Upload
doquynh
View
227
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
POTENSI GEL KLOROFIL DARI EKSTRAK DAUN ECENG GONDOK
(Eichhornia crassipes (Mart) Solms.) DENGAN BASIS GEL CINCAU
HIJAU (Cyclea barbata Miers) SEBAGAI ADSORBEN GAS BERACUN
KARBON MONOKSIDA (CO)
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh:
Aru Dewangga
NIM. M0408044
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya
sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka
gelar kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Surakarta, 23 Januari 2013
Aru Dewangga
NIM. M0408044
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
iv
POTENSI GEL KLOROFIL DARI EKSTRAK DAUN ECENG GONDOK
(Eichhornia crassipes (Mart) Solms.) DENGAN BASIS GEL CINCAU
HIJAU (Cyclea barbata Miers) SEBAGAI ADSORBEN GAS BERACUN
KARBON MONOKSIDA (CO)
Aru Dewangga, Prabang Setyono, Sunarto
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstrak
Pencemaran udara dewasa ini sangat memprihatinkan. Gas-gas pencemar
dari kendaraan bermotor seperti gas CO dapat membahayakan kesehatan
manusia, sehingga upaya mitigasi pencemaran gas CO di udara sangat diperlukan.
Berdasarkan kemiripan strukturnya dengan haemoglobin, klorofil dapat
dimanfaatkan sebagai penyerap gas CO. Eceng gondok (Eichhornia crassipes
(Mart) Solms.) adalah jenis tumbuhan gulma yang merusak lingkungan perairan,
sehingga potensial untuk diekstrak dan dimanfaatkan klorofilnya sebagai bahan
penyerap gas CO. Daun cincau hijau (Cyclea barbata Miers) mengandung pektin
polisakarida dan mucin, memiliki kemampuan sebagai basis gel. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui kemampuan penyerapan gel klorofil dari ekstrak daun eceng
gondok dengan basis gel cincau hijau terhadap gas CO, perbandingan komposisi
dalam gel klorofil yang optimal menyerap gas CO, dan perubahan fisik yang
terjadi pada gel klorofil setelah dipaparkan gas CO.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu faktor, yaitu
gel klorofil dengan perbandingan ekstrak daun eceng gondok dengan pelarut
aseton dan ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut aquades sebanyak 300 ml,
masing - masing A(0:10), B(1:9), C(2:8), dan D(3:7). Setiap perlakuan dengan 3
ulangan dipaparkan gas CO dan dilakukan pengukuran terhadap kadar klorofil
setiap 60 detik. Hasil pengukuran dianalisis menggunakan uji laboratorium,
dikomparasikan dengan Analysis of Variance untuk mengetahui signifikansi
perbedaan antar perlakuan, uji lanjut menggunakan uji Duncan’s Multiple Range
Test pada taraf uji 5% untuk mengetahui beda nyata diantara perlakuan, Paired
Sample T-Test untuk mengetahui signifikansi perbedaan sebelum maupun sesudah
perlakuan, dan dilakukan analisa regresi.
Gel klorofil memiliki kemampuan penyerapan terhadap gas CO.
Perbandingan komposisi gel yang optimal antara ekstrak daun eceng gondok
dengan pelarut aseton : ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut aquades dalam
menyerap gas CO adalah 1:9. Tidak terjadi perubahan fisik pada gel klorofil.
Kata kunci: Adsorpsi, cincau hijau, eceng gondok, gas CO, klorofil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
v
THE POTENTIAL OF CHLOROPHYLL GEL EXTRACTED FROM
WATER HYACINTH (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.) LEAF WITH
GREEN GRASS JELLY (Cyclea barbata Miers) GEL BASE AS AN
ADSORBENT FOR POISONOUS GAS CARBON MONOXIDE (CO)
Aru Dewangga, Prabang Setyono, Sunarto
Department of Biology, Sebelas Maret University Surakarta
Abstract
Nowadays, air pollution shows a concerned condition. The pollutant gases
from motor vehicle‘s exhaust such as CO gas can be harmful to human health, so
the efforts to mitigate air pollution in the CO gas is required. Based on the
chemical similarity between chlorophyll and hemoglobin, chlorophyll can be used
as an absorbent of CO gas. Water hyacinth (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.)
is the one of a weed plant that can damage the aquatic environment. Therefore, the
chlorophyll that is contained inside is potential to be extracted and used as an
absorbent of CO gas. In addition, green grass jelly (Cyclea barbata Miers) leaf
which contains of pectin polysaccharides and mucin has the ability to be the base
of gel. The purpose of this study are to determine the ability of the water hyacinth
leaf extract with the green grass jelly base gel against CO gas, to find out the best
composition ratio of chlorophyll gel which has the optimal absorption of CO gas,
and to find out the physical changes which occur in the chlorophyll gel after gas
CO presented.
This study employs a One Factor Completely Randomized Design, namely
the chlorophyll gel with the ratio between water hyacinth leaf extract in acetone
solvent and green grass jelly leaf extract in aquadest solvent of 300 ml are A
(0:10), B (1:9), C (2:8), and D (3:7). The three replicates of each treatment are
presented by CO gas and the levels of chlorophyll measured every 60 seconds.
The results are analyzed using a laboratory tests, which is compared with an
Analysis of Variance to determine the significance of differences between the
treatments, using a Duncan's Multiple Range Test, which is tested at 5% level test
to determine the difference significant between the treatments, using a Paired
Sample T-Test to determine the significance of differences before and after the
treatments, and the last using a regression analysis.
The chlorophyll gel has the ability to adsorb the CO gas. The best gel
composition ratio between the water hyacinth leaf extract in acetone solvent and
green grass jelly leaf extract in aquadest solvent in adsorbing CO gas is 1:9. No
physical changes in the chlorophyll gel.
Key words: Adsorption, chlorophyll, CO gas, green grass jelly, water hyacinth
leaf.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
vi
MOTTO
―Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan,
sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan‖
(Q.S. Al-Insyirah ayat 5-6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
vii
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap puji syukur alhamdulillah,
kupersembahkan karya sederhana ini untuk
mereka yang tak pernah lelah menyertakan
sebait harapan untukku dalam setiap do‘anya,
yang senantiasa menyayangiku dengan ikhlas
dan sabar dalam setiap pengorbanan kasih
sayangnya, Bapak Ibuku tercinta.
Terima kasih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala nikmat hidup dan kesempatan
menuntut ilmu, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Potensi Gel Klorofil dari Ekstrak Daun Eceng Gondok (Eichhornia crassipes
(Mart) Solms.) dengan Basis Gel Cincau Hijau (Cyclea barbata Miers) sebagai
Adsorben Gas Beracun Karbon Monoksida (CO). Skripsi ini disusun sebagai
salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata 1 (S1) pada
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Dalam melakukan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis telah
mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang
sangat berguna dan bermanfaat. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Sutanto, DEA, selaku Pembantu Dekan I FMIPA UNS.
2. Dr. Agung Budiharjo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi, FMIPA UNS.
3. Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan inspirasi, motivasi, dukungan moril, materiil, dan bimbingan
penuh selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi.
4. Dr. Sunarto, M.S., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan saran selama penelitian dengan penuh kesabaran sampai
selesainya penyusunan skripsi.
5. Siti Lusi Arum Sari, M.Biotech., selaku dosen penguji.
6. Dra. Endang Anggarwulan, M.Si., selaku dosen penguji.
7. Para dosen di Jurusan Biologi.
8. Kepala dan staf Laboratorium Pusat, Sub Laboratorium Biologi UNS.
9. Kepala dan staf Laboratorium Biologi, FMIPA UNS.
10. Kepala dan staf Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Pemerintah
Kota Surakarta, khususnya Bidang Teknik Sarana dan Prasarana yang telah
mengizinkan dan memberi segala fasilitas bagi penulis untuk melakukan
kegiatan penelitian.
11. Kepala dan staf UPT. Pusat Komputer UNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ix
12. Prof. Buntarto, ahli fisika nuklir BATAN atas masukan ide – ide yang
inovatif bagi penelitian ini.
13. Zulfikar Srimahendro Utomo, S.Si., yang telah memberi arahan selama
penelitian.
14. Rekan – rekan seperjuangan di Biologi ‗08
15. Rekan – rekan seperjuangan di Self Access Terminal UPT. Pusat Komputer
Universitas Sebelas Maret Surakarta periode 2011 – 2012.
16. Adik – adik penulis yang dengan ikhlas membantu selama proses penelitian
Wahyu Cahyani, Bayu Wiratmojo dan Rifky Aldino Bio.
17. Keluarga yang selalu mengirimkan doa, menyalakan semangat, dan memberi
dukungan.
18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga seluruh dukungan yang telah diberikan kepada penulis menjadi
amal ibadah, serta mendapatkan balasan kebaikan dan pahala dari Allah SWT.
Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam melakukan
penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu masukan yang berupa saran dan kritik yang membangun dari para pembaca
akan sangat membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan.
Surakarta, Januari 2013
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iii
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
ABSTRACT ....................................................................................................... v
HALAMAN MOTTO ........................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xv
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 4
BAB II. LANDASAN TEORI ........................................................................... 5
A. Tinjauan pustaka ............................................................................. 5
1. Pencemaran Udara ..................................................................... 5
2. Adsorpsi Gas .............................................................................. 7
3. Karbon Monoksida (CO) ............................................................ 8
4. Klorofil ....................................................................................... 12
5. Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.) ............... 15
6. Gel .............................................................................................. 19
7. Cincau Hijau (Cyclea barbata Miers) ........................................ 20
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 24
C. Hipotesis .......................................................................................... 26
BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................... 27
A. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 27
B. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 27
C. Cara Kerja ...................................................................................... 29
D. Rancangan Percobaan .................................................................... 37
E. Analisis Data ................................................................................. 37
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 38
A. Kadar Klorofil Total Sebelum dan Sesudah Perlakuan.................. 38
B. Uji Penyerapan Gas CO oleh Gel Klorofil ..................................... 43
C. Perubahan Fisik Gel Sesudah Perlakuan ........................................ 56
D. Porositas Gel Sebelum dan Sesudah Perlakuan ............................. 57
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 59
A. . Kesimpulan ..................................................................................... 59
B. . Saran ............................................................................................... 59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
xi
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 60
LAMPIRAN ....................................................................................................... 65
RIWAYAT HIDUP PENULIS .......................................................................... 81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi udara bersih dan kering ................................................... 5
Tabel 2. Perbedaan adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia .................................... 7
Tabel 3. Karakteristik gas karbon monoksida ................................................. 9
Tabel 4. Persentase komponen pencemar dari sumber transportasi ................ 10
Tabel 5. Komposisi gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dengan
basis gel cincau hijau tiap perlakuan ................................................ 37
Tabel 6. Konsentrasi awal dan akhir gas CO ................................................... 43
Tabel 7. Waktu jenuh gel klorofil terhadap gas CO......................................... 45
Tabel 8. Persentase adsorpsi sampai waktu jenuh gel...................................... 49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. (a) Rumus struktur kimia heme, (b) Rumus struktur kimia klorofil 15
Gambar 2. Habitus Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. ............................... 17
Gambar 3. Daun Cyclea barbata Miers .......................................................... 22
Gambar 4. Diagram alir kerangka pemikiran .................................................. 25
Gambar 5. Adsorption box .............................................................................. 34
Gambar 6. Rangkaian alat uji .............................................................................. 35
Gambar 7. Kadar klorofil total sebelum dan sesudah perlakuan ..................... 38
Gambar 8. (a) Model T agregasi molekul klorofil, (b) Asumsi model T dan
ikatan yang terjadi antara molekul klorofil, H2O dan gas CO ........ 41
Gambar 9. Ikatan koordinasi (a) penta dan (b) heksa antara Mg-BChl/
Bakterioklorofil a dengan pelarut aseton dan metanol,
secara berturut-turut ........................................................................ 42
Gambar 10. Diagram proses perlakuan pemaparan Gas CO ............................ 43
Gambar 11. Hubungan kadar klorofil total terhadap waktu jenuh ................... 48
Gambar 12. Hubungan volume ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut
aquades terhadap waktu jenuh ..................................................... 48
Gambar 13. Adsorpsi gas CO setiap 60 detik .................................................. 50
Gambar 14. Hubungan kadar klorofil total terhadap persentase adsorpsi
sampai waktu jenuh ...................................................................... 54
Gambar 15. Hubungan volume ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut
aquades terhadap persentase adsorpsi sampai waktu jenuh ........ 54
Gambar 16. Model 3 dimensi grafik hubungan antara kadar klorofil total,
waktu jenuh dan persentase adsorpsi gel ...................................... 55
Gambar 17. Perilaku adsorpsi gas dalam film porfirin multilayer .................. 57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Tabel komposisi gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok
dengan basis gel cincau hijau tiap perlakuan ............................... 65
Lampiran 2. Tabel hasil pengukuran konsentrasi gas CO................................ 65
Lampiran 3. Tabel penghitungan kadar klorofil total ..................................... 66
Lampiran 4. Gambar gel klorofil sebelum dan sesudah perlakuan ................. 67
Lampiran 5. Hasil uji dengan SPSS ................................................................ 69
Lampiran 6. Foto alat-alat penelitian .............................................................. 80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
xv
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Kepanjangan
ANOVA
ATP
BPOM
CO
DMRT
IED
ISO
NADPH
PP
SNI
SPM
SPSS
UV-Vis
Analysis of Variance
Adenosine Tri Phosphate
Badan Pengawas Obat dan Makanan
Carbon Monoxide
Duncan Multiple Range Test
Indonesian Environment and Development
International Organization for Standardization
Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate
Peraturan Pemerintah
Standar Nasional Indonesia
Suspended Particulate Matter
Statistical Package for the Social
Ultra Violet - Visible
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Udara merupakan zat yang paling penting setelah air dalam memberikan
kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga
menghantarkan suara, bunyi-bunyian. dan pendingin benda-benda yang panas.
Udara merupakan campuran mekanis dari bermacam-macam gas. Komposisi
udara normal terdiri atas gas nitrogen 78,1 %, oksigen 20,93 %, dan karbon
dioksida 0,03%, sementara selebihnya berupa gas argon, neon, kripton, xenon dan
helium (Chandra, 2006).
Dewasa ini pencemaran udara semakin menampakkan kondisi yang
memprihatinkan. Sumber pencemaran udara antara lain dari kegiatan industri,
transportasi, perkantoran, dan perumahan. Di Indonesia angka jumlah kendaraan
sebagai penghasil emisi gas rumah kaca sangat tinggi. Hingga tahun 2008
menurut Badan Pusat Statistik, jumlah kendaraan di Indonesia mencapai
65.273.451 (Kanaf, 2010).
Salah satu gas berbahaya yang bersumber dari emisi gas buang kendaraan
bermotor adalah gas karbon monoksida (CO). Kenaikan gas CO di udara
mengakibatkan menurunnya sistem saraf sentral, perubahan fungsi jantung, paru-
paru, mengantuk, koma, sesak nafas dan yang paling membahayakan dapat
menimbulkan kematian (Departemen Kesehatan RI, 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
2
Selama ini berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengendalikan
dampak gas CO. Hakam dan Sungkono (2006) melakukan analisa tentang
pengaruh penggunaan logam tembaga sebagai katalis pada saluran gas buang
mesin bensin empat langkah terhadap konsentrasi polutan gas CO dan
hidrokarbon, sehingga meminimalisir gas CO yang dihasilkan. Penelitian tentang
gas CO juga dilakukan oleh Basuki dkk., (2008) yang meneliti penurunan
konsentrasi CO dan NO2 pada emisi gas buang kendaraan dengan menggunakan
media penyisipan TiO2 lokal pada karbon aktif. Solusi dari hasil penelitian -
penelitian yang dilakukan selama ini masih memiliki kelemahan, karena selain
membutuhkan waktu yang lama biaya yang dibutuhkan masih relatif tinggi
sehingga perlu dicari alternatif untuk mengurangi bahaya gas CO yang aman,
mudah, murah, dan ramah lingkungan.
Pendekatan empiris menunjukkan bahwa struktur molekul klorofil terdiri
atas porfirin yang sama strukturnya dengan porfirin heme dalam haemoglobin.
Perbedaan utama antara klorofil dan heme yaitu adanya atom magnesium (Mg)
sebagai pengganti besi (Fe) di tengah cincin porfirin dan rantai samping
hidrokarbon yang panjang, yaitu rantai fitol (Kimball, 1994). Kemiripan struktur
antara klorofil dan haemoglobin memungkinkan terjadinya reaksi antara klorofil
dengan gas CO seperti pada haemoglobin.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Utomo (2011) membuktikan bahwa
larutan ekstrak klorofil daun pepaya memiliki kemampuan menyerap gas CO.
Perbandingan komposisi pelarut yang optimal antara ekstrak aseton daun pepaya
1% dengan aquades dalam menyerap gas CO adalah 1:4. Namun penggunaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
3
daun pepaya dan produk yang dihasilkan berupa fasa cair pada penelitian tersebut
dirasa kurang efisien dan aplikatif, sehingga masih perlu adanya penelitian lebih
lanjut terhadap potensi penyerapan gas CO oleh klorofil daun dari tumbuhan lain
dalam fase gel.
Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.) adalah salah satu
jenis tumbuhan air mengapung. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang
tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang merusak lingkungan
perairan (Hutabarat, 2010), oleh karena itu tanaman ini sangat potensial untuk
diekstrak dan dimanfaatkan klorofilnya sebagai bahan adsorben gas CO.
Gel adalah sistem padat atau setengah padat paling sedikit dari dua
konstituen yang terdiri dari massa seperti pagar yang rapat dan diselusupi oleh
cairan (Natalia, 2010). Daun cincau hijau (Cyclea barbata Miers) mengandung
komponen utama pektin polisakarida dan mucin, sehingga ekstrak daun cincau
hijau mudah berubah menjadi gel, menyerupai agar-agar (Siregar et al., 2011).
Cincau hijau dipilih sebagai gelling agent karena mudah ditemukan dan bersifat
ramah lingkungan. Berdasarkan keadaan tersebut, maka perlu dilakukan suatu
penelitian mengenai potensi gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok berbasis
gel cincau hijau dengan variasi komposisi gel sebagai adsorben gas CO dalam
upaya mitigasi pencemaran udara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
4
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dengan basis gel cincau
hijau memiliki kemampuan penyerapan terhadap gas CO?
2. Berapakah perbandingan komposisi gel klorofil dari ekstrak daun eceng
gondok dengan basis gel cincau hijau yang optimal menyerap gas CO?
3. Adakah perubahan fisik yang terjadi pada gel klorofil dari ekstrak daun eceng
gondok dengan basis gel cincau hijau setelah dipaparkan gas CO?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kemampuan penyerapan gel klorofil dari ekstrak daun eceng
gondok dengan basis gel cincau hijau terhadap gas CO.
2. Mengetahui perbandingan komposisi dalam gel klorofil dari ekstrak daun
eceng gondok dengan basis gel cincau hijau yang optimal menyerap gas CO.
3. Mengetahui perubahan fisik yang terjadi pada gel klorofil dari ekstrak daun
eceng gondok dengan basis gel cincau hijau setelah dipaparkan gas CO.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada
pembaca mengenai potensi gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dengan
basis gel cincau hijau sebagai adsorben gas CO. Informasi ini diharapkan dapat
dijadikan acuan untuk menciptakan bioproduk yang ramah lingkungan dalam
upaya mitigasi pencemaran lingkungan terutama pencemaran udara oleh gas CO.
Penelitian ini juga diharapkan sebagai solusi bagi tumbuhan eceng gondok yang
selama ini cenderung menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem perairan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pencemaran Udara
Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang
mengelilingi bumi. Udara merupakan komponen penunjang kehidupan yang
sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia maupun makhluk hidup
lainnya seperti tumbuhan dan hewan. Tanpa makan dan minum kita bisa hidup
untuk beberapa hari tetapi tanpa udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa
menit saja (Fardiaz, 1992). Udara yang bersih merupakan campuran dari berbagai
gas seperti nitrogen, oksigen, argon, karbondioksida, helium, neon, xenon, kripton
dan beberapa macam gas yang lainnya. Susunan komposisi udara dapat dilihat
seperti dalam Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Komposisi udara bersih dan kering
Macam Gas Volume (%) Macam Gas Volume (%)
Nitrogen (N2) 78 Kripton (Kr) 0,01
Oksigen (O2) 21 Metana (CH4) Sedikit sekali
Argon (Ar) 0,94 Karbon Monoksida
(CO)
Sedikit sekali
Karbondioksida (CO2) 0,03 Amoniak (NH3) Sedikit sekali
Helium (He) 0,01 Nitrat Oksida (N2O) Sedikit sekali
Neon (Ne) 0,01 Hidrogen Sulfida
(H2S)
Sedikit sekali
Xenon (Xe) 0,01
(Sastrawijaya, 2006).
Menurut PP No. 41 Tahun 1999, yang dimaksud dengan pencemaran
udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan komponen lain ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
6
dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi
fungsinya. Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan
campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan, atau
gas yang masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan
sekitarnya. Kecepatan penyebaran ini tentu tergantung pada keadaan geografi dan
metereologi setempat (Wardhana, 1999).
Sebagian besar pencemar udara berasal gas buangan hasil pembakaran
bahan bakar fosil. Sumber polusi yang utama berasal dari kendaraan bermotor.
Sumber-sumber polusi lainnya misalnya proses industri, pembuangan limbah dan
lain-lain (Setiono dkk., 1998). Udara di daerah perkotaan yang mempunyai
banyak kegiatan industri dan teknologi serta lalu lintas yang padat, udaranya
relatif sudah tidak bersih lagi. Dari beberapa macam komponen pencemar udara
menurut Pohan (2002), angka yang paling banyak berpengaruh dalam pencemaran
udara adalah karbon monoksida (CO), belerang oksida (SOx), nitrogen oksida
(NOx), dan partikulat.
Di Indonesia, pertumbuhan jumlah kendaraan di kota besar hampir
mencapai 15% pertahun (Gunawan, 2007). Sebagai contoh di Jakarta berdasarkan
hasil studi IED (Indonesia Environment and Development) tahun 1994
menunjukkan kendaraan menyumbang emisi : Pb 100%, SPM 42%, HC 89%,
NOx 64% dan CO hampir 100%, diperkirakan hal yang sama juga terjadi di kota
besar lainnya di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
7
2. Adsorpsi Gas
Adsorpsi adalah suatu proses pemisahan bahan dari campuran gas atau
cair. Bahan yang harus dipisahkan ditarik oleh permukaan sorben padat dan diikat
oleh gaya-gaya yang bekerja pada permukaan tersebut (Ramadani, 2011).
Adsorpsi berbeda dengan absorpsi dimana pada absorpsi fluida terserap oleh
fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan. Adsorpsi secara umum adalah
proses penggumpalan substansi terlarut yang ada dalam larutan, oleh permukaan
zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia atau fisika antara
substansi dengan penyerapnya.
a. Jenis Adsorpsi
Menurut Palanisamy et al. (2012), jenis adsorpsi dibagi menjadi dua
macam yakni adsorpsi fisik (physisorption) dan adsorpsi kimia
(chemisorptions). Karakter masing – masing jenis adsorpsi dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia
Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia
Molekul terikat pada adsorben oleh gaya
Van der Waals
Molekul terikat pada adsorben oleh
ikatan kimia
Mempunyai entalpi reaksi -4 sampai -40
kJ/mol
Mempunyai entalpi reaksi -40 sampai -
800 kJ/mol
Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan monolayer
Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di
bawah titik didih adsorbat
Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi
Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan fungsi adsorbat
Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan karakteristik adsorben dan
adsorbat
Tidak melibatkan energi aktivasi tertentu Melibatkan energi aktivasi tertentu
Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik
(Palanisamy et al., 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
8
b. Adsorpsi Gas oleh Zat Padat
Adsorpsi gas oleh zat padat ditandai oleh hal-hal sebagai berikut :
1) Adsorpsi bersifat selektif, artinya suatu adsorben dapat menyerap suatu gas
dalam jumlah besar, tetapi menyerap gas-gas lain dalam jumlah yang lebih
kecil.
2) Adsorpsi terjadi sangat cepat, yaitu kecepatan adsorpsinya semakin
berkurang dengan semakin banyaknya gas yang diserap.
3) Adsorpsi tergantung pada luas permukaan adsorben, semakin banyak porus
adsorben maka semakin besar daya adsorpsinya.
4) Jumlah gas yang diadsorpsi persatuan berat adsorben tergantung pada
tekanan parsial (partial presure) gas, maka semakin besar tekanan maka
semakin banyak gas diserap (Basuki dkk., 2008).
3. Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida (CO) adalah suatu gas tidak berwarna, tidak berbau
yang dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna material yang mengandung zat
arang atau bahan organik. Gas CO terdiri dari satu atom karbon yang secara
kovalen berikatan dengan satu atom oksigen. Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan
kovalen dan satu ikatan kovalen koordinasi antara atom karbon dan oksigen.
a. Sifat Fisika dan Kimia
Gas karbon monoksida dengan rumus kimia CO merupakan gas yang
tidak terlihat dan tak berbau. Gas CO dihasilkan dari pembakaran yang tidak
sempurna dari bahan bakar yang mengandung karbon dan oleh pembakaran
pada tekanan dan suhu tinggi yang terjadi pada mesin kendaraan bermotor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
9
(Margaretha, 2010). Gas CO memiliki berat molekul 28,01, titik kritis pada
suhu 2.140 oC pada tekanan sebesar 3.495,7 kPa, titik lebur pada suhu 2.199
oC
dan titik didih pada suhu 2.191,5 oC. Secara rinci karakter fisik dari gas CO
disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Karakteristik gas karbon monoksida
Sifat Nilai
Berat molekul 28,01
Titik kritis 2.140 °C pada 3.495,7 kPa
Titik lebur 2.199 °C
Titik didih 2.191,5 °C
Densitas
pada 0 °C 101,3 kPa 1,250 gr/liter
pada 25 °C 101,3 kPa 1,145 gr/liter
Gravitasi spesifik terhadap udara 0,967
Kelarutan di dalam air
pada 0 °C 3,54 ml/100 ml (44,3 ppmm)
pada 20 °C 2,32 ml/100 ml (29,0 ppmm)
pada 25 °C 2,14 ml/100 ml (26,8 ppmm)
Ambang ledakan di udara 12,5 - 74,2%
Gerakan transisi dasar 2143,3 cm-1
Faktor konversi
pada 0 °C 101,3 kPa 1 mg/m3 = 0,800 ppm
1 ppm = 1,250 mg/m3
pada 25 °C 101,3 kPa 1 mg/m = 0,873 ppm
1 ppm = 1,145 mg/m3
(Raub, 2009).
b. Sumber dan Distribusi
Sumber gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar
fosil yang bereaksi dengan udara dan menghasilkan gas. Daerah dengan tingkat
populasi yang tinggi dengan jalur lalu lintas yang padat akan memiliki kadar
gas CO yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Gas CO juga
bisa berasal dari proses industri. Secara alami gas CO terbentuk dari proses
meletusnya gunung berapi, proses biologis, dan oksidasi hidrokarbon seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
10
metana yang berasal dari tanah basah dan kotoran mahluk hidup. Secara umum
terbentuknya gas CO dari pembakaran bahan bakar fosil melalui proses berikut
ini :
1) Pembakaran bahan bakar fosil dengan udara yang reaksinya tidak
stoikiometris. Reaksi kimianya:
2C + O2 2CO
2) Pada suhu tinggi terjadi reaksi antara karbon dioksida (CO2) dengan
karbon (C) menghasilkan gas CO. Reaksi kimianya :
CO2 + C 2CO
3) Pada suhu tinggi, CO2 dapat terurai kembali menjadi CO dan oksigen.
Reaksi kimianya :
CO2 CO + O (Departemen Kesehatan RI, 2011).
Gas CO merupakan salah satu komponen terbesar yang dihasilkan
oleh kegiatan transportasi. Persentase CO dan komponen pencemar lainnya
dari sumber transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase komponen pencemar dari sumber transportasi
Komponen Pencemar Persentase (%)
CO 70,56
NOx 8,89
SOx 0,88
Hidro Karbon 18,34
Partikel 1,33
Jumlah 100
( Wardhana, 1999).
Pada prinsip mesin Carnot menyatakan bahwa tidak ada efisiensi 100%,
demikian halnya proses pembakaran pada kendaraan bermotor hampir tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
11
pernah berlangsung dengan sempurna, sehingga emisi gas buang yang
dihasilkan juga mengandung karbon monoksida (CO), sisa bahan bakar yang
tidak ikut terbakar (hidrokarbon), hidrogen dan beberapa senyawa oksigen
(oksida) seperti NOx dengan konsentrasi yang berbeda-beda, tergantung dari
kondisi campuran bahan bakar (Anderson, 2012). Hal tersebut senada dengan
prinsip entropi pada Hukum Kedua Termodinamika yang menyatakan bahwa
tidak ada mesin yang dapat mengubah kalor menjadi usaha secara utuh..
Pembakaran sempurna senyawa hidrokarbon (bahan bakar fosil) membentuk
karbon dioksida dan uap air, sedangkan pembakaran tak sempurna membentuk
karbon monoksida dan uap air. Reaksi kimianya sebagai berikut:
1) Pembakaran sempurna isooktana:
C8H18 (l) +12 ½ O2 (g) 8 CO2 (g) + 9 H2O (g) ΔH = -5460 kJ
2) Pembakaran tak sempurna isooktana:
C8H18 (l) + 8 ½ O2 (g) 8 CO (g) + 9 H2O (g) ΔH = -2924,4 kJ
(Sugianto, 2009).
c. Dampak Terhadap Kesehatan
Karakteristik biologis yang paling penting dari CO adalah
kemampuannya untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah
yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan
pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil
dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat
menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam
fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
12
berakibat serius, karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu,
metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan
adanya ikatan CO yang stabil tersebut (Departemen Kesehatan RI, 2011).
d. Batas Paparan
Menurut WHO (1987) dalam Raub (2009), batas paparan gas CO
terbagi atas empat rerata waktu yaitu: 100 mg/m3 (87,3 ppm) selama 15 menit,
60 mg/m3
(52,4 ppm) selama 30 menit, 30 mg/m3 (26,2 ppm) selama 60 menit,
dan 10 mg/m3
(8,7 ppm) selama 480 menit. Batas paparan tersebut ditentukan
pada tingkat karboksihaemoglobin dalam darah tidak melebihi 2,5%.
(Fardiaz, 1992).
4. Klorofil
Klorofil adalah pigmen hijau yang ada dalam kloroplastida. Pada
umumnya klorofil terdapat pada kloroplas sel-sel mesofil daun, yaitu pada sel-sel
parenkim palisade dan atau parenkim bunga karang. Dalam kloroplas, klorofil
terdapat pada membran thylakoid grana. Klorofil pada tumbuhan tingkat tinggi
ada dua macam yaitu klorofil-a yang berwarna hijau tua dengan rumus molekul
C55H7205N4Mg dan klorofil-b berwarna hijau muda dengan rumus molekul
C55H7006N4Mg (Steer, 1999). Pada keadaan normal, proporsi klorofil-a jauh lebih
banyak daripada klorofil-b. Selain klorofil, pada membran thylakoid juga terdapat
pigmen-pigmen lain, baik yang berupa turunan-turunan klorofil-a maupun pigmen
lainnya (Aernes, 2011).
Kumpulan bermacam-macam pigmen fotosintesis terdapat dalam
fotosistem. Fotosistem berperan menyerap energi cahaya pada reaksi terang untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
13
menghasilkan energi kimia berupa ATP dan NADPH2. Contoh turunan klorofil-a
yang berperan penting pada fotosintesis adalah feofitin, pigmen yang peka
terhadap λ 680 nm, dan P700. Pigmen yang lain antara lain carotenoida dan
xantofil. Molekul klorofil tersusun atas 4 cincin pirol dengan Mg sebagai inti.
Sifat fisik klorofil adalah menerima dan atau memantulkannya dalam
gelombang yang berlainan. Klorofil banyak menyerap sinar dengan panjang
gelombang antara 400-700 nm, terutama sinar merah dan biru. Sifat kimia klorofil
antara lain: (1) tidak larut dalam air, melainkan larut dalam pelarut organik yang
lebih polar, seperti etanol dan kloroform, (2) inti Mg akan tergeser oleh 2 atom H
bila dalam suasana asam, sehingga membentuk suatu persenyawaan yang disebut
feofitin yang berwarna coklat (Aernes, 2011).
Menurut Dwidjoseputro (1994), pembentukan klorofil dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu faktor pembawaan, cahaya, oksigen, karbohidrat, unsur
mikronutrien, air, dan suhu. Perkembangan kloroplas secara fungsional berasal
dari proplastida yang ada pada kecambah. Seiring dengan berkembangnya daun
pada kecambah, proplastida berkembang menjadi etioplas yang khas dengan
badan prolamelar-nya. Oleh adanya cahaya yang cukup, badan prolamelar akan
membentuk tilakoid dari kloroplas fungsional. Sintesis klorofil pada
Angiospermae tergantung pada cahaya. Prekursor untuk sintesis klorofil adalah
protoklorofilid yang disintesis dari protoporfirin IX oleh magnesium menjadi
cincin porfirin. Protoklorofilid diubah menjadi klorofilid-a kemudian berkembang
menjadi klorofil-a melalui proses fitilasi (dengan penambahan fitil). Bila klorofil-
a teroksidasi maka akan menjadi klorofil-b.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
14
Klorofil merupakan senyawa ester dan larut di dalam pelarut organik.
Menurut Lehninger (1990), klorofil tidak larut dalam air tetapi larut dalam aseton,
etanol, methanol, kloroform dan alkohol. Menurut Rozak dan Hartanto (2008),
ekstraksi klorofil dilakukan dengan menggunakan pelarut organik polar,
khususnya aseton dan alkohol.
Menurut Anggarwulan dan Solichatun (2007), polutan diketahui
menyebabkan perubahan dalam respon stomata, struktur kloroplas, fiksasi CO2,
dan sistem transport elektron fotosintetik. Perubahan struktur kloroplas akibat
paparan polutan dan intensitas penyinaran juga akan mempengaruhi struktur
maupun aktivitas klorofil.
Struktur molekul klorofil diketahui terdiri atas porfirin yang sama
strukturnya dengan porfirin heme yang membentuk gugus prostetik pada
haemoglobin, mioglobin dan enzim-enzim sitokrom. Perbedaan-perbedaan utama
antara klorofil dan heme ialah adanya atom magnesium (sebagai pengganti besi)
di tengah-tengah cincin porfirin dan rantai samping hidrokarbon yang panjang,
yaitu rantai fitol (Gambar 1). Karena kemiripan struktur ini secara alamiah
molekul klorofil dapat diterima oleh tubuh dan menjadi nutrisi vital bagi tubuh
manusia. Klorofil juga berperan dalam meningkatkan haemoglobin dan membantu
menjaga kesehatan darah. Klorofil merupakan agen pembuatan sel-sel darah
merah tercepat, jumlah sel darah terhitung akan meningkat dalam jangka waktu
singkat dengan mengkonsumsi klorofil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
15
Heme Chlorophyll
(a) (b)
Gambar 1. (a) Rumus struktur kimia heme menurut Madsen et al. (2012),
(b) Rumus struktur kimia klorofil menurut Min et al. (2010).
Menurut Basith (2009), sel-sel darah merah dengan komponen molekul
hemoglobin di dalamnya mampu mengikat molekul-molekul oksigen dan
membawanya ke dalam sel-sel tubuh dalam proses metabolisme. Kemampuan
mengikat molekul gas inilah yang diduga dapat dilakukan pula oleh klorofil dalam
mengikat gas-gas polutan seperti gas CO.
5. Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.)
a. Deskripsi dan Klasifikasi
Menurut Tjitrosoepomo (1991) klasifikasi eceng gondok sebagai berikut:
Divisi : Embryophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledone
Ordo : Farinosae
Famili : Pontederiaceae
Genus : Eichhornia
Spesies : Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
16
Eceng gondok merupakan anggota dari famili Pontederiaceae dan
termasuk dalam ordo Farinosae. Orang lebih banyak mengenal eceng
gondok sebagai tumbuhan pengganggu (gulma) di perairan karena
pertumbuhannya yang sangat cepat. Awalnya tumbuhan eceng gondok
didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894 dari Brazil untuk koleksi
Kebun Raya Bogor. Ternyata tumbuhan ini dengan cepat menyebar ke
beberapa perairan di pulau Jawa (Artha, 2011).
b. Morfologi
Eceng gondok mempunyai ukuran yang bermacam-macam dari
beberapa sentimeter sampai satu meter. rawa-rawa dan danau-danau di
seluruh Indonesia. Eceng gondok dewasa, terdiri dari akar, bakal tunas,
tunas atau stolon, daun, petiole, dan bunga (Gambar 2). Daun - daun eceng
gondok berwarna hijau terang berbentuk telur yang melebar atau hampir
bulat dengan garis tengah sampai 15 sentimeter. Pada bagian tangkai daun
terdapat masa yang menggelembung yang berisi serat seperti karet busa.
Kelopak bunga berwarna ungu muda agak kebiruan. Setiap kepala putik
dapat menghasilkan sekitar 500 bakal biji atau 5000 biji setiap tangkai
bunga, sehigga eceng gondok dapat berkembang biak dengan dua cara
yaitu dengan tunas dan biji (Hutabarat, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
17
Gambar 2. Habitus Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. (Mehrhoff, 2011).
c. Manfaat
Little dan Lawrence dalam Muladi (2001), menyebutkan bahwa
eceng gondok mempunyai manfaat sebagai berikut:
1) Mempunyai sifat biologis sebagai penyaring air yang tercemar oleh
berbagai bahan kimia buatan industri.
2) Sebagai bahan penutup tanah dan kompos dalam kegiatan pertanian
dan perkebunan.
3) Sebagai sumber gas yang antara lain berupa gas ammonium sulfat, gas
hidrogen, nitrogen dan metan yang dapat diperoleh dengan cara
fermentasi.
4) Bahan baku pupuk tanaman.
5) Sebagai bahan industri kertas dan papan buatan.
6) Sebagai bahan baku karbon aktif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
18
d. Dampak Negatif
Selain memiliki sisi manfaat, eceng gondok juga banyak menimbulkan
dampak negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan eceng gondok antara
lain:
1. Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui
daun-daun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta
pertumbuhannya yang cepat.
2. Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga
menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air
(Dissolved Oxygens).
3. Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan
sehingga mempercepat terjadinya proses pendangkalan.
4. Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat
yang kehidupannya masih tergantung dari sungai.
5. Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia.
6. Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.
(Invasive Species Specialist Group, 2011).
Eceng gondok dikenal sebagai tumbuhan pengganggu perairan dan
sulit diberantas, eceng gondok dapat mengakibatkan banjir akibat
pendangkalan, kerugian dalam bidang pertanian dan perikanan.
Kemelimpahan eceng gondok di dalam perairan memberikan petunjuk
bahwa perairan yang bersangkutan mengalami eutrofikasi atau
penumpukan unsur hara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
19
6. Gel
Gel merupakan sistem multi lapis yang terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi
oleh suatu cairan. Bentuk gel mempunyai beberapa keuntungan diantaranya
tidak lengket, gel mempunyai aliran tiksotropik dan pseudoplastik yaitu
berbentuk padat apabila disimpan dan akan segera mencair bila dikocok,
konsentrasi bahan pembentuk gel yang dibutuhkan hanya sedikit untuk
membentuk massa gel yang baik, viskositas gel tidak mengalami perubahan
yang berarti pada suhu penyimpanan (Ditjen POM Depkes RI, 1995).
Formulasi umum pembentuk gel mempunyai sifat sebagai hidrokoloid atau
koloid pelindung yang mempunyai daya hidrasi yang cukup tinggi karena dapat
mempertinggi viskositas pembawa kecuali itu membungkus partikel – partikel
bahan yang terdispersi, mengurangi interaksi partikel- partikel tersebut sehingga
mengurangi kecendrungan untuk menjadi satu atau mengendap. Gel dapat dibuat
dari sejumlah bahan termasuk diantaranya tragakan, sodium alginate, dan bahan –
bahan pembentuk gel yang lainnya termasuk derivate selulosa dan gelatin protein.
Formula gel juga dapat didapat dari bahan alamiah seperti jenis tumbuhan
tertentu. Menurut Fardiaz (1989) sifat pembentukan gel bervariasi dari satu jenis
hidrokoloid ke hidrokoloid yang lainnya tergantung pada jenisnya. Gel mungkin
mengandung 99,9% air tetapi mempunyai sifat lebih khas seperti padatan,
khususnya sifat elastisitas (elasticity) dan kekakuan (rigidity).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
20
7. Cincau Hijau (Cyclea barbata Miers)
Di Indonesia cincau hijau yang bernama latin Cyclea barbata Miers
banyak ditemui di berbagai tempat, mulai dari pasar tradisional sampai
supermarket. Di beberapa daerah, tanaman ini dikenal dengan nama camcao
(Jawa), camcauh (Sunda), juju, kepleng, krotok, tahulu, tarawalu, telor, terung
kemau (Melayu). Cincau hijau dapat membentuk agar-agar. Agar – agar tersebut
berasal dari daunnya yang diremas-remas dan dicampur air matang sehingga air
campuran itu akan berwarna hijau. Setelah disaring dan dibiarkan mengendap
cairan tersebut akan menghasilkan lapisan agar-agar berwarna hijau (Djam‘an,
2008), oleh karena itu cincau hijau sangat berpotensi untuk campuran bahan
pembuatan gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dalam penelitian ini.
a. Deskripsi Dan Klasifikasi
Cincau hijau diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledone
Ordo : Ranales
Famili : Menispermae
Genus : Cyclea
Spesies : Cyclea barbata Miers
Nama lokal : Camcao (Jawa Tengah), Cincau (Melayu).
Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara, termasuk tanaman rambat dari
famili sirawan-sirawanan (Menispermae), sering ditemukan tumbuh sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
21
tanaman liar, tetapi ada juga yang sengaja dibudidayakan di pekarangan rumah.
Tumbuh subur di tanah yang gembur dengan pH 5,5-6,5 dengan lingkungan
teduh, lembab dan berair tanah dangkal. Tanaman ini berkembang subur di
dataran di bawah ketinggian ± 800 m di atas permukaan laut. Cara
pengembangbiakan tanaman rambat ini bisa dilakukan dengan cara generatif
yaitu dengan biji, bisa pula dengan cara vegetatif yaitu dengan stek batang
maupun tunas akarnya (Heny dan Dian, 2004).
b. Morfologi
Batang tanaman ini bulat, berdiameter ± 1 cm dan merambat kearah
kanan pada pohon inang serta tinggi/panjang ± 5-16 m. Bentuk daunnya seperti
perisai atau jantung, berwarna hijau, bagian pangkalnya berlekuk dan bagian
tengah melebar serta ujungnya meruncing (Gambar 3). Tepi daun berombak
dan permukaan bawahnya berbulu halus, sedang permukaan atasnya berbulu
kasar dan jarang. Panjang daun bervariasi ± 5-16 cm dan bertulang daun
menjari. Daun cincau hijau yang dipanen adalah daun yang tidak tua dan tidak
terlalu muda. Pemetikan daunnya harus melihat kondisi tanaman tersebut, Bila
tanaman ini rimbun dan subur, dedaunnya boleh dipanen banyak, tetapi bila
tanaman ini nampak kurus dan tidak subur, maka pemetikannya hanya akan
merusak tanaman cincau hijau itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
22
Gambar 3. Daun Cyclea barbata Miers (Hernani, 2004).
Bunga cincau hijau berbentuk kecil dan berkelompok. Bunga jantan
berwarna hijau muda yang panjangnya ± 30-40 mm dan mempunyai kelopak
bunga sebanyak 4-5 kelopak. Bunga betina cincau hijau lebih kecil dengan
panjang ± 0,7-1,0 mm dan mempunyai kelopak bunga sebanyak 1-2 kelopak
serta sebuah kelopak yang berbulu. Benang sari mempunyai satu tangkai
dengan kepala sari bergerombol di ujungnya. Setiap kepala sari mempunyai
empat sel yang akan pecah dengan sendirinya jika sudah masak. Buah tanaman
cincau hijau kecil-kecil, berbentuk bulat dan agak berbulu. Setiap buah
mengandung 1-2 biji yang keras berbentuk bulat telur. Akar cincau hijau dapat
tumbuh membesar seperti umbi dengan bentuk tidak teratur. Dalam keadaan
segar, akar cincau hijau berdaging dan mengandung banyak cairan. Pada akar
yang sudah kering, warna kulit luarnya berubah menjadi coklat ke abu-abuan,
mempunyai sisir-sisir yang membujur dan terlihat menonjol (Hernani, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
23
c. Manfaat
Bagi masyarakat Indonesia cincau hijau dikonsumsi sebagai campuran
minuman yang menyegarkan. Ada empat jenis cincau yang dikenal
masyarakat, yaitu cincau hijau, cincau hitam dan cincau minyak serta cincau
perdu. Bentuk fisik keempat tanaman ini sangat berbeda satu sama lainnya.
Namun masyarakat Indonesia amat menggemari jenis cincau hijau, hal ini
karena fisik daun cincau hijau tipis dan lemas sehingga lebih mudah diremas
untuk dijadikan gelatin atau agar-agar. Komponen pembentuk gel cincau hijau
merupakan hidrokoloid dan termasuk dalam jenis hidrokoloid yang dapat
membentuk gel.
8. Metode Analisa Kontaminan Udara
Metode analisa kontaminan udara pada penelitian ini menggunakan
teknik impinger dengan beberapa modifikasi, metode ini dipilih karena
merupakan teknik yang sederhana untuk pengambilan sampel udara dengan
penerapan yang luas, dan peralatannya bisa dibuat sendiri. Prinsip dasar
impinger terdiri dari beberapa langkah yakni menarik sampel udara dengan
pompa hisap ke dalam tabung impinger yang berisi larutan penangkap,
kemudian mengukur kontaminan yang tertangkap atau bereaksi dengan larutan
penangkap baik dengan metode konvensional maupun instrumental, dan
menghitung kadar kontaminan dalam udara berdasarkan jumlah udara yang
dipompa dan hasil pengukuran (Gunawan, 2007).
Menurut Sugiyana dan Wahyudi (2008), dalam metode impinge udara
pada jumlah tertentu ditarik melalui impinger melalui laju alir tertentu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
24
stabil. Reagen yang terdapat pada adsorben bereaksi dengan komponen gas
yang tertangkap dan membentuk substansi spesifik dan stabil. Hal tersebut
sesuai dengan metode penelitian ini yaitu mencoba menyerap gas CO dengan
penyerap gel ekstrak klorofil daun eceng gondok dengan basis gel cincau hijau.
B. Kerangka Pemikiran
Gas-gas pencemar dari gas buang kendaraan bermotor seperti gas CO
dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Kenaikan gas CO di udara
mengakibatkan menurunnya sistem saraf sentral, perubahan fungsi jantung dan
paru-paru, mengantuk, koma, sesak nafas dan yang paling membahayakan dapat
menimbulkan kematian sehingga upaya mitigasi pencemaran gas CO di udara
sangat diperlukan mengingat dampaknya yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
Afinitas gas CO yang tinggi terhadap haemoglobin memberi peluang bagi
klorofil yang juga memiliki kemiripan struktur dengan haemoglobin untuk dapat
dijadikan absorban alternatif. Eceng gondok adalah salah satu jenis tumbuhan air
yang memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi dan dianggap sebagai gulma yang
merusak lingkungan perairan, sehingga Eceng gondok dapat dijadikan sumber
klorofil yang mudah didapat dan sangat tepat untuk dimanfaatkan. Pada fase cair,
klorofil terbukti mampu menyerap gas CO, hal yang masih menjadi pertanyaan
adalah bagaimana ketika klorofil dalam fase gel. Oleh karena itu, perlu dilakukan
suatu penelitian mengenai kemampuan penyerapan gel klorofil dari ekstrak daun
eceng gondok dengan basis gel cincau hijau terhadap gas CO sebagai upaya
mitigasi pencemaran udara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
25
Dalam penelitian ini, variabel yang diamati adalah waktu jenuh optimal,
keterserapan gas CO dan perubahan fisik gel klorofil dari ekstrak daun eceng
gondok dengan basis gel cincau hijau. Dengan demikian akan diperoleh
komposisi gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dengan basis gel cincau
hijau yang optimal menyerap gas CO. Secara skematis, kerangka pemikiran
penelitian ini dapat disajikan dalam diagram alir (Gambar 4).
Gambar 4. Diagram alir kerangka pemikiran
Keterserapan Gas Karbon
Monoksida (CO)
Perubahan fisik
(Warna)
Waktu jenuh
optimal
Diperoleh komposisi gel klorofil dari ekstrak daun eceng
gondok dengan basis gel daun cincau hijau yang optimal
sebagai adsorben Gas Karbon Monoksida (CO)
Dipaparkan Gas Karbon Monoksida (CO)
Klorofil daun eceng gondok diekstrak
Dibuat menjadi gel
Variasi komposisi gel
Emisi Gas Karbon Monoksida (CO)
Bersifat toksik
Diperlukan alternatif adsorben dengan
daya adsorpsi tinggi dan ramah
lingkungan
Gas Karbon Monoksida (CO) memiliki
afinitas terhadap Haemoglobin
Gas Karbon Monoksida (CO) reaktif
terhadap klorofil
Daun eceng gondok berpotensi sebagai
sumber klorofil
Klorofil memiliki struktur kimia yang
mirip dengan Haemoglobin
Eceng gondok adalah gulma yang
merusak lingkungan perairan,
penyebarannya tidak terkendali
Dikombinasikan dengan cincau hijau Cincau hijau berfungsi sebagai gelling
agent
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
26
C. Hipotesis
1. Gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dengan basis gel cincau hijau
memiliki kemampuan penyerapan terhadap gas CO.
2. Gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dengan basis gel cincau hijau pada
beberapa variasi komposisi gel memiliki perbedaan kemampuan penyerapan
terhadap gas CO.
3. Dengan adanya paparan gas CO, akan terjadi perubahan fisik pada gel klorofil
dari ekstrak daun eceng gondok dengan basis gel cincau hijau.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sub Laboratorium Biologi Laboratorium Pusat
MIPA UNS pada bulan Maret - September 2012. Pengambilan sampel daun eceng
gondok dan daun cincau hijau dilakukan di wilayah Surakarta. Pengukuran kadar
CO dilaksanakan di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Surakarta,
dan pengukuran nilai absorbansi dilaksanakan di Laboratorium Biologi FMIPA
UNS.
B. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
a. Alat untuk Sampling Daun Eceng Gondok
Pisau, plastik gelap.
b. Alat untuk Ekstraksi Klorofil
Pisau, neraca analitik Mettler Toledo AT400, mortar dan penggerus, corong
kaca besar, kertas saring, gelas ukur 100 ml, botol fleaker 800 ml, serta
pipet tetes.
c. Alat untuk Preservasi Ekstrak Klorofil
Alumunium foil, botol air mineral 1500 ml, botol sampel 30 ml, dan
refrigerator.
d. Alat untuk Analisis Kadar Klorofil Total
Spektrofotometer Perkin Elmer Lambda 25, PC, kuvet, dan pipet tetes.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
28
e. Alat untuk Pembuatan Gel
Neraca analitik Mettler Toledo AT400, corong kaca besar, saringan kasar,
spatula, baskom, timer, dan gelas beker 250 ml, termometer.
f. Alat untuk Treatment Gas CO
Sepeda motor 4 langkah merek Honda dengan bahan bakar bensin tahun
pembuatan 2008, MultiPro Air Compressor 1 HP, selang gas, Horiba
Automotive Emission Analyzer MEXA-554J, adsorption box, timer, bubble
flow meter, impinger set, obeng, probe, laptop, dan tang penjepit, kunci pas,
termometer.
g. Alat untuk Uji Porositas
Scanning Electron Microscope (SEM).
2. Bahan
a. Bahan untuk Pembuatan Gel
Ekstrak daun eceng gondok dengan pelarut aseton, ekstrak daun cincau
hijau dengan pelarut aquades.
b. Bahan untuk Ekstraksi Klorofil
10 gr daun eceng gondok, 10 gr daun cincau hijau, aseton teknis 85%,
aquades, dan alumunium foil.
c. Bahan untuk Analisis Kadar Klorofil Total
Aseton teknis 85%, ekstrak daun eceng gondok dengan pelarut aseton,
ekstrak aseton daun cincau hijau, gel klorofil, dan aquades.
d. Bahan untuk Treatment Gas CO
Gas buang sepeda motor, udara dari kompresor, sabun cair.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
29
C. Cara Kerja
1. Sampling Daun Eceng gondok
Daun eceng gondok dikoleksi dari sekitar wilayah Surakarta. Daun
yang dipilih yaitu daun dari atas tumbuhan eceng gondok dewasa yang telah
membentang sempurna dalam keadaan segar, tidak layu, tidak menguning dan
tidak terserang hama dari suatu perairan yang sama.
2. Ekstraksi Daun Eceng Gondok
Metode ekstraksi untuk daun eceng gondok menggunakan maserasi.
Maserasi adalah suatu cara penyarian simplisia dengan cara merendam
simplisia tersebut dalam pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur kamar (Syamsuni, 2005). Metode maserasi dipilih
sebagai cara ekstraksi karena prosesnya sederhana dan mudah. Selain itu
metode maserasi tidak memerlukan pemanasan dalam prosesnya, hal ini sangat
sesuai untuk ekstraksi klorofil daun karena proses pemanasan dapat merusak
hampir semua kandungan klorofil (Tarigan, 2012).
Dalam proses ekstraksi pelarut yang digunakan yaitu aseton dan
aquades. Aseton dipilih sebagai pelarut dalam proses ekstraksi klorofil karena
berdasarkan beberapa penelitian, aseton merupakan pelarut yang umum
digunakan dalam proses ekstraksi beberapa pigmen pada tumbuhan. Menurut
Sukarmin (2012), aseton banyak digunakan sebagai pelarut karena merupakan
satu-satunya keton yang sangat larut dalam air dan kebanyakan pelarut organik.
Aseton memiliki rumus kimia (CH3)2C=O sehingga tergolong ke dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
30
kelompok pelarut semipolar. Hal ini disebabkan karena aseton tidak memiliki
ikatan O-H melainkan ikatan rangkap C=O pada molekulnya.
Proses ekstraksi klorofil dalam penelitian ini menggunakan metode
maserasi berdasarkan metode yang dikemukakan oleh Setiari dan Nurchayati
(2009) dengan beberapa modifikasi sebagai berikut:
a. Daun eceng gondok dipotong-potong dan ditimbang seberat 10 gram.
b. Potongan daun dihancurkan dalam mortar kemudian ditambahkan 5 ml
aseton teknis 85%.
c. Hasil gerusan daun dimasukkan ke dalam botol fleaker 1000 ml kemudian
ditambahkan aseton teknis 85% hingga volume larutan 1000 ml.
d. Larutan didiamkan selama 15 menit hingga klorofil larut.
e. Larutan disaring dengan kertas saring agar sisa gerusan daunnya tertinggal.
f. Larutan hasil filtrasi kemudian dibagi ke dalam 12 wadah berbeda dengan
masing-masing volume: untuk 3 wadah pertama sebesar 30 ml (Perlakuan
B), 3 wadah kedua sebesar 60 ml (Perlakuan C), dan 3 wadah ketiga sebesar
90 ml (Perlakuan D).
3. Sampling Daun Cincau Hijau
Daun cincau hijau dikoleksi dari sekitar wilayah Surakarta. Daun yang
dipilih yaitu daun cincau hijau yang telah membentang sempurna dan dalam
keadaan segar, tidak layu, tidak menguning dan tidak terserang hama.
4. Pembuatan Gel
Sebagai basis atau bahan dasar gel pada penelitian ini digunakan daun
cincau hijau. Daun cincau hijau tidak memerlukan proses pemanasan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
31
membentuk gel, tidak seperti jenis cincau yang lainnya. Menurut Rohmah
(2010), suhu pelarut yang paling baik digunakan untuk membuat gel cincau
hijau adalah pada suhu ruangan, sehingga proses pembuatan gel meminimalisir
kerusakan pada kandungan klorofil gel tersebut.
Dalam proses pembuatan gel, pelarut yang digunakan adalah aquades.
Dengan memberi variasi komposisi pelarut yang digunakan diharapkan akan
diperoleh komposisi gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok yang paling
optimal sebagai adsorben gas CO. Pembentukan gel disebabkan karena
peristiwa gelasi. Gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang
melibatkan penggabungan, atau terjadinya ikatan silang antar rantai - rantai
polimer. Gelasi atau pembentukan gel pada prinsipnya terjadi karena adanya
pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer yang
terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap
sejumlah air di dalamnya. (Rohmah, 2010).
Pembuatan gel cincau hijau pada penelitian ini menggunakan metode
yang dikemukakan oleh Rohmah (2010). Daun cincau hijau segar dan bersih
sebanyak 20 gram diekstraksi dengan metode maserasi sederhana yang
dimodifikasi dengan cara diremas - remas menggunakan tangan dalam 500 mL
aquades selama lima menit. Larutan kemudian disaring, residunya dibuang dan
hasil saringan ditambahkan sedikit demi sedikit pada 12 wadah berbeda yang
sebelumnya telah diisi oleh ekstrak daun eceng gondok dengan pelarut aseton
dengan masing-masing volume: untuk 3 wadah pertama sebesar 300 ml
(Perlakuan A), 3 wadah kedua sebesar 270 ml (Perlakuan B), 3 wadah ketiga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
32
sebesar 240 ml (Perlakuan C), dan 3 wadah terakhir sebesar 210 ml (Perlakuan
D). Masing – masing larutan kemudian diaduk sampai homogen, dan
didiamkan selama 60 menit dalam suhu 27 oC sampai terbentuk gel.
5. Analisis Kadar Klorofil Total Ekstrak Daun Eceng Gondok dengan Pelarut
Aseton, Ekstrak Daun Cincau Hijau dengan Pelarut Aquades, dan Gel Klorofil.
Kandungan klorofil total daun eceng gondok , cincau hijau, dan gel
klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dengan basis gel cincau hijau pada
penelitian ini dihitung dengan menggunakan metode yang dikemukakan oleh
Setiari dan Nurchayati (2009) dengan beberapa modifikasi sebagai berikut:
a. Masing-masing sebanyak 2 ml larutan ekstrak dimasukkan ke dalam kuvet
kemudian kuvet dimasukkan ke dalam spektrofotometer UV-Vis.
b. Absorbansi (A) diukur pada panjang gelombang 644 nm dan 663 nm
c. Penghitungan kandungan klorofil total (mg/L) menggunakan rumus Arnon
(1949) dalam Setiari dan Nurchayati (2009) :
Klorofil total = 0,79 (A 663) + 1,076 (A 644)
Keterangan :
0,79 dan 1,076 = Koefisien absorbansi klorofil total
A 633 dan A 644 = Nilai absorbansi ekstrak
6. Preservasi Gel Klorofil
Gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dengan basis gel cincau
hijau disimpan dalam refrigerator pada suhu 10°C.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
33
7. Pembuatan gas CO
Pembuatan gas CO pada penelitian ini menggunakan metode yang
dikemukakan oleh Utomo (2011), dan metode pengukuran emisi gas CO
dilakukan mengacu pada SNI 19-7118.3-2005, yakni pada kondisi
idle/stasioner. Pada putaran stasioner, suhu ruang bakar tidak cukup tinggi
sehingga pembakaran menjadi tidak stabil. Untuk mencegah masalah tersebut,
sistem bahan bakar dikondisikan campuran lebih kaya, sehingga konsentrasi
CO dan HC meningkat karena pembakaran tidak sempurna (Razif dkk., 2005).
Untuk menghomogenkan gas CO yang terlarut dalam gas buang
kendaraan yang digunakan dalam perlakuan, gas buang kendaraan sebelumnya
dihisap dan ditampung dalam kompresor, sehingga saat digunakan sebagai
perlakuan konsentrasi gas CO relatif stabil dan homogen terutama suhu dan
tekanan parsialnya. Kecepatan aliran gas untuk perlakuan ditentukan yaitu 10
mL/detik. Menurut Basuki dkk., (2008) semakin kecil kecepatan aliran gas
yang mengandung zat kontaminan maka waktu tinggal gas dalam tabung
adsorpsi akan semakin lama sehingga semakin tinggi tingkat efisiensinya.
Kompresor dihidupkan selama 30 menit agar kinerja kompresor tersebut stabil.
Mesin sepeda motor dihidupkan dan dibiarkan dalam keadaan idle/stasioner
selama 15 menit. Knalpot kemudian dihubungkan dengan probe dan diarahkan
pada penghisap kompresor. Kemudian kompresor dihidupkan, dan pengisian
gas CO dalam tabung kompresor dilakukan hingga tekanan menunjukkan
angka 4. Kemudian pengisian udara bebas dilakukan hingga tekanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
34
menunjukkan angka 8. Setelah tekanan mencapai angka 8 kemudian kompresor
dimatikan dan didiamkan selama 30 menit agar gas homogen.
8. Pengukuran debit dan konsentrasi gas CO
Pengukuran debit dan konsentrasi gas CO pada penelitian ini
menggunakan metode yang dikemukakan oleh Utomo (2011). Alat detektor gas
CO dinyalakan terlebih dahulu untuk dikalibrasikan. Kemudian alat detektor
dihubungkan pada outlet. Pengukuran debit gas dilakukan dengan mengatur
bukaan kran pada kompresor, pembacaan pada flow meter kompresor dan
pembacaan pada bubble flow meter. Debit gas yang digunakan pada percobaan
ini yaitu 10 mL/detik. Konsetrasi gas CO (% vol) ditentukan dengan membaca
angka pada alat detektor ketika telah mencapai kestabilan.
9. Perlakuan pemaparan gas CO
Gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dengan basis gel cincau
hijau sebanyak 300 ml dimasukkan ke dalam adsorption box (Gambar 5), lalu
ditutup rapat menggunakan penutup dengan silicon seal agar kondisi ruang
vakum.
Gambar 5. Adsorption box
Peralatan uji seperti kompresor, gas analyzer, impinger set, bubble flow
meter dan motor dirangkai seperti pada Gambar 6. Sebelumnya gas CO yang
akan dipaparkan telah diukur konsentrasinya dan dicatat sebagai konsentrasi
awal. Kemudian melalui impinger set dialirkan gas CO ke dalam adsorption
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
35
box. Konsentrasi gas CO setelah perlakuan dicatat tiap 60 detik hingga
diperoleh waktu jenuh gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dengan
basis gel daun cincau dalam mengadsorpsi gas CO (Konsentrasi setelah
perlakuan sama dengan konsentrasi sebelum perlakuan).
Gambar 6. Rangkaian alat uji
Rangkaian alat uji meliputi motor yang dipasang probe penghisap pada
ujung knalpotnya, dihubungkan dengan input kompresor (bagian penghisap).
Kompresor lalu dihubungkan dengan selang ke bubble flow meter untuk
mengetahui debit gas, dihubungkan dengan impinger set, lalu dihubungkan ke
adsorption box yang sebelumnya telah diisi oleh gel klorofil. Sumber emisi gas
CO yang digunakan sebagai gas uji dalam penelitian ini berasal dari gas buang
Keterangan:
1. Tabung Impinger 1
2. Tabung Impinger 2
3. Keran 3 Ways
4. Keran 2 Ways
5. Exhauster
6. Probe
7. Horiba Automotive
Emission Analyzer
MEXA-554J
8. Air Compressor
9. Motor Honda 4 Langkah
10. Slang Gas
11. Bubble Flow meter
12. Adsorption Box
6
3
12 9
8
10
-0
11
1 2
5
7
4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
36
kendaraan sepeda motor 4 langkah berbahan bakar bensin merk Honda tahun
perakitan 2008. Kendaraan bermotor dipilih karena merupakan sumber utama
emisi gas CO (Basuki dkk., 2008). Dari pengukuran langsung terhadap gas
buang kendaraan didapatkan konsentrasi gas CO sebesar 3,86 % vol.
Konsentrasi tersebut masih di bawah standar baku mutu emisi gas CO.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2006/1
Agustus 2006, konsentrasi gas CO yang diemisikan oleh kendaraan bermotor
berkategori L dalam hal ini sepeda motor 4 langkah dengan bahan bakar bensin
tahun pembuatan di bawah tahun 2010 adalah 5,5 % vol. Konsentrasi gas CO
sebelum dan sesudah perlakuan diukur dengan alat ukur Horiba Automotive
Emission Analyzer MEXA-554J khusus untuk mesin berbahan bakar bensin
yang telah memenuhi standar ISO 3930.
10. Uji Adsorpsi
Uji adsorpsi pada penelitian ini menggunakan metode yang
dikemukakan oleh Utomo (2011) dengan beberapa modifikasi. Kejenuhan gel
klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dengan basis gel daun cincau dapat
diketahui dengan menghitung persentase adsorpsi setiap 60 detik. Persentase
adsorpsi merupakan angka perbandingan banyaknya konsentrasi gas CO yang
diserap oleh sampel. Persentase adsorpsi dapat ditentukan dengan persaman
matematis berikut:
Persentase adsorpsi = Xo − Xf
Xo x 100 %
Keterangan :
Xo = besar konsentrasi gas CO sebelum dikenai perlakuan
Xf = besar konsentrasi gas CO setelah dikenai perlakuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
37
11. Uji Porositas Gel
Uji porositas dilakukan dengan mengamati struktur gel klorofil dari
ekstrak daun eceng gondok dengan basis gel daun cincau menggunakan
mikroskop pemindai elektron atau Scanning Elektron Microscope (SEM).
D. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yang terdiri dari 4 perlakuan yaitu
variasi komposisi gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dengan basis gel
cincau hijau. Masing-masing perlakuan dengan 3 kali ulangan. Komposisi gel
keempat perlakuan disajikan pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Komposisi gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dengan basis gel
cincau hijau tiap perlakuan
Perlakuan Ekstrak Daun Cincau Hijau
Ekstrak Daun Eceng Gondok
Eceng Gondok
dengan Pelarut Aquades (ml) dengan Pelarut Aseton (ml)
A 300 0 B 270 30
C 240 60
D 210 90
E. Analisis Data
Analisis data menggunakan analisis hasil uji laboratorium, yang
dikomparasikan dengan uji statistik menggunakan Analysis Of Variance
(ANOVA) untuk mengetahui signifikansi perbedaan antar perlakuan, apabila
terdapat signifikasi kemudian dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple
Range Test) pada taraf uji 5% untuk mengetahui beda nyata diantara perlakuan,
Paired – Samples T Test untuk mengetahui signifikansi perbedaan sebelum
maupun sesudah perlakuan, dan terakhir dilakukan analisa regresi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kadar Klorofil Total Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Tujuan dilakukannya pengukuran kadar klorofil total pada awal dan akhir
perlakuan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kadar klorofil total
sebelum maupun sesudah perlakuan pemaparan dengan gas CO. Perubahan kadar
klorofil total dapat mengindikasikan terjadinya suatu reaksi kimia yang
menyebabkan klorofil terdegradasi (Setiari dan Nurchayati, 2009). Kadar klorofil
total sebelum dan setelah perlakuan pemaparan dengan gas CO disajikan pada
gambar 7.
Gambar 7. Kadar klorofil total sebelum dan sesudah perlakuan. Keterangan:
Volume setiap gel yaitu 300 ml dengan perbandingan antara ekstrak
daun eceng gondok dengan pelarut aseton : ekstrak daun cincau hijau
dengan pelarut aquades pada setiap perlakuan yaitu A (0:10), B (1:9),
C (2:8), dan D (3:7).
2,3588
4,63724,8662
5,7652
2,3699
4,730 4,7532
5,6400
0
1
2
3
4
5
6
7
A B C D
Ka
da
r K
loro
fil
(mg
/L)
Perlakuan
Sebelum
Sesudah
(P val > 0,05) (P val > 0,05) (P val > 0,05) (P val > 0,05)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
39
Setelah dilakukan uji ANOVA pada kadar klorofil total gel sebelum
dipaparkan gas CO diketahui bahwa variasi komposisi gel pada setiap
perlakuan A, B, C, dan D menghasilkan perbedaan kadar klorofil total yang
signifikan (P val<0,05) (Lampiran 5a). Setelah di uji lanjut dengan DMRT
(Lampiran 5b) diketahui perlakuan B dan C tidak berbeda nyata. Hal ini
disebabkan perlakuan B dan C memiliki perbandingan antara ekstrak daun
eceng gondok dengan pelarut aseton dan ekstrak daun cincau hijau dengan
pelarut aquades yang mendekati seimbang jika dibandingkan dengan perlakuan
yang lain.
Perlakuan D tidak berbeda nyata dengan perlakuan C namun berbeda
nyata dengan perlakuan A dan B. Perlakuan A menghasilkan kadar klorofil
total terlarut paling rendah (2,3588 mg/L) bila dibandingkan dengan perlakuan
B (4,6372 mg/L), C (4,8662 mg/L) dan D (5,7652 mg/L). Perlakuan A
merupakan kontrol ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut aquades, sehingga
dari analisa diketahui kadar klorofil total terlarut yang paling rendah. Tidak
adanya ekstrak daun eceng gondok dengan pelarut aseton yang tercampur
menyebabkan jumlah pigmen yang terlarut dalam perlakuan A sedikit,
sehingga banyaknya sinar yang dapat diserap oleh klorofil rendah. Rendahnya
penyerapan sinar oleh klorofil menyebabkan rendahnya nilai absorbansi. Selain
itu, penambahan aquades pada ekstrak pigmen juga dapat menyebabkan
terjadinya agregasi. Penambahan aquades pada larutan klorofil-a dalam pelarut
aseton, menimbulkan penurunan absorbansi klorofil-a pada spektrum serapnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
40
baik puncak Qy, Qx maupun Soret seiring dengan bertambahnya persentase air
yang ditambahkan (Costa dkk., 2009).
Perlakuan D menghasilkan kadar klorofil total tertinggi. Hal ini
disebabkan oleh perbandingan antara ekstrak daun eceng gondok dengan
pelarut aseton yang tinggi terhadap ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut
aquades (3:7), sehingga nilai absorbansinya tinggi. Secara analisis kimia
senyawa klorofil tidak larut sempurna dalam air, tetapi larut sempurna dalam
pelarut organik seperti etanol, metanol, aseton, kloroform dan alkohol
(Lehninger, 1990). Namun nilai penting dari penggunaan aquades pada
penelitian ini karena aquades lebih aman penggunaanya, ramah lingkungan,
mudah didapat dan harganya lebih murah. Selain itu, gas CO juga memiliki
kelarutan pada aquades sehingga aquades dapat menjadi pelarut alternatif pada
gel klorofil pada penelitian ini.
Setelah dilakukan uji T berpasangan terhadap kadar klorofil total sebelum
dan sesudah perlakuan pada formula A, B, C, dan D menunjukkan hasil yang
tidak signifikan (P val>0,05) (Lampiran 5h, 5i, 5j, dan 5k). Hal ini
menunjukkan bahwa selama proses pemaparan gas CO tidak terjadi perubahan
kadar klorofil total pada gel klorofil karena tidak adanya reaksi yang
menyebabkan klorofil terdegradasi.
Adanya H2O akan menyebabkan klorofil mengalami agregasi.
Kehadiran H2O menyebabkan pusat logam magnesium yang bersifat
nukleofilik dapat membentuk ikatan hidrogen dengan H2O yang bersifat
elektrofilik. Kemudian satu atom hidrogen yang lain pada H2O akan mengikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
41
monomerik klorofil lain atau senyawa lain seperti protein, sehingga akan
membentuk agregat. Jika tersedia banyak H2O maka ikatan tersebut akan
terjadi terus menerus dan akan membentuk agregat yang besar (Kusmita dan
Limantara, 2009).
Model struktur kimia antara molekul klorofil, H2O dan gas CO
dipresentasikan pada Gambar 8, dimana atom C dan O pada struktur gas CO
membentuk ikatan koordinasi dengan atom O dan atom H pada model T
agregasi klorofil dengan pelarut aquades.
(a) (b)
Gambar 8. (a) Model T agregasi molekul klorofil (Katz et al., 1978), (b)
Asumsi model T dan ikatan yang terjadi antara molekul klorofil,
H2O dan gas CO (Utomo, 2011).
Pada skala elektronegativitas Pauling, atom H dan C memiliki skala 2,1
dan 2,5. Atom O memiliki skala sebesar 3,5 sehingga atom C dan H bersifat
elektrofilik sedangkan atom O bersifat nukleofilik. Hal ini menyebabkan
ketiga atom tersebut memiliki kecenderungan untuk saling berikatan. Ikatan
yang mungkin terjadi yaitu ikatan kovalen koordinasi dikarenakan penggunaan
pasangan elektron hanya berasal dari salah satu atom saja. Ikatan ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
42
dimungkinkan pula dipengaruhi oleh adanya gaya tarik menarik antarmolekul
yaitu gaya Van der Waals. Pelarut aseton tidak dapat ikut bereaksi dengan
klorofil, tetapi hanya dapat bersifat melarutkan. Caranya dengan membentuk
ikatan koordinasi, klorofil yang planar (datar) diikat atom magnesiumnya oleh
aseton, dengan posisi aseton diatas dan dibawah atom Mg. Ikatan jenis ini juga
berlaku pada reaksi antara klorofil dengan aquades ataupun dengan gas CO.
Model ikatan koordinasi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 9.
(a) (b)
Gambar 9. Ikatan koordinasi (a) penta dan (b) heksa antara Mg-BChl/
Bakterioklorofil a dengan pelarut aseton dan metanol, secara
berturut-turut (Nishizawa, et al., 1994).
Gambar 9 menunjukkan model skematik peristiwa transfer elektron
akibat ligasi untuk model penta dan heksa-terkoordinasi. Untuk menjaga
netralitas elektron, muatan negatif yang efektif pada atom Mg perlu
ditempatkan. Disebut penta apabila atom Mg terikat dengan 5 atom, yaitu 4
atom N pada klorofil dan satu atom dari atom donor ( pada air = O, gas karbon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
43
monoksida = C, aseton= O). Disebut heksa apabila atom Mg terikat dengan 4
atom N dan 2 atom donor.
B. Uji Penyerapan Gas CO oleh Gel Klorofil
Uji penyerapan gas CO oleh gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok
dengan basis gel cincau hijau menggunakan konsep dasar adsorpsi gas pada
zat padat. Proses perlakuan pemaparan Gas CO terhadap gel klorofil secara
skematis terlihat pada diagram alir sebagai berikut:
Gambar 10. Diagram proses perlakuan pemaparan Gas CO
1. Input
Pada tahapan ini dilakukan pengaliran gas buang kendaraan yang
mengandung gas CO ke dalam setiap gel klorofil yang diuji. Sebelum gas
tersebut dialirkan terlebih dahulu diukur konsentrasi awal gas CO yang terlarut
dalam gas buang kendaraan tersebut. Konsentrasi gas CO awal yang
dipaparkan ke dalam setiap gel klorofil dan konsentrasi akhir setelah melewati
gel yang diuji disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Konsentrasi awal dan akhir gas CO
Perlakuan Konsentrasi Gas CO (%vol)
Awal Akhir
Input Proses Output
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
44
A 1,05 0,02058
B 0,83 0,018841
C 0,84 0,004116
D 1,45 0,00116
Keterangan: Volume setiap gel yaitu 300 ml dengan perbandingan antara
ekstrak daun eceng gondok dengan pelarut aseton : ekstrak daun
cincau hijau dengan pelarut aquades pada setiap perlakuan yaitu
A (0:10), B (1:9), C (2:8), dan D (3:7).
Setelah dilakukan uji ANOVA diketahui bahwa input/konsentrasi awal
gas CO yang diberikan pada tiap perlakuan tidak berbeda signifikan (P
val>0,05) (Lampiran 5c) sehingga tidak dilanjutkan dengan analisis DMRT.
Konsentrasi gas CO tidak jauh berbeda disebabkan karena gas CO yang terlarut
dalam gas buang kendaraan mengalami homogenisasi. Homogenisasi terjadi
karena gas tersebut ditampung terlebih dahulu dalam tabung kompresor yang
berfungsi untuk memampatkan udara, menghomogenkan suhu dan tekanan
udara (Sapitri, 2012). Hal ini menyebabkan konsentrasi gas CO stabil selama
dipaparkan ke dalam setiap gel klorofil yang diuji, suhu gas yang dihasilkan
adalah 29oC. Setelah konsentrasi awal diketahui, kemudian gas CO dialirkan ke
tabung reaksi yang di dalamnya telah terisi oleh gel klorofil yang diuji.
2. Proses
Tahapan ini dimulai sesaat setelah gas CO mengalami kontak dengan
gel klorofil yang diuji. Tahap proses merupakan tahap dimana terjadi
penyerapan gas CO oleh gel klorofil yang diuji. Untuk mengetahui adanya
proses penyerapan yang terjadi maka konsentrasi gas CO dicatat setiap 60 detik
hingga terjadi kejenuhan larutan dalam menyerap gas CO. Tercapainya waktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
45
jenuh gel klorofil yang diuji dapat diketahui dengan menghitung persentase
adsorpsi setiap 60 detik. Persentase adsorpsi adalah angka perbandingan
banyaknya konsentrasi gas CO yang diserap. Semakin rendah nilai persentase
adsorpsi maka larutan semakin mendekati waktu jenuh sehingga tidak dapat
lagi menyerap gas CO. Waktu jenuh setiap perlakuan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Waktu jenuh gel klorofil terhadap gas CO
Perlakuan Waktu Jenuh (detik)
A 100
B 200
C 100
D 80
Keterangan: Volume setiap gel yaitu 300 ml dengan perbandingan antara
ekstrak daun eceng gondok dengan pelarut aseton : ekstrak daun
cincau hijau dengan pelarut aquades pada setiap perlakuan yaitu
A (0:10), B (1:9), C (2:8), dan D (3:7).
Perlakuan A merupakan kontrol ekstrak daun cincau hijau dengan
pelarut aquades. Pada perlakuan B, C dan D terdapat variasi perbandingan
antara ekstrak daun eceng gondok dengan pelarut aseton dan ekstrak daun
cincau hijau dengan pelarut aquades pada setiap perlakuan secara berturut-turut
1:9, 2:8, dan 3:7. Dari tabel diketahui bahwa lama waktu jenuh bervarisasi dari
perlakuan A hingga perlakuan D dan meningkat tajam pada perlakuan B.
Setelah dilakukan uji ANOVA diketahui bahwa lama waktu jenuh gel klorofil
dalam menyerap gas CO menunjukkan hasil yang signifikan (P val<0,05)
(Lampiran 5d). Setelah di uji lanjut dengan DMRT (Lampiran 5e) diketahui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
46
perlakuan A, C dan D tidak berbeda nyata. Perlakuan B berbeda nyata terhadap
perlakuan A, C, dan D. Hal ini berarti perlakuan B dengan perbandingan antara
ekstrak daun eceng gondok dengan pelarut aseton : ekstrak daun cincau hijau
dengan pelarut aquades (1:9) merupakan komposisi yang optimal dalam
menyerap gas CO.
Dari hasil pengukuran waktu jenuh juga mengindikasikan bahwa waktu
jenuh gel klorofil yang diuji tidak hanya dipengaruhi oleh kadar klorofil total
yang terdapat dalam gel namun juga dipengaruhi oleh jenis pelarut yang
digunakan. Dari hasil ini juga diketahui bahwa peristiwa adsorpsi yang terjadi
bersifat selektif dan spesifik dimana gas CO lebih mudah teradsorpsi dalam
pelarut aquades, hal ini sesuai dengan referensi yang didapatkan bahwa,
molekul gas CO yang bersifat sedikit polar memiliki kelarutan dengan aquades
namun tidak dalam pelarut aseton (Sukardjo, 1990), dan nilai kelarutan gas
CO dalam aquades sebesar 2,14 ml/100 ml pada suhu 25°C (Raub, 2009). Hal
ini berarti bahwa semakin tinggi kadar pelarut aquades dalam gel, maka akan
semakin tinggi kelarutan dari gas CO. Dengan adanya sifat kelarutan tersebut,
maka mulai dari perlakuan B, C dan D secara berturut – turut memiliki
kecenderungan penurunan waktu jenuh (B>C>D).
Dari beberapa hasil uji tersebut dapat diketahui bahwa waktu jenuh gel
dipengaruhi oleh beberapa faktor bebas, yaitu kadar klorofil total dan jenis
pelarut yang digunakan, dimana pelarut yang paling berperan dalam penelitian
ini adalah aquades. Setelah dilakukan uji regresi pada pengaruh kadar klorofil
total dan volume ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut aquades terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
47
waktu jenuh menunjukkan hasil yang signifikan (P val<0,05) (Lampiran 5l).
Hal ini menguatkan bahwa memang terdapat pengaruh antara variabel kadar
klorofil total (x1) variabel volume ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut
aquades (x2) terhadap waktu jenuh (y). Pada kolom R square (Lampiran 5l)
menunjukkan bahwa kadar klorofil total dan volume ekstrak aquades cincau
hijau berkontribusi 53,6 % terhadap waktu jenuh, sedangkan 46,4%
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak terangkum dalam analisis ini. Dari uji
regresi tersebut, berdasarkan tabel Coefficients (Lampiran 5l) diperoleh
persamaan sebagai berikut:
y= -394,7 + 56,884 x1 + 1257,225 x2
Dimana:
y = Waktu jenuh (s)
x1 = Kadar klorofil total (mg/L)
x2 = Volume ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut aquades (L)
Dari persamaan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Harga koefisien konstanta = -394,7 Hal ini berarti bahwa apabila nilai dari
kadar klorofil total (x1) dan volume ekstrak daun cincau hijau dengan
pelarut aquades (x2) pada penelitian sama dengan satu, maka besarnya
waktu jenuh gel (variabel dependen y) adalah 919,409 detik.
b. Harga koefisien x1 = 56,884 berarti setiap penambahan satu satuan nilai
kadar klorofil total (x1) akan menyebabkan kenaikan waktu jenuh gel
(variabel dependen y) sebesar 56,884 satuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
48
c. Harga koefisien x2 = 1257,225 berarti bahwa setiap penambahan satu satuan
nilai volume ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut aquades (x2) akan
menyebabkan kenaikan waktu jenuh gel (variabel dependen y) sebesar
1257,225 satuan.
Untuk mengetahui hubungan secara parsial pegaruh masing –
masing variabel bebas tersebut terhadap variabel dependen y, dapat dilihat
pada Gambar 8 dan Gambar 9. Berdasarkan fungsi regresi y= -394,7 + 56,884
x1 + 1257,225 x2, dengan y= waktu jenuh (s), x1 = kadar klorofil total (mg/L),
dan x2 = volume ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut aquades (L),
jika diasumsikan bahwa nilai dari x2 adalah 1, maka didapatkan hubungan
antara x1 dan y seperti pada Gambar 11.
Gambar 11. Hubungan kadar klorofil total terhadap waktu jenuh
Apabila diasumsikan bahwa nilai dari x1 adalah 1, maka
didapatkan hubungan antara x2 dan y pada Gambar 12 sebagai berikut:
y = 56.88x + 862.5
R² = 1
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
0 2 4 6 8 10 12
Wa
ktu
jen
uh
(s)
Kadar klorofil total (mg/L)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
49
Gambar 12. Hubungan volume ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut
aquades terhadap waktu jenuh
Dari grafik pada Gambar 11 dan Gambar 12 diketahui bahwa antara
variabel kadar klorofil total maupun variabel volume ekstrak daun cincau hijau
dengan pelarut aquades sama – sama berpengaruh secara linear terhadap waktu
jenuh, namun keberadaan volume ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut
aquades berpengaruh lebih besar daripada kadar klorofil total.
3. Output
Gel klorofil yang diuji memiliki keterbatasan waktu untuk menyerap
gas CO. Waktu dimana terjadi reaksi kesetimbangan antara adsorben dan
adsorbat dinyatakan sebagai waktu jenuh larutan uji terhadap gas CO. Waktu
jenuh ini dapat diketahui melalui perhitungan persentase adsorpsi (Utomo,
2011). Persentase adsorpsi adalah angka perbandingan banyaknya konsentrasi
gas CO yang diserap oleh sampel disebut. Semakin rendah persentase adsorpsi
y = 1257.x - 337.8
R² = 1
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
0 2 4 6 8 10 12
Wa
ktu
jen
uh
(s)
Volume ekstrak aquades daun cincau hijau (L)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
50
maka gel semakin mendekati waktu jenuh sehingga tidak dapat lagi menyerap
gas CO. Persentase adsopsi sampai waktu jenuh dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persentase adsorpsi sampai waktu jenuh gel
Perlakuan Persentase Adsorpsi (%)
A 1,96
B 2,27
C 0,49
D 0,08
Keterangan: Volume setiap gel yaitu 300 ml dengan perbandingan antara
ekstrak daun eceng gondok dengan pelarut aseton : ekstrak daun
cincau hijau dengan pelarut aquades pada setiap perlakuan yaitu
A (0:10), B (1:9), C (2:8), dan D (3:7).
Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa perlakuan B memiliki
persentase adsorpsi tertinggi yakni sebesar 2,27 %, hal ini menandakan bahwa
perlakuan B dengan perbandingan antara ekstrak daun eceng gondok dengan
pelarut aseton : ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut aquades (1:9)
merupakan komposisi yang optimal dalam menyerap gas CO. Setelah
dilakukan uji ANOVA diketahui bahwa setiap perlakuan menghasilkan
perbedaan persentase adsorpsi yang signifikan (P val<0,05) (Lampiran 5f).
Setelah di uji lanjut dengan DMRT (Lampiran 5g) diketahui perlakuan A, B
dan C tidak berbeda nyata. Perlakuan C dengan D juga tidak berbeda nyata,
namun berbeda nyata terhadap perlakuan A dan B. Untuk mengetahui secara
detail besarnya persentase adsorpsi pada setiap 60 detik pengamatan dapat
dilihat pada Gambar 13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
51
Gambar 13. Adsorpsi gas CO setiap 60 detik. Keterangan: Volume setiap gel
yaitu 300 ml dengan perbandingan antara ekstrak daun eceng
gondok dengan pelarut aseton : ekstrak daun cincau hijau dengan
pelarut aquades pada setiap perlakuan yaitu A (0:10), B (1:9), C
(2:8), dan D (3:7).
Berdasarkan grafik pada Gambar 13 tersebut dapat diketahui bahwa
waktu penyerapan gas CO oleh larutan uji dari setiap perlakuan optimal pada
60 detik pertama dan cenderung mengalami penurunan pada detik – detik
berikutnya sampai mencapai waktu jenuh. Penyerapan gas CO tertinggi pada
60 detik pertama yaitu pada perlakuan A (5,58 % vol) dan terendah pada
perlakuan D (0,23% vol). Dari hasil ini juga diketahui bahwa peristiwa
adsorpsi yang terjadi bersifat selektif dan spesifik dimana gas CO lebih mudah
teradsorpsi dalam pelarut aquades. Nilai kelarutan gas CO dalam aquades
sebesar 2,14 ml/100 ml pada suhu 25°C (Raub, 2009). Hal ini kembali
0
5,87
-0,62
2,171,91
0
5,59
2,83
1,4
00
1,46 1,48
3,23
4,4
00,23
0
-0,45 -0,45
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
0 60 120 180 240 300
Per
sen
tase
Ad
sorp
si (
% v
ol)
Waktu (detik)
A
B
C
D
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
52
menguatkan bahwa jenis pelarut yang digunakan terutama aquades
berpengaruh terhadap keterserapan gas CO.
Peningkatan volume pelarut aseton dalam gel klorofil yang diuji
berbanding terbalik dengan lama waktu jenuh larutan dalam menyerap gas CO.
Semakin banyak penambahan pelarut aseton dalam gel klorofil menyebabkan
waktu jenuhnya semakin singkat. Tingginya perbandingan pelarut aseton
terhadap aquades menyebabkan gel lebih cepat jenuh dalam menyerap gas CO.
Hal ini disebabkan pelarut aseton yang bersifat volatile (mudah menguap)
menyebabkan terjadinya akumulasi gas CO terlebih dahulu di dalam tabung
reaksi sebelum dipaparkan gas CO, sehingga larutan lebih cepat mengalami
kejenuhan. Sesaat setelah dicapai waktu jenuh larutan ekstrak klorofil dalam
menyerap gas CO, larutan tersebut sudah tidak dapat lagi menyerap gas CO.
Gas CO yang tidak terserap ini akan bergerak naik ke atas permukaan larutan
dan bereaksi dengan udara bebas. Hal ini dikarenakan massa jenis gas CO lebih
kecil dibandingkan dengan massa jenis larutan ekstrak klorofil. Setelah
mencapai permukaan larutan, gas CO akan segera teroksidasi di udara bebas
membentuk gas CO2 menurut reaksi berikut :
2 CO (g) + O2 (g) 2 CO2 (g) (Djulia et al., 1995).
Dari beberapa hasil uji tersebut dapat diketahui bahwa persentase
adsorpsi sampai waktu jenuh gel juga dipengaruhi oleh beberapa faktor bebas,
yaitu kadar klorofil total dan jenis pelarut yang digunakan, dimana pelarut yang
paling berperan dalam penelitian ini adalah aquades. Setelah dilakukan uji
regresi pada pengaruh kadar klorofil total dan volume ekstrak daun cincau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
53
hijau dengan pelarut aquades terhadap persentase adsorpsi sampai waktu jenuh
menunjukkan hasil yang signifikan (P val<0,05) (Lampiran 5m). Hal ini
menguatkan indikasi bahwa memang terdapat pengaruh antara variabel kadar
klorofil total (x1) variabel volume ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut
aquades (x2) terhadap persentase adsorpsi sampai waktu jenuh (y). Pada kolom
R square (Lampiran 5m) menunjukkan bahwa kadar klorofil total dan volume
ekstrak aquades cincau hijau berkontribusi 63,9 % terhadap persentase adsorpsi
sampai waktu jenuh, sedangkan 36,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
terangkum dalam analisis ini. Dari tabel Coefficients (Lampiran 5m) uji regresi
tersebut diperoleh persamaan sebagai berikut:
y = -7,368 + 0,74 x1 + 25,25 x2
Dimana:
y = Persentase adsorpsi sampai waktu jenuh (%)
x1 = Kadar klorofil total (mg/L)
x2 = Volume ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut aquades (L)
Dari persamaan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Harga koefisien konstanta = -7,368 Hal ini berarti bahwa apabila nilai dari
kadar klorofil total (x1) dan volume ekstrak daun cincau hijau dengan
pelarut aquades (x2) pada penelitian sama dengan satu, maka besarnya
persentase adsorpsi sampai waktu jenuh (variabel dependen y) adalah
18,622 %.
b. Harga koefisien x1 = 0,74 berarti setiap penambahan satu satuan nilai kadar
klorofil total (x1) akan menyebabkan kenaikan persentase adsorpsi sampai
waktu jenuh gel (variabel dependen y) sebesar 0,740 satuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
54
c. Harga koefisien x2 = 25,25 berarti bahwa setiap penambahan satu satuan
nilai volume ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut aquades (x2) akan
menyebabkan kenaikan persentase adsorpsi sampai waktu jenuh gel
(variabel dependen y) sebesar 25,25 satuan.
Untuk mengetahui hubungan secara parsial pegaruh masing –
masing variabel bebas tersebut terhadap variabel dependen y, dapat dilihat
pada Gambar 11 dan Gambar 12. Berdasarkan fungsi regresi y = -7,368 + 0,74
x1 + 25,25 x2, dengan y= persentase adsorpsi sampai waktu jenuh (%), x1 =
kadar klorofil total (mg/L), dan x2 = volume ekstrak daun cincau hijau dengan
pelarut aquades (L), jika diasumsikan bahwa nilai dari x2 adalah 1, maka
didapatkan hubungan antara x1 dan y seperti pada Gambar 14.
Gambar 14. Hubungan kadar klorofil total terhadap persentase adsorpsi
sampai waktu jenuh
y = 0.74x + 17.88
R² = 1
0
5
10
15
20
25
30
0 2 4 6 8 10 12
Per
sen
tase
ad
sorp
si
sam
pa
i w
ak
tu j
enu
h (
%)
Kadar klorofil total (mg/L)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
55
Apabila diasumsikan bahwa nilai dari x1 adalah 1, maka akan
didapatkan hubungan antara x2 dan y seperti pada Gambar 15 sebagai berikut :
Gambar 15. Hubungan volume ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut
aquades terhadap persentase adsorpsi sampai waktu jenuh
Dari grafik pada Gambar 14 dan Gambar 15 diketahui bahwa antara
variabel kadar klorofil total maupun variabel volume ekstrak daun cincau hijau
dengan pelarut aquades sama – sama berpengaruh secara linear terhadap
persentase adsorpsi sampai waktu jenuh, namun keberadaan volume ekstrak
daun cincau hijau dengan pelarut aquades kembali berpengaruh lebih besar
daripada kadar klorofil total.
Untuk mengetahui hubungan antara kadar klorofil total, waktu jenuh
dan persentase adsorpsi gel dapat dilihat pada Gambar 16.
y = 25.25x - 6.628
R² = 1
0
50
100
150
200
250
300
0 2 4 6 8 10 12
Per
sen
tase
ad
sorp
si
sam
pa
i w
ak
tu j
enu
h (
%)
Volume ekstrak aquades daun cincau hijau (L)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
56
Gambar 16. Model 3 dimensi grafik hubungan antara kadar klorofil total,
waktu jenuh dan persentase adsorpsi gel. Keterangan: X
merupakan rentang waktu jenuh (s), Y merupakan persentase
adsorpsi (%), dan Z merupakan kadar klorofil total (Mg/L).
Perlakuan A merupakan kontrol ekstrak daun cincau hijau dengan
pelarut aquades. Pada perlakuan B, C dan D terdapat variasi perbandingan
antara ekstrak daun eceng gondok dengan pelarut aseton dan ekstrak daun
cincau hijau dengan pelarut aquades pada setiap perlakuan secara berturut-turut
1:9, 2:8, dan 3:7. Dari model 3 dimensi pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa
kadar klorofil total (Z) memiliki hubungan terhadap kenaikan waktu jenuh (X)
dan persentase adsorpsi (Y) secara simultan. Kenaikan waktu jenuh (X)
berbanding lurus dengan kenaikan persentase adsorpsi (Y). Hal ini disebabkan
karena nilai waktu jenuh ditentukan berdasarkan persentase adsorpsi setiap 60
detik pengamatan. Ketika nilai output gas CO yang dihasilkan sudah sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
57
dengan nilai input gas CO yang diberikan (persentase adsorpsi = 0%), maka
diasumsikan gel telah mencapai waktu jenuh.
C. Perubahan Fisik Gel Sesudah Perlakuan
Pada gel klorofil tidak terjadi perubahan warna secara total baik sebelum
dan sesudah perlakuan pemaparan gas CO. Namun gel klorofil yang telah terpapar
gas CO sampai mencapai waktu jenuh membentuk suatu lapisan tipis/film
berwarna gelap pada permukaannya. Lapisan tersebut terbentuk karena beberapa
faktor, yang pertama disebabkan akibat terserapnya partikulat yang terdapat dalam
gas buang kendaraan bermotor. Menurut Wardhana (1999), komponen pencemar
dari sumber gas buang kendaraan bermotor adalah: gas CO (70,56%), NOx
(8,89%), SOx (0,88%), Hidro Karbon (18,34%), dan partikulat (1,33%). Partikulat
meliputi semua bahan cair maupun padat seperti abu, karbon, debu, dan jelaga.
Jelaga terbentuk karena kurangnya udara pada proses pembakaran sehingga bahan
bakar tidak dapat terbakar sempurna sebelum proses buang (Anonim, 2012).
Faktor yang kedua penyebab terbentuknya lapisan tipis pada permukaan gel
klorofil adalah gas buang yang terserap itu sendiri. Gas CO, SOx dan Hidro
Karbon memang tidak berwarna, namun gas NOx berwarna cokelat kemerahan
(Budiarti, 2011). Difusi dan perilaku adsorpsi gas dalam film porfirin multilayer
dapat dianalogikan dalam sebuah model kinetik yang disajikan pada gambar 17.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
58
Gambar 17. Perilaku adsorpsi gas dalam film porfirin multilayer menurut
Naughton et al. (2007).
Gas yang terserap pada film multilayer akan terakumulasi lebih banyak
pada lapisan terluar dan kadarnya cenderung mengalami penurunan pada lapisan –
lapisan berikutnya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terbentuknya
lapisan tipis/film berwarna gelap pada permukaan gel klorofil yang telah
dipaparkan gas buang kendaraan, disebabkan oleh 2 faktor utama, yakni terjadi
karena terserapnya partikulat serta akibat dari akumulasi gas buang kendaraan.
D. Porositas Gel Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop yang
digunakan untuk studi detail arsitektur obyek yang diamati secara tiga dimensi.
Agar pengamat dapat mengamati preparat dengan baik, maka diperlukan beberapa
persyaratan dan melalui proses preparasi yang wajib dilakukan pada sediaan
dengan tahapan sebagai berikut :
1. Fiksasi, yang bertujuan untuk mematikan sel tanpa mengubah struktur sel
yang akan diamati. fiksasi dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa
glutaraldehida atau osmium tetroksida.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
59
2. Dehidrasi, yang bertujuan untuk memperendah kadar air dalam sayatan
sehingga tidak mengganggu proses pengamatan. Karena SEM
memanfaatkan kondisi vakum dan menggunakan elektron untuk
membentuk sebuah gambar, persiapan khusus harus dilakukan untuk
sampel. Semua air harus dikeluarkan dari sampel karena air akan menguap
dalam vakum dan merusak alat.
3. Pelapisan/pewarnaan/konduktifikasi, bertujuan untuk memperbesar
kontras antara preparat yang akan diamati dengan lingkungan sekitarnya.
Pelapisan/pewarnaan dapat menggunakan logam mulia seperti emas dan
platina. Semua logam yang konduktif dan tidak memerlukan persiapan
sebelum digunakan. Semua non-logam perlu dibuat konduktif dengan
menutup sampel dengan lapisan tipis bahan konduktif. Hal ini dilakukan
dengan menggunakan alat yang disebut "Sputter Coater" (Schweitzer,
2012).
Gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok dengan basis gel cincau hijau
terbentuk pada volume 300 ml dengan perbandingan antara ekstrak daun eceng
gondok dengan pelarut aseton : ekstrak daun cincau hijau dengan pelarut aquades
pada setiap perlakuan yaitu A (0:10), B (1:9), C (2:8), dan D (3:7). Gel tersebut
memiliki kadar air yang sangat tinggi (>65%), sehingga proses dehidrasi dan
konduktifikasi tidak memungkinkan untuk dilakukan terhadap gel. Oleh karena itu
uji porositas gel dengan SEM tidak dapat diterapkan pada penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart)
Solms.) dengan basis gel cincau hijau (Cyclea barbata Miers) memiliki
kemampuan penyerapan terhadap gas karbon monoksida (CO).
2. Perbandingan komposisi gel antara ekstrak daun eceng gondok dengan pelarut
aseton dan ekstrak aquades daun cincau yang optimal menyerap gas karbon
monoksida (CO) adalah 1:9.
3. Tidak terjadi perubahan fisik pada gel klorofil dari ekstrak daun eceng gondok
dengan basis gel cincau hijau.
B. Saran
1. Perlu adanya penelitian lanjut terhadap reaksi dan ikatan kimia antara molekul
klorofil dengan gas CO.
2. Perlu adanya penelitian lanjut terhadap struktur lapisan/film yang terbentuk
akibat pengeringan gel klorofil.
3. Perlu adanya penelitian lanjut terhadap potensi klorofil dalam fase pure solid
dengan kadar air yang rendah.