18
Penerapan dan Analisis Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (Indonesia-Perancis & Indonesia-Malaysia) Oleh Kelompok 2 : 1.Diani Widiastuti(105030400111027) 2.Dwi Sara Apriana(105030400111071) 3.Roro Bela Ayu W (1050304001110) 4.Gilang Destriatna (1050304001110) 5.Deni Kurniawan (105030400111086) 6.Imam Fauzi (105030400111091)

PPTnya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PPTnya

Penerapan dan Analisis Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

(Indonesia-Perancis & Indonesia-Malaysia)

Oleh Kelompok 2 :

1.Diani Widiastuti (105030400111027)

2.Dwi Sara Apriana

(105030400111071)

3.Roro Bela Ayu W (1050304001110)

4.Gilang Destriatna

(1050304001110)

5.Deni Kurniawan (105030400111086)

6.Imam Fauzi

(105030400111091)

Page 2: PPTnya

Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

(P3B)

Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

(P3B)

pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan

pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak

berganda dan pencegahan pengelakan pajak, berdasarkan

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara

Pemerintah Indonesia dengan negara lain, antara lain diatur

mengenai hak pemajakan pemerintah Indonesia atas

penghasilan-penghasilan tertentu yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak luar negeri dengan ketentuan yang

berlaku. (UU PPh No.36 Th 2008)

pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan

pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak

berganda dan pencegahan pengelakan pajak, berdasarkan

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara

Pemerintah Indonesia dengan negara lain, antara lain diatur

mengenai hak pemajakan pemerintah Indonesia atas

penghasilan-penghasilan tertentu yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak luar negeri dengan ketentuan yang

berlaku. (UU PPh No.36 Th 2008)

Page 3: PPTnya

Tata Cara Penerapan P3B

(PER-24/PJ/2010)Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.

a.Wajib Pajak Luar Negeri adalah Subjek Pajak luar negeri berdasarkan ketentuan Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008, yang menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang tersebut.

b.Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia adalah Subjek Pajak dalam negeri berdasarkan ketentuanUndang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang tersebut.

c.Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B adalah Subjek Pajak dalam negeri Negara Mitra P3B berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di negara yang bersangkutan, yang menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan di negara tersebut.

d.Warga Negara Indonesia adalah Warga Negara Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang kewarganegaraan.

Page 4: PPTnya

WPLN

a. bukan subjek Pajak dalam negeri Indonesiab. Persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan

yang diatur dalam P3B telah dipenuhic. Tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN

Tidak Memenuhi ketentuan

Dipotong sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008.

SKD

Form-DGT 1

Form-DGT 2

1. WPLN menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia, selain bunga dan dividen.

2. WPLN bank3. WPLN yang berbentuk dana pensiun yang

pendiriannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di negara mitra P3B Indonesia dan merupakan subjek pajak di negara mitra P3B Indonesia.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009

Page 5: PPTnya

Syarat Admnistratif Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)

Syarat Admnistratif Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)

Persyaratan administratif yang disampaikan oleh WPLN kepada Pemotong/Pemungut Pajak, yaitu: Menggunakan formulir yang telah ditetapkan dalam Lampiran II atau Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang telah diisi oleh WPLN dengan lengkap dan telah ditandatangani oleh WPLN atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara mitra P3B.

Persyaratan administratif yang disampaikan oleh WPLN kepada Pemotong/Pemungut Pajak, yaitu: Menggunakan formulir yang telah ditetapkan dalam Lampiran II atau Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang telah diisi oleh WPLN dengan lengkap dan telah ditandatangani oleh WPLN atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara mitra P3B.

Page 6: PPTnya

P3B dianggap terpenuhi apabila dalam lembar kedua Lampiran II [Form-DGT 1], dinyatakan hal sebagai

berikut :

a. Dalam hal WPLN adalah badan, WPLN merupakan perusahaan yang sahamnya terdaftar di Pasar Modal dan diperdagangkan secara teratur

b. Dalam hal WPLN adalah badan : Bagi penghasilan yang di dalam P3B terkait tidak memuat persyaratan

beneficial owner, WPLN menjawab bahwa pendirian perusahaan di negara mitra P3B atau pengaturan struktur/skema transaksi tidak ditujukan untuk pemanfaatan P3B; atau

Bagi penghasilan yang di dalam P3B terkait memuat persyaratan beneficial owner, WPLN menjawab :

•Pendirian perusahaan di negara mitra P3B atau pengaturan struktur/skema transaksi tidak ditujukan untuk pemanfaatan P3B•Kegiatan usaha dikelola oleh manajemen sendiri yang mempunyai kewenangan yang cukup untuk menjalankan transaksi•Perusahaan mempunyai pegawai yang memadai•Mempunyai kegiatan atau usaha aktif•Penghasilan yang bersumber dari Indonesia terutang pajak di negara penerimanya

c. Dalam hal WPLN adalah orang pribadi, WPLN tidak bertindak sebagai Agen atau Nominee

Tidak menggunakan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari total penghasilannya untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain dalam bentuk, seperti : bunga, royalti, atau imbalan lainnya

Page 7: PPTnya

Prosedur Persetujuan Bersama/Mutual Agreement Procedure (MAP)

(PER-48/PJ/2010)

prosedur administratif yang diatur dalam P3B untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan P3B. Persetujuan Bersama atau Mutual Agreement adalah hasil yang telah disepakati oleh Pejabat yang Berwenang dari Indonesia dan Negara Mitra P3B sehubungan dengan MAP yang telah dilaksanakan.

1. Permintaan yang diajukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia

2. Permintaan yang diajukan oleh Warga Negara Indonesia yang telah menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B sehubungan dengan ketentuan non diskrimasi (non-discrimination) dalam P3B yang berlaku

3. Permintaan yang diajukan oleh Negara Mitra P3B

4. Hal yang dianggap perlu oleh dan atas inisiatif Direktur Jenderal Pajak.

Page 8: PPTnya

Perbandingan P3B Indonesia – Perancis dan Indonesia – Malaysia Pasal 1 Sampai 5

JUDUL (TITLE AND PREAMBLE)

PERANCIS MALAYSIA

CONVENTION BETWEENTHE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIAANDTHE GOVERNMENT OF THE FRENCH REPUBLIC

AGREEMENT BETWEENTHE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIAANDTHE GOVERNMENT OF MALAYSIA 

Istilah Convention merupakan ciri dari model OECD dan UN, tetapi pada P3B antara Indonesia-Perancis lebih condong ke model OECD. Sedangkan penyebutan Agreement merupakan model P3B Indonesia Istilah Agreement digunakan dalam model P3B Indonesia karena sesuai pengertian, bahwa P3B bukanlah perjanjian namun persetujuan. Kata persetujuan lebih mengikat dan dilandasi oleh kesepakatan kedua belah pihak dan memiliki kedudukan setara dan tidak memberatkan (Setiawan,2006).

Istilah Convention merupakan ciri dari model OECD dan UN, tetapi pada P3B antara Indonesia-Perancis lebih condong ke model OECD. Sedangkan penyebutan Agreement merupakan model P3B Indonesia Istilah Agreement digunakan dalam model P3B Indonesia karena sesuai pengertian, bahwa P3B bukanlah perjanjian namun persetujuan. Kata persetujuan lebih mengikat dan dilandasi oleh kesepakatan kedua belah pihak dan memiliki kedudukan setara dan tidak memberatkan (Setiawan,2006).

Page 9: PPTnya

ARTICLE 1PERSONAL SCOPE

PERANCIS MALAYSIA

This Convention shall apply to persons who are residents of one or both of the Contracting States.

This Agreement shall apply to persons who are residents of one or both of the Contacting States. 

Pasal 1

Dalam pasal 1 ini kedua persetujuan sama-sama menggunakan istilah “person” yang artinya adalah subjek menurut persetujuan ini tidak semata-mata orang pribadi (natural person) tetapi juga meliputi badan hukum (legal person). Penyebutan “persons” pada pasal 1 ini sesuai dengan model P3B Indonesia (Surahmat, 2001).

Page 10: PPTnya

Article 2TAXES COVERED

PERANCIS MALAYSIA

1. This Convention shall apply to taxes on income and on capital imposed on behalf of each Contracting State or of its political subdivisions or local authorities, irrespective of the manner in which they are levied.

3. The existing taxes to which the Convention shall apply are:

(a)in the case of Indonesia : (1) the income tax; (2) the corporation tax; (3) the net wealth tax; including any withholding tax,

prepayment or advance payment with respect to the aforesaid taxes, and

(4) the tax on dividends, interest and royalties, (Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalty), (hereinafter refereed to as "Indonesian Tax"). (b)in the case of France : (1) the income tax; (2) the corporation tax;including any withholding tax, prepayment (precompte)

or advance payment with respect to the aforesaid taxes;

(hereinafter refereed to as "French Tax");

1.This Agreement shall apply to taxes on income imposed by a Contracting State, irrespective of the manner in which they are levied. 2.The taxes, which are the subject of this Agreement are: (a)in lndonesia, the income tax (paiak penghasilan); (hereinafter referred to as "Indonesian tax").(b)In Malaysia:(i)the income tax and excess profit tax;(ii)the supplementary income tax, that is, development and(iii)the petroleum income tax; (hereinafter referred to as "Malaysian tax").

Pasal2

Dalam pasal 2 ayat 1 persetujuan Indonesia dengan Perancis menyebutkan persetujuannya berlaku terhadap pajak-pajak atas pendapatan dan kekayaan yang dipungut oleh bagian ketatanegarannya atau pemerintah daerahnya tanpa memandang pajak-pajak tersebut. Pada persetujuan Indonesia dengan Malaysia, persetujuan ini berlaku terhadap pajak atas penghasilan tanpa memperhatikan cara pemungutannya (surahmat, 2001).Berdasarkan hal ini, persetujuan Indonesia dengan Malaysia menggunakan model P3B Indonesia yang menunjukan jenis pajak dengan cakupan P3B tanpa memperdulikan siapa yang memungut pajak tersebut. Sedangkan untuk persetujuan Indonesia dengan Perancis pajak yang dipungut tidak hanya untuk pajak pusat saja tetapi juga meliputi pajak daerah, selama jenis pajak tersebut termasuk kedalam kategori pendapatan atau pajak kekayaan.

Page 11: PPTnya

Article 3GENERAL DEFINITIONS

PERANCIS MALAYSIA

1.In this Convention, unless the context otherwise requires : (a) the terms "one of the Contracting States" and "the other Contracting State" mean France or Indonesia, as the context requires; (b)the term "Indonesia" comprises the territory of the Republic of Indonesia as defined in its laws and parts of the continental shelf and adjacent seas, over which the Republic of Indonesia has sovereignty, sovereign rights or other rights in accordance with international law; (c)the term "France" means the European and overseas departments of the French Republic, including the area outside the territorial sea adjacent to those departments which is, in accordance with international law, an area within which France may exercise rights with respect to the sea bed and sub-soil and their natural resources; (d)the term "person" comprises an individual, a company and any other body of persons; (e)the term "company" means any body corporate or any entity which is treated as a body corporate for tax purposes; (f)the terms "enterprise of a Contracting State" and "enterprise of the other Contracting State" mean respectively an enterprise carried on by a resident of a Contracting State and an enterprise carried on by a resident of the other Contracting State; (g)the term "nationals" means:  (1) all individuals possessing the nationality of a Contracting State; (2) all legal persons, partnerships and associations deriving their status as such from the law in force in a Contracting State; (h)the term "competent authority" means: (1) in the case of Indonesia, the Minister of Finance or his authorised representative; (2) in the case of France, the Minister of the Budget or his authorised representative. 2.As regards the application of the Convention by a Contracting State any term not otherwise defined shall, unless the context otherwise requires, have the meaning which it has under the laws of that Contracting State relating to the taxes which are the subject of the Convention.

1.For the purposes of this Agreement, unless the context otherwise requires: (a)the term "Indonesia" comprises the territory of the Republic of Indonesia as defined in its laws, and parts of the Continental Shelf and adjacent seas, over which the Republic of Indonesia has sovereignty, sovereign rights or other rights in accordance with international law;(b)the term "Malaysia" means the Federation of Malaysia and includes any area adjacent to the territorial waters of Malaysia which, in accordance with international law, has been or may hereafter be designated under the laws of Malaysia concerning the Continental Shelf as an area within which the rights of Malaysia with respect to the exploration and exploitation of natural resources, whether living or non- living, of the seabed and subsoil and the superjacent waters, may be exercised;(c)the terms "a Contracting State" and "the other Contracting State" mean Malaysia or Indonesia as the context requires;(d)the term "tax" means Malaysian tax or Indonesian tax, as the context requires;(e)the term "person" includes an individual, a company and any other body of persons which is treated as an entity for tax purposes;(f)the term "company" means any body corporate or any entity which is treated as a body corporate for tax purposes;(g)the terms "enterprise of a Contracting State" and "enterprise of the other Contracting State" mean respectively an enterprise carried on by a resident of a Contracting State and an enterprise carried on by a resident of the other Contracting State;(h)the term "national" means:(i)any individual possessing the citizenship or nationality of a Contracting State;(ii)any legal person, partnership, association and any other entity deriving its status as such from the laws in force in a Contracting State;(i)the term "international traffic" means any transport by a ship or aircraft operated by an enterprise of a Contracting State, except when the ship or aircraft is operated solely between places in the other Contracting State;(j)the term "competent authority" means:(i)in the case of Malaysia, the Minister of Finance or his authorized representative;(ii)In the case of Indonesia, the Minister of Finance or his authorized representative.2.In the application of the Agreement by a Contracting State, any term not defined therein shall, unless the context otherwise requires, have the meaning which it has under the laws of that Contracting State concerning the taxes to which the Agreement applies. 

PASAL3

Page 12: PPTnya

Penjelasan Pasal 3

Hal yang membedakan P3B Indonesia-Perancis dan Indonesia-Malaysia yaitu adanya penyebutan “lalu lintas internasional” pada perjanjian P3B antara Indonesia-malaysia yang berarti setiap pengakutan kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan oleh suatu perusahaan dari suatu negara pihak persetujuan, kecuali apabila kapal laut atau pesawat udara tersebut semata –mata dioperasikan antara tempat-tempat yang berada di negara pihak persetujuan lainnya

Page 13: PPTnya

Article 4PERANCIS

FISCAL DOMICILEMALAYSIARESIDENT

1. For the purposes of this Convention, the term "resident of a Contracting State" means any person who, under the law of that State, is liable to taxation therein by reason of his domicile, residence, place of management or any other criterion of a similar nature. But this term does not include any person who is liable to tax in that Contracting State in respect only of income from sources therein or capital situated in that State.2.Where by reason of the provisions of paragraph 1 an individual is a resident of both Contracting States, then his status shall be determined as follows: (a)he shall be deemed to be a resident of the Contracting State in which he has a permanent home available to him. If he has a permanent home available to him in both Contracting States, he shall be deemed to be a resident of the Contracting State with which his personal and economic relations are closest (centre of vital interests); (b)if the Contracting State in which he has his centre of vital interests cannot be determined, or if he has not a permanent home available to him in either Contracting State, he shall be deemed to be a resident of the Contracting State in which he has an habitual abode; (c)if he has an habitual abode in both Contracting States or in neither of them, the competent authorities of the Contracting States shall settle the question by mutual agreement. 3. Where by reason of the provisions of paragraph 1 a person other than an individual is a resident of both Contracting States, then it shall be deemed to be a resident of the Contracting State in which its place of effective management is situated. If a place of effective management is considered as situated in both Contracting States, the competent authorities of the Contracting States shall settle the question by mutual agreement.

1.For the purposes of this Agreement, the term "resident of a Contracting State" means: (a)in the case of Malaysia, a person who is resident in Malaysia for the purposes of Malaysian tax; and(b)in the case of Indonesia, a person who is resident in Indonesia for the purposes of Indonesian tax.2.Where by reason of the provisions of paragraph 1 an individual is a resident of both Contracting States, then his status shall be determined as follows; (a)he shall be deemed to be a resident of the State in which he has a permanent home available to him. If he has a permanent home available to him in both States, he shall be deemed to be a resident of the State with which his personal and economic relations are closer (centre of vital interests); (b)if the State in which he has his centre of vital interests cannot be determined, or if he has not a permanent home available to him in either State, he shall be deemed to be a resident of the State in which he has an habitual abode; (c)if he has an habitual abode in both States or in neither of them, the competent authorities of the Contracting States shall settle the question by mutual agreement. 3. Where, by reason of paragraph 1, a person other than an individual is a resident of both Contracting States, the competent authorities of the Contracting States shall by mutual agreement endeavour to settle the question having regard to its day-to-day management, the place where it is incorporated or otherwise constituted and any other relevant factors. 

PASAL4

Page 14: PPTnya

Terdapat perbedaan penyebutan pada pasal 4, yaitu pada P3B antara Indonesia-Perancis, dalam pasal 4 disebut sebagai “Fiscal Domicile” atau domisili fiscal. Pada P3B tersebut dinyatakan bahwa untuk tujuan Persetujuan ini istilah "penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan" berarti setiap "orang" yang menurut perundang-undangan Negara tersebut dapat dikenakan pajak di Negara itu atas dasar domisilinya, tempat kediamannya, tempat pimpinannya ataupun atas dasar lainnya yang serupa. Pada pasal 4 ayat (1) ini lebih condong ke peraturan P3B model Indonesia.

Berdasarkan isi pasal 4 ayat (3) P3B antara Indonesia-Perancis lebih mengarah pada model Indonesia, hal ini dapat dilihat dalam klausul “untuk mengatur orang yang bukan pribadi merupakan penduduk dari kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara-negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan bersama”.

pada pasal 4 ayat (3), P3B Indonesia-Malaysia lebih condong ke model UN, hal ini terlihat dalam klausul “Pejabat berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya dengan persetujuan bersama mengingat kepada kegiatan manajemen sehari-hari, tempat dimana badan tersebut didirikan atau dibentuk dan faktor- faktor relevan lainnya”, yaitu tempat manajemen efektif.

Penjelasan Pasal 4

Page 15: PPTnya

Article 5PERMANENT ESTABLISHMENT

PERANCIS MALAYSIA

4. A person acting in a Contracting State on behalf of an enterprise of the other Contracting State -- other than an agent of an independent status to whom paragraph 6 applies -- shall be deemed to be a permanent establishment in the first-mentioned State:(a) if he has, and habitually exercises in that State, an authority to conclude contracts in the name of the enterprise, unless his activities are limited to the purchase of goods or merchandise for the enterprise; or (b) if he habitually maintains in that State a stock of goods or merchandise belonging to the enterprise from which he regularly fills orders on behalf of the enterprise.

5. An enterprise of a Contracting State shall be deemed to have a permanent establishment in the other Contracting State if it renders services to an enterprise of that other Contracting State, including supervisory activities connected with a building-site or a construction, installation or assembly project, through an employee or other person -- other than an agent of independent status to whom paragraph 6 applies -- when such employee or person is present in the other Contracting State for a period or periods exceeding in the aggregate 183 days within a period of 12 months.

4. An enterprise of a Contracting State shall be deemed to have a permanent establishment in the other Contracting State if:  (a) it carries on supervisory activities in that other State for more than 6 months in connection with a construction, installation or assembly project which is being undertaken in that other State; or(b) substantial equipment is in that other State being used or installed by, for or under contract with, the enterprise.

5. A person (other than a broker, general commission agent or any other agent of an independent status to whom paragraph 6 applies) acting in a Contracting State on behalf of an enterprise of the other Contracting State shall be deemed to be a permanent establishment in the first-mentioned State, if: (a) he has, and habitually exercises in the first-mentioned State, an authority to conclude contracts in the name of the enterprise, unless his activities are limited to the purchase of goods or merchandise for the enterprise; (b) he maintains in the first-mentioned State a stock of goods or merchandise belonging to the enterprise from which he regularly fills orders on behalf of the enterprise; or (c) he manufactures or processes in the first-mentioned State for the enterprise goods or merchandise belonging to the enterprise. Pasal 5

Page 16: PPTnya

Penjelasan Pasal 5

Pada pasal 5 P3B untuk persetujuan antara Indonesia-Prancis mengatas namakan sebagai “Tempat Usaha Tetap”, sedangkan persetujuan antara Indonesia-Malaysia mengatasnamakan sebagai “Bentuk Usaha tetap”.Pada P3B anatra Indonesia-Perancis persetujuan di atas lebih condong memakai model OECD hal ini di tandai pada ayat 6 berlaku ‘jika pegawai atau orang yang berada di negara lainnya pada persetujuan ini untuk suatu masa atau gunggungan masa yang melebihi 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan’.Sedangkan pada P3B Indonesia-Malaysia lebih mengarah ke model UN, isi persetujuannya adalah sebagai berikut pada Persetujuan dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara Persetujuan lainnya jika : a.Menjalankan kegiatan pengawasan di Negara lainnya lebih dari 6 bulan sehubungan dengan suatu proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan yang sedang dikerjakan di Negara lain tersebut; ataub.Peralatan utama yang berada di Negara lainnya yang digunakan atau dipasang oleh, untuk atau yang sedang dikontrak dengan perusahaan. 

Page 17: PPTnya

Kesimpulan :

1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.

2. Tata Cara penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 yang disempurnakan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010. Selain hal tersebut diatur juga pedoman mengenai Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure), ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-48/PJ/2010.

3. Dalam persetujuan Indonesia-Perancis, dilihat dari pasal 1-5 model P3B yang digunakan merupakan perpaduan model Indonesia yang lebih condong ke model OECD. Sedangkan dalam persetujuan Indonesia-Malaysia, dilihat dari pasal 1-5 model P3B yang digunakan merupakan perpaduan model Indonesia yang lebih condong ke model UN.

Page 18: PPTnya