
beriringkan salam disampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw.
yang telah mengenalkan kepada manusia tentang hakikat dan tujuan hidup yang
sebenarnya.
Skripsi ini dipersembahkan kepada ayahanda Machyudin dan Ibunda Leny
Tri Putrianti dan saudara-saudara saya Muhammad Ibrahim Nur dan Mukhlish
Shodiq Nur yang selalu memberikan dorongan, bimbingan, kasih sayang dan doa
tanpa kenal lelah dan bosan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan
kasih sayang kepada mereka.
Dalam penulisan skripsi tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
ditemukan, namun syukur Alhamdulillah karena kesungguhan serta dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung segala
kesulitan dapat diatasi sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini terdapat ucapan terimakasih yang tak
terhingga kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Abdul Halim, M.Ag. Ketua Prodi Hukum Keluarga (Ahwal
Syakhshiyyah) dan Arip Purkon, MA. Sekretaris Prodi Hukum Keluarga
(Ahwal Syakhshiyyah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
iv
3. Drs. H. Ahmad Yani, MA. Dosen yang telah bersedia menjadi
pembimbing penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, perhatian dan
ketelitian memberikan masukan hingga skripsi ini selesai.
4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan
dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan bermanfaat
dan menjadi keberkahan dan semoga Allah Swt. senantiasa membalas
jasa-jasa beliau serta menjadikan semua kebaikan ini sebagai amal jariyah
untuk beliau semua.
5. Saprudin Prawiranegara selaku Lurah Desa Bantarjati yang dengan ramah
meluangkan waktunya untuk diwawancarai, dimintai data, dan motivasi
yang beliau berikan, serta masyarakat Desa Bantarjati yang membantu
pengumpulan data skripsi dan bersendia menjadi responden.
6. Hakim Pengadilan Agama Cibinong, Drs. HA. Badhowi, MH yang dalam
waktu sibuknya menyempatkan untuk wawancara dan membagi ilmunya.
7. Sahabat tercinta Mujahidah, Triana Aprianita, Kamelia Sari, Nabillah, Ai
Siti Wasillah, Andi Asyraf Rahman, Hendrawan, Fadly Khairuzzadhi,
Savira Maharani, Lilis Sumiyati, Epi Yulianti.
8. Kawan seperjuangan Burhanatut Diana, Gusti Fajrina, Hatoli, Rahmatullah
Tiflen, Nabila Alhalabi, Abdurrahman Shaleh Bugis, Fachry Alfian,
Daniel Alfaruqi, Didi Nahtadi, Syams Eliaz Bahri, Ahmad Farhan Qodumi
dan Ahmad Drajat.
v
9. Semua teman-teman UIN Jakarta terutama Peradilan Agama angkatan
2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
10. Sahabat kecil yang selalu ada Bella Gita Asmara dan Intan Alawiyah Putri.
Kawan suka duka Bagaskoro Olga Yonear, Ismeiyanto, Muhammad Fajar
Setiawan, Bahtiar Rifai dan Eka Tuti.
Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah Swt. Dengan balasan yang
berlipat ganda. Harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi saya
sendiri dan khususnya segenap para akademisi dan masyarakat pada umumnya.
Oleh karenanya kritik dan saran yang membangun senantiasa diharapkan untuk
kesempurnaan skripsi ini.
Jakarta, 20 Oktober 2015
Nadia Nur Syahidah
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat penelitian ................................................... 6
D. Metodologi Penelitian ................................................................. 7
E. Review Studi Terdahulu ............................................................. 9
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 12
BAB II : PENGANGKATAN ANAK DALAM HUKUM ISLAM, HUKUM
POSITIF DAN HUKUM ADAT
A. Pengertian Pengangkatan Anak .................................................. 14
1. Secara Estimologis ................................................................ 14
2. Secara Terminologis ............................................................. 14
3. Menurut Perundang-Undangan RI ........................................ 16
B. Pengangkatan Anak dalam Islam ................................................ 17
1. Syarat-Syarat Pengangkatan Anak ........................................ 17
2. Tujuan Pengangkatan Anak .................................................. 19
3. Hukum Pengangkatan Anak.................................................. 20
C. Pengangkatan Anak dalam Hukum Positif ................................. 25
1. Prosedur Permohonan dan Persyaratan Pengangkatan Anak
Antar-Warga Negara Indonesia (WNI .................................. 25
2. Prosedur Permohonan dan Persyaratan Pengangkatan Anak
Warga Negara Asing Kepada Warga Negara Indonesia ....... 28
D. Pengangkatan Anak Dalam Hukum Adat ................................... 31
BAB III : GAMBARAN UMUM DESA BANTARJATI
A. Letak Geografis ........................................................................ 36
B. Kondisi Ekonomi ..................................................................... 36
C. Kondisi Kebudayaan ................................................................ 39
D. Kondisi Sosial Keagamaan ...................................................... 40
BAB IV : PENGANGKATAN ANAK PADA MASYARAKAT DESA
BANTARJATI
A. Praktik Pengangkatan Anak di masyarakat Desa Bantarjati .... 42
1. Tetacara Pengangkatan Anak ............................................. 42
vii
2. Alasan dan Faktor Pengangkatan Anak ............................. 45
3. Urgensi Pengangkatan Anak .............................................. 48
4. Pengetahuan Masyarakat Tentang Aspek Yuridis
Pengangkatan Anak ........................................................... 49
B. Akibat Hukum Pengangkatan Anak di Masyarakat Desa
Bantarjati Tanpa Penetapan Pengadilan ................................... 52
C. Sudut Pandang Mengenai Pengangkatan Anak ........................ 55
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 62
B. Saran-saran ............................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 66
Lampiran-Lampiran
1. Surat Permohonan Dosen Pembimbing
2. Surat Permohonan Data/Wawancara Hakim Pengadilan Agama Cibinong
3. Surat Keterangan Telah Penelitian di Desa Bantarjati
4. Transkrip Wawancara Responden
5. Foto-foto saat di tempat penelitian Desa Bantarjati
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah manusia, nikah merupakan tuntunan para Nabi dan Rasul,
sebagaimana telah dicontohkan Nabi Adam dan Siti Hawa. Sunnah tersebut secara
turun-temurun terus diikuti dari satu generasi ke generasi berikutnya hingga pada
Nabi yang terakhir yaitu Nabi Muhammad saw. Adapun hikmah diciptakan oleh
Tuhan segala jenis alam atau makhluk itu berpasang-pasangan yang berlainan
bentuk dan sifat, adalah agar masing-masing jenis saling butuh membutuhkan,
saling memerlukan, sehingga dapat berkembang selanjutnya.1 Dalam suatu hadis
diterangkan salah satu tujuan pernikahan yang telah diriwayatkan oleh Ibnu
Habban, yang menganjurkan kaum laki-laki untuk menikahi perempuan-
perempuan yang dicintai dan yang subur karena perempuan yang subur akan
menghasilkan keturunan.2
Anak merupakan amanah sekaligus karunia Allah Swt., bahkan anak
dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan
harta benda lainnya. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah
masa depan, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan
1 Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: Ilmu Jaya, 1994, Cet
ke-3), h. 3.
2 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antar Fiqih Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007, Cet 2), h. 44.
2
dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Anak merupakan buah hati dan
belahan jiwa. Banyak hidup rumah tangga kandas karena tidak mendapat karunia
anak.3
Alasan pasangan suami istri yang mengangkat anak terutama karena
mereka tidak mempunyai anak atau merasa bahwa itu salah satu jalan untuk
membantu anak-anak yang terlantar dan ada pula yang berpendapat bahwa untuk
kelanjutan hidupnya ia memerlukan tangan yang mengulurkan bantuan. Sebab
lain seseorang mengangkat anak karena akan membantunya di waktu tua atau
sakit atau ia ingin berjasa di bidang sosial.4 Pengangkatan anak dititikberatkan
pada kesadaran solidaritas sosial, dalam arti sikap kerelaan dan ketulusan
seseorang untuk mengambil alih tanggung jawab pemeliharaan anak karena orang
tua kandungnya dalam keadaan tidak atau kurang mampu untuk membesarkan dan
mendidiknya dengan tujuan mendapatkan anak karena belum atau tidak dikaruniai
seorang anak. Menurut pasal 1 angka (9) UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak:
“Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan
kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak
tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan
putusan atau penetapan pengadilan.”
3 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003, Cet ke-4), h.25.
4 Fuad Mohd. Fachruddin, Masalah Anak dalam Hukum Islam Anak Kandung, Anak Tiri,
Anak Angkat dan Anak Zina, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, ), h. 54.
3
Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman hukum materiil peradilan
agama memberikan pengertian anak angkat dalam Pasal 171 huruf (h) bahwa anak
angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari,
biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal
kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan. Undang-Undang
No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 39 ayat (1) menyebut
bahwa pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik
bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 6 ayat (2) dan (10) PP No.54
Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak menyatakan bahwa orang
tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal-usulnya
dan orang tua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan anak yang
bersangkutan.
Ketentuan pasal tersebut secara implisit menegaskan bahwa terjadinya
pengangkatan anak berakibat pada beralihnya tanggung jawab dari orang tua asal
kepada orang tua angkatnya dalam hal pemeliharaan untuk hidup sehari-hari,
biaya pendidikan dan sebagainya, sedangkan hubungan nasab, wali nikah bagi
anak angkat perempuan, dan hak saling mewarisi dengan orang tua kandungnya
tidak terputus.5 Kemudian mengenai asal-usul anak juga harus diberitahukan
kepada anak angkat tersebut dengan memperhatikan kesiapan anak.
Pengangkatan anak harus dilakukan dengan proses hukum melalui
penetapan pengadilan. Jika hukum berfungsi sebagai penjaga ketertiban dan
5 Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana,
2008, Cet 1), h. 21.
4
sebagai rekayasa sosial, maka pengangkatan anak yang harus dilakukan melalui
penetapan pengadilan tersebut merupakan kemajuan ke arah penertiban praktik
hukum pengangkatan anak yang hidup di tengah masyarakat, agar peristiwa
pengangkatan anak itu di kemudian hari memiliki kepastian hukum baik bagi anak
angkat maupun bagi orang tua angkat.6
Tatacara memelihara atau mengasuh anak saudara dekat atau jauh atau
anak orang lain, biasanya dari orang tua yang tidak mampu, sudah sering
dilakukan di Indonesia yang salah satunya juga dipraktikan di Desa Bantarjati.
Desa Bantarjati Kecamatan Klapanunggal mempercayai mitos bahwa bila tidak
mempunyai anak kandung, salah satu cara agar dapat mempunyai anak yaitu
dengan mengangkat anak. Dengan kurang makmurnya masyarakat di sana, banyak
juga keluarga yang kurang mampu akhirnya menelantarkan anaknya. Maka,
diambillah jalan melakukan pengangkatan anak tersebut untuk kebaikan anak. Ini
dilakukan selain karena untuk membantu juga atas dasar pasangan suami istri
tersebut belum atau tidak dikaruniai seorang anak. Persetujuan pengangkatan anak
di sini atas dasar saling menolong dan ketersediaan kedua belah pihak antara
orang tua asal dan orang tua angkat, maka atas dasar tersebut pemeliharaan anak
diberikan kepada orang tua angkat tanpa adanya penetapan dari pengadilan.
Pengangkatan anak yang memenuhi tujuan ini akhirnya terdengar pada
orang lain, anak yang diangkat menjadi terlindungi dan orang tua angkat juga
mendapatkan anak. Maka tersebar mitos tersebut kemudian terjadi beberapa kasus
pengangkatan anak serupa dan masyarakat beranggapan proses mengangkat anak
6 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Prespektif Islam,
(Jakarta: Kencana, 2008), h. 5.
5
hanya dengan cara mudah. Karena memiliki tatacara yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, maka pengangkatan anak tersebut akan
mempunyai dampak hukum dalam administrasi kependudukan dan dalam status
nasabnya yang mungkin akan terputus dengan orang tua asalnya. Orang tua
angkat pun cenderung tidak memberitahukan anak menenai asal-usul anak
tersebut dan lebih memilih menyembunyikan kebenaran mengenai orang tua
kandungnya.
Berawal dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
lebih jauh persoalan pengangkatan anak yang dilakukan masyarakat Desa
Bantarjati dan menuangkannya pada skripsi dengan mengangkat judul “Praktik
Pengangkatan Anak Tanpa Penetapan Pengadilan dan Dampak Hukumnya
(Studi Kasus Desa Bantarjati, Klapanunggal, Bogor).”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pembahasannya mengenai pengangkatan
tanpa melalui proses persidangan di pengadilan, baik Pengadilan Agama
maupun Pengadilan Negeri yang wilayah penelitiannya dibatasi di desa
Bantarjati.
2. Perumusan Masalah
Menurut Pasal 1 angka 9 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak, pengangkatan anak harus ditetapkan oleh Pengadilan untuk kemudian
diizinkan mengangkat anak. Meskipun peraturan mengenai pengangkatan anak
telah jelas diatur seperti yang sudah dijelaskan diatas, tetapi pada kenyataannya
6
sebagian dari masyarakat Desa Bantarjati yang melakukan pengangkatan anak
tidak dengan penetapan dari pengadilan dan hal itu akan menimbulkan dampak
hukum.
Rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut :
1. Faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat di Desa Bantarjati
mengangkat anak tanpa penetapan dari pengadilan?
2. Apa dampak hukum dari pengangkatan anak tanpa penetapan pengadilan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui faktor penyebab dari pengangkatan anak di Desa
Bantarjati tanpa proses penetapan dari pengadilan.
b. Untuk mengetahui dampak hukum dari pengangkatan anak tanpa
penetapan pengadilan.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dikualifikasi menjadi dua manfaat yakni
manfaat teoritis dan manfaat praktis. Kedua manfaat tersebut dijabarkan
sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
1) Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui faktor yang
menyebabkan manyarakat mengangkat anak tanpa penetapan
pengadilan.
7
2) Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat
pentingnya pengangkatan anak melalui proses penetapan di
pengadilan.
3) Mengetahui dampak hukum dari pengangkatan anak tanpa
penetapan dari pengadilan.
b. Manfaat Praktis
1) Sebagai wujud kontribusi positif terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya pada bidang hukum keluarga dan ilmu
perundang-undangan di Indonesia.
2) Memberikan satu karya ilmiah yang bermanfaat bagi civitas
akademika Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3) Sebagai tambahan acuan bagi masyarakat untuk melakukan
praktik pengangkatan anak yang sesuai dengan hukum Islam
maupun hukum positif di Indonesia.
D. Metodologi Penelitian
Untuk memperoleh data yang akan dibutuhkan dalam menyusun skripsi
ini, maka penulis menggunakan beberapa langkah antara lain :
1. Jenis Penelitian
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif
(deskriptif) yaitu data yang didapatkan dari buku, literatur-literatur yang
mempunyai relevansi dalam penelitian ini dan data lapangan tempat
penelitian.
8
2. Sumber Data
a. Data Primer : Data yang didapat dari hasil wawancara dengan
masyarakat yang mengangkat anak tanpa melalui proses penetapan
dari pengadilan baik Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.
Penelitian ini menggunakan teknik wawancara secara acak pada
contoh responden yang mengalami kasus pengangkatan anak seperti
tersebut di atas. Pokok-pokok masalah sebagai pedoman wawancara.
Pokok-pokok tersebut guna menghindari terjadinya penyimpangan dari
permasalahan penelitian yang diangkat dan kevakuman selama
wawancara.
b. Data Sekunder : Data yang memberikan bahan tidak langsung atau
data yang didapat selain dari data primer. Data ini dikumpulkan
melalui penelusuran buku, makalah tulis baik dari surat kabar, internet,
literatur-literatur yang mempunyai relevansi dalam penelitian ini dan
data lapangan tempat penelitian, ataupun data lain yang berkumpul dan
yang mempunyai hubungan dengan tema ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data-data akurat saat penelitian, penulis
menggunakan beberapa teknik, yaitu :
a. Wawancara, yaitu suatu alat pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh informasi yang jelas dan akurat yang berkaitan dengan hal
yang diteliti. Wawancara dilakukan dengan cara mengadakan tanya
jawab langsung dengan masyarakat setempat dan kelurahan, serta
9
tanya jawab juga dilakukan dengan lembaga pemerintahan di bidang
hukum yaitu pengadilan setempat.
b. Dokumentasi, yaitu dengan cara melihat dokumen dan arsip yang ada
di lembaga pemerintah atau swasta setempat yang dijadikan objek
penelitian serta data-data yang diperoleh dari literatur dan referensi
yang berhubungan dan berkenaan dengan judul skripsi ini.
c. Observasi, adalah kegiatan yang diarahkan untuk memperhatikan
sesuatu secara akurat, seta mencatat fenomena atau kejadian yang
muncul saat pengamatan serta mempertimbangkan hubungan aspek
dalam fenomena tersebut. Observasi dilakukan penelitian apabila
dalam penelitian nanti sedang terjadi kegiatan yang menjadi objek
utama bagi penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Dalam menyusun skripsi ini menggunakan teknik menganalisis dan
mengambil kesimpulan dari data-data yang ada.
5. Teknik Penulisan Skripsi
Teknik penulisan skripsi ini menggunakan buku Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
E. Review Studi Terdahulu
No. IDENTITAS SUBSTANSI PERBEDAAN
1. M. Haris Barkah Mengenai batasan atas Mengenai pengangkatan
10
(105044101372)
Konsentrasi Ahwal
Al-Syakhshiyyah
Fakultas Syariah dan
hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Tahun 2010 dengan
judul “Kewenangan
Peradilan Agama
dalam Penetapan
Pengangkatan Anak
(Studi Krisis Terhadap
Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006
Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan
Agama dan Undang-
Undang Nomor 12
Tahun 2006 Tentang
Kewarganegraan
Republik Indonesia).”
kewenangan
Pengadilan Agama
dalam bidang
penetapan
pengangkatan Anak
yang bukan hanya
berada dalam lingkup
kesamaan agama Islam
dan mengenai
pengangkatan anak
yang melibatkan antar
Negara maka perkara
tersebut tidak lagi
menjadi kewenangan
Pengadilan Agama
melainkan Pengadilan
Negeri, walaupun yang
menjadi anak angkat
ataupun orang tua
angkat sama-sama
beragama Islam.
anak yang dilakukan
oleh masyarakat di Desa
Bantarjati Kecamatan
Klapanunggal, Bogor
tanpa proses persidangan
yang menghasilkan
penetapan izin
mengangkat anak yang
tidak sesuai dengan
perundang-undangan
baik Pengadilan Agama
ataupun Pengadilan
Negeri.
11
2. Usman
(108044100044)
Konsentrasi Peradilan
Agama Program Studi
Hukum Keluarga UIN
Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2012
Judul skripsi:
“Problem Sengketa
Kewenangan
Penetapan
Pengangkatan Anak
(Analisa Kasus Kajian
Putusan Pengadilan
Agama Jakarta Pusat
dan Pengadilan
Negeri Kediri).”
Menganalisa mengenai
penetapan
pengangkatan anak
berdasarkan hukum
Islam oleh Peradilan
Agama dan mengenai
akibat hukum
penetapan anak dalam
lingkup Pengadilan
Agama dan Pengadilan
Negeri.
Menganalisa mengenai
pengangkatan anak yang
dilakukan masyarakat
tanpa proses persidangan
yang menghasilkan
penetapan izin
mengangkat anak yang
tidak sesuai dengan
perundang-undangan
dan menganalisa akibat
hukum dari
pengangkatan anak
tersebut.
3. Eka Dita Martiana
(1110044100032)
Konsentrasi Peradilan
Agama Program Studi
Hukum Keluarga
Islam Fakultas Syariah
Mengenai bentuk
kewenangan
Pengadilan Negeri
dalam perkara
pengangkatan anak
pasca lahirnya UU No.
Mengenai praktik
pengangkatan anak yang
dilakukan masyarakat
Desa Bantarjati, Bogor
dengan tatacara yang
tanpa melalui proses
12
dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2014
Judul skripsi:
“Pengangkatan Anak
Bagi Warga Muslim di
Pengadilan Negeri
Pasca Undang-
Undang Nomor 3
Tahun 2006.”
3 Tahun 2006 Tentang
Perubahan atas UU No.
7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama dan
dampak hukum
pengangkatan anak
bagi warga muslim di
Pengadilan Negeri
khususnya Pengadilan
Negeri Wonosobo.
penetapan dari
Pengadilan Agama atau
Pengadilan Negeri dan
dampak hukum
pengangkatan anaknya.
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka
dijadikan dalam beberapa bab, dengan sistematika sebagai berikut :
Pada Bab Pertama, menjelaskan mengenai pendahuluan yang memuat latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penelitian.
Pada Bab Kedua, menjelaskan mengenai pengertian pengangkatan anak; secara
estimologis, terminologis dan menurut peraturan perundang-undangan RI.
Pengangkatan anak dalam Islam; syarat-syarat pengangkatan anak, tujuan
pengangkatan anak dan hukum pengangkatan anak. Pengangkatan anak dalam
hukum positif; prosedur permohonan dan persyaratan pengangkatan anak antar-
warga negara Indonesia dan prosedur permohonan dan persyaratan pengangkatan
13
anak warga negara asing kepada warga negara Indonesia. Pengangkatan anak
dalam hukum adat.
Pada Bab Ketiga, menjelaskan mengenai sejarah singkat Desa Bantarjati, letak
geografis, kondisi perekonomian; struktur penduduk dan sarana prasarana, dan
kondisi kebudayaan di Desa Bantarjati.
Pada Bab Keempat, menjelaskan mengenai praktik pengangkatan anak di
masyarakat Desa Bantarjati; prosedur pengangkatan anak, alasan dan faktor
pengangkatan anak, urgensi pengangkatan anak dan pengetahuan masyarakat
tentang aspek yuridis pengangkatan anak. Akibat hukum pengangkatan anak di
masyarakat Desa Bantarjati tanpa penetapan pengadilan dan analisis penulis.
Pada Bab kelima, menjelaskan mengenai inti kajian penelitian penulis mengenai
kesimpulan dan saran-saran.
14
BAB II
PENGANGKATAN ANAK DALAM HUKUM ISLAM, HUKUM POSITIF
DAN HUKUM ADAT
A. Pengertian Pengangkatan Anak
1. Secara Etimologis
Istilah pengangkatan anak berkembang di Indonesia sebagai
terjemahan dari bahasa Inggris adoption, yang berarti mengangkat anak
orang lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri dan mempunyai hak yang
sama dengan anak kandung.1 Pada masyarakat Arab pengangkatan anak
dikenal dengan istilah التبنى yang berarti mengambil anak.2 Istilah anak
angkat adalah anak orang lain yang diambil (dipelihara) serta disahkan
secara hukum sebagai anak sendiri.3 Maksud dari pengangkatan anak di
sini adalah mengangkat anak untuk dijadikan anak kandung sendiri secara
hukum di hadapan masyarakat.
2. Secara Terminologis
Definisi yang diberikan oleh ahli hukum dalam mengartikan adopsi
atau pengangkatan anak, di antaranya ialah :
1 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Prespektif Islam ,h. 19.
2 Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 95.
3 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, edisi Keempat (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 11.
15
a. Supomo menyebutkan di seluruh wilayah hukum (Jawa Barat)
bilamana dikatakan mupu, mulung atau mungut anak yang dimaksud
ialah mengangkat anak orang lain sebagai anak sendiri.4
b. Surojo Wignjodipuro yaitu adopsi atau pengangkatan anak adalah
suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga
sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak
dan anak yang dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang
sama, seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandung sendiri.5
c. Bushar Muhammad memaparkan adopsi, ambil anak, angkat anak
adalah suatu perbuatan hukum dalam hukum adat, di mana seseorang
diangkat atau didudukkan dan diterima dalam suatu posisi baik
biologis maupun sosial yang semula tidak ada padanya.6
d. Mahmud Syaltut, Ia mengemukakan setidaknya ada dua pengertian
pengangkatan anak. Pertama, mengambil anak orang lain untuk diasuh
dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang tanpa diberikan
status anak kandung kepadanya. Kedua, mengambil anak orang lain
sebagai anak sendiri dan ia diberi status sebagai anak kandung,
sehingga ia berhak memakai nama keturunan (nasab) orang tua
4 B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat Hukumnya di
Kemudian Hari, (Jakarta: Rajawali 1983), h. 39.
5 Surojo Wignjodipoero, Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung,
1982), h. 118.
6 Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1985), h.
33.
16
angkatnya dan saling mewarisi harta peninggalan, serta hak-hak lain
sebagai akibat hukum antara anak angkat dan orang tua angkatnya.7
Adopsi tidak sama dengan anak angkat yang dalam istilah agama
Islam dinamakan dengan Tabanni, namun bukan pengertian yang berlaku
pada masa Jahiliyah yang ketika itu perbuatan mengambil anak orang lain
untuk diberi status sebagai anak kandung dengan menasabkan kepada
dirinya serta memberlakukan konsekuensi hukum layaknya anak kandung,
seperti hak untuk saling waris-mewarisi. Namun pengertian yang
sebenarnya dalam maksud agama Islam adalah perbuatan seseorang yang
mengambil anak orang lain, diperlakukan, diasuh, dididik dengan penuh
perhatian dan kasih sayang, tanpa memberi status anak kandung kepada
anak tersebut.
Perbedaan antara adopsi dengan pengangkatan anak terletak pada
prinsip hukum, adposi yang dikenal di Negara Indonesia merupakan revisi
dari sistem Eropa di mana berakibat terputusnya hubungan dan hak-hak
anak angkat dengan orang tua kandungnya. Sedangkan anak angkat versi
Islam mencegah putusnya hubungan tersebut, tidak menyebabkan
timbulnya hak dan saling mewarisi dan lain-lain.
3. Menurut Perundang-Undangan RI
a. Yang dimaksud dengan anak angkat berdasarkan Pasal 1 angka (9)
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
7 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Prespektif Islam ,h. 21.
17
keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung
jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke
dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan
atau penetapan pengadilan.
b. Pengertian pengangkatan anak berdasarkan Undang-Undang RI No. 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Pasal 47 ayat (1)
memberikan pengertian bahwa yang dimaksud pengangkatan anak
adalah perbuatan hukum untuk mengalihkan hak anak dari lingkungan
kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan
anak tersebut kepada lingkungan keluarga orang tua angkatnya
berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.8
c. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 171 huruf (h) dinyatakan bahwa
anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya
sehari-hari, biaya pendidikan, dan sebagainya beralih tanggung
jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan
keputusan pengadilan.9
B. Pengangkatan Anak dalam Islam
1. Syarat-Syarat Pengangkatan Anak
Dalam hal pengangkatan anak, kita harus mengetahui apa saja yang
boleh dan tidak boleh dilakukan oleh orang tua angkat. Untuk menghindari
8 Musthofa SY, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2008), Cet. 1, h. 17.
9 Musthofa SY, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, h. 21.
18
hal-hal yang tidak diinginkan maka ada syarat-syarat pengangkatan anak
yang sesuai dengan hukum Islam adalah sebagai berikut:10
a. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan
orang tua kandung dan keluarganya.
b. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua
angkat, melainkan tetap sebagai ahi waris dari orang tua kandungnya,
demikian juga orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris
dari anak angkatnya.
c. Hubungan kehartabendaan antara anak angkat dengan orang tua
angkatnya hanya diperbolehkan dalam hubungan wasiat dan hibah.
d. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya
secara langsung kecuali sekadar sebagai tanda pengenal atau alamat.
e. Orang tua angkat tidak dapat berhak sebagai wali dalam perkawinan
terhadap anak angkatnya.
f. Antara anak yang diangkat dengan orang tua angkat seharusnya sama-
sama orang yang beragama Islam agar si anak tetap pada agama yang
dianutnya.
Sedangkan Yusuf Qardhawi berpendapat bahwasanya adopsi dapat
dibenarkan apabila seseorang yang melaksanakannya tidak mempunyai
keluarga, lalu ia bermaksud untuk memelihara anak tersebut dengan
memberikannya perlindungan, pendidikan, kasih sayang, mencukupi
kebutuhan sandang dan pangan layaknya anak kandung sendiri. Adapun
10
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjuan Tiga Sistem hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002),
h. 54.
19
dalam hal nasab, anak tersebut nasabnya tetap pada ayah kandungnya
karena antara anak angkat dengan orang tua angkat tetap tidak ada sama
sekali hubungan nasab yang dapat mempunyai hak seperti anak kandung.11
2. Tujuan Pengangkatan Anak
Seseorang dalam mengangkat anak pasti memiliki tujuan yang
ingin dicapai karena pada dasarnya banyak faktor yang mendukung
seseorang melakukan pengangkatan anak, namum lazimnya latar belakang
pengangkatan anak dilakukan oleh orang yang tidak diberikan keturunan.
Pengangkatan anak dilakukan guna memenuhi keinginan manusia untuk
menyalurkan kasih sayangnya kepada anak yang dirasakan akan
merupakan kelanjutan hidupnya.12
Pengangkatan anak dikalangan
masyarakat Indonesia mempunyai tujuan dan motivasi diantaranya:
a. Untuk meneruskan keturunan, bilamana di dalam suatu perkawinan
tidak memperoleh keturunan.
b. Sebagai pancingan (di Jawa) yakni dengan mengangkat anak, keluarga
yang mengadopsi akan dikaruniai anak kandung sendiri.13
Atau dengan
mengangkat anak akan mungkin ketularan mendapat anak kandung.14
11
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, (Surakarta: Era Intermedia, 2005), h.
319.
12
Ahmad Azhar Basyir, Kawin Campur, Adopsi, Wasiat Menurut Islam, (Bandung: PT
Al-Ma’arif, 1972), h. 19.
13
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975,
(Jakarta: Erlangga, 2011), h. 333.
14
Sudharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga: Prespektif Hukum Perdata Barat (BW),
Hukum Islam, dan Hukum Adat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 172.
20
c. Menambah jumlah keluarga, dengan maksud agar si anak angkat
mendapat pendidikan yang baik, sebagai misi kemanusiaan dan
pengamalan ajaran agama.15
d. Pengangkatan anak ini dilakukan guna memenuhi insting manusia
yang berkehendak menyalurkan kasih sayangnya kepada anak yang
dirasakan akan merupakan kelanjutan hidupnya.
e. Untuk mensejahterakan anak dan melindunginya dari kekerasan dan
diskriminasi serta memberikan kehidupan yang layak bagi seorang
anak dengan memberikan perhatian dan kasih sayang, tanpa
menjadikannya sebagai anak kandung sendiri diperbolehkan dalam
Islam. Alasan-alasan orang melakukan pengangkatan anak adalah
bermacam-macam, tetapi terutama yang terpenting adalah: rasa belas
kasihan terhadap anak terlantar atau anak yang orang tuanya tidak
mampu memeliharanya. Tidak mempunyai anak dan ingin mempunyai
anak untuk menjaga dan memeliharanya di hari tua. Untuk
mempertahankan ikatan perkawinan/kebahagiaan keluarga.16
3. Hukum Pengangkatan Anak
Pengangkatan anak sudah dikenal dan berkembang pada zaman
jahiliyah, yaitu zaman sebelum kerasulan Nabi Muhammad saw. Pada
zaman tersebut apabila seseorang mengangkat anak, maka otomatis
nasabnya disambungkan kepada ayah angkatnya, dan nasab kepada orang
15
B. Sebastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat serta Akibat-Akibat
Hukumnya di Kemudian Hari, h. 71.
16
Djaja S, Meliala, Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia, (Bandung: Tarsito, 1982),
h. 3.
21
tuanya terputus. Bahkan pada masa itu anak angkat mendapatkan hak
waris layaknya anak kandung dan segala urusan yang seharusnya menjadi
kewajiban ayah kandung teralihkan kepada ayah angkatnya.
Berbeda dengan pengangkatan anak menurut hukum Islam. Seperti
yang telah disebutkan dalam syarat-syarat pengangkatan anak dalam Islam,
dikemukakan bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan
darah antara anak dengan orang tua kandung dan anak angkat tidak
berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua angkat, tetapi ahli waris
dari orang tua kandung. Demikian juga sebaliknya, orang tua angkat tidak
menjadi ahli waris dari anak angkat. Anak angkat tidak diperkenankan
memakai nama orang tua angkatnya secara langsung dan juga orang tua
kandung tidak bertindak sebagai wali dalam perkawinan anak angkatnya.17
Pengangkatan anak dalam Islam yang tertulis dalam surat Al-
Ahzab ayat 4 dan 5 yang berbunyi:
“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu
sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai
anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan
dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia
menujukkan jalan (yang benar).”
17
Muderis zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Tiga Sistem Hukum, h. 54.
22
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu
tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai)
saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak adak dosa
atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya)
apa yang sengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
Kedua ayat di atas, jumhur ulama menyatakan bahwa hubungan
antara ayah atau ibu angkat dan anak angkatnya tidak lebih dari sekadar
hubungan kasih sayang. Hubungan antara ayah atau ibu dan anak
angkatnya tidak memberikan akibat hukum yang berkaitan dengan warisan,
nasab dan tidak saling mengharamkan perkawinan. Apabila ayah atau ibu
angkat meninggal dunia, anak angkat tidak termasuk sebagai ahli waris
yang berhak menerima warisan.
Anak angkat tidak bisa memakai nasab ayah atau ibu angkatnya.
Kasus Zaid bin Haritsah yang dinasabkan para sahabat kepada Rasulullah
dengan panggilan Zaid bin Muhammad dan telah dianggap para sahabat
sebagai anak angkat Nabi Muhammad saw. dibantah sehingga Zaid tetap
dinasabkan kepada ayahnya, Haritsah. Bahkan untuk membantah
anggapan status anak angkat sama dengan anak kandung, Allah Swt.
23
memerintahkan Rasulullah saw. mengawini Zainab binti Jahsy mantan istri
Zaid bin Haritsah.18
Pernyataan Allah Swt. terdapat dalam surat Al-Ahzab
ayat 37:
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah
melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat
kepadanya: “Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah”,
sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan
menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia sedang Allah-lah yang
lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri
keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu
dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk
(mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak
angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya dan
adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.”
Berdasarkan suat Al-Ahzab di atas dapat diketahui bahwa
pengangkatan anak dalam Islam bertujuan untuk memelihara anak dan
mensejahterakannya. Dalam kasus Zaid bih Haritsah, Nabi saw.
memeliharanya sekaligus membebaskannya dari perbudakan dan
menjadikannya hidup layak sebagaimana manusia merdeka. Sedangkan
tujuan lainnya adalah ingin menolong sesama manusia. Dengan tidak
diperbolehkan menisbatkan anak dalam Islam bertujuan untuk memelihara
18
Nasroen Haroen, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Vn Hoeve, 2005), h. 84.
24
dan melestarikan keutuhan keluarga dan menjaga asal-usul seseorang serta
dapat memperkuat tali persaudaraan dengan orang tua yang diangkat.
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 209 ayat (2) mengatur
masalah pewarisan, anak angkat hanya berhak menerima wasiat yang ada
kaitannya dengan harta peninggalan orang tua angkatnya, bunyi pasalnya
sebagai berikut:19
“Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah
sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.”
Dengan demikian jelas bahwa anak angkat hanya dalam hal
pemeliharaan dan pendidikan saja yang beralih dari orang tua kandung
kepada orang tua angkat. Akan tetapi untuk masalah perwalian dalam
pernikahan dan masalah waris, anak angkat tetap berhubungan dengan
orang tua kandung. Tetapi apabila orang tua angkatnya ingin memberikan
warisan kepada anak angkat tersebut, maka yang dapat dilakukan orang
tua angkat adalah dengan hibah atau wasiat yang ditulis dan diucapkan
oleh orang tua angkatnya semasa hidupnya.20
Tidak dikenal yang namanya
perpindahan nasab dari ayah kandung ke ayah angkat, ia tetap bukan
mahram dari orang tua angkatnya, sehingga anak tidak ada larangan kawin
juga tidak saling mewarisi. Apabila pengangkatan anak diiringi dengan
perpindahan nasab anak dari ayah kandung ke ayah angkatnya
konsekuensinya antara dirinya dengan ayah angkatnya ada larangan kawin
19
Roihan A. Rasyid, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum
NaionaI,(Jkarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 82.
20
Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia,
h. 102.
25
sehingga apabila anak tersebut ingin menikah maka yang menjadi wali
nikahnya adalah orang tua angkatnya.21
C. Pengangkatan Anak dalam Hukum Positif
1. Prosedur Permohonan dan Persyaratan Pengangkatan Anak Antar-Warga
Negara Indonesia (WNI)
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun
2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak disebutkan mengenai
prosedur pengangkatan anak antar WNI yang dalam Pasal 19 menyebutkan
bahwa:
“Pengangkatan anak secara adat kebiasaan dilakukan sesuai dengan tata
cara yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan.”22
Dalam SEMA No. 6 Tahun 1983 Tentang Penyempurnaan SEMA
No. 2 Tahun 1979 Tentang Pengangkatan Anak, ada beberapa tahap dan
persyaratan pengangkatan anak antar warga Negara Indonesia. Prosedur
pengangkatn anak antar warga Negara Indonesia yang tahap dan
persyaratannya sebagai berikut:23
a. Syarat dan Bentuk Surat Permohonan
1) Sifat surat permohonan bersifat voluntair.
21
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam jilid 1 (Jakarta: Ichtiar varu Van
Hoeve), 1997, h. 29.
22
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan HAM RI,
Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, h. 8.
23
Andi Syamsu dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Prespektif Islam, h. 210.
26
2) Permohonan pengangkatan anak hanya dapat diterima apabila
ternyata telah ada urgensi yang memadai, misalnya ada ketentuan
undang-undangnya.
3) Permohonan pengangkatan anak dapat dilakukan secara lisan atau
tertulis berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku.
4) Surat permohonan pengangkatan anak dapat ditandatangani oleh
pemohon sendiri, atau oleh kuasa hukumnya.
5) Surat permohonan pengangkatan anak diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri atau Ketua Pengadilan Agama. Pemohon yang
beragama Islam yang bermaksud mengajukan permohonan
pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam, maka
permohonannya diajukan kepada Pengadilan Agama yang
mewilayahi tempat tinggal pemohon.
b. Isi Surat Permohonan Pengangkatan Anak
1) Bagian dasar hukum permohonan pengangkatan anak harus secara
jelas diuraikan motivasi yang mendorong niat untuk mengajukan
permohonan pengangkatan anak.
2) Harus diuraikan secara jelas bahwa permohonan pengangkatan
anak, terutama didorong oleh motivasi untuk kebaikan dan/atau
kepentingan calon anak angkat, didukung dengan uraian yang
memberikan kesan bahwa calon orang tua angkat benar-benar
memiliki kemampuan dari berbagai aspek bagi masa depan anak
angkat menjadi lebih baik.
27
3) Isi petitum permohonan pengangkatan anak bersifat tunggal, yaitu
hanya memohon agar si anak ditetapkan sebagai anak angkat dari
pemohon, tanpa ditambahkan permintaan lain, seperti ditetapkan
sebagai ahli warisnya.
c. Syarat-Syarat Permohonan Pengangkatan Anak Antar WNI24
1) Syarat bagi calon orang tua angkat/pemohon, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a) Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antar orang tua
kandung dengan orang tua angkat (private adoption)
diperbolehkan.
b) Pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang yang tidak
terkait dalam perkawinan sah/belum menikah diperbolehkan.25
c) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang
dianut oleh calon anak angkat.26
2) Syarat bagi calon anak angkat27
a) Belum berusia 18 (delapan belas) tahun.
b) Merupakan anak terlantar atau diterlantarkan.
c) Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan
anak.
24
Andi Syamsu dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Prespektif Islam, h. 211.
25
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983.
26
Kumpulan Perundangan Perlindungan Hak Asasi Anak,(Yogyakarta: Pustaka Yustisia,
2006), h. 89.
27
Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan Anak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 113.
28
d) Memerlukan perlindungan khusus.
e) Dalam hal calon anak angkat berada dalam asuhan suatu
yayasan sosial harus dilampirkan surat izin tertulis Menteri
Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah diizinkan
bergerak di bidang kegiatan anak.
f) Calon anak angkat yang berada dalam asuhan yayasan sosial,
maka harus punya izin tertulis dari Menteri Sosial atau pejabat
yang ditunjuk bahwa anak tersebut diizinkan untuk diserahkan
sebagai anak angkat.
2. Prosedur Permohonan dan Persyaratan Pengangkatan Anak Warga Negara
Asing kepada Warga Negara Indonesia28
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 mengatur
syarat calon orang tua angkat bagi anak antar Negara:
a. Berstatus kawin dan berumur minimal 25 tahun atau maksimal 45
tahun.
b. Pada saat mengajukan permohonan sekurang-kurangnya sudah kawin 5
tahun dengan mengutamakan keadaan:
1) Tidak mungkin mempunyai anak (surat keterangan dokter
kebidanan, dokter ahli).
2) Belum mempunyai anak.
3) Mempunyai anak kandung seorang.
28
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983.
29
4) Mempunyai anak angkat seorang dan tidak mempunyai anak
kandung.
5) Dalam keadaan mampu ekonomi berdasarkan surat keterangan
pejabat yang berwenang serendah-rendahnya lurah atau kepala
desa setempat.
6) Berkelakuan baik berdasarkan keterangan polisi RI.
7) Dalam keadaan sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat
keterangan dokter pemerintah.
8) Mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak semata-
mata untuk kepentingan kesejahteran anak.
Prosedur permohonan dan persyaratan pengangktan anak WNA
oleh orang tua angkat WNI (Intercountry Adoption) sebagai berikut:
a. Syarat dan Bentuk Surat Permohonan Pengangkatan Anak WNA
1) Surat permohonan bersifat voluntair.
2) Permohonan pengangkatan anak hanya dapat diterima apabila
ternyata telah ada urgensi yang memadai, misalnya ada ketentuan
undang-undangnya.
3) Permohonan pengangkatan anak dapat dilakukan secara lisan atau
tertulis berdasarkan ketentuan hokum yang berlaku.
4) Surat permohonan pengangkatan anak dapat ditandatangani oleh
pemohon sendiri atau oleh kuasa hukumnya.
5) Surat permohonan pengangkatan anak ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri atau Ketua Pengadilan Agama yang mewilayahi
30
domisili anak WNA yang akan diangkat. Pemohon yang beragama
Islam yang bermaksud mengajukan permohonan pengangkatan
anak berdasarkan Hukum Islam, maka permohonannya diajukan
kepada Pengadilan Agama yang mewilyahi tempat tinggal anak
WNA yang akan diangkat.
b. Isi Surat Permohonan Pengangkatan Anak WNA
1) Bagian dasar hukum permohonan pengangkatan anak harus secara
jelas diuraikan motivasi yang mendorong niat untuk mengajukan
permohonan pengangkatan anak.
2) Harus diuraikan secara jelas bahwa permohonan pengangkatan
anak terutama didorong oleh motivasi untuk kebaikan dan/atau
kepentingan calon anak angkat WNA Hukum Perlindungan dan
Pengangkatan Anak di Indonesia yang bersangkutan, didukung
dengan uraian yang memberian kesan bahwa calon orang tua
angkat benar-benar memiliki kemampuan dari berbagai aspek bagi
masa depan anak angkat menjadi lebih baik.
3) Isi petitum permohonan pengangkatan anak bersifat tunggal tanpa
ditambahkan permintaan lain.
c. Syarat-syarat Permohonan Pengangkatan Anak WNA
1) Syarat bagi calon orang tua angkat WNI/pemohon, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a) Pengangkatan anak WNA harus dilakukan melalui suatu
yayasan sosial yang memiliki izin dari Departemen Sosial
31
bahwa yayasan tersebut telah diizinkan bergerak di bidang
kegiatan pengangkatan anak, sehingga pengangkatan anak
WNA yang berlangsung dilakukan antara orang tua angkat
WNI dengan orang tua kandungnya WNA (private adoption)
tidak diperbolehkan.
b) Pengangkatan anak WNA oleh seorang WNI yang tidak terikat
dalam perkawinan sah/belum menikah (single parent adoption)
tidak diperbolehkan.
c) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang
dianut oleh calon anak angkat.
2) Syarat bagi calon Anak Angkat WNA
a) Usia anak angkat harus mencapai 5 tahun.
b) Disertai penjelasan tertulis dari Menteri Sosial atau Pejabat
yang ditunjuk bahwa calon anak angkat WNA yang
bersangkutan diizinkan untuk diangkat sebagai anak angkat
oleh calon orang tua WNI yang bersangkutan.
D. Pengangkatan Anak dalam Hukum Adat
Pengangkatan anak dalam hukum adat adalah adalah suatu perbuatan
hukum dalam konteks hukum adat kekeluargaan (keturunan). Maksudnya anak
angkat tersebut dalam hal biologis maupun sosial kedudukannya disamakan
dengan anak kandung, misalkan dalam hal waris adat.29
Konsepsi
pengangkatan anak menurut hukum adat dikemukakan oleh Surojo
29
Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia,
h. 31.
32
Wignjodipuro bahwa pengangkatan anak adalah suatu perbuatan mengambil
anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara
orang yang memunggut anak dan anak yang dipunggut itu timbul hubungan
kekeluargaan yang sama seperti yang ada antara orang tua dengan anak
kandungnya sendiri.30
Menurut Busar Muhammad dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Adat,
Prinsip hukum adat dalam suatu perbuatan hukum adat adalah terang dan
tunai.31
Terang ialah suatu prinsip legalitas yang berarti bahwa perbuatan
hukum itu dilakukan dihadapan dan diumumkan di depan orang banyak,
dengan resmi secara formal, dan telah dianggap semua orang mengetahuinya.
Sedangkan kata tunai berarti perbuatan itu akan selesai seketika pada saat itu
juga, tidak mungkin ditarik kembali.
Ada berbagai macam tata cara pengangkatan anak atau adopsi yang
ada di berbagai daerah. Adopsi adakalanya dilakukan secara tertulis dan
adapula yang tidak, sesuai dengan permintaan keluarga, asalkan semua itu
diumumkan kepada masyarakat sekitar dan dilanjutkan dengan diadakannya
sedekahan. Pengangkatan anak di beberapa desa di Kecamatan Duduk
Kabupaten Gresik, tidak ada ketentuan khusus untuk mengangkat anak, dalam
pengertian tidak ada keharusan untuk mengadakan selamatan. Jadi begitu
30
Surojo Wignjodipuro, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat (Jakarta: Gunung Agung,
1982), H. 118.
31
Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, h. 29.
33
mengangkat anak, orang tua angkat langsung melaporkan kepada Kepala Desa
dan selanjutnya ke Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.32
Kemudian pengangkatan anak di desa Gunung Putri (Kabupaten
Bogor), di Kota Bandung, dan di Singanjati (Kabupaten Sumedang)
pengangkatan anak dilaksanakan dengan dihadiri oleh sanak saudara yang
tinggal dekat orang tua anak itu dan diundang untuk menyaksikan penyerahan
anak tersebut. Di kota Jatinegara dan Bandung dan juga di Desa Cimacan
(Kabupaten Cianjur) seorang yang mengangkat anak melaporkan
pengangkatan anak itu berturut-turut kepada kepala kampung dan lurah desa
di tempat tinggal anak itu tetapi laporan itu tidak dicatat.33
Hanya di beberapa tempat, penyerahan anak angkat kepada yang
mengangkatnya dilaksanakan dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang khusus
atau dengan pemberitahuan kepada pejabat desa yang bersangkutan atau surat
yang dibuat oleh pejabat itu. Tetapi di tempat-tempat itu terjadi pula
pengangkatan anak tanpa bentuk tertentu, dan tanpa pengumuman yang
khusus mengenai pengangkatan anak tersebut. Maka kesimpulannya, bahwa
menurut hukum adat Jawa Barat tidak ada syarat yang ditetapkan untuk
sahnya pengangkatan anak.34
R. Supomo menjelaskan perihal kedudukan dan akibat hukum
pengangkatan anak yang dilakukan menurut hukum adat, terutama yang
32
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, h. 47.
33
Soepomo, Hukum Perdata Adat Jawa Barat, (Jakarta: PT Djaya Pirusa, 1982) cet II, h.
24.
34
Soepomo, Hukum Perdata Adat Jawa Barat, h. 25.
34
terjadi di beberapa daerah di Pulau Jawa dan Sunda. Dalam penjelasannya
dikatakan bahwa kedudukan anak angkat dalam hukum Islam berbeda dengan
kedudukan anak angkat yang dilakukan di daerah-daerah di mana sistem
keluarga berdasarkan keturunan dari pihak lelaki. Seperti di Bali misalnya, di
daerah ini perbuatan pengangkatan anak adalah perbuatan hukum yang
melepaskan anak angkat dari pertalian keluarga dengan orang tuanya sendiri
dengan memasukkan anak angkat tersebut ke dalam keluarga angkat bapak
angkatnya, sehingga anak itu berkedudukan sebagai anak kandung untuk
meneruskan keturunan bapak angkatnya.35
Praktik pengangkatan anak di Bali berbeda dengan praktik
pengangkatan anak di Jawa. Di Jawa, pengangkatan anak tidak memutuskan
hubungan pertalian darah dengan orang tua kandung anak angkat itu. Namun,
anak angkat didudukkan sebagai anak kandung untuk meneruskan keturunan
bapak angkatnya, dan sama sekali tidak memutuskan hak-haknya dengan
orang tua kandungnya sehingga hukum adat Jawa memberikan pepatah bagi
anak angkat dalam hal hak waris di kemudian hari dengan istilah “anak angkat
memperoleh warisan dari dua sumber air sumur”. Maksudnya anak angkat
tetap memperoleh harta warisan dari orang tua kandung, juga dari harta
warisan orang tua angkatnya.36
Muderis zaini. Meyakini bahwa sebetulnya banyak daerah-daerah di
Indonesia yang hukum adatnya menyatakan bahwa anak angkat bukanlah
35
Soepomo, Bab-bab Tentang Adat, (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1976), h. 118.
36
Soepomo, Bab-bab Tentang Adat, h. 118.
35
sebagai ahli waris.37
Seperti halnya di daerah Lahat (Palembang), Kabupaten
Batanghari, Kecamatan Bontomaranu Kabupaten Goa, daerah kepulauan
Tidore (Ambon), daerah Takengon Kabupaten Aceh Tengah, Kecamatan
Cikajang Kabupaten Garut, Kecamatan Sambas Kalimantan Barat, dan
beberapa daerah lainnya. Beberapa daerah tersebut secara umum menyatakan
bahwa anak angkat bukanlah ahli waris dari orang tua angkatnya, anak angkat
adalah ahli waris dari orang tuanya sendiri. Anak angkat memperoleh harta
warisan dari peninggalan orang tua angkatnya melalui hibah atau pemberian
atau wasiat dari yang ditulis sebelum orang tua angkatnya meninggal dunia.
Secara adat kebiasaan masyarakat yang mengakui adanya hukum adat
anak angkat, bagi mereka adalah suatu hal yang termasuk tidak etis dan akan
mendapatkan celaan dari masyarakat apabila anak angkat yang telah diketahui
masyarakat tersebut kemudian dibatalkan oleh anak atau keluarga orang tua
angkat kecuali anak angkat tersebut nyata-nyata telah melakukan suatu
penghianatan, pembunuhan, percobaan pembunuhan terhadap orang tua
angkatnya.38
37
Muderis Zaini, Adopsi Menurut Tinjauan Tiga Sistem hukum, h. 50.
38
Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia,
h. 46.
36
BAB III
GAMBARAN UMUM DESA BANTARJATI
A. Letak Geografis
Desa Bantarjati berada di ketinggian 200 meter dari permukaan laut
dengan luas wilayah 367 ha. Terdiri dari tiga dusun dengan lima rukun warga
(RW) dan 16 rukun tetangga (RT). Desa Bantarjati memiliki batas wilayah
administrative sebagai berikut:1
1. Sebelah Utara : Kecamatan Gunung Putri
2. Sebelah Timur : Desa Nambo
3. Sebelah Selatan : Desa Lulut
4. Sebelah Barat : Kecamatan Citeureup
B. Kondisi Ekonomi
Dilihat dari bidang kependudukan yang meliputi jumlah penduduk,
usia penduduk, tingkat pendidikan dan jenis mata pencaharian, penulis telah
sajikan dalam tabel-tabel berikut:
a. Perkembangan Rumah Tangga (KK)
No Lokasi Jumlah KK
Tahun 2008
Jumlah KK
Tahun 2009
Jumlah KK
Tahun 2010
1 RW. 01, Kp. nambo 376 - -
2 RW. 02, Kp. Nambo 473 - -
3 RW. 03, Kp.
Bantarkopo
393 - -
1 Data Kelurahan.
37
4 RW. 04, Kp.
Bantarkopo
451 - -
5 RW. 05, Kp
Pasirtangkil
377 - -
Jumlah 2.070 2.067 2.141
b. Jumlah Penduduk
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Laki-Laki 3.656 51,43
2 Perempuan 3.453 48,57
Jumlah 7.109 100
c. Usia Penduduk
No Usia Jumlah Persentase (%)
1 0-4 573 8,06
2 5-9 1.355 19,06
3 10-14 1.347 18,95
4 15-19 380 5,35
5 20-24 351 4,94
6 25-29 338 4,76
7 30-34 425 5,98
8 35-39 402 5,66
9 40-44 350 4,92
10 45-49 339 4,77
38
11 50-54 415 5,84
12 55> 755 10,62
Jumlah 7.109 100
d. Tingkat Pendidikan
No Pendidikan Jumlah Pensentase (%)
1 Belum sekolah 661 9,30
2 Tidak Tamat SD 543 7,64
3 SD 3.988 56,10
4 SLTP 1.066 15
5 SLTA 792 11,14
6 Akademi/D1/D2/D3 17 0,24
7 Universitas S1/S2/S3 42 0,59
Jumlah 7.109 100
e. Pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah Ket.
1 PNS 17
2 Guru 63
3 Buruh Pabrik 661
4 Karyawan 1.452
5 TNI/Polri 0
39
6 Pensiunan 3
7 Petani 160
8 Buruh Tani 175
9 Buruh Bangunan 25
10 Pedagang 387
11 Sopir 255
12 Tukang Ojek 18
13 Pengrajin 3
14 Ustadz/Guru Ngaji 16
15 Paraji 3
16 Bidan 4
17 Dokter 0
18 Wartawan 2
19 Seniman 0
20 Pelajar/Mahasiswa 3.089
21 Penggali Pasir 33
22 Tidak Bekerja 661
23 Lain-lain 82
Jumlah 7.109
C. Kondisi Kebudayaan
Warisan budaya yang bernilai luhur dapat menjadi modal bagi
pembangunan. Dengan seni dan budaya dapat menarik perhatian lewat
40
pariwisata dan mempertahankan adat nenek moyang. Tidak banyak seni dan
budaya yang masih tetap ada di Desa Bantarjati, beberapa kesenian hanya
sebagai penyalur hobi saja. Kesenian yang dapat ditemukan di Desa Bantarjati
yaitu degung, kosidah, marawis dan dangdut. Selain kesenian, budaya yang
masih dipertahankan masyarakat Desa Bantarjati yaitu budaya saling tolong
menolong, gotong royong dan keramah tamahan. Tradisi itu bisa terlihat dari
keseharian penduduknya yang suka menolong sesama, baik kerabat atau orang
lain.
Menurut pernyataan Lurah, kebudayaan masyarakat warisan leluhur
masih melekat sebagai contoh syukuran bumi saat panen, upacara tujuh
bulanan anak yang dikandung dengan memakai kain sarung yang harus tujuh
lalu bunga tujuh rupa, keluarga yang mengadakan hajatan masih ada yang
memakai sesaji yang ditaruh di pohon atau tempat lain. Kemudian
menyangkut pengangkatan anak ada kepercayaan mengangkatnya pada hari
baik agar anaknya sehat dan menjadi anak yang baik.2
D. Kondisi Sosial Keagamaan
Kondisi keagamaan pada sebagian keluarga miskin yang ada di Desa
Bantarjati dapat digolongkan sebagai kelompok yang mengaktualisasikan
nilai-nilai sosial keagamaan secara baik. Terbukti kehidupan mereka sehari-
hari rukun antar sesama. Sifat gotong royong sangat menonjol sekali, apabila
di antar mereka melaksanakan hajatan seperti resepsi pernikahan atau musibah
2 Wawancara dengan Lurah Desa Bantarjati 15 September 2015 pukul 12.42.
41
kematian, selalu bahu-membahu membantu sesamanya.3 Untuk melaksanakan
ritual keagamaan seperti sholat lima waktu dan sholat Jum’at, sarana
peribadatan yang ada di Desa Bantarjati cukup tersedia dengan adanya mesjid
dan mushola yang dibangun sudah lama dengan dana dari hasil gotong royong
dan sumbangan warga masyarakat. Sementara sarana ibadah yang non-Islam
tidak ada sama sekali.
Dari segi kegiatan keagamaan yang cukup beragama di Desa Bantarjati,
berdasarkan pengamatan di lapangan kegiatan keagamaan yang sering diikuti
seperti pengajian, baik bersifat rutin maupun tidak, yaitu peringatan hari-hari
besar (PHBI) seperti Isra dan Mi’raj, Maulid Nabi, sepuluh Muharram dan
lainnya. Di antara kegiatan keagamaan yang diikuti yaitu pengajian Al-Qur’an
setiap hari yang diikuti oleh anak-anak pada madrasah dan TPA, pengajian
ibu-ibu seminggu tiga kali, pengajian bapak-bapak dan para remaja. Tetapi
sosial keagamaan yang cukup baik ini tidak sejalan dengan bartambahnya
pengetahuan keagamaan secara mendalam, pembahasan yang dikaji dalam
pengajian hanya bersifat umum seperti mengenai sholat, puasa, zakat dan
tidak membahas mengenai hal-hal yang lebih terperinci.
3 Hasil Observasi .
42
BAB IV
Pengangkatan Anak pada Masyarakat Desa Bantarjati
A. Praktik Pengangkatan Anak di Masyarakat Desa Bantarjati
1. Tatacara Pengangkatan Anak
Perilaku manusia dalam kaitannya dengan hidup bermasyarakat,
tinjauannya lebih pada bagaimana hubungan individu dengan
kelompoknya, tinjuannya kepada sistem sosialnya. Ini berarti bahwa
“Perilaku manusia lebih dikaitkan dengan faktor kebiasaan, tradisi, dan
sistem nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat.” (Bimo Walgito, 2007:
13) Perilaku dapat dilihat dari kebiasaan yang dilakukannya sehari-hari.
Dalam hal ini dapat terlihat dalam setiap sikap dan tindakan dalam
menerima atau menolak sesuatu berdasarkan pada nilai yang diyakini
benar. Seperti halnya dengan anak angkat, mereka berperilaku terhadap
anak angkat berdasarkan dengan adanya suatu keyakinan akan suatu nilai
yang dianggap benar.
Anak keturunan dari hasil perkawinan yang sah menghiasi
kehidupan keluarga sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia
secara bersih dan berkehormatan.1 Apabila ada keluarga yang khawatir
menghadapi kenyataan tidak mempunyai anak, maka berbagai usaha akan
dilakukan. Untuk menghindari hal tersebut, salah satu usaha yang mereka
lakukan adalah mengangkat anak.
1 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press,1999), h. 1.
43
Pasal 39 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2002 tentang perlindungan anak menyebutkan bahwa pengangkatan anak
hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan
dilakukan berdasarkan hukum adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun pengertian anak
sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tersebut, Pasal 1 angka (1) disebutkan, anak adalah seorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak dalam kandungan.
Dari lima responden yang ada di Desa Bantarjati Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bogor dalam proses pengangkatan anak
dilakukan berdasarkan kesepakatan antara orang tua kandung dengan
orang tua angkat. Seperti penuturan hasil wawancara dengan ibu Umi yang
mengatakan sebelumnya ibu kandungnya tidak mau anaknya diadopsi
tetapi ibu Umi mengatakan akan mengizinkannya bertemu dengan
anaknya dan tidak melarangnya, itulah kesepakatannya.2
Sama juga
dengan pernyataan ibu Yoyoh yang menuturkan setelah ayahnya anak itu
meninggal maka ia semakin berniat mengadopsinya dan kemudian ia
meminta izin kepada keluarga terutama ibu dari anak yang akan ia angkat.3
Ada pula kesepakatan itu terjadi karena adanya penawaran dari orang tua
kandung kepada orang tua angkat, ini terjadi seperti yang diceritakan ibu
Amih bahwa dia telah menikah lama tetapi belum dikaruniai anak dan
kemudian ada yang menawarkan anaknya untuk ia adopsi karena tidak
2 Wawancara dengan ibu Umi 12 September 2015 pukul 10.58
3 Wawancara dengan ibu Yoyoh 12 September 2015 pukul 17.36
44
mampu mengurus anak tersebut akibat sulitnya perekonomian, maka ibu
Amih mengambilnya.4 Begitu juga dengan ibu Sanih yang mengatakan,
bahwa tetangganya menawarkan anaknya untuk diangkat menjadi anak
oleh ibu Sanih saat usia kandungannya masih berumur tujuh bulan. Karena
ia belum mempunyai anak maka ia menjadikannya sebagai anak angkat
untuk mendapatkan anak kandung dan ankhirnya tidak lama dia pun punya
anak.5 Ibu Marwati juga bercerita hal yang hampir sama ada temannya
yang menawarkan bahwa ada orang yang sedang mencari orang tua nagkat
untuk anaknya, maka ia setuju untuk mengangkatnya karena tidak
mempunyai anak dan kemudian anak itu diantarkan ke rumahnya.6
Berdasarkan pernyataan responden diatas mengenai proses
pengangkatan anak kesemuanya berdasarkan kesepakatan antara kedua
keluarga dan tidak ada yang berdasarkan peraturan hukum nasional yang
melalui proses pengadilan. Mengenai hubungan antara anak angkat dengan
orang tua kandungnya di Desa Bantarjati berdasarkan wawancara dengan
responden adalah sebagai berikut :
Menurut penuturan ibu Umi bahwa anak angaktnya sudah tau dan
ngerti karena ibu kandungnya sering mengunjunginya,7 Ibu Yoyoh juga
bercerita hal yang hampir sama bahwa anak angkatnya tahu dan pertemuan
4 Wawancara dengan ibu Amih 12 September 2015 pukul 12.23.
5 Wawancara dengan ibu Sanih 12 September 2015 pukul 12.01.
6 Wawancara dengan ibu Marwati 12 September 2015 pukul 16.46.
7 Wawancara dengan ibu Umi 12 September 2015 pukul 10.58.
45
antara anak dan orang tua kandung pun terjadwal dua minggu sekali.8
Berbeda dengan itu, ibu Marwati mengatakan bahwa tidak mengatakan
yang sebenarnya pada anak tersebut kalau ia adalah anak angkat dan
menyangkal bila sang anak bertanya tentang statusnya sebagai anak.9
Orang tua kandung dari anak angkat ibu Marwati pun tidak pernah datang
sama sekali untuk bertemu dengan sang anak karena berkata sudah ikhlas
saat memberinya. Sedangkan ibu Amih dan ibu Sanih belum mengatakan
kepada anaknya mengenai hal yang sebenarnya karena umurnya masih
balita dan belum mengerti tentang hal ini tetapi mereka berkata akan
mengatakannya suatu saat nanti.10
Berdasarkan pernyataan responden diatas mengenai hubungan
antara anak angkat dengan orang tua kandungnya, dari lima responden
yang ada terdapat dua anak angkat yang hubungan dengan orang tua
kandungnya masih terjalin sedangkan satu anak angkat yang hubungan
dengan orang tua kandungnya sengaja diputus dan dua anak lain belum
diberitahukan karena masih balita. Dan berdasarkan penuturan responden,
kesemuanya telah membuatkan akta kelahiran anak dengan status sebagai
anak kandung mereka.11
2. Alasan dan Faktor Pengangkatan Anak
8 Wawancara dengan ibu Yoyoh 12 September 2015 pukul 17.36.
9 Wawancara dengan ibu Marwati 12 September 2015 pukul 16.46.
10
Wawancara dengan ibu Amih dan ibu Sanih 12 September 2015.
11
Wawancara dengan responden 12 September 2015.
46
Dalam rangka pelaksanaan perlindungan anak, sangat penting
melihat alasan/motivasi pengangkatan anak sehingga sangat perlu
diperhatikan, dan harus dipastikan dilakukan demi kepentingan yang
terbaik untuk anak. Motivasi merupakan suatu pengertian yang melingkupi
penggerak, alasan-alasan, dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat
sesuatu. Misalnya seseorang menjadi anggota perkumpulan maka
motivasinya antara lain ingin sesuatu yang baru bersama anggota
perkumpulannya tersebut.12
Dalam kaitannya dengan pengangkatan anak berarti dengan adanya
alasan-alasan atau motivasi atau dorongan yang melatarbelakangi
seseorang melakukan perbuatan hukum mengangkat anak. Apabila melihat
pada alasan/motivasi serta tujuan pengangkatan anak, maka akan banyak
sekali ragamnya. Akan tetapi menurut Djaja S. Meliala, alasan terutama
yang terpenting adalah:13
a. Rasa belas kasihan terhadap anak terlantar atau anak yang orang
tuanya tidak mampu memeliharanya.
b. Tidak mempunyai anak dan ingin mempunyai anak untuk menjaga dan
memeliharanya di hari tua.
c. Adanya kepercayaan bahwa dengan adanya anak di rumah maka akan
dapat mempunyai anak sendiri.
12 W.A. Gerungan Dipl., Psych, Psikologi Sosial Suatu Ringkasan, (Jakarta: Eresco, 1977,
Cet. V), h 142.
13
Djaja S.Meliala, Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia, (Bandung: Tarsito, 1982),
h. 3.
47
d. Untuk mendapatkan teman bagi anaknya yang sudah ada.
e. Untuk menambah atau mendapatkan tenaga kerja.
f. Untuk mempertahankan ikatan perkawinan /kebahagiaan keluarga.
Di Desa Bantarjati Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor,
terdapat lima keluarga responden yang melakukan pengangkatan anak.
Adapun alasan yang mendorong responden melakukan pengangkatan anak
adalah sebagai berikut:
Menurut penuturan ibu Umi bahwa ingin menambah anak lagi dan
merawat anak yatim untuk mendapatkan pahala.14
Ada pun sama seperti
ibu Umi, ibu Yoyoh juga berkata untuk menambah anak karena hanya
punya satu anak yang sudah bersar dan sudah menikah.15
Tetapi lain hal
dengan ibu Umi yang berniat untuk membantu dan ibu Yoyoh yang ingin
menambah anak dengan cara instan, tiga responden lain yaitu ibu Amih,
ibu Sanih dan ibu Marwati mengatakan bahwa alasan mereka mengangkat
anak agar bisa mempunyai anak sendiri, biasa disebut mancing atau agar
punya anak walaupun hanya anak angkat.16
Terkait dengan alasan kurangnya ekonomi orang tua kandung yang
menawarkan anaknya untuk diadopsi, bapak Lurah Desa Bantarjati
Kecamatan Klapanunggal menyatakan bahwa beliau tidak setuju dengan
alasan tidak baik karena secara tidak langsung rasa tanggung jawab
14
Wawancara dengan ibu Umi 12 September 2015 pukul 10.58.
15
Wawancara dengan ibu Yoyoh 12 September 2015 pukul 17.36.
16
Wawancara dengan responden 12 September 2015.
48
terhadap anak kurang dan rasa kemanusiaannya minim. Pak Lurah merasa
heran karena anak yang dilahirkan itu harus dilihkan ke orang lain karena
alasan ekonomi tidak mampu, sementara kelurahan pun kalau ada
masyarakat yang seperti itu siap membantu. Pak lurah belum menerima
laporan tentang kasus seperti ini dan beliau mengatakan akan menanggapi
dan membantu masyarakatnya.17
3. Urgensi Pengangkatan Anak
Pengangkatan anak yang dilakukan oleh suatu keluarga untuk
melanjutkan dan mempertahankan garis keturunan dalam suatu lingkungan
keluarga yang tidak mempunyai anak kandung. Disamping itu maksud dari
pengangkatan anak di sini adalah untuk mempertahankan ikatan
perkawinan sehingga tidak timbul perceraian tetapi saat sekarang dengan
alasan yang bermacam-macam dalam pengangkatan anak kini telah
berubah yakni demi kesejahteraan anak yang diangkat.
Seseorang dalam mengangkat anak pasti memiliki tujuan yang
ingin dicapai pada dasarnya banyak faktor yang mendukung seseorang
melakukan pengangkatan anak, namum lazimnya latar belakang
pengangkatan anak dilakukan oleh orang yang tidak diberi keturunan.
Pengangkatan anak dilakukan guna memenuhi keinginan manusia untuk
17
Wawancara dengan Lurah Desa Bantarjati 15 September 2015 pukul 12.42.
49
menyalurkan kasih sayang kepada anak yang dirasakan akan merupakan
kelanjutan hidupnya.18
Ajaran Islam mengarahkan kita agar selalu peduli kepada sesame
karena sikap peduli sesame merupakan suaru hal yang memang harus
selalu diamalkan terlebuh lagi terhadap anak-anak terlantar dan anak yatim.
Tidak hanya itu, Islam juga mengajarkan umatnya untuk selalu
menyantuni dan memelihara anak-anak yang tidak mampu, miskin,
terlantar dan sebagainya. Tetapi perbuatan penyantunan dan pemeliharaan
anak-anak tersebut tidak sampai pada pemutusan hubungan keluarga dan
hak-hak orang tua kandungnya. Pemeliharaan tersebut harus didasarkan
pada penyantunan semata.19
Pernyataan dari Bapak Lurah Desa Bantarjati Kecamatan
Klapanunggal yakni, pengangkatan anak bertujuan membantu agar anak
tersebut betul-betul menjadi anak yang diharapkan, oleh orang tua, oleh
agama dan oleh Negara.20
Baidhowi selaku hakim Pengadilan Agama
Cibinong juga mengatakan Untuk kepentingan anak, mengangkat anak
karena ingin menolong agar anak itu tidak terlantar. Dalam surat an-nisa
ayat 9 disebutkan bahwa jangan meninggalkan anak-anak dalam keadaan
18
Ahmad Azhar Basyir, Adopsi, wasiat Menurut Islam, (Bandung: PT Al-Ma’rif, 1972),
h. 19. 19
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Tiga Sistem Hukum, h. 50.
20
Wawancara dengan Lurah Desa Bantarjati 15 September 2015 pukul 12.42.
50
lemah. Maka anak yang tidak bisa diurus orang tuanya jangan dibiarkan
terlantar, memang wajib ditolong.21
4. Pengetahuan Masyarakat Tentang Aspek Yuridis Pengangkatan Anak
Keanekaragaman adat serta budaya di Indonesia mencerminkan
berbagai tata cara untuk pelaksanaan pengangkatan anak menurut sistem
hukum adat. Setiap daerah memiliki ciri khas yang berbeda dan unik
sehingga membuat beranekaragam proses pengangkatan anak dalam
kehidupan masyarakat adat. Dalam adat yang berkembang di masyarakat
yang beraneka ragam kebiasaan dan sistem peradabannya, banyak cara
yang dilakukan untuk mengangkat anak atau mengadopsi anak dilihat dari
kehidupan sehari-hari.
Pengangkatan anak dan anak angkat telah menjadi bagian dari
hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat
istiadat dan motivasi yang berbeda-beda serta perasaan hukum yang hidup
dan berkembang di masing-masing daerah. Tradisi memelihara dan
mengasuh anak yang berasal dari saudara dekat atau jauh atau anak orang
lain yang biasanya berasal dari keluarga yang tidak mampu sudah sering
dilakukan di Indonesia dengan berbagai istilah dan sebutannya.
Ibu Umi menyatakan tidak mengetahui tentang undang-undang
mengenai pengangkatan anak dan menulis di dalam Kartu Keluarga (KK)
dan Akta Lahir anak adalah anak kandungnya.22
Penuturan ibu Amih
21
Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Cibinong 22 September pukul 14.11.
22
Wawancara dengan ibu Umi 12 September 2015 pukul 10.58.
51
bahwa ia tidak mengetahui perundang-undangan tentang anak angkat dan
mengakui anak angkatnya sebagai anak kandung dalam Kartu Keluarga
(KK) dan Akta Lahir.23
Pernyataan ibu Sanih mengatakan tidak mengetahui
perundang-undangan mengenai pengangkatan anak dan menuliskan anak
angkatnya sebagai anak kandung dalam Kartu Keluarga (KK) dan Akta
Lahirnya.24
Ibu Marwati mengatakan bahwa tidak mengetahui tentang
peraturan perundang-undangan mengenai pengangkatan anak dan di dalam
Kartu Keluarga (KK) dan Akta Lahir diakui anak angkatnya sebagai anak
kandung.25
Sama dengan responden lain, ibu Yoyoh juga tidak mengetahui
peraturan perundang-undangan tentang pengangkatan anak dan juga
menuliskan di dalam Kartu Keluarga (KK) dan Akta Lahir anak angkatnya
sebagai anak kandung.26
Dari semua responden yang melakukan pengangkatan anak
menyatakan bahwa pengangkatan anak yang telah dilakukan hanya
berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak. Dalam masalah
administrasi kependudukan antara anak angkat dengan orang tua
angkatnya, terutama mengenai pembuatan Akta Lahir dan Kartu Keluarga
(KK) jawaban responden mengatakan bahwa mereka langsung membuat
23
Wawancara dengan ibu Amih 12 September 2015 pukul 12.23.
24
Wawancara dengan ibu Sanih 12 September 2015 pukul 12.01.
25
Wawancara dengan ibu Marwati 12 September 2015 pukul 16.46. 26
Wawancara dengan ibu Yoyoh 12 September 2015 pukul 17.36.
52
Akta Lahir anak angkatnya mengatasnamakan dirinya tanpa melalui proses
pengadilan, baik itu Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama.
Selain faktor rendahnya pengetahuan masyarakat desa tentang tata
cara maupun prosedur pengangkatan anak yang terlihat dari
ketidakmengertian tentang akibat hukum pengangkatan anak maupun
peraturan perundang-undangan tentang pengangkatan anak, orang tua
angkat juga beranggapan bahwa prosedur pengangkatan anak melalui jalur
pengadilan sangat rumit dan memakan waktu yang lama sehingga
masyarakat lebih memilih tidak menggunakan jalur tersebut.27
B. Akibat Hukum Pengangkatan Anak di Masyarakat Desa Bantarjati
Tanpa Penetapan Pengadilan
Akibat hukum merupakan suatu keadaan maupun kondisi yang timbul
setelah adanya peristiwa hukum. Pengangkatan anak merupakan masuknya
anak orang lain ke dalam keluarga yang mengangkatnya dimana pengangkatan
anak akan membawa akibat di kemudian hari seperti dalam hal pewarisan dan
perwalian. Pengangkatan anak yang dilakukan secara adat kebiasaan, melalui
Pengadilan Negeri maupun melalui Pengadilan agama membawa akibat
hukum yang berbeda-beda. Perbedaan akibat hukum penetapan pengangkatan
anak produk Pengadilan Negeri dan produk Pengadilan agama yaitu28
:
No Aspek/Unsur Penetapan
Pengadilan Negeri
Penetapan
Pengadilan Agama
27
Wawancara responden dan observasi. 28
Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia¸ h. 8-10.
53
1. Hubungan Nasab a. Nasab anak angkat
putus dengan nasab
orang tua kandung dan
saudara-saudaranya
serta akibat-akibat
hukumnya
b. Nasab anak angkat
beralih menjadi nasab
orang tua angkat dan
saudara serta anaknya
dengan segala akibat
hukumnya
c. Anak angkat dipanggil
dengan bin-binti orang
tua angkatnya
a. Nasab anak angkat
tidak putus dengan
nasab orang tua
kandung dan
saudara-saudaranya
b.Yang beralih dari
anak angkat terhadap
orang tua angkatnya
hanyalah tanggung
jawab kewajiban
pemeliharaan,
nafkah, pendidikan
dan lain-lain.
c. Anak angkat tetap
dipanggil dengan
binti orang tua
kandung.
2. Perwalian Orang tua angkat
menjadi wali penuh
terhadap diri, harta,
tindakan hukum dan wali
nikah atas anak
angkatnya.
Orang tua angkat hanya
menjadi wali terbatas
terhadap diri, harta,
tindakan hukum dan
tidak termasuk wali
nikah jika anak angkat
54
tersebut perempuan.
3. Hubungan
Mahram
Anak angkat tidak boleh
dinikahkan dengan orang
tua angkatnya, juga tidak
boleh dinikahkan dengan
anak kandung atau anak
angkat dari orang tua
angkat
Anak angkat boleh
dinikahkan dengan
orang tua angkatnya,
juga boleh dinikahkan
dengan anak kandung
atau anak angkat lain
dari orang tua
angkatnya
4 Hak Waris Anak angkat dapat
menjadi ahli waris
terhadap orang tua
angkatnya, sebagaimana
hak-hak kedudukan yang
dimiliki anak kandung
Anak angkat tidak
boleh menjadi ahli
waris orang tua
angkatnya, tetapi anak
angkat memperoleh
harta waris orang tua
angkatnya melalui
wasiat wajibah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
kegiatan pengangkatan anak yang terjadi pada masyarakat Desa Bantarjati
Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor bercampur diantara kedua
penetapan hukum tersebut, yakni:
55
No Aspek/Unsur Praktik Pengangkatan Anak Desa Bantarjati
1. Hubungan Nasab a. Nasab anak angkat putusdengan nasab orang
tua kandung dan saudara-saudaranya serta
akibat-akibat hukumnya
b. Nasab anak angkat beralih menjadi nasab
orang tua angkat dan saudara serta anaknya
dengan segala akibat hukumnya
c. Anak angkat dipanggil dengan bin/binti orang
tua angkatnya
2. Perwalian Orang tua dari 2 keluarga menjadi wali penuh
terhadap diri, harta, tindakan hukum atas anak
angkatnya akan tetapi 3 orang tua angkat yang
lain tidak karena anak angkat masih sering
bertemu orang tua kandungnya
3. Hubungan Mahram Anak angkat tidak boleh dinikahkan dengan
orang tua angkatnya, juga tidak boleh dinikahkan
dengan anak kandung atau anak angkat dari
orang tua angkat
4. Hak Waris Anak angkat dapat menjadi ahli waris terhadap
harta warisan orang tua angkatnya, sebagaimana
hak-hak kedudukan yang dimiliki anak kandung
56
Uraian tersebut tersimpul bahwa konsep pengangkatan anak yang
dilakukan orang tua angkat di Desa Bantarjati sebagian besar berprinsip pada
penetapan Pengadilan Negeri. Adapun proses pengangkatan anak tersebut
tidak melalui proses pengadilan, hanya sekedar kesepakatan kedua belah pihak
antara orang tua kandung dengan orang tua angkat, maka secara otomatis jika
kedua belah pihak telah menyetujui, anak pun berpindah orang tua, hak dan
kewajiban serta kedudukannya.
C. Sudut Pandang Mengenai Pengangkatan Anak
Pengangkatan anak dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak pasal 39 ayat (1) menyebut bahwa pengangkatan
anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan
dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pengangkatan anak yang menjamin
kepastian hukum hanya didapat setelah memperoleh putusan pengadilan, baik
Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama. Tujuan penetapan
pengangkatan anak melalui pengadilan untuk perlindungan anak dimata
hukum yang akan memberikan perlindungan kepentingan anak dan kepastian
hukum. Di dalam hasil penetapan antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Agama itu berbeda, dimana dalam penetapan Pengadilan Negeri memberikan
konsekuensi semua tanggung jawab orang tua kandung berpindah kepada
orang tua angkat. Sedangkan dalam penetapan Pengadilan Agama tidak semua
tanggung jawab orang tua kandung berpindah kepada orang tua yang
mengangkatnya.
57
Setelah terjadinya pengangkatan anak maka timbullah hukum baru
yang melekat pada anak angkat dan orang tua angkat yaitu mengenai
perwalian dan pewarisan. Mengenai perwalian, sejak dikeluarkannya
penetapan pengangkatan anak oleh majelis hakim, orang tua angkat secara sah
telah ditetapkan sebagai wali dari anak angkat. Hak dan kewajiban orang tua
kandung telah berpindah alih kepada orang tua angkat dalam hal nafkah,
pembiayaan sekolah, serta pendidikan dan agama. Dalam hukum Islam,
pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hubungan nasab,
hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat.
Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap
memakai nama dari ayah kandungnya kecuali hubungan keluarga persusuan
bila ibu angkat berhasil menyusukan anak angkat sewaktu masih dalam masa
menyusui.
Secara sosiologis perilaku ini baik karena didasari rasa tolong
menolong, tetapi lihat bagaimana jalannya pengangkatan anak itu. Kalau
pengangkatan anak itu dalam arti tabanni, maka tidak baik secara agama
karena konsep pengangkatan menurut agama itu hadhanah, pemeliharaan anak
bukan menjadikannya sebagai anak. Ayat al-Qur’an surat al-maidah ayat dua
menyampaikan saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan jangan
saling tolong menolong dalam hal keburukan. Jadi, karena itu buruk dan
dilarang maka tidak boleh walaupun untuk menolong.29
Permasalahan yang
29
Wawancara Hakim Pengadilan Agama Cibinong 22 September pukul 14.11.
58
timbul berkenaan dengan pengangkatan anak yang terjadi pada masyarakat
Desa Bantarjati adat dianalisis dalam tiga sudut pandang:
1. Faktor Psikologis
Yaitu masalah reaksi kejiwaan yang timbul karena pengangkatan
anak.30
Pernyataan responden yang menangkat anak menyatakan bahwa
pengangkatan anak yang telah dilakukan selama ini didasari dengan
kerelaan, ikhlas dan kemauan dari kedua belah pihak tanpa paksaan dari
siapapun karena ada rasa belas kasih saudara maupun orang lain yang
melihat keluarga yang telah lama mendambakan hadirnya sorang anak
serta membantu keluarga yang kurang mampu.
Masalah penyesuaian diri antara anak angkat dengan orang tua
angkatnya terutama mengenai penjelasan orang tua angkat terhadap anak
angkt merupakan masalah yang paling menentukan. Pasal 6 ayat (2) dan
(10) PP No.54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
menyatakan bahwa ”orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak
angkatnya mengenai asal-usulnya dan orang tua kandungnya dengan
memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan”. Sering terjadi orang
tua angkat berusaha menyembunyikan identiras orang tua kandung anak
yang diangkatnya, sehingga di kemudian hari menimbulkan problema
tersendiri bagi kepentingan anak terutama psikisnya. Undang-Udang
perlindungan anak pasal 40 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa:
30
Muderis Zaini, Adopsi; Suatu Tinjauan dari Tiga sistem Hukum, h. 22.
59
a. Orang tua angkat untuk memberitahukan kepada anak angkatnya
mengenaik asal usul dan orang tua kandungnya
b. Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandung sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan
anak yang bersangkutan.
Dari jawaban responden yang diwawancara, ibu Marwati tidak mau
mengatakan pada anaknya karena sudah dianggap sebagai anak sendiri
akibat tidak mempunyai anak kandung. Sedangkan empat lainnya akan
menjelaskan pada anak angkatnya, tetapi faktor rendahnya pengetahuan
tentang kedudukan, perlakuan, hak serta kewajiban anak angkat , orang tua
angkat juga beranggapan bahwa anak angkat mereka adalah anak
keturunan mereka sehingga perlakuan orang tua angkat terhadap anak
angkat dalam kesehariannya tidak berbeda dengan anak sendiri.
2. Faktor Sosial
Yaitu menyangkut akibat sosial dari pengangkatan anak itu
sendiri.31
Perpindahan anak dari suatu kelompok keluarga ke dalam
kelompok keluarga yang lain sering disebabkan oleh alasan-alasan
emosional. Ditambah pula banyak pengangkatan anak dilakukan
sedemikian rupa sehingga anak angkat menjadi anaknya sendiri baik
secara lahir maupun batin.
Dari beberapa responden menyatakan bahwa merahasiakan
kedudukan anak tersebut dengan membuat Akta kelahiran karena alasan
31
Muderis Zaini, Adopsi; Suatu Tinjauan dari Tiga sistem Hukum, h. 22.
60
bahwa mereka melakukan hal itu demi menjaga mental dan martabat anak,
karena dikhawatirkan apabila hal tersebut tidak dirahasiakan maka sang
anak akan dikucilkan dan jadi bahan olok-olokan oleh teman-temannya,
sehingga tidak jarang kegiatan pengangkatan anak hanya diketahui oleh
masing-masing keluarga dan tetangga dekat.
Rendahnya kesadaran masyarakat akan ketentuan, kedudukan,
akibat hukum, hak dan kewajiban sering menimbulkan beberapa problema
sosial. Adanya perpindahan dari suatu lingkungan ke dalam lingkungan
hidup yang lain merupakan gejala yang dapat membawa pengaruh
terhadap kejiwaan anak yang pada gilirannya akan menimbulkan reaksi
sosial. Apalagi karena umumnya orang mempunyai naluti untuk menutupi
hal yang negatif atau karen factor lain orang menutupi kenyataan, seperti
halnya orang tua angkat merehasiakan latar belakang anak angkatnya. Hal
ini wajar karena anggapan bahwa keluarga normal adalah keluarga
hubungan darah. Sikap menutupi ini adalah alamiah, akan tetapi justru
membawa dampak yang bermacam-macam, sebab hubungan anak angkat
dengan orang tua angkat didasari oleh suatu kebohongan yang manakala
diketahuinya bisa menimbulkan kenyataan pahit.32
3. Faktor Yuridis
Yaitu masalah yang timbul berkenaan dengan akibat hukum dari
adopsi itu sendiri.33
Dari semua responden menyatakan bahwa
pengangkatan anak yang telah dilakukan hanya berdasarkan kesepakatan
32
Muderis Zaini, Adopsi; Suatu Tinjauan dari Tiga sistem Hukum, h. 25-26.
33
Muderis Zaini, Adopsi; Suatu Tinjauan dari Tiga sistem Hukum, h. 22.
61
kedua belah pihak. Dalam masalah administrasi kependudukan antara anak
angkat dengan orang tua angkatnya, terutama Akta Lahir dan Kartu
Keluarga (KK) mereka membuat Akta Lahir anak angkatnya
mengatasnamakan dirinya tanpa melalui proses pengadilan, baik itu
Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama. Selain faktor rendahnya
pengetahuan masyarakat tentang tata cara maupun prosedur pengangkatan
anak, orang tua angkat juga beranggapan bahwa prosedur pengangkatan
anak melalui jalur pengadilan sangat rumit dan memakan waktu yang lama
sehingga masyarakat lebih memilih tidak menggunakan jalur tersebut.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilaksanakan mengenai praktik pengangkatan
anak dan dampak hukumnya di masyarakat Desa Bantarjati Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bogor dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Alasan-alasan dari pengangkatan anak umumnya masyarakat Desa
Bantarjati menyebutkan bahwa pengangkatan anak karena tidak mempuyai
anak dalam pernikahan yang sudah berlangsunng bertahun-tahun,
mengangkat anak untuk menolong anak terlantar atau yatim piatu dan ada
yang mengangkat anak karena percaya mitos jika ingin mempunyai anak
kandung maka harus mengangkat anak sebagai pancingan. Dari praktik
pengangkatan anak tersebut biasanya bertujuan untuk dapat meneruskan
keturunan orang tua angkat , sebagai teman dalam hidup dan untuk
mendapat anak secara instan.
Faktor penyebab masyarakat Desa Bantarjati Kecamatan Klapanunggal
Kabupaten Bogor mengangkat anak tanpa penetapan dari pengadilan dan
tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku karena rendahnya
pengetahuan masyarakat desa tentang tata cara maupun prosedur
pengangkatan anak yang terlihat dari ketidakmenertian tentang akibat
hukum pengangkatan anak maupun peraturan perundang-undangan
tentang pengangkatan anak, orang tua angkat juga beranggapan bahwa
63
prosedur pengangkatan anak melalui jalur pengadilan sangat rumit dan
memakan waktu yang lama sehingga masyarakat lebih memilih tidak
menggunakan jalur tersebut.
2. Praktik pengangkatan anak yang ada di Desa Bantarjati Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bogor ternyata dari hasil penelitian
membuktikan bahwa masyarakat yang mengangkat anak ada yang
berdampak pada pemutusan nasab atas orang tua kandungnya dan secara
tegas dilarang dan tidak dibenarkan syariat Islam, namun ada pula yang
tidak berimplikasi pada pemutusan nasab karena dalam pengangkatannya
hanya sebatas pemeliharaan demi kesejahteraan anak, hal ini mengarah
pada ajaran Rasulullah saw. yang mengangkat anak tetapi tidak
menasabkan anak angkat kepada orang tua angkat. Hanya saja
kesemuanya tidak mengikuti prosedur dari perundang-undang dengan
tidak meminta penetapan dari pengadilan yang berakibat pada Akta
kelahiran anak serta status anak dalam Kartu Keluarga (KK) tertulis
sebagai anak kandung bukan sebagai anak angkat.
B. Saran-saran
Setelah selesai membahas permasalahan tersebut tentang praktik
pengangkatan anak dan dampaknya pada nasab terhadap orang tua kandung di
Desa Bantarjati Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor maka ada
beberapa yang ingin saya sampaikan yaitu sebagai berikut:
1. Melihat keberadaan mitos pengangkatan anak yang berkembang di mata
masyarakat Desa Bantarjati yang kemudian berakibat menyamakan anak
64
angkat sebagai ahli waris dan keberadaannya disejajarkan dengan anak
kandung, hendaknya kita memberikan pengertian dan pengetahuan tentang
hak-hak anak angkat di dalam hukum Islam termasuk dalam hal perwalian
anak angkat pada masyarakat yang melakukan pengangkatan anak angkat
agar tidak menasabkan anak angkat kepada orang tua angkat karena
perbuatan itu dilarang Allah.
2. Adanya suatu masyarakat yang begitu ambiguitas menempatkan anak
angkat ke dalam hak-hak anak kandung, banyaknya unsur-unsur
ketidakadilan apalagi bila dikaitkan dengan adanya prinsip kebersihan
nasab maka perlu adanya tata cara yang arif untuk tidak memutuskan
nasab dan terpenuhinya kepastian hukum antara anak angkat dengan orang
tua angkat. Pelaksanaan pengangkatan anak tersebut sebaiknya sesuai
prosedur peraturan perundang-undangan yaitu melalui lembaga hukum
agar nantinya mendapat kepastian hukum dan bisa dipertanggungjawabkan.
3. Perlu adanya pengenalan dan penyuluhan dari pemerintah tentang
pengangkatan anak secara Islam dan sesuai peraturan perundang-undangan
agar masyarakat Desa Bantarjati dapat memahami secara mendetail
prosedur pengangkatan anak yang benar. Kemudian harus ada kepekaan
dan perhatian dari pejabat setempat (Kelurahan) mengenai peristiwa dan
perilaku apa saja yang terjadi pada masyarakatnya, jangan hanya
menunggu laporan atau berita yang tidak mengenakkan agar
penyimpangan yang terjadi di masyarakat bisa langsung dicegah dan
diperbaiki.
65
4. Bila sudah terlanjur melakukan praktik pengangkatan anak yang demikian
maka untuk memperbaikinya perlu disahkan pada Pengadilan, baik
Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama. Tetapi untuk orang Islam
memohon penetapan pengangkatan anak sudah menjadi kewenangan
Pengadilan Agama.
66
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Andi Syamsu dan M. Fauzan. Hukum Pengangkatan Anak
Prespektif Islam. Jakarta: Kencana. 2008.
Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press.
1999.
Basyir, Ahmad Azhar. Kawin Campur, Adopsi, wasiat Menurut Islam.
Bandung: PT Al-Ma’rif. 1972.
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedia Hukum Islam jilid 1. Jakarta: Ichtiar
baru Van Hoeve. 1997.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, edisi Keempat.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2008.
Dipl, W.A. Gerungan. Psikologi Sosial Suatu Ringkasan, Cet. V. Jakarta:
Eresco. 1977.
Fachruddin, Fuad Mohd. Masalah Anak dalam Hukum Islam Anak
Kandung, Anak Tiri, Anak Angkat dan Anak Zina. Jakarta: CV Pedoman Ilmu
Jaya. 1991.
Ghozali, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat, cet ke-4. Jakarta: Kencana.
2003.
Haroen, Nasroen. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
2005.
Kamil, Ahmad dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan
Anak di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2008.
Kumpulan Perundangan Perlindungan Hak Asasi Anak. Yogyakarta:
Pustaka Yustisia. 2006.
67
Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Sejak 1975. Jakarta: Erlangga. 2011.
Meliala, Djaja S. Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia. Bandung:
Tarsito. 1982.
Muhammad, Bushar. Pokok-Pokok Hukum Adat. Jakarta: Pradnya
Paramita. 1985.
Musthofa SY. Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama. Cet.
1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008.
Nasution, Amir Taat. Rahasia Perkawinan Dalam Islam, Cet ke-3. Jakarta:
Ilmu Jaya. 1994.
Pandika, Rusli. Hukum Pengangkatan Anak. Jakarta: Sinar Grafika. 2012.
Qardhawi, Yusuf. Halal dan Haram dalam Islam. Surakarta: Era
Intermedia. 2005.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam, cet ke-17. Jakarta: Attahiriyah. 1976.
Rasyid, Roihan A. Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam
Sistem Hukum NasionaI. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999.
Soepomo. Bab-bab Tentang Adat. Jakarta: Pustaka Rakyat. 1976.
Soepomo. Hukum Perdata Adat Jawa Barat, cet II. Jakarta: PT Djaya
Pirusa 1982.
Soimin, Sudharyo. Hukum Orang dan Keluarga: Prespektif Hukum
Perdata Barat (BW), Hukum Islam, dan Hukum Adat. Jakarta: Sinar Grafika.
2004.
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antar Fiqih
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, cet ke-2. Jakarta: Kencana. 2007.
68
Tafal, B. Sebastian. Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta
Akibat-Akibat Hukumnya di Kemudian Hari. Jakarta: Rajawali. 1989.
Wignjodipoero, Surojo. Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat. Jakarta:
Gunung Agung. 1982.
Zaini, Muderis. Adopsi Suatu Tinjuan Tiga Sistem hukum. Jakarta: Sinar
Grafika. 2002.
Sumber dari Perundang-Undangan:
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum
dan HAM RI, Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2007 Tentang
Pelaksanaan Pengangkatan Anak
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983
rr.Trlr/rrll\Ir!1r] Iar a l\T I /-r a ]t,!. at\-DlvfI!r\ I rir\rArr ALrAiYlAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIT HIDAYAT U LLAH JAKARTA
F'AKULTAS IiYARIAH DAN HUI{UM
Jtn- lr. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta 15412 lndones;aTeip. (62-21) 74711537,7401S!5 Fax. (62-21) ?40i821Website : www. uinjkt.ac-id E-mail : syar *.huku in,tly;..hor",. cc;nr
&+ffi-w-
Nomor : UN.01lF4iKM.01.03/1637/2015
LamPiran :
Hal : Permohonan Dara/Wawancara
Jakarta, 24 Agustus 2C15
KepadaYth. Ketua
Pengadilan Agama Cibinong
diTempat
Assalarnm u'alaikum, Wr, Wb.
Dekan Fakultas Syariah ctan Hukum UIN $yar:if Hidayatullah Jakar"ta menerangi<an
bahwa:NamaTempaUTanggalNlMSemesterPrograrn StudiAlamat
Telp/Hp
Adalah benar yang bersangkutan mahasiswa Fakultas Syariah dan llukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang rnenyusun skripsi dengan judul:
PRA'<TIK PENGANGKATAN ANAKTANPA PENETAPAN FENGADILAN DAN DAMPAKHUKIJMNYA
(Studi Xasus dl Oesa BantarJati, Bogor)
Untuk melengkapi bahan penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapak/lbu dapat menerima
yang bersangkutan untuk wawancara serta memperoleh data guna penulisan skripsi
dirnaksud.Atas kerjasama dan bantuannya, kami ucapkan terima kasih.
Akademik
\t
M. AG jl
: NADIA NUR SYAHIDAH: Jakarla / 05 Februari 1993: 111iA44100015:B: liukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah). JA.LAN TEMBAKAU RAYA NO. C16 RT. C|08/01, PEJATEN
TIMUR. PASAR I'JiINGGU, JAKAR] A SELATAN 12510: 08990006212
998C3 2 002
Tembusan, 't. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN $yarif Hidayatullah Jaka'rta
2. Ka/Sekprodi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyalr) / Peradilan Agama
EIHEi
ffiffi]
".ta'
Wassalam,
PEMERINTAH KABUPATEN B OGORKECAMATAN KLAPAN UNGGALDESA BANTARJATI
Jl. Raya Bantarjati No; 001
Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor 16874
SURAT KETERANGANN"*"r, tr^r/ I -sd*"t
Kepala Desa Bantarjati Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor dengan ini menerangkan
bahwa:NADIA NUR SYAHIDAHI I I 1044100015
I akarta, 05 -0L1994 / 2 I Tahun
Perempuan
Syariah dan hukum
Ahwal Sya}fisiyyahJl. Tembakau RayaNo. C16 RT. 008/001 Pejaten TimurKecamatan Pasm Minggu Kota Jakarta Selatan
Benar mahasiswa tersebut telah meayelesaikan penelitian di Desa Bantarjati Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bogor dengan mengambil judul penelitian "Praktik Pengangkatan Anak Tanpa
Prsses Penetapan Pengadilan (Studi Kasus Di Desa Bantarjati - Bogor)".
Demikianlah Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya dan untuk dipergunakan sebagaimana
keperluannya.
Nama
NIMTT[./UmurJenis KelaminFakultas
Jurusan
Alamat
, 15 September 2015
"r.
SURAT I{ETERANGAN TOLAH
J1,1 ELAKUKAN WAWANCARA
Saya yangbeitandatart'rn di bawah ini :
Narrra
usla
Jenis Kel.amin
Almrrfi " ^:,
Nilnlr
NIN4
N{envrtakan hahrua sntrdari :
: Narlirr \t.ur Syahidah
: lll!t).14100015
Benrr-hen1y tntrrh prnlnkukan wa!ryanctra dengan saya sebagai rosponden
penelltiarr :trip*i. f)u; .'.,' ; pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benamya untuk
diporgunrt"", sebagaimx"'inya.
$aPpd;" ?raur? ilegara
{r ttLnr, - 1'o.k;
lEcurrgo-3fJ.nr*,ErjA'h'
a*}'..r hoPD , €* tt frl, oq D<5c"
l*rbeFf a't &ogor
,H
SUN"&T KE]rB&A!{G4N TELAH
MELAKUKAN WAWANCARA
Seya y.ang di b*ruh ini:
lb, llpl; ;.
q4 +,"
ffurxmfli,n
'$f,g* Barr*ar pf lrrrle.fry fJ''nr 5o
Rt, ot f o1
It{enyatalsa bahuna saudari :
Naara :NhdiaNur $y*idah
NIM : lltlM4l000l5
Benar-hensr tcl*h m+Iakukan w&wr&cma denga,n saya sebegai re*ponden
pcmfffisan *krlp*i. Demikian pernyataan ini dibuat dergan sebenar-benarnya untuk
dipergunakan sebagaimsna mestinya,
Bogor, t?. Septemb,er 2015
Narna
Usia
Jenis Kelarnin
Alamat
Saya yang bertandarangan di bawah ini :
SURAT I(ETENAFrcAN TIELAH
MELAKUKAN WAWAI{CARA
tb" fin;l.29 +),
@rkmfur;m
f,.r+rt-l.ro fL^,"k,N' &*- oa I a t
Nama
Usia
Jenis Kelanin
Alarnat
Ivlenyatakan ballwa sardari :
Nama : Nadia Nur Syahidah
NIM : 1It1044100015
Benar.betrar $Iah nrelakpkrn tryarue*Gara dengan saya sebagai responden
penolitirn ekripsi, Demikian pernyaman ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk
dipergunakan sebagaimana meitinya.
Bogor, tZ Sepember 2015
AAI I t1Jq/
t
:-i
$T'BA? ffiETE.I&SF{GAN TBLAH
KTELAKIJK.EN WAWTIIT.CARA
Sayayang berldatangan dibawah ini :
Nama
Nhlrra : NadiaNtlr SYahidah
NIM : 1111,S441000'15
Sorear-bonsr telah mclakukan !# $ doryn,n seyfl se ag*i r€spsndCIn
p*ncl1firn skripi. Denrikian Fffiyataan ini dibuat dengan sebenal-'benarnya untuk
dipergun n !i :r n sebagairnana mestinya.
W, //.4, ga&Br-r; /r4 {.'
201 s
I
t
Irt;['t.
ffiTRAT IffiT,EBAE.CASI TMLAIT
MELAKUKAN WAWANCARA
Sayayang bertaftcl ru,ffi di bawah ini :
Nama
Ueia
Jenis Kelatnin
,{lamat
tb, n*ran.qt'
4a *\
?a,l-". guon
Yg A&-bu 0a;,- br*b. J*.fi, khf e,,nyy*"tFl o\toi 94
Menyatakan bahwa saudari :
Nama ; Ndial.Iur Syahidah
NIM :1111044100015
Bennr-bsuar tel*h melc*nk*s salvsnfa,ra dargan $aya sebrgal r@Fondsnpenditian skripei. &mikian ,pemyaman ini di.buet dengan seberar-.benarnya unlukdipergunakan sebagaimana mes ti nya.
Bogor, t2 S€ptember 2015
,iil ,)/ "
( W'/,rfri . )
i-
tt
?lt
[:,
SURAT KETERAN.€3.N TELAH
MEL'.KUKAN WAWANCARA
Sa1a ysmgb *daergan di bawh ini ;
lb, l*yo\t47 +ll
f€reh#&-,
Menyatakan bahwa saudari :
Nmra
Usia
Icnis Kelatnin
Alamat
Narna
NIM
Ir
t
?IItt'['.t..
W W*V, Wa-*j+*,' kL*pn,njr*1F+,as/or g0
: NadiaNur Syahidah
:1111044100015
Bsncr-benar te,I*h m*,laku,,kau w*#eft€f,rn dangan saya eebag*i rc*po,nden
penelitlan skrip+i, Demikian pernyataen ini dibual dengan sebenar-benarnye untuk
dipergun*kar sebagaimaao m*sfinya.
(.,... ....
:SUBAT Iff.TE IS TELA}I
frIELAKLI.KAH.!#.^*1?A$SCA$,{
Saya yang ber,tandatacgen di bqueh ini :
lbr Sn'd}"'
3v lifuz*tgvc*t
flralat" u &**. JFn*
Nama
Usia
Jenis Kelemin
,{lamat
Menyatakan bohwa saud,ari :
N.ama : Nadia Nur Syahidah
NIM : tlllM4l00015
E+usr-he-B&r. ts&efr. arcl*lcu srr rlr*s&&egrfl dt*gan says sebagai respoaden
per*liti*.n *,kr{p*i. Dclni*talr penny,stsco ifli dittlat demg*n sebenar-benamya tlatuk
dipergunakan sebagainnana mestinya.
Bogor, l? September 2015
Ir
IrItt'f'rt ..
TRANSKRIP WAWANCARA
DENGAN ORANG TUA YANG MENGADOPSI
Nama : Ibu Umi
Umur : 44 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Anak Angkat : Kania Sari
Umur Anak Angkat : 6 Tahun
Alamat : Kampung Nambo Desa Bantarjati Klapanunggal Rt. 01/01
1. Bagaimana tatacara Bapak/Ibu mengangkat anak?
Lagi kepengen punya anak, kebetulan anak ini ayahnya waktu itu meninggal
karena sakit yang masih saudara suami. Dari segi perekonomian mereka
kurang, jadi saya niat membantu karena anaknya ada lima orang sedangkan
saya hanya punya dua orang anak. Tadinya ibunya tidak mau karena takut ga
bisa ketemu lagi, tapi akhirnya mau karena saya bilang ga akan melarang
anaknya bertemu dia, itu kesepakatannya. Saya mengadopsinya saat dia umur
setahun empat bulan.
2. Apa alasan dan tujuan Bapak/Ibu mengangkat anak?
Ingin punya anak lagi dan membantu orang lain agar dapat pahala juga bisa
merawat anak yatim.
3. Apakah anak mengetahui bahwa dia anak angkat?
Iya, dia tau karena sudah mengerti siapa orang tuanya. Dan memang orang
tuanya sering datang untuk berkunjung kemari.
4. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang akibat hukum pengangkatan anak? Bagaimana
dampaknya?
Saya tidak tau, saya hanya merawat dan mmberinya pendidikan. Saya tidak
membatasinya bertemu keluarga.
5. Apakah Bapak/Ibu mengetahui Peraturan Perundang-undangan mengenai
pengangkatan anak?
Saya tidak tahu.
6. Apakah Bapak/Ibu mengetahui prosedur pengangkatan anak menurut aturan
yang berlaku? Bagaimana prosedurnya?
Saya tidak tahu.
7. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang dampak pengangkatan anak yang tidak sesuai
dengan aturan yang berlaku? Bagaimana dampaknya?
Saya tidak tau.
8. Bagaimana dengan status dalam Akta dan Kartu Keluarga (KK)?
Aktanya kelahirannya ditulis sebagai anak saya.
TRANSKRIP WAWANCARA
DENGAN ORANG TUA YANG MENGADOPSI
Nama : Ibu Amih
Umur : 32 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Anak Angkat : Daffa Cahya Ramadhan
Umur Anak Angkat : 14 bulan
Alamat : Kampung Nambo Desa Bantarjati Klapanunggal Rt. 02/01
1. Bagaimana tatacara Bapak/Ibu mengangkat anak?
Sudah menikah lama tapi belum dikaruniai anak, kebetulan waktu itu ada yang
datang menawarkan anaknya untuk saya adopsi. Mereka mempunyai anak
banyak tapi kesusahan perekonomiannya, karena saya ingin punya anak jadi
saya ambil. Tapi orang tuanya minta kalau sudah umur enam bulan mau
diambil kemabali, saya ga mau saya maunya selamanya mengurus dia.
Kemudian pas umur enam bulan orang tuanya datang meminta anaknya, saya
bilang kalau saya masih tetap mau merawatnya samapai besar. Jadi orang
tuanya membolehkan dan mereka suka berkunjung sewaktu-waktu.
2. Apa alasan dan tujuan Bapak/Ibu mengangkat anak?
Untuk mendapatkan anak.
3. Apakah anak mengetahui bahwa dia anak angkat?
Anak masih kecil, mungkin nanti sudah besar saya kasih tahu.
4. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang akibat hukum pengangkatan anak? Bagaimana
dampaknya?
Oh, saya ga tahu.
5. Apakah Bapak/Ibu mengetahui Peraturan Perundang-undangan mengenai
pengangkatan anak?
Ga tahu.
6. Apakah Bapak/Ibu mengetahui prosedur pengangkatan anak menurut aturan
yang berlaku? Bagaimana prosedurnya?
Saya ga tahu juga.
7. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang dampak pengangkatan anak yang tidak sesuai
dengan aturan yang berlaku? Bagaimana dampaknya?
Saya ga tahu.
8. Bagaimana status dalam Akta dan Kartu Keluarga (KK)?
Akta kelahirannya tertulis nama saya dan suami sebagai orang tuanya.
TRANSKRIP WAWANCARA
DENGAN ORANG TUA YANG MENGADOPSI
Nama : Ibu Sanih
Umur : 29 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Anak Angkat : Muhammad Alfar
Umur Anak Angkat : 2 Tahun
Alamat : Kampung Nambo Desa Bantarjati Klapanunggal Rt. 02/01
1. Bagaimana tatacara Bapak/Ibu mengangkat anak?
Tetangga waktu kandungannya umur tujuh bulan menawarkan anaknya untuk
diambil sama saya. Karena saya belum punya anak makanya saya mau buat
dijadikan anak saya untuk mancing supaya saya bisa punya anak.
Alhamdulillah ga lama saya ngambil anak terus saya hamil.
2. Apa alasan dan tujuan Bapak/Ibu mengangkat anak?
Untuk bisa mendapatkan anak.
3. Apakah anak mengetahui bahwa dia anak angkat?
Iya, nanti bila sudah besar saya anak memberitahunya.
4. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang akibat hukum pengangkatan anak? Bagaimana
dampaknya?
Yah, saya amah kurang tahu.
5. Apakah Bapak/Ibu mengetahui Peraturan Perundang-undangan mengenai
pengangkatan anak?
Ga tahu.
6. Apakah Bapak/Ibu mengetahui prosedur pengangkatan anak menurut aturan
yang berlaku? Bagaimana prosedurnya?
Ga tahu.
7. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang dampak pengangkatan anak yang tidak sesuai
dengan aturan yang berlaku? Bagaimana dampaknya?
Ga tahu.
8. Bagaimana status dalam Akta dan Kartu Keluarga (KK)?
Sudah membuat akta sebagai anak saya.
TRANSKRIP WAWANCARA
DENGAN ORANG TUA YANG MENGADOPSI
Nama : Ibu Marwati
Umur : 40 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Anak Angkat : Siti Kurniawati
Umur Anak Angkat : 12 Tahun
Alamat : Kampung Nambo Desa Bantarjati Klapanunggal Rt. 01/01
No. 94
1. Bagaimana tatacara Bapak/Ibu mengangkat anak?
Ada teman supir angkot yang menawarkan kalau orang lain ingin anaknya
diadpopsi, saya mau karena tidak punya anak, jadi pas lahiran langsung
anaknya diantarkan ke rumah saya. Saya tidak bayar sepeserpun, biaya
persalinan mereka yang bayar, orang tunya ikhlas memberi anaknya untuk
saya.
2. Apa alasan dan tujuan Bapak/Ibu mengangkat anak?
Supaya punya anak.
3. Apakah anak mengetahui bahwa dia anak angkat?
Tidak, saya tidak memberitahunya bahwa dia anak angkat yang dia tau kami
orang tua kandungnya. Kalau anak dengar dari orang lain saya
menyangkalnya. Orang tuanya juga ga tau kemana, ga pernah datang karena
dulu bilangnya sudah ikhlas ngasih ke saya.
4. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang akibat hukum pengangkatan anak? Bagaimana
dampaknya?
Saya tidak tahu.
5. Apakah Bapak/Ibu mengetahui Peraturan Perundang-undangan mengenai
pengangkatan anak?
Ga tahu.
6. Apakah Bapak/Ibu mengetahui prosedur pengangkatan anak menurut aturan
yang berlaku? Bagaimana prosedurnya?
Ga tahu itu gimana.
7. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang dampak pengangkatan anak yang tidak sesuai
dengan aturan yang berlaku? Bagaimana dampaknya?
Ga tahu.
8. Bagaimana status dalam Akta dan Kartu Keluarga (KK)?
Akta kelahirannya sebagai anak saya dan suami saya.
TRANSKRIP WAWANCARA
DENGAN ORANG TUA YANG MENGADOPSI
Nama : Ibu Yoyoh
Umur : 47 Tahun
Pekerjaan : Guru SD
Nama Anak Angkat : Nisrina Nur Farida
Umur Anak Angkat : 14 Tahun
Alamat : Kampung Nambo Desa Bantarjati Klapanunggal Rt. 03/01
No. 30
1. Bagaimana tatacara Bapak/Ibu mengangkat anak?
Waktu itu ada acara 17-an di daerag lingkungan pabrik, si anak di pangku
ayahnya namanya Ismail yang kebetulan saudara. Saya ngomong mau
mengadopsinya menjadi anak karena anak saya sudah besar dan satu-satunya,
jadi saya mau punya anak lagi. Sebulan kemudian ada kabar ayahnya
meninggal maka akhirnya saya bilang pada keluarga untuk minta pendapat
dan minta ijin, akhirnya keluarga setuju. Jadi saya mengadopsi dia menjadi
anak pas waktu itu berumur 3 tahun.
2. Apa alasan dan tujuan Bapak/Ibu mengangkat anak?
Supaya mempunyai anak lagi karena hanya punya anak satu dan sudah besar.
3. Apakah anak mengetahui bahwa dia anak angkat?
Anaknya tahu, waktu dulu dia sering nangis karena saya bawa dari ibunya.
Ibunya sering ke rumah dan memang dijadwalkan bertemu dua minggu sekali
bertemu, tapi anaknya sekarang lengketnya sama saya.
4. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang akibat hukum pengangkatan anak? Bagaimana
dampaknya?
Iya, saya merawat dan memberinya pendidikan serta membesarkannya.
5. Apakah Bapak/Ibu mengetahui Peraturan Perundang-undangan mengenai
pengangkatan anak?
Kurang tahu.
6. Apakah Bapak/Ibu mengetahui prosedur pengangkatan anak menurut aturan
yang berlaku? Bagaimana prosedurnya?
Tidak tahu.
7. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang dampak pengangkatan anak yang tidak sesuai
dengan aturan yang berlaku? Bagaimana dampaknya?
Tidak tahu juga.
8. Bagaimana status dalam Akta dan Kartu Keluarga (KK)?
Akta kelahiran yang tertulis atas nama saya dan suami sebgai orang tua.
TRANSKRIP WAWANCARA
DENGAN KELURAHAN BANTARJATI
Nama : Saprudin Prawiranegara
Jabatan : Lurah
Alamat : Kampung Bantarkopo Desa Bantarjati Rt. 11/04 Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bogor
1. Bagaimana Kebudayaan yang ada di Desa Bantarjati? Apakah masih
mempertahankan warisan leluhur?
Culture masyarakat memang sudah menurun terhadap warisan leluhur tapi
masih ada yang melekat sebagai contohnya syukuran bumi saat panen,
upacara tujuh bulanan anak yang dikandungan dengan memakai kain sarung
harus tujuh lalu bunga tujuh rupa, seperti itu dan keluarga yang mengadakan
hajatan masih ada yang memakai sesaji yang ditaruh di pohon atau tempat lain.
2. Bagaimana dengan budaya tolong menolong masyarakat, terutama terkait
dengan pengangkatan anak/adopsi?
Kebanyakan yang melahirkan ditangani dengan bidan desa, dulu memang
masih melekat erat tapi seiring berkembangnya zaman dan teknologi sekarang
dukun beranak harus di diklat dulu, diberikan pelatihan, di puskesmas
diberikan penyuluhan. Kalau tolong menolong dalam mengangkat anak
menurut pandangan saya tidak baik karena mampu atau tidak mampu
sebetulnya Allah sudah mengatur, kita jangan menyerah seperti itu saja.
Kenapa saya bilang tidak baik? Karena secara tidak langsung rasa tanggung
jawab terhadap anak itu kurang, terus rasa kemanusiaannya minim juga. Masa
iya, akan yang kita lahirkan harus dialihkan ke orang lain karena alasan
ekonomi tidak mampu? Sementara desa (Kelurahan) pun kalau ada
masyarakat yang seperti itu kita siap membantu. Mungkin di Bantarjati ini ada,
tapi sampai sekarang belum ada laporan seperti itu. Kalau ada akan kita
tanggapi dan tidak mungkin kita suruh mengadopsi seperti itu.
3. Bagaimana tatacara yang dilakukan masyarakat untuk mengangkat anak yang
Bapak ketahui?
Harus dibuatkan surat atau disahkan, dengan kedua belah pihak juga harus
betul-betul dapat kesepakatan yang dibuatkan secara sah yang diakui oleh
hukum seperti akta notaris, kependudukan, catatan sipil dan sebagainya. Jadi
tidak bisa dia mengadopsi tanpa selembar surat pun, itu tidak bisa, itu
menyalahi aturan.
4. Apa saja alasan dan tujuan pengangkatan anak tersebut?
Mungkin alasannya untuk membantu agar anak tersebut betul-betul menjadi
anak yang diharapkan, oleh orang tua, oleh agama dan oleh Negara.
5. Apakah Bapak tahu berapa keluarga yang mengangkat anak?
Sementara belum ada informasi ke saya pengangkatan yang sah atau pun
pengangkatan yang tidak sah.
6. Apakah Bapak tahu tentang mengangkat anak dengan memberi bayaran
kepada orang tua kandung?
Selama ini saya belum mengetahui dan sepertinya di Bantarjati belum ada.
Kalai untuk pengangkatan anak dengan memberikan sesuatu sudah menyalahi
aturan, jadi bisa dikategorikan modusnya penjualan anak atau human
trafficking. Kalaupun ada yang seperti itu sebelum ditangani oleh pihak
berwajib, saya duluan yang menangani.
7. Apakah Bapak tahu akibat hukum mengangkat anak?
Orang tua akan bertanggung jawab mengurus dan memberaskan akan tersebut.
8. Apa Bapak tahu mengenai peraturan perundang-undangan tentang
pengangkatan anak dan prosedur tatacara yang berlaku?
Sementara kita masih gelap (tidak tahu) dengan undang-undang itu, tetapi
prosedur pengangkatan anak yang sesuai dengan aturan kurang lebih seperti
yang saya sebutkan tadi.
9. Apa Bapak tahu dampak pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan aturan?
Sanksi hukumannya ada kalau memang pengangkatan anak itu tidak sesuai
dengan aturan karena kalau tidak ada kepastian hukum sama saja menia-
nyiakan hak anak (menelantarkan) dan itu sanksinya sudah jelas. Dampaknya
sangat merugikan bagi anak dan perkembanganya juga merusak nama baik
kita sebagai pejabat desa terutama ibu kandungnya juga.
10. Bagaimana status anak dalam akta kelahiran dan dalam Kartu Keluarga (KK)
orang tua angkat yang dibuat di kelurahan?
Sudah jelas apabila anak itu lahir harus segera dibuat agar tahu anak itu
anaknya si A atau si B, supaya tercatat dalam dinas catatan sipil. Jelas harus
yang ditulis adalah orang tua kandung bukan orang tua angkat.
TRANSKRIP WAWANCARA
KEPADA HAKIM PENGADILAN AGAMA CIBINONG
Nama :Drs. HA. Baidhowi, MH
Jabatan : Hakim
Alamat : PA Cibinong
1. Pada Desa Bantarjati banyak terjadi kasus pengangkatan anak yang terjalin
dari perilaku tolong menolong antar keluarga yang ingin mempunyai anak
dengan keluarga yang perekonomiannya sulit dan mempunyai banyak anak.
Bagaimana pendapat Bapak tentang persoalan ini?
Secara sosiologis perilaku ini baik karena didasari rasa tolong menolong,
tetapi lihat bagaimana jalannya pengangkatan anak itu. Kalau pengangkatan
anak itu dalam arti tabanni, maka tidak baik secara agama karena konsep
pengangkatan menurut agama itu hadhanah, pemeliharaan anak bukan
menjadikannya sebagai anak. Ayat al-Qur’an surat al-maidah ayat dua
menyampaikan saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan jangan
saling tolong menolong dalam hal keburukan. Jadi, karena itu buruk dan
dilarang maka tidak boleh walaupun untuk menolong.
2. Pada Desa Bantarjati terdapat cerita pengangkatan anak dengan memberi
bayaran. Apakah ini termasuk human trafficking? Apa ada sanksi atas
perbuatan tersebut?
Lihat dulu bagaimana transaksinya, kalau hanya hadiah berarti bukan bayaran.
Tetapi bila dia memberi uang kemudian pihak lain memberi anaknya bisa
disebut menjual, kalua jual beli berarti sudah trafficking. Berarti sudah bukan
tolong menolong lagi dan pastinya punya sanksi.
3. Sebenarnya apa urgensi seseorang untuk mengangkat anak?
Untuk kepentingan anak, mengangkat anak karena ingin menolong agar anak
itu tidak terlantar. Dalam surat an-nisa ayat 9 disebutkan bahwa jangan
meninggalkan anak-anak dalam keadaan lemah. Maka anak yang tidak bisa
diurus orang tuanya jangan dibiarkan terlantar, memang wajib ditolong. Tetapi
hanya dipelihara bukan untuk dijadikan anak sendiri.
4. Mengapa anak angkat tidak boleh disamakan dengan anak kandung?
Karena sudah jelas di dalam dalil bahwa tidak boleh menasabkan anak angkat
pada orang tua angkat jadi tidak boleh disamakan haknya. Dulu zaman
Rasulullah saw. saja Zaid tidak boleh dipanggil dengan bin Muhammad tetapi
tetapi pada bapak kandungnya Haritsah, jelas tidak boleh disamakan.
5. Apa solusinya jika sudah terlanjur mengangkat anak bila tidak sesuai dengan
undang-undang dan hukum Islam?
Kalau mau disahkan pengangkatannya harus dibawa ke pengadilan dan kalau
orang Islam harus ke Pengadilan Agama supaya diberi tahu mengangkat anak
dalam Islam itu seperti apa yang benar.
(Wawancara dengan Ibu Umi tanggal 12
September 2015 di rumahnya pukul 10.58)
(Wawancara dengan Ibu Sanih tanggal 12
September 2015 di TK Al-Ikhlas pukul 12. 01)
(Wawancara dengan Ibu Amih tanggal 12
September 2015 di TK Al-Ikhlas pukul 12. 23)
(Wawancara dengan Ibu Marwati tanggal 12
September 2015 di rumahnya pukul 16.46)
(Wawancara dengan Ibu Yoyoh tanggal 12
September 2015 di rumahnya pukul 17.36)
(Kelurahan Desa Bantarjati, Kecamatan
Klapanunggal, Kabupaten Bogor)