44
Laporan kasus Penyakit Paru Obstruktive Kronik (PPOK) dengan Hipertensi Stage I Oleh: Endra Wibisono H 05.48865.00266.09 Pembimbing: dr. Andi Irawan, Sp. FK Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 1

PPOK HIPERTENSI ENDRA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PPOK HIPERTENSI ENDRA

Laporan kasusPenyakit Paru Obstruktive Kronik (PPOK)

dengan Hipertensi Stage I

Oleh:

Endra Wibisono H

05.48865.00266.09

Pembimbing:

dr. Andi Irawan, Sp. FK

Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Samarinda

2010

1

Page 2: PPOK HIPERTENSI ENDRA

Presentasi kasus

Farmakologi Klinik Tanggal: 12 Desember 2010

RSUD AWS-FK Unmul

I. Identitas pasien :Ny. Satrah P/L Tanggal Pemeriksaan: 3-12-2010

Usia: 60 Tahun Dokter yang memeriksa: dr.A

Alamat: Jl. Antasari V

No. register: 10.05.14.76 seruni no : 2004

Pekerjaan: -

II. Anamnesis (Subyektif)

Keluhan Utama: Sesak nafas

RPS: sesak nafas dialami pasien sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan

baik saat beraktifitas maupun saat istirahat sehingga pasien harus tidur dengan 2-3 bantak

untuk mengurangi sesak. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk kering, mual, muntah dan

nyeri ulu hati. Pasien memiliki riwayat penyakit asma

RPD:

Riw hepatitis (- )

Riw sakit jantung (–)

HT (+)

Riwayat asma (+)

Riwayat merokok (-)

III. Pemeriksaan Fisik (pemeriksaan di IGD)

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Vital Sign: TD= 220/100 RR= 43x/i

Nadi= 100x/i Temp= 36,80C

Kesadaran: compos mentis

Kepala&Leher: Anemia (-/-), Ikterus (-/-), Sianosis (-/-)

Thoraks: inspeksi : bentuk dan gerak simetris, palpasi fremitus dekstra dan

sinistra sama, perkusi sonor, auskultasi Rhonki (-) Wheezing (+),

S1S2 tunggal, regular

2

Page 3: PPOK HIPERTENSI ENDRA

Abdomen: soelf, nyeri tekan epigastrium (-), hepar, lien, buli dan buli tidak

teraba

Ekstremitas: akral agak dingin, edema ekstremitas (-)

Pemeriksaan Penunjang:

1. Tanggal pemeriksaan : 4-12-2010

Hasil lab Nilai normal

WBC: 14,5/K/uL

Lym: 6,6 K/uL

Gra: 47,1 %

Plt: 105 K/uL

Asam urat: 6,4

Ureum : 25

Creatinin : 0,7

GDS 81 mg/dl

SGOT : 16 u.i

SGPT : 13 u.i

Bilirubin total : 0,9

Bilirubin direct : 0,3

Bilirubin indirect : 0,6

Protein total : 6,5

Albumin : 3,8

Globulin : 2,7

4 – 12 K/uL

1 – 5 K/uL

50 – 80 %

150 – 400 K/uL

2,5 – 7 mg/dL

10 – 40 mg/dL

0,5 – 1,5 mg/dL

60 – 150 mg/dl

< 31 u.i

< 32 u.i

0 – 1 mg/dL

0 – 0,25 mg/dL

0 – 0,75 mg/dL

6,6 – 8,7 mg/dL

3,2 – 4,5 mg/dL

2,3 – 3,5 mg/dL

IV. Diagnosa kerja (diagnosa IGD)

Asma bronkiale dan hipertensi stage II

V. Diagnosa kerja (diagnosa di ruang rawat inap oleh dr. spesialis)

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) eksaserbasi akut dengan hipertensi stage I

VI. Terapi (plan)

UGD

a. IVFD RL

b. Aminofilin 1 ½ ampul 20 tetes/menit

c. Nebulizer ventolin (salbutamol sulfat)

3

Page 4: PPOK HIPERTENSI ENDRA

Obat yang diberikan di Bangsal rawat inap

1. Amlodipin 10 mg 0-0-1

Follow up harian:

4

1. IVFD RL dimasukan aminofilin 1 ½ ampul

2. Salbutamol 3x4mg

3. DMP syrup 3x1 c

4. Co-Amoxiclav 3 x1 tab

5. Ranitidine inj 2x1 amp IV

6. Bricasma inj (terbutaline sulfat) 3x ½ ampul

7. Antasida syrup 3x1 c

8. Ventolin nebule (salbutamol sulfat) 3x

Page 5: PPOK HIPERTENSI ENDRA

VII. Masalah yang

akan dibahas

5

Tanggal Subjektif / Objektif Assesment/ Planning

4/12/2010

WBC : 11,6

HgB : 14,7

HCT : 45,7

GDS : 148

S : sesak nafas (+), batuk

(+), mual (+), muntah (-),

BAB (+) normal, BAK (+)

normal

O : keadaan umum :

komposmentis, TD :

160/100mmHg, nadi 62 x/I,

RR : 45 x, T : 36,8°C,

ronkhi (+), wheexing (+)

A : PPOK ekserbasi akut

dan Hipertensi stage I

Pasien dirawat dalam

pengawasan ahli paru dan

ahli jantung

P :

- IVFD RL dimasukan

aminofilin 1 ½ ampul

- Salbutamol 3x4mg

- DMP syrup 3x1 c

- Co-Amoxiclav 3 x1 tab

- Ranitidine inj 2x1 amp IV

- Bricasma inj 3x ½ ampul

- Antasida syrup 3x1 c

- Ventolin nebule 3x

- Amlodipin 10 mg 0-0-1

5/12/ 2010 S : sesak nafas berkurang,

batuk (+), mual (-), muntah

(-), BAB (+) normal, BAK

(+) normal, nyeri ulu hati

(+)

O : keadaan umum :

komposmentis, TD : 140/90

mmHg, nadi 88 x/I, RR : 32

x, T : 36,5°C, ronkhi (+),

wheexing (-)

A : PPOK ekserbasi akut

dan Hipertensi stage I

P :

- IVFD RL dimasukan

aminofilin 1 ½ ampul

- Salbutamol 3x4mg

- DMP syrup 3x1 c

- Co-Amoxiclav 3 x1 tab

- Ranitidine inj 2x1 amp IV

- Bricasma inj 3x ½ ampul

- Antasida syrup 3x1 c

- Ventolin nebule 3x

- Amlodipin 10 mg 0-0-1

Tanggal Subjektif / Objektif Assesment/ Planning

6/12 2010

Leu: 14,5

PLT: 105

LED: 18

GDS: 81

SGOT: 16

SGPT: 13

Ureum: 25,6

Kreatinin: 0,7

S : sesak nafas berkurang,

batuk (+), mual (+), muntah

(+), BAB (+) normal, BAK

(+) normal, nyeri ulu hati

(+), nyeri dada berkurang

O : keadaan umum :

komposmentis, TD : 140/90

mmHg, nadi 84 x/I, RR : 35

x, T : 36,5°C, ronkhi (+),

wheezing (-)

A : PPOK ekserbasi akut

dan Hipertensi stage I

P :

- IVFD RL dimasukan

aminofilin 1 ½ ampul

- Salbutamol 3x4mg

- DMP syrup 3x1 c

- Co-Amoxiclav 3 x1 tab

- Ranitidine inj 2x1 amp IV

- Bricasma inj 3x ½ ampul

- Antasida syrup 3x1 c

- Ventolin nebule 3x

- Amlodipin 10 mg 0-0-1

7/12 2010 S : sesak nafas berkurang,

batuk (+), mual (+), muntah

(+), BAB (+) normal, BAK

(+) normal, nyeri ulu hati

(+), nyeri dada berkurang,

ada demam, sudah 3 hari

susah BAB

O : keadaan umum :

komposmentis, TD : 120/80

mmHg, N 100 x/I, RR : 24

x, T : 36,8°C, ronkhi (+),

wheezing (-),anemia (-)

A : PPOK ekserbasi akut

dan Hipertensi stage I

P :

- IVFD RL dimasukan

aminofilin 1 ½ ampul

- Salbutamol 3x4mg

- DMP syrup 3x1 c

- Co-Amoxiclav 3 x1 tab

- Ranitidine inj 2x1 amp IV

- Bricasma inj 3x ½ ampul

- Antasida syrup 3x1 c

- Ventolin nebule 3x

- Amlodipin 10 mg 0-0-1

8/12 2010 S : sesak nafas (+), batuk

(+), mual (+), muntah (+),

BAB (+) normal, BAK (+)

normal, nyeri ulu hati (+),

nyeri dada berkurang,

demam berkurang, susah

BAB

O : keadaan umum :

komposmentis, TD : 110/70

mmHg, N 72 x/I, RR : 27 x,

T : 36,8°C, ronkhi (+),

wheezing (-),anemia (-),

P :

- IVFD RL dimasukan

aminofilin 1 ½ ampul

- Salbutamol 3x4mg

- DMP syrup 3x1 c

- Co-Amoxiclav 3 x1 tab

- Ranitidine inj 2x1 amp IV

- Bricasma inj 3x ½ ampul

- Antasida syrup 3x1 c

- Ventolin nebule 3x

- Amlodipin 10 mg 0-0-1

Page 6: PPOK HIPERTENSI ENDRA

a. Penggunaan obat-obatan pada kasus berdasarkan diagnosa

b. Interaksi obat-obat yang dipakai

c. Rasionalisasi dalam terapi di rumah sakit

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Pustaka Penyakit Paru Obstruksi Akut (PPOK)

A. Definisi

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di

saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya1.

Bronkitis kronik

Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan

dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit

lainnya1.

Emfisema

Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal

bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak

penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita

asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan

memenuhi kriteria PPOK1,2.

B. Patogenesis dan Patologi

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel

goblet, inflamasi,hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema

ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding

alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema:

- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama

mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama

6

Page 7: PPOK HIPERTENSI ENDRA

- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak

pada paru bagian bawah

- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan

sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura1,2

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan

struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan

hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas2.

Konsep dasar patogenesa PPOK1

Perbedaan patogenesa PPOK dan asma1

C. Diagnosis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan

hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru

Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :

A. Gambaran klinis

a. Anamnesis

- Keluhan

- Riwayat penyakit

- Faktor predisposisi

7

Page 8: PPOK HIPERTENSI ENDRA

b. Pemeriksaan fisis

B. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan rutin

b. Pemeriksaan khusus1,2

D. Gambaran klinis

1. Anamnesis

- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),

infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara

- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

2. Pemeriksaan fisis

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

• Inspeksi

- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

- Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema

tungkai1,2.

Penampilan pink puffer atau blue bloater

• Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

• Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar

terdorong ke bawah

• Auskultasi

8

Page 9: PPOK HIPERTENSI ENDRA

- suara napas vesikuler normal, atau melemah

- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa

- ekspirasi memanjang

- bunyi jantung terdengar jauh2.

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan

ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang

memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2

yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada

gagal napas kronik1.

E. PPOK eksaserbasi akut

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan

kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi

udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi1.

Gejala eksaserbasi :

- Sesak bertambah

- Produksi sputum meningkat

- Perubahan warna sputum

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :

a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas

b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas

c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas

lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau

peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline1,2

Penyebab eksaserbasi akut

Primer :

- Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)

Sekunder :

9

Page 10: PPOK HIPERTENSI ENDRA

- Pnemonia

- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia

- Emboli paru

- Pneumotoraks spontan

- Penggunaan oksigen yang tidak tepat

- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat

- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)

- Nutrisi buruk

- Lingkunagn memburuk/polusi udara

- Aspirasi berulang

- Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)2.

F. Diagnosa banding

Asma

SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)

Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita

pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.

Pneumotoraks

Gagal jantung kronik

Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed

lung.

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di

Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan

prognosisnya berbeda1,2.

10

Page 11: PPOK HIPERTENSI ENDRA

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut

Penatalaksanaan rawat inap

Indikasi rawat :

- Esaserbasi sedang dan berat

- Terdapat komplikasi

- infeksi saluran napas berat

- gagal napas akut pada gagal napas kronik

- gagal jantung kanan

Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi

yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal napas segera atasi

untuk mencegah kematian1,2.

1. Terapi oksigen adekuat

Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan

untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. dapat

dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 >

60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar

yang sudah ditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup

11

Page 12: PPOK HIPERTENSI ENDRA

rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi oksigen tidak

dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam

penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation

(NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi2.

2. Pemberian obat-obatan yang maksimal

Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut

a. Antibiotik

- Peningkatan jumlah sputum

- Sputum berubah menjadi purulen

- Peningkatan sesak

Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi

antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau

intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi

dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal2.

b. Bronkodilator

Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan peningkatan dosis.

Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat

digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang

memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk

menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersamasama

dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.

Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser,

dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai

efek samping bronkodilator1,2.

c. Kortikosteroid

Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat

sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat

diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang

lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping1,2.

3. Nutrisi

adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan,

dan menghindari kelelahan otot bantu napas1

4. Ventilasi mekanik

Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi mortaliti dan

12

Page 13: PPOK HIPERTENSI ENDRA

morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan

penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi1.

5. Kondisi lain yang berkiatan

- Monitor balans cairan elektrolit

- Pengeluaran sputum

- Gagal jantung atau aritmia

6. Evaluasi ketat progesiviti penyakit

Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan menyebabkan kematian.

Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah dan gagal napas berat dan

menghindari penggunaan ventilasi mekanik1,2.

2. Tinjauan pustaka hipertensi

2.1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau

tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih3.

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu:

1) Hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, atau

disebut juga hipertensi idiopatik. Faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti

genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin,

defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler, dan faktor-faktor yang

meningkatkan resiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.

2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab

spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal dan hipertensi

yang berhubungan dengan kehamilan.

2.2. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan darah dewasa yang berumur diatas 18 tahun ke atas, yang

didasarkan pada tekanan darah rata-rata pengukuran 2 kali atau lebih dan tekanan darah pada

waktu kontrol sebagai berikut:

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah yang Berumur 18 Tahun Keatas3

Klasifikasi tekanan darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)Normal <120 <80

13

Page 14: PPOK HIPERTENSI ENDRA

PrehipertensiStage 1 hipertensiStage 2 hipertensi

120-139140-159

≥160

80-8990-99≥100

Keterangan: TDS = Tekanan Darah Sistole TDD = Tekanan Darah Diastol

2.3. Gejala Hipertensi

Hipertensi dikenal juga sebagai sebagai silent killer atau pembunuh terselubung yang

tidak menimbulkan gejala atau asimptomatik. Pada umumnya, sebagian besar penderita tidak

mengetahui bahwa dirinya menderita tekanan darah tinggi. Oleh karena itu sering ditemukan

secara kebetulan pada waktu penderita datang ke dokter untuk memeriksakan penyakit lain.

Kenaikan tekanan darah tidak atau jarang menimbulkan gejala-gejala spesifik. Pengaruh

patologik hipertensi sering tidak menunjukkan tanda-tanda selama beberapa tahun setelah

terjadi hipertensi. Gangguan hanya dapat dikenali dengan pengukuran tensi dan ada kalanya

melalui pemeriksaan tambahan terhadap ginjal dan pembuluh darah4.

Adapun beberapa faktor yang dapat meningkatkan tekanan darah secara reversibel,

antara lain:

1) Garam

Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya

hipertensi. Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambah

dan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek

vasokonstriksi noradrenalin 4.

2) Drop (liquorice)

Sejenis gula-gula yang dibuat dari succus liquiritiae mengandung asam

glizirinat dengan khasiat retensi air, yang dapat meningkatkan tekanan darah bila

dimakan dalam jumlah besar4.

3) Stres (ketegangan emosional)

Hubungan antara stres dan hipertensi ditilik melalui aktivitas saraf simpatik,

yang diketahui dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Stress yang

berkepanjangan mengakibatkan tekanan darah tetap tinggi . Tekanan darah meningkat

juga pada waktu ketegangan fisik 3,4.

4) Merokok

14

Page 15: PPOK HIPERTENSI ENDRA

Merokok dapat meningkatkan tekanan darah, meskipun pada beberapa

penelitian didapatkan kelompok perokok dengan tekanan darah lebih rendah

dibandingkan dengan kelompok yang tidak merokok . Nikotin dalam rokok berkhasiat

vasokontriksi dan meningkatkan tekanan darah. Merokok meningkatkan efek buruk

hipertensi terhadap sistem pembuluh 4.

5) Pil antihamil

Mengandung hormon wanita estrogen, yang juga bersifat retensi garam air.

Wanita yang peka sebaiknya menerapkan suatu cara pembatasan kelahiran lain 3,4.

6) Hormon pada pria dan kortikosteroid

Hormon pria dan kortikosteroid juga berkhasiat retensi air. Setelah

penggunaan hormon ini dihentikan pada umumnya tekanan darah menurun dan

menjadi normal kembali 4.

7) Kehamilan

Kenaikan tekanan darah yang dapat terjadi selama kehamilan.Mekanisme

hipertensi ini serupa dengan proses di ginjal, bila uterus direnggangkan terlampau

banyak (oleh ginjal) dan menerima kurang darah, maka dilepaskannya zat-zat yang

meningkatkan tekanan darah 3.

2.4. Patofisiologi

Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu curah jantung dan

resistensivaskular perifer. Curah jantung adalah hasil kali antara frekuensi denyut jantung

dengan isi sekuncup (stroke volume), sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik

vena dan kekuatan kontraksi miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos

pembuluh darah, elastisitas dinding pembuluh darah dan viskositas darah (gambar ). Semua

parameter diatas dipengaruhi beberapa faktor antara lain system saraf simpatis dan

parasimpatis, sistem renin-angiotensin-aldosteron (SRAA) dan factor local berupa bahan-

bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah 5.

Sistem saraf simpatis bersifat presif yaitu cenderung meningkatkan tekanan darah

dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, dan

meningkatkan resistensi pembuluh darah. Sistem parasimpatis bersifat depresif, yaitu

menurunkan takanan darah karena menurunkan frekuensi denyut jantung. SRAA juga bersifat

presif berdasarkan efek vasokontriksi angiotensin II dan perangsangan aldosteron yang

menyebabkan retensi air dan natrium diginjal sehingga meningkatkan volume darah 5.

15

Page 16: PPOK HIPERTENSI ENDRA

Gambar 4. Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah

2.5. Terapi Hipertensi

1) Terapi non obat (non farmakologi)

Terapi non farmakologi adalah terapi yang dilakukan dengan cara pola hidup sehat

untuk menurunkan tekanan darah, mencegah peningkatan tekanan darah dan mengurangi

resiko kardiovaskuler secara keseluruhan.

2) Terapi non farmakologi meliputi:

a) Penurunan berat badan jika gemuk.

b) Membatasi atau mengurangi natrium menjadi 2,3 gram atau < 6 gram NaCl sehari.

c) Latihan olah raga secara teratur.

d) Membatasi konsumsi alkohol (maksimum 20-30 ml etanol per hari).

e) Berhenti merokok dan mengurangi makanan kolesterol, agar dapat menurunkan

resiko kardiovaskuler yang berkaitan 3,5.

3) Terapi dengan obat-obatan (farmakologi)

Selain tindakan umum seperti terapi diatas, pada hipertensi lebih berat perlu

ditambahkan obat-obat hipertensi untuk menormalkan tekanan darah.

Tujuan terapi hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas

akibat tekanan darah tinggi. Tekanan darah harus diturunkan serendah mungkin yang tidak

menggangu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun kualitas hidup. Terapi dengan hipertensi

harus selalu dimulai dengan dosis rendah agar darah jangan menurun terlalu drastis atau

16

Page 17: PPOK HIPERTENSI ENDRA

mendadak. Kemudian, setiap 1-2 minggu dosis berangsur-angsur dinaikan sampai tercapai

efek yang diinginkan (metode: starts low, go slow). Begitu pula penghentian terapi harus

secara berangsur pula 3,4.

Antihipertensi hanya menghilangkan gejala tekanan darah tinggi dan tidak

penyebabnya. Maka, obat pada hakikatnya harus diminum seumur hidup, tetapi setelah

beberapa waktu dosis pemeliharaan pada umumnya dapat diturunkan .

Pemberian antihipertensi pada penderita usia lanjut harus hati-hati karena pada

mereka ini terdapat : penurunan reflek baroreseptor sehingga mereka lebih mudah mengalami

hipotensi artostatik, gangguan autoregulasi otak sehingga iskemia serebral mudah terjadi

dengan hanya sedikit penurunan tekanan darah sistemik, penurunan fungsi ginjal dan hati

sehingga terjadi akumulasi obat, pengurangan volume intravaskuler sehingga lebih

sensitivitas terhadap hipokalemia sehingga mudah terjadi aritmia dan kelemahan otot.

Obat-obat yang digunakan untuk pengobatan hipertensi digolongkan berdasarkan

pengetahuan patologisnya. Macam-macam obat antihipertensi, yaitu:

a) Diuretik e) Inhibitor (ACEi)

b) α 1-Blokers (Antagonis Adrenoreseptor) f) Angiotensin II Antagonists

c) β-Blokers (Penghambat Adrenoresptor) g) Direct Vasodilator

d) Calsium Channel Bloker

17

Page 18: PPOK HIPERTENSI ENDRA

Gambar 5. Skema Dalam Penanganan Hipertensi

3. Tinjauan Farmakologis

Farmakologi obat yang digunakan dalam penatalaksanaan PPOK dan hipertensi

yang digunakan pada rawat inap

18

Page 19: PPOK HIPERTENSI ENDRA

a. Aminofilin

Farmakodinamik :merupakan golongan xantin yang dapat merangsang SSP,

menimbulkan diuresis, merangsang otot jantung dan merelaksasi otot polos terutama

bronkus6.

Farmakokinetik : pada umumnya dapat cepat diabsorbsi naik pada pemberian oral dan

parenteral. Dihambat oleh makanan. Pada pemberian per oral, mencapai kadar puncak

pada plasma dalam waktu 2 jam. Obat ini didistribusikan ke seluruh tubuh melewati

plasenta dan air susu ibu. Dimetabolisme di hati, sebagian besar diekskresikan lewat urin

dalam bentuk asam metilurat dan asam metilxantin6.

Indikasi, kontraindikasi, dan efek samping :

- Indikasi : banyak digunakan dalam pengobatan asma bronkial sebagai bronkodilator

yang poten, dan juga dapat digunakan sebagai pencegahan asma, bisa digunakan

untuk penyakit PPOK , dan bisa mengatasi apneu pada bayi.

- Kontraindikasi : tidak direkomendasikan untuk anak kurang dari 12 tahun

- Efek Samping : terhadap sistem saraf pusat : gugup, gelisah, insomnia, tremoe,

hiperestesia, kejang fokal dan kejang umum. GIT : mual, muntah, anorexia, nyeri

perut, diare, hematemesis, GER Respirasi : takipnea CV : palpitasi, supraventrikular

takikardi, ventrikular aritmia, hipotensi Ginjal : diuresis Hipersensitif6,7,8..

- Interaksi Obat : ekskresi aminofilin dapat turun oleh pemberian erithromisin,

makrolid lain dan simetidin

b. Salbutamol

- Farmakodinamik:. Menstimulasi 2 adrenergic reseptor sehingga relaksasi otot

polos bronkus dan meredakan bronkospasme dan penurunan tahanan saluran nafas6.

Farmakokinetik

A : bervariasi, Onset oral 30 menit durasi 6 jam efek maksimum setelah 2-3 jam,

onset inhalasi 5-15 menit durasi 3-6 jam

D : didistribusikan secara luas pada cairan tubuh

M : di hepar dan dinding usus

E : di urin, sebagian sebagai konjugat inaktif dan sebagian utuh7,8.

Indikasi, kontraindikasi, Efek samping obat

19

Page 20: PPOK HIPERTENSI ENDRA

- Indikasi: Asma, COPD, arrest premature labour, menurunkan kontraksi uterus

Kontraindikasi: tirotoksikosis, hamil trimester 1 & 2, pasien preeklampsia dan

pendarahan antepartum, orang yang hipersensitif dengan obat ini

Efek samping obat: Tremor, cemas, somnolen, sakit kepala, mual, heart burn,

pusing, flushing, asthenia, kering dan iritasi mulut dan tenggorokan (inhalasi),

Kejang otot6,7,8.

Interkasi obat : berantagonis efeknya dengan pemberian β-blocker non selektif,

efek meningkat pada pemberian bersama simpatomimetik lainya

c. Co-Amoxiclav

Cefadroxil merupakan obat antibiotik golongan penisilin yang berisi amoksisilin

dengan asam klavulanat9.

Farmakodinamik : Menghambat pembentukan mukopeptida yang dperlukan untuk

sintesis dinding sel mikroba

Farmakokinetik : Abs : lebih baik dari ampicillin dan tidak diganggu oleh adanya

makanan, baik diabsorbsi di GIT Dis:Bioavaibilitas amoksisilin lebih besar daripada

ampicillin ikatan protein 20% M: sebagian di hepar E: dieksresi melalui urine T ½ 1-

1,3 jam6.

.Indikasi, kontraindikasi, efek samping :

- Indikasi : Baik untuk infeksi E.coli dan Pr. Mirabilis Infeksi kulit dan jaringan lunak,

saluran nafas, saluran kemih dan kelamin. GO

- Kontraindikasi : Hipersensitif atau punya riwayat hipersensitif thd gol B laktam

- Efek samping : Reaksi hipersensitif, gangguan saluran cerna , reksi anafilaktoid dan

reaksi hematologik6,7,8.

- Interaksi obat : Probenesid dapat memperpanjang T ½ , allupurinol dapat

meningkatkan insiden ruam kulit, .Mengurangi efektifitas kontrasepsi oral

d. Bricasma (terbutalin sulfat)9

Farmakodinamik : Menstimulasi 2 adrenergic reseptor sehingga terjadi relaksasi

otot polos bronkus, meredakan bronkospasme dan menurunkan tahanan saluran nafas

Farmakokinetik : A : bervariasi di GIT, 60% mengalami first pass metabolisme.

Onset oral 30 menit durasi 8 jam efek maksimum setelah 2-3 jam, onset inhalasi 5

20

Page 21: PPOK HIPERTENSI ENDRA

menit durasi 3-4 jam, M : di hepar dan dinding usus, E : di urin, sebagian sebagai

konjugat inaktif dan sebagian utuh. T ½ 3-4 jam7,8.

Indikasi, kontraindikasi, efek samping :

- Indikasi :  asma bronkial, bronkitis kronik derta penyakit lain dimana terdapat

bronkosapsme

Kontraindikasi : Hipertiroidisme, DM, hipertensi, penyakit jantung terutama yang

berhubungan dengan aritmia, Hamil, laktasi

Efek samping : tremor, cemas, somnolen, sakit kepala, mual, heart burn, pusing,

flushing, asthenia, kering dan iritasi mulut dan tenggorokan (inhalasi),Kejang otot6,7,9.

Interaksi obat : pemberian dengan β-blocker dapat menghambat efek bronkodilatasi

e. Ventolin nebule (salbutamol sulfat)

Farmakodinamik:. Menstimulasi 2 adrenergic reseptor sehingga relaksasi otot polos

bronkus dan meredakan bronkospasme dan penurunan tahanan saluran nafas6.

Farmakokinetik

A : bervariasi, Onset oral 30 menit durasi 6 jam efek maksimum setelah 2-3 jam,

onset inhalasi 5-15 menit durasi 3-6 jam

D : didistribusikan secara luas pada cairan tubuh

M : di hepar dan dinding usus

E : di urin, sebagian sebagai konjugat inaktif dan sebagian utuh7,9.

Indikasi, kontraindikasi, Efek samping obat

Indikasi: Asma, COPD, arrest premature labour, menurunkan kontraksi uterus

Kontraindikasi: tirotoksikosis, hamil trimester 1 & 2, pasien preeklampsia dan

pendarahan antepartum, orang yang hipersensitif dengan obat ini

Efek samping obat: Tremor, cemas, somnolen, sakit kepala, mual, heart burn,

pusing, flushing, asthenia, kering dan iritasi mulut dan tenggorokan (inhalasi), Kejang

otot10.’

Interaksi obat : Interkasi obat : berantagonis efeknya dengan pemberian β-blocker

non selektif, efek meningkat pada pemberian bersama simpatomimetik lainya

f. Amlodipin

21

Page 22: PPOK HIPERTENSI ENDRA

Farmakodinamik : Agen Antiangina dan antihipertensi yang menghambat

pergerakan ion kalsium melewati membran sel, menekan kontraksi jantung dan otot

polos vaskuler6. Efek: meningkatkan denyut jantung dan cardiac output, menurunkan

resistensi vaskuler dan tek. darah

Farmakokinetik : A: lengkap diabsorbsi di GIT, D: protein binding 92%-98%, M: di

hepar, E: melalui urine, T ½ 2-5 jam6.

Indikasi, Peringatan, efek samping :

Indikasi : bronkospasme Hipertensi Essensial, Stable angina

Peringatan : hipotensi berat dan DM

Efek samping :   Frequent: Edema perifer-pusing,, sakit kepala, Occasional: Mual,

gemetar kram otot dan nyeri, mengantuk, palpitasi, kongesti nasal, batuk, sesak,

wheezing Jarang, Hipotensi, rash , pruritus, urticaria, konstipasi, rasa tidak nyaman di

perut, flatulense9,10.

- Interaksi obat : Diltiazem, eriromisin: menurunkan bersihan amlodipin

Cimetidine, PPI, quinidine: meningkatkan plasma amlodipinRifampin:menurunkan

plasma amlodipin

- Cefotaxime

Farmakodinamik:. Cephalosporin generasi II yang berikatan dengan membran sel

bakteri dan menginhibisi sintesis dinding sel

Farmakokinetik : A : tidak diabsorbsi dengan baik pada saluran cerna, D:

didistribusi luas, termasuk CSF. Protein binding 30-50%, M:dimetabolisme di hati

menjadi metabolit aktif, E: melalui urine, T ½ 1 jam

Indikasi, peringatan , Efek samping obat :

Indikasi: Bakterisid

Peringatan : Hipersensitif penicillin, gangguan ginjal berat, riwYt penyakit GIT

terutama colitis,Hamil dan laktasi

Efek samping obat: Diare ringan, kram perut, jarang menimbulkan rash,pruritus,

urtikaria, kandidiasis oral atau vagina7,9,10.

22

Page 23: PPOK HIPERTENSI ENDRA

Interaksi obat : kombinasi dengan diuretk kuat dan aminoglikosida meningkatkan

resiko nefrotoksisitas. Dengan probenesid, meningkatkan dan memperpanjang kadar

sefotaxim pada darah

Lasix (furosemid)

Farmakodinamik:. Loop diuretik yang membantu ekskresi natium, klorida, dan

kalium dengan aksi langsung pada ascending limb loop of henle7.

Farmakokinetik : A : bioavailibility 60% (berkurang bila bersamaan dengan makan,

dan pada insuffisiensi jantung kanan) D : volume distribusi 0,1 l/kg (pada bayi baru

lahir 0,8 l/kg), ikatan Protein 98%, M : di hepar 10%, E : 90% di ginjal utuh (terutama

sekresi tubuler)

Indikasi, peringatan , Efek samping obat :

- Indikasi: Hipertensi, Edema jantung, paru, ginjal, dan hepar

- Peringatan : Hamil, laktasi, DM, gout, ggn keseimbangan elektrolit & cairan tubuh,

ggn berkemih, ggn fs.hati, SLE, BPH, pre koma pada sirosis hepatis, ggn ginjal

- Efek samping obat: Hiponatremi, hipovolemi, hipotensi, resiko tinggi tjd trombosis,

hipomagnesemi, hipokalsemi, hipokalemi (kadang terjadi alkalosis hipokloremi),

urea & asam urat, gangguan GIT, pankreatitis, ikterus, Konsentrasi plasma > 25 g/ml

kesulitan mendengar karena gangguan telinga dalam& tinnitus (terutama IV cepat),

Fotosensibilitas, urtikaria, dermatitis exfoliata, eritema multiforme dosis tinggi

pada insuffisiensi ginjal, Jarang : trombositopeni, agranulositosis, Pada kehamilan

akhir : ototoksik dan alkalosis hipokalemi bagi fetus, ¯ & hambatan laktasi7,9.

- Interaksi obat : pada pemberian aminoglikosida dan sisplatim akan meningkatkan

resiko ototoksisistas. Pada pemberian dengan aminiglikosida akan meningkatkan

resiko nefrotoksisitas. Pada pemberian ACE inhibitor akan menyebebkan penurunan

tekanan darah yang cepat. Potensiasi efek dengan salisilat, teofilin, lithium dan

relaksan otot.

Obat tambahan yang digunakan pada pasien rawat jalan ini

Ranitidin

23

Page 24: PPOK HIPERTENSI ENDRA

Ranitidin Merupakan obat untuk ulkus peptikum golongan antagonis H26.

Farmakodinamik:. Mekanisme kerjanya yaitu, antagonis H2 reseptor, menduduki

reseptor H2 di sel parietal sehingga menghambat sekresi asam lambung dan pepsin6.

Farmakokinetik :

- Absorbsi: cepat dan baik tidak dipengaruhi makanan, bioavailabilitas 50-60%,

T1/2 2 jam,

- Distribusi : melewati barier otak, dan plasenta.

- Metabolisme: hepar

- Ekskresi: renal.

Indikasi, peringatan , Efek samping obat :

- Indikasi: peptic ulcer, refluks esofagitis, sindroma zolinger Ellison.

- Peringatan : gangguan fungsi hepar dan ginjal dosis dikurangi.

- Efek samping obat: pusing, rash, sakit kepala, konstipasi 7,9.

- Interaksi obat : mengurangi bersihan dari warfarin, prokainamide, N-

asetilprokainamid. Meningkatkan absorbsi midazolam. Menurunkan absorbsi dari

kobalamin

o Dekstromethorpan (DMP)

Merupakan antitusif non narkotik

Farmakodinamik:. Serupa morfin tanpa gugus narkotik yang bekerja pada pusat

batuk di medulla oblongata dengan meningkatkan ambang batuk hingga mensupresi

batuk

Farmakokinetik :

A: Diabsorbsi cepat di GIT, onset kerja 15-30 menit, durasi hingga 6 jam

D: didistribusikan ke CSF

M:hepar menjadi dextorphan (metanolit aktif)9,10.

E:urin,T ½ 1-5 jam

Indikasi, peringatan , Efek samping obat :

- Indikasi: batuk tidak berdahak

- Peringatan : Kehamilan dan laktasi, penyakit liver, asma, anak < 2 tahun,

- Efek samping obat: Pusing, gangguan GIT, konstipasi, depresi pernapasan

(jarang)7,9.

24

Page 25: PPOK HIPERTENSI ENDRA

- Interaksi obat : Hindari pemakaian bersama MAOI’s meningkatkan toksisitas,

kuinidin mengurangi metabolisme hepar

o Antasida syrup

Farmakodinamik:. Menetralkan asam lambung dengan berikatan bersama fosfat,

lalu diekskresi sebagai alumunium karbonat di feses. Secara tidak langsung dapat

menghambat kerja pepsin karena pengaruh ion alumunium6.

Farmakokinetik :

A: Diabsorbsi cepat di GIT, onset kerja 15-30 menit, durasi hingga 6 jam

D: didistribusikan ke CSF

M:hepar menjadi dextorphan (metanolit aktif)

E:urin,T ½ 1-5 jam

Indikasi, peringatan , Efek samping obat :

- Indikasi: batuk tidak berdahak

- Peringatan : Kehamilan dan laktasi, penyakit liver, asma, anak < 2 tahun,

- Efek samping obat: Pusing, gangguan GIT, konstipasi, depresi pernapasan

(jarang)8,9.

- Interaksi obat : Menurunkan absorbsi obat : tetrasiklin, vitamin, allopurinol,

atenolol, ketoconazole, menurunkan bioavailibilitas dan konsentrasi cefpodoxime dan

cefuroxime, Meningkatkan absorsi glipizide, glyburide, Menurunkan konsentrasi

INH, Vitamin C meningkatkan absorbsi alumunium, Menurunkan bioavailibility

penisilamin, Menurunkan konsentrasi Quinolon

25

Page 26: PPOK HIPERTENSI ENDRA

DISKUSI

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien ini didignosa penyakit paru

obstruktif kronik, walaupun di IGD diagnosa yang pertama kali ditegakan adalah asma

bronkiale namun setelah dilakukan pemeriksaan dengan cermat di bangsal hasil diagnosanya

mengarah pada penyakit paru obstruktif kronik disertai dengan hipertensi stage I

Berikut adalah oabat-obat yang diberikan pada pasien di rumah sakit

1. Aminofilin

Aminofilin juga banyak digunakan pada penyakit PPOK dengan tujuan yang sama

pada penggunaan pada asma. aminofilin paling efektif menyebabkan peningkatan

kapasitas paru karena efek relaksasi otot polos bronkusnya.

Tetapi gejala lain yang menyangkut sistem kardiovaskular akibat PPOK ini misalnya

hipertensi pulmonar, payah jantung kanan pada cor pulmonale, tidak diperbaiki oleh

obat ini. diafragma7,8.

Teofilin pada dasarnya memiliki kemampuan meningkatkan kapasitas kerja otot

dengan mekanisme yang belum sepenuhnya jelas. Dalam kadar terapi, kafein dan

teofilin ternyata dapat memperbaiki kontraktilitas dan negurangi kelelahan otot

diafragma pada orang normal maupun pada penderita PPOK. Atas dasar ini aminofilin

bermanfaat untuk pasien dengan PPOK karena dapat berperan memperbaiki fungsi

ventilasi dan mengurangi sesak nafas7.

Sediaan teofilin parenteral atau rektal ternyata tetap menimbulkan keluhan nyeri

saluran cerna, mual dan muntah untuk itu ranitidin juga diberikan pada pasien ini

Seharusnya pemberian dosis aminofilin melalui 2 tahap yaitu loading dose dan

maintenance dose. Loading dose : 6 mg/kgBB selama 20-40 menit ,dengan

maintenance dose untuk mempertahankan efek yang optimal diberikan 0,5

mg/kgBB/jam 7,8.

2. Salbutamol

26

Page 27: PPOK HIPERTENSI ENDRA

B2 agonis seringkali diberikan pada penderita PPOK yang mempunyai komponen

bronkokonstriksi yang reversibel, tetapi tidak semua penderita memberikan respon

yang baik terhadap obat ini. Karena itu efektifitasnya harus dinilai sebelum

penggunaan jangk a panjang

Penggunaannya pada serangan akut diperlukan untuk meredakan keluhan sesak

karena obat ini termasuk bronkodilator. Dapat diberikan bersama kortikosteroid

juga untuk mengurangi salah satu tanda keradangan yang menyebabkan sesak nafas

yaitu edema saluran nafas.

Salbutamol dan terbutalin, selektif terhadap reseptor β2 adrenergik dan praktis tidak

terhadap reseptor β1 (stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap kedua reseptor

sebaiknya jangan digunakan karena efeknya terhadap jantung.

Salbutamol inhalasi berhubungan dengan onset ker yang cepat dan efek samping

minimal dibandingkan penggunaaan per oral

3. Co-amoxiclav

Pada pasien ini mendapat co-amoxiclav tab 500 mg 3 x 1 baru selama perawatan.

Dosisnya sudah sesuai. Co-amoxiclav merupakan turunan penisilin yang lebih

efektif dari amoksisilin biasa karena kandungan asam klavulanat yang bisa

memproteksi amoksisilin dari enzim beta-laktamase inhibitor yang dihasilkan oleh

bakteri. Obat ini memang diindikasikan sebagai pengobatan pada PPOK dan saluran

nafas pada umumnya. Menurut literature obat ini termasuk lini kedua dalam

penanganan PPOK, dipakai karena terdapat infeksi kronik pada penderita. Diserap

dengan baik melalui saluran cerna sehinggan pemberiannya dalam bentuk tablet7

Bila sudah muncul gejala infeksi pada serangan akut. Co-amoksiklav termasuk

salah satu antibiotik yang sering digunakan dengan daya bakterisid8.

4. Bricasma (terbutaline sulfate)

Merupakan sediaan terbutalin sulfate. Diberikan sebagai injeksi karena efeknya

sebagai bronkodilator. Penggunaan bronkodilator pada pasien ini karena pasien

mengalami suatu serangan eksaserbasi akut berupa sesak nafas.

5. Ventolin nebule (salbutamol sulfat)

Berisi salbutamol sulfat, merupakan salah satu bronkodilator yang digunakan untuk

mengatasi sesak pada pasien ini. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan

27

Page 28: PPOK HIPERTENSI ENDRA

cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-

hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor,

karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan

retensi CO2. Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan secara

intravena dan nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap

timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.

6. Amlodipin

Amlodipin yang merupakan Ca-channel blocker diberikan pada pasien ini sudah

tepat guna. Karena obat ini tidak akan mengantagonisasi efek dari aminofilin seperti

bila diberikan β blocker.

Pemberian antihipertensi pada penderita usia lanjut harus hati-hati karena pada

mereka ini terdapat : penurunan reflek baroreseptor sehingga mereka lebih mudah

mengalami hipotensi artostatik, gangguan autoregulasi otak sehingga iskemia

serebral mudah terjadi dengan hanya sedikit penurunan tekanan darah sistemik,

penurunan fungsi ginjal dan hati sehingga terjadi akumulasi obat, pengurangan

volume intravaskuler sehingga lebih sensitivitas terhadap hipokalemia sehingga

mudah terjadi aritmia dan kelemahan otot.6

7. Cefotaxim

Pasien ini mengalami penggantian antibiotik dari co-amoksiklav menjadi cefotaxim.

Dikarenakan jumlah leukosit pada pemeriksaaan darah belum mancapai nilai normal

selama pemberian co-amoxiclav. Cefotacim yang merupakaan golongan

cefalosporin juga memiliki efektifitas dalam menangani kuman pada saluran

nafas6,7.

8. Lasix

Merupakan obat diuretik yang berisi furosemid. Pada pasien ini pemberian lasix

dilakukan pada saat emergensi untuk menurunkan tekanan darah dengan cepat saat

tekanan darah pasien ini melonjak naik.

9. Ranitidine

Pemberian ranitidine pada pasien PPOK ini ditujukan untuk mencegah kenaikan

sekresia asam lambung akibat penggunaan aminofilin maupun pada stress related

mucosal damage (SRMD). Menurut beberapa penelitian, penggunaan ranitidine dan

sukralfat kurang efektif dalam mencegah perdarahan gastrointestinal yang

disebabkan oleh stress ulcer. Sebenarnya yang lebih baik adalah proton pump

28

Page 29: PPOK HIPERTENSI ENDRA

inhibitor (PPI) karena site of action memblok jalur akhir produksi asam lambung

dan durasi kerjanya labih lama. Dosis anjuran omeprazole 40 mg/12 jam IV atau

40mg/hari per oral.

10. Dektromethorphan

Merupakan obat antitusif non narkotik yang diberikan pada pasien ini. Pada

kenyataannnya kondisi pasien mengalami peningkatan jumlah sputum pada

serangan eksaserbasi akut ini, seharusnya lebih baik diberikan golongan lainnya

seperti golongan ekspektoran untuk membantu pengeluaran dahak,bisa digunakan

gliseril guaikolat dengan dosis 100mg 3x sehari7,9,11.

Interaksi Obat

Beberapa point penting interaksi obat pada terapi pasien ini adalah :

1. Pemberian aminofilin dan salbutamol, juga terbutalin saling maenguatkan efek

masing masing dalam merangsang peningkatan aktivitas simpatis sel sel tubuh, selain

berefek bronkodilator yang paling perlu mendapat perhatian di sini adalah juga

terdapatnya peningkatan tekanan darah yang menurut literatur tidak lebih dari 10

mmHg. Pengukuran tanda vital yg rutin diperlukan

2. Pemberian lasix (furosemide) yang merupakan diuretika kuat bersama dengan

golongan sephalosporin seperti cefotaxime dapat meningkatkan resiko terjadinya

nefrotoksisitas. Sebagai alternatif diuretik yang bisa digunakan adalah golongan

hidroklorotiazid dan spironolakton

3. Pemberian lasix (furosemide) pada pasien ini bersama dengan aminofillin dapat

meningkatkan penurunan tekanan darah dengan baik. Karena aminofilin yang

merangsang reseptor β dapat meningkatkan diuresis pada seseorang yang sejalan

dengan efek furosemid sendiri

29

Page 30: PPOK HIPERTENSI ENDRA

KESIMPULAN

Pada pasien ini terdapat beberapa penggunaan obat yang sudah sesuai dengan

penatalaksanaan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), seperti pemberian antibiotik dan β2

agonis, yang bisa menurunkan derajat infeksi dan menghilangkan gejala sesak nafas yang

memberatkan pasien. Pemilihan obat yang bersifat polifarmasi pada pasien ini saling

mempengaruhi satu sama lain pada beberapa obat namun efek yang merugikan pada pasien

masih bisa ditutupi dengan efek terapisnya. Pada sebagian terapi masih belum sesuai dengan

cara pemberian secara teoritis, yaitu pemberian aminofilin.

SARAN

1. Pemberian aminofilin seharusnya dibagi menjadi pemberian awal berupa loading dose ( 6

mg/kgBB selam 20-40 menit) dan efeknya tetap dijaga dengan maintenance dose yang

benar 0,5 mg/kgBB/jam

2. Pada pengobatan ini DMP sebaiknya diganti dengan GG karena lebih logis dari segi

suitability pasien. DMP berguna pada batuk tidak produktif sedangkan ekspektoran

diperlukan pada batuk berdahak

3. Pemberian lasix dan obat antihipertensi secara bersama sama hendaknya mendapatkan

pengawasan yang benar dan pemeriksaaan tanda vital yang rutin, karena rawan untuk

terjadi hipotensi pada pasien usia lanjut ini.

4. Terdapat satu obat lagi yang bisa diberikan ketika derajat keparahan PPOK sudah cukup

berat yaitu pemberian golongan kortikosteroid

5. Menghindari faktor pencetus serangan akut pada PPOK seperti debu, dingin maupun

stress. Mengkonsumsi makanan yang rendah garam untuk mencegah bertambahnya

derajat hipertensinya.

30

Page 31: PPOK HIPERTENSI ENDRA

6. Dilakukan kultur bakteri dan tes resistensi antibiotik untk penunjang pengobatan

antimikrobanya

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI 2003:2-29

2. Weinberger SE. Principles of Pulmonary Medicine. 4Th Edition. Philadelphia:

Saunders 2004:75-91

3. Yogiantoro M. Hipertensi Essensial. Dalam : Sudoyo AW, dkk,editor. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV Jakarta : Balai Penerbit FKUI 2007: Hal 1572-

5

4. McFadden Jr. ER. Dalam : Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo

DL, Jameson JL, editor. 2001. Harrison’s. Principles of Internal Medicine. Volume

2. 15Th Edition. USA: McGraw-Hill 1999:1456-62

5. Williams, Gordon H. Hypertension. Dalam Braunwald, Fauci, dkk editor. Harrison’s

Principles of Internal Medicine, 15th Edition. McGraw Hill 2004: 211-2

6. Ellsworth A, Witt D, Dugdale D. 2005. Mosby’s Medical Drug Reference. USA:

Elsevier Mosby 2000:56-8

7. Setiawati A. Adrenergik. Dalam : Gan S, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyatuti,

Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi,edisi empat. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia 2003:66-71

8. Tjay, HT dan Rahardja Kirana. Obat-obat Penting. Edisi keenam. Jakarta: PT Elex

Media Komputindo 2007:45-8

9. Sweetman SC,editor. Martindale the Complete Drug Reference, 34th. London :

Pharmaceutical Press 2001:1274-6.

10. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC, Fisher BD. Farmakologi Ulasan Bergambar,

edisi 2. Jakarta : Widya Medika 2001:246-7.

31

Page 32: PPOK HIPERTENSI ENDRA

11. Evaria dkk, editor. MIMS Edisi Bahasa Indonesia, edisi 11. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu

Populer 2010.

32