Upload
lyque
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 1
POLA ASUH ORANGTUA TUNARUNGU PADA ANAK
DI TANJUNGPINANG
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
META JULIANA
NIM. 110569201022
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 2
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertandatangan di bawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa yang
disebut di bawah ini :
Nama : META JULIANA
NIM : 110569201022
Jurusan/Prodi : Sosiologi
Alamat : Perum. Taman Harapan Indah Blok C No. 37 KM. 9
Tanjungpinang
Nomor HP : 082174569349
Email : [email protected]
Judul Naskah : Pola Asuh Orangtua Tunarungu Pada Anak di Tanjungpinang
Menyatakan bahwa Naskah Publikasi tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis
naskah ilmiah dan untuk dapat diterbitkan.
Tanjungpinang, 04 Agustus 2017
Yang menyatakan,
Dosen Pembimbing I
EMMY SOLINA, M.Si.
NIDN. 1020118401
Dosen Pembimbing II
TRI SAMNUZULSARI, S.Sos., M.A.
NIP. 198406182014042001
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 3
ABSTRAK
POLA ASUH ORANGTUA TUNARUNGU PADA ANAK
DI TANJUNGPINANG
META JULIANA
Program Studi Sosiologi, Fakulatas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Pola asuh orangtua merupakan suatu tindakan atau cara yang diterapkan oleh
orangtua dalam mendidik dan mengasuh anak. Pola asuh orangtua juga merupakan
interaksi yang dilakukan orangtua kepada anak dengan menggunakan tindakan dan
komunikasi yang baik. Beberapa orangtua ada yang mengalami ketidaksempurnaan fisik
sehingga mengalami keterbatasan dalam mengasuh anak seperti orangtua tunarungu yang
mengalami kelainan pendengaran. Dengan demikian, orangtua tunarungu akan
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi pada anak maupun orang lain. Pola asuh
orangtua tunarungu dalam mendidik dan mengasuh anak merupakan hal yang menarik
untuk diteliti. Penelitian dengan judul “Pola Asuh Orangtua Tunarungu Pada Anak di
Tanjungpinang”, memiliki rumusan masalah bagaimana pola asuh orangtua tunarungu
pada anak di Tanjungpinang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pola asuh orangtua tunarungu pada anak.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, tulisan atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Adapun sumber data yang digunakan adalah
data-data primer dan sekunder. Data akan dianalisis dengan metode analisis deskriptif.
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pola asuh orangtua.
Berdasarkan analisis data yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa di awal
menjalin komunikasi dengan anak, orangtua tunarungu mendapat kesulitan dalam
berbahasa kepada anak. Dengan keterbatasan yang dimiliki, orangtua tunarungu tetap
mengupayakan menjalin kumunikasi yang baik dengan anak seperti menggunakan bahasa
tubuh maupun tindakan. Menjaga kedekatan dengan anak, menciptakan kehangatan,
selalu ada untuk anak ketika anak mengalami masalah dalam hidupnya dan menghargai
pendapat anak merupakan cara yang dilakukan orangtua tunarungu dalam mengasuh dan
mendidik anak. Dengan demikian, bentuk sikap dan tindakan orangtua tunarungu dalam
mengasuh anak dapat terjalin dengan baik.
Kata kunci : pola asuh, orangtua tunarungu, anak
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 4
ABSTRACT
POLA ASUH ORANGTUA TUNARUNGU PADA ANAK
DI TANJUNGPINANG
META JULIANA
Program Studi Sosiologi, Fakulatas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Parents parenting is an action or a way that is applied by parents in educating and
nurturing children. Parents parenting is also an interaction that parents make to children
by using good actions and communication. Some parents are experiencing physical
imperfections that experience limitations in parenting such as deaf parents who have
hearing problems. Thus, deaf parents will have difficulty in communicating to children
and others. Parenting patterns of deaf parents in educating and raising children is an
interesting thing to be studied. The research titled " Parenting Patterns of Deaf Parents on
Children at Tanjungpinang", has a formulation of the problem of how the parenting of the
deaf parents in Tanjungpinang. The purpose of this study is to know and get a clear picture
of parenting patterns of deaf parents in children.
This research uses qualitative method. Qualitative research method is a research
procedure that produces descriptive data in the form of words, writing or oral from the
people and observed behavior. The data source used are primary and secondary data. The
data will be analyzed by descriptive analysis method. The theoretical basis used in this
research is parents parenting theory.
Based on data analysis done, it can be concluded that at the beginning of
communication with children, deaf parents get difficulty in speaking to children. With the
limitations that are owned, deaf parents still seek to establish good communication with
children such as using body language or action. Keeping close to the child, creating
warmth, is always there for the child when the child has problems in his life and respecting
the child's opinion is the way that deaf parents do in parenting and educating children.
Thus, the form of deaf parents attitude and actions in parenting can be well established.
Key Words : parenting, deaf parents, child
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 5
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Keluarga mempunyai peranan yang
sangat penting dalam pembentukan
kepribadian seseorang dan memberikan
dasar pembentukan tingkah laku, watak,
moral dan pendidikan anak serta
perkembangan fisik dan mental anak
karena dengan orangtua anak pertama
kali berinteraksi di masyarakat (Kartono,
1995:25). Peran sosial dalam setiap
keluarga berbeda-beda, salah satunya
peran orangtua dalam mengasuh anak
yang menjadi tanggung jawab terpenting
bagi perkembangan sikap dan mental
anak dengan cara merawat dan
membimbing anak dengan baik dan
penuh perhatian.
Pola asuh orangtua yaitu cara-cara
orangtua dalam mengasuh, mendidik
anak, dari pola asuh yang diberikan inilah
dapat mempengaruhi perkembangan diri
pada ciri tertentu pribadi anak. Pola asuh
merupakan suatu tindakan yang diambil
dan diterapkan oleh orangtua dalam
keluarga dalam mendidik anak dan
merupakan cara orangtua dalam
memperlakukan anak.
Setiap orangtua pasti memiliki
harapan agar anak-anaknya menjadi
manusia yang pandai, cerdas, berakhlak
dan berguna bagi semua orang. Namun
dalam kenyataannya tidak semua
manusia yang ada didunia ini terlahir
sebagai manusia normal. Ada manusia
yang sejak lahir mengalami keterbatasan
atau pada masa pertumbuhan mengalami
kecacatan atau ketunaan secara fisik.
Ketidaksempurnaan ini dapat menjadi
masalah bagi setiap orang yang
mengalaminya terutama bagi orangtua
yang memiliki keterbatasan ini dalam
mengasuh dan mendidik anak.
Keterbatasan dalam pendengaran
atau tunarungu akan sulit mengerti
konsep bahasa. Konsep bahasa ini
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 6
merupakan inti dari proses komunikasi.
Dengan demikian dapat dipertegas bahwa
mereka yang tunarungu mengalami
hambatan dalam berkomunikasi dengan
orang lain yang disebabkan karena
pengaruh ketunarunguan.
Penyandang tunarungu juga
memilki kebutuhan yang sama seperti
manusia normal lainnya, mereka juga
mempunyai kebutuhan untuk menikah,
berumah tangga dan mendapatkan
keturunan. Namun, dengan
ketunarunguan yang mereka alami
mengakibatkan beberapa keterbatasan
antara lain keterbatasan memperoleh
informasi dan mengontrol lingkungan.
Jika mereka menjadi orangtua maka
kemungkinan akan memiliki keterbatasan
dan kesulitan berinteraksi dalam
mengasuh dan mendidik anak.
Orangtua yang mengalami
keterbatasan atau tunarungu dalam hal ini
tentu saja mempunyai suatu pola ataupun
cara tertentu dalam mendidik dan
mengasuh anak mereka. Dari
keterbatasan dan kesulitan yang dimiliki
orangtua tunarungu ini dalam berinteraksi
mengasuh anak. Peneliti memiliki
ketertarikan pada beberapa orangtua
tunarungu yang peneliti temui di kota
Tanjungpinang ini dikarenakan mereka
cenderung mampu berkomunikasi
dengan anak dalam mengasuh dan
mendidik anaknya. Hal ini dibuktikan
dengan adanya interaksi yang baik antara
orangtua dengan anak melalui bahasa
isyarat. Seperti pada salah satu keluarga
tunarungu yang ditemui yang memiliki
keterbatasan fisik yaitu di
Tanjungpinang. Menurut data dari dinas
sosial dan tenaga kerja kota
Tanjungpinang bahwa penyandang
disabilitas yang terdata dikota
Tanjungpinang berjumlah 547 orang dari
empat kecamatan dan 18 kelurahan yang
ada di Tanjungpinang.
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 7
Peran orangtua tidak terlepas dari
pola asuh yang diterapkan orangtua
dalam keluarga, dan dukungan orangtua
dalam setiap perkembangan anak. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti
tentang pola asuh orangtua tunarungu
pada anak karena peneliti ingin
mengetahui pola asuh yang diterapkan
oleh orangtua khususnya orangtua
tunarungu. Yang dimaksud pola asuh
dalam penelitian ini yaitu cara atau pola
yang digunakan atau diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari terhadap anak.
Cara tersebut meliputi cara mengasuh,
membina, mengarahkan, membimbing
dan memimpin anak. Pola ini tentu saja
dalam setiap keluarga mempunyai pola
yang berbeda antara satu keluarga dengan
keluarga yang lainnya. Berdasarkan latar
belakang di atas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pola Asuh Orangtua Tunarungu
Pada Anak di Tanjungpinang”.
Berdasarkan latar belakang diatas,
penulis merumuskan masalah penelitian
sebagai berikut: “Bagaimana pola asuh
orangtua tunarungu pada anak di
Tanjungpinang?”.
Adapun yang diharapkan menjadi
tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahuai dan mendapatkan gambaran
yang jelas mengenai pola asuh orangtua
tunarungu pada anak.
Adapun yang diharapkan dapat
menjadi manfaat pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Secara Teoritis
Diharapkan dari penelitian ini dapat
memberikan informasi dan sumbangan
kepada peneliti lain sebagai bahan
perbandingan referensi dalam meneliti
masalah yang mirip dengan penelitian ini
terutama dalam bidang ilmu Sosiologi.
b. Secara Praktis
1) Penelitian ini diharapkan dapat
memberi pandangan mengenai
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 8
interaksi orangtua tunarungu pada
anak.
2) Penelitian ini diharapkan dapat
memperoleh pemahaman yang baik
mengenai interaksi orangtua
tunarungu pada anak.
Agar lebih memudahkan
pemahaman penulis dalam pengertian-
pengertian ini dan juga agar tidak
menimbulkan penafsiran yang berbeda
terhadap konsep-konsep yang ada, maka
adapun konsep operasional dari
penelitian ini yaitu :
a. Pola Asuh
Pola asuh orangtua merupakan
suatu keseluruhan interaksi antara
orangtua dengan anak, di mana orangtua
bermaksud menstimulasi anaknya dengan
mengubah tingkah laku, pengetahuan
serta nilai-nilai yang dianggap paling
tepat oleh orangtua, agar anak dapat
mandiri, tumbuh dan berkembang secara
sehat dan optimal walaupun orangtua
anak dengan kondisi terbatas.
Istilah pola pengasuhan
mengemukakan bahwa aspek-aspek pola
pengasuhan orangtua adalah:
1) Komunikasi orangtua dan anak.
2) Disiplin yang diterapkan dengan
fungsi sebagai pedoman dalam
melakukan penilaian terhadap
tingkah laku anak.
3) Pengawasan (kontrol), yaitu usaha
orangtua untuk mengawasi dan
mempengaruhi kegiatan anak.
b. Tunarungu
Orangtua tunarungu secara umum
memiliki kesulitan yang sangat besar
dalam berinteraksi untuk mengasuh atau
mendidik anak karena mereka tidak bisa
berkomunikasi dengan baik (tidak bisa
mendengar dan juga tidak bisa bicara).
Oleh karena itu, orangtua yang
menyandang disabilitas (tunarungu) tetap
dituntut untuk mengasuh anak mereka
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 9
sebagai konsekuensi tanggung jawabnya
selaku orangtua.
2. Tinjauan Pustaka
a. Pola Asuh Orangtua
Orangtua merupakan sosok yang
pertama kali dikenal oleh anak dan
orangtua memberikan tanggapan atas apa
yang dilakukan oleh anak mengenai sisi
positif atau negatif yang dilakukannya.
Gunarsa (2000:44) mengemukakan
bahwa pola asuh tidak lain merupakan
metode atau cara yang dipilih pendidik
dalam mendidik anak-anaknya yang
meliputi bagaimana pendidik
memperlakukan anak didiknya. Jadi yang
dimaksud pendidik adalah orangtua
terutama ayah dan ibu atau wali.
Pola asuh orangtua akan
mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
Pola asuh orangtua tidak lain merupakan
metode atau cara yang dipilih orang
dalam mendidik anak-anaknya,
merupakan cara bagaimana orangtua
memperlakukan anak-anak mereka.
Casmini dalam Palupi, (2007:3)
menyebutkan bahwa pola asuh sendiri
memiliki definisi bagaimana orang tua
memperlakukan anak, mendidik,
membimbing dan mendisiplinkan serta
melindungi anak dalam mencapai proses
kedewasaan, hingga kepada upaya
pembentukan norma-norma yang
diharapkan oleh masyarakat pada
umumnya. Hetherington dan Park (dalam
Santrock, 2002) menyatakan bahwa pola
asuh orangtua cenderung mengarah pada
adanya dua ukuran besar dari tingkah
laku yaitu emosi dan kontrol.
Pola asuh merupakan pola sikap
mendidik dan memberikan perlakuan
terhadap anak, Yulia Singgih D. Gunarso
mengemukakan bahwa pola asuh tidak
lain merupakan metode atau cara yang
dipilih pendidik dalam mendidik anak-
anaknya yang meliputi bagaimana
pendidik memperlakukan anak didiknya,
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 10
yang dimaksud pendidik adalah orangtua
terutama ayah dan ibu. Secara
terminologi pola asuh orangtua adalah
cara terbaik yang ditempuh oleh orangtua
dalam mendidik anak sebagai
perwujudan dari tanggungjawab kepada
anak. Menurut Gunarsa Singgih Pola
asuh orangtua adalah sikap dan cara
orangtua dalam mempersiapkan anggota
keluarga yang lebih muda termasuk anak
supaya dapat mengambil keputusan
sendiri dan bertindak sendiri
sehinggamengalami perubahan dari
keadaan bergantung kepada orangtua
sehingga bisa berdiri sendiri dan
bertanggung jawab sendiri. Menurut
Kohn yang dikutip Chabib Thoha bahwa
pola asuh merupakan sikap orangtua
dalam berhubungan dengan anaknya.
Sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi,
antara lain dari cara orang tua memberi
peraturan pada anak, cara memberikan
hadiah dan hukuman, cara orangtua
menunjukkan otoritas dan cara orangtua
memberikan perhatian dan tanggapan
terhadap keinginan anak.
Menurut dr. Baumrind, terdapat 3
macam pola asuh orang tua yaitu
demokratis, otoriter dan permisif :
1) Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola
asuh yang memprioritaskan kepentingan
anak, akan tetapi tidak ragu dalam
mengendalikan mereka. Orangtua dengan
perilaku ini bersikap rasional, selalu
mendasari tindakannya pada rasio atau
pemikiran-pemikiran. Orangtua dengan
tipe ini juga bersikap realistis terhadap
kemampuan anak, tidak berharap yang
berlebihan yang melampaui kemampuan
anak. Orang tua tipe ini juga memberikan
kebebasan kepada anak untuk memilih
dan melakukan suatu tindakan dan
pendekatannya kepada anak bersifat
hangat. (Ira Petranto, 2005). Dengan pola
asuhan ini, anak akan mampu
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 11
mengembangkan kontrol terhadap
prilakunya sendiri dengan hal-hal yang
dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini
mendorong anak untuk mampu berdiri
sendiri, bertanggung jawab dan yakin
terhadap dirinya sendiri.
2) Otoriter
Pola asuh ini sebaliknya cenderung
menetapkan standar yang mutlak harus
dituruti, biasanya dibarengi dengan
ancaman-ancaman misalnya, kalau tidak
mau makan, maka tidak akan diajak
bicara. Orangtua tipe ini cenderung
memaksa, memerintah dan menghukum.
Apabila anak tidak mau melakukan apa
yang dikatakan oleh orangtua, maka
orangtua dengan tipe ini tidak segan
menghukum anak. Orangtua tipe ini juga
tidak mengenal kompromi dan dalam
berkomunikasi biasanya bersifat satu arah
(Ira Petranto, 2005).
Pola asuh otoriter adalah cara
mengasuh anak yang dilakukan orangtua
dengan menentukan sendiri aturan-aturan
dan batasan-batasan yang mutlak harus
ditaati oleh anak tanpa kompromi dan
memperhitungkan keadaan anak. Serta
orangtua pula yang berkuasa dalam
menentukan segala sesuatu untuk anak
dan anak hanya sebagai objek pelaksana
saja. Jika anak-anaknya menentang atau
membantah, maka orangtua tidak segan-
segan memberikan hukuman. Jadi, dalam
hal ini kebebasan anak sangat dibatasi.
3) Permisif
Pola asuhan ini ditandai dengan
adanya kebebasan tanpa batas pada anak
untuk berperilaku sesuai dengan
keinginannya sendiri. Orangtua tidak
pernah memberi aturan dan pengarahan
kepada anak. Semua keputusan
diserahkan kepada anak tanpa
pertimbangan orangtua. Anak tidak tahu
apakah perilakunya benar atau salah
karena orangtua tidak pernah
membenarkan ataupun menyalahkan
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 12
anak. Akibatnya anak akan berprilaku
sesuai dengan keinginanya sendiri, tidak
peduli apakah hal itu sesuai dengan
norma masyarakat atau tidak. Orangtua
cenderung tidak menegur atau
memperingatkan anak apabila anak
sedang dalam bahaya dan sangat sedikit
bimbingan yang diberikan oleh mereka,
sehingga seringkali disukai oleh anak (Ira
Petranto, 2005).
Dalam pola asuh ini, orangtua
memberi kontrol terhadap anaknya dalam
batas-batas tertentu, aturan untuk hal-hal
yang esensial saja, dengan tetap
menunjukkan dukungan, cinta dan
kehangatan kepada anaknya. Melalui
pola asuh ini anak juga dapat merasa
bebas mengungkapkan kesulitannya,
kegelisahannya kepada orangtuanya.
b. Tunarungu
Secara umum tunarungu dapat
diartikan yang tidak dapat mendengar,
tidak dapat mendengar tersebut dapat
dimungkinkan kurang dengar atau tidak
mendengar sama sekali. Secara fisik,
individu penyandang tunarungu tidak
berbeda dengan individu umumnya,
sebab orang akan mengetahui bahwa
penyandang ketunarunguan pada saat
berbicara, tunarungutersebut berbicara
tanpa suara atau dengan suara yang
kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau
bahkan tidak berbicara sama sekali,
individu tersebut hanya berisyarat.
Definisi tunarungu berasal dari dua kata
yaitu tuna yang berarti kurang dan rungu
yang berarti dengar. Istilah tunarungu
mengacu pada pengertian kurang atau
tidak dapat mendengar informasi dari
bunyi.
Berikut ini adalah beberapa
pendapat ahli yang mendefinisikan
tunarungu : Tunarungu adalah seseorang
yang mengalami gangguan pada
pendengarannya. Mereka yang
mengalami kelainan pendengaran akan
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 13
menanggung konsekuensi yang sangat
kompleks. Mereka akan mengalami
berbagai hambatan dalam meniti
perkembangannya terutama pada aspek
berbahasa dan penyesuaian sosial.
Gangguan dalam pendengaran yang
berdampak pada hambatan berbahasa,
menjadikan hambatan pula bagi mereka
yang tunarungu dalam berinteraksi (Edja
Sadjaah, 2005:32). Selain itu Tunarungu
diartikan juga bagi mereka yang
menjalani kekurangan tetapi masih
mampu (tidak kehilangan kemampuan
berbicara (Sardjono,2000).
Pada lingkungan sosial masyarakat,
komunikasi verbal atau lisan adalah
bentuk komunikasi yang paling sering
dilakukan.Sedangkan pada kasus
penyandang tunarungu, komunikasi
verbal adalah sesuatu yang sulit. Dengan
kata lain bahwa mereka yang mempunyai
gangguan pendengaran sebagai akibat
rusak pendengarannya, menjadi
terhambat potensi untuk berkembangnya
kemampuan berbahasa atau bicara
(Sardjono, 2005:247). Sebagai akibat dari
terhambatnya perkembangan bicara dan
bahasanya, tunarungu akan mengalami
kelambatan dan kesulitan dalam hal-hal
yang berhubungan dengan komunikasi.
Murni Winarsih (2007:23),
menyatakan tunarungu adalah seseorang
yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar baik
sebagian atau seluruhnya yang
diakibatkan oleh tidak berfungsinya
sebagian atau seluruh alat pendengaran,
sehingga anak tersebut tidak dapat
menggunakan alat pendengarannya
dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut
berdampak terhadap kehidupannya
secara kompleks terutama pada
kemampuan berbahasa sebagai alat
komunikasi yang sangat penting.
Gangguan mendengar yang dialami
penyandang tunarungu menyebabkan
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 14
terhambatnya perkembangan bahasa,
karena perkembangan tersebut sangat
penting untuk berkomunikasi dengan
orang lain. Berkomunikasi dengan orang
lain membutuhkan bahasa dengan
artikulasi atau ucapan yang jelas sehingga
pesan yang akan disampaikan dapat
tersampaikan dengan baik dan
mempunyai satu makna, sehingga tidak
ada salah tafsir makna yang
dikomunikasikan.
Menurut Moores (Hallahan dan
Kauffman, 2006), defenisi dari
ketunarunguan adalah kondisi dimana
individu tidak mampu mendengar dan hal
ini tampak dalam wicara atau bunyi-
bunyian lain, baik dalam derajat frekuensi
dan intensitas. Hallahan dan Kauffman
(2006) membedakan antara ketulian
dengan gangguan pendengaran. Orang
yang tuli adalah mereka yang mengalami
ketidakmampuan dalam mendengar
sehingga menghambat keberhasilan
memproses informasi bahasa melalui
pendengaran, dengan maupun tanpa alat
bantu dengar. Sementara itu, orang yang
secara umum sulit untuk mendengar,
dengan bantuan alat bantu dengar, masih
memiliki kemampuan mendengar yang
cukup untuk memproses informasi
bahasa melalui pendengaran.
Penyandang tunarungu dalam
proses pemahaman akan terlambat karena
informasi yang diterima tidak sebanyak
informasi yang diterima oleh orang yang
mendengar pada umumnya. Informasi
yang didapatkan penyandang tunarungu
akan menjadi tidak bermakna apa-apa
jika mereka tidak memahami apa maksud
dari informasi tersebut. Informasi yang
disampaikan harus dikongkritkan sesuai
dengan bahasa yang sudah mereka
mengerti sehingga penyandandang
tunarungu maupun orang normal ketika
berkomunikasi akan mengalami kesulitan
bahkan kesalahan dalam memahaminya.
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 15
B. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini menggunakan
penelitian kualitatif dengan penelitian
yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian
yang bertujuan menggambarkan,
menjelaskan, serta menguraikan sesuatu
fenomena yang disertai dengan bukti-
bukti dari berbagai sumber yang telah
dinarasikan dalam bentuk ilmiah.
Penelitian ini terbatas untuk
menggungkapkan suatu masalah atau
keadaan atau peristiwa sebagaimana
adanya sehingga bersifat sekedar untuk
mengungkapkan fakta. Hasil ditekankan
pada pemberian gambaran objek tentang
keadaan yang sebenarnya dari subjek
yang diteliti dan dapat memberikan
gambaran tentang pola orangtua
tunarungu dalam mengasuh anak di
Tanjungpinang.
1. Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai pola asuh
orangtua tunarungu terhadap anak
berlokasi di Kota Tanjungpinang. Pada
penelitian ini penulis memfokuskan
Kecamatan Tanjungpinang Barat sebagai
lokasi penelitian. Adapun alasan penulis
memilih lokasi tersebut dikarenakan di
Kecamatan Tanjungpinang Barat
memiliki penyandang tunarungu lebih
banyak dibandingkan dengan daerah
Tanjungpinang lainnya.
2. Populasi dan Sampel
Sesuai dengan jenis penelitian yaitu
penelitian kualitatif dan dikarenakan
penelitian ini bersifat deskriptif sehingga
penulis menggunakan informan. Sampel
dalam penelitian kualitatif dinamakan
informan (Sugiyono 50:2010). Informan
adalah orang yang memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi latar belakang
penelitian.
Teknik yang digunakan untuk
menentukan informan kunci (key
informan) dilakukan secara sengaja yaitu
(purposive) sesuai dengan fokus
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 16
penelitian. Penentuan informan dalam
penelitian ini digunakan secara purposive
sampling yakni teknik pengambilan
sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu, misalnya orang
tersebut dianggap paling tahu tentang apa
yang diharapkan peneliti, atau mungkin
dia merupakan penguasa sehingga akan
memudahkan peneliti dalam menjelajahi
obyek dan situasi sosial yang diteliti
(Sugiyono. 2011: 68).
Adapun kriteria informan yaitu
orangtua tunarungu, yang dimaksud
dalam penelitian ini yaitu:
a. Orangtua tunarungu,
b. Anak yang memiliki orangtua
tunarungu usia sekolah 7-17 tahun,
c. Masyarakat yaitu tetangga sekitar
rumah penyandang tunarungu.
Kriteria ketiga ini merupakan satu
kesatuan yang saling terkait untuk di
beberapa orang, namun dengan kesulitan
orangtua tunarungu tetap dituntut agar
bisa dengan baik dalam mengasuh dan
mendidik anak-anaknya, agar anaknya
bisa menjadi generasi yang baik dimasa
mendatang
3. Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber
data yang diperoleh langsung melalui
sumber asli atau informan (tidak
melalui perantara). Data primer dapat
berupa opini subjek (orang) secara
kelompok ataupun individual, hasil
observasi terhadap suatu benda (fisik),
kejadian atau keinginan, dan hasil
pengujian. Metode yang digunakan
untuk mendapatkan data primer yaitu:
metode survei, metode observasi,
menulis, bertanya jawab secara tatap
muka dengan responden langsung
dilapangan tempat penelitian dalam
hal ini keluarga yang memiliki
orangtua tunarungu untuk
memperoleh gambaran tentang
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 17
bagaimana pola asuh orangtua
tunarungu pada anak. Data primer
didapat melalui observasi dan
wawancara berkaitan dengan masalah
yang diteliti pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Primer
Subjek Penelitian Level Analogi
Orangtua Tunarungu
- Bagaimana pola asuh orangtua tunarungu
kepada anak.
- Bagaimana orangtua tunarungu memenuhi
kebutuhan anak.
Anak
- Bagaimana anak berkomunikasi dengan
orangtua.
- Bagaimana persepsi anak terhadap orangtua
tunarungu.
- Bagaimana anak menerima kondisi orangtua.
Masyarakat
- Bagaimana adaptasi orangtua tunarungu.
- Bagaimana respon masyarakat terhadap
mereka (orangtua tunarungu).
Dinas Sosial - Data disabilitas Kota Tanjungpinang.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber
data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui
perantara (diperoleh dan dicatat oleh
pihak lain). Data sekunder umumnya
berupa bukti, catatan, atau laporan
historis yang telah tersusun dalam
arsip (data documenter) yang
dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan. Sumber lain data
sekunder adalah dokumen, literatur,
jurnal ilmiah dan buku-buku
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 18
kepustakaan yang berhubungan
dengan penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama
dari penelitian adalah mendapatkan data
yang relevan. Teknik pengumpulan data
yang digunakan penulis yaitu melalui
observasi, wawancara dan dokumentasi.
a. Observasi
Secara umum, pengertian observasi
atau pengamatan merupakan suatu teknik
atau cara mengumpulkan data dengan
jalan mengadakan pengamatan terhadap
kegiatan yang berlangsung. Sugiyono
(2011:166) mengemukakan bahwa
“teknik observasi merupakan suatu
proses yang kompleks atau sulit, yang
tersusun dari berbagai proses biologis dan
proses psikologis diantaranya yang
terpenting adalah pengamatan dan
ingatan”. Dalam penelitian ini teknik
observasi digunakan untuk
mengumpulkan data tentang gambaran
umum obyek penelitian.
b. Wawancara
Menurut Sugiyono (2011:194),
wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti akan
melaksanakan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden atau
informan utama dan informan penunjang
yang lebih mendalam dan jumlah
responden sedikit atau kecil. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan
melalui komunikasi langsung tanya
jawab antara peneliti dengan responden.
Teknik ini dilakukan secara bebas dan
terbuka dalam penyampaian informasi
dan pemberian data yang sesungguhnya.
Wawancara dilakukan dengan
menggunakan pedoman wawancara yang
telah ditentukan dengan mengajukan
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 19
pertanyaan langsung oleh pewawancara
kepada informan, dan jawaban informan
dicatat atau direkam (Iqbal Hasan,
2002:59). Dalam penelitian ini beberapa
informan tidak bisa menggunakan bahasa
verbal sehingga penulis menggunakan
bantuan seorang guru SLB (Sekolah Luar
Biasa) Negeri Kota Tanjungpinang untuk
menyampaikan pedoman wawancara
kepada beberapa informan tersebut dan
menyampaikan hasil wawancara kepada
penulis. Untuk beberapa informan yang
dapat menggunakan bahasa verbal maka
penulis secara langsung melakukan
wawancara dan mencatat hasil
wawancara.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini
berupa foto dan data terkait yang akan
menjadi data pendukung dan lampiran
pada penelitian ini. Misalnya foto atau
gambar para orangtua tunarungu beserta
anak mereka yang ada di Tanjungpinang
terutama di Tanjungpinang Barat yang
sedang melakukan aktifitas sehari-hari
mereka yang berkaitan dengan pola asuh
orangtua tunarungu pada anak.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data bukan hanya
merupakan tindak lanjut logis dari
pengumpulan data, tetapi juga merupakan
proses yang tidak terpisahkan dengan
pengumpulan data dimulai dengan
menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber, yaitu informan kunci
hasil wawancara, dari hasil pengamatan
yang tercatat dalam berkas di lapangan,
dan dari hasil studi dokumentasi
(Moleong, 2002:62). Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini
berlangsung bersamaan dengan
pengumpulan data. Maka langkah-
langkah yang ditempuh yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data yaitu merangkum,
memilih hal-hal yang pokok,
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 20
memfokuskan pada hal-hal yang penting,
pemilihan, pemusatan, perhatian pada
penyederhanaaan dan tranformasi data
kasar yang muncul dari catatan-catatan
dan tertulis di lapangan dengan tujuan
untuk memudahkan pemahaman terhadap
data yang terkumpul. Mengumpulkan
data dari hasil wawancara, observasi, dan
dokumentasi, kemudian dipilih dan
dikelompokkan berdasarkan kemiripan
data. Data yang telah dikategorikan
tersebut diorganisir sebagai bahan
penyajian data.
b. Penyajian Data
Penyajian data yaitu proses
penyajian data dengan teks yang bersifat
deskriptif yang menjelaskan penemuan
penelitian. Selain menyajikan data
dengan teks yang bersifat deskriptif,
dapat juga berupa tabel maupun gambar.
Penyajian data juga merupakan
sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambislan tindakan.
Dengan demikian, kemungkinan dapat
mempermudah gambaran seluruhnya
atau bagian tertentu dari aspek yang
diteliti. Dengan demikian kemungkinan
dapat mempermudah gambaran
seluruhnya atau bagian tertentu dari
aspek yang diteliti. Penyajian data dalam
penelitian ini diperoleh melalui
wawancara mendalam, observasi dan
analisis dokumen. Adapun penyajian data
untuk mengetahui bagaimana pola asuh
orangtua penyandang tunarungu dalam
mengasuh anak-anaknya.
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan
rangkaian pengolahan data yang berupa
gejala kasus yang terdapat dilapangan.
Kesimpulan ini dibuat berdasarkan pada
pemahaman terhadap data yang telah
disajikan dan dibuat dalam pernyataan
singkat dan mudah dipahami dengan
mengacu pada pokok permasalahan yang
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 21
diteliti. Dengan demikian dalam
penelitian ini pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan sebagai suatu yang terkait
pada saat sebelum dan sesudah
pengumpulan data.
C. GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
1. Penyandang Disabilitas di
Tanjungpinang
Pada dasarnya, penyandang
disabilitas membutuhkan intervensi agar
bisa menjalankan hidup yang normal dan
layak serta menjalankan fungsinya
sebagai anggota masyarakat. Namun di
sisi lain mereka juga ingin diperlakukan
sebagai individu yang setara dan mandiri,
tanpa harus mengundang belas kasihan
yang berlebihan. Tetapi pada
kenyataannya mereka justru
mendapatkan perlakuan berbeda dari
masyarakat. Umumnya masyarakat
menghindari kaum disabilitas dari
kehidupan mereka, karena mereka tidak
ingin mendapatkan efek negatif dari
kemunculan kaum disabilitas dalam
kehidupan mereka seperti sumber aib,
dikucilkan dalam pergaulan, dan
permasalahan lainnya.
Upaya pemerintah dalam
melindungi kehidupan disabilitas sudah
tertuang dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang ada. Salah
satu kota yang terdapat warga
masyarakatnya mengalami disabilitas
yaitu Tanjungpinang. Menurut data dari
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kota
Tanjungpinang bahwa penyandang
disabilitas yang terdata dikota
Tanjungpinang berjumlah 547orang dari
4 kecamatan dan 18 kelurahan yang ada
di Tanjungpinang, dapat dilihat lebih
lengkap pada Tabel 2.
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 22
Tabel 2. Data Disabilitas Di Tanjungpinang
Bagi tunarungu yang mengalami
hambatan dalam pendengaran perlu
diperhatikan dari ketunarunguan yaitu
hambatan data berkomunikasi, sedangkan
komunikasi merupakan hal yang sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari.
Kemampuan mendengar dari individu
yang satu berbeda dengan individu
lainnya. Apabila kemampuan mendengar
dari sesorang ternyata sama dengan
kebanyakan orang, berarti pendengaran
anak tersebut dapat dikatakan normal.
Pernyataan di atas menggambarkan
bahwa kemampuan komunikasi secara
umum terutama melalui bahasa verbal
bagi penyandang tunarungumenjadi
Kecamatan Kelurahan
Jenis Kecacatan Per-
sentase
(%) Tuna-
Netra
Tuna-
Grahita
Tuna-
Rungu
Tuna-
daksa
Cacat
berat
Tanjungpinang Tanjungpinang Kota 5 9 - 4 1 3.5
Kota Senggarang 4 6 2 9 1 4.0
Kampung Bugis 7 18 1 16 2 8.0
Penyengat - - - - - 0.0
Tanjungpinang Kampung Baru 10 19 6 7 - 7.7
Barat Tanjungpinang Barat 15 20 1 16 - 9.5
Bukit Cermin 7 9 4 4 - 4.4
Kamboja 8 16 5 9 2 7.3
Bukit Bestari Tanjung Unggat 10 38 5 29 1 15.2
Tanjungpinang Timur 6 6 3 5 2 4.0
Tanjung Ayun Sakti 6 9 3 8 2 5.1
Seijang 7 11 1 7 1 4.9
Dompak 3 3 - 4 - 1.8
Tanjungpinang Kampung Bulang 9 8 2 9 2 5.5
Timur Melayu Kota Piring 8 7 7 5 2 5.3
Air Raja 6 8 3 6 1 4.4
Batu Sembilan 6 9 2 5 2 4.4
Kijang Kencana 7 9 - 7 4 4.9
Jumlah 124 205 45 150 23 100
Sumber: Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang 2016 Total 547 100
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 23
terhambat karena mereka memiliki
gangguan untuk menangkap gelombang
suara. Hal ini dapat menghambat
perkembangan sosial mereka karena
minimnya penguasaan bahasa. Minimnya
penguasaan bahasa ini membuat mereka
tidak dapat berkomunikasi dengan baik
dalam proses interaksi sosialnya.
2. Penyandang Tunarungu di
Tanjungpinang
Cara atau metode yang digunakan
dalam mendidik dan membina anak
sangat berpengaruh pada diri anak.
Orangtua yang mengalami kemampuan
yang berbeda atau tunarungu juga akan
mendidik dan membina anak-anaknya
agar menjadi individu yang baik di
kemudian hari. Maka dari itu, orangtua
yang menyandang disabilitas (tunarungu)
tetap dituntut untuk dapat mengasuh anak
mereka sebagai konsekuensi
tanggungjawabnya selaku orangtua.
Orangtua tunarungu tentu saja
mempunyai suatu pola ataupun cara
tertentu dalam mendidik dan mengasuh
anak-anak mereka. Meskipun mereka
tidak terlahir dengan kondisi normal
seperti manusia lainnya.
Hal kemudian yang menjadi
masalah ketika mendapati keluarga yang
memiliki orangtua tunarungu karena
untuk berkomunikasi dengan anak saja
mereka tidak bisa sebagaimana orangtua
normal lainnya dan secara otomatis
orangtua tunarungu ini juga akan
mengalami kesulitan dalam memahami
apa yang anak butuhkan dalam
perkembangan hidup anak dan masa
depan anak. Hal inilah yang dapat dilihat
pada beberapa orangtua tunarungu yang
ada di Tanjungpinang. Adapun data
lengkap penyandang tunarungu di
Tanjungpinang seperti pada Tabel 3.
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 24
Tabel 3. Data Penyandang Tunarungu di Tanjungpinang
No Kecamatan Kelurahan LK PR Jumlah Persentase (%)
1 Tanjungpinang
Kota
Tanjungpinang Kota - - - 0.0
Senggarang 2 - 2 4.4
Penyengat - - - 0.0
Kampung Bugis - 1 1 2.2
2 Tanjungpinang
Barat
Kampung Baru 3 3 6 13.3
Tanjungpinang Barat 1 - 1 2.2
Bukit Cermin 2 2 4 8.9
Kamboja 1 4 5 11.1
3 Bukit Bestari
Tanjung Unggat 2 3 5 11.1
Tanjungpinang Timur 2 1 3 6.7
Tanjung Ayun Sakti 1 2 3 6.7
Sungai Jang - 1 1 2.2
Dompak - - - 0.0
4 Tanjungpinang
Timur
Kampung Bulang - 2 2 4.4
Melayu Kota Piring 2 5 7 15.6
Air Raja 1 2 3 6.7
Batu Sembilan - 2 2 4.4
Pinang Kencana - - - 0.0
Total 45 100
Sumber: Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang 2016
Berdasarkan tabel diatas
penyandang tunarungu di Tanjungpinang
berjumlah 45 orang, fokus dalam
penelitian ini penulis mengambil
penyandang tunarungu. Dari keterbatasan
dan kesulitan yang dimiliki orangtua
tunarungu ini dalam berinteraksi
mengasuh dan mendiddik anak, peneliti
memiliki ketertarikan pada beberapa
orangtua tunarungu yang peneliti temui
dikarenakanmereka cenderung mampu
berkomunikasi dengan anak dalam
mengasuh dan mendidik anaknya.Hal ini
dibuktikan dengan adanya interaksi yang
baik antara orangtua dengan anak melalui
bahasa isyarat.Seperti pada salah satu
keluarga tunarungu yang ditemui di
Tanjungpinang.
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 25
3. Pendidikan Tunarungu di
Tanjungpinang
Untuk memenuhi kebutuhan akan
pendidikan maka setiap individu
memerlukan pendidikan melalui proses
belajar, dalam proses tersebut muncul
pengaruh yang dapat membawa
perubahan sikap atas individu yang
dipengaruhinya. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi menuntut setiap orang untuk
membekali dirinya lebih baik sehingga
mampu membekali diri dengan
perkembangan yang ada. Salah satu cara
untuk membekali diri adalah dengan
pendidikan, baik formal maupun
nonformal.
Para penyandang tunarungu
memerlukan pendidikan khusus untuk
mengembangkan kemampuan berbahasa
dan berbicara, sehingga mereka
dapatmeminimalisir dampak dari
ketunarunguan yang dialaminya. Cara
orangtua tunarungu dalam berinteraksi
dengan anak yang tujuannya memberikan
penjagaan, perawatan, pendidikan, dan
pembimbingan serta perlindungan yang
diberikan dalam intensitas waktu yang
cukup konstan dengan maksud
mengarahkan anak sesuai dengan tujuan
yang diharapkan orangtua. Pendidikan
yang dimiliki orangtua tunarungudengan
anak normal akan berdampak pada proses
tumbuh kembang anak serta sosialisasi di
lingkungan masyarakat.
Menurut Tafsir (2002:8)
menyatakan bahwa orangtua adalah
pendidik utama dan pertama dalam hal
penanaman keimanan bagi anak, disebut
pendidik utama, karena besar sekali
pengaruhnya. Disebut pendidik pertama,
karena orangtua merupakan sosok yang
pertama mendidik anaknya. Sekolah,
pesantren, dan guru agama yang
diundang kerumah adalah institusi
pendidikan dan orang yang sekedar
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 26
membantu orangtua. Pandangan terhadap
pengaruh penanaman keagamaan anak
ketika mereka dalam masa mencari ilmu
pengetahuan baik formal maupun
nonformal tidak terlepas dari pengaruh
keluarga tersebut, hal ini juga
berpengaruh dalam mengasuh anak.
Adapun data tingkat pendidikan
tunarungu yang ada di Tanjungpinang
pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Tingkat Pendidikan Tunarungu di Tanjungpinang
No. Kecamatan Tingkat
Pendidikan Jumlah
Persentase
(%)
1. Tanjungpinang Kota
Tidak Sekolah 2 4.4
Tidak Tamat SD - 0.0
SD 1 2.2
SMP - 0.0
SMA - 0.0
2. Tanjungpinang Barat Tidak Sekolah 4 8.9
Tidak Tamat SD 2 4.4
SD 4 8.9
SMP 2 4.4
SMA 4 8.9
3. Bukit Bestari Tidak Sekolah 3 6.7
Tidak Tamat SD 2 4.4
SD 5 11.1
SMP 1 2.2
SMA 1 2.2
4. Tanjungpinang Timur Tidak Sekolah 3 6.7
Tidak Tamat SD 2 4.4
SD 4 8.9
SMP
SMA
4 8.9
1 2.2
Total 45 100
Sumber: Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang 2016
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 27
Berdasarkan Tabel 4. bahwa tingkat
pendidikan tunarungu yang ada di
Tanjungpinang sebanyak 45 orang. Pada
umumnya tunarungu yang ada di
Tanjungpinang tidak sekolah sebanyak
12 orang sedangkan berpendidikan
terakhir SD sebanyak 14 orang serta tidak
tamat SD sebnayak 6 orang, dan tamat
SMP sebanyak 7 orang begitupula
dengan tamat SMA sebanyak 6 orang.
Melalui pendidikan seseorang akan
memiliki pemikiran yang berbeda, dari
sejak pendidikan dasar, menengah
sampai perguruan tinggi. Begitupun
pengaruhnya pada anak yang memiliki
orangtua yang berlatar belakang
pendidikan yang berbeda mereka pasti
memiliki sikap, moral dan perilaku yang
berbeda dalam kehidupan kesehariannya.
Orangtua yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi biasanya memiliki cita-
cita yang tinggi terhadap pendidikan
anak-anaknya. Tentunya itu akan
mempengaruhi sikap dan perhatian
terhadap anaknya. Berbeda dengan
orangtua yang memiliki latar belakang
pendidikan yang rendah. Sebab kapasitas
pengetahuan yang dimiliki, sehingga
kemampuan dalam mengasuh dan juga
mendidik anak, bisa menjadi kurang baik.
D. HASIL ANALISA DATA
1. Hubungan Sosial Orangtua
Tunarungu dengan Tetangga
Pada penelitian ini ketunarunguan
yang terjadi pada para orangtua
tunarungu merupakan tidak semua
dialami sejak mereka lahir namun pada
penelitian ini mayoritas informan
mengalami tunarungu sejak mereka lahir
dan ada yang megalaminya disaat masa
pertumbuhan yang dikarenakan akibat
dari sebuah sakit yang dialami dan
kemudian memberikan dampak pada
gangguan alat pendengaran dan gangguan
dalam berbicara. Dalam realita kehidupan
sosial, kondisi fisik selalu ikut berperan
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 28
dalam ukuran kepercayaan diri seseorang
ketika bergaul baik dengan lingkungan
masyarakat, lingkungan pendidikan,
lingkungan kerja, maupun lingkungan
keluarganya. Dari hasil pengamatan
penulis beserta jawaban dari pertanyaan
yang diberikan penulis kepada orangtua
tunarungu maka dapat disimpulkan
bahwa seseorang yang terlahir dengan
kondisi cacat fisik biasanya akan merasa
malu, minder, kurang percaya diri dan
secara otomatis akan mengalami
kesulitan ketika hendak bergaul dengan
orang-orang yang memiliki kondisi fisik
normal dilingkungan sekitarnya.
Hal inilah yang dialami oleh para
orangtua tunarungu semasa mereka masih
kanak-kanak hingga mereka dewasa.
Orang-orang yang terlahir normal
cenderung sulit untuk memahami ketika
harus berkomunikasi dengan mereka,
itulah sebabnya sangat jarang orang yang
normal bisa berteman dekat dengan
mereka yang tunarungu. Semuanya
karena didasari adanya kesulitan atau
keterbatasan dalam berkomunikasi yang
membuat setiap orang yang normal
cenderung menghindari komunikasi
dengan penyandang tunarungu. Namun,
dari hal ini membuat setiap penyandang
tunarungu merasa bahwa mereka seakan
dijauhi atau diasingkan, sehingga
membuat mereka sendiri yang menarik
diri dari lingkungan.
Dari hasil wawancara dengan
beberapa tetangga atau masyarakat di
lingkungan sekitar tempat tinggal para
orangtua tunarungu, maka dapat dilihat
bahwa seseorang yang mengalami
kekurangan atau berkebutuhan khusus
agak sedikit menutup diri dari lingkungan
namun tidak seutuhnya menutup diri.
Mereka terkesan seperti menutup diri
kepada orang-orang disekitarnya yang
tidak mempunyai nasib seperti mereka,
seperti terlihat jelas dengan pengakuan
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 29
mereka sendiri bahwa mereka lebih
banyak bergaul dengan orang-orang
berkebutuhan khusus juga yang sama
seperti mereka. Hal yang dapat dianalisa
dari hasil wawancara dilapangan bahwa
dengan kondisi seperti itu mereka merasa
malu dan minder dengan keterbatasan
yang mereka miliki sehingga mereka
tidak mau setiap orang yang normal
mengalami kesulitan ketika harus
berkomunikasi dengan mereka.
2. Pola Komunikasi yang Terjalin
Antara Orangtua Tunarungu
dengan Anak
Komunikasi dalam setiap keluarga
sangat diperlukan dan akan selalu
digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
baik itu komunikasi antara suami dengan
istri, komunikasi antara orangtua dengan
anak, maupun komunikasi antara anak
dengan anak. Adanya komunikasi yang
baik antara sesama anggota keluarga,
maka akan tercipta kehangatan antara
anggota keluarga tersebut. Ketika
kehangatan itu sudah terjalin, maka
dengan otomatis diantara sesama anggota
keluarga akan tercipta rasa saling peduli,
rasa saling menolong, dan kepekaan
antara setiap anggota keluarga. Namun,
apapun yang menjadi kesulitan dalam
berkomunikasi yang dialami oleh setiap
anggota keluarga harus diatasi dengan
baik dan komunikasi tetap berlangsung
dengan baik. Sebab, tanpa berjalannya
komunikasi yang baik akan membuat
hubungan antara anggota keluarga akan
menjadi tidak baik.
Ketika dalam berkomunikasi
menggunakan bahasa yang berbeda akan
menyebabkan terjadi kesalahan ataupun
ketidakpahaman dalam menerima
informasi yang disampaikan. Untuk itu,
pada saat berkomunikasi diusahakan
untuk mengerti akan bahasa yang
digunakan, agar maksud yang
disampaikan dapat di mengerti. Kesulitan
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 30
dalam berkomunikasi ini sangat
dirasakan oleh orangtua tunarungu ketika
mereka harus menjalin komunikasi
dengan anak maupun orang-orang normal
pada umumnya. Begitu juga sebaliknya,
anak juga akan mengalami kesulitan
dalam menjalin komunikasi dengan
orangtua tunarungu. Perbedaan bahasa
dalam berkomunikasi yang mereka
gunakan membuat mereka harus
memaksakan diri untuk mengerti maksud
yang disampaikan akan satu dengan yang
lainnya. Orangtua tunarungu
menyampaikan segala sesuatunya dengan
gerakan tubuh atau bahasa isyarat,
sedangkan anak mengalami kondisi
normal yang dalam menyampaikan
informasi dengan berbicara. Dalam hal
ini, sebagai orangtua tunarungu yang
mengalami keterbatasan fisik harus
mengajarkan kepada anak untuk mengerti
dengan bahasa isyarat yang mereka
gunakan agar komunikasi dapat berjalan
dengan baik. Dalam mengajarkan bahasa
isyarat kepada anak yang normal tidaklah
mudah, itulah kesulitan terbesar yang
dialami oleh orangtua tunarungu.
Untuk mengajarkan anak berbicara
merupakan hal yang mustahil yang dapat
dilakukan oleh orangtua tunarungu.
Dalam mengasuh anak, orangtua
tunarungu tidak terlepas dari bantuan
keluarga, keluarga sangat membantu
anak untuk dapat berbicara. Namun, agar
anak paham dengan bahasa yang
digunakan oleh orangtua tunarungu
sangatlah sulit untuk dilakukan.
Kesulitan ini sangat dirasakan oleh
orangtua tunarungu di awal pertumbuhan
anak hingga anak benar-benar paham
dengan keterbatasan yang dialami
orangtua tunarungu.
Dari seluruh pernyataan yang
diungkapkan oleh para orangtua
tunarungu dalam wawancara dapat dilihat
bahwa dalam mengasuh anak, orangtua
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 31
tunarungu menerapkan pola asuh yang
bersifat demokratis. Artinya, anak diberi
kebebasan dalam menjalani hidup
maupun dalam melakukan komunikasi
dengan orangtuanya. Orangtua tunarungu
tidak membuat kebijakan bahwa anak
harus menguasai bahasa isyarat yang
mereka gunakan. Namun, para orangtua
tunarungu mendidik dan tetap
memberikan hak seperti anak-anak pada
umumnya dalam berkomunikasi.
Disamping itu, orangtua tunarungu
mengajarkan maksud dan arti dari setiap
gerakan bahasa isyarat yang mereka
gunakan perlahan-lahan sampai anak
benar-benar paham dengan sendirinya.
Agar komunikasi antara orangtua
tunarungu dan anak terjalin dengan baik
dan agar anak dapat memahami kondisi
yang terjadi pada orangtua tunarungu,
maka kasih sayang dan perhatian yang
penuh selalu diberikan orangtua
tunarungu pada anak mereka. Orangtua
tunarungu selalu bersikap terbuka pada
anak supaya anak bisa selalu terbuka dan
menceritakan setiap pergumulan yang
terjadi pada anak. Hal ini membuat
hubungan antara orangtua tunarungu
dengan anak semakin dekat dan saling
memahami satu sama lainnya. Sebab,
dengan adanya kedekatan dan saling
memahami memungkinkan terjalinnya
komunikasi yang baik.
3. Pola Sosialisasi Antara Orangtua
Tunarungu dengan Anak
Sosialisasi sangat diperlukan bagi
orangtua dalam mendidik anak-anaknya.
Karena dengan adanya sosialisasi maka
anak dapat mengetahui segala nilai,
aturan, tuntutan ataupun norma yang
berlaku dalam keluarga maupun
lingkungan masyarakat. Dewasa saat ini,
peran dan kasih sayang orangtua dalam
mengasuh anak sangat penting. Perlunya
peranan orangtua dalam mendidik anak
merupakan cara yang dilakukan agar
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 32
anak berperilaku baik didalam keluarga
dan lingkungan masyarakat. Sebagai
orangtua penyandang tunarungu, akan
memiliki cara dalam mendidik anak, hal
ini dikarenakan mereka memiliki
keterbatasan dalam berkomunikasi.
Orangtua tunarungu cenderung akan
melakukan perilaku atau hal-hal atau
kebiasaan-kebiasaan yang baik dan
memperlihatkannya dihadapan anak,
dengan tujuan agar anak dapat mengikuti
perilaku tersebut.
Adapun bentuk sosialisasi yang
dilakukan para orangtua tunarungu ini
kepada anak ialah dengan cara mereka
memperlihatkan secara langsung segala
tindakan yang baik dan sopan kepada
siapapun. Sehingga anak-anaknya dapat
berperilaku baik sesuai dengan nilai dan
norma yang ada dimasyarakat. Karena
pada dasarnya anak merupakan
perwujudan orangtua dalam masyarakat,
dimana anak terbiasa dengan apa yang
orangtua biasakan didalam keluarga. Para
orangtua tunarungu ini juga berpendapat
bahwa didalam perilaku yang baik
terdapat hati yang baik pula dan begitu
pula jika seorang anak dituntut bersikap
sopan santun maka didalam rumah,
orangtua juga dituntut pula agar bersikap
sopan santun, karena tingkah laku
orangtua menjadi contoh bagi anaknya.
Sehingga anak akan melihat segala
sesuatu yang dilakukan oleh orangtuanya
sebagai panduan dalam melakukan apa
saja. Hal ini karena orangtua merupakan
contoh teladan yang paling nyata bagi
kehidupan anak.
Begitu juga ketika anak melakukan
kesalahan seperti tidak berkata sopan atau
berperilaku tidak baik maka bentuk
sosialisasi yang dilakukan para orangtua
tunarungu dengan cara menegur,
menasehati anak dan bahkan ketika
tindakan anak sudah berlebihan maka
orangtua tidak segan untuk memarahi
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 33
anak serta member hukuman. Tujuan para
orangtua tersebut agar anak paham jika
melakukan hal yang tidak baik atau
melakukan kesalahan maka apapun itu
akan mendapat hukuman sehingga anak
bisa lebih berhati-hati dalam bertindak.
Para orangtua tunarungu akan
menuntun dan membimbing anaknya
dalam bertumbuh dan berkembang
dengan baik sehingga orangtua dituntut
untuk memberikan pola pengasuhan yang
baik. Pertumbuhan yang baik akan
mempengaruhi perilaku anak kearah yang
lebih baik, agar anak dapat bertumbuh
dan berperilaku dengan baik didalam
keluarga maupun dilingkungan
masyarakat maka orangtua tunarungu
akan mendidik anak untuk lebih disiplin
dan menghargai setiap dari perjalanan
hidupnya. Orangtua tunarungu dalam
penelitian ini memberikan bentuk
sosialisasi kepada anak dengan cara
membuat aturan-aturan yang harus
dilakukan anak.
Pada dasarnya orangtua tunarungu
ini juga seperti orangtua normal lainnya
dalam memberikan aturan kepada anak
mereka, bahkan mereka tidak
memanjakan anak untuk tidak
memberikan aturan didalam rumah
dengan alasan kekurangan yang mereka
miliki. Menurut orangtua tunarungu ini,
justru karena kondisi keadaan mereka
yang memiliki kekurangan dalam hal
berkomunikasi inilah yang membuat
mereka harus mendidik anak dengan
ketat sehingga anak mereka dapat tumbuh
menjadi anak-anak yang baik. Anak akan
disuruh menjalankan aturan yang telah
dibuat supaya anak tidak manja dan dapat
mandiri.
Kondisi orangtua tunarungu yang
mengalami keterbatasan berkomunikasi
membuat orangtua tunarungu tidak
pernah memaksa anak untuk mengikuti
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 34
seluruh keinginan mereka. Namun, pada
hal-hal tertentu tetap mengarahkan dan
menasehati anak untuk melakukan hal-
hal yang baik.
Orangtua tunarungu akan
memberikan perhatian dengan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan anak
seperti pendidikan anak, diikutkan belajar
mengaji dan anak diperhatikan
kesehatannya. Dalam hal tentang
pendidikan orangtua sangat disiplin
kepada anak agar anak dapat menjadi
pribadi yang kompeten dan dapat meraih
prestasi untuk masa depannya. Orangtua
menyadari bahwa pendidikan merupakan
akar dari sebuah kehidupan dilingkungan
masyarakat oleh karena itu orangtua
selalu berusaha memenuhi kebutuhan
pendidikan anak-anaknya bahkan sampai
pendidikan yang tinggi sehingga untuk
pendidikan anak bentuk pengasuhan yang
orangtua berikan bersifat otoriter karena
untuk pemberlakuan belajar orangtua
memberlakukannya sangat tegas, anak
harus dengan tepat waktu mengerjakan
tugan sekolahnya.
Orangtua memiliki harapan agar
pendidikan anaknya kelak lebih tinggi
dari pada pendidikan orangtuannya tetapi
para orangtua tunarungu ini tidak pernah
memberikan otoritasnya untuk
menentukan pilihan kemana anak mau
sekolah dalam kata lain anak bebas
memilih tempat sekolah yang mereka
inginkan, orangtua menyadari bahwa
setiap anak memiliki kemampuan
berbeda dan tidak bisa dipaksakan. Anak
memiliki pendapat dan pilihannya
masing-masing sesuai dengan minat,
minat ini merupakan bentuk pilihan atau
keahlian anak masing-masing sehingga
peran orangtua hanyalah lebih untuk
memberikan dorongan, mengarahkan dan
menyemangati anak, selagi pendapat dan
keinginan mereka masih dalam hal yang
wajar dan masih dalam ranah yang baik.
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 35
4. Pola Kontrol yang Dilakukan
Orangtua Tunarungu Kepada
Anak
Agar setiap individu atau bahkan
setiap anak bisa memiliki perilaku yang
baik, maka dalam kehidupan sehari-hari
orangtua dituntut untuk bisa mengontrol
atau mengawasi setiap tingkah laku anak.
Perkembangan sosial anak merupakan hal
penting yang harus diperhatikan oleh
orangtua, dalam mengarahkan
perkembangan sosial anak tidak cukup
dengan rasa kasih sayang dari orangtua,
akan tetapi pengawasan dan kendali dari
orangtua sangat dibutuhkan untuk
mengembangkan anak agar menjadi
individu yang berkompeten baik secara
sosial maupun intelektual.
Pada objek penelitian yang
dilakukan yaitu pada beberapa keluarga
yang memiliki orangtua tunarungu ini,
para orangtua tunarungu pada dasarnya
mengharapkan agar anak mereka dapat
memilih segala sesuatu dengan
pertimbangan baik buruk, yang semua itu
tidak terlepas dari peran pengawasan
orangtua. Orangtua tidak melarang apa
yang menjadi keinginan anak selagi itu
tidak bersifat negatif. Semua yang
dilakukan para orangtua ini untuk
mendorong kemandirian anak mereka
dalam menentukan sikap dan pilihan.
Disini orangtua hanya mengawasi
perilaku anak dan sekitarnya, jika terjadi
sesuatu yang dapat mengancam dan
merusak masa depan anak mereka maka
orangtua akan secara langsung
mengatasinya dan jika itu sebuah
kegagalan atau kekecewaan maka
orangtua mengarahkan dan memberi
masukan agar mendorong anak supaya
memiliki rasa tanggungjawab atas segala
tindakan. Berbeda dengan salah seorang
orangtua tunarungu yang lain dimana
beliau mengharuskan anak agar
kegiatannya hanya pergi sekolah dan
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 36
ketika sudah selesai sekolah harus
langsung pulang kerumah, tanpa
memberikan anak dengan kegiatan diluar
sekolah disertai dengan pernyataan si
anak bahwa karena sudah terbiasa tidak
diperbolehkan mengikuti kegiatan diluar
jam sekolah maka si anak sendiri yang
sudah terbiasa seperti itu sehingga
menjadi malas untuk mengikuti kegiatan
lain, dikarenakan orangtua sudah
membiasakan anak dari kecil ketika
pulang sekolah harus langsung pulang ke
rumah.
Pada kehidupan setiap keluarga
terdapat tuntutan orangtua kepada anak-
anak, salah satunya yang telah dijelaskan
pada pembahasan sebelumnya. Akan
tetapi tuntutan kepada anak ini bukan
hanya dapat mengurus pekerjaan rumah
melainkan harus dapat bersikap baik,
sopan, mandiri dan rajin belajar. Bersikap
baik dan sopan sangat mempengaruhi
anak dalam berinteraksi pada pergaulan
dengan teman-temannya dan bahkan
lingkungan sosial. Teman sepergaulan
merupakan kelompok sosial yang
dimiliki anak selain keluarga dirumah.
Teman akan membentuk sebagian
tingkah laku anak. Oleh karena itu, peran
orangtua dalam memberikan
tanggungjawab pengawasan bagi anak
harus tegas dan logis berdasarkan tumbuh
kembang anak. Selayaknya orangtua
dapat mengontrol anak bergaul dengan
siapa dan memiliki kegiatan apa saja yang
dilakukan anak dengan teman-temannya
ataupun di lingkungan sosialnya selain
didalam rumah.
Dewasa saat ini banyak perilaku
anak yang menyimpang dan tidak sesuai
dengan norma atau aturan yang berlaku
dimasyarakat. Perilaku menyimpang
tersebut tidak terlepas dari tidak baiknya
bentuk pengasuhan yang dilakukan
orangtua kepada anak, dan juga akibat
dari pergaulan dilingkungan masyarakat
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 37
yang memaksa anak untuk menyimpang
dari aturan yang ada. Untuk
mengantisipasi hal ini maka bentuk
pengasuhan kepada anak harus lebih
diperhatikan oleh orangtua tunarungu,
sehingga anak dapat bertumbuh dengan
baik.
Berdasarkan dari beberapa
pernyataan informan pada penelitian ini
terlihat bentuk pengawasan atau kontrol
yang selalu dilakukan orangtua tunarungu
kepada anak lebih kepada pengawasan
dalam pergaulan anak, pemilihan teman
bermain dan orangtua harus mengetahui
siapa saja yang menjadi teman dari anak
mereka dan harus selalu mengetahui apa
saja yang dilakukan anak dengan teman-
temannya. Anak dituntut untuk bisa
memegang amanat yang telah diberikan
oleh orangtuanya selama ini, karena
menurut orangtua tunarungu ini anak
akan menjadi baik jika bergaul dengan
orang baik pula. Orangtua tunarungu ini
selalu menekankan pada anak-anaknya
jika berteman harusnya dengan
pertimbangan-pertimbangan baik buruk
baginya.
Menurut para orangtua ini
pergaulan yang memberikan pengaruh
baik akan mewujudkan suatu nilai yang
baik pula dan sebaliknya. Tuntutan yang
dilakukan oleh para orangtua tunarungu
ini pada dasarnya lebih bersifat logis, bisa
diterima akal pikiran dan bijaksana.
Segala nasihat yang orangtua berikan
kepada anak dengan pertimbangan baik
untuk menuntun anak kearah yang baik
pula. Para orangtua tunarungu dalam
penelitian ini sangat mempertimbangkan
baik buruknya anak ketika berada di luar
rumah. Sebagai orangtua yang baik,
mereka selalu mengontrol pergaulan anak
dengan teman-temannya tetapi tidak
memberikan pengekangan pada anak.
Dalam hal ini, anak masih tetap bisa
menentukan sendiri mau berteman
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 38
dengan siapa asalkan temannya tidak
memberikan pengaruh buruk, dan masih
tetap dalam pengawasan orangtua.
Pergaulan anak merupakan kebutuhan
lain bagi perkembangannya, apabila
pergaulan tersebut tergolong positif maka
orangtua akan memberikan kebebasan
pada anak dengan temannya tetapi tetap
selalu bisa mengatur waktu dan dengan
kontrol dari orangtua.
Pada beberapa orangtua tunarungu
ini cenderung memberikan kebebasan
bergaul pada anak namun terarah dan ada
juga yang membatasi karena itu menurut
mereka yang terbaik untuk anaknya.
Sebagai seorang anak yang masih
mencari jati diri, pada keadaan ini peran
dari orangtua sangat diperlukan. Didikan,
nasihat, kasih sayang serta kehangatan
yang selalu diberikan oleh orangtua
kepada anak merupakan cara untuk
membuat anak menjadi yang lebih baik
dan membuat anak mau mendengarkan
apa yang disampaikan orangtua tanpa
bantahan karena anak sendiri juga merasa
bahwa apa yang orangtua berikan untuk
mereka adalah hal yang baik.
E. KESIMPULAN
1. Para orangtua tunarungu di Kota
Tanjungpinang dalam penelitian ini
mengalami kesulitan di awal
mengasuh dan mendidik anak.
Kesulitan tersebut terjadi akibat
keterbatasan orangtua tunarungu
dalam berbahasa atau
berkomunikasi dengan anak.
Dengan kesabaran, usaha, dan
sadar akan ketebatasan yang
dimiliki oleh orangtua tunarungu
membuat mereka tetap berusaha
menjalankan tugas-tugas sebagai
orangtua normal pada umumnya.
Sehingga pengasuhan dan
komunikasi yang diberikan
orangtua tunarungu pada anak
dapat berjalan dengan baik. Dengan
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 39
adanya komunikasi yang baik dan
terjalinnya hubungan emosional
yang baik maka anak dapat
menerima pengasuhan dan
dididikan yang dilakukan orangtua
tunarungu dengan baik pula.
2. Orangtua tunarungu akan
menunjukkan gerakan isyarat dan
tindakan pada saat berkomunikasi
dengan anak agar anak dapat
mengikuti dan mengerti akan
maksud atau perintah dari yang
disampaikan orangtua tunarungu.
Orangtua tunarungu juga berusaha
untuk mencapai tujuan mereka
sebagai orangtua dalam sebuah
keluarga yaitu mendidik dan
mengasuh anak dengan baik,
membentuk pribadi anak dengan
cara menanmkan nilai-nilai dan
norma yang berlaku dalam
masyarakat.
3. Keterbatasan dalam berbahasa
tidak menjadi penghalang dalam
memberikan perhatian dan kasih
sayang pada anak. Disamping
memiliki keterbatasan, orangtua
tunarungu juga selalu
memperhatikan dan mengawasi
kehidupan sosial anak.
Mengajarkan norma-norma yang
ada di masyarakat, memberi nasihat
dalam hal memilih teman, menjadi
tempat pengaduan ketika anak
mendapat masalah, dan
mengajarkan hal-hal baik pada
anak melalui tindakan dan
perbuatan.
4. Bentuk dan perlakuan para
orangtua tunarungu dalam
mengasuh, mendidik dan
membimbing anak bersifat
demokratis walaupun pada
beberapa bagian orangtua
tunarungu bertindak sedikit otoriter
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 40
pada anak diantaranya untuk di
beberapa hal anak harus mengikuti
apa yang orangtua katakan, namun
hal tersebut masih bersifat wajar.
Dalam mengasuh dan mendidik
anak, orangtua tunarungu
memberikan kontrol yang tegas
namun luwes yang sifatnya
mengarahkan anak supaya mengerti
dengan baik untuk melakukan suatu
hal dalam hidupnya. Walaupun
demikian, orangtua tunarungu juga
memberikan aturan dan hukuman
untuk membuat anak dapat hidup
disiplin dan berperilaku baik.
5. Dari hasil penelitian yang
dilakukan, maka saran yang dapat
diberikan penulis sebagai berikut :
a. Adanya perhatian pemerintah
agar melakukan sosialisasi
keluarga melalui seminar
disetiap wilayah terutama yang
memiliki data terbilang banyak
keluarga penyandang
tunarungu mengenai pola
pengasuhan anak serta
bersosialasi dengan
lingkungan sekitar sehingga
mereka tidak terlalu menutup
diri dengan beberapa dari
lingkungan sekitarnya.
b. Kepada para orangtua
tunarungu diharapkan agar bisa
tetap mempertahankan
pengasuhan yang baik dan
diharapkan agar semakin lebih
baik lagi, tidak terlalu cepat
tersinggung dengan anak dan
bisa lebih bersosialisasi lagi
dengan tetangga.
c. Kepada anak yang memiliki
orangtua tunarungu diharapkan
sebaiknya lebih bisa mengerti
lagi, memahami dan lebih bisa
menerima keadaan
orangtuanya. Agar bisa lebih
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 41
bersabar ketika menghadapi
orangtua yang memiliki
keterbatasan.
d. Kepada masyarakat
diharapkan agar tetap selalu
berusaha menjalin komunikasi
yang baik kepada orangtua
tunarungu walaupun
masyarakat atau tetangga
sekitar merasa para orangtua
tunarungu menutup diri dari
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. (2007). Psikologi Sosial, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Basrowi. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Bungin, Burhan. 2008. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Edja Sadjaah. 2005. Pendidikan Bahasa Bagi Anak Gangguan Penderngaran.
Jakarta: Depdiknas Dirjend Pend.
Goodej.William, 1991. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bina Aksara.
Hurlock, Elisabeth, 2006. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Ihromi. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Obor.
James Kauffman, J. 2006. Buku Pegangan Pendidikan Khusus. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
Khairuddin H. 2001. Sosiologi Keluarga. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Nur
Cahaya.
Marcolm Hardy dan Steve Heyes, Terjemahan : Soenardji, 2004, Pengantar
Psikologi, Jakarta: Erlangga
Meleong, & Lexy, J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Prasetyo, G,Tembong.2003. Pola Pengasuhan Anak. Jakarta: Aksara Baru
Sosiologi – FISIP UMRAH 2017 | 42
Paul B, Horton dan Chester L, Hunt.1999. Sosiologi. Jakarta: Erlangga
Singgih Gunarsa D . 2004. Pikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:
Gunung Mulia.
Ritzer, George. Dan Goodman, Douglas J. 2006. Teori Sosiologi Modern.
Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada
Ritzer, George dan Douglas. J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
Sayekti Pujosuwarno, 1994. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Sarwono, S. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta:CV. Rajawali
Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana.
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Singarimbun, Masri. 2006. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
Soekanto, Soejarno. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar Edisi Revisi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Soekanto, Sarjono. 2004. Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja
dan Anak. Jakarta: PT Rineka Cipta
Taris Tarmuji, 2001. Hubungan Pola Asuh Orangtua Terhadap Agresifitas. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung: Rosda Karya.