16

Click here to load reader

Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

1

POLA PERKEMBANGAN PEMUKIMAN DI KOTA MERAUKE

The Settlement Developing Pattern of Merauke City

Takdir Hamzah, Sumbangan Baja dan Roland R. Barkey

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) pola perkembangan pemukiman di Kota Merauke, 2) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola perkembangan pemukiman dan 3) merumuskan arahan pengembangan pemukiman di Kota Merauke. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisis peta, analisis tetangga terdekat (nearest-neighbour analysis), dan teknik statistik inferensial, sedangkan metode kualitatif menggunakan metode deskriptif untuk menganalisis preferensi lokasi pemukiman. Perkembangan pemukiman di Kota Merauke dari tahun 1997 hingga 2007 mengalami peningkatan yang pesat. Pertumbuhan pemukiman dalam kurun waktu 10 tahun mencapai 134%. Meskipun pemukiman berkembang yang pesat namun sebarannya tidak merata. Hal ini dapat dibuktikan dengan pola perkembangan pemukiman yang masih mengelompok pada bagian poros tengah Kota Merauke. Pola pemukiman mengelompok cenderung acak berada di Kelurahan Mandala, Maro, Karang Indah, Seringgu Jaya dan Bambu Pemali, sedangkan pola pemukiman yang cenderung mengelompok terdapat di Kelurahan Samkai, Rimba Jaya dan Kelapa Lima.

Kata Kunci : Pola Pemukiman, Kota Merauke, Keterkaitan Spatial, Sistem Informasi Geografi

ABSTRACT

The study aims to describe the settlement development pattern, the factors which affect it and to formulate the settlement development strategy. The methods used in the study are both quantitative and qualitative ones with map analysis, the nearest neighbourhood analysis, and statistical inferential analysis, and qualitative one involves a descriptive analysis on settlement location preferences. The study reveals that the development of settlement in Merauke city cince 1997 to 2007 has indicated a significant increase of which the growth within ten yearshas reached 134%. The development of the settlement is rapid but the distribution is not equal. This can be seen in the pattern of its development centring on the centre area of Merauke city. The grouping settlement pattern that tends to scramble is ini Mandala, Maro, Karang Indah, Seringgu Jaya and Bammbu Pemali villages, while the one tending to group is in Samkai, Rimba Jaya and Kelapa Lima villages.

Page 2: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

2

Keyword : settlement pattern, Merauke city, spatial connection,

geographical information system

Pendahuluan

Kota Merauke adalah salah satu kota di ujung timur Indonesia

yang berdiri dengan ditandai hadirnya pendatang pertama dari pemerintah

Belanda di wilayah tersebut pada tanggal 12 Februari 1902. Kota

Merauke secara administratif terdiri dari 8 (delapan) kelurahan dari 15

kelurahan/kampung yang ada di daerah administratif Distrik/Kecamatan

Merauke. Kedelapan kelurahan tersebut adalah Rimba jaya, Kelapa Lima,

Maro, Mandala, Karang Indah, Bambu Pemali, Seringgu Jaya dan Samkai.

Luas wilayah Kota Merauke adalah 5.384 ha atau proporsinya hanya

0,83% terhadap luas Kecamatan Merauke sebesar 6.472 km2 atau 5,40%

dari luas Kabupaten Merauke.

Sebagai kota yang sedang tumbuh, perkembangan Kota

Merauke ditandai dengan tumbuhnya kawasan-kawasan pemukiman baru

yang juga disertai fungsi-fungsi perdagangan, jasa dan sosial

kemasyarakatan. Pertumbuhan dan perkembangan pemukiman perkotaan

berkembang melebar ke wilayah pinggiran yang secara fungsional bukan

diperuntukkan untuk kawasan pemukiman oleh karena itu dapat dikatakan

bahwa perkembangan kawasan pemukiman Kota Merauke teridentifikasi

tidak merata. Ketidakmerataan perkembangan pemukiman ini

memungkinkan terjadinya disparitas atau kesenjangan wilayah. Disamping

itu kian pesatnya perkembangan pemukiman di Kota Merauke tidak diikuti

dengan penerapan kaidah-kaidah perencanaan tata ruang yang baik

Page 3: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

3

sehingga memunculkan permasalahan-permasalahan lingkungan

pemukiman seperti persampahan, banjir, rendahnya ketersediaan air

bersih dan lain-lain.

Perkembangan kota yang dapat diamati secara sepintas dapat

dilihat bahwa pemanfataan ruang di Kota Merauke terjadi disparitas atau

kesenjangan kepadatan bangunan dimana di pusat kota menjadi sangat

padat sedangkan di pinggiran kota kepadatannya sangat rendah. Hal ini

diperparah dengan kondisi keberadaan ulitilitas kota seperti sistem

drainase, pengelolaan persampahan masih sangat rendah sehingga

terjadi penurunan kualitas lingkungan perkotaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perkembangan

pemukiman, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola perkembangan

pemukiman dan merumuskan strategi pengembangan pemukiman di Kota

Merauke.

Landasan Teori

Perkotaan

Pengertian kota sangat beragam, menurut Daldjoeni (1998)

kota pada awalnya bukanlah tempat pemukiman melainkan pusat

pelayanan. Sejauhmana kota menjadi pusat pelayanan tergantung pada

sejauhmana pedesaan sekitarnya memanfaatkan jasa-jasa kota. Sjoberg

dalam Daldjoeni (1998) melihat lahirnya kota lebih dari timbulnya suatu

golongan spesialisasi non agraris, dimana yang berpendidikan merupakan

bagian penduduk yang terpenting. Wirth dalam Daldjoeni (1998) juga

merumuskan bahwa kota sebagai pemukiman yang relatif besar padat

Page 4: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

4

dan permanen dengan penduduk yang heterogen kedudukan sosialnya.

Karena itu hubungan sosial antar penghuninya serba longgar, acuh dan

relasi tidak pribadi (impersonal relation). Marx dan Engels dalam Daldjoeni

(1998) memandang kota sebaggai perserikatan yang dibentuk guna

melindungi hak milik dan guna memperbanyak alat produksi untuk

mempertahankan diri daripada penduduknya. Sedangkan Harris dan

Ullman dalam Daldjoeni (1998) melihat kota sebagai pusaat untuk

permukiman dan pemanfaatan bumi oleh manusia.

Menurut Bintarto (1983) kota adalah suatu jaaringan kehidupan

manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan

diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya

materialistis. Kota merupakan pusat kegiatan sosial, kegiatan

perekonomian, pusat-pusat hunian. Secara fisik kota selalu berkembang,

baik melaui perembesan wilayah perkotaan, maupun pemekaran kota.

Wilayah perkotaan adalah suatu kota dengan wilayah pengaruhnya.

Seperti hubungan ketergantungan antara suatu wilayah perkotaan

dengan kota-kota kecil atau desa-desa dan sebaliknya. Wilayah kota

adalah kota yang secara administratif berada di wilayah yang dibatasi

oleh batas adminiatratif yang berdasarkan kepada peraturam

perundangan yang berlaku.

Hadi Sabari Yunus (2005) menjelaskan definis kota dalam 6

(enam) tinjauan terhadap kota. Tinjauan kota menurut Hadi Sabari Yunus

(2005) adalah (1) tinjauan dari segi Yuridis Administratif, (2) Segi Fisik

Page 5: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

5

Morfologis, (3) Jumlah Penduduk, (4) Kepadatan Penduduk, (5) Fungsi

dalam suatu wilayah organik, dan (6) segi Sosial-kultural.

Kota dalam tinjauan yuridis administratif menurut Sujarto dalam

Yunus (2005) adalah suatu wilayah negara/suatu areal yang dibatasi oleh

batas-batas administrasi tertentu, baik berupa garis yang bersifat

maya/abstrak ataupun batas-batas fisikal (misalnya sungai, jalan raya,

lembah, barisan pegunungan dan lain sebagainya) yang berada dalam

wewenang suatu tingkat pemerintahan tertentu yang berhak dan

berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangga di wilayah tersebut.

Kenampakan kota ditinjaudari aspek morfologis adalah

kenampakan fisikal kot, bentuk-bentuk maujud, tangible, yang

mencerminkan dan ditandai adanya kenampakan internal sesuatu kota

(Barlow dan Newton dalam Yunus, 2005). Smailes dalam Yunus (2005)

mengemukakan 3 indikator yang dapat digunakan untuk mencermati

morfologi kota, yaitu (1) indikator kekhasan penggunaan lahan, (2)

ondikator kekhasan bangunan dan fungsinya, (3) indikator kekhasan pola

sirkulasi.

Pemukiman

Kawasan kota pada umumnya merupakan pusat kegiatan

ekonomi (perdagangan dan industri), pusat pemerintahan maupun pusat

kegiatan budaya dan pariwisata. Dengan adanya peningkatan aktivitas

ekonomi mengakibatkan pusat-pusat kota menjadi sasaran investasi atau

penanaman modal masyarakat baik dalam skala besar maupun kecil

(sektor informal).

Page 6: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

6

Menurut Eny Endang Surtiani (2006) dengan didukung oleh

kebijakan ekonomi suatu daerah akan mendorong pertumbuhan wilayah.

Hal ini akan menyebabkan perkembangan kegiatan di pusat kota berjalan

sangat pesat. Pertumbuhan pusat kota ini akan menjadikan daya tarik

bagi masyarakat untuk mencari pekerjaan di pusat kota tersebut.

Masyarakat yang bekerja di pusat kota kemudian akan mencari tempat

tinggal tidak jauh dari tempat dia bekerja. Hal inilah yang mendorong

tumbuh dan berkembangnya kawasan pemukiman kota.

Menurut Doxiadis C.a,1974 (dalam Agus Warsono,2006) bahwa

Permukiman adalah penataan kawasan yang dibuat oleh manusia yang

tujuannya untuk mempertahankan hidup secara lebih mudah dan lebih

aman, dan mengandung kesempatan untuk pembangunan manusia

seutuhnya. Dengan demikian pengertian permukiman dapat dirumuskan

sebagai suatu kawasan perumahan yang ditata secara fungsional sebagai

satuan sosial, ekonomi, dan fisik tata ruang, dilengkapi dengan prasarana

lingkungan, sarana umum, dan fasilitas sosial. Menurut Koestoer (dalam

Agus Warsono, 2006) bahwa, wilayah permukiman di perkotaan yang

sering disebut sebagai daerah perumahan, memiliki keteraturan bentuk

secara fisik. Artinya, sebagian besar rumah menghadap secara teratur

kearah kerangka jalan yang ada dan sebagian besar terdiri dari bangunan

permanen, berdinding tembok, dan dilengkapi dengan penerangan listrik.

Kerangka jalannya-pun bertingkat mulai dari jalan raya, jalan penghubung

hingga jalan lingkungan atau lokal.

Page 7: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

7

Permukiman menurut Undang-Undang No.4 Tahun 1992

Tentang Perumahan dan Permukiman adalah, bagian dari lingkungan

hidup diluar kawasan lindung, baik dalam lingkup perkotaan maupun

pedesaan, dan juga memiliki fungsi sebagai lingkungan tempat hunian

serta tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan..

Dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1992, pasal 1 (satu) angka 4

(empat) : disebutkan pula bahwa, satuan lingkungan permukiman

merupakan kawasan perumahan dengan luas wilayah dan jumlah

penduduk yang tertentu, yang dilengkapi sistem prasarana dan sarana

lingkungan, dan tempat kerja terbatas dan dengan penataan ruang

terencana dan teratur sehingga memungkinkan pelayanan dan

pengelolaan yang optimal. Dengan demikian dapat dipahami bahwa

permukiman terdiri dari komponen: perumahan, jumlah penduduk, tempat

kerja, sarana dan prasarana .

Konsepsi permukiman dalam bentuk kawasan perkotaan dan

perdesaan lebih lanjut dijelaskan dalam Undang-Undang No 24 Tahun

1992 Tentang Penataan Ruang bahwa, Kawasan perkotaan adalah

kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan

susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,

pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial

dan kegiatan ekonomi. Sedangkan kawasan yang mempunyai kegiatan

utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan

susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan,

pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Page 8: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

8

Bintarto (1979), menulis bahwa ketidakpuasan orang

membincangkan pola pemukiman (settlements) secara deskriptif

menimbulkan gagasan untuk membincangkannya secara kualitatif. Peter

Haggett dalam Bintarto (1979) menyampaikan bahwa pola pemukiman

yang dikatakan seragam (uniform), random, mengelompok (clustered) dan

lain sebagainya dapat diberikan ukuran yang berifat kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif tersebut dilakukan dengan Analisis Tetangga

Terdekat (nearest-neighbour analysis). Data kuantitatif yang dibutuhkan

dalam teknik analisis ini adalah data tentang jarak anata satu pemukiman

dengan pemukiman yang paling dekat yaitu pemukiman tetangganya yang

terdekat. Bintarto (1979) menambahkan bahwa pada hakekatnya analisis

tetangga terdekat ini adalah sesuai untuk daerah dimana antara satu

pemukiman dengtan pemukiman yang lain tidak ada hambatan-hambatan

alamiah yang belum dapat teratasi misalnya jarak antara dua pemukiman

yang relative dekat tetapi dipisahkan oleh suatu jurang. Pola

perkembangan pemukiman dalam klasifikasi pengukuran analisis tetangga

terdekat dapat digambar sebagai berikut :

(Peter Haggett dalam Bintarto, 1982)

Page 9: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

9

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang gunakan adalah metode kuantitatif

dilakukan dengan analisis peta, analisis tetangga terdekat (nearest-

neighbour analysis), dan teknik statistik inferensial, sedangkan metode

kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif untuk membahas dan

menganalisis preferensi lokasi pemukiman.

2. Hasil dan Pembahasan

Perkembangan pemukiman di Kota Merauke dari tahun 1997

hingga 2007 mengalami peningkatan yang pesat, dimana pertumbuhan

pemukiman dalam 10 tahun tersebut mencapai 134% dari tahun awal.

Perkembangan pemukiman Kota Merauke yang pesat dan sebarannya

tidak merata, hal ini dapat dibuktikan dengan pola perkembangan

pemukiman yang masih mengelompok pada bagian poros tengah Kota

Merauke. Pola pemukiman mengelompok cenderung acak berada di

Kelurahan Mandala, Maro, Karang Indah, Seringgu Jaya dan Bambu

Pemali, sedangkan pola pemukiman yang cenderung mengelompok

terdapat di Kelurahan Samkai, Rimba Jaya dan Kelapa Lima.

Beberapa faktor yang menentukan preferensi bermukim di Kota

Merauke yang menyebabkan persebaran pemukiman kota adalah faktor

kedekatan dengan pusat kota dan tempat kerja sehingga cenderung

bermukim di kawasan pusat kota. Alasan lainnya seperti harga lahan yang

murah juga membuat pemukiman di beberapa kawasan pinggiran kota.

Sementara itu alasan karena dekat dengan lingkungan keluarga dan

Page 10: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

10

kerabat menunjukan pemukiman yang terbentuk pada kelompok-kelompok

etnis atau kesukuan.

Interaksi keruangan yang dilihat dengan menghubungkan pola

sebaran pemukiman dengan faktor-faktor hirarki kekotaan menunjukan

bahwa hanya fasilitas pelayanan atau pusat pelayanan yang tidak

berkorelasi dengan pola yang mengelompok atau acak pada pemukiman

Kota Merauke. Dapat dikatakan bahwa semakin berkembang kota maka

sebaran pemukiman akan semakin menyebar merata ke setiap penjuru

kawasan kota.

Beberapa arahan yang diterapkan dalam mengantisipasi

perkembangan pemukiman di Kota Merauke adalah :

Pembangunan pemukiman yang terpadu dapat dilakukan oleh

pemerintah daerah atau swasta agar kawasan pemukiman dan

penyediaan utilitas lingkungan pemukiman dapat lebih tertata dan

merata khususnya pada kawasan pinggiran bagaian utara Kota

Merauke;

Pembangunan jalan lingkar Kota Merauke dan jalan lingkungan

pemukiman agar aksesibilitas ke kawasan pinggiran kota meningkat

sehingga pemukiman di pinggiran kota dapat berkembang

Pembangunan dan penataan drainase Kota Merauke agar kawasan-

kawasan potensial genangan air dapat dikembangkan untuk

pemukiman

Penyediaan fasilitas-fasilitas perkotaan untuk menyediakan pelayanan

pendidikan, kesehatan dan ekonomi agar mendukung keberadaan

Page 11: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

11

kawasan pemukiman yang telah ada dan untuk membangkitkan

tumbuhnya kawasan pemukiman baru.

Penutup

Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat dirumuskan berdasarkan

pembahasan pada bagian sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Pola perkembangan pemukiman yang mengelompok pada bagian

poros tengah Kota Merauke. Poros Jalan Raya Mandala

merupakan kawasan yang menarik tumbuhannya pemukiman

yang terpusat atau mengelompok. Pada tahun 2007 pemukiman di

Kelurahan Mandala, Maro, Karang Indah, Bambu Pemali dan

Seringgu Jaya memiliki pola mengelompok cenderung acak,

sedangkan pada Kelurahan Samkai, Rimba Jaya dan Kelapa Lima

pola pemukimannya cenderung mengelompok.

2. Dua tahun dari tahun 2005 hingga 2007 terjadi penyimpangan

terhadap Rencana Pemanfaatan Pemukiman dalam RTRW Kota

Merauke tahun 2005 sebesar 6 %. Penyimpangan tersebut terjadi

pada Kawasan Dermaga di Kelurahan Maro dan Kelapa Lima,

Kawasan Bandara di Kelurahan Rimba Jaya, Kawasan Ruang

Terbuka Hijau pada Kelurahan Samkai, Karang Indah, Bambu

Pemali dan Seringgu Jaya. Adapun Kawasan Hutan Kota dan

Rencana Kawasan Pusat Grosir pada Kelurahan Kelapa

3. Beberapa faktor yang menentukan preferensi bermukim di Kota

Merauke yang menyebabkan persebaran pemukiman kota adalah :

Page 12: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

12

preferensi bermukim di kawasan pusat kota lebih dikarenakan

faktor kedekatan dengan pusat kota dan akses ke tempat

kerja.

preferensi bermukim di kawasan pinggiran kota alasan lainnya

lebih karena harga lahan yang murah untuk membuat

pemukiman.

Selain itu preferensi karena faktor dekat dengan lingkungan

keluarga dan kerabat akan cenderung membentuk

pemukiman kelompok-kelompok etnis atau kesukuan.

4. Interaksi keruangan yang dilihat dengan menghubungkan pola

sebaran pemukiman dengan faktor-faktor hirarki kekotaan

menunjukan bahwa hanya fasilitas pelayanan atau pusat

pelayanan yang tidak berkorelasi dengan pola yang mengelompok

atau acak pada pemukiman Kota Merauke. Dapat dikatakan bahwa

semakin berkembang kota maka sebaran pemukiman akan

semakin menyebar merata ke setiap penjuru kawasan kota.

5. Beberapa arahan yang diterapkan dalam mengantisipasi

perkembangan pemukiman di Kota Merauke adalah :

Pembangunan pemukiman yang terpadu dapat dilakukan oleh

pemerintah daerah atau swasta agar kawasan pemukiman dan

penyediaan utilitas lingkungan pemukiman dapat lebih tertata

dan merata khususnya pada kawasan pinggiran bagaian utara

Kota Merauke;

Page 13: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

13

Pembangunan jalan lingkar Kota Merauke dan jalan lingkungan

pemukiman agar aksesibilitas ke kawasan pinggiran kota

meningkat sehingga pemukiman di pinggiran kota dapat

berkembang;

Pembangunan dan penataan drainase Kota Merauke agar

kawasan-kawasan potensial genangan air dapat dikembangkan

untuk pemukiman;

Penyediaan fasilitas-fasilitas perkotaan untuk menyediakan

pelayanan pendidikan, kesehatan dan ekonomi agar

mendukung keberadaan kawasan pemukiman yang telah ada

dan untuk membangkitkan tumbuhnya kawasan pemukiman

baru.

Saran

Saran-saran yang dapat disampaikan sebagai berikut :

1. Perlunya kebijakan khusus pemerintah daerah untuk mendorong

pengembangan wilayah pada kelurahan-kelurahan yang masih dalam

hirarki kekotaan klas rendah dengan memperbaiki utilitas perkotaan,

penyediaan fasilitas pemukiman dan membangkitkan kawasan-

kawasan pemukiman baru.

2. Permasalahan-permasalahan perkotaan seperti persampahan,

drainase dan saluran limbah kota, keamanan dan akses jalan pada

kawasan tertentu perlu dicarikan solusi dan perbaikannya dengan

pembangunan dan penataan drainase dan saluran limbah kota,

penyediaan penerangan jalan dan menghidupkan kembali sistem

Page 14: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

14

keamanan lingkungan swakarsa masyarakat serta memperbaiki jalan-

jalan lingkungan yang rusak. Hal ini diperlukan agar kenyamanan

masyarakat Kota Merauke dapat terasakan dan mendukung eksistensi

pemukiman kota.

3. Perlunya pembangunan pemukiman yang terpadu dapat dilakukan

oleh pemerintah atau swasta, perbaikan dan peningkatan aksesibilitas

wilayah ke pinggiran kota agar mendorong orang untuk bermukim

pada kawasan-kawasan pinggiran sehingga penyebaran pemukiman

dapat seimbang.

4. Perlunya pengendalian terhadap pembangunan pemukiman agar tidak

menyimpang dari perencanaan pemanfaatan lahan untuk pemukiman.

Untuk itu proses edukasi tentang tata ruang Kota Merauke sangat

penting baik pada aparatur pemerintah, swasta maupun masyarakat.

5. Perlunya penelitian-penelitian selanjutnya untuk mengkaji hal-hal yang

terkait dengan pemukiman Kota Merauke sehingga kajian pemukiman

Kota Merauke dapat lebih komprehensif untuk mendukung

pengembangan kota kedepan. Beberapa kajian lanjutan yang dapat

dilakukan seperti kajian tentang kesesuaian lahan untuk pemukiman

Kota Merauke, Pola transportasi Kota Merauke, Peran lembaga adat

dalam sebaran kepemilikan lahan kota dan kajian tentang keterkaitan

Kawasan Kota Merauke dengan wilayah disekitarnya.

Page 15: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

15

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Nurmandi, Drs., M.Sc., 1999, Manajemen Perkotaan : Aktor, Organisasi dan Pengelolaan Daerah Perkotaan di Indonesia, Yogyakarta : Lingkaran Bangsa

Agus Warsono, 2006, Perkembangan Permukiman Pinggiran Kota Pada

Koridor Jalan Kaliurang Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman, Tesis, Program Pascasarjana Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang

Bintarto, R.,Prof, Surastopo Hadisumarno, 1979. Metode Analisa Geografi. Jakarta: LP3ES

Bintarto, R. 1983. Interaksi Desa-Kota. Jakarta: Ghalia Indonesia

Daldjoeni, N., 1998, Geografi Baru Organisasi Keruangan dalam Teori dan Praktek, Bandung, Penerbit Alumni

Eny Endang Surtiani, 2006, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terciptanya Kawasan Permukiman Kumuh Di Kawasan Pusat Kota (Studi Kasus: Kawasan Pancuran, Salatiga), Tesis, Program Pasca Sarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang

Keman, S. 2005. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2 (1): 29-42. Surabaya: Universitas Airlangga

Kirmanto, D. 2002. Pembangunan Perumahan dan Permukiman yang Berwawasan Lingkungan Strategis dalam Pencegahan Banjir di Perkotaan [http://bumikusiji.blogspot.com], diperoleh dari [diakses 2 Agustus 2010]

Yunus, H.S. 1987. Geografi Permukiman dan Permasalahan Permukiman di Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM

Yunus, H.S. 2005. Managemen Perkotaan : Perspektif Spasial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Singgih Santoso. 2000. Buku Latihan SPSS : Statistik Parametrik. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo

Page 16: Pola Perkembangan Pemukiman Di Kota Merauke

16

Trihendradi. 2007. Langkah Mudah Menguasai Statistik SPSS 15 ; Deskriptif, Parametrik, Non Parametrik. Yogyakarta : Andi Offset