Upload
faradela-rf
View
168
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan kasus
Citation preview
BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Faradela
Nama Wahana : RSUD Arosuka
Topik : Sindrom Nefrotik
Tanggal (Kasus) : 11 November 2012
Nama Pasien : An. M No. RM : 233102
Tanggal Presentasi : Januari 2013
Nama Pendamping : dr. Fitra Yenni Rivai
Tempat Presentasi : Aula Komite Medik RSUD Arosuka
Objektif Presentasi : -Keilmuan
-Diagnostik
-Anak
Deskripsi : Perempuan usia 8 tahun, datang ke Poliklinik Anak RSUD Arosuka,
pada tanggal 11 November 2012 dengan diagnosa Suspek Sindroma
Nefrotik.
Tujuan : - Mendiagnosis Sindroma Nefrotik
- Mengetahui Tatalaksana Sindroma Nefrotik
Bahan Bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan diskusi
1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. M
Umur : 8 tahun
Alamat : Alahan Panjang, Kabupaten Solok
No. Rekam Medik : 233102
ANAMNESIS
Seorang pasien wanita 8 tahun datang ke Poliklinik Anak RSUD Arosuka pada tanggal
11 November 2012 dengan :
Keluhan Utama :
Sembab pada wajah, perut, tungkai sejak 5 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
• Sembab pada wajah, perut, tungkai sejak 5 hari yang lalu.
• Batuk sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
• Mual (-), muntah (-).
• Demam (-)
• BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
• Riwayat sembab seperti ini disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
• Tidak ada keluarga pasien yang menderita sembab seperti ini.
Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan dan Sosial Ekonomi :
• Pasien adalah pelajar SD Riwayat kehamilan dan persalinan :
Riwayat Antenatal :
• Ibu rajin memeriksakan kehamilan ke bidan Puskesmas tiap bulan sekali dan
mendapatkan suntikan TT sebanyak 2 kali.
Riwayat Natal :
• Spontan/tidak spontan: Spontan
2
• Nilai APGAR : Ibu tidak tahu
• Berat badan lahir : 3100 gram
• Panjang badan lahir : Ibu tidak tahu
• Lingkar kepala : Ibu tidak tahu
• Penolong : Bidan
Riwayat Neonatal :
• Setelah lahir anak langsung menangis, kulit kemerahan, gerak aktif.
Riwayat perkembangan :
• Tiarap : 3,5 bulan
• Merangkak : 8 bulan
• Duduk : 8 bulan
• Berdiri : 1 tahun
• Berjalan : 1 tahun 1 bulan
• Saat ini : Anak duduk di kelas II SD tidak pernah tidak naik kelas dan anak
dapat naik sepeda
Riwayat imunisasi
• BCG : umur 2 bulan
• Polio : umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan
• Hepatitis : -
• DPT : Umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
• Campak : Umur 9 bulan
Makanan :
• Anak mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 2 tahun. Saat usia 1 tahun anak mulai
makan bubur SUN sampai usia 1,5 tahun. Pada usia 1,5-2 tahun anak makan nasi tim.
Usia 2 tahun sampai sekarang anak makan nasi biasa, dengan frekuensi 3 kali sehari.
Anak suka makan ikan dan tidak suka makan sayur.
Riwayat sosial lingkungan :
• Anak tinggal di rumah (rumah kayu) dengan ukuran 10 x 14 cm bersama orang tua
dan saudaranya (3 orang) serta kakek dan neneknya dari pihak ibu. Rumah memiliki 4
3
kamar, dengan ventilasi dan cahaya matahari yang cukup. Untuk masak, mandi dan
cuci menggunakan air leding. Jarak antar rumah tidak terlalu berdekatan.
PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan Umum : Sedang
• Kesadaran : Compos mentis cooperatif
• Tekanan Darah : 130/80 mmHg
• Nadi : 80 kali/ menit
• Nafas : 24 kali/ menit
• Suhu : 37°C
• Tinggi badan : cm
• Berat Badan : kg
Kulit : tidak kering, tidak sianosis
Kelenjar Getah Bening : tidak ada pembesaran
Kepala : tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Telinga, hidung, mulut : tidak ada kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O , tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
Dada :
Bentuk dada normochest
Inspeksi : Simetris kiri-kanan, statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung kanan : linea sternalis dextra
kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada
4
Abdomen
• Inspeksi : Tampak membuncit.
• Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
• Perkusi : Timpani
• Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : Nyeri tekan dan nyeri ketok CVA (-)
Anggota Gerak : edem (+)
Diagnosa kerja : Suspek Sindroma nefrotik
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
11 November 2012
Darah rutin:
Hb : 12,6 gr%
Leukosit : 8.000/mm3
Trombosit : 200.000/mm3
Total Kolesterol : 325 mg/dl
Trigliserida : 320 mg/dl
HDL : 14 mg/dl
LDL : 247 mg/dl
Albumin : 1,7 mg/dl
Urinalisa:
Albumin : Positif (+ + +)
Reduksi : Negatif
Bilirubin : Negatif
Urobilin : Normal
Eritrosit : Negatif (-)
Leukosit : Positif (+)
Diagnosis : Sindroma Nefrotik
5
Terapi :
• IVFD KaEn IB 10 tetes/i
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxyl syr 2 x 1 c
• Salbutamol 3x2 mg
Pemeriksaan Anjuran :
USG abdomen
FOLLOW UP
12 November 2012
A/ Bengkak (+)
Demam (-)
Batuk (+)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T
Sedang CMC 130/70mmHg 88x/i 24x/i 360C
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+
Th/:
• IVFD KaEn IB 10 tetes/i
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxil syr 2x1
6
• Salbutamol 3x2 mg
13 November 2012
A/ Bengkak (+)
Demam (-)
Batuk (+) berkurang
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T
Sedang CMC 130/70mmHg 80x/i 22x/i 360C
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+ berkurang
Th/:
• IVFD KaEn IB 10 tetes/i
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxil syr 2x1
• Salbutamol 3x2 mg
• Albumin 1 kolf
14 November 2012
A/ Bengkak (+)
Demam (-)
Batuk (+)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T
Sedang CMC 130/100mmHg 96x/i 24x/i 360C
7
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+
Laboratorium:
Total Protein : 3,6
Albumin : 2,2
Th/:
• IVFD KaEn IB 10 tetes/i
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxil syr 2x1
• Salbutamol 3x2 mg
• Albumin 1 kolf
15 November 2012
A/ Bengkak (+) berkurang
Demam (-)
Batuk (-)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T
Sedang CMC 130/90mmHg 90x/i 22x/i 360C
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+) berkurang
Extremitas : Edem pretibial +/+ berkurang
8
Laboratorium:
• Total Protein : 3,6
• Albumin : 2,6
Th/:
• IVFD KaEn IB 10 tetes/i
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxil syr 2x1
• Salbutamol 3x2 mg
16 November 2012
A/ Bengkak (+) berkurang
Demam (-)
Batuk (-)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T
Sedang CMC 170/110mmHg 88x/i 20x/i 360C
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+
Th/:
• Cek vital sign tiap 4 jam
• IVFD KaEn IB 8 tetes/i
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
9
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxil syr 2x1
• Salbutamol 3x2 mg
• Furosemid 1 x 20 mg
• KSR 2x 250 mg
17 November 2012
A/ Bengkak (+) berkurang
Demam (-)
Batuk (-)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T
Sedang CMC 160/110mmHg 88x/i 22x/i 360C
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+
p/ Drip clonidin 80 mcg dalam D5% 500 cc, mulai tetesan 12 tetes/menit.
Th/:
• IVFD KaEn IB 10 tetes/i
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxil syr 2x1
• Salbutamol 3x2 mg
• Furosemid 1 x 20 mg
• KSR 2x 250 mg
Pukul 15.30 WIB, TD; 120/80 mmhg.
18 November 2012
10
A/ Bengkak (+) berkurang
Demam (-)
Batuk (-)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T
Sedang CMC 140/90mmHg 88x/i 22x/i 360C
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+
Th/:
• IVFD KaEn IB 10 tetes/i
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxil syr 2x1
• Salbutamol 3x2 mg
• Furosemid 1 x 20 mg
• KSR 2x 250 mg
19 November 2012
A/ Bengkak (+) berkurang
Demam (-)
Batuk (-)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T L. perut
Sedang CMC 120/80mmHg 88x/i 22x/i 360C 55 cm
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
11
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+
Th/:
• IVFD KaEn IB 10 tetes/i
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxil syr 2x1
• Salbutamol 3x2 mg
• Furosemid 1 x 20 mg
• KSR 2x 250 mg
20 November 2012
A/ Bengkak (+) berkurang
Demam (-)
Batuk (+)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T L. perut
Sedang CMC 100/80mmHg 81x/i 20x/i 360C 55 cm
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+
Th/:
• IVFD KaEn IB 10 tetes/i
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
12
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxil syr 2x1
• Salbutamol 3x2 mg
• Furosemid 1 x 20 mg
• KSR 2x 250 mg
21 November 2012
A/ Bengkak (+)
Demam (-)
Batuk (+)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T L. perut
Sedang CMC 100/70mmHg 88x/i 20x/i 360C 55 cm
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+
Th/:
• IVFD KaEn IB 8 tetes/i
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxil syr 2x1
• Salbutamol 3x2 mg
• Furosemid 1 x 20 mg
• KSR 2x 250 mg
Urinalisa:
• Albumin : Positif (+ + )
13
• Reduksi : Negatif
• Bilirubin : Negatif
• Urobilin : Normal
• Eritrosit : Positif (+ +)
• Leukosit : Positif (+)
22 November 2012
A/ Bengkak (+)
Demam (-)
Batuk (+)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T L. perut
Sedang CMC 110/70mmHg 88x/i 22x/i 36,20C 54 cm
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+
Th/:
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxil syr 2x1
• Salbutamol 3x2 mg
• Furosemid 1 x 20 mg
• KSR 2x 250 mg
23 November 2012
A/ Bengkak (+)
Demam (-)
14
Batuk (-)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T L. perut
Sedang CMC 130/90mmHg 86x/i 22x/i 36,20C 55 cm
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+
Th/:
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxil syr 2x1
• Salbutamol 3x2 mg
• Furosemid 1 x 20 mg
• KSR 2x 250 mg
24 November 2012
A/ Bengkak (+)
Demam (-)
Batuk (+)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T L. perut
Sedang CMC 110/80mmHg 88x/i 20x/i 360C 55 cm
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+
15
Th/:
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxil syr 2x1
• Salbutamol 3x2 mg
• Furosemid 1 x 20 mg
• KSR 2x 250 mg
25 November 2012
A/ Bengkak (+)
Demam (-)
Batuk (-)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T L. perut
Sedang CMC 140/100mmHg 88x/i 20x/i 360C 55 cm
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+
Th/:
• Prednison III-III-II
• Ambroxol 3xi C
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Cefadroxil syr 2x1
• Furosemid 1 x 20 mg
• KSR 2x 250 mg
16
26 November 2012
A/ Bengkak (+)
Demam (-)
Batuk (-)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T L. perut
Sedang CMC 110/70mmHg 88x/i 20x/i 36,20C 54cm
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+
Th/:
• Prednison III-III-II
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Furosemid 1 x 20 mg
• KSR 2x 250 mg
27 November 2012
A/ Bengkak (+)
Demam (-)
Batuk (+)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T L. perut
Sedang CMC 120/90mmHg 90x/i 22x/i 360C 55 cm
Mata : Edem palpebra (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Asites (+)
Extremitas : Edem pretibial +/+
17
Th/:
• Prednison III-III-II
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Furosemid 1 x 20 mg
• KSR 2x 250 mg
Rencana pulang, rawat jalan.
22 Desember 2012
A/ Pasien control poliklinik
Bengkak (-)
Demam (-)
Batuk (-)
PF/ KU Kes TD Nadi Nafas T
Sedang CMC 120/70mmHg 86x/i 20x/i 360C
Mata : Edem palpebra (-)
Abdomen
Inspeksi : Tidak membuncit
Palpasi : Asites (-)
Extremitas : Edem pretibial -/-
Urinalisa:
• Albumin : Negatif
• Reduksi : Negatif
• Bilirubin : Negatif
• Urobilin : Normal
• Eritrosit : Negatif
• Leukosit : Negatif
Th/:
• Prednison III-III-II
18
• Captopril 2 x 12,5 mg
• Furosemid 1x ½ tab
• KSR 1x ½ tab
• Calsium Lactat 1x1
SINDROM NEFROTIK
I. PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud proteinuria masif adalah
apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin
dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di
atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang
azotemia.1,2,3,4,7,11
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik ( SNI ).
Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit
perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom
Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain menyebut NIL (Nothing In Light
Microscopy).2,3,6
II. INSIDENSI
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada usia
2-7 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa rasio ini berkisar
1:1.1,2,3,6
III. ETIOLOGI
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada
anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu
19
salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1
tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop
cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron
dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik
sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi
ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan
Kleinknecht (1971).1,5
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
1. Kelainan minimal (KM)
2. Glomerulopati membranosa (GM)
3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
4. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)1,4,5,6
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.5
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan
data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya
mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer
yang dibiopsi.3,5
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai
akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang
sering dijumpai adalah :
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
20
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial
Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion, probenecid,
penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik, purpura
Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor gastrointestinal.
6. Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome1,3,5
IV. PATOGENESIS
Yang dimaksud dengan SN ialah SN yang idiopatik dengan kelainan histologik berupa
SNKM. Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu
Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)
Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi
antigen dan antibody yang larut (“soluble”) dalam darah. SAAC ini kemudian
menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3
akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap di
bawah epitel kapsula Bowman yang secara imunofloresensi terlihat berupa benjolan
yang disebut HUMPS sepanjang membrane basalis glomerulus (mbg) berbentuk
granuler atau noduler. Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS ini lah yang
menyebabkan permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain
dapat melewati mbg sehingga dapat dijumpai dalam urine.3
Perubahan Elektrokemis
Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga
mneimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan
terpenting pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik ( sebagai sawar
glomerulus terhadap filtrasi protein ) yaitu hilangnya fixed negative ion yang
terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini
maka permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin
meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urine.3
V. PATOFISIOLOGI
21
PROTEINURIA
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom
nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori
yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di
sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif
tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar
kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang
hebat. Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya
tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang
interstitial.1,3,5
Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein > 50
mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++.
Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg , maka proteinuria dapat dipakai
sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang
diukur adalah Index Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara
mengukur ratio antara Clearance IgG dan Clearence Transferin.
ISP = Clearance IgG
Clearance Transferin
Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang secara klinik
menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap kortikosteroid baik. Bila
ISP > 0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective Proteinuria) yang secara klinik
menunjukkan kerusakan glomerulus berat dan tidak adanya respons terhadap
kortikosteroid.3,5
HIPERLIPIDEMIA
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh
penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang
lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan
pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan
22
hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meninggi ( kolesterol > 250
mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen
lemak itu adalah kolesterol, Low Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density
Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL.
Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-
banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel hepar juga akan membuat
VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL pleh lipoprotein lipase.
Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya
kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini
disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya
protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini tidak hanya disebabkan oleh
produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.1,3,5
HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml.
Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein yang
berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan
menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang
menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan
stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul
sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler
tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan
demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat
ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.1,3,5
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air,
sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini
dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin
plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua
penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom
nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin
23
plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill.
Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer
dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer
mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema
terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill
ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan
aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.5
EDEMA
Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan
mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu
berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin
merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3Edema mula-mula nampak
pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca sering
disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/
100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu
makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat
menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas dapat
pula terjadi akibat edema anasarca ini. 1,3,4,5
Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut diatas
tanpa gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM ini dapat dibedakan dari SN
dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut
pada umunya :
Anak berumur 1-6 tahun
Tidak ada hipertensi
Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis
Fungsi ginjal normal
Titer komplemen C3 normal
Respons terhadap kortikosteroid baik sekali.
24
Oleh karena itulah, bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas dan mengingat
bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa penelitian tidak
dilakukan biopsi ginjal.2,3
VI. GEJALA KLINIS
Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada
sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat
sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering
bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai
resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya
edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).1,2,4,5
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada
pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah
pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting
edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami
oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-
pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia
lebih hebat pada pasien SNKM.2,5
Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal
(SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat menyeluruh,
dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak
dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea.
Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat.4,5
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik.
Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya.
Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom
nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.2,4
25
Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan
malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.2,4
Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.5
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.5
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan
kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang
berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons
emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri.
Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan
perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.5
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International
Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM
mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.2
Tanda sindrom nefrotik yaitu :
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau >
50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya
mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.5
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. 1,5
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi
terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat,
sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan
setelah remisi sempurna dari proteinuria. 1,5
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat
dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.1,5
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan
fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada
sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM. 1,5
26
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan
kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat
normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan
ekogenisitas yang normal. 1,5
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
1) Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,perut, tungkai,
atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat
ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.5
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan
hipertensi.5
3) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2 sampai +4. Secara
kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai reagen ESBACH ). Pada sedimen
ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir lemak,
kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.2,3,4,5
Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1 gm/100ml),
albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2
globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml), γ
globulin normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen
C3 normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal
kecuali ada penurunan fungsi ginjal, hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang
meningkat. 2,3,4
27
Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas untuk mencari
penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut.2
Pemeriksaan histologik yaitu biopsy ginjal. Namun biopsy ginjal secara perkutan atau
pembedahan bersifat invasive, maka biopsy ginjal hanya dilakukan atas indikasi
tertentu dan bila orang tua dan anak setuju.2
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Edema non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal.
2. Glomerulonefritis akut
3. Lupus sistemik eritematosus.5
IX. PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa
memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid
dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. Untuk
menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik
digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :2,3,4,5
Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik5
Remisi
Kambuh
Kambuh tidak sering
Kambuh sering
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Resisten-steroid
Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama
3 hari berturut-turut.
Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-
turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.
Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4 kali
kambuh pada setiap periode 12 bulan.
Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.
Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,
atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.
Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60
28
Responder lambat
Nonresponder awal
Nonresponder lambat
mg/m2/hari selama 4 minggu.
Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa
tambahan terapi lain.
Resisten-steroid sejak terapi awal.
Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.
PROTOKOL PENGOBATAN
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar
40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu
setelah itu pengobatan dihentikan.2,3,4,5
CD =4 minggu
AD/ID =4 minggu Tapp.off(remisi)
Stop
Mg 1 2 3 4 5 6 7 8
Remisi Remisi
Gambar protocol pengobatan sindrom nefrotik (serangan 1)
CD = Continuous day : prednisone 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari
ID = Intermittent day : prednisone 40mg/m2/hari atau 2/3 dosis CD,diberikan 3 hari berturut
turut dalam 1 minggu
AD = Pemberian prednisone berselang-seling sehari3
Sindrom nefrotik serangan pertama
1. Perbaiki keadaan umum penderita :
Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2
gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr. Kalori
rata-rata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa edema,
diberi 1-2 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-gejala gagal ginjal.
29
Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien
dengan penurunan fungsi ginjal.
Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.
Berantas infeksi.
Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Metode yang
lebih efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema ialah merangsang diuresis
dengan pemberian albumin (salt poor albumin) 0,5-1 mg/kgBB selama 1 jam disusul
kemudian oleh furosemid IV 1-2 mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat diulang setiap
6 jam kalau perlu. Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka pendek seperti
furosemid atau asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat
antihipertensi.1,2,3,4,5
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis
sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi
spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak
perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan
keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.4
Sindrom nefrotik kambuh (relapse)2,3,5
A. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
B. Perbaiki keadaan umum penderita.
Cara pemberian pada relapse seperti pada serangan I, hanya CD diberikan sampai remisi
(tidak perlu menunggu sampai 4 minggu)3
CD
AD/ID Tapp.Off
Stop
Mg1 2 3 4
Remisi Remisi
30
Sindrom Nefrotik Nonresponder : Tidak ada respons sesudah 8 minggu pengobatan
prednisone
CD pred CD imunosupresan + ID pred (40mg/m2/hr)
ID pred
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Remisi (-)
Setelah 8 minggu pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan selanjutnya
dengan gabungan imunosupresan lain ( endoxan secara CD dan prednisone 40 mg/m2/hr
secara ID)
Sindrom Nefrotik Frequent Relapser : initial responder yang relaps >= 2 kali dalam
waktu 6 bulan pertama.2,3,4,5
CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr
1 2 3 4 5 6 7 8
Diberikan kombinasi pengobatan imunosupresan lain dan prednisone 0,2 mg/kgBB/hr,
keduanya secara CD.
Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali
dalam masa 12 bulan.2,3,4,5
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.
31
Sindrom nefrotik kambuh sering
adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam
masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison
diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48
jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10
mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.
Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons
terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra
steroid atau untuk biopsi ginjal.3,4,5
X. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang menyebabkan
hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering terjadi
di system vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid.
Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.1,3,4,5
XI. PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
32
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5.Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal glomerulosklerosis,
membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai prognosis yang kurang baik karena
sering mengalami kegagalan ginjal.1,3,4,5
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons
yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan
relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.5
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Vol.2. Edited by
Dr.Rusepno Hasan dan Dr.Husein Alatas. Infomedika. Jakarta. 2007.
2. Staf Pengajar IKA FK UH. Standar Pelayanan Medik BIKA FKUH. Edited by Dr.
Syarifudin Rauf,dkk. BIKA FKUH. Makassar.2009
3. Syarifuddin Rauf, Dr.,dr.,Sp.A,. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. BIKA FK UH. Makassar.
2009
4. Behrman. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC. 2000
5. Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso. Sindrom Nefrotik. [Online]. [Cited On
2006]. Available from URL: http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-ebtq258.htm
6. Eric P.Cohen, MD. Nephrotic Syndrome. [Online].[Cited On 25 Agustus 2009]. Available
From URL : http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview
34