26
ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 297 2 POLITIK PERLAWANAN MUSLIM CIPARI (GARUT) TERHADAP RADIKALISME GERAKAN DARUL ISLAM Khamami Zada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. After the charismatic leadership of KH. Yusuf Taujiri who has succesfully fighted against the radical movement of Darul Islam in Cipari (Garut), significant changeshappened. Cipari’s Muslims have fighted against Darul Islam movement led by KH. Yusuf Taujiri, butthey do not see Darul Islam movement as their enemy anymore. On the contrary, Cipari’s Muslimsremain consistent in the fight against regimes/groups that do not pay respect to Islam, for example the the Communist Party of Indonesia, the New Order’s regime and the leadership of Basuki Tjahaya Purnama in Jakarta. This study found continuity of conservative ideology of Cipari’s Muslims who always fight an Islamic state in Indonesia and they still reject the struggle for the existence of an Islamic state by rebellion where Darul Islam movement did in Garut. They consistently struggle for Islam in a constitutional political way. This is a continuity of Cipari Muslims to aspire Islam by political mechanism which do not contrast to Indonesian legal system. Keywords: Islamic Movement, Muslim’s Cipari, Darul Islam

POLITIK PERLAWANAN MUSLIM CIPARI (GARUT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48972...Politik Perlawanan Muslim Cipari (Garut) terhadap Radikalisme Gerakan Darul Islam

  • Upload
    others

  • View
    25

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Khamami Zada

ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 297

2

POLITIK PERLAWANAN MUSLIM CIPARI (GARUT)

TERHADAP RADIKALISME GERAKAN

DARUL ISLAM

Khamami Zada

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

After the charismatic leadership of KH. Yusuf Taujiri who

has succesfully fighted against the radical movement of

Darul Islam in Cipari (Garut), significant

changeshappened. Cipari’s Muslims have fighted against

Darul Islam movement led by KH. Yusuf Taujiri, butthey

do not see Darul Islam movement as their enemy

anymore. On the contrary, Cipari’s Muslimsremain

consistent in the fight against regimes/groups that do not

pay respect to Islam, for example the the Communist

Party of Indonesia, the New Order’s regime and the

leadership of Basuki Tjahaya Purnama in Jakarta. This

study found continuity of conservative ideology of

Cipari’s Muslims who always fight an Islamic state in

Indonesia and they still reject the struggle for the

existence of an Islamic state by rebellion where Darul

Islam movement did in Garut. They consistently struggle

for Islam in a constitutional political way. This is a

continuity of Cipari Muslims to aspire Islam by political

mechanism which do not contrast to Indonesian legal

system.

Keywords: Islamic Movement, Muslim’s Cipari, Darul Islam

Politik Perlawanan Muslim Cipari (Garut) terhadap Radikalisme Gerakan Darul Islam

298 ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 I

Pendahuluan

Indonesia telah mengalami sejarah yang memilukan

dalam menghadapi pemberontakan bersenjata yang melibatkan

agama dan etnik. Pemerintahan Revolusioner Republik

Indonesia (PRRI)1, Republik Maluku Selatan (RMS), Darul

Islam2, Gerakan Aceh Merdeka (GAM)3, dan Organisasi Papua

Merdeka (OPM) adalah kelompok-kelompok yang telah

memploklamirkan diri sebagai gerakan yang memisahlan diri

dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.4 Korban jiwa, harta

benda, dan kondisi traumatik telah menjadi pengorbanan besar

dalam menjaga kesatuan negara. Dalam sejarah, tercatat 52.672

penduduk yang dievakuasi di akhir 1951 dan pada 1955-1962

sekitar 250 ribu per tahun penduduk dievakuasi dalam

menghadapi perang antara Darul Islam dengan TNI. Begitu

pula, pemberontakan PRRI mengakibatkan sejumlah pengungsi

1 Kevin William Fogg, The Fate of Muslim Nationalism in Independent

Indonesia, 2012 http://www.academia.edu/17250911/The Fate of Muslim

Nationalism in Independent Indonesia

2 Martinus Nijhoff, 1981. Andrea Hynan PoeloenganThe History of

Darul Islam, http://www.academia.edu/8303411/The History of Darul

Islam DI and Kartosuwiryo. Andrée Jeanne Feillard, Holk K. Dengel,

Darul-Islam, Kartosuwirjos Kampfum einen islamischen Staat Indonesien,

Islam Indonesien, Archipel Année 1991 Volume 42 Numéro 1 209-211.

3 Nazaruddin Sjamsuddin, The Republican Revolt: A Study of the

Acehnese Rebellion, Singapore: ISEAS, 1985. Robert Shaw, MALD 2008,

Aceh’s Struggle for Independence: Considering the Role of Islam in a Separatist

ttp://fletcher.tufts.edu/~/media/Fletcher/Microsites/al%20Nakhlah/archiv

es/pdfs/Aceh.pdf

4 Ada perbedaan antara pemberontakan GAM di Aceh dangan

Darul Islam. Gerakan Darul Islam memiliki spirit Islam yang kuat

sedangkan pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka bersifat sekular.

Lihat Tristan James Mabry, Nationalism, Language, and Muslim

Exceptionalism, Philadephia, University Pennsylvania Press, h. 163.

Khamami Zada

ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 299

dari Sumatera Barat5 yang begitu besar. Belum lagi korban jiwa

yang berjatuhan, baik pihak yang berperang maupun rakyat

yang berada di tengah-tengah perang.

Agama dan etnik tampaknya telah mewarnai gerakan

pemberontakan bersenjata di sejumlah daerah karena negara

yang sah dipandang tidak lagi memperjuangkan nilai-nilai

agama dan tidak memberi keadilan bagi etnisitas minoritas,

baik secara sosial, ekonomi, dan politik dalam setiap periode

penyelenggaraan negara. Tak heran, jika pemberontakan masih

saja menjadi problem besar bangsa Indonesia. OPM di Papua,

RMS di Maluku, dan juga Darul Islam atau NII masih saja

menghantui soliditas kesatuan bangsa Indonesia hingga

sekarang.

Namun demikian, pemberontakan yang didasarkan oleh

agama (religous rebellion) tampaknya masih menjadi problem

krusial bangsa Indonesia. Salah satunya adalah reinkarnasi atau

metamorfosis gerakan Darul Islam, yang dalam sejarahnya,

lahir setelah Perjanjian Renville 19 Agustus 1948 yang ditolak

oleh Kartosuwiryo hingga mengakibatkannya pergi ke gunung

untuk melanjutkan jihad.6 Sikap non-kooperatif yang

ditunjukkan Kartosuwiryo telah menjadikan Islam sebagai

faktor signifikan dalam pemberontakan. Pemberontakan Darul

Islam ini pada gilirannya melahirkan Negara Islam Indonesia

yang dideklarasikan Kartosoewiryo pada 7 Agustus 1949 di

Jawa Barat yang kemudian berkembang di Jawa, Aceh, dan

Sulawesi Selatan. Kini setelah Indonesia mengalamI transisi

kekuasaan hingga era reformasi, eksistensi Darul Islam tidak

berwajah tunggal, karena mereka menyebar ke dalam partai

5 Eva-Lotta E. Hedman (ed.), Conflict, Violence, and Displacement in

Indonesia, New York. Itticha, 2008), h. 9.

6 Karl D. Jacson, Traditional Authority, Islam and Rebellion, A Study of

Indonesian Political Behaviour: Barkeley, Los Angeles, London: University

of California Press, 1980, h. 10-11.

Politik Perlawanan Muslim Cipari (Garut) terhadap Radikalisme Gerakan Darul Islam

300 ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 I

politik7, organisasi Islam, dan lembaga-lembaga pendidikan

Islam, seperti madrasah dan pesantren.

Fenomena Darul Islam sesungguhnya menarik dikaji. Tak

heran jika B. J. Boland (1982) menjelaskan secara sosiologis

fungsi Islam dalam kehidupan modern di Indonesia dalam

melihat fenomena Darul Islam dengan politik non-kooperatif

Kartosuwiryo dalam melakukan perjuangan melawan

Belanda,8 yang pada gilirannya dimaknai Angel Rabasa sebagai

ketidakpuasan Darul Islam terhadap orientasi negara yang

sekuler.9 Itu sebabnya, Chiara Formichi menemukan bahwa

Darul Islam Jawa Barat merupakan kombinasi kekhususan

Islam Sunda, yang ditandai dengan campuran formalisme

keagamaan, sinkretisme dan keinginan kuat untuk sebuah

negara Islam.10 Inilah yang ditemukan Karl D. Jackson (1980)

bahwa gerakan Darul Islam di Jawa Barat dipengaruhi oleh

elite desa yang mendoktrinasi pemahaman tentang negara

Islam,11 yang bukan disebabkan oleh kemacetan struktur sosial

(C. Van Dick, 2009), melainkan kompleksitas situasi sosial dan

politik (Holk H. Dengel, 2011)12, baik di tingkat lokal maupun

nasional.

7 Wawancara dengan Ahmad Rofiq dan Asep Maher, April 2017 di

Garut.

8 B. J. Boland, The Struggle of Islam in Modern Indonesia, (Leiden,

Springer Science, 1982), h. 5 dan 59.

9 Angel Rabasa, Political Islam in Southeast Asia: Moderates, Radical

and Terrorists, London dan New York, Routledge, 2003, h. 25.

10 Chiara Formichi dalam “Kartosuwiryo and the Darul Islam in

West Java: Linking 19th Century Messianism and Late 20th Century

Islamic Terrorism”, https://ari.nus.edu.sg/Event/Detail/723

11 Karl D. Jackson dalam “Traditional Authority, Islam, and

Rebellion: A Study of Indonesian Political Behavoiur”

12 Holk H. Dengel, darul Islam-NII dan Kartosoewirjo, cetakan

kedua, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2011), h. 222.

Khamami Zada

ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 301

Studi ini merupakan projek lanjutan dari penelitian

Hiroko Horikosi yang telah berhasil memotret peran Kyai

Yusuf Taujiri dalam melakukan perlawanan terhadap

kolonialisme Belanda, gerakan Darul Islam, dan ancaman

komunisme. Horikoshi berhasil memperbaiki teori Geertz

tentang peranan kyai sebagai makelar budaya (cultural broker)

yang bukan melakukan penyaringan informasi, melainkan

menawarkan agenda perubahan yang dianggapnya sesuai

dengan kebutuhan masyarakat tanpa merusak ikatan-ikatan

sosial yang telah ada.13 Agenda perlawanan Kyai Yusuf Taujiri

ini, khususnya terhadap Darul Islam merupakan agenda

perlawanan terhadap radikalisme politik Islam dengan

berpegang pada agenda konservatisme Islam yang damai.

Oleh sebab itu, studi ini fokus pada masyarakat Muslim

Cipari, Garut14 dengan pertimbangan karena di masa

pemberontakan Darul Islam, Muslim Cipari di bawah

kepemimpinan Kyai Yusuf Taujiri melakukan perlawanan

terhadap gerakan Darul Islam. Dengan pendekatan sejarah

politik, studi ini mendeskripsikan evolusi dan orisinalitas

politik, yakni menghadirkan pemikiran dan gerakan politik di

masa lalu15 sekaligus membandingkan dengan pemikiran

gerakan politik di masa sekarang, khusunya perubahan atau

13 Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, diterjemahkan oleh

Himpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (Jakarta: P3M,

1987), h. xvi-xvii.

14 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:

Rosdakarya, 2004), h. 157.

15 Dalam hal ini, politik yang dimaksud adalah “the ability to

persuade and influence in the sovereign electorate to provide political power and

authority in the governmental affairs of the state” Christopher F. Bueno, The

Historical Approach in the Study of Politics dan The General Meaning

and Concept of Politicsdalam https://hubpages.com/politics/historical

politics.

Politik Perlawanan Muslim Cipari (Garut) terhadap Radikalisme Gerakan Darul Islam

302 ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 I

kesinambungan perlawanan Muslim Cipari terhadap gerakan

Darul Islam di Garut yang dibangun atas bangunan ideologi

konservatisme.

Sebagaimana dikemukakan Erikson & Tedin (2003),

konservatisme diletakkan dalam kerangka ideologi kanan yang

berlawanan dengan ideologi liberal.16 Penggunaannya dalam

arti politik mulai muncul setelah Revolusi Prancis tahun 1789.

Filsuf Anglo-Irlandia Edmund Burke dianggap sebagai

penggagas konservatisme17 di kalangan Anglo-Amerika. Dia

melawan Revolusi Prancis, terutama dalam "Reflections on the

Revolution in France" pada tahun 1790, (walaupun dia

bersimpati dengan beberapa tujuan Revolusi Amerika tahun

1776-1783). Burke berpendapat bahwa tradisi mencerminkan

akumulasi kebijaksanaan masa lalu dan menciptakan kohesi

sosial, sedangkan perubahan bersifat tidak pasti sehingga harus

dihindari. Perubahan adalah perjalanan menuju hal yang tidak

diketahui, sedangkan tradisi mencakup semua kebiasaan dan

praktik sosial yang sudah dikenal dan menghasilkan keamanan

dan rasa memiliki. Konservatisme adalah filosofi politik yang

berpijak pada tradisi (dalam arti berbagai keyakinan dan

kebiasaan agama, budaya, atau yang didefinisikan secara

nasional) dalam menghadapi kekuatan eksternal untuk

perubahan, dan kritis terhadap usulan perubahan sosial yang

radikal. Ideologi konservatif berusaha mempertahankan status

quo atau untuk mereformasi masyarakat secara perlahan,

sementara yang lain berusaha untuk kembali ke nilai-nilai pada

16 John T. Jost, Christopher M. Federico, dan Jaime L. Napier,

Political Ideology: Its Structure, Functions,and Elective Affinities, Annu.

Rev. Psychol. 2009, h. 309 dan 311.

17 Jan-Werner Mu Ller, “Comprehending Conservatism: A New

Framework for Analysis”, Journal of Political Ideologies (October 2006),

Department of Politics, Princeton University, Corwin Hall, Princeton, h.

360.

Khamami Zada

ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 303

waktu sebelumnya. Sementara itu, konservatisme klasik tidak

menolak perubahan, namun menegaskan bahwa perubahan

menjadi organik, bukan revolusioner. Sebagai ideologi umum,

konservatisme menentang cita-cita liberalisme dan sosialisme.

Konservatisme agama berusaha untuk melestarikan ajaran-

ajaran ideologi keagamaan tertentu, baik dengan teladan atau

hukum. Konservatif agama dapat mempromosikan kampanye

yang luas untuk kembali ke nilai-nilai tradisional, atau mereka

mungkin pergi ke jalur radikal, dengan harapan dapat

mempertahankan kepercayaan akan bentuk aslinya atau

aslinya.18 Namun Jean-Werner Mu Ller berpendapat bahwa

pandangan Burke tentang konservatisme bukanlah klaim

tentang pelestarian sepenuhnya dan mengubah dunia menjadi

museum, tetapi tentang alam atau proses. Perubahan adalah

diperlukan, tetapi harus dilakukan dengan hati-hati.19

Konteks Sosio-Historis

Desa Sukarasa adalah sebuah desa di ujung timur

Kabupaten Garut yang berbatasan langsung dengan Kecamatan

Sukawening yang merupakan desa pamekaran dari Desa

Babakanloa Kecamatan Wanaraja kabupaten Garut pada Tahun

1983. Berawal dari keinginan masyarakat yang ingin

mendapatkan pelayanan pemerintah yang lebih dekat, lebih

efektif dan lebih efisien serta pertumbuhan penduduk yang

semakin meningkat, maka pada awal tahun 1983 dibentuklah

panitia pemekaran desa dan pada waktu itu mengajukan

permohonan pemekaran desa kepada Pemerintah Kabupaten

18 http://www.philosophybasics.com/branch_conservatism.html

19 Jean-Werner Mu Ller, “Comprehending Conservatism: A New

Framework for Analysis”, Journal of Political Ideologies (October 2006),

Department of Politics, Princeton University, Corwin Hall, Princeton, h.

362.

Politik Perlawanan Muslim Cipari (Garut) terhadap Radikalisme Gerakan Darul Islam

304 ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 I

Garut. Pada tanggal 13 April 1984 berdiri Desa Sukarasa

berdasarkan pemekaran dari Desa Babakanloa yang disetujui

oleh Pemerintah Daerah DATI II Garut sesuai dengan

peraturan dan hukum yang berlaku.

Penduduk Desa Sukarasa berdasarkan data terakhir hasil

Sensus Penduduk Tahun 2013 tercatat sebanyak 4.248 jiwa,

tahun 2014 sebanyak 4.281 jiwa, tahun 2015 sebanyak 4.055 jiwa

yang terdiri dari laki-laki 1.977 jiwa dan perempuan 2.001 jiwa.

Desa Sukarasa mempunyai luas wilayah seluas ± 103.187

Hektar.

Adapun Kampung Cipari adalah salah satu kampung

bersejarah yang berlokasi di Desa Sukarasa. Kampung Cipari

didirikan oleh Zaenal Abidin sekitar pertengahan abad ke-18. Ia

juga dikenal dengan Mbah Bungsu karena ia adalah anak

termuda dari empat anak raja setempat yang bernama Ayan

Permana Prabu Kuncung Putih. Lokasi istananya terletak di

lereng gunung Bongkok, bagian dari gunung Sadakeling di

sebelah utara Cipari. Berbeda dengan kakak-kakaknya, Zaenal

Abidin memperoleh pendidikan Islam. Ia menikahi Miah

dengan tiga putra dan seorang putri. Dua anaknya yang tua

pindah dari desannya dan mendirikan pesantren, sedang

anaknya yang termuda, Haji Samsuddin, dan anak

perempuannya, Esti tetap tinggal di Cipari. Haji Samsuddin

mempunyai empat isteri dengan tiga belas anak. Hasan, anak

tertuanya membuka desa Cipari Babakan dan anaknya yang

termuda, Haramaen menjadi kyai berpengaruh di Cipari yang

kelak menjadi ayah ulama yang aktif di Wanaraja.20 Dalam

sejarahnya, tokoh-tokoh penting seperti HOS. Tjokroaminoto

pernah mengunjungi kampung Cipari, dan Kartosoewiryo

sebelum pemberontakan merupakan tamu rutin kampung ini.

Bahkan, kampung ini menjadi pusat kegiatan politik Islam

20 Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, h. 40.

Khamami Zada

ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 305

pada 1930-an dan 1940-an. Banyak politisi Islam yang

memerlukan dukungan dan restu kyai mengunjungi kampung

ini.21

Kini, Cipari adalah salah satu kampung yang ada di Desa

Sukarasa Kecamatan Pangatikan Kabupaten Garut. Secara

geografis Kampung Cipari terletak di dataran rendah di antara

Gunung Talagabodas di tenggara dan Gunung Salakeling di

timur laut dan juga terbentang sungai Cibeureum yang menjadi

perbatasan sebelah timur. Kampung Cipari adalah salah satu

kampung yang berada di Desa Sukarasa. Tetangga kampung

ini di antaranya adalah kampung Babakan Loa, Kampung

Sukarasa, Kampung Sukamulya, Kampung Babakan Cipari,

Kampung Cidewa dan Kampung Ciluar. Diapit oleh gunung

Sadakeling dan Gunung Talagabodas. Gunung Sadakeling

adalah tempat kemah pemberontak DI dan juga dibalik gunung

Sadakeling adalah kecamatan Malangbong, tempat cikal bakal

pemberontakan DI. Juga pimpinan DI sebelum terjadi

pemberontakan adalah tamu rutin di PonPes Cipari tersebut.22

Tampak terlihat pemandangan pertanian hijau nan segar

menghiasi kampung ini. Kampung ini tidak terlalu jauh dari

Kota Garut karena hanya berjarak sekitar 14 km sehingga akses

menuju kampung ini tidaklah sulit.

Dulu mata pencaharian warga Cipari kebanyakan

menjadi pembudidaya ikan. Bisa dikatakan Cipari adalah

daerah penghasil ikan yang begitu banyak penikmatnya.

Sedangkan, dalam kontek sekarang, warga Cipari mempunyai

beragam profesi. Ada yang menjadi PNS (Pegawai Negeri

Sipil), Guru Honor, aktifis, politikus, Pedagang, petani,

pembudidaya dan lain sebagainya. Tarap hidup mereka

semakin meningkat dan berkembang. Namun seiring

21 Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, h. 22.

22 Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, h. 22

Politik Perlawanan Muslim Cipari (Garut) terhadap Radikalisme Gerakan Darul Islam

306 ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 I

perkembangan desa, sudah banyak anak-anak muda kampung

ini yang marantau ke Jakarta. Urbanisasi telah menjadi tren di

kampung ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan

lapangan kerja yang tidak lagi banyak tersedia di Kampung ini

karena mereka tidak lagi menyukai profesi sebagai petani. Ini

adalah fenomena umum yang terjadi di sejumlah daerah, alih-

alih Kampung Cipari tidak berjarak jauh dengan Kota Garut.

Mayoritas warga Cipari berpendidikan setingkat

MA/SMA. Karena Ponpes Cipari mendirikan pendidikan

format tingkat MI, MTs dan MA, maka warga sekitar kampung

Cipari pun mengikuti sekolah formal yang ada di pesantren

Cipari. Bahkan, tidak sedikit menerima siswa/siswi yang

berasal dari luar kota Garut.

Dalam sejarahnya, kampung ini adalah kampung yang

pernah diserang dan dibakar oleh gerombolan Darul Islam.

Diceritakan oleh generasi penerus KH. Yusuf Taujiri, bahwa

masyarakat Cipari pernah diserang oleh Darul Islam yang

mengakibatkan rumah-rumah dibakar, korban jiwa berjatuhan

hingga digambarkan empang-empang di kampung ini airnya

berwarna merah karena banyaknya darah penduduk

kampung.23

Basis pertahanan Muslim Cipari dalam melawan Darul

Islam adalah Masjid A-Syura yang berdiri pada tahun 1936 dan

dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda atas prakarsa K.H.

Yusuf Taujiri. Arsitek bangunan masjid ini adalah seorang

Belanda yang tidak disebutkan namanya dan perancang

bangunan ini adalah Ir. Abikoesno yang merupakan salah satu

tokoh Syarikat Islam. Masjid ini didirikan sebagai pelengkap

Pesantren Cipari yang sudah ada sejak 1895.

23 Wawancara dengan Dadang, Pengasuh Pesantren Cipari, April

2017

Khamami Zada

ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 307

Selain fungsi utamanya sebagai bangunan peribadatan,

Masjid Cipari juga memiliki fungsi lainya. Masjid ini pernah

dijadikan sebagai tempat pendidikan santri sebagai pejuang

kemerdekaan. Zaman dahulu, masjid itu pernah digunakan

sebagai basis perjuangan oleh beberapa tokoh pejuang. Di

dalam masjid itu dahulu sering digunakan tempat rapat, untuk

merencanakan strategi perjuangan. Di antaranya tokoh-tokoh

pusat PSII, seperti HOS Tjokroaminoto, H Agus Salim,

Abikusno, Kartosuwiryo, dan banyak lagi pernah datang.24

Masjid ini juga digunakan sebagai tempat berdirinya Partai

Syarikat Islam (PSII) cabang Garut. Setelah berdirinya PSII,

masjid ini digunakan sebagai tempat latihan berperang dan

pertahanan. Pada masa kemerdekaan, fungsi dari bangunan

masjid ini digunakan sebagai basis latihan tentara pejuang.

Pada zaman pembrontakan Darul Islam, masjid ini dijadikan

sebagai tempat perlindungan para pengungsi dan perawatan

bagi pasukan yang terluka. Pada masa G30S/PKI masjid ini

digunakan sebagai tempat perjuangan melawan PKI,

pertahanan dan perlindungan dan dapur umum.25

Gerakan Politik Perlawanan Kyai Yusuf Taujiri

KH, Yusuf Taujiri adalah pemimpin kharismatik di

Kampung Cipari. Kyai Yusuf mendapatkan pendidikan agama

yang pertama di Pesantren Cilame dari pamannya, Ba’ali dan

kemudian pesantren Sukabumi dari ulama terkenal, Sanusi.

Selanjutnya, Kyai Yusuf belajar di Pesantren Cirebon, Buntet,

24 Masjid Unik Tertua di Cipari 10 September, 2008,

http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2008/09/10/76485/masjid-

unik-tertua-di-cipari

25 Lia Nuralia, “Masjid Cipari Garut: Bangunan Kolonial Dalam

erspektif Arkeologi”, dalam Supratikno Rahardjo (Editor). Penelitian Dan

Pemanfaatan Sumberdaya Budaya. Bandung: Departemen Kebudayaan

dan Pariwisata, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, 2008. 17-33

Politik Perlawanan Muslim Cipari (Garut) terhadap Radikalisme Gerakan Darul Islam

308 ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 I

Uyublek, Leles, dan Suralaya. Bekal pendidikan di pesantren

inilah yang membentuk basis pengetahuan keagamaan Kyai

Yusuf. Tak pelak lagi, keilmuan keislaman yang dimilikinya

mampu mengantarkannya dalam jajaran ulama berpengaruh di

Garut.

Dalam situasi politik yang dihadapinya, Kyai Yusuf

bersama Muslim Cipari tampil sebagai kelompok yang

melakukan perlawanan bersejarah. Paling tidak, ada tiga

kekuatan besar politik yang dihadapi oleh Kyai Yusuf dan

Muslim Cipari.

Pertama, pada 1930-an, Kyai Yusuf melakukan pergerakan

politik Islam melawan Belanda. Kyai Yusuf adalah salah satu

dari empat anggota dewan partai PSII (1934-1938) yang

melakukan perlawanan terhadap Belanda. Bahkan, Kyai Yusuf

sendiri dipenjara oleh Belanda. Pada 1939, sebagai aktivis

pergerakan Islam yang aktif melawan Belanda, Kyai Yusuf

memisahkan dari PSII dan merubah haluan dari aktivis partai

politik menjadi pemimpin pergerakan sosial dan pergerakan

Islam.26 Lebih dari itu, di masa pendudukan Jepang, Kyai Yusuf

mengambil posisi yang berbeda dengan ulama ortodoks

lainnya yang menentang pendudukan Jepang. Kyai Yusuf

mengambil keuntungan dari latihan militer Jepang. Dia justru

mengepalai Hizbullah (organisasi militer Islam) di Wanaraja,

menggunakan madrasahnya sebagai pusat latihan dan

mendorong kaum laki-laki Muslim untuk mengikutinya.27

Kedua, dalam situasi perjuangan kemerdekaan, muncullah

pemberontakan Darul Islam yang dipimpin Kartosoewiryo.

Pada awalnya, gerakan DI didukung oleh Kyai Yusuf, namun

karena perbedaan pandangan dalam menempuh strategi

perjuangan, Kyai Yusuf memisahkan diri dari DI. Kyai Yusuf

26 Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, h. 85-86.

27 Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, h. 86.

Khamami Zada

ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 309

pernah menolak permintaan Kartosoewiryo untuk

memproklamasikan negara Islam Indonesia,28 yang menjadi

cita-cita Kartosoewiryo sejak sebelum merdeka. Sayangnya,

jalan yang dipilih Kyai Yusuf ini mengundang resiko.

Kampung Cipari kemudian diserang DI. Masjid al-Syura

menjadi benteng perlawanan Kyai Yusuf bersama Muslim

Cipari untuk melawan DI. Puncaknya adalah pada 1952 ketika

Kyai Yusuf melindungi ribuan pengungsi dari madrasah

dengan cara yang sangat berani. Banyak korban jiwa

berjatuhan. Kolam-kolam ikan yang mengelilingi Kampung

Cipari pun dikisahkan berubah warna menjadi merah. Ini

sebagai gambaran betapa banyaknya korban jiwa akibat

serangan DI. Rumah-rumah penduduk pun dibakar sehingga

mereka harus bertahan bersama Kyai Yusuf di masjid al-

Syura.29 Setelah memutuskan hubungan dengan

Kartosoewiryo, dia menjadi pemimpin Darul Islam dalam arti

dunia perdamaian, suatau gerakan untuk mendirikan negara

Islam dengan cara damai.30 Selama periode 1963-1965, Kyai

Yusuf masuk dalam Dewan Nasional sebagai wakil provinsi

dari Golkar. Keinginannya adalah memperkuat pengaruh Islam

dalam dewan, tetapi setelah berulang kali kelompok Islam

menentang komunisme ia dipecat dari jabatannya.31

Ketiga, pada masa berikutnya, di tengah kemunduran DI,

muncul ancaman komunis (PKI). Kampung Cipari juga

merasakan ancaman komunis karena masyarakatnya adalah

kaum beragama. Para ulama memperketat keamanan setempat

dengan mengatur ronda tiap malam di antara penduduk laki-

laki dewasa serta bergabung dengan pendukung yang kaya

28 C. Van Dijk, Darul Islam Sebuah Pemberontakan, cetakan ketiga,

Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993, h. 5

29 Wawancara dengan Dadang April 2017di Garut.

30 C. Van Dijk, Darul Islam, h. 5

31 Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, h. 87.

Politik Perlawanan Muslim Cipari (Garut) terhadap Radikalisme Gerakan Darul Islam

310 ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 I

untuk membiayai. Beberapa ulama menjalankan safari dakwah

yang ditopang oleh tentara anti komunis, selain menjalankan

tugas-tugas mereka sendiri pada madrasah-madrasah dan

pesantren-pesantren tradisonal.32

Dalam faktanya, kyai memiliki peran signifikan sebagai

mediator yang kuat dan efektif dalam merespon situasi sosial

dan politik yang dihadapinya. Kyai Yusuf adalah salah satu

ulama yang berjuang menentang pemberontakan Darul Islam

dan melawan komunisme dan sekularisme.33 Tak heran jika

Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa Kyai Yusuf

merupakan ulama pembawa perubahan di lingkungannya. Ia

memiliki kemampuan individual untuk melakukan perubahan

sosial di masa pemberontakan Darul Islam. Bahkan, belajar dari

perjuangan Kyai Yusuf, Hiroko Horikoshi berhasil mengkritik

teori Geertz tentang peranan kyai sebagai makelar budaya

(cultural broker). Dalam temuannya, Horikoshi berhasil

memotret Kyai Yusuf sebagai ulama perubahan sosial dengan

caranya sendiri. Ia bukan melakukan penyaringan informasi,

melainkan menawarkan agenda perubahan yang dianggapnya

sesuai dengan kebutuhan masyarakat tanpa merusak ikatan-

ikatan sosial yang telah ada.34

Kolektivisme dan Konsistensi Spirit Perlawanan

Kepemimpinan Muslim Cipari sekarang ini telah berubah.

Dulu, Muslim Cipari dipimpin oleh ulama kharismatik, Kyai

Yusuf Taujiri yang telah berhasil membangun pergerakan

melawan kolonialisme Belanda, Darul Islam, dan PKI. Kyai

32 Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, h. 87.

33 Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, h. 243.

34 Abdurrahman Wahid, “Benarkah Kyai Membawa Perubahan

Sosial: Sebuah Pengantar dalam Hiroko Horikosi, Kyai dan Perubahan

Sosial, h. xvi-xvii

Khamami Zada

ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 311

Yusuf sangat disegani oleh masyarakat karena keilmuwan dan

aktivismenya. Tak heran jika pergolakan Muslim Cipari yang

dipimpin Kyai Yusuf berhasil dipotret Hiroko Horikoshi

sebagai pergerakan perubahan sosial yang dipimpin kyai

kharismatik.

Kini kepemimpinan Muslim Cipari tidak lagi dipegang

oleh pemimpin kharismatik. Meksipun keturunan Kyai Yusuf

masih memegang kendali lembaga-lembaga pendidikan,

seperti pesantren, madrasah dan juga masjid, tidak ada seorang

pun pemimpin di Cipari yang mampu menggerakan

masyarakat dalam perubahan sosial. Tiga soko guru yang

menjadi bangunan dasar Muslim Cipari, yaitu pesantren,

madrasah, dan masjid masih berdiri kokoh. Akan tetapi, para

pemimpin pesantren, madrasah, dan masjid tidak memiliki

kemampuan untuk menggerakan masyarakat sebagai

pemimpin sentral umat.

Masjid Cipari dulunya pernah dijadikan sebagai tempat

pendidikan santri sebagai pejuang kemerdekaan, yakni sebagai

basis perjuangan oleh beberapa tokoh pejuang untuk

merencanakan strategi perjuangan tokoh-tokoh pusat PSII,

seperti Tjokroaminoto, Agus Salim, Abikusno, dan

Kartosuwiryo.35 Pada zaman pemberontakan Darul

Islam/Tentara Islam Indonesia, masjid ini dijadikan sebagai

basis perlindungan dan pertahanan Muslim Cipari dalam

menghadapi serangan DI/TII.

Kini, masjid al-Syuro dijadikan sebagai tempat pengajian

santri dan masyarakat dan berkumpulnya para guru di

lembaga pendidikan Cipari. Namun, semangat perjuangannya

tidak lagi sehebat di masa Kyai Taujiri. Fungsi masjid kini lebih

35 Masjid Unik Tertua di Cipari 10 September, 2008,

http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2008/09/10/76485/masjid-

unik-tertua-di-cipari

Politik Perlawanan Muslim Cipari (Garut) terhadap Radikalisme Gerakan Darul Islam

312 ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 I

banyak digunakan sebagai peribadatan dan pendidikan santri.

Tidak ada lagi tokoh-tokoh Islam nasional yang

bermusyawarah di masjid al-Syuro karena basis-basis Islam

sudah tersebar luas.

Di sisi lain, seiring perjalanan zaman, pendidikan Islam di

Kampung Cipari telah mengikuti format pendidikan formal.

Akibatnya, anak-anak yang belajar di Kampung Cipari lebih

didasarkan pada kebutuhan formal memasuki dunia

pendidikan. Madrasah di Cipari menggunakan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berdasarkan Standar Isi (SI)

dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang disusun oleh

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Permendiknas

No. 22/2006, No. 23/2006 dan No. 06/2007 dengan koordinasi

dan supervisi Kementerian Agama Kabupaten Garut.36

Spirit keislaman yang dulu menggema di masyarakat,

kini tidak lagi tercermin dalam pendidikan Islam di Cipari.

Masyarakat menyerahkan pendidikan Islam di Cipari lebih

didorong oleh kebutuhan formalistiknya, bukan lagi semangat

pergerakan Islam. Inilah yang turut menjadikan hubungan

guru-murid dalam pendidikan didasarkan pada hubungan

formalistik untuk mendapat sertifikat lulusan.

Kelembagaannya pun tidak lagi dipimpin seorang

pemimpin kharismatik. Pada 1984 pengelolaan pesantren

dikelola oleh yayasan. Hal ini disebabkan oleh mulai berdirinya

sekolah formal, seperti pendirian Sekolah Persiapan Institut

Agama Islam Negeri (SPIAIN) pada tahun 1968, Madrasah

Tsanawiyah (MTS) Ponpes Cipari pada 1971, dan Madrasah

Aliyah (MA) Ponpes Cipari pada 1978. Meskipun, awalnya

masih menginduk kepada Pesantren Darusalam yang didirikan

oleh KH Yusuf Taujiri yang merupakan keluarga ulama

36 Lihat Dokumen Pendidikan di madrasah Cipari yang diserahkan

ke Kementerian Agama Kabupaten Garut.

Khamami Zada

ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 313

Pesantren Cipari, tetapi secara mandiri mulai memisahkan diri

dengan Pesantren Darusalam. Pemisahan ini dilakukan untuk

membentuk Pesantren Cipari yang mandiri dalam segi

pengelolaan lembaga dan profesionalisme. Setelah berubah

menjadi yayasan, Pesantren Cipari terbuka terhadap masuknya

tenaga pengajar di luar lingkungan keluarga ulama Cipari.

Selain itu, Pesantren Cipari mulai menggunakan sistem

pembagian wewenang secara koletif, yakni tidak terpusat pada

satu figur Kyai, tetapi dalam pelaksanaannya dibantu oleh

beberapa orang.37 Pemilihan sifat kepemimpinan yang kolektif

ini didasarkan pada kondisi faktual bahwa tidak lagi figur

kharismatik yang mampu mengelola lembaga-lembaga

pendidikan di Cipari.

Kepemimpinan Muslim Cipari kini tidak lagi

tersentralisasi kepada sosok kharismatik, melainkan dibagi

secara kolektif, terutama pada lembaga pesantren, madrasah,

dan masjid. Perubahan kepemimpinan ini dilakukan karena

tidak ada lagi sosok pemimpin yang mampu menggerakan

masyarakat secara personal. Faktanya, memang di Cipari tidak

ada lagi figur pemimpin, seperti Kyai Yusuf. Karisma kyai

Yusuf terletak pada penguasaan ilmu keislaman karena pernah

dididik di banyak pesantren dan aktifis partai politik Islam,

seperti PSII yang memungkinkan bergaul dengan tokoh-tokoh

Islam nasional.

Berbeda dengan kepemimpinan sekarang, seperti Dadang

yang menjabat sebagai Hakim Pengadilan di Jakarta, Dadang

Syarif Yusuf sebagai kepala Madrasah Aliyah yang tidak

memiliki jaringan aktivisme politik yang kuat. Figur-figur

37 Wawancara dengan Dadang Syarif Yusuf, April 2017 di Garut.

Lihat pula Angga Deriansah, Perkembangan Pendidikan Pesantren Cipari

Desa Sukarasa Kecamatan Pangatikan Kabupaten Garut Tahun 1968-2012,

Universitas Pendidikan Indonesia, 2015, repository.upi.edu

perpustakaan.upi.edu

Politik Perlawanan Muslim Cipari (Garut) terhadap Radikalisme Gerakan Darul Islam

314 ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 I

kepemimpinan sekarang lebih menonjolkan kepemimpinan

modern yang sibuk dengan aspek manajerial. Akibatnya,

mereka tidak lagi mengurus masyarakat sebagai kekuatan

sosial, karena mereka hanya sibuk mengurus pendidikan.

Inilah yang menjadikan efektivitas kepemimpinan Cipari tidak

mampu menjangkau secara lebih luas.

Di tengah kepemimpinan kolektitif yang dimiliki Muslim

Cipari, tantangan yang dihadapi mereka adalah rezim politik

nasional yang berbeda haluan dan perubahan bentuk

perjuangan Darul Islam di Garut. Dalam konteks situasi politik

nasional, Muslim Cipari yang sejak zaman Kyai Yusuf hingga

kini berafiliasi dengan PSII merespon perkembangan politik

nasional yang dipimpin oleh PDIP, partai politik yang

berhaluan abangan. Orientasi politik rezim kekuasaan yang

berbeda dengan orientasi politik Muslim Cipari di mana

Muslim Cipari mayoritas menjadi pendukung PPP, yang

merupakan partai Islam.38

Di sisi lain, terjadi perubahan bentuk Darul Islam pasca

Kartosoewiryo39 yang dimanifestasikan dalam Darul Islam

Fillah dan Darul Islam Fi Sabilillah. Reinkarnasi Darul Islam

pasca Kartosoewiryo yang paling kontroversial adalah

Komando Jihad karena seluruh tokoh penting yang terlibat di

dalam gerakan Komando Jihad ini adalah petinggi NII (Darul

Islam).40 Bahkan, sekarang ini munculnya Darul Islam

38 Lihat perolehan Pemilu Legislatif di Desa Sukarasa dalam Data

KPUD Kabupaten Garut, 2014.

39 Zachary Abuza, Militant Islam in Southeast Asia: Crucible of Terror,

Colorado dan London: Lynne Rienner Publisher, h. 62.

40 Lahirnya Komando Jihad tak lepas dari operasi intelijen setelah

pada Agustus 1962, seluruh warga NII (DI/TII) mendapat amnesti dari

pemerintah. Termasuk, petinggi NII (DI/TII) dari sayap militer pada

1974. Sebagian besar mereka menyatakan ikrar bersama untuk setia

kepada Pemerintah RI dan sebagian kecil lainnya tidak mau bersumpah

Khamami Zada

ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 315

pimpinan Sensen Komara (Babakan Cipari) di Garut yang

berorientasi sangat berbeda dengan cita-cita Kartosoewiryo

karena Darul Islam Sensen ini cenderung menjadi aliran sesat

karena Sensen pernah mengaku sebagai nabi dan

memerintahkan shalat menghadap ke timur.41

Fenomena di atas menunjukkan bahwa meskipun Darul

Islam berhasil ditumpas oleh pemerintahan Soekarno dengan

dihukum matinya Kartosoewiryo setelah ditangkap tahun

1952,42 gerakan ini masih hidup di sejumlah daerah. Di rezim

berikutnya, rezim Orde Baru juga disibukkan dengan kebijakan

menumpas gerakan DI di sejumlah daerah pada era 1980-an,

yang mulai mengarah pada penolakan Pancasila dan bahkan

aksi pengemboman/terorisme. Ironisnya, di masa pemerintahan

setia, seperti Djadja Sudjadi, Kadar Shalihat, Abdullah Munir,

Kamaluzzaman, dan Sabur. Setelah lama vakum, sebagian kecil DI inilah

yang berusaha bangkit melanjutkan perjuangan DI. Gerakan ini

menamakan diri sebagai gerakan NII Fillah. Kepemimpinan gerakan

dijalankan secara kolektif oleh Kadar Shalihat dan Djadja Sudjadi.

41 DI Filllah yang dipimpin Sensen Komara (Babakan Cipari)

berubah menjadi aliran sesat. Sensen mengaku sebagai nabi dan akan

mengganti NKRI menjadi NII dan memerintahkan shalat menghadap ke

timur. Sensen juga mengaku sebagai imam mahdi. Tahun 2016, ia

mengaku Isa al-Masih berdasarkan mimpi. Ia mengaku sebagai jenderal

angkatan perang yang berbintang enam. Adapun DI Fillah versi lain

tidak pernah mengaku sebagai nabi atau jenderal berbintang enam.

Mereka mengakui NKRI dan sudah berbaur dengan masyarakat. Mereka

juga ada yang sudah lemah dan sudah taubat. Setelah reformasi, DI

Fillah mengkafirkan orang lain, KW 9. Semua yang tidak mau bait adalah

kafir. Wilayah ini adalah darul kuffar hanya mereka belum mengangkat

senjata karena masih lemah. Wawancara dengan Ajengan Sirojul Munir,

Mei 2017 di Garut.

42 Deskripsi lebih jelas tentang riwayat hidup, munculnya DI, dan

ideologi yang dibangun DI dapat dilihat S. Soebardi, “Kartosuwiryo and

the Darul Islam Rebellion in Indonesia”, Journal of Southeast Asian Studies,

Vol. 14, No. 1 (Mar., 1983), 109-133.

Politik Perlawanan Muslim Cipari (Garut) terhadap Radikalisme Gerakan Darul Islam

316 ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 I

sekarang pun (rezim Joko Widodo), gerakan Darul Islam masih

menjadi masalah besar seiring dengan keterlibatan mereka

dalam gerakan terorisme.

Pasca Kartosoewiryo, Darul Islam bergerak dalam bentuk

yang berbeda-beda. Metamorfosis, perubahan, dan modifikasi

tampaknya menjadi pilihan penting dari kelompok Darul Islam

untuk menyusun agenda perjuangan ke depan. Perubahan dan

adaptasi ini tidak hanya dilihat dari para aktivis gerakan Darul

Islam di Garut, tetapi juga masyarakat Islam yang dulunya

pernah menjadi korban kekerasan Darul Islam, seperti

masyarakat Kampung Cipari, Garut dalam merespon

metamormofosis gerakan Darul Islam di Garut.

Muslim Cipari memandang bahwa gerakan Darul Islam

sekarang ini bukanlah persoalan penting yang mereka hadapi.

Meskipun telah bermetamorfosis bentuk gerakan Darul Islam,

masyarakat Muslim Cipari tidak memandang sebagai ancaman.

Bahkan, ada yang berpendapat bahwa penyerangan Darul

Islam di masa kepemimpinan Kyai Yusuf Taujiri bukanlah

Darul Islam yang sebenarnya. Dengan kata lain, Muslim Cipari

diadudomba oleh kekuatan lain yang hendak mendiskreditkan

Islam.43

Respon Muslum Cipari terhadap gerakan Darul Islam

yang telah bermetamorfosis dalam gerakan Komando Jihad

hingga keterlibatan dengan gerakan terorisme tidak

menjadikannya sebagai masalah serius yang harus mereka

hadapi. Perubahan respon ini jelas berbeda dengan respon Kyai

Yusuf di masa pemberontakan Darul Islam. Karena Muslim

Cipari diserang oleh Darul Islam, Muslim Cipari melakukan

perlawanan serius. Akan tetapi, Muslim Cipari sekarang tidak

menjadikan Darul Islam sebagai masalah serius karena secara

43 Wawancara dengan Dadang, Ketua Yayasan Ponpes Cipari,

April 2017 di Garut.

Khamami Zada

ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 317

nyata mereka tidak mendapatkan serangan dari Darul Islam

yang sekarang telah berubah bentuk. Serangan itu baik dalam

bentuk fisik maupun dalam bentuk perang wacana.

Meskipun telah terjadi perubahan respon terhadap

gerakan Darul Islam, ada spirfit perlawanan yang masih dijaga.

Spirit perlawanan Kyai Yusuf bersama Muslim Cipari terhadap

kolonialisme Belanda, gerakan Darul Islam, dan PKI samapai

kini tidaklah berubah. Dengan kepemimpinan kolektif, para

pemimpin Muslim Cipari sekarang ini, masih merawat

konservatisme Islam yang diwujudkan dalam cita-cita negara

Islam. Mereka masih memegang cita-cita pendirian negara

Islam. Sama dengan pendahulunya, Kyai Yusuf, Muslim Cipari

memperjuangkan negara Islam tidak dengan kekerasan,

melainkan dengan jalan konstitusional. Itulah sebabnya, para

pemimpin terdahulu Cipari, seperti Kyai Yusuf terlibat dalam

partai politik, seperti PSII dan Golkar dengan tujuan untuk

memperjuangkan negara Islam melalui jalur politik, bukan

dengan jalur kekeraasan, seperti pemberontakan yang

dilakukan Kartosoewiryo dan aksi terorisme yang dilakukan

NII pasca Kartosoewiryo.

Memang perjuangan Muslim Cipari tidak sefenomenal

Kyai Yusuf di zaman awal kemerdekaan, tetapi kolektivisme

kepemimpinan Cipari masih menjaga sipirit perlawanan

terhadap ketidakadilan rezim yang tidak aspiratif terhadap

Islam. Itu sebabnya, dalam gerakan aksi 212, kontribusi Muslim

Cipari cukup signifikan dalam menggerakan masyarakat untuk

melakukan aksi demontrasi di Jakarta. Sebagaimana Muslim

lainnya, Muslim Cipari berperjuang dalam aksi bela Islam

menuntut keadilan bagi penodaan agama yang dilakukan

Basuki Tjahaya Purnama.

Namun, spirit perlawanan yang dirawat para tokoh

Cipari tidak dikelola sebagai sentral perjuangan Islam yang

bersifat kolektif, sehingga performa perlawananan yang

Politik Perlawanan Muslim Cipari (Garut) terhadap Radikalisme Gerakan Darul Islam

318 ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 I

dilakukan Muslim Cipari bersama para tokohnya tidak mampu

mengundang basis massa yang luas. Kontribusi gerakan aksi

212 yang digelorakan Muslim Cipari hanyalah gerakan kecil

yang tidak banyak memiliki pengaruh bagi gerakan Islam di

Garut. Kerapuhan gerakan Muslim Cipari sangat terasa karena

tidak ada seorang pemimpin berpengaruh yang serius

menggalang dukungan masyarakat untuk melakukan

perubahan.

Para tokoh Cipari, baik di lingungan pesantren, madrasah

maupun masjid terlalu asyik menekuni pekerjaannya secara

profesional, sehingga tidak mampu tampil di tengah-tengah

masyarakat untuk memberikan pengaruh sosio-politiknya.

Spirit perlawanan Muslim Cipari terhadap ketidakadilan masih

terasa, akan tetapi gerakan yang dilakukan dalam

menyuarakan kepentingannya tidak mampu melakukan

perubahan sosial-politik di tingkat lokal.

Penutup

Dalam merespon gerakan Darul Islam sekarang ini, telah

terjadi perubahan signifikan di kalangan Muslim Cipari. Jika

para ulama, pelaku pesantren dan madrasah di masa

pemberontakan Darul Islam di Garut melakukan perlawanan

sengit terhadap gerakan Darul Islam yang dipimpin KH. Yusuf

Taujiri, maka sekarang ini, mereka tidak lagi memandang

Darul Islam sebagai problem besar yang harus mereka hadapi.

Mereka justru berpendapat bahwa penyerangan terhadap

Kampung Cipari bukan dilakukan oleh Darul Islam melainkan

oleh kelompok-kelompok yang mendiskreditkan Darul Islam.

Spirit perlawanan masih dirawat dalam konteks

memperjuangkan aspirasi Islam dalam skala nasional seperti

ketidakadilan rezim yang mendukung kepemimpinan Basuki

Tjahaya Putra (Ahok) di DKI Jakarta yang dimanifestasikan

Khamami Zada

ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 319

dalam penggalangan massa untuk mendukung aksi 212 di

Jakarta. Sayangnya, bentuk perlawanan ini tidak memiliki

pengaruh yang signifikan di Garut karena tidak adanya

seorang pemimpin kharismatik sebagaimana Kyai Yusuf

Taujiri.

Konservatisme konstitusional Muslim Cipari dalam

mencita-citakan negara yang menjalankan syariat masih tetap

dirawat sebagaimana Kyai Yusuf Taujiri di masa

pemberontakan Darul Islam. Itulah sebabnya, mereka masih

tidak menginginkan gerakan Islam yang berjuang dengan jalan

kekerasan (pemberontakan) sebagai yang pernah dilakukan

oleh Darul Islam. Konservatisme gerakan Islam bagi Muslim

Cipari dan para elitenya diperjuangan dengan cara yang

demokratis.

Daftar Pustaka

Abduh, Umar, Membongkar Gerakan Sesat NII di Balik Pesantren

Mewah Al-Zaytun (Jakarta: LPPPI)

Abuza, Zachary, Militant Islam in Southeast Asia: Crucible of

Terror, Colorado dan London: Lynne Rienner Publisher.

Anggapradja, Sulaeman, Sejarah Garut dari Masa ke Masa, Garut:

Pemerintahan DT II Garut,1984.

Boland, B. J., The Struggle of Islam in Modern Indonesia, Leiden,

Springer Science, 1982.

Dijk C. Van, Darul Islam: Sebuah Pemberontakan, Jakarta: Grafiti,

1993.

Firmansyah, Adhe, SM. Kartosoewirjo: Biografi Singkat (1907-

1962), (Yogyakarta: Garasi, 2009).

Hedman, Eva-Lotta E. (ed.), Conflict, Violence, and Displacement

in Indonesia, New York. Itticha, 2008.

Politik Perlawanan Muslim Cipari (Garut) terhadap Radikalisme Gerakan Darul Islam

320 ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 I

Hiroko Horikosi, Kyai dan Perubahan Sosial, diterjemahkan oleh

Himpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat

Jakarta: P3M, 1987.

Jacson, Karl D., Traditional Authority, Islam and Rebellion, A Study

of Indonesian Political Behaviour: Barkeley, Los Angeles,

London: University of California Press, 1980.

Kartosoewirjo, S.M., Haluan Politik Islam: Risalah Perjuangan

Menuju Darul Islam (Bandung: Sega Arsy, 2015).

Mabry, Tristan James, Nationalism, Language, and Muslim

Exceptionalism, Philadephia, University Pennsylvania

Press.

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:

Rosdakarya, 2004).

Purwoko, Dwi, Islam Konstitusional Vs Islam Radikal, Depok:

Permata Artitiska Kreasi, 2002.

Rabasa, Angel, Political Islam in Southeast Asia: Moderates, Radical

and Terrorists, London dan New York, Routledge, 2003.

Sjamsuddin, Nazaruddin, The Republican Revolt: A Study of the

Acehnese Rebellion, Singapore: ISEAS, 1985. Robert Shaw,

MALD 2008, Aceh’s Struggle for Independence: Considering

the Role of Islam in a Separatist

http://fletcher.tufts.edu/~/media/Fletcher/Microsites/al%20

Nakhlah/archives/pdfs/Aceh.pdf

Supyan, Muhammad Dian“Gerakan Darul Islam (DI) S. M.

Kartosuwirjo Di Jawa Barat Dalam Mewujudkan Negara

Islam Indonesia (NII) (1945-1962 M)”, Tesis Pascasarjana

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016.

Bueno, Christopher F., The Historical Approach in the Study of

Politics dan The General Meaning and Concept of Politics

dalam https://hubpages.com/politics/historicalpolitics

Feillard, Andrée Jeanne , Holk K. Dengel, Darul-Islam,

Kartosuwirjos Kampfum einen islamischen Staat Indonesien,

Khamami Zada

ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 321

Islam Indonesien, Archipel Année 1991 Volume 42

Numéro 1 209-211.

Fogg, Kevin William, The Fate of Muslim Nationalism in

Independent Indonesia, 2012

http://www.academia.edu/17250911/The Fate of Muslim

Nationalism in Independent Indonesia

Formichi, Chiara, “Kartosuwiryo and the Darul Islam in West

Java: Linking 19th Century Messianism and Late 20th

Century Islamic Terrorism”, https://ari.nus.edu.sg/Event/

Detail/723

Haris, Tawalinuddin dan Dimas Seno Bismoko, Unsur-Unsur

Arsitektur Kolonial Pada Masjid Cipari Garut dalam

http://www.lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-09/S47276-

Dimas%20Seno%20Bismoko

Poeloengan, Andrea Hynan, The History of Darul Islam,

http://www.academia.edu/8303411/The History of Darul

Islam DI and Kartosuwiryo.

Soebardi, S., “Kartosuwiryo and the Darul Islam Rebellion in

Indonesia”, Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 14, No. 1

(Mar., 1983).

Zada, Khamami, “Wajah Radikal Penerbitan Islam di

Indonesia”, Jurnal Indo-Islamika, Volume 1, Nomor 1

Tahun 2011.

Wawancara

Wawancara dengan Ajengan Sirojul Munir, Ketua MUI Garut

28 April 2017.

Wawancara dengan Sekretaris Desa, Ijang Saefudin 4 Mei 2017

Wawancara dengan Muhtarom, Pegawai Kemenag Garut, 3

Mei 2017

Wawancara dengan Sirojul Munir pada 25 April 2017 di Garut

Politik Perlawanan Muslim Cipari (Garut) terhadap Radikalisme Gerakan Darul Islam

322 ISTIQRO’ Volume 15, Nomor 02, 2017 I

Wawancara dengan Tatang, Kepala MTs Ponpes Cipari di

Garut, 4 Mei 2017

Wawancara dengan Dadang, Ketua Yayasan Ponpes Cipari, 28

April 2017

Wawancara dengan Dadang Syarif Hidayat, Kepala MA

Ponpes Cipari Garut, 28 April 2017

Wawancara dengan Ajengan Abdul Mujib, Pengasuh Pesantren

di Garut, 28 April 2017

Wawancara dengan Ajengan Rofiq Azhar, Pesantren al-

Musadadiyah Garut, 28 April 2017