3
Samarinda 11/03/2015 09:45:17 | dibaca: 590 kali Saksi Sebut Gagal Konstruksi Runtuhnya Rukan Berasal dari Lantai Dua SAMARINDA – Setelah tertunda tiga kali Selasa (10/3) sidang kasus runtuhnya proyek rumah kantor (rukan) di Kompleks Cendrawasih Permai, Jalan A Yani, Sungai Pinang, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda. Sidang tiga kali tertunda lantaran saksi dari pekerja berhalangan hadir. Walhasil, pemeriksaan pun dilewatkan dan dilanjutkan mendengarkan keterangan saksi ahli. Dua saksi yang dihadirkan adalah Achmad Ali Sjachbandar dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kaltim dan Rachmawati dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kaltim. Sidang dengan terdakwa Djoni Tanjung (pemborong) dan Nanang Ismail (pelaksana proyek) itu, dipimpin Hongkun Otoh. Dalam kesaksiannya, Achmad Ali menegaskan, tanpa dokumen, dia berasumsi bangunan tersebut gagal konstruksi. Dari sisi teknis, kolom (tiang penyangga) ukuran 25x25 sentimeter pasti tak akan kuat menyangga gedung dua setengah lantai. “Sekarang, untuk bangunan dua lantai plus kontur tanah Samarinda, tiang penyangga yang harus dibuat minimal ukuran 45x50 sentimeter,” jelasnya. Gagal konstruksi itu ditambah jarak antar penyangga yang cukup jauh. Achmad Ali mengatakan, kesimpulan LPJK menyebut, runtuhnya bangunan tersebut bukan dari atap bangunan yang berupa semen segar. Kuat dugaan, bagian bangunan yang runtuh pertama kali adalah lantai dua.

pp1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

contoh kasus perencanaan proyek

Citation preview

Samarinda

11/03/2015 09:45:17 | dibaca: 590 kali

Saksi Sebut Gagal Konstruksi

Runtuhnya Rukan Berasal dari Lantai Dua

SAMARINDA Setelah tertunda tiga kali Selasa (10/3) sidang kasus runtuhnya proyek rumah kantor (rukan) di Kompleks Cendrawasih Permai, Jalan A Yani, Sungai Pinang, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda. Sidang tiga kali tertunda lantaran saksi dari pekerja berhalangan hadir.

Walhasil, pemeriksaan pun dilewatkan dan dilanjutkan mendengarkan keterangan saksi ahli. Dua saksi yang dihadirkan adalah Achmad Ali Sjachbandar dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kaltim dan Rachmawati dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kaltim. Sidang dengan terdakwa Djoni Tanjung (pemborong) dan Nanang Ismail (pelaksana proyek) itu, dipimpin Hongkun Otoh.

Dalam kesaksiannya, Achmad Ali menegaskan, tanpa dokumen, dia berasumsi bangunan tersebut gagal konstruksi. Dari sisi teknis, kolom (tiang penyangga) ukuran 25x25 sentimeter pasti tak akan kuat menyangga gedung dua setengah lantai.

Sekarang, untuk bangunan dua lantai plus kontur tanah Samarinda, tiang penyangga yang harus dibuat minimal ukuran 45x50 sentimeter, jelasnya. Gagal konstruksi itu ditambah jarak antar penyangga yang cukup jauh.

Achmad Ali mengatakan, kesimpulan LPJK menyebut, runtuhnya bangunan tersebut bukan dari atap bangunan yang berupa semen segar. Kuat dugaan, bagian bangunan yang runtuh pertama kali adalah lantai dua.

Bak efek domino, semen segar yang baru dicor setengah jam sebelum bangunan runtuh, ikut-ikutan membebani lantai dua. Akhirnya, gedung runtuh hingga lantai satu, terangnya di hadapan hakim.

Selain ukuran tiang penyangga di bawah standar, semen yang belum 100 persen keras jadi penyebab lain. Achmad Ali menyebut, menurut warga sekitar, umur beton baru sepuluh hari.

Nah, keterangan itu mendapat sanggahan dari Idrus Arsuni, penasihat hukum terdakwa. Menurut Idrus, omongan warga sekitar tak bisa dijadikan data. Itu sama saja meminta keterangan dari pihak yang tak bertanggung jawab, tegasnya.

Menurut laporan yang dia punya, pengecoran sebelumnya lebih dari sebulan. Mana kering kalau sepuluh hari, tambahnya.

Sempat terjadi argumentasi antara saksi dan penasihat hukum terdakwa. Menanggapi hal tersebut, saksi menyebut, tanpa ada keterangan umur beton, kegagalan konstruksi bisa dinilai dari ukuran tiang dan tulang yang ada di dalamnya.

Seharusnya, besi yang digunakan adalah 1516 milimeter. Sementara dari lokasi diketahui, besi yang digunakan ukuran 1213 milimeter, terangnya.

Saksi kedua pun berpendapat sama, saat pertama kali sampai ke lokasi musibah, Rachmawati langsung tahu dari pola reruntuhan. Pola runtuh tersebut, kata dia, sangat membahayakan jiwa. Tak hanya mereka, tim penyelamat yang bertugas di lokasi bencana pun bisa jadi korban selanjutnya.

Hal itu saya lihat dari tiang penyangga tak ada lagi yang kukuh berdiri, ungkapnya.

Menurut pengamatannya, tak menutup kemungkinan runtuh susulan di lokasi tersebut kembali terjadi.

Sidang dilanjutkan pekan depan, Selasa (17/3), dengan menghadirkan saksi meringankan dari pihak terdakwa. (*/fch/ica/k8)