30
Nama peserta : dr. I Kadek Ariarta Mahartama Nama wahana: RSUD Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Topik: Pneumothoraks Tanggal (kasus): 4 april 2015 Nama Pasien: Tn. U No. RM: 658062 Tanggal presentasi: Narasumber : dr. Rian G. Sp.B Pendamping : dr. Nadar Tempat presentasi: Obyektif presentasi: □ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka □ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa □ Neonatus Bayi □ Anak Remaja Dewasa Lansia □ Bumil □ Deskripsi: Tn. U, 54 tahun sesak nafas sejak 2 hari SMRS □ Tujuan: mengobati pasien pneumothoraks dektra e.c TB paru bilateral (relaps) Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit Cara membahas: □ Diskusi Presentas i dan diskusi □ Email □ Pos Data pasien: Nama: Tn. U Nomor RM: 658062 Pasien masuk dari IGD RSUD Palabuhan Telp: - Terdaftar: 04 April 1

pneumothoraks.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Nama peserta : dr. I Kadek Ariarta Mahartama

Nama wahana: RSUD Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi

Topik: Pneumothoraks

Tanggal (kasus): 4 april 2015

Nama Pasien: Tn. UNo. RM: 658062

Tanggal presentasi:Narasumber : dr. Rian G. Sp.B Pendamping : dr. Nadar

Tempat presentasi:

Obyektif presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: Tn. U, 54 tahun sesak nafas sejak 2 hari SMRS

Tujuan: mengobati pasien pneumothoraks dektra e.c TB paru bilateral (relaps)

Bahan bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien:Nama: Tn. UNomor RM: 658062

Pasien masuk dari IGD RSUD Palabuhan RatuTelp: -Terdaftar: 04 April 2015

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/ gambaran klinis:Pasien datang dengan sesak nafas sejak 2 hari SMRS. Sesak nafas dirasakan terus menerus, makin lama makin memberat, ada bunyi mengi saat sesak, tidak dipengaruhi dengan aktivitas, tidak dipengaruhi dengan perubahan posisi, tidak dipengaruhi oleh perubahan cuaca dan tidak ada nyeri dada yang menjalar ke tangan. Pasien juga mangatakan ada batuk berdahak sejak 1 bulan SMRS tidak disertai lendir yang bercampur darah. Ada demam tidak begitu tinggi yang dirasakan tiap malam hari dan disertai keringat dingin. Nafsu makan berkurang dan pasien merasa berat badannya semakin menurun.

2. Riwayat pengobatan: Pasien sudah berobat ke dokter tapi tidak mengalami perubahan.

3. Riwayat kesehatan/ penyakit:menderita TB Sekitar 4 tahun yang lalu pasien pernah paru dan sudah dinyatakan sembuh, riwayat trauma (-), riwayat asma (-), riwayat penyakit jantung (-)

4. Riwayat keluarga: Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien

5. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :Pasien mengatakan tidak tahu apakah dilingkungan tempat tinggalnya ada yang mengalami keluhan seperti yang dirasakan pasien.

6. Lain-lain: Pemeriksaan fisikKesadaran : compos mentisKeadaan umum : tampak sakit beratTanda vital: TD: 130/100 mmHg N: 106x/m RR: 40x/m S: 37,50CMata : sklera ikterik -/- conjungtiva anemis -/-Mulut : Sianosis +Thoraks : Jantung : Denyut jantung : 120 kali/menit, iktus cordis tidak tampak, ictus cordis teraba di ics iv linea midclavicula sinistraBatas kiri jantung : linea midclavicula sinistraBatas kanan jantung : linea parasternalis dekstraBunyi jantung : murmur (-) Pulmo : Inspeksi : pergerakan thorak kanan lebih lambat dari kiri Palpasi : vokal fremitus tidak simetris, vocal fremitus kanan melemah Perkusi : thoraks kanan hipersonor dan kiri sonor Auskultasi : suara napas vesikuler -/- , rh -/- wh +/+ Abdomen : cembung, soepel, bising usus (+) normal 14x/menit Hepar : 2 cm bawah arcus costae, 3 cm bawah processus xiphoideus, tepi tumpul, konsistensi kenyal, permukaan rata. Lien : tidak teraba Genitalia : tidak ada kelainan Ekstremitas : akral dingin, CRT < 2, oedem -/-. Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan LaboratoriumHb : 13,5 gr/dl Leukosit : 15. 700Eritrosit : 4.74Hematokrit : 41 %Trombosit : 241.000Waktu pembekuan : 9,30 menit LED : - BTA : +Glukosa sewaktu : 142 mg/dlUreum : 23 mg/dlCreatinin : 0.5 mg/dl

Rontgen Thoraks PA

Kesan : Tb paru dengan pneumothoraks kanan

Daftar pustaka:

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598.2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.3. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/8275514. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-1795. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). Cited : 2011 January 10. Available from : http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm6. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007. p. 56m.

Hasil pembelajaran:1. Diagnosis Pneumothoraks dan TB paru2. Penatalaksanaan Pneumothoraks dan TB paru3. Edukasi untuk mencegah penularan4. Edukasi untuk mematuhi pengobatan

1. Subyektif : Gejala klinis: Sesak nafas dirasakan terus menerus, makin lama makin memberat harus dipikirkan sesak napas tersebut karena kelainan paru-paru seperti Pneumothoraks, TB paru, PPOK, maupun pneumonia dan kelainan jantung seperti CHF. 2. Obyektif: Hasil pemeriksaan fisik, laboratorium dan rontgen thoraks sangat menunjang diagnosis kearah Pneumothoraks e.c TB paru . Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasakan:a. Pada pemeriksaan fisik paru inspeksi pergerakan thoraks kanan lebih lambat dari kiri, palpasi vokal fremitus tidak simetris, perkusi thoraks kanan hipersonor dan kiri sonor, suara napas vesikuler -/- , rh -/- wh+/+b. Rontgen thoraks: terdapatnya kesan pneumothoraks dextra dan TB paru bilateralc. Laboratorium :leukositosis, BTA positif3. Assestment: Sesak nafas dirasakan terus menerus, makin lama makin memberat, tidak dipengaruhi dengan aktivitas, tidak dipengaruhi dengan perubahan posisi disebabkan karena volume paru pasien bekurang sesuai dengan gejala pneumothoraks. Dari riwayat penyakit pasien menderita Sekitar 4 tahun yang lalu pasien pernah paru menderita TB, sudah dinyatakan sembuh dan riwayat trauma (-). Pada pemeriksaan fisik paru inspeksi pergerakan thoraks kanan lebih lambat dari kiri, palpasi vokal fremitus tidak simetris, perkusi thoraks kanan hipersonor dan kiri sonor, suara napas vesikuler -/- , rh -/- wh+/+. Rontgen thoraks: terdapatnya kesan pneumothoraks dextra dan TB paru bilateral. Laboratorium :leukositosis, BTA positif. Dapat disimpulkan penyebab Pneumotoraks karena TB paru relaps.4. Plan:

a. Terapi IGD(4/4/2015) : IVFD Ringer laktat 20 tetes per menit Injeksi Ceftriaxone IV 2 x 1 gr Ambroxol 3 x 1 HRZE (350 mg/400 mg/1000 mg/750 mg)b. Dilakukan tindakan Chest thorax Tube (CTT) WSD oleh dokter bedah (7/4/2015) Post CTT : Observsi TTV Diet Tinggi kalori tinggi protein O2 2L/menit Observasi WSD : Klem dibuka jika batuk-batuk hebat klem WSD Ceftriaxon 2 x 1 gr Paracetamol 3 x 500 mg HRZE (350/400/1000/750)c. Terapi di ruang IPD( : IVFD Ringer laktat 20 tetes per menit Inj. Ceftriaxone 1x 2 gr Lanzoprazol 2 x 30 mg Ambroxol 3x1 Neurodex 1x1 Amlodipin 10 mg 1x1 HRZE (350/400/1000/750)d. Dan lain-lain: setelah menjalani 4 hari perawatan, pasien menunjukkan perbaikan. Pasien tidak lagi mengeluh batuk dan sesak nafas.

Diagnosis: Keluhan yang dirasakan penderita diakibatkan penyakit pneumothoraks e.c TB paru relapsPengobatan: Penatalaksanaan pada penderita ini dilakukan dengan memberikan terapi definitive untuk tuberculosis yaitu RHZE selama 2 bulan yang akan dilanjutkan dengan RH selama 4 bulan. Ambroxol sebagai mukolitik diberikan untuk mengencerkan dahak penderita. Amlodipin diberikan karena bekerja dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos pembuluh darah sehingga mengurangi tahanan perifer. Vitamin B6 diberikan untuk mencegah neuopathy yang merupakan efek samping dari Isoniazid. Dilakukan tindakan Chest thorax Tube (CTT) dengan menggunakan WSD karena volume paru pasien bekurang lebih dari 20 % sehingga pleura yang tekanannya positif menjadi negatif.Pendidikan: dilakukan pada penderita dan keluarganya untuk berobat secara teratur selama 6 bulan untuk penyembuhan penyakit TB paru dan perlunya control teratur.Rujukan: direncanakan apabila keadaan penderita tidak membaik ataupun bertamabah

TINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiPneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (3).

B. Klasifikasi Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (2), (3) :1. Pneumotoraks spontanYaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.2. Pneumotoraks traumatikYaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidentalAdalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (4) :1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif. 2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (4). Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif (4). Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound) (2).3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar (4). Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas (2).

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) :1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru).

C. Penghitungan Luas PneumotoraksPenghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus (2).Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah : 83 512______ = ________ = 50 % 103 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh (2).

% luas pneumotoraks

A + B + C (cm) = __________________ x 10 3

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas hemitoraks (4).

(L) hemitorak (L) kolaps paru(AxB) - (axb)_______________ x 100 % AxB

D. Gejala klinis Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah (2), (4), (5) :1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.4. Denyut jantung meningkat.5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.

Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut, (2):1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada tidaknya jalan napas.4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang.

E. Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3), (4):1. Inspeksi : a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggalc. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat2. Palpasi :a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebarb. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehatc. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit3. Perkusi :a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetarb. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi

4. Auskultasi :a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilangb. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

F. Pemeriksaan Penunjang1. Foto Rntgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus pneumotoraks antara lain (6): a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut (3):1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang. 3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto R pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps

2. Analisa Gas DarahAnalisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.3. CT-scan thoraxCT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

G. Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :1. Observasi dan Pemberian O2Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari (2). Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).2. Tindakan dekompresiHal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2) :a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut (2), (4).b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :1) Dapat memakai infus setJarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol (4).2) Jarum abbocathJarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol (4).3) Pipa water sealed drainage (WSD)Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula. Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (3), (4).Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal (2).

3. TorakoskopiYaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop. 4. Torakotomi 5. Tindakan bedah (4)a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahitb. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusakd. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

H. Pengobatan Tambahan1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator (4).2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (4).3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema (3).

I. Rehabilitasi(4)1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras.3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan.4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas.

KESIMPULAN

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada. Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension). Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto rntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil rntgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea. Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.

DAFTAR PUSTAKA

7. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598.8. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.9. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/82755110. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-17911. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). Cited : 2011 January 10. Available from : http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm12. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007. p. 56m.

7