40
BAB I PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum. 1 Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk dibicarakan karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus meningkat. 2 Meningkatnya usia hidup manusia dan dapat diatasinya penyakit degeneratif lainnya PPOK sangat mengganggu kualitas hidup di usia lanjut. Bidang industri yang tidak dapat dipisahkan dengan polusi udara dan lingkungan serta kebiasaan merokok merupakan penyebab utama 1

PPOK Ilham

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kasus PPOK

Citation preview

Page 1: PPOK Ilham

BAB IPENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit kronik yang

ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak

sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena

terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi

dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan

produksi sputum.1

Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk dibicarakan karena

prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus meningkat.2

Meningkatnya usia hidup manusia dan dapat diatasinya penyakit

degeneratif lainnya PPOK sangat mengganggu kualitas hidup di usia lanjut.

Bidang industri yang tidak dapat dipisahkan dengan polusi udara dan lingkungan

serta kebiasaan merokok merupakan penyebab utama

1

Page 2: PPOK Ilham

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang

dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan

perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran

nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan

respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang

berbahaya.1,2

2. EPIDEMIOLOGI

Pada studi populasi selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi mukus

merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini

menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan

hipersekresi mukus di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan

prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%. Studi prevalensi

PPOK pada tahun 1987 di Inggris dari 2484 pria dan 3063 wanita yang berumur

18-64 tahun dengan nilai VEP1 berada 2 simpang baku di bawah VEP prediksi,

dimana jumlahnya meningkat seiring usia, khususnya pada perokok.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun

2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit

tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab

kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Pada 12

negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat pada

usia 30 tahun keatas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan

Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar

6,7%.

2

Page 3: PPOK Ilham

Tabel 1. Prevalensi PPOK Pada negara-negara miskin, 1990

Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini sendiri,

hanya Survei Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI 1992 menyebutkan bahwa

PPOK bersama-sama dengan asma bronkhial menduduki peringkat ke-6 dari

penyebab kematian terbanyak di Indonesia.1,2,7

Tingkat morbiditas dan mortalitas PPOK sendiri cukup tinggi di seluruh

dunia. Hal ini di buktikan dengan besarnya kejadian rawat inap, seperti di

Amerika Serikat pada tahun 2000 terdapat 8 juta penderita PPOK rawat jalan dan

sebesar 1,5 juta kunjungan pada Unit Gawat Darurat dan 673.000 kejadian rawat

inap. Angka kematian sendiri juga semakin meningkat sejak tahun 1970, dimana

pada tahun 2000, kematian karena PPOK sebesar 59.936 vs 59.118pada wanita vs

pria secara berurutan. Di bawah ini di gambarkan angka kematian pria per

100.000 populasi.

3

Page 4: PPOK Ilham

3. FAKTOR RISIKO

PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai

dengan hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Gambaran

ini muncul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di bronkus pada perokok dan

membaik saat merokok di hentikan. Terdapat banyak faktor risiko yang diduga

kuat merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik,

paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis

kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status sosioekonomi, nutrisi dan

komorbiditas.1

a. Genetik.

PPOK merupakan suatu penyakit yang poligenik disertai interaksi

lingkungan genetik yang sederhana. Faktor risiko genetik yang paling besar dan

telah di teliti lama adalah defisiensi α1 antitripsin, yang merupakan protease serin

inhibitor. Biasanya jenis PPOK yang merupakan contoh defisiensi α1 antitripsin

adalah emfisema paru yang dapat muncul baik pada perokok maupun bukan

perokok, tetapi memang akan diperberat oleh paparan rokok. Bahkan pada

beberapa studi genetika, dikaitkan bahwa patogenesis PPOK itu dengan gen yang

terdapat pada kromosom 2q.1

b. Paparan Partikel Inhalasi.

Setiap individu pasti akan terpapar oleh beragam partikel inhalasi selama

hidupnya. Tipe dari suatu partikel, termasuk ukuran dan komposisinya, dapat

berkontribusi terhadap perbedaan dari besarnya risiko dan total dari risiko ini akan

terintegrasi secara langsung terhadap pejanan inhalasi yang didapat. Dari berbagai

macam pejanan inhalasi yang ada selama kehidupan, hanya asap rokok dan debu-

debu pada tempat kerja serta zat-zat kimia yang diketahui sebagai penyebab

PPOK. Paparan itu sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan

perokok aktif, bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain environmental

smokers itu sendiri pun ternyata risiko menderita PPOK menjadi tinggi juga. Pada

perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada

4

Page 5: PPOK Ilham

orang muda yang bukan perokok. Bahkan yang lebih menarik adalah pengaruh

rokok pada bayi jika ibunya perokok aktif atau bapaknya perokok aktif dan ibunya

menjadi perokok pasif, selain didapati berat bayi lebih rendah, maka insidensi

anak untuk menderita penyakit saluran pernafasan pada 3 tahun pertama menjadi

meningkat. Shahab dkk melaporkan hal yang juga amat menarik bahwa ternyata

mereka mendapatkan besarnya insidensi PPOK yangtelah terlambat didiagnosis,

memiliki kebiasaan merokok yang tinggi. PPOK yang berat berdasarkan derajat

spirometri, didapatkan hanya sebesar 46,8% ( 95% CI 39,1-54,6) yang

mengatakan bahwa mereka menderita penyakit saluran nafas, sisanya tidak

mengetahui bahwa mereka menderita penyakit paru dan tetap merokok. Status

merokok justru didapatkan pada penderita PPOK sedang dibandingkan dengan

derajat keparahan yang lain. Begitu juga mengenai riwayat merokok yang ada,

ternyata prevalensinya tetap lebih tinggi pada penderita PPOK yang sedang

(7,1%, p<0,02). Paparan lainya yang dianggap cukup mengganggu adalah debu-

debu yang terkait dengan pekerjaan ( occupational dusts ) dan bahan-bahan kimia.

Meskipun bahan-bahan ini tidak terlalu menjadi sorotan menjadi penyebab

tingginya insidensi dan prevalensi PPOK, tetapi debu-debu organik dan inorganik

berdasarkan analisa studi populasi NHANES III didapati hampir 10.000 orang

dewasa berumur 30-75 tahun menderita PPOK terkait karena pekerjaan. American

Thoracic Society (ATS) sendiri menyimpulkan 10-20% paparan pada pekerjaan

memberikan gejala dan kerusakan yang bermakna pada PPOK.

Polusi udara dalam ruangan yang dapat berupa kayu-kayuan, kotoran

hewan, sisa-sisa serangga, batubara, asap dari kompor juga akan menyebabkan

peningkatan insidensi PPOK khususnya pada wanita. Selain itu, polusi udara

diluar ruangan juga dapat menyebabkan progresifitas kearah PPOK menjadi tinggi

seperti seperti emisi bahan bakar kendaraan bermotor. Kadar sulfur dioksida

(SO2) dan nitrogen dioksida (NO2) juga dapat memberikan sumbatan pada

saluran nafas kecil (Bronkiolitis) yang semakin memberikan perburukan kepada

fungsi paru

5

Page 6: PPOK Ilham

c. Pertumbuhan dan Perkembangan Paru

Pertumbuhan dan perkembangan paru yang kemudian menyokong kepada

terjadinya PPOK pada masa berikutnya lebih mengarah kepada status nutrisi bayi

bayi pada saat dalam kandungan, saat lahir, dan dalam masa pertumbuhannya.

Dimana pada suatu studi yang besar didapatkan hubungan yang positif antara

berat lahir dan VEP1 pada masa dewasanya.

d. Stres Oksidatif

Paparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus dialami

oleh paru-paru. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah memiliki proteksi yang

cukup baik secara enzimatik maupun non enzimatik. Perubahan keseimbangan

antara oksidan dan anti oksidan yang ada akan menyebabkan stres oksidasi pada

paru-paru. Hal ini akan mengaktivasi respon inflamasi pada paru-paru. Ketidak

seimbangan inilah yang kemudian memainkan peranan yang penting terhadap

patogenesis PPOK.

e. Jenis Kelamin

Jenis kelamin sebenarnya belum menjadi faktor risiko yang jelas pada

PPOK. Pada beberapa waktu yang lalu memang tampak bahwa prevalensi PPOK

lebih sering terjadi pada Pria di bandingkan pada wanita, tetapi penelitian dari

beberapa negara maju menunjukkan bahwa ternyata saat ini insidensi antara pria

dan wanita ternyata hampir sama, dan terdapat beberapa studi yang mengatakan

bahwa ternyata wanita lebih rentan untuk dirusak oleh asap rokok dibandingkan

pria. Hal ini dikarenakan perubahan kebiasaan, dimana wanita lebih banyak yang

merupakan perokok saat ini.

f. Infeksi

Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan yang besar

terhadap patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi bakteri berhubungan

dengan terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan dan juga memberikan

6

Page 7: PPOK Ilham

peranan yang penting terhadap terjadinya eksaserbasi. Kecurigaan terhadap

infeksi virus juga dihubungkan dengan PPOK, dimana kolonisasi virus seperti

rhinovirus pada saluran nafas berhubungan dengan peradangan saluran nafas dan

jelas sekali berperan pada terjadinya eksaserbasi akut pada PPOK. Riwayat

tuberkulosis juga dihubungkan dengan di temukannya obstruksi saluran nafas

pada dewasa tua pada saat umur diatas 40 tahun.

g. Status sosioekonomi dan nutrisi

Meskipun tidak terlalu jelas hubungannya, apakah paparan polutan baik

indoor maupun outdoor dan status nutrisi yang jelek serta faktor lain yang

berhubungan dengan kejadian PPOK, tetapi semua faktor-faktor tersebut

berhubungan erat dengan status sisioekonomi.

h. Komorbiditas

Asma memiliki faktor risiko terhadap kejadian PPOK, dimana didapatkan

dari suatu penelitian pada Tucson Epidemiologi Study of Airway Obstructive

Disease, bahwa orang dewasa dengan asma akan mengalami 12 kali lebih tinggi

risiko menderita PPOK.

4. Patologi, patogenesis dan patofisiologi

Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan

kecil bahkan unit respiratori terminal. Secara gamblang, terdapat 2 kondisi pada

PPOK yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi

mukusnya dan emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari

ruang udara yang ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi

dindingnya tanpa fibrosis yang nyata.

Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil

yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon

inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous

akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus

7

Page 8: PPOK Ilham

menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran

nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan merangsang dan

mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B

menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam

lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi

sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos.

Gambar 1. Gambaran Epitel saluran nafas pada PPOK dan orang sehat

Pada emfisema paru yang dimulai dengan peningkatan jumlah alveolar

dan septal dari alveolus yang rusak, dapat terbagi atas emfisema sentrisinar

(sentrilobular), emfisema panasinar (panlobular) dan emfisema periasinar

(perilobular) yang sering dibahas dan skar emfisema atau irreguler dan emfisema

dengan bulla yang agak jarang dibahas. Pola kerusakan saluran nafas pada

emfisema ini menyebabkan terjadinya pembesaran rongga udara pada permukaan

saluran nafas yang kemudian menjadikan paru-paru menjadi terfiksasi pada saat

proses inflasi.

8

Page 9: PPOK Ilham

Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon

inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini

yang rutin dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru,

ketidak seimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi α 1 antitripsin

menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil,

makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan

berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum,

perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat

keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok.

Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan

memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam

sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah

leucotrien B4, chemotactic factors seperti CXC chemokines, interlukin 8 dan

growth related oncogene α, TNF α, IL-1ß dan TGFß. Selain itu

ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease, adanya stres

oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti

produksi netrofil dan makrofagserta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear

factor κß sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang

sebelumnya telah ada.

Hipersekresi mukus menyebabkan abtuk produktif yang kronik serta

disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan

menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan

diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan

berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi : perfusi yang pada tahap

lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia.

Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi pulmonal dimana abnormalitas

perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri pulmonalis sebagai

respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri pulmonalis

9

Page 10: PPOK Ilham

(hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary bad

menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.

5. INFLAMASI PADA PPOK

a. Inflamasi Lokal dan Sistemik.

Belakangan ini banyak bukti terhadap inflamasi sistemik pada PPOK

peningkatan kadar sitokin pro inflamasi dan protein fase akut tampak pada PPOK

yang stabil, dimana sebelumnya memang sudah diketahui luas bahwa kedua faktor

inflamasi itu terkait dengan eksaserbasi pada PPOK. Inflamasi ini kemudian akan

mempengaruhi banyak sistem sehingga menelurkan pendapat bahwa PPOK

sebagai penyakit multi komponen.

Hambatan aliran udara pada saluran nafas, terkait dengan perubahan-

perubahan seluler dan struktural pada PPOK ketika proses inflamasi tersebut

meluas keparenkim dan arteri pulmonalis. Asap rokok diamati memang

memancing reaksi inflamasi yang ditandai dengan infiltrasi limfosit T, neutropil

dan makrofag pada dinding saluran nafas. Disamping itu terjadi juga pergeseran

akan keseimbangan limfosit T CD4+/CD8+, dimana limfosit T sitotoksik (CD8+)

akan menginfiltrasi saluran nafas sentral dan perifer. Neutrofil yang juga

meningkat pada kelenjar bronkus pasien dengan PPOK memberikan peranan yang

penting juga terhadap hipersekresi mukus, dimana hal ini kemudian memacu

ekspresi gen IL-4 yang mengekspresikan sejumlah besar sel-sel inflamasi pada

subepitel bronkus dan kelenjar submukosa penghasil sekret.

TNF α yang merupakan sitokin proinflamasi yang potensial akan

berkoordinasi dan menyebabkan peningkatan sitokin-sitokin lainnya seperti IL-1

dan IL-6 yang kemudian akan menginduksi angiogenesis. Peningkatan sitokin-

sitoin diatas selain berada didalam saluran nafas, juga beredar di sirkulasi

sistemik. Peningkatan sitokin-sitokin proinflamasi pada saluran nafas sebagai

petanda inflamasi lokal, juga akan memberikan gambaran pada peningkatan sel-

10

Page 11: PPOK Ilham

sel inflamasi secara sistemik, termasuk didalamnya neutrofil dan limfosit pada

gambaran darah tepi.

Asal inflamasi sistemik pada PPOK sebenarnya tidaklah terlalu jelas

dimengerti, tetapi terdapat beberapa jalur yang diperhitungkan dapat menjelaskan

proses tersebut. Mekanisme pertama yang telah diketahui luas adalah salah satu

faktor risiko yaitu asap rokok.

Gambar 2. Mekanisme Inflamasi Pada PPOK

Selain menyebabkan inflamasi pada saluran nafas, asap rokok sendiri

secara independen menyebabkan efek ekstra pulmoner seperti kejadian

kardiovaskular dan inflamasi sistemik melalui stres oksidatif sistemik dan

disfungsi endotel vaskular perifer dan menariknya kejadian ini juga akan dialami

oleh perokok pasif meski hanya terpapar beberapa tahun. Mekanisme kedua yang

bertolak belakang dari mekanisme pertama menyatakan bahwa respon inflamasi

lokal ber diri sendiri, begitu juga inflamasi sistemik. Hal ini dibuktikan dari

penelitian akan kadar TNFαR dan IL8 pada sputum yang ternyata meskipun tinggi

pada sputum, ternyata tidak menunjukkan adanya inflamasi sistemik yang berat.

Begitu juga pada orang sehat yang dipaparkan akan produk bakterial yang pro

11

Page 12: PPOK Ilham

inflamasi, lipopolisakarida memang menunjukkan adanya proses inflamasi lokal

berupa kenaikan temperatur tubuh, reaktifitas saluran nafas dan penurunan FEV1,

hanya saja terjadi perbedaan dimana memang inflamasi sistemik tampak pada

subjek yang mengalami demam, tetapi tidak pada subjek yang hanya mengalami

gangguan saluran nafas tanpa demam. Mekanisme ketiga yang diduga adalah

hipoksia, dan ini merupakan masalah berulang pada PPOK, dimana hipoksia yang

terjadi akibat penyempitan saluran nafas, akan mengaktivasi sistem TNF dan

makrofag yang menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi pada sirkulasi

perifer.

Gambar 3. Lingkaran terjadinya proses kerusakan pada PPOK

b. TNF Alpha pada PPOK

TNF Alpha atau sinonim lainnya Lymphotoxin B, Cachectin adalah sitokin

inflamasi pleotropik . Teori tentang respon anti tumoral dari sistim imun secara in

vivo sudah di ketahui sejak 100 tahun yang lalu oleh seorang medis William B.

Coley. Pada tahun 1968 Dr. Gale A Granger dari University of California

melaporkan adanya faktor sitotoksik yang dihasilkan oleh lymphocyte dan diberi

nama Lymphotoxin (LT). Sesudah itu pada tahun 1975 Dr. Lloyd J. Old dari

Memorial Sloan-Kettering Cancer Center, New York , melaporkan faktor

12

Page 13: PPOK Ilham

sitotoksik lainnya yang diproduksi oleh makrofag dan diberi nama Tumor

Necrosis Factor (TNF).

Tumor Necrosis Factor (TNF)-α adalah sitokin pleotropik yang memiliki

efek yang bermacam-macam, seperti growth promotion, growth inhibition,

angiogenesis, cytotoxicity, inflammation, dan imunomodulation yang berimplikasi

terhadap beberapa kondisi inflamasi. Sitokin ini tidak hanya diproduksi oleh

aktivasi makrofag tetapi juga oleh sistim imun yang lainnya meliputi :

lymphocytes, natural killer cells, mast cells dan jaringan stromal meliputi :

endotelhelial cells, fibroblasts, microglial cells. TNF di sintesis oleh monomeric

Type-2 transmembrane protein (tmTNF) berada didalam membran homotrimer

dan membelah menjadi matrix metalloprotease TNF-α converting enzyme (TACE)

dan untuk soluble circulating trimer (solTNF). Dimana keduanya tmTNF dan

solTNF merupakan bentuk biologi yang aktif. Keseimbangan antara tmTNF dan

solTNF menberikan signal yang dapat mempengaruhi tipe dari sel, aktivasi dari

sel, dan menstimulus produksi dari TNF, aktifitas TACE, dan ekspresi dari

endogenous TACE inhibitors merupakan petunjuk efek dari penyimpangan TNF

mediated pada kelangsungan hidup sel.

Alveolar macrophages memainkan peranan yang penting sebagai imunitas

bawaan dan didapat yang berperan sebagai pertahanan patogen terhadap paru-

paru, pembersih dari partikel-partikel inhalasi dan respon inflamasi. Alveolar

macrophages memiliki tempat yang unik di dalam tubuh, karena mereka berlokasi

diantara penghubung yaitu udara dan jaringan paru-paru, dan bertindak sebagai

pertahan pertama terhadap pertikel-partikel inhalasi yang berasal dari udara.

Normalnya alveolar macrophages berjumlah kurang lebih 95% dari leukosit

airspace , serta 1 sampai 4% limphosit dan hanya 1% neutophil, ini adalah

alasannya bahwa alveolar macrophages berhubungan dengan sel phagositosis dari

sistem imun bawaan pada paru-paru. Sel ini memegang peranan sebagai poros

dari proses inflamasi pada PPOK. Alveolar macrophages mengalami kenaikan (5-

10 kali) pada saluran nafas, parenkim paru, Broncho Alveolar Lavage (BAL) dan

13

Page 14: PPOK Ilham

sputum pada penderita PPOK yang merokok dan peningkatan jumlah makrophag

ini juga berhubungan dengan tingkat keparahan dari PPOK.

Paparan asap rokok memang merupakan penyebab tersering dari PPOK, di

mana sebagai akibat dari asap rokok ini akan mengaktivasi makrofag untuk

melepaskan beberapa mediator inflamasi, salah satunya adalah TNFα. TNFα di

percaya memerankan peranan yang sangat penting terhadap patofisiologi dari

PPOK. TNFα di perlihatkan pada binatang percobaan yang dapat menginduksi

perubahan patologi pada PPOK, termasuk infiltrasi sel inflamasi pada paru-paru,

fibrosis paru dan emphisema. Secara In vivo peninggian kadar TNFα juga dapat di

jumpai pada darah perifer, biopsi bronkhial, induksi sputum dan BAL dari pasien-

pasien PPOK stabil yang dibandingkan dengan kontrol.

6. DIAGNOSIS

Penderita yang datang dengan keluhan klinis dispneu, batuk kronik atau

produksi sputum dengan atau tanpa riwayat paparan faktor risiko PPOK sebaiknya

dipikirkan sebagai PPOK. Diagnosis PPOK di pastikan melalui pemeriksaan

spirometri paksa bronkhodilator. Perasaan rasa sesak nafas dan dada terasa

menyempit merupakan gejala non spesifik yang dapat bervariasi seiring waktu

yang dapat muncul pada seluruh derajat keparahan PPOK.

Pemeriksaan fisik memainkan peranan penting untuk diagnosis PPOK.

Tanda fisik hambatan aliran udara biasanya tidak muncul hingga terdapat

kerusakan yang bermakna dari fungsi paru muncul, dan deteksi memiliki nilai

sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Pada inspeksi dapat di temukan sentral

sianosis, bentuk dada “barel-shaped”, takhipneu, edema tungkai bawah sebagai

tanda kegagalan jantung kanan. Perkusi dan palpasi jarang membantu diagnosis

PPOK kecuali tanda-tanda hiperinflasi yang akan mengaburkan batas jantung dan

menurunkan batas paru-hati. Auskultasi sering memberikan kelemahan saluran

nafas, dapat dengan disertai adanya mengi.

Uji faal paru dengan spirometri merupakan suatu hal yang wajib di lakukan

pada penderita yang memang sudah di curigai PPOK untuk lebih memastikan

14

Page 15: PPOK Ilham

diagnosa yang ada sekaligus memantau progresifitas penyakit. Perangkat ini

merupakan alat bantu diagnosis yang paling objektif, terstandarisasi dan most

reproducible akan adanya hambatan aliran nafas. Spirometri akan menilai

Kapasitas Vital Paksa (KVP) Paru dan Volume Ekspirasi Paksa 1 detik (VEP1)

yang didasarkan pada umur, tinggi badan, jenis kelamin dan ras. Diagnosa PPOK

ditegakkan bila didapati nilai paksa paska bronkodilatornya VEP1/KVP < 0,70

dan VEP1 < 80% prediksi, dan berdasarkan penilaian VEP1 tadi, dapat dinilai

derajat keparahan dari PPOK.

Gambaran foto dada yang abnormal jarang tampak pada PPOK, kecuali

adanya bulosa pada paru. Perubahan radiologis yang mungkin adalah adanya

tanda hiperinflasi (pendataran diafragma dan peningkatan volume udara pada

rongga retrosternal), hiperlusensi paru dan peningkatan corak vaskuler paru.

Selain itu radiologis membantu dalam melihat komorbiditas seperti gambaran

gagal jantung. Untuk kepentingan operatif, CT Scan paru juga memegang peranan

penting.

15

Page 16: PPOK Ilham

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Tn. H

Umur : 64 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Lambhuk

Pekerjaan : Swasta

MRS : 27/03/2016

2. ANAMNESA

Keluhan utama:

Sesak nafas.

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak nafas dirasakan sejak 1

tahun yang lalu, namun sesak nafas memberat sejak 1 hari sebelum

masuk RS, sesak memberat dengan aktifitas dan berkurang dengan

istirahat.

Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak, awalnya batuk kering dan

lama kelamaan batuk berdahak dan memberat sejak 2 hari yang lalu,

batuk berdahak warna putih, kurang lebih 1 sendok, batuk darah (-),

dan tidak ada riwayat batuk darah sebelumnya.

16

Page 17: PPOK Ilham

Pasien tidak mengeluhkan adanya keluhan demam, berkeringat malam

hari ataupun penurunan berat badan, nafsu makan menurun sejak 3

hari yang lalu, demam (-), BAB dan BAK dalam batas normal.

Riwayat pengobatan

Pasien minum obat batuk yang dibeli diwarung untuk mengurangi

batuknya.

Riwayat penyakit dahulu

- Pasien pernah dirawat di RSUDZA sekitar 3 bulan yang lalu

dengan keluhan sesak nafas, batuk, serta mual.

- Riwayat asma (-)

- Riwayat penyakit jantung (-)

- Riwayat hipertensi (-)

- Riwayat diabetes melitus (-)

Riwayat penyakit keluarga :

- Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama

- Anak pasien ada yang menderita asma

- Riwayat penyakit jantung (-)

- Riwayat hipertensi (-)

- Riwayat diabetes melitus (-)

Riwayat kebiasaan sosial:

- Pasien mempunyai riwayat merokok selama ± 52 tahun, dimulai

sejak umur 12 tahun, kurang lebih 3 bungkus (+/- 48 batang)

perhari, dan berhenti sejak 8 bulan yang lalu.

3. PEMERIKSAAN FISIK

17

Page 18: PPOK Ilham

Status generalis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis kooperatif

Vital sign

- TD : 140/90 mmHg

- RR : 22 kali / menit

- Nadi : 84 kali / menit

- Suhu : 36,7 ͦ C

Kepala

- Mata:

Konjungtiva kanan dan kiri tidak anemis

Sklera kanan dan kiri tidak ikterik

- Mulut

Bibir lembab

- Leher

Tidak ada pembesaran KGB

JVP 5±2 cmH2O

Pemeriksaan paru

- Depan

Inspeksi :Simetris (statis/dinamis)

Palpasi : Vokal fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : ekspirasi memanjang, ronkhi (-/-),

wheezing (+/+)

- Belakang

Inspeksi :

Statis : simetris kiri dan kanan

Dinamis : pergerakan dinding dada

simetris kiri dan kanan

Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri

18

Page 19: PPOK Ilham

Perkusi : sonor/hipersonor

Auskultasi : Ekspirasi memanjang, ronkhi (-/-),

wheezing (+/+)

Pemeriksaan jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba satu jari medial di ICS V linea

midclavikularis sinistra

Perkusi :

Batas kanan : Linea parasternal dekstra

Batas kiri : ICS V satu jari medial linea

midclavicularis sinistra

Auskultasi : Suara jantung regular, gallop (-), murmur (-)

Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : soepel

Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), H/L/R tidak

teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Pemeriksaan ektremitas

Superior: akral hangat, edema (-)

Inferior: akral hangat, edema (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

19

Page 20: PPOK Ilham

Tanggal 29 maret 2016

Darah lengkap

- Hb : 14 gr/dl

- Ht : 43 %

- Leukosit : 6,0 /mm3

- Trombosit : 222 /mm3

- Eritrosit : 4,6/mm3

Analisa lemak/Profil lipid

- Cholesterol total : 226 mg/dl

- Cholesterol HDL : 62 mg/dl

- Cholesterol LDL : 139 mg/dl

- Trigliserida : 87 mg/dl

Jantung :

- Troponin I : <10

- CK-MB : 30

Elektrolit :

- Na/K/Cl/Ca : 143/3,8/103/8,9

Ginjal Hipertensi :

- Ur/Cr : 20/0,93

EKG :

- Irama : sinus

- Axis : normoaxis

- Gel.P : 0.085s

- P-R interval : 0.165s

- QRS kompleks: 0.085s

20

Page 21: PPOK Ilham

- QRS rate : 84x/i

- ST elevasi : -

- ST depresi : -

Kesimpulan : normal sinus rithm Dengan HR 84x/i

Foto Toraks

5. RESUME

Pasien laki-laki, umur 87 tahun masuk melalui UGD dalam keadaan sesak

hebat dan dirawat di ruang rawat inap penyakit paru. Batuk berdahak sejak 1

minggu yang lalu, dahak berwarna putih, sebanyak satu sendok. Sesak bila

beraktifitas sejak 3 tahun yang lalu, batuk

Dari pemeriksaan fisik didapatkan ekspirasi memenjang dan wheezing di

kedua lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium, CK-MB mengalami

peningkatan, menunjukkan adanya proses kelainan jantung, rontgen paru

menunjukkan gambaran hiperlusen, diagfragma mendatar, sela iga melebar.

21

- Jantung tampak gambaran tear

drop appearence

- Hiperlusen di kedua lapangan

paru, dengan corakan paru kasar

- Diafragma mendatar

- Sela iga melebar

- CTR < 50%

- Sudut kostofrenikus lancip

Page 22: PPOK Ilham

6. DAFTAR MASALAH

PPOK (Penyakit paru obstruktif kronis)

CHF fc NYHA II-III

7. PENATALAKSANAAN

a. Non farmakologi

Makanan yang mengandung tinggi kalori dan tinggi protein,

rendah karbohidrat

Pola hidup sehat, berhenti merokok, olahraga, menjaga kebersihan

tempat tinggal dan lingkungan sekitar

b. Farmakologi :

- IVFD RL 20 tpm

-Combivent nebule 1 resp/8 jam

-Pulmicort nebule 1 resp/8 jam

-Inj. Methylprednisolon 62,5 mg/12 jam

-Vectrin 3x300 mg

-Salbutamol 3x4 mg

Terapi bagian kardiologi:

- Inj. Arixtra 2,5mg/12 jam

- Aspilet 1x80mg

- Platogrix 1x75mg

- Atorvoslatin 1x10mg

- Concor 1x2,5mg

- ISDN 3x5mg

8. ANALISIS MASALAH

22

Page 23: PPOK Ilham

Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan sesak sejak 1 tahun yang lalu,

sesak muncul bila beraktifitas dan sejak 1 hari SMRS pasien mengalami sesak

yang semakin berat, sesak muncul saat pasien berkatifitas dan berkurang dengan

istirahat. Batuk juga muncul sejak 2 tahun yang lalu, awalnya batuk kering lama-

lama batuk berdahak, dahak berwarna putih dan sedikit. Pasien mempunyai

riwayat merokok selama ± 52 tahun, dimulai sejak umur 12 tahun, kurang lebih 3

bungkus (+/- 48 batang) perhari, dan berhenti sejak 8 bulan yang lalu. Dari

pemeriksaan fisik didapatkan ekspirasi memenjang dan wheezing di kedua lapang

paru. Dari pemeriksaaan foto thorax, pada jantung tampak gambaran tear drop

appearence hiperlusen di kedua lapangan paru, dengan corakan paru kasar,

diafragma mendatar, sela iga melebar, CTR < 50% , sudut kostofrenikus lancip.

Gejala-gejala tersebut merupakan gambaran gejala klinis pada penyakit paru

obstruktif kronis (PPOK)

Combivent nebule 1 resp/8 jam:

Salbutamol merupakan suatu obat agonis beta-2 adrenergik yang selektif. Pada

bronkus akan menimbulkan relaksasi otot polos bronkus secara langsung, efektif

untuk mengatasi gejala-gejala sesak napas pada penderita-penderita yang

mengalami bronkokonstriksi baik untuk penggunaan akut maupun kronik.

Salbutamol menghambat pelepasan mediator dari ”pulmonary mast cell”,

mencegah kebocoran kapiler dan udema bronkus serta merangsang pembersihan

mukosiliar.

Pulmicort nebule 1 resp/8 jam

Kortikosteroid bekerja dengan memblok enzim fosfolipase-A2, sehingga

menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan

leukotrien. Selain itu berfungsi mengurangi sekresi mukus dan menghambat

proses peradangan. Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan nafas

secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi reaktifitas otot polos disekitar

saluran nafas, meningkatkan sirkulasi jalan nafas, dan mengurangi frekuensi

keparahan asma jika digunakan secara teratur.

23

Page 24: PPOK Ilham

Inj. Methylprednisolon 62,5 mg/12 jam

Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang

termasuk kategori adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan.

Methylprednisolone bekerja dengan cara menembus membran sel sehingga akan

terbentuk suatu kompleks steroid-protein reseptor. Di dalam inti sel, kompleks

steroid-protein reseptor ini akan berikatan dengan kromatin DNA dan

menstimulasi transkripsi mRNA yang merupakan bagian dari proses sintesa

protein. Sebagai anti inflamasi, obat ini menekan migrasi neutrofil, mengurangi

produksi prostaglandin (senyawa yang berfungsi sebagai mediator inflamasi), dan

menyebabkan dilatasi kapiler. Hal ini akan mengurangi repon tubuh terhadap

kondisi peradangan (inflamasi).

Vectrin 3x300 mg

Mukolitik, sebagai pengencer lendir pada ganguuan saluran pernafasan akut dan

kronik. Mukolitik golongan thiol yang bekerja dengan cara memutus ikatan

disulfida pada mukus untuk gangguan saluran napas akut dan kronik, memiliki

efek sinergis yaitu efek anti-inflamasi, antioksidan, dan anti-adhesi bakteri pada

permukaan silia epitel mukosa saluran napas.

Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan sesak sejak 1 tahun yang lalu,

sesak muncul bila beraktifitas dan sejak 1 hari SMRS pasien mengalami sesak

yang semakin berat, sesak muncul saat pasien berkatifitas dan berkurang dengan

istirahat. Batuk juga muncul sejak 2 tahun yang lalu, awalnya batuk kering lama-

lama batuk berdahak, dahak berwarna putih dan sedikit. Pasien mempunyai

riwayat merokok selama ± 52 tahun, dimulai sejak umur 12 tahun, kurang lebih 3

bungkus (+/- 48 batang) perhari, dan berhenti sejak 8 bulan yang lalu. Dari

pemeriksaan fisik didapatkan ekspirasi memenjang dan wheezing di kedua lapang

paru. Dari pemeriksaaan foto thorax, pada jantung tampak gambaran tear drop

appearence hiperlusen di kedua lapangan paru, dengan corakan paru kasar,

diafragma mendatar, sela iga melebar, CTR < 50% , sudut kostofrenikus lancip.

24

Page 25: PPOK Ilham

Gejala-gejala tersebut merupakan gambaran gejala klinis pada penyakit paru

obstruktif kronis (PPOK)

Pada pemeriksaan laboratorium, CK-MB mengalami peningkatan,

menunjukkan adanya proses kelainan jantung. CPK atau creatine

phosphokinase (atau kadang hanya disebut sebagai CK ataucreatine kinase)

adalah ensim yang dapat ditemukan pada berbagai sel, terutama pada sel otot.

Dilihat dari tipenya, ensim ini terdapat pada otot rangka (CK-MM), otot jantung

(CK-MB), otak dan usus (CK-BB), dan mitokondria (CK-mt). Apabila terjadi

kerusakan pada sel-sel ini, maka ensim CPK akan bocor keluar. Pada saat

terjadinya serangan jantung, CPK akan meningkat dalam 4-8 jam, mencapai

puncak dalam 18 jam, dan kembali normal dalam 48-72 jam. Pemeriksaan CPK

kurang spesifik pada jantung, karena juga meningkat pada penyakit otot rangka,

trauma, dan infark serebri.

Sedangkan CKMB, isoensim dari CPK, memiliki tingkat spesifisitas yang

lebih tinggi dari CPK. CKMB akan meningkat dalam 3-6 jam setelah terjadi

serangan jantung, mencapai puncak dalam 12-24 jam, dan kembali normal dalam

48-72 jam. Selain karena serangan jantung, CKMB juga meningkat pada

miokarditis, gagal jantung, dan trauma pada otot jantung.

Pada pemeriksaan laboratorium, CK-MB mengalami peningkatan,

menunjukkan adanya proses kelainan jantung. CPK atau creatine

phosphokinase (atau kadang hanya disebut sebagai CK ataucreatine kinase)

adalah ensim yang dapat ditemukan pada berbagai sel, terutama pada sel otot.

Dilihat dari tipenya, ensim ini terdapat pada otot rangka (CK-MM), otot jantung

(CK-MB), otak dan usus (CK-BB), dan mitokondria (CK-mt). Apabila terjadi

kerusakan pada sel-sel ini, maka ensim CPK akan bocor keluar. Pada saat

terjadinya serangan jantung, CPK akan meningkat dalam 4-8 jam, mencapai

puncak dalam 18 jam, dan kembali normal dalam 48-72 jam. Pemeriksaan CPK

kurang spesifik pada jantung, karena juga meningkat pada penyakit otot rangka,

trauma, dan infark serebri.

25

Page 26: PPOK Ilham

BAB IIIPENUTUP

26

Page 27: PPOK Ilham

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang

dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan

perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran

nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan

respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang

berbahaya.sss

Terdapat banyak faktor risiko yang diduga kuat merupakan etiologi dari

PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik, paparan partikel,

pertumbuhan dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin, umur, infeksi

saluran nafas, status sosioekonomi, nutrisi dan komorbiditas.

Penderita yang datang dengan keluhan klinis dispneu, batuk kronik atau

produksi sputum dengan atau tanpa riwayat paparan faktor risiko PPOK sebaiknya

dipikirkan sebagai PPOK.

DAFTAR PUSTAKA

27

Page 28: PPOK Ilham

1. PDPI, PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indosia, Jakarta:2006

2. Riyanto BS, Hisyam B. Buku ajar ilmu penyakit dalam Edisi 4. Obstruksi saluran pernafasan akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI, 2006

3. GOLD. Pocket Guide to PPOK Diagnosis, Management and Prevention. USA:2007

4. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease, USA:2007

5. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001

6. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik, Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI,2006

28