16
PLTN VS PL TENAGA FOSIL PLTN Menjadi Alternatif Pengganti PL Tenaga Fosil PENDAHULUAN I. Latar Belakang Kebutuhan energi listrik dari tahun ke tahun semakin meningkat. Peningkatan ini sejalan dengna meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk, dan pesatnya perkembangan di sektor industri. Untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan, pemerintah Indonesia telah menyusun kebijakan energi nasional dengan melakukan pendekatan yang integral ke semua sektor pembangunan dengan memperhatikan masalah konservasi dan daya dukung kapasitas lingkungan. Rasio elektrifikasi di Indonesia ditargetkan mencapai 60 persen pada tahun 2008 dengan pertumbuhan permintaan listrik sebesar 6-7 persen setiap tahunnya. Pertumbuhan tersebut dipenuhi oleh Pemerintah melalui penambahan pembangkit-pembangkit baru bertenaga bahan bakar fosil (batu bara, minyak bumi, dan gas) maupun dari sumber-sumber energi terbarukan, ini berarti sekitar 1500-2000 MW listrik harus ditambahkan ke dalam jaringan per tahunnya. Sayangnya, Pemerintah memutuskan untuk membangun PLTU Batubara 10.000 MW untuk mempercepat pasokan listrik. Penambahan pembangkit listrik tenaga batubara dapat dipastikan akan menambah parahnya permasalahan

Pltn vs Pl Tenaga Fosil

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pltn vs pl tenaga fosil

Citation preview

Page 1: Pltn vs Pl Tenaga Fosil

PLTN VS PL TENAGA FOSIL

PLTN Menjadi Alternatif Pengganti PL Tenaga Fosil

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Kebutuhan energi listrik dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Peningkatan ini sejalan dengna meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi, laju

pertumbuhan penduduk, dan pesatnya perkembangan di sektor industri. Untuk

mendukung pembangunan yang berkelanjutan, pemerintah Indonesia telah

menyusun kebijakan energi nasional dengan melakukan pendekatan yang

integral ke semua sektor pembangunan dengan memperhatikan masalah

konservasi dan daya dukung kapasitas lingkungan.

Rasio elektrifikasi di Indonesia ditargetkan mencapai 60 persen pada

tahun 2008 dengan pertumbuhan permintaan listrik sebesar 6-7 persen setiap

tahunnya. Pertumbuhan tersebut dipenuhi oleh Pemerintah melalui penambahan

pembangkit-pembangkit baru bertenaga bahan bakar fosil (batu bara, minyak

bumi, dan gas) maupun dari sumber-sumber energi terbarukan, ini berarti sekitar

1500-2000 MW listrik harus ditambahkan ke dalam jaringan per tahunnya.

Sayangnya, Pemerintah memutuskan untuk membangun PLTU Batubara

10.000 MW untuk mempercepat pasokan listrik. Penambahan pembangkit listrik

tenaga batubara dapat dipastikan akan menambah parahnya permasalahan

pemanasan global. Sebagai catatan, 40 persen dari sumber emisi gas rumah kaca

penyebab pemanasan global datangnya dari sektor ketenagalistrikan.

Situasi yang tidak menentu tersebut mendorong masing-masing daerah

mengkaji potensi energinya masing-masing dalam menyediakan energi listrik

bagi masyarakatnya, apalagi untuk daerah di luar jaringan Jawa-Madura-Bali

(Jamali). Indonesia sendiri memiliki 40 persen potensi geothermal dunia, dan 25

persen dari angka tersebut terdapat di Jawa Barat. Indonesia juga memiliki

potensi tenaga matahari sebagai negara tropis, serta tenaga ombak sebagai

negara pemilik garis pantai terpanjang ke-3 di dunia, potensi-potensi tersebut

harus terus dikaji dan dikembangkan.

Sejalan dengan kebijakan dibidang energi perlu dilakukan langkah

penting dalam rangka penyusunan alternatif strategi dibidang energi yang

Page 2: Pltn vs Pl Tenaga Fosil

merupakan pola penetu perkembangan energi nasional dimasa mendatang.

Implementasi kebijkan energi meliputi beberapa aspek salah satunya adlah

penggunaan teknologi tepat guna, dimana teknologi tersebut haruslah:

a. Teknologi yang menghasilakn pengganti minyak, sebagaimana minyakk

adalah energi yang tidak terbarukan

b. Teknologi yang mendukung penyediaan energi yang berkelanjutan

c. Teknologi energi yang bersih dan efisien untuk mendukung pelestarian

lingkungan.

Konsep penggunaan energi mixed harus mempertimbangkan banyak hal,

salah satunya adalah dampak terhadap lingkungan jika alternatif penggunaan

energi tersebut diterapkan.

Disamping itu, dalam merencanakan penyediaan listrik untuk memenuhi

permintaan yang terus menanjak dengan cepat, introduksi PLTN telah

dipertimbangkan. Namun demikian suatu penelitian mengenai persepsi

masyarakat terhadap PLTN yang dilakukan oleh Prof. A.M. Djuliati Suroyo dari

Universitas Diponegoro Semarang menunjukkan bahwa Instalasi/industri Nuklir

seperti PLTN sampai saat ini masih menimbulkan pro dan kontra serta ragu-

ragu, sehingga belum bisa diterima oleh masyarakat sepenuhnya. Hal ini

disebabkan karena masyarakat masih khawatir akan bahaya potensi radiasi dan

limbah yang dihasilkan oleh industri nuklir yang cukup berbahaya, disamping

faktor non teknis seperti investasi yang tinggi.

Kekuatiran masyarakat terhadap bahaya nuklir sangat beralasan

mengingat beberapa bukti nyata dari korban pemboman Hirosima dan

Nagasaki, kecelakaan Three Mile Island, dan Chernobyl masih tersimpan dalam

ingatan mereka. Dilema antara kebutuhan akan energi secara nasional untuk

mendukung pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development)

dengan kekuatiran masyarakat akan bahaya nuklir membuat keputusan untuk

memasuki era energi nuklir di Indonesia selalu mendapat tantangan. Pendidikan

publik dan keterbukaan informasi kepada masyarakat sangat dibutuhkan

sehingga tujuan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat dapat tercapai.

Page 3: Pltn vs Pl Tenaga Fosil

Pada makalah ini akan dibahas mengenai perbandingan PLTN versus PL

Tenaga Fosil dilihat dari kelebihan serta kekurangan kedua pembangkit tenaga

tersebut.

II. Rumusan Masalah

Bagaimana perbandingan antara PLTN dengan PL Tenaga Fosil jika dilihat

dari dampak yang muncul ke lingkungan pada penggunaan PLTN dan PL

Tenaga Fosil pembangkit listrik ?

Apakah PLTN merupakan alternatif yang tepat sebagai pengganti PL

Tenaga Fosil guna memenuhi kebutuhan listrik?

III. Tujuan

Mengetahui perbandingan dari PLTN dan PL Tenaga Fosil sehingga bisa

dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan pambangkit tenaga listrik guna

memenuhi kebutuhan listrik yang semakin meningkat di Indonesia.

IV. Manfaat

Memberikan gambaran mengenai perbandingan dari PLTN versus PL

Tenaga Fosil kepada masyarakat luas terkait kelebihan serta kekurangan dari

masing-masing pembangkit listrik tersebut.

ISI

Pinsip Kerja PLTU batubara Dan PLTN

Prinsip kerja PLTN dan PLTU hampir sama yakni terdiri dari : (I) Sistem

pembangkit steam/ Steam Generator, (II) Turbin, (III) Generator Listrik yang

akan menghasilkan tenaga listrik untuk kemudian masuk dalam jaringan

distribusi. Steam yang dihasilkan oleh sistem pembangkit steam/Steam

Generator akan digunakan untuk memutar sistem Turbin yang dikopel dengan

Generator Listrik yang akan merubah energi kinetik menjadi energi listrik.

Listrik yang dihasilkan kemudian masuk dalam jaringan ditribusi untuk

didistribusikan ke konsumen.

Perbedaan antara PLTU dan PLTN hanya terdapat pada sistem pembangkit uap

seperti ditunjukkan dalam Gambar 1. Pada PLTU sistem pembangkit uap yang

digunakan adalah sistem konvensional yakni uap dihasilkan dari boiler yang

pemanasanya dilakukan dengan menggunakan bahan bakar fosil. Pada PLTN

Page 4: Pltn vs Pl Tenaga Fosil

ada beberapa tipe diantaranya tipe BWR (Boiling Water Reactor) yakni uap

dihasilkan dari pembangkit uap sekaligus sebagai reaktor nuklir sedangkan

untuk tipe PWR uap dihasilkan dari pembangkit uap yang terdiri dari boiler

yang dilengkapi dengan reaktor nuklir sebagai pemanas. Perbedaan antara PLTN

tipe BWR dan PWR ditunjukka seperti pada Gambar 2 dan 3 dibawah ini.

Gambar 1 :Perbandingan sistem pembangkit uap (steam generator). Pada pembangkit

listrik konvensional dan PLTN

Gambar 2 : PLTN tipe BWR

Gambar 3 : PLTN tipe PWR

Page 5: Pltn vs Pl Tenaga Fosil

Dampak Lingkungan Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Fosil

1. Dampak terhadap Sumber Daya Alam (SDA).

Dengan meningkatnya kebutuhan energi listrik maka akan dibutuhkan

pembangunan pembangkit yang lebih banyak sehingga akan berakibat pada

eploitasi SDA yang semakin meningkat. Hal ini akan berdampak pada

menurunnya cadangan SDA yang ada. Sumber daya energi khususnya yang

tidak terbarukan seperti minyak, gas, batu-bara (energi fosil) semakin lama akan

terus berkurang sesuai dengan pemakaian yang terus meningkat. Hal ini akan

menimbulkan krisis energi dikemudian hari khususnya untuk generasi yang akan

datang. Data cadangan energi terbukti di Indonesia menunjukkan bahwa energi

minyak tinggal 10 th, Gas 30 th, dan Batu-bara 146 tahun, dengan asumsi

cadangan terbukti tetap dan tidak ada peningkatan produksi. Ini berarti bahwa

setelah kurun waktu tersebut maka mau tidak mau Indonesia harus mengimpor

sumber energi dari luar

Kebijakan diversifikasi energi primer yang selama ini telah dilakukan

khususnya terhadap ketergantungan akan minyak bumi telah menurunkan

konsumsi pemakaian minyak dari 88% pada tahun 1970 menjadi 57,2% pada

tahun 2000. Namun demikian diversifikasi ini masih mengandalkan sumber

energi fosil yang lain yakni penggunaan gas dan batubara yang mulai

diintensifkan hingga meningkat dari 6% menjadi 27,2% untuk gas dan 1%

menjadi 10,1 % untuk batubara pada kurun waktu tersebut. 4) Hal ini tentunya

juga akan mengurangi keterbatasan cadangan energi gas dan batubara yang ada.

Penggunaan bahan bakar nuklir relatif sangat kecil dibandingkan

penggunaan bahan bakar batubara maupun bahan bakar fosil yang lain untuk

pembangkit listrik dengan daya yang sama. Selain itu dari sisi operasional

kelebihan pembangkit tenaga nuklir adalah dapat dioperasikan terus menerus

selama satu tahun tanpa mengganti dengan bahan bakar yang baru. Dengan

demikian akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam yang ada.

2. Dampak Terhadap Lingkungan

Gas CO2, limbah gas CO2 yang dihasilkan dari suatu pembangkit listrik

fosil adalah Gas CO2 yang merupakan salah satu golongan gas rumah kaca. Efek

gas rumah kaca ini akan menyebabkan radiasi sinar infra merah dari bumi akan

Page 6: Pltn vs Pl Tenaga Fosil

kembali ke permukaan bumi karena tertahan oleh gas rumah kaca. Hal ini lah

yang menyebabkan terjadinya pemanasan global pada bumi. Pemanasan global

pada bumi ini akan menimbulkan dampak turunan yang lebih panjang yakni

mencairnya gunung-gunung es di kutub, meningkatnya suhu permukaan bumi,

meningkatnya suhu air laut, menungkatnya tinggi permukaan laut, kerusakan

pantai karena meningkatnya abrasi laut, dan hilangnya pulau-pulau kecil karena

abrasi air laut.

Data tahun 2002 menunjukkan suhu permukaan bumi di dunia naik

sekitar (0,6 ± 0,2) °C selama 100 tahun terakhir (IPCC, 2002). Tinggi air

permukaan laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm atau sekitar 1-2

mm/tahun selama abad 20 (IPCC,2002). Untuk Indonesia sendiri dampak yang

paling jelas dirasakan adalah adanya kenaikan suhu bumi yang mencapai 0,54

°C dari tahun 1950-2000, sedangkan untuk Jakarta pada Februari 2007 suhu

udara mengalami kenaikan yang biasanya normal 30-33 oC menjadi 37oC

(Kompas, 2 Juni 2007).

Gas SO2 dan NOx

Gas Sulfur Oksida (SO2) dan Nitrogen Oksida (NOx) adalah termasuk

limbah gas yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Fosil. Dua jenis

limbah ini merupakan sumber deposisi asam. Pencemar yang bersifat asam ini

akan turun dari atmosfer kepermukaan bumi dengan cara basah dan kering yang

disebut dengan deposisi basah dan deposisi kering. Deposisi basah terjadi jika

zat yang bersifat asam larut melalui air hujan, salju, dan kabut sebelum turun

kepermukaan bumi. Deposisi kering terjadi jika zat yang bersifat asam berupa

butiran-butiran halus yang diterbangkan oleh angin kemudian turun ke bumi.

Prospek PLTN Sebagai Sumber Energi Nasional

Mengingat situasi penyediaan (supply) energi konvensional dimasa

mendatang semakin tidak seimbang dengan kebutuhan (demand), maka opsi

nuklir dalam perencanaan sistem energi nasional jangka panjang merupakan

salah satu solusi yang diharapkan dapat mengurangi tekanan dalam masalah

penyediaan energi khususnya listrik di Indonesia.

Beberapa hal yang masih menjadi ganjalan dalam program PLTN di

Indionesia adalah masih adanya isu dimasyarakat yang menyebabkan

Page 7: Pltn vs Pl Tenaga Fosil

kekhawatiran dan keraguan dalam menuju era nuklir di Indonesia. Beberapa isu

penting yang sering muncul dikalangan masyarakat tersebut adalah

permasalahan yang berkaitan dengan:

1. Keselamatan PLTN

2. Penanganan limbah nuklir

3. Dampak radiasi terhadap lingkungan.

Konsep sistem keselamatan yang dianut dalam PLTN untuk menjaga

agar zat radioaktif yang terkandung didalam reactor tidak menyebar

kelingkungannya adalah konsep Pertahanan Berlapis (defence indepth). Konsep

pertahanan berlapis ini adalah: Pencegahan timbulnya kondisi abnormal.

Sebagai pertahanan lapis pertama, yaitu “pencegahan kondisi abnormal

yang harus diimplementasikan sejak perancangan system dan komponen”.

Sistem dan komponen reaktor harus memenuhi prosedur administrasi dan

jaminan kualitas.

Untuk mencegah terjadinya kesalahan operasi dan prosedur yang

membawa pengaruh sangat besar pada keselamatan reaktor harus digunakan

material yang berkualitas tinggi dan andal, sehingga dapat diwujudkan sistem

fail-safe dan system interlock. Yang disebut fail-safe adalah jika sistem

mengalami kerusakan sebagian, system pengaman akan bekerja otomatis.

Contoh pada system batang kendali yang jika terjadi abnormalitas maka akan

bergerak secara otomatis dengan gaya gravitasi.

Sedangkan yang disebut dengan sistem interlock adalah sistem yang

dapat secara otomatis mengunci untuk mencegah suatu tindakan seorang

operator yang dapat menyebabkan kondisi abnormal/kecelakaan.

Pencegahan berkembangnya kondisi abnormal menjadi kecelakaan.

Sebagai pertahanan keselamatan lapis kedua, yaitu ” pencegahan

berkembangnya kondisi abnormal menjadi kecelakaan”. Ini berari kondisi

abnormal harus dicegah perkembangannya, misalnya menemukan abnormalitas

secara cepat, dan jika telah terjadi kondisi abnormal, agar tidak berkembang

lebih jauh harus dilakukan perlakuan khusus, misalnya reaktor harus dimatikan.

Sebagai contoh kasus misalnya oleh karena suatu sebab tekanan didalam reaktor

meningkat dengan tiba-tiba harus segera dilakukan pemeriksaan segera dan

Page 8: Pltn vs Pl Tenaga Fosil

secara otomatis batang kendali disisipkan kedalam teras reaktor, sehingga

reaktor dipaksa untuk berhenti.

Pencegahan pelepasan zat radioaktif ke lingkungan.

Sebagai pertahanan lapis ketiga, yaitu “pencegahan pelepasan zat

radioaktif ke lingkungan”. Ini berarti jika terjadi kecelakaan yang sama sekali

tidak terduga lingkungan tidak boleh terkontaminasi oleh zat radioaktif bahkan

jangan sampai terjadi anomali radioaktifitas pada lingkungan. Hal ini dapat

terjadi dengan adanya sistem pendingin darurat, pengungkung/bejana reactor

yang mencegah dan menghambat pelepasan zat hasil fisi ke lingkungan.

Dalam pencegahan terhadap penyebaran zat radioaktif ke lingkungan

pada PLTN terdapat sistem penghalang ganda (multiple barrier). Masing-masing

penghalang tersebut adalah :

1. Pelet/ pil bahan bakar. Perlakuan khusus dilakukan terhadap pelet

bahan bakar sedemikian rupa sehingga dapat menahan zat radioaktif hasil-hasil

fisi agar tetap berada dalam pelet.

2. Kelongsong bahan bakar. Pipa kelongsong bahan bakar dirancang agar

dapat menahan zat radioaktif yang keluar dari pellet bahan bakar, terutama zat

radioaktif dalam bentuk gas.

3. Penampung air pendingin. Zat radioaktif yang terlepas dari

kelongsong, terutama pada kondisi operasi abnormal, akan terlarut dalam air

pendingin. Tetapi zat ini akan tetap terhalang untuk keluar dari pendingin karena

adanya sistem penampungan air pendingin berupa pipa, bejana, dan lain

sebagainya.

4. Gedung pengungkung reactor. Apabila dalam suatu kondisi, zat

radioaktif dapat keluar dari penghalang ketiga, maka zat tersebut masih tetap

terjaga dan berada dalam struktur gedung pengungkung yang biasanya

mempunyai tekanan udara yang dijaga agar selalu lebih rendah dari pada

tekanan udara dilingkungan sekitarnya.

5. Daerah/zona eksklusif. Disekitar PLTN terdapat daerah/zona yang

kosong dan tidak dihuni penduduk. Radius zona ekslusif ini telah diperhitungkan

secara seksama seaman mungkin. Dengan demikian apabila terdapat zat

radioaktif yang terlepas dari pengungkung gedung reactor, maka zat tersebut

Page 9: Pltn vs Pl Tenaga Fosil

tetap berada pada zona ekslusif yang tidak bependuduk. Dengan demikian tidak

terjadi dampak langsung terhadap masyarakat disekitar PLTN jika terjadi

pelepasan zat radioaktif dari pertahanan lapis ke empat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum keselamatan

reaktor menduduki standard yang paling tinggi. Limbah radioaktif/limbah nuklir

pada dasarnya akan mengalami peluruhan dengan memancarkan radiasi yang

secara berangsur-angsur akan turun dengan sendirinya. Teknologi pengolahan

limbah radioaktif telah diterapkan dengan prinsip pengurangan volume,

imobilisasi dengan sementasi dan penyimpanan lestari di tempat yang aman

dengan sistem pengungkung radiasi. Limbah radio aktif dari PLTN yang berupa

bahan bakar bekas hanya muncul dalam waktu yang lama +/- 1 tahun sehingga

penanganannya lebih efisien.

Hasil Riset di Amerika dengan judul “ Radiological Impact of Airborne

Effluents of Coal and Nuclear Plants” oleh JP. McBride, RE. More, dan lain-

lain menyimpulkan bahwa

1. Dampak radiasi masyarakat yang tinggal dekat PLTU batubara

menerima dosis paparan radiasi yang lebih tinggi dari pada yang tinggal

dekat PLTN

2. Kandungan Thorium dalam batubara 2,5 kali lebih besar dari Thorium

dalam Uranium.

3. Populasi Doses Equivalen Efektif pada PLTU 100 kali dari pada

PLTN.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahaya radiasi PLTN dalam

kondisi operasi normal sangatlah tidak berarti dan tidak perlu dikhawatirkan

karena lebih aman dari pada PLTU yang sudah banyak beroperasi di Indonesia.

PENUTUP

Kesimpulan

Kebutuhan energi listrik di Indonesia terus meningkat sesuai dengan

perkembangan industri dan hasil kajian menunjukkan bahwa pada tahun 2025

akan menjadi 4 kali lipat dibanding pada tahun 2000.

Page 10: Pltn vs Pl Tenaga Fosil

Energi fosil merupakan energi yang tak terbaharukan, dan dalam

penggunaannya sebagai sumber energi listrik akan memiliki dampak terhadap

sumber daya dan lingkungan.

Menipisnya cadangan sumber daya, dampak pemanasan global, hujan

asam, dan dampak-dampak turunan yang lain seperti gelombang pasang,

perubahan iklim, kerusakan lingkungan, sampai melonjaknya harga minyak dan

lain-lain akan menjadi permasalahan serius dimasa mendatang.

PLTN menjadi salah satu solusi dan mempunyai prospek sebagai sumber

energi listrik dimasa mendatang untuk mencegah dan mengurangi dampak

penggunaan energi fosil.

Daftar Pustaka

Finahari, Ida Nuryatin. 2007. Potensi, Dampak dan Pengendalian Emisi gas

CO2 dari pembangkit Listrik Berbahan Bakar Fosil. Presentasi Ilmiah

Peneliti Madya: Batan , Jakarta.

Harjanto, Nur Tri. 2008. Dampak Lingkungan Pusat Listrik Tenaga Fosil Dan

Prospek PLTNn Sebagai Sumber Energi Listrik Nasional. Pusat

Teknologi Bahan Bakar Nuklir, BATAN.

Soedyartomo Soentono, Dr, M.Sc. 2003. “Opsi Nuklir Dan Keselamatan PLTN”

Seminar Nasional Ke IX Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta

Fasilitas Nuklir: Jakarta.

WWF Indonesia. 2008. Lepas dari Ketergantungan Bahan Bakar Fosil (diakses Kamis, 15 Juni 2012).