Upload
researcher-syndicate68
View
93
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
UU ASN yang muncul sebagai bentuk reformasi kepegawaian di Indonesia menyisakan permasalahan utamanya terkait nasib pegawai honorer dan kontrak. Jauh sebelum adanya UU ASN, tuntutan sering muncul dari pegawai honorer dan kontrak untuk bisa diangkat menjadi PNS demi mendapatkan status kepegawaian yang dianggap lebih baik. Tuntutan tersebut diproyeksikan akan semakin bertambah, karena pada kenyataannya UU ASN yang menjadi aturan pokok kepegawaian saat ini tidak menyentuh sedikitpun nasib dari pegawai honorer atupun tenaga kontrak. Pegawai pemerintah perjanjian kerja (PPPK) yang dimunculkan dalam UU ASN yang oleh beberapa pihak dipersepsikan sebagai wajah baru pegawai honorer atau kontrak saat ini ternyata sangatlah jauh berbeda. Oleh karena itu, stakeholder terkait diharapkan bisa merumuskan kebijakan yang dapat mengatasi segala permasalahan yang terjadi
Citation preview
POLICY BRIEF
Problematika Pegawai Honorer dan Kontrak Pasca UU ASN
Muhammad Syafiq Pusat Inovasi Kelembagaan dan SDA LAN RI
Deputi Inovasi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara
Jl. Veteran 10, Jakarta 10110, Indonesia, E-mail [email protected]
UU ASN yang muncul sebagai bentuk reformasi kepegawaian di Indonesia menyisakan permasalahan utamanya terkait nasib pegawai honorer dan kontrak. Jauh sebelum adanya UU ASN, tuntutan sering muncul dari pegawai honorer dan kontrak untuk bisa diangkat menjadi PNS demi mendapatkan status kepegawaian yang dianggap lebih baik. Tuntutan tersebut diproyeksikan akan semakin bertambah, karena pada kenyataannya UU ASN yang menjadi aturan pokok kepegawaian saat ini tidak menyentuh sedikitpun nasib dari pegawai honorer atupun tenaga kontrak. Pegawai pemerintah perjanjian kerja (PPPK) yang dimunculkan dalam UU ASN yang oleh beberapa pihak dipersepsikan sebagai wajah baru pegawai honorer atau kontrak saat ini ternyata sangatlah jauh berbeda. Oleh karena itu, stakeholder terkait diharapkan bisa merumuskan kebijakan yang dapat mengatasi segala permasalahan yang terjadi.
Pegawai Kontrak dan Honorer di Indonesia
Permasalahan dalam kepegawaian
pemerintah di Indonesia sudah sangat
sistemik dan sudah menjadi isu publik
yang sebenarnya sering menjadi kajian.
Namun demikian, solusi dari segala
permasalahan yang muncul belum
seutuhnya muncul. Salah satu isu yang
saat ini mengemuka seiring dengan
hadirnya UU ASN adalah nasib pegawai
honorer dan kontrak ke depannya.
Kebanyakan dari pegawai honorer dan
kontrak masih menyimpan harapan besar
untuk dapat diangkat sebagai PNS atau
apapun dengan status kepegawaian yang
lebih baik. Hal yang kemudian terjadi
apabila harapan besar tersebut tidak bisa
terealisasikan adalah munculnya
tuntutan-tuntutan. Hal tersebut yang
dilakukan oleh ratusan ribu tenaga
honorer dari seluruh Indonesia yang
tergabung dalam Front Pembela Honorer
Indonesia (FPHI) dengan melakukan aksi
di depan istana negara untuk menuntut
diangkat sebagai PNS tanpa melalui jalur
tes CPNS secara umum
(megapolitan.kompas.com edisi kamis 1
Mei 2014).
“Tuntutan kita adalah diangkat jadi PNS bukan melalui tes, melainkan diangkat langsung secara bertahap berdasarkan usia kritis dan lama masa kerja," ( diungkapkan oleh Ketua Presidium FPHI Mukhlis Setia Budi di depan Istana Negara, Kamis 1
Mei 2014 dalam megapolitan.kompas.com edisi kamis 1 Mei 2014)
Dalam menghadapi tuntutan pegawai
honorer dan kontrak tidaklah mudah
karena adanya dilema yang muncul.
Munculnya pegawai honorer dan kontrak
di Indonesia sebenarnya didasarkan pada
kebutuhan pegawai untuk dapat
mengerjakan tugas-tugas pemerintahan
bersama-sama PNS. Hal tersebut
dikarenakan kurangnya kebutuhan
pegawai saat ini atau pegawai negeri yang
ada dirasa masih kurang berkompeten.
Menurut Azwar Abubakar selaku Menpan
menyatakan bahwa 95% dari 4,7 juta PNS
tidak berkompeten di bidangnya
(Tempo.com, edisi 29 februari 2012).
Namun demikian, pengelolaan pegawai
honorer atau kontrak pun nyatanya
mengalami banyak penyelewengan pada
tataran impelementasinya. Banyak
pegawai honorer atau kontrak yang
diangkat hanya berdasarkan atas faktor
kekerabatan saja.
“Munculnya masalah tenaga honorer sebagai hasil
salah urus atau missmanagement di masa lalu,
dimana pemerintah daerah menerima tenaga kerja
tanpa seleksi, tanpa melalui proses persaingan
yang sehat, dan mendasarkan pada kebutuhan,
sehingga akibatnya jumlah tenaga honorer tidak
terkendali”.( Menpan RB dalam setkab.go.id )
Oleh karena itu keberadaan pegawai
honorer atau kontrak tidak efektif dalam
menunjang PNS dalam menjalankan
urusan-urusan pemerintahan.
Keberadaan pegawai honorer di beberapa
tempat hanya membebani anggaran
pemerintah seperti yang terjadi di
Kabupaten Merauke
"Sekarang ini pegawai honorer cukup besar jumlahnya sehingga anggaran gaji bagi pegawai honorer sangat besar juga. Ini sangat memengaruhi anggaran pembangunan kita," (Asisten III Sekretaris Daerah Merauke, Markus Ricky Teurupun, Jumat (9/12/2011) di Merauke dalam kompas.com edisi jumat 9 Desember 2011)
Kondisi demikian yang kemudian
menimbulkan banyak polemik saat ini.
Tuntutan-tuntutan yang datang dari
pegawai honorer dan kontrak untuk
diangkat menjadi PNS pun tidak bisa
serta merta diakomodir karena dianggap
kurang memiliki kualitas yang mumpuni
meskipun ada faktor lainnya seperti
kemampuan anggaran, beban kerja dan
sebagainya.
PPPK, samakah dengan pegawai
honorer atau kontrak?
Babak baru pengelolaan aparatur sipil
negara dimulai sejak munculnya UU ASN
yang dipelopori oleh Kemenpan dan RB.
Perbedaan yang mendasar dari penataan
SDM sebelumnya adalah kemunculan
sosok PPPK. Wacana publik pun banyak
bermunculan terkait sosok PPPK seiring
dengan belum diterbitkannya peraturan
pemerintah yang menjelaskan
operasionalisasi dari UU ASN. Banyak
pihak menganggap bahwa sosok PPPK
merupakan wajah baru dari pegawai
honorer atau kontrak. Oleh karena itu,
PPPK merupakan angin segar bagi
pegawai honorer atau kontrak untuk
mendapatkan status kepegawaian
pemerintah yang lebih baik.
Namun sejatinya, sosok PPPK yang
dimunculkan oleh perumus UU ASN
sangatlah berbeda dengan pegawai
3
kontrak atau honorer. Menurut Prof
Sofian Effendi sebagai salah satu permus
UU ASN, PPPK muncul untuk dapat
menarik profesional dari swasta untuk
dapat mengabdi dan berkarir di
pemerintahan . (FGD Isu Strategis LAN RI
16 Maret 2014). PPPK merupakan
pegawai tidak tetap berdasarkan
perjanjian kerja. Secara lebih rinci Prof
Sofian Effendi menjelaskan gambaran
akan sosok PPPK adalah sebagai berikut
Gambaran PPPK
No Gambaran PPPK
1
Pegawai ASN diangkat oleh pejabat yang
berwenang untuk jalankan tugas pelayanan
pendidikan, kesehatan, penyuluhan, dan tugas
dukungan pemerintah
2 Diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian
kerja
3 Usia tertinggi waktu pengangkatan bervriasi
sesuai jabatan pada instansi
4 Penerimaan atas dasar kualifikasi dan
kompetensi
5 Skala Gaji Pegawai ASN
6 Sistem Pensiun Sumbangan Pasti
7 Batas usia pensiun 65 atau 70 tahun
Sumber: Sofian Effendi : 2014 1
Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui dengan jelas bahwa sosok PPPK
sangatlah berbeda dengan pegawai
honorer atau kontrak. Hal tersebut
tentunya akan memunculkan banyak
respon terutama bagi pegawai kontrak
dan honorer yang selama ini berharap
banyak dengan adanya PPPK. Banyak
pemerintah daerah yang kemudian
1 Paparan yang berjudul UU No. 5/2014 : P3K Untuk
Transformasi Fungsi Pelayanan Publik Pemerintahan
disampaikan pada FGD 16 Maret 2014
kebingungan dalam memecahkan segala
permasalahan pegawai honorer atau
kontrak karena ternyata tidak adanya
solusi yang ditawarkan dengan hadirnya
UU ASN. Dilain pihak, pemerintah daerah
tidak bisa serta merta melakukan
pemutusan hubungan kerja secara
sepihak dengan pertimbangan
kemanusiaan. Hal tersebut yang
kemudian dikeluhkan oleh beberapa nara
sumber dari perwakilan Pemerintah DKI
jakarta, Kota Tangerang, Kota Depok,
Kota bekasi (FGD Isu Strategis Tentang
PPPK 16 Maret 2014 dan 6 Mei 2014) .
Strategi Mengatasi Permasalahan
Pegawai Honorer dan Kontrak Pasca
UU ASN
Azwar Abubakar telah mengeluarkan
statemen bahwa PPPK jelas berbeda
dengan pegawai honorer atau kontrak.
Oleh sebab itu, UU ASN praktis tidak
menyentuh solusi dari polemik yang
terjadi berkaitan dengan keberadaan
pegawai honorer atau kontrak. Meskipun
demikian, pemerintah selaku policy maker
dalam kepegawaian di Indonesia
sebaiknya dengan arif dan bijaksana
memikirkan nasib pegawai honorer serta
kontrak karena bisa dipastikan akan
menjadi masalah yang besar apabila
dibiarkan berlarut-larut.
Berdasarkan beberapa permasalahan
yang dialami terkait pegawai honorer
serta kontrak tersebut, ada beberapa
rekomendasi yang ditawarkan sebagai
berikut:
1. Menghentikan perekrutan pegawai
honorer atau kontrak di seluruh instansi
pemerintah
2. Pegawai honorer atau kontrak
diberikan kesempatan untuk dapat
mengikuti seleksi PPPK melalui jalur
khusus namun dengan standar yang sama
dengan jalur umum
3. Bagi pegawai honorer atau kontrak
yang tidak lolos seleksi diberikan waktu
satu tahun untuk dilakukan pembinaan
yang berbentuk pendidikan dan
pelatihan. Apabila dalam jangka waktu
satu tahun pegawai yang bersangkutan
tidak mengalami perubahan dan tidak
lolos seleksi untuk kedua kalinya maka
akan dilakukan pemutusan hubungan
kerja.
Daftar Pustaka
1. Undang-undang Nomor 5 tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara
2. Menteri Azwar: Indonesia Krisis PNS
yang Kompeten, 2012, diakses di
http://www.tempo.co/read/news/2012/
02/29/173387194/Menteri-Azwar-
Indonesia-Krisis-PNS-yang-Kompeten
pada tanggal 20 Mei 2014
3. Tenaga Honorer Akan Dirasionalisasi:
2011. Diakses di
http://regional.kompas.com/read/2011/
12/09/17161873/Tenaga.Honorer.Akan.
Dirasionalisasi pada tanggal 5 Agustus
2014
4. Tenaga Honorer Minta Langsung
Diangkat Jadi PNS Tanpa Tes: 2014
diakses di
http://megapolitan.kompas.com/read/20
14/05/01/1322262/Tenaga.Honorer.Min
ta.Langsung.Diangkat.Jadi.PNS.Tanpa.Tes
pada tanggal 5 Agustus 2014
5. Menteri PAN-RB Berharap Pemda
Tetap Pekerjakan Honorer K2 Yang Tidak
Lulus Tes: 2014 diakses di
http://www.setkab.go.id/berita-12236-
menteri-pan-rb-berharap-pemda-tetap-
pekerjakan-honorer-k2-yang-tidak-lulus-
tes.html pada tanggal 5 agustus 2014