16
Please refer as: Nike Lestari, Suryadi, Bondan T. Sofyan, Pengaruh Kombinasi Penambahan 0.1 wt. % Ti dan Variasi 0.003, 0.018, dan 0.025 wt. % Sr terhadap Karakteristik Paduan AC4B Hasil Low Pressure Die Casting, Prosiding Seminar Nasional Metalurgi dan Material IV, Untirta Cilegon, 14-15 Juli 2010, pp. 448 – 458

Please refer as: Penambahan 0.1 wt. % Ti dan Variasi 0.003 ...staff.ui.ac.id/system/files/users/ir.bondan/publication/senamm10_bondannikesuryadi... · menggunakan metode Rockwell

Embed Size (px)

Citation preview

Please refer as:

Nike Lestari, Suryadi, Bondan T. Sofyan, Pengaruh Kombinasi Penambahan 0.1 wt. % Ti dan Variasi 0.003, 0.018, dan 0.025 wt. % Sr terhadap Karakteristik Paduan AC4B Hasil Low Pressure Die Casting, Prosiding Seminar Nasional Metalurgi dan Material IV, Untirta Cilegon, 14-15 Juli 2010, pp. 448 – 458

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner

PENGARUH KOMBINASI PENAMBAHAN 0.1 wt. % Ti DAN VARIASI 0.003, 0.018, DAN 0.025 wt. % Sr TERHADAP

KARAKTERISTIK PADUAN AC4B HASIL LOW PRESSURE DIE CASTING

Nike Lestari, Suryadi, Bondan T. Sofyan*)

Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424

*) corresponding author: [email protected]

AbstrakPengaruh kombinasi penambahan Ti dan Sr sebagai grain refiner dan modifier terhadap karakteristik paduan aluminium AC4B pada pembuatan cylinder head dengan proses Low Pressure Die Casting (LPDC) memberikan efek yang bervariasi dan signifikan. Untuk mengetahuinya dilakukan proses pengecoran dengan menggunakan metode LPDC pada 0.1 wt. % Ti dengan variabel penambahan Sr yaitu 0.003, 0.018, dan 0.025 wt. % Sr untuk menghasilkan komponen cylinder head sebagai sampel uji kekerasan, pengamatan struktur mikro dan SEM. Sampel diambil pada bagian tebal dan tipis untuk mengetahui pengaruh dari kecepatan pembekuan. Pengujian tarik dilakukan dengan metode JIS Z2201, pengujian kekerasan dengan Rockwell B, pengujian fluiditas dengan metode spiral dan pengujian porositas dengan metode vakum. Pengamatan struktur mikro menggunakan mikroskop optik dan Scanning Electron Microscopy (SEM)/Energy Dispersive X-Ray Analysis (EDAX) untuk identifikasi fasa. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penambahan Ti dan Sr meningkatkan kekerasan dan kekuatan tarik, nilai fluiditas, menurunkan nilai DAS serta meningkatkan derajat modifikasi. Secara keseluruhan nilai tersebut optimum pada 0.1 wt. % Ti dan 0.0018 wt. % Sr yaitu dengan nilai kekerasan 52.48 HRB pada bagian tipis dan 51.30 HRB pada bagian tebal. Nilai kekuatan tarik optimum pada 251.11 MPa, nilai fluiditas pada 63.4 cm dan DAS pada 13.4 m di bagian tipis dan 27.2 di bagian tebal. Tingkat modifikasi optimum pada kelas E dengan struktur fibrous. Jumlah porositas meningkat linier seiring peningkatan komposisi Sr. Selanjutnya terjadi penurunan sifat mekanis pada 0.025 wt. % Sr karena over modifikasi. Tidak ditemukannya interaksi antara Ti dan Sr dalam penelitian ini.

Kata kunci : Penghalusan butir, modifikasi, titanium, stronsium, AC4B, LPDC

Pendahuluan Penggunaan logam aluminium semakin meluas dan berkembang dalam berbagai

bidang aplikasi, khususnya dalam industri manufaktur, karena berat jenisnya yang sepertiga berat jenis baja dan titik lebur yang rendah yakni 600°C. Paduan AC4B (Al-Si-Cu) merupakan salah satu paduan tuang yang banyak dipakai untuk komponen cylinder headkendaraan bermotor roda dua, yang diproduksi melalui proses produksi Low Pressure Die Casting (LPDC). Masalah yang sering ditemui pada produk LPDC adalah cacat seperti bocor,shrinkage, misrun serta porositas. Sebagai salah satu upaya dalam mengatasi masalah ini adalah dengan penambahan unsur modifikasi (modifier) dan penghalus butir (grain refiner).Proses modifikasi akan merubah struktur silikon yang awalnya berbentuk pelat kasar berubah menjadi struktur fibrous halus sehingga meningkatkan nilai keuletan dan kekuatan (Haque et al, 1988). Sementara penghalus butir, umumnya berbasis Al-Ti, dipercaya dapat menurunkan ukuran lengan antar dendrit, yang menyebabkan peningkatan kekuatan dan penyeragaman solidifikasi logam cair. Untuk beberapa lama, penghalusan butir diasumsikan karena adanya partikel peritektik Al3Ti (I4/mmm, a=0.385 nm, c=0.429 nm) yang menjadi inti nukleasi heterogen (Zhang et al, 2005). Namun kemudian, beberapa peneliti sepakat dengan teorema

Faktor Penghambat Pertumbuhan (Growth Restriction Factor), dimana unsur terlarut tersegregasi pada antarmuka padatan-cairan, sehingga menghambat pertumbuhan padatan dan menyebabkan penghalusan butir (Spittle et al, 1995; Easton et al, 1999). Penelitian terdahulu umumnya memakai penghalus butir Al-Ti dalam bentuk paduan (master alloy), sementara di pasaran tersedia penghalus butir dalam bentuk serbuk yang lebih ekonomis. Penelitian ini mempelajari pengaruh penggabungan dari penghalus butir Al-Ti berbentuk serbuk dan unsur modifikasi Al-Sr berbentuk paduan, terhadap karakteristik dari paduan AC4B yang diproduksi melalui proses LPDC.

Metode Penelitian Peleburan logam aluminium AC4B dilakukan di dapur peleburan reverberatory

furnace pada temperatur proses 750-800°C, dengan perbandingan ingot dan return scrapadalah 55:45. Setelah proses degassing menggunakan gas argon, logam cair dituangkan kedalam dapur penahan berkapasitas 500 kg. Penghalus butir serbuk (Coveral GR2815®) dan unsur modifikasi dalam bentuk batangan Al-10 Sr dimasukkan secara bersamaan ke dalam dapur penahan pada temperatur 710 + 10 oC. Dilakukan pengadukan selama 20 detik menggunakan tabung peniup argon. Sebagian logam cair diambil untuk sampel pengujian tarik, pengujian komposisi kimia, pengujian porositas dan pengujian fluiditas menggunakan metode spiral. Injeksi dilakukan pada cetakan berbentuk cylinder head dengan temperatur cetakan atas 250 + 75 oC dan cetakan bawah 375 + 75 oC. Sampel pengujian kekerasan dan pengamatan struktur mikro diambil dari komponen cylinder head dari bagian yang tipis dan tebal (lihat Gambar 1). Pengamatan struktur mikro menggunakan mikroskop optik dan Scanning Electron Microscope, dengan preparasi standar menggunakan etsa Tucker (45 ml HCl + 15 ml HNO3 + 15 ml HF (48%) + 25 ml H2O). Pengujian kekerasan dilakukan menggunakan metode Rockwell B dengan diameter bola baja 1/16 inchi, beban sebesar 100 kg sesuai dengan ASTM E18, penjejakan dilakukan pada 5 titik berbeda. Perhitungan persentase porositas secara kuantitatif dilakukan berdasarkan ASTM E562 menggunakan grid dua dimensi, sementara pengujian tarik sesuai standar JIS Z2201.

Gambar 1. Komponen cylinder head hasil LPDC dan posisi pengambilan sampel.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pengujian Komposisi Kimia AC4B As-Cast

Table 1 menunjukkan komposisi kimia aktual dari paduan aluminium AC4B ketika berada di dalam tungku tahan (holding furnace) sebelum proses Low Pressure Die Casting (LPDC). Komposisi kimia aktual dari paduan ini secara keseluruhan masih masuk dalam standar JIS yang dipergunakan oleh PT. AHM.

Tabel 1. Komposisi aktual (dalam wt. %) paduan aluminium AC4B pada holding furnace sebelum proses LPDC

Unsur Paduan AC4B + 0.07 wt.% Ti + 0.002 wt.% Sr

Paduan AC4B + 0.07 wt.% Ti + 0.002 wt.% Sr

Paduan AC4B + 0.07 wt.% Ti + 0.002 wt.% Sr

SiCuMg ZnFeMn NiTiPbSnCrSrAl

7.88 2.33 0.17 0.60 0.92 0.29 0.07

0.123 0.06 0.04 0.03

0.003 Sisa

8.84 2.80 0.26 0.54 0.81 0.32 0.06

0.108 0.07 0.04 0.03

0.018 Sisa

8.85 2.10 0.21 0.55 0.76 0.25 0.09

0.103 0.05 0.02 0.03

0.025 Sisa

Pengaruh Komposisi 0.1 wt. % Ti dan Variasi Sr Terhadap Kekerasan dan Kekuatan TarikPaduan Aluminium AC4B

Gambar 2 menunjukkan pengaruh penambahan Ti dan Sr pada kekerasan paduan AC4B. Terlihat bahwa pada komposisi Ti yang sama yaitu 0.1 wt. %, penambahan 0.003 wt.% Sr meningkatkan kekerasan sebesar 11.34 % dari 44.35 HRB menjadi 49.38 HRB pada bagian tipis. Sementara pada bagian tebal, besar peningkatan yang terjadi sebesar 11.15 % dari 43.75 HRB menjadi 48.63 HRB. Penambahan 0.018 wt. % Sr meningkatkan kekerasan 6.27 % dari 49.38 HRB menjadi 52.48 HRB pada bagian tipis dibandingkan dengan penambahan 0.003 wt. % Sr. Pada bagian tebal besar peningkatan yang terjadi lebih rendah sebesar 5.49 % dari 48.63 HRB menjadi 51.30 HRB. Selanjutnya, pada komposisi 0.025 wt.% Sr nilai kekerasan menurun sebesar 2.95 % dari 52.48 HRB menjadi 50.93 HRB pada bagian tipis dibandingkan dengan penambahan sebelumnya. Sementara pada bagian tebal, juga terjadi penurunan kekerasan sebesar 4.05 % dari 51.30 HRB menjadi 49.22 HRB.

Gambar 2. Pengaruh komposisi 0.1 wt. % Ti dan variasi Sr terhadap kekerasan paduan aluminium AC4B dibandingkan dengan kekerasan pada kondisi tanpa penambahan Ti dan Sr.

Pengaruh penambahan Ti dan Sr pada kekuatan tarik ditampilkan pada Gambar 3. Pada komposisi 0.1 wt. % Ti, penambahan 0.003 wt. % Sr tidak meningkatkan nilai kekuatan secara signifikan. Namun penambahan 0.018 wt. % Sr memberi peningkatan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 11.3 % dari 225.59 MPa menjadi 251.11 MPa, yang kemudian menurun lagi dengan dengan penambahan 0.025 wt. % Sr. Namun secara keseluruhan sampel dengan penambahan Ti dan Sr memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada sampel tanpa penambahan Ti dan Sr.

0 wt. % Ti 0 wt.% Sr (tipis)

0 wt. % Ti 0 wt.% Sr (tebal)

Gambar 3. Pengaruh komposisi 0.1 wt. % Ti dan variasi Sr terhadap kekuatan tarik paduan aluminium AC4B dibandingkan dengan kekuatan tarik pada kondisi tanpa penambahan Ti dan Sr.

Terlihat bahwa pada komposisi 0.1 wt. % Ti, penambahan 0.018 wt. % Sr memberikan efek yang optimum pada kekuatan tarik. Dan apabila komposisi Sr kemudian ditingkatkan, maka kekuatan tariknya menurun. Fenomena ini sejalan dengan perubahan kekerasan yang terjadi seperti telah dijelaskan. Grain refiner yang digunakan membuat butir dari matriks paduan AC4B menjadi halus sehingga batas butirnya banyak. Serta dengan dilakukannya modifikasi, kristal silikon yang awalnya berupa pelat berubah menjadi struktur fibrous yang halus sehingga meningkatkan kekerasan (Asenio et al, 2006).

Kedua efek tersebut menghasilkan struktur dengan nilai kekerasan yang lebih besar. Hal tersebut juga berdampak kepada kekuatan tariknya, terlihat bahwa kekuatan tarik meningkat hingga harga optimum pada penambahan 0.018 wt. % Sr kemudian turun pada penambahan 0.025 wt. % Sr. Komposisi ini masuk dalam kisaran efektif (0.01-0.02 wt. % Sr) penambahan Sr pada literatur (Easton et al, 1999). Selanjutnya apabila kandungan Sr di tingkatkan lagi diluar kisaran efektif maka kekerasannya menurun. Penurunan kekerasan pada kandungan 0.025 wt. % Sr kemungkinan disebabkan oleh berlebihnya kadar Sr yang mengakibatkan tingkat modifikasi meningkat dan efek penghalusan butir berkurang.

Pengaruh Komposisi 0.1 wt. % Ti dan Variasi Sr Terhadap Kandungan Porositas Paduan Aluminium AC4B

Foto makro yang menunjukkan porositas pada sampel terdapat pada Gambar 4. Pada sampel dengan komposisi 0.1 wt. % Ti dan 0.003 wt. % Sr, porositas yang terjadi terpusat ditengah walaupun sudah lebih tersebar daripada sampel tanpa penambahan. Dengan peningkatan kandungan Sr pada 0.018 wt. % Sr, persebaran porositas lebih menyebar pada seluruh bagian sampel. Sementara pada sampel dengan komposisi 0.1 wt. % Ti dan 0.025 wt.% Sr, porositas yang ada menyebar pada seluruh bagian sampel. Foto makro tersebut kemudian dianalisis secara kuantitatif, yang hasilnya ditampilkan pada Tabel 2. Terlihat terjadinya peningkatan fraksi volum porositas akibat penambahan modifier Sr.

Gambar 4. Penampang potongan sampel uji porositas; (a) tanpa penambahan, (b) 0.1 wt. % Ti + 0.003 wt. % Sr, (c) 0.1 wt. % Ti + 0.018 wt. % Sr, (d) 0.1 wt. % Ti + 0.025 wt. % Sr.

Tabel 2. Hasil penghitungan fraksi volume porositas dengan metode grid (ASTM E562)

wt. % Ti wt. % Sr Fraksi volum porositas % 0 0 -

0.1 0.003 5 0.1 0.018 6.5 0.1 0.025 9

Peningkatan porositas yang terjadi sebanding dengan peningkatan komposisi Sr dimana sampel dengan komposisi 0.025 wt. % Sr memiliki kandungan porositas tertinggi. Pada beberapa penelitian juga menunjukan bahwa dengan penambahan Sr pada paduan aluminium silikon hipoeutektik meningkatkan jumlah porositas makro (meskipun tetap terdispersi merata) (Rao et al, 2005). Penambahan Sr menyebabkan turunnya tegangan permukaan aluminium cair sehingga membuat permukaan lebih encer dan juga terbentuknya lapisan SrO.Al2O3 pada aluminium cair yang tidak bersifat protektif mengakibatkan gas hidrogen mudah masuk ke dalam aluminium cair (Liao et al, 2002).

Gambar 5. Perbandingan morfologi porositas mikro pada sampel fluiditas; (a) tanpa penambahan, (b) 0.1 wt. % Ti + 0.003 wt. % Sr, (c) 0.1 wt. % Ti + 0.018 wt. % Sr, (d) 0.1 wt. % Ti + 0.025 wt. % Sr.

Morfologi porositas diobservasi secara rinci dan ditampilkan pada Gambar 5, terlihat adanya perubahan morfologi porositas mikro yang tadinya irregular (tidak beraturan) menjadi bulat dan irregular sebagian. Pada sampel tanpa penambahan mikro porositas yang terjadi berbentuk irregular. Setelah dilakukan kombinasi penambahan 0.1 wt. % Ti dan variasi Sr porositas berubah menjadi campuran dari irregular sebagian dan bulat. Pada paduan aluminium tanpa penambahan Sr porositas muncul pada bagian interdendritik sehingga pertumbuhan porositas dipengaruhi bentuk dendrit dan fasa eutektik. Hal tersebut membuat pertumbuhan sel eutektik memiliki daerah antarmuka solid-liquid yang tidak beraturan sehingga porositas yang terbentuk mengikuti permukaan sel eutektik ini menjadi irregular dan bercabang. Sedangkan dengan penambahan Sr pertumbuhan porositas yang berbentuk bulat dimulai sebelum solidifikasi eutektik. Selanjutnya fasa eutektik akan tumbuh bukan pada bagian interdendritik dengan antarmuka solid-liquid yang halus. Dengan begitu porositas tumbuh dengan mengikuti permukaan yang halus tersebut.

Pengaruh Komposisi 0.1 wt. % Ti dan Variasi Sr Terhadap Karakteristik Fluiditas Paduan Aluminium AC4B

Gambar 6 menunjukkan bahwa pada semua variabel penambahan Sr dengan komposisi Ti yang digunakan dalam penelitian ini dan fluiditas terbaik diperlihatkan pada level penambahan 0.018 wt. % Sr. Stronsium berperan menurunkan tegangan permukaan dari aluminium cair yang menghasilkan karakteristik mampu alir yang lebih baik (Easton et al, 1999). Sementara itu, Ti menaikan temperatur nukleasi dan menjadi pembentuk inti pada pembekuan sehingga akan menurunkan karakteristik fluiditasnya. Namun, penelitian ini dilakukan pada komposisi Ti yang sama sehingga yang akan berperan lebih dalam menentukan nilai fluiditas adalah Sr. Seharusnya fluiditas makin meningkat seiring dengan jumlah penambahan Sr sesuai dengan literatur. Tetapi, pada penambahan 0.025 wt. % Sr terjadi penurunan nilai fluiditas jika dibandingkan dengan penambahan 0.018 wt. % Sr dan nilai fluiditasnya lebih rendah daripada penambahan Sr dalam jumlah yang sangat kecil yaitu 0.003 wt. % Sr. Berdasarkan banyak penelitian diketahui bahwa kadar stronsium yang efektif

dalam memodifikasi paduan Al-Si adalah antara 0.01-0.02 wt. % Sr (Easton et al, 1999). Dari hasil penelitian ini ternyata pada komposisi 0.1 wt. % Ti, penambahan Sr diluar kadar tersebut akan mengurangi efektifitas dalam memperbaiki karakteristik fluiditas.

Gambar 6. Perubahan komposisi 0.1 wt. % Ti dan variasi Sr terhadap karakteristik fluiditas paduan aluminium AC4B dibandingkan dengan tanpa penambahan Ti dan Sr.

Perubahan Struktur Mikro Paduan Aluminium AC4B Setelah Penambahan 0.1 wt. % Ti dan Variasi Sr

Gambar 7 menunjukkan perubahan DAS (Dendrite Arm Spacing) akibat penambahan Ti dan Sr. Pada bagian tipis, nilai DAS pada komposisi 0.1 wt. % Ti dengan penambahan 0.003 wt. % Sr menurun dari 26.2 µm menjadi 18.6 µm. Pada penambahan 0.018 wt. % Sr kembali menurunkan nilai DAS menjadi 13.4 µm. Namun, setelah penambahan 0.025 wt. % Sr terjadi peningkatan nilai DAS menjadi 20 µm. Tendensi yang sama terjadi pada bagian yang tebal. Hal ini berkorelasi langsung dengan hasil pengujian tarik dan kekerasan (Gambar 2 dan 3).

Gambar 7. Perubahan nilai DAS pada paduan aluminium AC4B setelah penambahan 0.1 wt. % Ti dan variasi Sr dibandingkan dengan tanpa penambahan Ti dan Sr

0 wt. % Ti0 wt.% Sr (tebal)

0 wt. % Ti0 wt.% Sr (tipis)

Gambar 8. Perubahan struktur mikro pada paduan aluminium AC4B setelah ditambahkan Ti dan Sr, (a-b) tanpa penambahan , (c-d) 0.1 wt. % Ti + 0.003 wt. % Sr, (e-f) 0.1 wt. % Ti + 0.018 wt. % Sr, (g-h)

0.1 wt. % Ti + 0.025 wt. % Sr yang memperlihatkan perubahan morfologi kristal silikon eutektik.

0 wt. % Ti, 0 wt. % Sr 0 wt. % Ti, 0 wt. % Sr

0.1 wt.% Ti + 0.003 wt.% Sr 0.1 wt.% Ti + 0.003 wt.% Sr

0.1 wt.% Ti + 0.018 wt.% Sr 0.1 wt.% Ti + 0.018 wt.% Sr

0.1 wt.% Ti + 0.025 wt.% Sr 0.1 wt.% Ti + 0.025 wt.% Sr

Sampel Tipis Sampel Tebal

Gambar 8 memperlihatkan morfologi kristal silikon eutektik paduan aluminium AC4B setelah penambahan Ti dan Sr. Pada keadaan normal derajat modifikasinya adalah kelas A atau tidak termodifikasi. Sedangkan pada komposisi 0.1 wt. % Ti, derajat modifikasi pada penambahan 0.003 wt. % Sr adalah kelas B dengan struktur lamelar. Penambahan 0.0018 wt. % Sr derajat modifikasinya adalah kelas E dengan struktur silikon fibrous.Pada025 wt. % Sr derajat modifikasinya dikategorikan kelas D struktur fibrous bercampur lamelar. Hal disebabkan oleh adanya kristal silikon yang berbentuk lamelar pada beberapa bagian.

Seiring dengan penamban kadar Sr maka DAS yang didapat menjadi semakin rendah dan optimum pada level penambahan 0.018 wt. % Sr. Sedangkan penambahan pada level 0.025 wt. % Sr akan kembali menaikan nilai DAS yang artinya efek penghalusan butirnya berkurang. Secara keseluruhan terlihat bahwa nilai DAS menjadi lebih rendah setelah penambahan Ti dan Sr baik pada bagian tipis maupun bagian tebal. Serta dapat terlihat bahwa bagian tipis memiliki nilai DAS yang lebih rendah daripada bagian tebal. Peningkatan nilai DAS ini sesuai studi yang dilakukan A.K Prasada Rao dimana pada padua Al-7Si diberikan kombinasi antara penambahan penghalus butir serta modifier (Rao et al, 2005). Dari hasil penelitian tersebut didapat bahwa dengan kombinasi penambahan tersebut nilai DAS yang diperoleh menjadi lebih rendah dibandingkan dengan penambahan penghalus butir saja atau modifikasi saja serta tanpa penambahan apapun.

Gambar 10. Struktur mikro (SEM) pada paduan aluminium AC4B setelah ditambahkan Ti dan Sr , (a-b) 0.1 wt. % Ti + 0.003 wt. % Sr, (c-d) 0.1 wt.% Ti + 0.018 wt. % Sr, (e-f) 0.1 wt. % Ti + 0.025 wt. % Sr.

Pengamatan Struktur Mikro Dengan SEM dan EDAX

Seperti terlihat pada Gambar 10a pada sampel dengan komposisi 0.1 wt. % Ti dan 0.003 wt. % Sr terdapat 3 titik identifikasi dengan EDAX yang hasilnya diperlihatkan Tabel 3 dimana ditemukan kandungan Ti pada titik nomor 1. Penemuan Ti ini penting karena Ti

3

2

1

1

5

43

2

4

3

5

2

1

berperan sebagai pembentuk inti selain berperan sebagai unsur terlarut yang tersegregasi sehingga menghalangi pertumbuhan butir. Melalui analiasa komposisi diketahui bahwa unsur Ti pada titik 1 terdapat pada fasa Al2Cu dan fasa kaya Al. Pada titik lainnya ditemukan fasa intermetalik antara lain fasa Al15(Fe,Mn)3Si2, Al2Cu (Backerud et al, 1996) serta kemungkinan segregasi Si dan Fe (Johnsson, 1993). Namun, tidak ditemukan kandungan Sr pada komposisi ini. Hal ini kemungkinan disebabkan terlalu kecilnya persentase penambahan Sr sehingga Sr larut. Pada komposisi 0.1 wt. % Ti dan 0.018 wt. % Sr ditemukan kandungan Ti pada titik nomor 1 (Gambar 10b). Selain unsur tadi juga diidentifikasi fasa intermetalik yang ada antara lain fasa Al2Cu, Al15(Fe,Mn)3Si2 (Backerud et al, 1996) dan kemungkinan segregasi Si (Johnsson, 1993).

Tabel 3. Hasil analisis komposisi paduan aluminium AC4B pada Gambar 10; (a) komposisi 0.1 wt. % Ti + 0.003 wt. % Sr, (b) komposisi 0.1 wt. % Ti + 0.018 wt. % Sr, (c) komposisi 0.1 wt. % Ti + 0.025

wt. % Sr. Sr

(wt.%)

No.Foto

No.Titik

Unsur (wt. %) Fasa yang mungkin Al Si Ti Sr Cu Fe Mn Elemen

lain Warna

0.003 a 1 23

81.45 37.69 67.72

1.39 0.63 4.26

4.36 --

---

9.22 59.61

-

--

17.45

--

5.18

SisaSisaSisa

Abu-abu Abu-abu Abu-abu

TiAl3, Al2Cu, Al, segregasi Si Al2CuAl15(Mn,Fe)3Si2, Al, segregasi Fe

0.018 b 1 2345

28.9 88.27 26.17 78.31 45.7

9.94 8.99 0.68 1.29 5.78

3.4 ----

-----

73.26 -

70.61 13.1 12.55

37.91 ---

22.67

----

5.9

SisaSisaSisaSisaSisa

Abu-abu Abu-abu Abu-abu

PutihAbu-abu

TiAl3, Al2Cu, AlSi AlSi Al2Cu, segregasi Si Al2Cu, Al, segregasi Si Al15(Mn,Fe)3Si2

0.025 c 1 2

345

20.48 32.45

25.62 17.27 27.55

9.27 5.07

0.42 30.3 1.25

0.09 -

0.02 0.09 0.07

1.06 0.82

0.41 1.87 0.39

29.94 4.64

36.31 -

33.31

0.24 10.7

0.09 0.06 0.75

-5.19

--

0.26

SisaSisa

SisaSisaSisa

Abu-abu Putih

Abu-abu Abu-abu

Putih

Al2Cu, segregasi Ti, Sr, Fe, Al15(Mn,Fe)3Si2, Al2Cu, segregasi Sr Al2Cu, segregasi Ti, Sr, Fe AlSi, segregasi Ti, Sr, Fe Al2Cu, segregasi Si, Ti, Sr, Fe, Mn

Sementara itu pada komposisi 0.1 wt. % Ti dan 0.025 wt. % Sr hampir pada semua titik ditemukan kandungan Ti dan Sr. Kedua unsur ini ditemukan bersama dengan fasa intermetalik yang mengandung Al2Cu atau Al15(Fe,Mn)3Si2 serta kemungkinan unsur Fe, Si, Mn yang mengalami segregasi terpisah. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa terjadi penurunan sifat mekanik pada paduan aluminium komposisi ini. Dimana dicurigai terjadinya interaksi antara Ti dan Sr. Bentuk interaksi yang dapat diamati adalah bentuk persenyawaan diantara unsur Ti dan Sr. Namun, apabila merujuk pada diagram fasa Sr-Ti seperti ditunjukan Gambar 11 maka tidak mungkin terjadi persenyawaan antara Ti dan Sr pada kisaran temperatur penelitian ini.

Gambar 11 Diagram fasa Ti-Sr

Pada penelitian ini rentang temperatur aluminium cair dijaga pada 710 ± 10°C dan pada temperatur inilah penambahan Ti dan Sr dilakukan. Menurut diagram fasa Ti-Sr kemungkinan terjadinya persenyawaan Ti-Sr adalah pada temperatur diatas 769°C. Sehingga kemungkinan terbesar adalah Sr dan Ti mengalami segregasi terpisah. Ti dapat bersegregasi sendiri sebagai unsur terlarut dan/atau membentuk fasa TiAl3 sebagai pembentuk inti. Sedangkan Sr dapat berikatan dengan Al dan Si membentuk senyawa Al4SrSi atau Al2Si2Sryang menandakan terjadinya peristiwa over-modification (Gruzleski et al, 1990). Oleh karena itu dapat disimpulkan tidak ditemukan bentuk interaksi antara Ti dan Sr dalam penelitian ini.

Kesimpulan1) Kombinasi komposisi 0.1 wt. % Ti dan variasi Sr meningkatkan sifat mekanik, porositas,

karakteristik fluiditas dan tingkat modifikasi serta menurunkan DAS (dendrite arm spacing).

2) Kekerasan optimum dicapai pada 0.1 wt.% Ti dan 0.018 wt.% Sr yaitu sebesar 52.48 HRB pada bagian tipis dan 51.30 HRB bagian tebal.

3) Nilai kekuatan optimum dicapai pada 0.1 wt.% Ti dan 0.018 wt.% Sr yaitu sebesar 251.1 MPa sedangkan nilai elongasi optimum pada 0.1 wt.% Ti dan 0.025 wt.% Sr sebesar 2.1 %. Namun, nilai elongasi yang didapat dalam penelitian ini dianggap tidak merepresentasikan keuletan paduan aluminium AC4B.

4) Pada komposisi 0.1 wt. % Ti, penambahan 0.003 wt. % Sr meningkatkan nilai fluiditas sebesar 40.1 cm menjadi 59.0 cm. Penambahan Sr pada komposisi 0.018 wt. % Sr meningkatkan nilai fluiditas dari 59.0 cm menjadi 63.4 cm dibandingkan dengan penambahan Sr sebelumnya. Sedangkan penambahan 0.025 wt. % Sr menurunkan nilai fluiditas dari 63.4 cm menjadi 50.2 cm dibandingkan dengan penambahan 0.018 wt. % Sr.

5) Kombinasi penambahan Ti dan Sr meningkatkan kuantitas dan kualitas porositas. Dimana peningkatan ini sebanding dengan peningkatan Sr yang ditambahkan. Selain itu dengan kombinasi penambahan Ti dan Sr, porositas lebih terdistribusi merata pada seluruh bagian benda cor dan memiliki bentuk yang bulat dan irregular sebagian.

6) Nilai DAS terendah dicapai pada komposisi 0.1 wt. % Ti dan 0.018 wt. % Sr yaitu sebesar 13.4 µm pada bagian tipis dan 27.2 µm pada bagian tebal.

7) Pada komposisi 0.1 wt. % Ti, derajat modifikasi pada penambahan 0.003 wt. % Sr adalah kelas B dengan struktur lamelar. Penambahan 0.0018 wt. % Sr derajat modifikasinya adalah kelas E dengan struktur silikon fibrous.Pada 025 wt. % Sr derajat modifikasinya dikategorikan kelas D struktur fibrous bercampur lamelar.

8) Penggabungan proses modifikasi dan penghalusan butir akan menghasilkan struktur kristal yang termodifikasi menjadi struktur fibrous dan dendrit yang halus dengan hasil optimum pada 0.1 wt. % Ti dan 0.018 wt. % Sr serta terjadi peristiwa overmodifikasi pada level 0.025 wt. % Sr.

Ucapan Terima Kasih Penelitian ini dibiayai melalui skema Hibah Kompetitif Strategis Nasional Universitas Indonesia 2009. Ucapan terima kasih kepada PT. Astra Honda Motor yang telah menyediakan dapur LPDC.

ReferensiAsenio, Juan. Lozano. Beatriz, Suarez.Pena. Effect of Addition of Refiners and/or Modifiers

on the Microstructure of Die Cast Al-12Si Alloys. Scripta Materialia 2006, 54, 943-947.

Backerud, Lennart et al. 1996. Foundry Alloy Volume 2: Solidification of Aluminum Alloy. Sweden: Department of Structural Chemistry University of Stockholm.

Easton, Mark & St. John, David. Grain Refinement of Aluminum Alloys: Part I. The Nucleant and Solute Paradigms – A Review of the Literature. Australia: University of Queensland. Met Mat Trans A 1999; 30A: 1613-1623.

Gruzleski, John E, Closset, Bernard M. 1990. The Treatment of Liquid Aluminum Silicon Alloys. Illinois: American Foundrymen’s Society Inc.

Haque M.M., Maleque, M.A. Effect of process variables on structure and properties of aluminum-silicon piston alloy. Journal of Material Processing Technology 1988. 77, 122-28.

Johnsson, M. 1993. Ph.D Thesis, Stockholm: Stockholm University.

Liao, H., Y.Sun.Correlation between mechanical properties and amount of dendritic alpha-Al phase in as-cast near-eutectic Al-1.6% Si alloys modified with stronsium. Journal of Material Science 2002, Vol. 37,pp. 3489-3495.

Rao, A. K. Prasada et al. Improvement in tensile strength and load bearing capacity during dry wear pf Al-7Si alloy by combined grain refiner and modification. Journal of Material Science and Engineering 2005 A 395.

Spittle, J.A, Sadli, S, Effect of alloy variables on grain refinement of binary aluminum-alloys with Al–Ti–B. Mater Sci Tech 1995; 11: 533-537.

Zhang, M. X, P.M. Kelly, M.A. Easton, J.A. Taylor. Crystallographic study of grain refinement in aluminum alloys using the edge-to-edge matching model. Acta Materialia 2005; 53:1427–1438.