112
PERSEPSI IBU DI FLORES TERHADAP BERPIKIR KRITIS PADA ANAK Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Disusun Oleh : Gabriela Elisabeth Edawani 129114041 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

PERSEPSI IBU DI FLORES TERHADAP BERPIKIR KRITIS PADA

ANAK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Gabriela Elisabeth Edawani

129114041

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

iv

HALAMAN MOTTO

“And now here is my secret, a very simple secret: It is only with the heart that one

can see rightly. What is essential is invisible to the eye.” - Antoine de Saint-

Exupéry

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini secara khusus dipersembahkan untuk:

Mama dan Papa yang selalu ada, yang takkan kulupa.

Piter, yang selalu jadi temanku bertumbuh dan bertambah dewasa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

vii

PERSEPSI IBU DI FLORES TERHADAP BERPIKIR KRITIS PADA ANAK

Gabriela Elisabeth Edawani

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap persepsi ibu di Flores terhadap berpikir kritis pada anak, khususnya bagaimana ibu memahami dan menilai berpikir kritis pada anak, yang meliputi kemampuan maupun disposisi berpikir kritis. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan analisis isi kualitatif sebagai metode analisis data. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Focus Group Discussion, yang melibatkan 22 orang ibu dari tiga daerah di Larantuka, Flores Timur, yang berpartisipasi dalam tiga kelompok FGD yang berbeda. Kredibilitas penelitian ini dapat dilihat dengan mengklarifikasi bias, membangun kepercayaan partisipan, melakukan thick description dan melakukan FGD pada tiga kelompok partisipan yang berbeda, memastikan tidak adanya pergeseran kode, mengarsip data-data yang diperoleh, serta melakukan beberapa try out sebelum mengambil data yang sebenarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para ibu di Flores memiliki pemahaman yang cukup luas dan mencakup hampir semua kategori berpikir kritis, baik dalam hal kemampuan maupun disposisi berpikir kritis. Walaupun begitu, penilaian ibu di Flores terhadap berpikir kritis pada anak masih mengandung kontradiksi antara penilaian positif dan negatif. Beberapa ibu juga masih ragu-ragu dalam menentukan penilaian. Bila dibandingkan, kemampuan berpikir kritis pada anak cenderung dinilai secara positif, sedangkan disposisi berpikir kritis pada anak lebih banyak dinilai secara negatif oleh para ibu di Flores.

Kata kunci: berpikir kritis, anak, persepsi, ibu, Flores, budaya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

viii

MOTHER’S PERCEPTION TOWARDS CRITICAL THINKING ON CHILDREN IN FLORES

Gabriela Elisabeth Edawani

ABSTRACT

This research aimed to reveal the perception of mothers in Flores towards critical thinking in children, especially their understanding and judgment on this particular subject, whichincludes the skills and dispositions of critical thinking in children. This is a qualitative research that used qualitative content analysis as the data analysis method. The method used to collect the data is Focus Group Discussion, involving 22 mothers from 3 regions in Larantuka, East Flores, who participated in three different Focus Group Discussion sessions. This research’s credibility was based on the researcher’s efforts to clarify biases, built participant’s trust, employed thick description and collecting the data from three different groups. The researcher also made sure that there’s no change of the coding’s meaning, archived all collected data, and employed several try outs before taking the real data. The results showed that mothers’ understanding of critical thinking in children is quite comprehensive and included almost every category of critical thinking skill and disposition that the experts had made. Nevertheless, the mother’s judgment towards critical thinking in children still contains contradiction between positive and negative judgments.Some mothers are still in doubt of deciding whether critical thinking in children is evaluated positively or negatively. If compared, critical thinking skill in children tends to be perceived positively, while critical thinking disposition tends to be viewed negatively.

Keywords: critical thinking, child, perception, mother, Flores, culture.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan atas berkat dan kasih karunia-Nya kepada

peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Peneliti

berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan menginspirasi para pembaca.

Penyusunan skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan YME yang telah menginspirasi penulisan skripsi ini dari awal hingga

akhir, juga yang telah memberikan hikmat, pengertian, dan dorongan

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma yang turut memberikan motivasi selama

penulisan skripsi ini.

3. Bapak P. Eddy Suhartanto, M. Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma

4. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya., selaku dosen pembimbing skripsi yang

selalu sabar membimbing dan memotivasi penulis menyusun skripsi dari

tahap ke tahap.

5. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si., selaku dosen pembimbing akademik yang

telah mendampingi proses kuliah dari awal hingga akhir, memberikan

nasihat-nasihat, dan motivasi untuk mengembangkan diri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

xi

6. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi. dan ibu Diana Permata Sari, M.Sc., yang telah

memberikan banyak masukan-masukan yang berarti demi mengembangkan

dan memperbaiki skripsi yang telah saya buat ini.

7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah

berbagi ilmu, pengalaman, dan memberikan inspirasi untuk berkarya di dunia

psikologi.

8. Mama, Papa, dan Piter yang selalu mendukung, mendorong, dan mendoakan

dalam proses hingga skripsi ini selesai. Terima kasih, terima kasih, terima

kasih. I love you beyond words. Takkan kulupa :)

9. Agatha, Melani, dan Rezky yang selalu setia menghadapi aku dan

kerumitanku, dan juga semua teman-teman di Fakultas Psikologi Sanata

Dharma yang sudah memberi dorongan, selalu mengingatkan, mendukung

dan menyemangati selama berkuliah dan selama mengerjakan skripsi.

Terimakasih!

10. Teman-teman satu bimbingan skripsi “Anak-anak Profesor” yang sangat

suportif dan gayeng! Bangga bisa punya kelompok bimbingan yang bisa

seperti kalian! Khususnya untuk Ci Vania dan Ka Pika, juga Reka, Rikjan,

Lenny, Raras, Mba Maria dan Mas Tama, dan semua anggota geng yang

sudah sering sekali saya repotkan dengan pertanyaan-pertanyaan dan

kebingungan saya. Thank you dan semangat untuk yang masih berjuang!

11. Untuk Om Oncu, Mama Oa, dan Tanta Eda yang sudah ikut sibuk dalam

penelitian ini, dan tentunya untuk semua Om Tanta, Kaka Ade, Opa Oma dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

xii

semua keluarga di Larantuka yang selalu mendukung dengan tulus dan penuh

kasih. Saya sangat bersyukur punya kalian semua. You are my new home.

12. Untuk Opa Ulen dan Opa Bence yang sudah jadi narasumber yang spesial dan

memberi pandangan-pandangan luar biasa mengenai Lamaholot dan Flores

Timur. I’m so proud beyond words.

13. Untuk Opa Inyo Fernandez, yang sejak awal proses skripsi sudah memberi

dukungan dan dorongan yang sangat berharga untuk Elni, dan berdiskusi

serta memberi masukan mengenai budaya dan perkembangan di Flores

Timur. Juga untuk Tante Marni yang selalu hadir dengan tangan terbuka dan

membantu ketika Elni kesulitan. Thank you, thank you, I’m forever thankful!

14. Semua ibu di Larantuka yang sudah bersedia diajak berdiskusi dan berbagi,

terimakasih untuk semua cerita yang berkesan, terimakasih untuk kesediaan

dan keterbukaannya. Tanpa Tanta semua, skripsi ini tidak berjalan.

Terimakasih!

15. Untuk teman-teman berkesenian dalam musik maupun seni rupa, teman-

teman di Sadharjazz, Jazz Mben Senen, teman-teman ngeband di sana sini,

teman-teman melukis dan berburu event dari berbagai tempat. Terimakasih

untuk kesempatan dan semua pembelajarannya. Tanpa kalian semua, saya

pasti sudah menjadi zombie yang menyeret langkah tanpa nyawa. ;)

16. Untuk keluarga UKM Taekwondo Sanata Dharma baik yang masih aktif

maupun yang sudah veteran. Sekali keluarga tetap keluarga! <3

17. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, yang telah

membantu dan memberikan dukungan selama ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

xiii

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak

kekurangan. Oleh karena itu, peneliti terbuka kepada setiap kritik dan saran yang

disampaikan demi perkembangan yang lebih baik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING....................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii

HALAMAN MOTTO ............................................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA........................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................................ vii

ABSTRACT ........................................................................................................... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.. ix

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix

DAFTAR ISI........................................................................................................ xiv

DAFTAR TABEL............................................................................................... xiiii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xviii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xix

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1

A. Latar Belakang........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 9

C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian................................................................................ 10

1. Manfaat Teoritis ............................................................................... 10

2. Manfaat Praktis ................................................................................ 10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

xv

3. Manfaat Kebijakan ........................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 12

A. Berpikir Kritis....................................................................................... 12

1. Definisi Berpikir Kritis .................................................................... 12

2. Komponen-komponen Berpikir Kritis ............................................. 13

B. Berpikir Kritis pada Anak..................................................................... 20

C. Persepsi Orangtua Terhadap Berpikir Kritis pada Anak....................... 23

D. Orangtua di Flores ................................................................................ 26

E. Kerangka Konseptual ........................................................................... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 31

A. Jenis dan Desain Penelitian .................................................................. 31

B. Fokus Penelitian ................................................................................... 32

C. Partisipan .............................................................................................. 33

D. Peran Peneliti........................................................................................ 35

E. Metode Pengambilan Data.................................................................... 36

1. Protokol Observasi........................................................................... 37

2. Protokol FGD................................................................................... 38

3. Perekaman Data ............................................................................... 39

F. Analisis dan Interpretasi Data .............................................................. 40

G. Kredibilitas Penelitian .......................................................................... 43

H. Isu-Isu Etis yang Mungkin Muncul ...................................................... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 47

A. Pelaksanaan Penelitian dan Observasi.................................................. 47

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

xvi

B. Hasil Penelitian..................................................................................... 49

1. Pemahaman Ibu terhadap Berpikir Kritis pada Anak ...................... 49

2. Penilaian Ibu terhadap Berpikir Kritis pada Anak ........................... 58

3. Temuan-temuan Tambahan............................................................... 63

C. Pembahasan .......................................................................................... 71

1. Pemahaman Ibu terhadap Berpikir Kritis pada Anak ...................... 71

2. Penilaian Ibu terhadap Berpikir Kritis pada Anak ........................... 76

BAB V PENUTUP................................................................................................ 82

A. Kesimpulan........................................................................................... 82

B. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 85

C. Saran ..................................................................................................... 86

1. Bagi Peneliti Selanjutnya.................................................................. 86

2. Bagi Para Ibu .................................................................................... 86

3. Bagi Pemerintah atau Instansi Terkait .............................................. 87

DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 88

LAMPIRAN.......................................................................................................... 91

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Diri Partisipan ..................................................................................34

Tabel 2. Protokol FGD ...........................................................................................38

Tabel 3. Kriteria Koding.........................................................................................41

Tabel 4. Ringkasan Hasil FGD...............................................................................70

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Penelitian ..................................................................................30

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Contoh Protokol Observasi................................................................91

Lampiran 2. Contoh Informed Consent..................................................................92

Lampiran 3. Contoh Lembar Identitas ...................................................................93

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi ini, berpikir kritis menjadi semakin penting untuk

dimiliki setiap orang. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak juga perlu dilatih dan

diajarkan untuk berpikir kritis. Salah satu alasannya adalah kehadiran informasi

yang kini membombardir kita melalui media dan teknologi yang berkembang

sangat pesat dan semakin mudah diakses bahkan oleh anak-anak, misalnya

pornografi atau media yang mengandung unsur kekerasan yang dapat diperoleh

melalui internet ataupun layar televisi. Apabila tidak berhati-hati, anak-anak dapat

mengalami kecanduan pornografi, terpengaruh konten-konten kekerasan yang

banyak ditemui di media, ataupun terjerumus ke dalam kejahatan yang berbasis

online. Bahkan menurut data yang diambil oleh Komisi Perlindungan Anak

Indonesia sejak tahun 2011 hingga 2014, dalam kurun waktu empat tahun ini saja,

jumlah anak korban pornografi dan kejahatan online di Indonesia telah mencapai

1.022 anak (Setyawan, 2015). Mengingat urgensi dari permasalahan ini, langkah

yang perlu dilakukan adalah memberi anak-anak dasar yang kuat, sehingga

mampu memilah informasi yang baik dan yang buruk. Salah satu dasar yang

dimaksud adalah berpikir kritis.

Berpikir kritis adalah berpikir yang reflektif, masuk akal, dan berfokus

untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan (Ennis, 2011).

Berpikir kritis mencakup sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-

masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

2

pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis, serta

keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut (Glaser, 1941, dalam

Fisher, 2001). Berpikir kritis termasuk salah satu higher order thinking atau

proses berpikir tingkat tinggi dan tidak sama dengan kemampuan-kemampuan

maupun proses kognitif yang sederhana (Nieto & Saiz, 2011). Orang yang

berpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

memproses apa yang diterima tersebut sehingga dapat menentukan apa yang akan

diyakini dan dipercaya.

Berpikir kritis terdiri dari kemampuan berpikir kritis dan disposisi berpikir

kritis. Kemampuan berpikir kritis merupakan komponen kognitif dari berpikir

kritis. Dari hasil konsensus 46 ahli dalam penelitian dengan teknik Delphi tentang

Keterampilan dan Sub-Keterampilan dasar Berpikir Kritis, disepakati bahwa

kemampuan berpikir kritis terdiri dari 6 komponen, yaitu kemampuan

menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi, melakukan inferensi,

mengeksplanasi, serta melakukan swa-regulasi. Kemampuan menginterpretasi

adalah kemampuan untuk memahami dan mengungkapkan arti atau signifikansi

dari suatu hal. Kemampuan menganalisis adalah kemampuan mengamati ide-ide

dan mengidentifikasi bagian-bagian serta relasi-relasi antar bagian tersebut.

Kemampuan mengevaluasi merupakan kemampuan untuk memeriksa kredibilitas

dan kekuatan logis dari pernyataan, klaim, argumen, atau bentuk representasi lain.

Kemampuan melakukan inferensi mengacu pada kemampuan untuk menarik

kesimpulan, memikirkan alternatif-alternatif, serta menemukan bukti-bukti yang

dibutuhkan untuk menarik kesimpulan tersebut. Kemampuan mengeksplanasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

3

adalah kemampuan menyatakan argumen dan hasil penalaran beserta prosedur

yang dilakukan. Sedangkan kemampuan untuk melakukan swa-regulasi berarti

kemampuan untuk memeriksa penalaran diri dan melakukan koreksi apabila

ditemui suatu kesalahan (Facione, 1990).

Disposisi berpikir kritis menurut Facione, Facione dan Giancarlo (2000)

adalah motivasi internal yang konsisten untuk menggunakan kemampuan berpikir

kritis dalam rangka menentukan apa yang akan dipercaya atau dilakukan.

Terdapat sejumlah disposisi berpikir kritis yang telah diungkapkan para ahli

(Facione, 1990; Lai, 2011; Kennedy, Fisher, & Ennis, 1991; Bailin et al., 1999)

yang dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok besar, yaitu kecenderungan

berpikir yang tidak berat sebelah, sikap ingin tahu, kecenderungan untuk

menggunakan penalaran, serta kecenderungan berpikir yang sistematis.

Kecenderungan berpikir yang tidak berat sebelah adalah kecenderungan untuk

bersikap objektif dan terbuka terhadap pandangan-pandangan yang berbeda. Sikap

ingin tahu mencakup keinginan untuk berpengetahuan luas, kecenderungan untuk

selalu bertanya serta ingin tahu bagaimana hal-hal bekerja. Kecenderungan untuk

menggunakan penalaran adalah disposisi untuk tidak mudah percaya tanpa bukti,

senang menalar, cenderung menggunakan logika ketimbang pengambilan

keputusan tanpa dasar, serta tanggap terhadap situasi yang membutuhkan

penalaran. Sedangkan kecenderungan berpikir yang sistematis merupakan

disposisi untuk memiliki alur berpikir yang terorganisir dan teratur.

Kedua komponen ini, baik kemampuan maupun disposisi, perlu dimiliki

seseorang agar dapat berpikir kritis. Nieto dan Saiz (2011) menyatakan bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

4

selama bertahun-tahun, asesmen dan pengajaran berpikir kritis hanya difokuskan

pada peningkatan kemampuan berpikir kritis, namun belakangan ini sudah mulai

muncul pendapat dari para ahli bahwa penguasaan kemampuan berpikir kritis saja

tidak menjamin seseorang untuk berpikir kritis. Seseorang bisa saja memiliki

kemampuan untuk berpikir kritis, namun belum tentu ia akan menggunakannya

apabila tidak memiliki disposisi sebagai komponen afektif dari berpikir kritis.

Para ahli melalui penelitian dengan teknik Delphi menyatakan bahwa

kemampuan maupun disposisi berpikir kritis seharusnya diajarkan sejak masa

kanak-kanak awal (Facione, 1990). Menurut Chandra (2008), saat yang paling

tepat untuk mendorong pola pikir kritis adalah saat-saat dini di mana anak masih

berada dalam periode yang krusial dan formatif dari pertumbuhan kognitif

mereka. Ia juga mengungkapkan bahwa ide untuk mendorong berpikir kritis

bahkan pada anak-anak berusia di bawah lima tahun bukanlah sesuatu yang baru,

dan banyak penelitian telah menunjukkan bahwa berpikir kritis sudah ada pada

anak-anak dengan usia muda. Karena itulah, berpikir kritis perlu diajarkan dan

dilatih sejak usia dini, bahkan sebelum anak mulai bersekolah. Terlebih lagi,

anak-anak masih seperti kanvas kosong yang dengan cepat menerima apa yang

diajarkan secara langsung maupun tidak langsung kepada mereka. Selain itu,

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, anak-anak pada masa ini sudah

membutuhkan berpikir kritis dalam menghadapi informasi yang membombardir

anak di dunia teknologi ini. Apabila melalui proses pengasuhan kebiasaan atau

perilaku berpikir kritis tidak ditanamkan sejak kecil, atau justru dihambat serta

dianggap tabu dan tidak sopan, hal ini dapat terbawa oleh anak hingga dewasa dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

5

nantinya akan sulit untuk diubah. Di sinilah peran orang tua, khususnya ibu

sebagai caregiver dan pendidik anak di usia awal sangat besar. Ibu di Indonesia

pada umumnya lebih banyak mengasuh dan mendidik anak serta lebih banyak

menghabiskan waktu bersama anak, terutama ketika anak berusia dini, apabila

dibandingkan dengan ayah. Namun pertanyaannya adalah, apakah para ibu

memiliki pemahaman yang baik dan benar tentang berpikir kritis, serta apakah ibu

menilai berpikir kritis sebagai hal yang baik atau justru menganggapnya sebagai

hal yang buruk? Pandangan yang dimiliki ibu, yang meliputi bagaimana ibu

memahami mengenai berpikir kritis serta bagaimana ibu memberi penilaian

terhadap berpikir kritis pada anak dapat memengaruhi perilaku orang tua dan

penerapannya dalam pengasuhan, yang pada akhirnya menentukan apakah mereka

mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan kemampuan

berpikir kritis anak. Pemahaman dan penilaian ibu tersebut dapat didalami lebih

jauh melalui persepsi ibu terhadap berpikir kritis pada anak.

Sudah banyak penelitian yang dilakukan terkait dengan berpikir kritis,

namun penelitian-penelitian yang dilakukan pada umumnya masih lebih terfokus

pada dunia pendidikan, seperti penelitian Richmond (2007), yang membahas

bepikir kritis dalam dunia pendidikan di negara-negara berkembang. Ia melakukan

eksperimen tentang bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir kritis pelajar

di negara berkembang, dan meneliti bagaimana kesadaran terhadap kebutuhan

berpikir kritis beserta halangan-halangan yang ditemui. Terdapat juga penelitian

dari Lun (2010) yang membahas bagaimana berpikir kritis pada mahasiswa di

universitas dipengaruhi oleh budaya, khususnya budaya kolektif di Asia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

6

Penelitian-penelitian yang dilakukan juga lebih banyak melihat berpikir

kritis dengan anak sebagai fokusnya, bukan pada orang tua yang sebenarnya

berperan penting untuk membentuk kemampuan berpikir kritis anak. Padahal

menurut Seitz dan Provence (1990, dalam Duncan & Magnuson, 2004), intervensi

yang berfokus langsung pada orang tua akan memberi hasil yang efisien,

mengingat orang tua berperan sebagai pendidik pertama dan terbaik bagi anak.

Walaupun begitu, terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2008),

yang mengungkap perkembangan berpikir kritis pada anak berusia 4 sampai 5

tahun beserta program yang dapat diterapkan bagi ibu untuk dapat menciptakan

interaksi yang mendukung pola pikir kritis anak di Indonesia. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa anak-anak dengan usia sangat muda sudah menunjukkan

komponen kognitif maupun afektif dari berpikir kritis, serta bahwa program

intervensi yang diberikan pada ibu sebagai caregiver utama bagi anak, dapat

meningkatkan perkembangan berpikir kritis pada anak. Penelitian ini

menyarankan peneliti selanjutnya untuk mengambil sampel yang lebih luas atau

dari setting atau konteks yang berbeda, mengingat penelitian ini hanya melibatkan

para partisipan yang berdomisili di Jakarta. Selain itu, ia juga menyarankan agar

peneliti selanjutnya lebih mendalami kesiapan para ibu di Indonesia untuk terlibat

dalam usaha-usaha meningkatkan pola pikir kritis anak, agar selanjutnya

informasi ini dapat digunakan untuk mendukung intervensi yang diterapkan pada

orang tua.

Akan tetapi, peneliti belum pernah menemukan penelitian yang mendalami

kesiapan ibu untuk menyediakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

7

berpikir kritis pada anak, yang dapat dilihat salah satunya melalui bagaimana ibu

memahami dan menilai berpikir kritis pada anak. Penelitian yang membahas

anggapan masyarakat dalam budaya Indonesia terhadap berpikir kritis memang

sudah pernah dilakukan, misalnya penelitian Chandra (2004) tentang berpikir

kritis pada budaya Jawa, Batak Toba, dan Minangkabau. Penelitian ini melihat

nilai-nilai apa saja yang dianggap penting atau diinginkan dalam masing-masing

budaya dan pandangan atau praktik apa saja dalam budaya tersebut yang dapat

mendukung maupun menghambat berpikir kritis pada masyarakatnya. Akan

tetapi, penelitian ini masih lebih berfokus pada masyarakat umum, bukan pada ibu

terkait pengasuhan terhadap anak. Penelitian ini memang mengungkap secara

singkat bagaimana orang tua di Indonesia merespon rasa ingin tahu dan perilaku

bertanya pada anak, namun hal ini tidak diteliti lebih lanjut dan mendalam.

Penelitian ini juga hanya menggunakan subjek dari para petinggi adat dan

kalangan yang berpendidikan tinggi, sehingga kurang menggambarkan

masyarakat awam atau mereka yang berasal dari kalangan menengah ke bawah.

Penelitian ini juga tidak mendalami hingga komponen-komponen kemampuan

maupun disposisi berpikir kritis.

Selain itu, kebanyakan penelitian yang telah diuraikan peneliti sebelumnya

dilakukan pada subjek di daerah Jawa dan Indonesia bagian Barat, dan sangat

jarang atau bahkan belum ada yang meneliti hal sejenis pada masyarakat di

Indonesia bagian Timur, misalnya daerah Flores, Nusa Tenggara Timur. Padahal

budaya, kebiasaan, serta nilai-nilai yang dianggap penting oleh ibu di Flores

tentunya memiliki perbedaan dengan daerah-daerah lain, mengingat tingginya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

8

keberagaman dan kebudayaan di antara daerah-daerah yang berbeda di Indonesia.

Budaya Lamaholot di Flores juga mendukung daya kritis melalui praktik

musyawarah yang demokratis, di mana terdapat anggapan bahwa pembicaraan

bersama mengawali segala kegiatan bersama (Hayon, 2008). Namun menurut

seorang ahli budaya Flores Timur, Dus Letor, kekritisan yang sebenarnya dimiliki

orang-orang Flores seringkali tidak diekspresikan karena lingkungan

bertumbuhnya anak yang menumbuhkan rasa takut untuk bicara, yang terbawa

hingga dewasa dalam kehidupan bermasyarakat (komunikasi pribadi, 25

November, 2016). Selain itu, tingkat ekonomi, pembangunan serta kualitas

pendidikan di Nusa Tenggara Timur masih tergolong rendah. Dengan berusaha

meningkatkan pola pikir kritis pada anak-anak sebagai generasi penerus,

masyarakat diharapkan dapat berkembang hingga mencapai tingkat yang lebih

baik, baik dalam hal pendidikan maupun kehidupan ekonomi dan sosial. Selain itu

pula, berdasarkan pengalaman dan pengamatan peneliti, masyarakat Flores

banyak yang bermigrasi ke kota-kota lain di luar pulau. Apabila tidak diimbangi

dengan pola pikir kritis, dikhawatirkan mereka akan kesulitan dalam mengambil

keputusan-keputusan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka di tanah

perantauan. Selain itu, hidup berdampingan dengan etnis lain juga dapat

menyebabkan konflik apabila tidak disertai pola pikir yang terbuka dan mau

melihat sudut pandang yang berbeda.

Melihat defisiensi-defisiensi tersebut, peneliti beranggapan bahwa perlu

dilakukan sebuah penelitian yang berfokus pada bagaimana ibu mempersepsikan

berpikir kritis pada anak, khususnya membahas bagaimana pemahaman dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

9

penilaian ibu terhadap hal tersebut. Penelitian ini akan melibatkan para ibu di

Flores yang sedang mengasuh anak berusia 3 hingga 5 tahun, yang terdiri dari

latar belakang yang berbeda-beda, misalnya dalam hal usia atau tingkat

pendidikan. Penelitian ini juga tidak hanya melihat berpikir kritis secara umum,

namun juga melingkupi komponen-komponen kemampuan maupun disposisi

berpikir kritis, yang diharapkan dapat memberi gambaran yang mendalam

mengenai persepsi ibu terhadap berpikir kritis pada anak.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana persepsi ibu di Flores terhadap berpikir kritis pada anak?

Pertanyaan turunan:

a. Bagaimana pemahaman ibu di Flores terhadap berpikir kritis pada anak?

b. Bagaimana penilaian ibu di Flores terhadap berpikir kritis pada anak?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi persepsi orang tua, khususnya

para ibu di Flores terhadap berpikir kritis pada anak. Melalui Focus Group

Discussion yang dilakukan terhadap para ibu yang sedang mengasuh anak

prasekolah (3-5 tahun), diharapkan penelitian ini dapat mengungkap bagaimana

ibu dengan latar belakang budaya Flores mempersepsikan perilaku berpikir kritis

pada anak, sehingga dapat memberi gambaran mengenai kesiapan para ibu di

Flores untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak untuk berpikir

kritis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

10

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan di

bidang psikologi dan menambah wawasan kepustakaan yang cukup mendalam

mengenai persepsi orang tua di Indonesia terhadap berpikir kritis pada anak.

Selain itu, penemuan yang terkait dengan budaya dapat memberi wawasan baru

dalam bidang psikologi lintas-budaya, khususnya pada etnis Flores yang masih

memerlukan pembangunan dan pengembangan.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk

meningkatkan kualitas pengasuhan orang tua di Flores. Dengan mengetahui

tingkat pemahaman para ibu di Flores mengenai berpikir kritis pada anak serta

melihat apakah masih banyak pandangan negatif para ibu terhadap anak yang

berpikir kritis, dapat dirancang program intervensi atau sosialisasi yang dapat

meningkatkan pemahaman ibu tentang berpikir kritis pada anak dan mengurangi

penilaian negatif yang dimiliki ibu, agar nantinya para ibu dapat menciptakan

lingkungan yang lebih kondusif pada anak untuk berpikir kritis.

3. Manfaat Kebijakan

Penelitian ini diharapkan juga dapat membantu pengambilan kebijakan oleh

pemerintah, terutama pemerintah daerah Flores dalam bidang pendidikan dan

perkembangan anak. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar penyuluhan yang

dilaksanakan di sekolah-sekolah terhadap orang tua murid maupun langsung ke

berbagai lapisan masyarakat agar lebih memahami dan menyadari pentingnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

11

berpikir kritis pada anak, dengan tetap mempertimbangkan aspek budaya yang

terdapat dalam masyarakat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan mengenai berpikir kritis, dan

secara khusus berpikir kritis pada anak. Hal ini mencakup definisi dan komponen

berpikir kritis serta usia dimulainya berpikir kritis pada anak. Kemudian penulis

akan menjelaskan mengenai persepsi orang tua serta pandangan orang tua di

Indonesia pada umumnya terhadap berpikir kritis, khususnya berpikir kritis pada

anak. Penulis juga akan menggambarkan secara singkat karakteristik orang tua di

Flores beserta budaya Lamaholot yang terkait dengan berpikir kritis maupun

pengasuhan pada anak, sebelum akhirnya menjabarkan kerangka konseptual dari

penelitian ini.

A. Berpikir Kritis

1. Definisi Berpikir Kritis

Critical thinking atau berpikir kritis adalah berpikir yang masuk akal dan

reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau

dilakukan (Ennis, 2011). Berpikir kritis juga dijelaskan sebagai: (a) sikap mau

berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada

dalam jangkauan pengalaman seseorang; (b) pengetahuan tentang metode-metode

pemeriksaan dan penalaran yang logis; serta (c) keterampilan untuk menerapkan

metode-metode tersebut (Glaser, 1941, dalam Fisher, 2001).

Fisher (2001) menjelaskan bahwa berpikir kritis berbeda dengan berpikir

tidak reflektif, jenis berpikir di mana kita langsung mengarah ke kesimpulan, atau

menerima beberapa bukti, tuntutan atau keputusan begitu saja, tanpa sungguh-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

13

sungguh memikirkannya. Hal ini dapat disebut sebagai cara berpikir yang pasif,

berlawanan dengan cara berpikir kritis yang aktif mencari bukti-bukti,

mempertanyakan, dan sebagainya. Dijelaskan pula bahwa berpikir kritis

merupakan aktivitas yang membutuhkan kemampuan-kemampuan tertentu,

misalnya kemampuan menginterpretasi dan mengevaluasi, memikirkan asumsi-

asumsi, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan, serta menarik

implikasi-implikasi dalam memikirkan dan memperdebatkan isu-isu. Fisher juga

mengungkapkan bahwa seseorang yang berpikir kritis meyakini bahwa terdapat

situasi-situasi, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam konteks tertentu,

yang perlu dihadapi dengan pemikiran yang kritis dan reflektif, sehingga ia akan

cenderung menerapkan berpikir kritis pada situasi-situasi tersebut. Hal-hal ini

mengarah pada dua komponen dari berpikir kritis, yaitu kemampuan dan

disposisi.

2. Komponen-komponen Berpikir Kritis

Berpikir kritis terdiri atas dua komponen, yaitu: (a) skill atau kemampuan

berpikir kritis, serta (b) disposisi, kebiasaan, dan karakter kepribadian untuk

berpikir kritis (Nieto & Saiz, 2011). Kennedy et al. (1991) mengungkapkan bahwa

kemampuan berpikir kritis merupakan komponen kognitif dari berpikir kritis,

sementara disposisi berpikir kritis merupakan komponen afektif, di mana

keduanya akan membentuk perilaku berpikir kritis yang diwujudkan pada diri

seseorang. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, selama bertahun-tahun

pendekatan dalam berpikir kritis hanya ditekankan pada komponen kemampuan

saja. Padahal, baik kemampuan maupun disposisi sangat dibutuhkan. Tanpa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

14

kemampuan berpikir kritis, seseorang belum tentu berkeinginan untuk berpikir

kritis, sedangkan hanya memiliki disposisi pun tidak cukup, karena walaupun

berkeinginan, individu tersebut tidak akan tahu cara berpikir kritis (Nieto & Saiz,

2011).

a. Kemampuan berpikir kritis

Dalam review yang dilakukan oleh Lai (2011) diungkapkan bahwa

terdapat banyak pendapat ahli mengenai kemampuan berpikir kritis. Para ahli

cenderung sependapat tentang kategori-kategori kemampuan apa saja yang

dimiliki orang yang berpikir kritis, yang meliputi kemampuan menganalisis,

melakukan inferensi, menilai, membuat keputusan atau menyelesaikan masalah,

kemampuan mengajukan dan menjawab pertanyaan untuk mengklarifikasi,

mendefinisikan istilah-istilah, mengidentifikasi asumsi-asumsi, menginterpretasi

dan menjelaskan, mengungkapkan penalaran secara verbal, memprediksi, dan

melihat kedua sisi dari suatu masalah (Ennis, 1985; Facione, 1990; Halpern, 1998;

Paul, 1992; Willingham, 2007; Case, 2005; Lipman, 1988; Tindal & Nolet, 1995;

Paul, 1992, dalam Lai, 2011). Penelitian dengan teknik Delphi pada tahun 1988

sampai 1989 yang melibatkan 46 ahli di bidang berpikir kritis telah

mengkategorikan kemampuan-kemampuan tersebut menjadi 6 kelompok

kemampuan, yaitu kemampuan menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi,

melakukan inferensi, mengeksplanasi, dan melakukan swa-regulasi (Facione,

1990). Keenam kategori inilah yang akan digunakan dalam penelitian ini, karena

pengelompokan kategori yang komprehensif dan banyak digunakan oleh

kebanyakan jurnal yang membahas tentang berpikir kritis. Bahkan kategori ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

15

digunakan untuk membuat alat tes dalam hal kemampuan berpikir kritis (Facione,

2013). Kemampuan-kemampuan ini pada hakikatnya merupakan proses-proses

kognitif yang dijelaskan dalam taksonomi Bloom (Anderson & Krathwohl, 2000).

Namun dalam taksonomi Bloom, kategori-kategori ini diterapkan dalam berbagai

konteks yang bersifat umum, sedangkan dalam teori berpikir kritis hanya

dikhususkan pada argumen, klaim, pemikiran dan bentuk representasi lainnya.

Keenam kategori ini dijelaskan sebagai berikut:

1) Menginterpretasi. Secara umum kemampuan ini diartikan sebagai

kemampuan untuk menafsirkan dan memaknai informasi yang diterima.

Menginterpretasi berarti mengubah dari suatu bentuk representasi ke dalam

bentuk representasi lain (Anderson & Krathwohl, 2000). Kemampuan ini juga

mencakup kemampuan seseorang untuk memahami dan mengungkapkan arti atau

signifikansi dari suatu hal, dengan mendeskripsikan dan mendefinisikan suatu hal,

menyebutkan, mengartikan, memahami makna tersirat maupun tersurat dari suatu

pernyataan, mengelompokkan suatu hal dalam suatu kategori tertentu, serta

memparafrasekan suatu informasi dengan kata-kata sendiri atau dengan bentuk

ungkapan lain (Facione, 1990). Kemampuan menginterpretasi ini berbeda dari

sekadar mengerti dan memahami suatu hal, di mana terdapat penekanan pada

aktivitas memaknai atau menafsirkan suatu hal berdasarkan pemahaman atau

skema tertentu yang dimiliki seseorang.

2) Menganalisis. Kemampuan ini melibatkan aktivitas mengidentifikasi

permasalahan-permasalahan, argumen-argumen, ide-ide, serta elemen-elemen

yang tersirat maupun tersurat dalam suatu pernyataan atau argumen dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

16

menguraikan serta menganalisis elemen-elemen tersebut (Facione, 1990). Hal ini

sejalan dengan pengertian menganalisis secara umum, yaitu menguraikan suatu

hal menjadi bagian-bagian dan menelaah bagian itu sendiri dan relasi-relasinya

(Anderson & Krathwohl, 2000). Misalnya, mampu mengidentifikasi pernyataan-

pernyataan yang mendukung atau menentang suatu opini penulis dalam suatu

paragraf, mencermati usulan-usulan terkait suatu masalah dan menelaah

persamaan-persamaan maupun perbedaan-perbedaannya, atau menentukan mana

yang menjadi kesimpulan utama, klaim-klaim pendukung, atau elemen-elemen

lain dalam suatu argumen (Facione, 1990).

3) Mengevaluasi. Mengevaluasi berarti membuat penilaian berdasarkan

kriteria dan standar tertentu (Anderson & Krathwohl, 2000). Standar dan kriteria

yang dimaksud di sini adalah kualitas dan kredibilitas atau seberapa suatu

pernyataan atau argumen dapat dipercaya, serta kekuatan logis yang dimilikinya

(Facione, 1990). Dalam berpikir kritis, objek yang dinilai dan dievaluasi dapat

berupa klaim, argumen, pernyataan-pernyataan, atau bentuk representasi dari

persepsi, pengalaman, situasi, penilaian, keyakinan, atau opini seseorang.

4) Melakukan inferensi. Kemampuan melakukan inferensi adalah

kemampuan untuk menarik kesimpulan, alternatif-alternatif, prediksi, dan

hipotesis dari informasi yang ada (Facione, 1990). Dalam melakukan inferensi,

seseorang harus dapat menemukan pola-pola dari serangkaian data atau informasi

yang tersedia (Anderson & Krathwohl, 2000). Inferensi mencakup kemampuan

untuk menarik kesimpulan yang beralasan, menentukan pola sebab-akibat,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

17

memprediksi, mengungkapkan dugaan, berasumsi, memperkirakan alternatif-

alternatif terhadap suatu masalah, dan sebagainya.

5) Mengeksplanasi. Kemampuan mengeksplanasi atau menjelaskan

adalah kemampuan seseorang untuk menyampaikan dan menjelaskan hasil

penalaran beserta proses penalaran yang dilakukan (Facione, 1990). Contohnya

adalah ketika seseorang menyampaikan argumen atau pendapatnya, menjelaskan

suatu hal baik secara lisan maupun tertulis, menjelaskan langkah demi langkah

penalarannya, menjelaskan dengan bukti dan data-data yang mendukung, dan

sebagainya.

6) Melakukan swa-regulasi. Kemampuan melakukan swa-regulasi adalah

kemampuan untuk memantau proses penalaran yang dilakukan diri sendiri. Hasil

konsensus para ahli yang diperoleh melalui teknik Delphi mengartikan swa-

regulasi sebagai kemampuan memantau aktivitas kognitif diri sendiri beserta hasil

penalaran dan elemen-elemen yang digunakan dalam aktivitas tersebut, yang

mencakup pemeriksaan diri dan koreksi diri (Facione, 1990). Contohnya adalah

ketika seseorang mampu merefleksikan pemikirannya sendiri, memeriksa kembali

bukti-bukti dan langkah-langkah yang digunakannya, menyadari bias yang

mungkin dimiliki, dan mengoreksi penalaran diri sendiri apabila ditemukan

kesalahan dari hasil pemeriksaan diri tersebut.

b. Disposisi berpikir kritis

Disposisi berpikir kritis adalah motivasi internal yang konsisten untuk

menggunakan kemampuan berpikir kritis dalam rangka menentukan apa yang

akan dipercaya atau dilakukan (Facione, Facione & Giancarlo, 2000). Menurut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

18

para ahli di bidang berpikir kritis, disposisi berpikir kritis atau komponen afektif

dibutuhkan untuk membuat kemampuan berpikir kritis semakin mengakar dan

bertumbuh dalam individu (Facione, 1990). Terdapat beberapa disposisi berpikir

kritis yang telah diungkapkan para ahli (Facione, 1990; Lai, 2011; Kennedy,

Fisher, & Ennis, 1991; Bailin et al., 1999) yang dapat dikelompokkan dalam 4

kelompok besar yaitu kecenderungan berpikir yang tidak berat sebelah, sikap

ingin tahu, kecenderungan untuk menggunakan penalaran, serta kecenderungan

berpikir yang sistematis. Masing-masing kategori tersebut dijelaskan sebagai

berikut:

1) Fair-mindedness atau kecenderungan berpikir yang tidak berat

sebelah. Disposisi ini menunjukkan kecenderungan untuk bersikap objektif dan

terbuka terhadap pandangan-pandangan yang berbeda. Kategori ini mencakup

berpikiran terbuka, berpikiran luas dan divergen, toleran, menghargai, dan mau

mempertimbangkan pandangan serta sudut pandang yang berbeda. Individu yang

memiliki disposisi ini juga cenderung fleksibel, peka terhadap bias, mau

mengubah pandangan dan pendirian bila bukti atau hasil penalaran berlawanan

dengan apa yang diyakini sebelumnya (bahkan jika tidak mendukung kepentingan

pribadinya), serta jujur secara intelektual. Dengan kata lain, ia dapat dikatakan

bersikap objektif dan tidak berat sebelah dalam melakukan penyelidikan atau

dalam menanggapi suatu informasi.

2) Inquiring Attitude atau sikap ingin tahu. Disposisi ini mencakup

keinginan untuk berpengetahuan luas, sikap selalu bertanya, dan ingin tahu

bagaimana hal-hal bekerja. Individu yang memiliki sikap ingin tahu ini selalu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

19

penasaran terhadap hal-hal baru, mencari alasan atau penyebab dari suatu hal,

ingin mempelajari sesuatu bahkan jika penerapannya dan manfaatnya tidak

terlihat langsung. Individu tersebut juga tidak cepat puas dengan informasi atau

pengetahuan yang terbatas.

3) Inclination to use reason atau kecenderungan untuk menggunakan

penalaran. Kategori ini mencakup disposisi untuk tidak mudah percaya tanpa

bukti, senang menalar, cenderung menggunakan logika ketimbang pengambilan

keputusan tanpa dasar, serta tanggap terhadap situasi yang membutuhkan

penalaran. Individu dengan disposisi ini juga memiliki keyakinan terhadap

penalarannya, menghargai penalaran dan hasil penalaran yang baik, menggunakan

dan menyebutkan sumber-sumber yang kredibel. Ia akan mencari informasi

seakurat mungkin, serta tetap bersandar pada alasan dan penalaran ketika

melakukan penilaian dalam konteks yang tidak pasti.

4) Systematicity atau kecenderungan berpikir yang sistematis. Disposisi

ini merupakan kecenderungan untuk memiliki alur berpikir yang terorganisir dan

teratur. Hal ini terlihat dari kecenderungan untuk fokus dan tetap menaruh

perhatian pada isu dan topik yang sedang diselidiki atau masalah yang sedang

dipecahkan, tekun, persisten dan tidak mudah menyerah, dan memiliki cara-cara

tertentu yang tersistematis dan teratur dalam hal penyelidikan ataupun pemecahan

masalah. Individu tersebut juga akan tetap memperhatikan situasi keseluruhan

atau gambaran besar dari suatu hal atau masalah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

20

B. Berpikir Kritis Pada Anak

Biasanya, berpikir kritis dilihat sebagai sebuah kualitas yang baru akan

dimiliki setelah anak cukup besar, atau bahkan seringkali hanya ditekankan pada

sekolah atau perguruan tinggi. Padahal, anak-anak dengan usia muda pun, apabila

mendapat stimulasi yang tepat, dapat memiliki baik kemampuan maupun disposisi

berpikir kritis. Sebuah studi literatur dari Lai (2011) yang membahas konsep

berpikir kritis dari pandangan berbagai ahli menemukan bahwa berlawanan

dengan teori Piaget yang mengatakan bahwa anak-anak pada tahap praoperasional

belum mampu bernalar secara abstrak dan melihat perspektif orang lain, terdapat

banyak penemuan akhir-akhir ini bahwa anak-anak berusia dini sudah terlibat

dalam banyak proses kognitif yang sama dengan yang dilakukan orang dewasa.

Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang berusia sangat

muda sudah mampu berpikir kritis atau mempelajari cara berpikir yang lebih

kompleks (Gelman & Markman, 1986; Silva, 2008; Willingham, 2007; dalam Lai,

2011).

Peneliti-peneliti awal cenderung menyimpulkan bahwa anak tidak mampu

berpikir kritis, namun menurut Kennedy et al (1991) anak seringkali dianggap

tidak mampu berpikir kritis dikarenakan kurangnya latar belakang pengetahuan

yang dimiliki anak, bukan karena anak tidak mampu berpikir kritis. Murphy et. al

(2014) juga mengungkapkan bahwa anak-anak berusia muda telah mampu

berpikir dan melakukan penalaran secara kritis, dan bahwa berpikir secara kritis

dan analitis didasarkan pada kemampuan-kemampuan yang telah berkembang

sejak masa kanak-kanak awal. Juga disebutkan bahwa anak-anak bahkan dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

21

yang berusia di bawah lima tahun telah banyak mengajukan pertanyaan dan

menunjukkan rasa ingin tahu, berusaha mencari penyebab sesuatu secara deduktif,

mengapresiasi perspektif orang lain, berpikir mengenai apa yang mereka pikirkan

(metakognisi), mengembangkan teori pikiran, dan menunjukkan banyak perilaku

lain yang dapat dikategorikan sebagai elemen dari berpikir kritis (Chandra, 2008).

Di samping itu, anak-anak juga memiliki disposisi untuk berpikir kritis yang

cukup menonjol dibandingkan dengan usia-usia lain.

Menurut Padji (1992), anak-anak dengan nafsu belajarnya merupakan

penyelidik lingkungan yang aktif. Mereka mengasah sifat keingintahuannya,

mencari pemecahan masalah dan gemar menghubung-hubungkan, mempelajari

secara langsung pelajaran yang berarti bagi diri mereka. Anak juga memiliki rasa

ingin tahu, yang ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak, di

mana masa bertanya ini dimulai pada usia 3 tahun dan mencapai puncaknya pada

usia sekitar 6 tahun (Syamsu, 2000).

Karena itulah, dorongan dan dukungan untuk berpikir kritis sudah harus

diberikan sejak anak-anak berusia dini. Para ahli menyatakan bahwa sejak usia

dini, anak-anak harus diajarkan untuk bernalar, mencari fakta-fakta yang relevan,

mempertimbangkan pilihan-pilihan, serta memahami pandangan orang lain

(Facione, 1990). Hal ini dikarenakan berpikir kritis, yang merupakan satu dari

beberapa bentuk berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking, sangat jarang

diperoleh hanya dengan perkembangan individu secara alamiah, melainkan harus

dipelajari melalui sejumlah instruksi atau pengajaran (Arons, 1979; Kuhn, 1993;

dalam Nieto & Saiz, 2011).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

22

Pada usia dini anak, terutama sebelum anak-anak mulai bersekolah, orang

tua (khususnya ibu sebagai caregiver utama) sangat berperan penting untuk

mendidik dan mengasuh anaknya. Hal ini juga didukung dengan budaya di

Indonesia yang lebih menekankan peran ibu sebagai pengasuh utama bagi anak.

Menurut Chandra (2008), ibu memegang peranan yang signifikan bagi anak

dikarenakan ibu merupakan figur utama yang mengasuh anak terutama pada anak

berusia dini, termasuk dalam hal mengembangkan dan mendorong berpikir kritis

pada anak. Anak-anak belajar berpikir secara kritis ketika mereka memiliki

kesempatan dan alasan untuk berpikir secara kritis; ketika mereka mengamati

orang lain yang berpikir secara kritis; dan ketika mereka diminta untuk

memberikan informasi, tantangan, perdebatan yang lebih didasari oleh rasa

hormat dibandingkan kekuatan dan kekuasaan (Smith, 1986, dalam Davis-Seaver,

2000). Berinteraksi dengan individu-individu yang kompeten juga sangat

memengaruhi kualitas berpikir anak-anak. Konsep Vygotsky tentang zone of

proximal development (ZPD) menyarankan bahwa melalui bimbingan dan

bantuan dari orang-orang di lingkungan sekitar, anak-anak dapat mengembangkan

cara belajar mereka (Santrock, 2012). Bimbingan dan bantuan dari figur-figur di

sekitar anak yang sangat penting bagi anak adalah dari orangtua, terutama ibu. Ibu

memegang peranan penting dalam tahap awal anak-anak belajar, di mana

pengasuhan ibu terkait pengembangan berpikir kritis pada anak tentunya akan

sangat dipengaruhi oleh bagaimana ibu memandang, bereaksi, dan berperilaku

terhadap berpikir kritis pada anak, yang dapat dilihat melalui persepsi ibu

terhadap berpikir kritis pada anak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

23

C. Persepsi Ibu Terhadap Berpikir Kritis Pada Anak

Menurut Padji (1992), orang tua memegang peranan penting dalam tahap

awal anak-anak belajar dengan memberi contoh apa yang diinginkan dan

bagaimana hal itu bisa dilakukan, melakukan koreksi dan menunjukkan kesalahan,

serta memberikan semangat dan dukungan yang penting untuk mengatasi

kemunduran dan belajar dari kegagalan. Ia juga mengungkapkan bahwa

anggapan-anggapan yang dimiliki orang tua, apabila keliru atau kurang tepat,

dapat menghambat peran penting mereka dalam meningkatkan keterampilan otak

anak-anak mereka.

Hal ini dapat dikaji lebih jauh dengan mendalami persepsi ibu terhadap

berpikir kritis pada anak. Persepsi merupakan aktivitas mengindera,

mengintegrasikan dan memberikan penilaian pada objek-objek fisik maupun

objek sosial, di mana sensasi-sensasi dari lingkungan akan diolah bersama-sama

dengan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya baik hal itu berupa harapan-

harapan, nilai-nilai, persepsi, ingatan dan lain-lain (Young, 1956). Pengertian lain

juga dikemukakan oleh Robbins dan Judge (2013) bahwa persepsi merupakan

kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian dianalisa

(diorganisir), diintepretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga individu tersebut

memperoleh makna.

Berdasarkan pengertian tersebut, dalam penelitian ini persepsi dibatasi

pada pemahaman (atau interpretasi, pemaknaan) dan penilaian (atau tanggapan

dan evaluasi) ibu terhadap berpikir kritis pada anak. Pemahaman mengacu pada

sejauh apa para ibu di Flores memahami cakupan berpikir kritis pada anak, yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

24

pada hakikatnya terdiri dari kemampuan dan disposisi. Sedangkan penilaian

mengacu pada bagaimana ibu menilai dan menanggapi berpikir kritis pada anak,

yang menekankan pada apakah ibu menganggap hal tersebut sebagai suatu hal

yang positif atau negatif.

Persepsi ini perlu diteliti karena menurut Sherif (1969, dalam Sadli, 1977),

pengalaman dan tingkah laku merupakan sebuah kesatuan. Apa yang dilakukan

seseorang baik sebagai ucapan, ekspresi, atau perilaku tidak terlepas dari caranya

mempersepsikan situasi, mengapresiasikannya, atau apa yang ia ingat mengenai

suatu hal. Berdasarkan hal ini, persepsi orang tua terhadap berpikir kritis pada

anak dapat memengaruhi perilaku orang tua dalam mengasuh anaknya, yang pada

akhirnya dapat sangat memengaruhi perkembangan berpikir kritis pada anak.

Sherif juga mengungkapkan bahwa persepsi sebagai salah satu proses psikologis

dalam diri individu dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam diri individu maupun

faktor-faktor situasi atau stimulus di luar individu. Faktor dalam diri individu

mencakup motif-motif sikap, ambisi, keadaan fisik atau mental seseorang, sikap

yang berhubungan dengan norma-norma sosial, bahasa, pengaruh dari

pengalaman yang lalu, dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor situasi atau

stimulus mencakup objek, orang, kelompok, hasil kebudayaan, dan lain-lain.

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap persepsi ibu di Indonesia

adalah faktor budaya. Mulyana (2005) mengungkapkan bahwa persepsi itu terikat

oleh budaya (culture-bound). Ia berpendapat bahwa bagaimana kita memaknai

pesan, objek, atau lingkungan bergantung pada sistem nilai yang kita anut, di

mana faktor-faktor seperti agama, ideologi, tingkat intelektualitas, tingkat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

25

ekonomi, pekerjaan, dan cita rasa dapat sangat memengaruhi persepsi seseorang

terhadap realitas.

Sayangnya, budaya Indonesia yang kurang suportif dalam mendukung

perkembangan berpikir kritis telah diungkapkan oleh para ahli dari Eropa yang

mempelajari budaya Jawa (Magnis-Suseno, 1993; Mulder, 1984; 1996, dalam

Chandra, 2008). Dijelaskan bahwa dalam masyarakat Indonesia, kepatuhan

terhadap standar-standar moral dan religius dinilai sebagai kualitas yang paling

diinginkan, sementara menjadi individu yang independen dan memiliki

kemampuan untuk mengembangkan pemikirannya dipandang tidak penting

samasekali. Keluarga, sekolah, dan masyarakat hanya memberikan kesempatan

yang terbatas bagi individu untuk mengungkapkan opini atau ide-ide mereka.

Anak-anak tidak diizinkan berbicara sebelum ditanya atau diizinkan terlebih

dahulu, terutama dalam memberi komentar yang bersifat kritis. ‘Anak yang baik’

adalah mereka yang patuh, penurut, bergantung, dan submisif. Mereka yang

independen dan menunjukkan opini pribadi yang berbeda dari pendapat figur-

figur otoritas akan dianggap tidak menunjukkan rasa hormat (Setiadi, 1986;

Chandra, 2004; dalam Chandra, 2008). Walaupun begitu, ditemukan bahwa dalam

budaya yang berbeda, pandangan terhadap berpikir kritis pada masyarakatnya

juga cukup berbeda, dan ditemukan nilai-nilai budaya yang mendukung maupun

menghambat berpikir kritis pada masyarakatnya. Nilai-nilai yang mendukung

berpikir kritis misalnya prinsip Dalihan Na tolu dari Batak Toba yang

menekankan prinsip demokratis pada masyarakatnya. Terdapat juga atmosfer

yang egalitarian dan setara dalam budaya Minangkabau, di mana setiap pendapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

26

diberi kesempatan untuk didengarkan dan dipertimbangkan. Selain itu,

penggunaan seni budaya dan artefak seringkali menjadi sarana untuk

mengungkapkan pendapat yang berbeda dalam budaya Jawa. Akan tetapi, dalam

budaya Jawa berpikir kritis dihambat oleh kepatuhan terhadap figur otoritas yang

sangat ditekankan, di mana figur otoritas dianggap selalu benar dan tidak perlu

mempertanyakan atau memperdebatkan keputusan yang diambilnya. Hal ini tidak

terlihat dalam budaya Minangkabau, yang menganggap semua orang memiliki

kedudukan yang setara dan mengambil keputusan berdasarkan suara mayoritas.

Sedangkan dalam budaya Batak Toba, walaupun orang yang lebih tua dihormati

dan masih terdapat diskriminasi gender, terdapat prinsip-prinsip untuk teguh

dalam pendirian dan berani untuk menyampaikan pendapat yang berbeda, bahkan

untuk memberi kritik dan masukan kepada para pemimpin (Chandra, 2004). Akan

tetapi, penelitian ini maupun penelitian-penelitian lain yang dilakukan di

Indonesia belum ada yang dilakukan pada Indonesia bagian Timur, misalnya pada

masyarakat Flores, Nusa Tenggara Timur. Karena itulah penelitian ini difokuskan

pada para ibu di Flores, khusunya di Larantuka.

D. Orang Tua di Flores

Flores adalah salah satu dari empat pulau besar yang berada di provinsi

Nusa Tenggara Timur. Identitas budaya yang dominan terutama di daerah

Larantuka, tempat peneliti mengambil data penelitian, adalah budaya Lamaholot,

yang mencakup masyarakat dalam wilayah Flores Timur daratan, Pulau Adonara,

Pulau Solor, dan Pulau Lembata (Bebe, 2014). Masyarakat Lamaholot memiliki

warisan visi dan misi yang masih dipertahankan hingga saat ini, di mana

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

27

masyarakat Lamaholot sangat mengutamakan “kemurnian hidup”, yang memiliki

dasar-dasar yaitu kebenaran, kejujuran, keadilan, dan kepastian (Sanga, 2008).

Masyarakat Lamaholot sangat mengutamakan seseorang untuk berkata yang

benar, bertindak dan bersikap yang benar, menjunjung tinggi kejujuran dan mau

mengakui kesalahan, bersikap adil terkait hak dan kewajiban, serta mengambil

keputusan dengan tegas dan tidak menimbulkan kebingungan. Secara umum,

peneliti beranggapan bahwa keempat dasar ini masih sejalan dengan sifat-sifat dan

kemampuan yang dimiliki orang yang berpikir kritis.

Daya kritis juga didorong melalui praktik musyawarah yang selalu

diterapkan sebagai salah satu nilai dan norma moral utama masyarakat Lamaholot,

yaitu pembicaraan bersama mengawali segala kegiatan bersama. Misalnya,

sebelum sebuah rumah adat (Koke Bale) dibangun dan kebun bersama (Eta)

dikerjakan, akan ada pembicaraan bersama yang melibatkan semua warga lewat

pemimpin sukunya. Dalam pembicaraan ini semua pihak didengarkan dan tak

seorang pun disingkirkan, dan tidak ada “kebijaksanaan” yang semata-mata turun

dari atas (Hayon, 2007).

Orang tua di Flores tidak terlepas dari nilai-nilai budaya tersebut. Dalam

penelitian ini, subjek difokuskan pada ibu, karena berdasarkan pengamatan

peneliti, budaya di Flores yang sifatnya patriarki masih menerapkan peran

tradisional para ibu sebagai caregiver utama, dan ayah sebagai tulang punggung

keluarga. Ibu seringkali menghabiskan waktunya di rumah dan menjadi ibu rumah

tangga, walau terkadang hal ini tidak berlaku di beberapa keluarga, yang ibunya

ikut bekerja, atau membayar kenalan atau keluarga untuk mengerjakan pekerjaan-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

28

pekerjaan rumah. Hal ini menunjukkan bahwa para ibu di Flores pada umumnya

lebih sering menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka.

Dalam budaya Lamaholot, anak diharapkan untuk tumbuh menjadi

individu yang berkualitas. Hal ini misalnya terlihat dari ritual adat pada upacara

untuk bayi ohon ana/ohon kewae, di mana bayi diangkat tinggi-tinggi dan

diucapkan afirmasi ola dike tugu sare (“semoga sang anak menjadi seorang

pekerja yang baik/berhasil”) dan hiko ema liat bapa (“semoga anak tumbuh besar

melebihi orang tuanya”). Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran untuk

mempersiapkan, mengkondisikan dan mendorong tumbuhnya generasi yang lebih

baik sudah melekat erat dalam budaya Lamaholot (Hurit, 2016).

Walaupun begitu, masyarakat dalam kebudayaan Lamaholot cenderung

lebih memperhatikan dan mengunggulkan laki-laki, orang tua, atau yang dituakan,

serta orang kaya atau berpendidikan, dan lebih mudah mengabaikan para

perempuan, anak-anak, dan orang miskin atau tak berpendidikan (Kleden, 2007).

Bahkan dari wawancara dengan seorang ahli budaya Flores Timur, Dus Letor,

daya kritis anak di Flores Timur seringkali mengalami hambatan kultur

dikarenakan anak harus patuh, mengikuti, dan tidak boleh mempersoalkan apa

yang dikatakan oleh orang tua sebagai kebenaran mutlak (komunikasi pribadi, 25

November, 2016). Bahkan menurutnya, tidak jarang orang tua maupun guru

membentak dan memarahi anak apabila bertanya atau menunjukkan kesalahan

orang tua. Hal ini terbawa hingga dewasa ke dalam kehidupan bermasyarakat.

Padahal menurutnya lagi, orang Flores adalah orang-orang yang sebenarnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

29

memiliki daya kritis, namun kekritisan itu tidak diekspresikan karena lingkungan

bertumbuhnya anak yang menumbuhkan rasa takut untuk bicara.

E. Kerangka Konseptual

Dari penjabaran di atas, kerangka konseptual penelitian ini berangkat dari

pentingnya berpikir kritis, yang pada hakikatnya terdiri dari komponen

kemampuan dan disposisi. Kemampuan berpikir kritis itu sendiri dibagi lagi

menjadi kemampuan menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi, melakukan

inferensi, mengeksplanasi, dan melakukan swa-regulasi. Sedangkan disposisi

berpikir kritis terdiri dari kecenderungan berpikir yang tidak berat sebelah, sikap

ingin tahu, kecenderungan untuk menggunakan penalaran, serta kecenderungan

berpikir yang sistematis. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa berpikir kritis

ini ternyata sudah dimiliki oleh anak-anak usia dini, yang justru berada pada

masa-masa di mana mereka membutuhkan dorongan dan stimulasi dari

lingkungan sekitar untuk mengembangkan hal tersebut, terutama dari ibu sebagai

caregiver utama bagi anak. Sayangnya persepsi atau anggapan orang tua pada

umumnya terhadap berpikir kritis pada anak di Indonesia seringkali negatif,

karena anak dianggap harus patuh dan tidak mempersoalkan apa yang dikatakan

orang tua, seperti yang juga terjadi dalam etnis Flores di Nusa Tenggara Timur.

Dalam budaya Flores, terdapat visi misi dan beberapa ritual adat yang sebenarnya

mendukung berpikir kritis pada anak, namun pada kenyataannya, orangtua masih

bersikap superior terhadap anak, bahkan memarahi atau membentak anak yang

sedang berpikir kritis. Padahal, bagaimana ibu mempersepsikan berpikir kritis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

30

pada anak dapat memengaruhi perilaku orang tua yang pada akhirnya dapat

mendukung atau menghambat berpikir kritis pada anak mereka. Apakah para ibu

di Flores cukup memahami konsep berpikir kritis itu sendiri beserta komponen-

komponennya, dan apakah mereka menilai berpikir kritis pada anak sebagai suatu

hal yang dianggap positif atau negatif, menjadi inti dari penelitian ini. Skema

penelitian ini disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Skema Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu

jenis penelitian yang berusaha menangkap makna mengenai isu atau masalah yang

diteliti sesuai dengan apa yang diyakini atau dihayati oleh para partisipan, di mana

peneliti menginterpretasikannya secara subjektif dalam rangka membentuk

gambaran yang holistik dari topik yang diteliti (Creswell, 2009, dalam

Supratiknya, 2015).

Penelitian kualitatif mengumpulkan data dalam lingkungan alamiahnya

yang peka terhadap masyarakat dan tempat penelitian, dengan analisis data yang

bersifat induktif maupun deduktif (Creswell, 2014). Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan desain penelitian analisis isi kualitatif (AIK), yaitu penafsiran

secara subjektif dari isi data yang berupa teks dengan proses klasifikasi sistematik

berupa coding atau pengodean dan pengidentifikasian berbagai tema dan pola

(Hsieh & Shannon, 2005, dalam Supratiknya, 2015).

Penelitian ini dilakukan untuk menggali dan mengetahui pemahaman dan

penilaian ibu di Flores terhadap anak yang berpikir kritis. Untuk mencapai tujuan

ini, peneliti menggunakan focus group discussion (FGD) sebagai metode

pengumpulan data, yang diharapkan dapat lebih mendorong para partisipan untuk

saling berbagi dan menjawab pertanyaan partisipan secara natural dan leluasa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

32

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus untuk melihat persepsi ibu di Flores terhadap

berpikir kritis pada anak. Berpikir kritis, yang diartikan sebagai berpikir yang

reflektif, masuk akal, dan berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya

atau dilakukan, terdiri atas kemampuan dan disposisi. Kemampuan merujuk pada

aspek kognitif dari berpikir kritis, yang terdiri dari kemampuan menginterpretasi,

kemampuan menganalisis, kemampuan mengevaluasi, kemampuan

mengeksplanasi, serta kemampuan melakukan swa-regulasi. Sedangkan disposisi

berpikir kritis merujuk pada aspek afektif yang menunjukkan sifat atau

kecenderungan yang berulang atau konsisten, yang terdiri dari kecenderungan

berpikir yang tidak berat sebelah, sikap ingin tahu, kecenderungan untuk

menggunakan penalaran, serta kecenderungan berpikir yang sistematis.

Persepsi ibu dibatasi pada pemahaman dan penilaian ibu terhadap

kemampuan dan disposisi berpikir kritis. Pemahaman yang ingin dilihat dalam

penelitian ini adalah dalam pandangan ibu, komponen-komponen atau kategori-

kategori apa saja yang termasuk dalam kemampuan serta disposisi berpikir kritis

pada anak berusia 3-5 tahun, dengan kata lain, bagaimana ibu menginterpretasikan

berpikir kritis pada anak. Sedangkan penilaian ibu dimaksudkan pada apakah

kemampuan dan disposisi berpikir kritis pada anak dinilai dan dievaluasi secara

positif ataukah secara negatif oleh para ibu, yang mencakup pikiran, pendapat,

serta perasaan ibu yang muncul ketika anak mereka berpikir kritis. Temuan-

temuan di luar fokus penelitian tersebut yang masih relevan dengan topik ini akan

disampaikan pada subbab tersendiri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

33

C. Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah para ibu dari anak-anak berusia 3-5

tahun yang berdomisili di Larantuka, Flores Timur. Dalam rangka merekrut

partisipan, peneliti bekerjasama dengan beberapa TK di tiga kecamatan di

Larantuka, Flores Timur, yaitu TK Maria Veloty Sarotari, TK Nelly Waibalun,

dan TK Muller Lamawalang untuk menghubungi sejumlah ibu dari anak-anak

yang bersekolah di TK tersebut. Peneliti memilih partisipan yang lancar berbahasa

Indonesia atau bahasa Nagi (bahasa Melayu Larantuka yang masih memiliki

banyak kemiripan dengan bahasa Indonesia) untuk memudahkan pemahaman dan

komunikasi. Peneliti tidak menentukan kriteria tingkat pendidikan atau batasan

usia partisipan dikarenakan peneliti memang tidak berusaha membandingkan

jawaban yang muncul dalam tingkat pendidikan atau usia yang berbeda-beda,

melainkan berusaha melibatkan berbagai kalangan untuk dapat memperoleh

gambaran yang luas mengenai persepsi ibu di Flores terhadap berpikir kritis pada

anak.

Dalam masing-masing kelompok FGD, para partisipan kebanyakan sudah

saling mengenal satu sama lain, sehingga mempermudah peneliti sebagai

moderator untuk mendorong terjadinya diskusi yang mengalir dan natural di

antara para partisipan. Hal ini juga membantu menciptakan suasana interaksi yang

lebih ‘naturalistik’ (Freeman, 2006, dalam Supratiknya, 2015).

Total partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah 22 orang ibu yang

terbagi dalam 3 kelompok FGD, di mana masing-masing kelompok terdiri dari 6-

10 orang ibu. Beberapa data tentang para partisipan dapat dilihat pada Tabel 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

34

Tabel 1Data Diri PartisipanInisial Usia Pekerjaan Agama Asal daerah Pendidikan terakhir

FGD 1 – TK Nelly WaibalunP1 36 Wiraswasta Katolik Lewolere S1 – SurabayaP2 36 Ibu Rumah

TanggaKatolik Waibalun D2 – Bali

P3 30 Ibu Rumah Tangga

Katolik Kawaliwu SD – Kawaliwu

P4 36 Ibu Rumah Tangga

Katolik Nangapanda SD – Nangapanda

P5 40 Ibu Rumah Tangga

Katolik Waibalun SMA – Larantuka

P6 35 Konsultan Katolik Lewolere S1 – SurabayaFGD 2 – TK Maria Veloty Sarotari

P7 37 Ibu Rumah Tangga

Katolik Adonara Timur

D1 Public Relation –Bandung

P8 24 Guru SD Katolik Flores Timur

SMA

P9 26 Ibu Rumah Tangga

Katolik Solor SMA – Larantuka

P10 33 Ibu Rumah Tangga

Katolik Adonara Timur

SMA – Larantuka

P11 43 Ibu Rumah Tangga

Katolik Sarotari SMA

P12 34 Perawat Katolik Waibalun D3FGD 3 – TK Muller Lamawalang

P13 27 Ibu Rumah Tangga

Katolik Waibalun SMA – Maumere

P14 27 Guru SD Katolik Waibalun S1 – Kupang P15 38 Ibu Rumah

TanggaKatolik Waibalun SMU – Waibalun

P16 23 Ibu Rumah Tangga

Katolik Lamawalang SMK – SMK Lamaholot

P17 24 Ibu Rumah Tangga

Katolik Lembata SMK – Larantuka

P18 28 Ibu Rumah Tangga

Katolik Waibalun SMA – Larantuka

P19 44 Ibu Rumah Tangga

Katolik Lamawalang SMP – SMP Ratu Damai

P20 30 Ibu Rumah Tangga

Katolik Waibalun SMA – Larantuka

P21 36 PNS Katolik Lamawalang DIII – AKBID KartiniP22 26 Ibu Rumah

TanggaKatolik Flores

TimurSMK – Larantuka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

35

D. Peran Peneliti

Seperti halnya penelitian kualitatif lainnya, dalam penelitian ini peneliti

berperan sebagai instrumen kunci. Peneliti turun langsung ke lokasi penelitian

untuk mengumpulkan data melalui FGD. Peran peneliti selama FGD berlangsung

adalah sebagai moderator yang mengajukan pertantujyaan-pertanyaan dan

menjaga ketertiban dalam diskusi, namun peneliti tidak memainkan peran sentral

dan lebih mengutamakan inter-relasi atau hubungan antar partisipan (Supratiknya,

2015).

Kaitan peneliti dengan lokasi penelitian adalah peneliti berasal dari keluarga

dengan etnis Flores, walaupun peneliti hanya sesekali berlibur dan tinggal

sementara di sana. Walaupun tinggal di luar Flores, peneliti masih sering

mengikuti perkumpulan keluarga atau berinteraksi dengan masyarakat Flores yang

juga merantau. Keluarga besar peneliti tinggal di Flores, walaupun partisipan

tidak diambil dari keluarga peneliti untuk menghindari bias.

Dalam rangka merekrut partisipan, peneliti mengajukan surat permohonan

kerjasama kepada kepala sekolah dari ketiga TK yang dipilih untuk membantu

menghubungi sejumlah orang tua dari anak yang berusia 3-5 tahun. Setiap orang

tua yang direkomendasikan kepala sekolah dikirimi surat undangan dan dihubungi

kembali secara personal oleh peneliti melalui telepon untuk mengkonfirmasi

kesediaannya. Peneliti juga menjelaskan gambaran FGD yang akan dilaksanakan

dan memberikan lembar informed consent yang kemudian ditandatangani oleh

para partisipan. Dalam hal ini, peneliti berperan menjaga kerahasiaan data serta

kepercayaan yang telah diberikan partisipan terhadap peneliti.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

36

E. Metode Pengambilan Data

Focus group discussion (FGD) merupakan metode kualitatif mendalam

menggunakan sebuah kelompok kecil yang bersifat homogen yang mendiskusikan

topik atau topik-topik yang menjadi agenda suatu penelitian (Lakshman, Charles,

Viswas, Sinha, & Aurora, 2000; Subramony, Lindsay, Middlebrook, & Fosse,

2002; dalam Supratiknya, 2015). FGD bertujuan untuk mendorong pengungkapan

diri di kalangan para partisipan (Freeman, 2006, dalam Supratiknya, 2015). Dalam

hal ini, partisipan didorong untuk saling mendalami jawaban masing-masing,

saling meminta penjelasan, dan saling mengklarifikasi maksud-maksud yang

mungkin terungkap hanya secara samar-samar, serta memudahkan partisipan yang

merasa kesulitan mengungkapkan diri untuk tetap berpartisipasi (Supratiknya,

2015).

Peneliti memilih metode ini karena kelebihan yang dimiliki FGD adalah

dapat mendorong para partisipan untuk mengungkapkan pandangan mereka dan

berdiskusi secara spontan seakan-akan sedang bercerita dan berbagi satu sama

lain. Peneliti juga beranggapan bahwa FGD cocok digunakan dalam penelitian ini

karena peneliti juga menyoroti budaya dan norma yang ada, yang ingin melihat

persepsi ibu di Flores secara normatif, sehingga dinamika antar partisipan dalam

menyampaikan pendapat atau bahkan kecenderungan untuk mengikuti pendapat

partisipan lain juga dapat menjadi data yang dapat dipertimbangkan dan

menunjukkan pandangan para ibu dalam masyarakat Flores. Sedangkan

kelemahan FGD adalah ada kemungkinan beberapa partisipan yang mendominasi,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

37

atau bila ada partisipan yang enggan berbicara di depan banyak orang. Peneliti

sebagai moderator mengantisipasi kelemahan ini dengan mendorong setiap

partisipan yang masih sedikit mengungkapkan pendapat untuk ikut bercerita, serta

pada awal FGD peneliti menghimbau para partisipan untuk saling menghargai dan

mau mendengarkan jawaban dari partisipan yang lain.

FGD dilakukan pada 3 kelompok yang berbeda untuk mendapatkan jawaban

yang kaya dan jenuh (saturated). Hal ini juga dilakukan untuk dapat melihat

apakah jawaban yang diperoleh cukup konsisten pada ketiga kelompok, yang

dapat meningkatkan kredibilitas hasil yang diperoleh. Dalam FGD ini, peneliti

berusaha mendorong munculnya diskusi antar partisipan untuk mengungkap

persepsi partisipan terhadap anak yang berpikir kritis. Untuk mempermudah

mengumpulkan partisipan, FGD dilaksanakan di ruangan sekolah tempat anak

partisipan bersekolah.

Sebelum FGD dilakukan, sesuai yang disarankan oleh Creswell (2009,

dalam Supratiknya, 2015) peneliti menyiapkan beberapa prosedur perekaman data

yang dipersiapkan untuk mendukung FGD, yaitu protokol observasi, protokol

wawancara, serta prosedur perekaman data:

1. Protokol Observasi. Instrumen ini digunakan untuk mengidentifikasi reaksi-

reaksi para partisipan yang mendukung sumber data primer, yakni FGD.

Instrumen ini berisi catatan peneliti sebagai moderator terhadap reaksi-reaksi

partisipan (gestur, mimik, atau antusiasme), kondisi lingkungan (setting waktu

dan tempat) dan dinamika FGD secara keseluruhan. Hasil observasi ini

nantinya akan diintegrasikan dalam data verbatim sehingga dapat menjadi data

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

38

tambahan yang melengkapi jawaban verbal partisipan. Protokol observasi

dicatat oleh peneliti sebagai moderator dan didiskusikan bersama seorang

asisten moderator yang juga mengikuti jalannya FGD dan membantu dalam hal

teknis pelaksanaan FGD.

2. Protokol FGD. Peneliti menyiapkan daftar pertanyaan yang didasarkan pada

rumusan masalah dan teori-teori yang digunakan peneliti, untuk membantu

peneliti melakukan diskusi yang terarah dan dapat memunculkan informasi

yang dibutuhkan oleh peneliti. Daftar pertanyaan yang digunakan dalam

penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2Protokol FGD

Pertanyaan wawancara

Pertanyaan

pembuka

1. Selamat pagi/siang/malam Tanta, mari kita saling berkenalan

dulu. Silahkan saling bergantian menyebutkan nama, supaya

mudah untuk berkomunikasi.

Pertanyaan

pendahuluan

1. Bagaimana sih rasanya mengasuh anak usia 3-5 tahun? Ada

pengalaman atau cerita yang paling berkesan?

2. Apa saja sih harapan Tanta terhadap anak Tanta?

Pertanyaan

transisi

1. Pernahkah Tanta mendengar istilah berpikir kritis

sebelumnya?

2. Coba ceritakan, apa saja yang Tanta tahu tentang berpikir

kritis?

Pertanyaan

kunci

PEMAHAMAN

1. Apabila Tanta membayangkan anak yang berpikir kritis,

dalam bayangan Tanta, itu yang seperti apa? Bisa berikan

contohnya?

2. Ketika mendengar kata ‘anak yang berpikir kritis’ apa yang

pertama kali muncul dalam benak Tanta?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

39

3. Coba Tanta ceritakan, apa saja yang Tanta tahu tentang

berpikir kritis pada anak.

4. Menurut Tanta, kemampuan anak apa saja/anak bisa

melakukan apa, yang bisa dibilang sebagai berpikir kritis

pada anak?

5. Menurut Tanta, sifat anak apa saja/anak suka melakukan apa,

yang bisa dibilang sebagai berpikir kritis pada anak?

PENILAIAN

1. Bagaimana pendapat atau anggapan Tanta apabila melihat

anak yang berpikir kritis? (atau, bila melihat anak Tanta

berpikir kritis?) Bisa ceritakan pengalaman Tanta?

2. Apakah yang membuat Tanta berpendapat / beranggapan ….

(sesuai jawaban sebelumnya) terhadap anak yang berpikir

kritis? (Atau, mengapa Tanta berpikir bahwa … ?)

3. Dari sifat-sifat dan perbuatan anak yang berpikir kritis yang

tadi sudah tanta sebutkan, yang mana saja yang tanta

senang? Atau, adakah yang tanta tidak suka?

Pertanyaan

penutup

1. Apakah masih ada yang ingin disampaikan tentang anak

yang berpikir kritis?

3. Perekaman Data. Data utama dalam penelitian ini berupa verbatim hasil FGD

yang dipadukan dengan catatan hasil observasi untuk memperkaya hasil

temuan. Data observasi ini juga akan bermanfaat untuk melihat gestur, mimik,

atau antusiasme para partisipan yang dapat menyumbangkan informasi yang

bermanfaat mengenai reaksi partisipan terhadap pandangan atau pertanyaan

tertentu. Jenis data yang dikumpulkan adalah wawancara kualitatif yang

direkam dengan menggunakan perekam suara, serta catatan observasi atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

40

catatan lapangan mengenai tingkah laku para partisipan selama diskusi

berjalan. Peneliti hanya menggunakan data audio dikarenakan para partisipan

sempat menunjukkan keenganan dan rasa sungkan untuk direkam

menggunakan perekam video, sehingga dikhawatirkan dapat memengaruhi

keleluasaan partisipan dalam mengungkapkan pandangannya.

F. Analisis dan Interpretasi Data

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis isi kualitatif (AIK),

yang dilakukan dengan cara menafsirkan data secara subjektif melalui proses

klasifikasi yang sistematis dan pengidentifikasian aneka tema atau pola (Hsieh &

Shannon, 2005, dalam Supratiknya, 2015). Dengan analisis isi kualitatif ini,

peneliti akan mengklasifikasikan data yang diperoleh ke dalam sejumlah kecil

kategori yang mengungkapkan makna yang serupa, di mana tujuan klasifikasi ini

adalah untuk memperoleh deskripsi yang padat dan kaya tentang fenomena yang

sedang diteliti (Supratiknya, 2015).

Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif, yaitu analisis isi

terarah. Dalam analisis isi deduktif, teori atau hasil penelitian sebelumnya dipakai

untuk membantu merumuskan pertanyaan penelitian, atau membantu menemukan

skema awal pengodean (Hsieh & Shannon, 2005, dalam Supratiknya, 2015).

Transkrip FGD akan dibaca dan dikoding, di mana peneliti akan

mengklasifikasikan data tersebut, mana informasi yang termasuk ke dalam

pemahaman ibu tentang berpikir kritis, yang mencakup kemampuan dan disposisi,

serta mana yang termasuk penilaian, yang mencakup penilaian positif maupun

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

41

negatif. Jika ada data yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kode-kode tersebut,

maka peneliti membaca ulang dan jika perlu menambahkan kode baru. Beberapa

kriteria yang digunakan untuk koding dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3Kriteria Koding

Pemahaman Terhadap Berpikir Kritis pada Anak

Kemampuan Disposisi

a. Menginterpretasi: mampu

menafsirkan dan memaknai informasi

yang diterima. Kategori ini meliputi

kemampuan memparafrasekan

dengan kata-kata sendiri atau dengan

bentuk ungkapan lain, menyebutkan,

mengartikan, memahami makna

tersirat maupun tersurat dari suatu

pernyataan, mendeskripsikan dan

mendefinisikan suatu hal,

mengelompokkan/mengkategorisasi.

b. Menganalisis: mampu

menguraikan suatu pernyataan atau

argumen menjadi bagian-bagian dan

menelaah bagian itu sendiri dan

relasi-relasinya. Kategori ini meliputi

kemampuan untuk menelaah,

mengidentifikasi bagian-bagian,

membandingkan usulan-usulan yang

saling terkait, menemukan kaitan

antara satu konsep dengan yang lain,

menentukan fokus utama atau sudut

pandang suatu pernyataan.

a. Kecenderungan berpikir yang

tidak berat sebelah: bersikap

objektif dan terbuka terhadap

pandangan yang berbeda. Kategori

ini meliputi kecenderungan untuk

berpikiran terbuka, berpikiran luas

dan divergen, toleran, menghargai,

mau mempertimbangkan pandangan

serta sudut pandang yang berbeda,

fleksibel, peka terhadap bias, mau

mengubah pandangan dan pendirian

bila bukti atau hasil penalaran

berlawanan dengan apa yang

diyakini sebelumnya (bahkan jika

tidak mendukung kepentingan

pribadinya), fleksibel, objektif dan

tidak berat sebelah, jujur secara

intelektual.

b. Ingin tahu: sikap ingin tahu dan

ingin berpengetahuan luas. Kategori

ini meliputi kecenderungan untuk

selalu bertanya, ingin tahu

bagaimana hal-hal bekerja,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

42

c. Mengevaluasi: mampu

membandingkan suatu argumen atau

klaim dengan standar dan kriteria

tertentu terkait dengan kualitas dan

kekuatan logisnya. Kategori ini

meliputi kemampuan untuk

mengukur, menilai apakah suatu

pernyataan dapat diterima,

memastikan, menuntut adanya bukti,

mengajukan pertanyaan-pertanyaan,

menyatakan kesetujuan atau

ketidaksetujuan, menunjukkan

keragu-raguan, dll.

d. Melakukan inferensi: mampu

menemukan pola-pola serta

membentuk kesimpulan, alternatif-

alternatif, prediksi, dan hipotesis dari

informasi yang ada. Kategori ini

meliputi kemampuan untuk menarik

kesimpulan, menentukan pola sebab-

akibat, memprediksi, mengungkapkan

dugaan, berasumsi, memperkirakan

alternatif-alternatif, dll.

e. Mengeksplanasi: mampu

menyampaikan dan menjelaskan hasil

penalaran beserta proses penalaran

yang dilakukan. Kategori ini meliputi

kemampuan untuk berargumen,

menjelaskan secara lisan maupun

tertulis, menjelaskan langkah demi

langkah penalarannya, menjelaskan

penasaran terhadap hal-hal baru,

mencari alasan atau penyebab dari

suatu hal, ingin mempelajari sesuatu

bahkan jika penerapannya dan

manfaatnya tidak terlihat langsung,

tidak mau berhenti dan tidak cepat

puas dengan informasi atau

pengetahuan yang terbatas,

keinginan untuk berpengetahuan

luas.

c. Kecenderungan untuk

menggunakan penalaran:

cenderung bersandar pada bukti dan

penalaran. Kategori ini meliputi

kecenderungan untuk tidak mudah

percaya tanpa bukti, senang menalar,

menggunakan logika ketimbang

pengambilan keputusan tanpa dasar,

tanggap terhadap situasi yang

membutuhkan penalaran, yakin

terhadap penalarannya, menghargai

penalaran dan hasil penalaran yang

baik, menggunakan dan

menyebutkan sumber-sumber yang

kredibel, mencari informasi seakurat

mungkin, tetap bersandar pada

alasan dan penalaran ketika

melakukan penilaian dalam konteks

yang tidak pasti.

d. Pemikiran yang sistematis:

memiliki alur berpikir yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

43

dengan bukti dan data-data yang

mendukung, dll.

f. Melakukan swa-regulasi: mampu

memantau proses penalaran yang

dilakukan. Kategori ini meliputi

kemampuan untuk merefleksikan,

memeriksa kembali, mengkonfirmasi,

mengklarifikasi, menyadari bias, dan

mengoreksi penalaran diri sendiri.

terorganisir dan teratur. Kategori ini

meliputi kecenderungan untuk fokus

dan berusaha untuk tetap menaruh

perhatian pada topik penyelidikan

atau pemecahan masalah yang

sedang dilakukan, tekun, persisten

dan tidak mudah menyerah, dan

memiliki cara-cara tertentu yang

tersistematis dan teratur dalam hal

penyelidikan ataupun pemecahan

masalah, tetap memperhatikan

situasi keseluruhan atau gambaran

besar dari suatu hal atau masalah.

Penilaian terhadap Berpikir Kritis pada Anak

Penilaian positif Penilaian negatif

Partisipan memandang anak yang

berpikir kritis (baik disposisi maupun

kemampuan) secara positif, di mana

partisipan memiliki pandangan bahwa

berpikir kritis adalah hal yang baik,

serta menunjukkan emosi dan

tanggapan yang positif ketika anaknya

berpikir kritis.

Partisipan memandang anak yang

berpikir kritis (baik disposisi

maupun kemampuan) secara negatif,

di mana partisipan memiliki

pandangan bahwa berpikir kritis

adalah hal yang tidak baik atau

menunjukkan emosi dan tanggapan

negatif ketika anaknya berpikir

kritis.

G. Kredibilitas Penelitian

Untuk memastikan bahwa penelitian ini mengandung informasi yang dapat

dipercaya atau kredibel, peneliti melakukan beberapa cara. Pertama, peneliti

mengklarifikasi bias yang mungkin dimiliki oleh peneliti dalam melakukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

44

penelitian ini (Creswell, 2014). Seperti yang sudah dijelaskan dalam subbab peran

peneliti, peneliti berkemungkinan mengalami bias karena peneliti juga beretnis

Flores dan mengambil data di daerah tempat keluarga besar peneliti tinggal.

Walaupun begitu, peneliti sudah meminimalisir bias tersebut dengan tidak

mengambil keluarga atau kenalan dekat peneliti sebagai partisipan. Selain itu,

walaupun beretnis Flores, peneliti sejak kecil sudah merantau di luar kota dan

hanya sesekali berlibur ke Flores, sehingga dapat melihat data secara lebih

objektif.

Kedua, peneliti berusaha membangun kepercayaan dengan partisipan

dengan memperkenalkan diri dan identitas peneliti yang juga beretnis Flores, serta

menggunakan bahasa Nagi selama berkomunikasi dengan para partisipan. Hal ini

dapat meningkatkan tingkat kepercayaan partisipan dikarenakan menurut peneliti,

rasa kekeluargaan di Flores masih sangat kental, sehingga peneliti dapat

meningkatkan kedekatan emosional dengan para partisipan dengan cara-cara

tersebut. Dengan begitu, para partisipan dapat menyampaikan pendapatnya

dengan lebih jujur dan terbuka.

Ketiga, peneliti membuat deskripsi yang tebal dan kaya atau melakukan

thick description, yaitu pemaparan yang rinci dan mendalam mengenai setting

atau lingkungan penelitian serta temuan-temuan yang diperoleh (Creswell, 2009,

dalam Supratiknya, 2015). Hal ini diterapkan peneliti dengan menjelaskan

mengenai latar belakang partisipan, mulai dari usia, tingkat pendidikan, asal

daerah, tempat tinggal saat ini, serta agama para partisipan. Peneliti juga

menjelaskan secara rinci situasi dan dinamika yang terjadi selama proses FGD

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

45

dilakukan, yang melingkupi waktu dan tempat pelaksanaan FGD, antusiasme

partisipan, keleluasaan dan spontanitas partisipan dalam bercerita, distraksi yang

muncul, dan sebagainya. Dalam data hasil FGD pun peneliti menggabungkan data

transkrip diskusi dengan hasil observasi selama wawancara, yang melibatkan

deskripsi gerakan, gestur, antusiasme, dan sebagainya. Selain itu, peneliti juga

membahas temuan yang diperoleh menggunakan beberapa sudut pandang,

misalnya melihat dari segi budaya, perkembangan anak, dan sebagainya.

Keempat, dengan melakukan FGD pada tiga kelompok yang berbeda,

selain untuk memperoleh kepadatan dan kekayaan data, peneliti juga menemukan

konsistensi yang cukup tinggi di antara ketiga kelompok tersebut, yang dapat

meningkatkan kredibilitas penelitian ini. Dari ketiga kelompok tersebut,

ditemukan jawaban-jawaban yang tidak jauh berbeda, walaupun masih ditemukan

beberapa perbedaan yang tidak signifikan.

Kelima, selama proses koding peneliti berusaha memastikan tidak ada

pergeseran pada definisi kode-kode, dengan selalu membandingkan data dengan

kode-kode yang dirumuskan (Creswell, 2009, dalam Supratiknya, 2015). Peneliti

juga memeriksa transkrip-transkrip rekaman dan melakukan arsip agar data FGD

yang diperoleh sewaktu-waktu dapat dilihat untuk melakukan pengecekan ulang.

Keenam, peneliti memastikan bahwa rangkaian pertanyaan dan protokol

FGD yang digunakan efektif dan dapat memunculkan data yang padat. Hal ini

dilakukan dengan melakukan beberapa kali try out pada beberapa ibu di Flores di

luar partisipan yang digunakan dalam penelitian ini. Dari try out ini, peneliti

menemukan bahwa kata berpikir kritis memang kurang familiar dalam kehidupan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

46

sehari-hari para ibu di Flores, yang membuat para ibu kesulitan menjawab

pertanyaan. Melihat hal tersebut, peneliti menyiapkan definisi berpikir kritis

dengan bahasa yang sederhana untuk disampaikan dalam FGD yang sebenarnya.

Selain itu, peneliti juga merevisi bahasa dan penggunaan kata yang digunakan

peneliti selama menjadi moderator dalam FGD agar sesuai, dapat diterima, dan

dapat dipahami dengan baik oleh para ibu di Flores, dengan menggunakan bahasa

yang sederhana dalam bahasa atau logat daerah yang familiar baik oleh partisipan

maupun peneliti sebagai moderator.

H. Isu-Isu Etis yang Mungkin Muncul

Isu sensitif terkait etika yang mungkin muncul dari penelitian ini adalah

kemungkinan jawaban, informasi, atau cerita subjek yang dapat tersebar atau

disalahgunakan setelah proses diskusi, baik oleh peneliti maupun partisipan lain.

Karena itu, peneliti menghimbau para partisipan untuk menjaga kerahasiaan dari

apa yang diceritakan oleh partisipan lain selama FGD. Peneliti juga

menginformasikan kepada partisipan bahwa indentitas subjek akan dijaga oleh

peneliti untuk tidak disalahgunakan dan dijaga kerahasiaannya. Peneliti juga

menyampaikan bahwa jawaban serta informasi apapun yang diberikan oleh

partisipan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian saja. Hal ini juga

disampaikan secara jelas dalam informed consent yang ditandatangani partisipan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

47

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian dan Observasi

Penelitian ini dilaksanakan di Larantuka, Flores, Nusa Tenggara Timur

selama bulan November dan Desember 2016. Pengambilan data dalam bentuk

focus group discussion (FGD) dilakukan pada tiga kelompok partisipan yang

berbeda, yang dilaksanakan pada tanggal 28 November 2016 di ruang kelas TK

Nelly Waibalun, tanggal 2 Desember 2016 di ruang kelas TK Maria Veloty

Sarotari, dan tanggal 6 Desember 2016 di ruang kelas TK Lamawalang.

Keseluruhan partisipan yang dilibatkan berjumlah 22 orang. Partisipan di

kelompok FGD pertama diberi inisial P1 hingga P6, partisipan di kelompok FGD

kedua diberi inisial P7 hingga P12, sedangkan partisipan di kelompok FGD ketiga

diberi inisial P13 hingga P22. Hal ini dilakukan sebagai cara peneliti menjaga

kerahasiaan identitas partisipan dan untuk mempermudah dalam memaparkan

hasil temuan.

Secara umum, proses FGD di kelompok pertama berjalan dengan baik.

Para partisipan sangat aktif dan bersemangat dalam bercerita. Walaupun begitu,

ada satu orang partisipan yang enggan bercerita mulai pertengahan hingga akhir

kegiatan, padahal peneliti bahkan anggota partisipan lain telah mendorong ibu

tersebut untuk mau bercerita. Peneliti menduga hal ini terjadi karena seorang

partisipan lain tertawa setelah mendengar gaya berbicara ibu tersebut yang sedikit

terbata-bata. Selain itu, jalannya diskusi sempat terganggu oleh anak-anak di luar

kelas yang bermain atau terjatuh yang membuat para ibu beberapa kali

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

48

menghentikan diskusi dan melihat ke luar melalui jendela. Moderator juga sedikit

kesulitan mengatur jalannya FGD karena para ibu sudah saling mengenal

sehingga suasana menjadi sangat leluasa, di mana para ibu bercerita dengan

sangat bersemangat, seringkali dalam waktu yang bersamaan dan saling

bersahutan. Walaupun begitu, hal tersebut justru berhasil memunculkan data yang

padat dan menghasilkan diskusi yang interaktif.

FGD kedua berjalan dengan lebih kondusif, dikarenakan diskusi diadakan

di luar jam belajar anak-anak sehingga tidak ada distraksi dari anak-anak yang

sedang bermain. Para ibu yang baru berkenalan beberapa jam sebelum diskusi

dimulai juga secara tidak langsung membuat diskusi berjalan lebih tertib dan

teratur, namun menurut peneliti tidak ada partisipan yang terlihat malu atau

enggan bercerita. Para partisipan justru terlihat antusias mendengarkan dan saling

menghargai jawaban partisipan lain. Bahkan tidak jarang para partisipan tertawa

lepas ketika mendengar cerita-cerita yang lucu dan ikut menimpali dengan

tanggapan-tanggapan singkat. Seorang partisipan masih ada yang membawa

anaknya ke dalam ruangan diskusi sehingga beberapa kali terganggu oleh

rengekan anaknya, namun selain itu proses diskusi berjalan dengan lancar.

Pada FGD ketiga, jumlah partisipan sedikit melebihi jumlah yang

direncanakan, dikarenakan adanya sedikit miskomunikasi dengan pihak sekolah.

FGD yang direncanakan hanya melibatkan 6 hingga 7 orang mencapai 10 orang

pada hari pelaksanaan, yang menyebabkan peneliti sedikit kesulitan melibatkan

setiap orang untuk tetap aktif selama diskusi, dan ada beberapa partisipan yang

hanya mengungkapkan sedikit pendapatnya. Selain itu, pelaksanaan diskusi yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

49

masih bersamaan dengan jam anak-anak bermain membuat banyaknya distraksi

dari luar ruangan. Walaupun begitu, diskusi tetap berjalan dengan tertib, di mana

setiap orang menyampaikan pendapatnya dengan sopan dan teratur, serta menurut

peneliti tetap memunculkan data yang padat pula.

B. Hasil Penelitian

Hasil penelitian disajikan berdasarkan dua pertanyaan utama, yaitu

bagaimana pemahaman ibu terhadap berpikir kritis pada anak, serta bagaimana

penilaian ibu terhadap berpikir kritis pada anak. Temuan-temuan yang menjawab

kedua pertanyaan ini kemudian dikumpulkan menurut kategori-kategori yang

sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Temuan-temuan tambahan yang tidak

dapat dimasukkan dalam kategori-kategori tersebut juga akan dijelaskan pada

bagian ini.

1. Pemahaman Ibu terhadap Berpikir Kritis pada Anak

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pemahaman ibu terhadap anak

yang berpikir kritis mencakup dua komponen berpikir kritis, yaitu kemampuan

dan disposisi berpikir kritis.

a. Pemahaman terhadap Kemampuan Berpikir Kritis pada Anak

Dari hasil penelitian, kemampuan berpikir kritis pada anak menurut

pemahaman ibu mulai dari yang paling sering muncul hingga yang paling jarang

muncul adalah kemampuan menginterpretasi, kemampuan untuk melakukan

inferensi, kemampuan mengevaluasi, dan terakhir kemampuan mengeksplanasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

50

Kemampuan yang paling banyak muncul adalah kemampuan

menginterpretasi, yaitu kemampuan menafsirkan dan memaknai informasi yang

diterima. Kemampuan ini dapat terlihat dari jawaban partisipan, di mana anak

dianggap berpikir kritis ketika ia mampu menafsirkan sesuatu berdasarkan

pemahamannya. Hal ini dapat terlihat misalnya pada kutipan berikut:

P12. Bapanya bilang ‘ade, itu terbalik’. Jadi ambil sendal dia balik(memeragakan dengan membalik telapak tangannya). ‘Ini mama, ini kan balik’. ‘Bukaan, maksudnya ganti, kiri ke kanan, kanan ke…’ (he eh…)Kalau begitu itu, mereka kritis…

Bentuk lain dari kategori ini adalah anak dianggap mampu berpikir kritis

ketika sudah dapat menangkap makna tersirat dari suatu ekspresi. Hal ini terlihat

dari cerita salah seorang partisipan:

P2. Jadi kalau bapanya suara besar sedikit, paling dia bilang, ‘Heii bapa, engko pung suara besar apa saja, ada masalah apa maka?’ (para partisipan bergumam pelan) ‘Ada masalah ka ema?’ atau ka dia bilang, ‘Ema itu dia marah engko ka?’ apa… ‘Engko ada masalah apa ka bapa?’ (hmmm) Sudah seperti itu kalau saya punya… (Ha ah, berarti dia bisa lihat bapanya omong nada tinggi, berarti ada sesuatu, dia bisa lihat?)P2. Ha ah, iya…

Kemampuan untuk memahami dan mendefinisikan istilah juga

diungkapkan para partisipan sebagai kemampuan berpikir kritis pada anak, yang

dapat dikategorikan ke dalam kemampuan menginterpretasi.

P6. Dia selalu bilang, ‘tunggu ee, saya buat eksperimen dulu.’ Jadi suatu kali saya tanya, ‘Eksperimen itu apa?’ Dia bilang, ‘Eksperimen itu ka, kita coba-coba dulu, jadi apa tidak.’ (partisipan tertawa)

Selain itu, salah seorang partisipan juga menceritakan pengalaman ketika

anaknya dapat mengkategorisasi suatu hal sebagai salah satu bentuk kemampuan

berpikir kritis. Dalam kutipan ini, partisipan menceritakan mengenai anaknya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

51

yang menganggap bahwa ayah dan ibunya termasuk dalam ‘soba’ atau orang yang

berpacaran.

P9. Saya punya tu macam nonton di TV tu. Mereka pacaran data, dia bilang saya dengan bapanya, bapanya dengan apa… pacar? (partisipan tertawa) Itu…P11. Soba… Soba.P9. Ha ah begitu… Jadi dorang lihat…[soba=istilah dalam bahasa Nagi yang berarti pacar]

Pandangan partisipan tentang kemampuan menginterpretasi juga terlihat

dari jawaban partisipan bahwa anak-anak sangat cepat tangkap, yang cukup sering

muncul dalam FGD yang dilakukan. Hal ini terlihat dari ungkapan partisipan

sebagai berikut:

P9. Kalau di pacaran itu kan anak-anak itu kan macam… dorang cepat sekali tangkap. Itu. (hm hm) Yang di TV pun mereka cepat sekali.P15. Cepat tangkap to anak-anak seumuran begini.

Pandangan partisipan bahwa anak-anak cepat tangkap tersebut juga masih

berkaitan dengan anggapan partisipan bahwa anak dapat memahami apa yang

diajarkan dan menerapkannya. Dalam kutipan ini, partisipan menceritakan

mengenai anaknya yang mengerti dengan yang diajarkan di sekolah (pelajaran

menulis) dan menerapkannya tersebut dengan ikut menulis.

P22. Ternyata di sekolah, ooh dia sudah pintar. Tulis, ikut. Kita tulis, dia ikut. Pokoknya dia sudah bisa… apa… mengerti dengan pendidikan di sekolah.

Para partisipan juga cukup sering mengungkapkan bahwa anak yang

berpikir kritis dalam pandangan mereka mampu memahami sesuatu secara

mandiri, yang terlihat dari jawaban partisipan sebagai berikut:

P6. Ha ah… Ce… Kalau buka, mulai dari buka laptop sampai cari permainan semua, sampai tau caranya main itu sendiri belajar, tidak pernah diajarin. Cara mainnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

52

Setelah kemampuan menginterpretasi, kemampuan kedua yang sering

muncul adalah kemampuan untuk melakukan inferensi, yaitu kemampuan

menemukan pola-pola serta membentuk kesimpulan, alternatif-alternatif, prediksi,

dan hipotesis dari informasi yang ada.

Salah satu bentuk inferensi yang muncul adalah cerita ibu mengenai

kemampuan anak untuk menarik kesimpulan. Hal ini terlihat dari jawaban

partisipan sebagai berikut:

“P6. Kalau tidak berdoa maka sakit. (haaa…) dia lihat sakit. Berarti kita tidak doa!”

“P18. Saya kan bilang, ‘anak kecil tidak boleh… kar… berdiri buka baju begitu nanti kita punya perut besar.’ ….. ‘Ooo.. jadi bapa punya perut besar itu karena angin ini dari kipas angin’ (moderator dan partisipan tertawa). Karena masuk angin ini…”

Selain itu, bentuk lain yang muncul terlihat dalam cerita partisipan

mengenai anak yang mampu melihat alternatif-alternatif dan solusi. Hal ini

terlihat dari kutipan berikut:

“P6. Haa… eksperimen yang dibuat tu biasanya mencampur warna. Haaa… ‘Warna, oh warna ini tidak ada, oh gampang. Ini, ini tambah ini jadi ini.’ Bisa. Jadi warna itu, eksperimen. ……. Saya pikir eks… dengan buat coba-coba tu melatih kekritisan anak to, kalau ini tidak bisa, berarti harus begini.”

Contoh lain yang juga menunjukkan kemampuan untuk melakukan

inferensi adalah membentuk asumsi dan hipotesis, yang terlihat dari jawaban ibu

sebagai berikut:

P8. Dia kalau buat sesuatu dia sudah pikir, kalau kita naik ini kursi, goyang begini, dia jatuh atau tidak. (hmm) (partisipan tertawa kecil).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

53

Para partisipan juga menganggap bahwa anak yang berpikir kritis adalah

anak yang dapat berpikir jauh dan membuat prediksi, di mana anak dianggap

memikirkan hal yang bahkan tidak dipikirkan oleh orangtua. Hal ini terlihat dari

jawaban berikut:

P11. Jadi dia bilang, ‘heii kalau begitu kita mazmur kita pung teman-teman te lihat nanti’, jo bapa bilang ‘Hai, engko kecil begini ini engko mau berpikir mazmur?’ (para partisipan tertawa) ‘Haa iya ka’. …… Jo itu, macam dia berpikir, torang tida berpikir sampai ke situ to, (hmm) tapi dia anak kecil-kecil dia bisa berpikir seperti itu…

Beberapa partisipan juga menyebutkan kemampuan anak untuk

menyimpulkan konsekuensi atau sebab-akibat dari suatu hal sebagai kemampuan

yang dimiliki anak yang berpikir kritis. Hal ini juga termasuk ke dalam

kemampuan untuk melakukan inferensi, yang terlihat dari jawaban P15 sebagai

berikut:

P15. Tapi mereka bisa berpikiran nah itu kritis itu bilang, ini saya pingin ini, saya suka ini akibatnya saya bisa beli ini. Saya buat ini, nanti dapatnya begini. Misalnya mereka main bola, main apa yang nakal-nakal nanti sebentar kecelakaan, misalnya kaki yang berdarah… oo tadi kalau saya tida main, saya tida mungkin dapat kecelakaan seperti ini… jadi apa yang… pas yang mereka…. itu… sudah tau akibatnya to, mereka lakukan, yang mereka lakukan itu sudah tahu akibatnya begini. Kalau kita melawan orang tua pasti akibatnya ada. Begitu.

Kemampuan ketiga yang sering muncul adalah kemampuan

mengevaluasi, yaitu kemampuan untuk membandingkan suatu argumen atau

klaim dengan standar dan kriteria tertentu terkait dengan kualitas dan kekuatan

logisnya. Hampir semua jawaban partisipan yang dikategorikan dalam

kemampuan mengevaluasi merupakan kemampuan anak untuk memberi penilaian

berdasarkan logika dan bukti yang ada. Bukti yang ditampilkan di sini adalah

pernyataan dari partisipan P6:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

54

P6. Atau hal-hal kecil kan, kadang suka apa tu, untuk meloloskan supaya kami bisa pi kerja ni. ‘Mama mau pi kantor’ ‘Pi kantor tapi pakai celana pendek?’ atau kadang-kadang kita sudah pulang, ‘Tadi dari mana?’ ‘Dari kantor.’ ‘Kantor kenapa so pakai baju rumah?’ Itu kan sebenarnya hal-hal yang kritis…

Walaupun begitu, terdapat jawaban-jawaban ibu mengenai kemampuan

mengevaluasi yang sedikit berbeda dari teori yang sudah dipaparkan sebelumnya,

yaitu kemampuan mengevaluasi pada anak yang dikenakan pada objek yang lebih

umum, misalnya ketika anak menilai apakah suatu tarian bagus atau tidak.

Beberapa partisipan juga menyebutkan kemampuan anak untuk menilai mana

yang baik dan buruk sebagai kemampuan anak untuk berpikir kritis, yang masih

dapat dikaitkan dengan kemampuan untuk mengevaluasi. Hal ini menunjukkan

bahwa kemampuan mengevaluasi yang dipandang para ibu sebagai kemampuan

berpikir kritis tidak terbatas pada argumen dan klaim seperti pada teori berpikir

kritis, tapi juga pada objek lain secara umum.

Setelah kemampuan mengevaluasi, kemampuan yang juga muncul adalah

kemampuan mengeksplanasi, yaitu kemampuan mengungkapkan dan

menjelaskan hasil penalaran beserta proses penalaran yang dilakukan. Walaupun

begitu, kemampuan ini hanya muncul satu kali dalam cerita salah seorang

partisipan mengenai anaknya yang memberi penjelasan mengenai alur

berpikirnya:

P6. Susun apa, bongkar pasang yang… sekarang kan ada to, kayak di poni tapi ada konektornya tu ka. (haa…) ‘Aaaa lihat, kalau ini digabung ini, ema lihat, perhatikan.’ Dia suruh saya ni. (hm hm) ‘Ini, tida bisa bergerak begini. Terus kalau begini, tangannya bere… hayo kenapa?’ Kenapa? Heii, dia yang jawab sendiri, ‘Karena saya kancingnya begini, jadi tangannya… (tertawa)’ So mulai… Ini anak ini…

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

55

Dari penjabaran tersebut dapat dilihat bahwa dari keenam kategori yang

telah dirumuskan dalam teori, terdapat empat kategori kemampuan berpikir kritis

yang muncul, yaitu secara berturut-turut kemampuan menginterpretasi,

kemampuan melakukan inferensi, kemampuan mengevaluasi, dan terakhir

kemampuan mengeksplanasi. Keempat kategori ini merupakan kemampuan-

kemampuan yang dipandang sebagai kemampuan yang banyak diamati sebagai

bentuk berpikir kritis pada anak menurut ibu di Flores.

b. Pemahaman terhadap Disposisi Berpikir Kritis pada Anak

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, disposisi mengarah pada

kecenderungan yang dimiliki, atau dapat dikatakan sebagai sifat yang menetap

yang cenderung berulang pada individu. Pemahaman ibu tentang berpikir kritis

pada anak yang mengacu pada komponen disposisi sangat sering muncul dalam

penelitian ini, bahkan jumlah jawaban partisipan yang mengacu pada disposisi

berpikir kritis mencapai dua kali lipat jumlah jawaban yang mengacu pada

kemampuan berpikir kritis. Dari hasil FGD yang dilakukan, kategori disposisi

berpikir kritis secara berturut-turut mulai dari yang paling banyak muncul adalah

sikap ingin tahu, diikuti dengan kecenderungan berpikir yang sistematis,

kemudian kecenderungan untuk menggunakan penalaran. Sedangkan kategori

yang tidak muncul adalah kecenderungan berpikir yang tidak berat sebelah.

Keingintahuan atau sikap ingin tahu adalah sikap ingin mengetahui

banyak hal dan ingin memiliki pengetahuan yang luas. Sikap ingin tahu ini adalah

kategori yang sangat mendominasi jawaban subjek dalam keseluruhan proses

FGD yang dilakukan. Hal ini terlihat dari jawaban para partisipan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

56

beranggapan bahwa anak yang berpikir kritis adalah anak yang memiliki rasa

ingin tahu yang besar. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:

P9. Ingin tahunya tinggi sekali. P12. Iya tinggi sekali ingin mencari tahu. P8. Kritis…

P20. Memang pada dasarnya anak-anak umur begini kan ingin tahu, to? (he eh) (ingin cari tahu…) ..... buat, dia bertanya, ini untuk apa, ini untuk apa… bagaimana ini…

Setelah sikap ingin tahu, kategori kedua yang sering muncul adalah

kecenderungan berpikir yang sistematis, yaitu memiliki alur berpikir yang

terorganisir dan teratur dalam penyelidikan atau pemecahan masalah. Hal ini

terlihat dari jawaban ibu yang menceritakan anaknya yang tetap persisten dengan

berbagai cara dalam penyelidikan atau pemecahan masalah.

P6. Oo menangis main game, atau apa, lihat-lihat gambar, lihat-lihat gambar yang disuka begitu di internet, terus kita bilang, ‘Eii pulsa internet so tidak ada lagi’. ‘Pergi isi ka…’ Begitu to, sampe kepada harus bisa dapat itu. ‘Eii uang tidak ada lagi’ atau ‘Malam ni sudah tutup’… ‘Di ATM itu kan bisa’ Jadi semuaa, semua… (Semua caranya…) Sampai kepada, kalau memang tida ada, ‘Kalau begitu kita ambil di nene punya kios saja’ (tertawa). Sampe… sampe harus bisa menemukan… (tertawa) jawabannya, untuk memenuhi keinginannya.

Jawaban berikut ini juga masih terkait dengan persistensi tersebut, di mana

anak yang berpikir kritis juga dianggap fokus dan tekun dalam melakukan

penyelidikan. Hal ini terlihat misalnya dari jawaban salah seorang partisipan:

P6. Dia angkat gorden semua, dia angkat jo susun, api unggun ni… (para partisipan dan moderator tertawa) ‘Saya mau buat api unggun ini, saya eksperimen, saya punya eksperimen ini jangan ganggu.’ (para partisipan tertawa dan menimpali dengan berbicara bersamaan) ….. Kadang eksperimennya dibawa sampai ke tempat tidur. (partisipan tertawa)

Disposisi ketiga yang cukup sering muncul adalah kecenderungan untuk

menggunakan penalaran, di mana anak cenderung bersandar pada bukti dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

57

penalaran. Hal ini terlihat dari jawaban partisipan di mana anaknya bersikap tidak

mau menerima begitu saja dan mempertimbangkan sebab akibat.

P13. Anak, menurut saya anak yang kritis itu anak yang tidak mau menerima begitu saja. Harus ada sebab, akibat, kenapa kalau kita buat harus ada sebabnya, harus ada akibatnya. P12. Hmm hmm. Tidak menerima begitu saja..P13. Haaa tidak menerima begitu saja. Kenapa kita buat sesuatu harus ada sebab, dan harus ada akibatnya.

Disposisi ini juga terlihat dari jawaban beberapa partisipan bahwa anak

dianggap berpikir kritis jika tidak mudah percaya tanpa bukti:

P21. Anak yang berpikir kritis itu menurut saya kalau anak itu tidak berpikir mau menerima apa saja. Mereka akan membutuhkan bukti. Contoh saja setiap anak umur-umur begini, kalau kita orang tuamenjanjikan sesuatu ke mereka, biasanya mereka mau bukti dulu.

Selain itu, jawaban lain yang muncul adalah anak yang senang melakukan

uji coba untuk membuktikan, yang terlihat dari kutipan berikut:

P11. Dia senang eksperimen begitu. Kita coba dulu ee, betul ka ne [arti bahasa Indonesia: betul atau tidak]. Begitu dorang.P8. Macam ade tadi, goyang ka tidak, berarti jatuh… [partisipan mengacu pada cerita anak yang menyuruh adiknya naik di kursi untuk melihat apakah bisa jatuh atau tidak bila kursinya digoyang] (partisipan tertawa)P11. Uji coba. Mereka sering mencoba. Mencoba.

Dari paparan tersebut, dapat dilihat bahwa hampir semua kategori

disposisi berpikir kritis muncul pada jawaban partisipan, kecuali kecenderungan

berpikir yang tidak berat sebelah. Disposisi yang paling banyak muncul adalah

sikap ingin tahu, diikuti dengan kecenderungan berpikir yang sistematis,

kemudian kecenderungan untuk menggunakan penalaran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

58

2. Penilaian Ibu terhadap Berpikir Kritis Pada Anak

Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan hasil FGD yang menunjukkan

bagaimana ibu menilai kemampuan dan disposisi berpikir kritis pada anak, yang

dibagi menjadi dua kategori, yaitu penilaian positif dan penilaian negatif.

Penilaian positif menunjukkan bahwa partisipan memandang anak yang berpikir

kritis secara positif, di mana partisipan memiliki pandangan bahwa berpikir kritis

adalah hal yang baik, serta menunjukkan emosi dan tanggapan yang positif ketika

anaknya berpikir kritis. Sedangkan penilaian negatif berarti partisipan memandang

anak yang berpikir kritis secara negatif, di mana partisipan memiliki pandangan

bahwa berpikir kritis adalah hal yang tidak baik atau menunjukkan emosi dan

tanggapan negatif ketika anaknya berpikir kritis.

a. Penilaian Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis pada Anak

Dalam penilaian ibu terhadap kemampuan berpikir kritis pada anak,

muncul penilaian positif dan penilaian negatif. Walaupun begitu, kemampuan

berpikir kritis pada anak lebih sering dinilai partisipan secara positif ketimbang

secara negatif. Salah satu bentuk penilaian positif yang muncul adalah

menganggap pola pikir anak yang berpikir kritis sudah maju dibandingkan orang

tua dulu. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

P2. Ini, iya… Haa sekarang tu, pemahamannya sudah… P1. Sekarang ni, anak-anak juga gizi tinggi to… (ha ah…) jadi pemahamannya cepat sekali. P4. [karena sekarang anak] minum susu… P1. Pola berpikirnya semakin maju. P6. Begitu ka, eksperimen eksperimen segala macam.

Beberapa partisipan juga menganggap anak yang berpikir kritis sebagai

anak yang dewasa dan matang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

59

P4. Tanda-tanda pintarnya, dewasanya juga… Matang.P4. Eiii dia bisa… omongnya… seperti orang tua, begitu.

Jawaban salah seorang partisipan juga menunjukkan bahwa mereka

menganggap anak pintar dan cerdas bila berpikir kritis. Hal itu juga membuat

partisipan merasa senang.

P6. Senang ka, karena… artinya tanda-tanda pintarnya sudah di depan mata (sambil tertawa kecil) …. Anak-anak ni, tanda-tanda cerdasnya sudah di sekitar kita (partisipan tertawa)

Pemikiran anak yang semakin berkembang juga membuat partisipan

merasa senang dan bangga ketika anaknya mampu berpikir kritis. Ungkapan

senang dan bangga ini cukup sering diungkapkan dan konsisten dalam ketiga

kelompok FGD yang dilakukan. Bahkan, salah seorang partisipan juga

mengungkapkan bahwa ia merasa sedih bila anaknya belum bisa berpikir kritis.

P7. Senang dan bangga. P8. Bangga. P11. Iya, bangga, bangga.

P15. Jadi dia celaka, kita yang sedih, ah anak saya ini belum bisa berpikir kritis, mana yang dia lakukan, ini bisa dilakukan dengan baik, ataukah… belum bisa dilakukan.

Salah seorang partisipan juga menganggap berpikir kritis pada anak

sebagai bakat. Hal ini terlihat dari kutipan berikut:

P6. Balon terbang, jadi macam-macam. Jadi selalu saja. (tertawa) Saya juga kadang (tertawa). Saya pikir eks… dengan buat coba-coba tu melatih kekritisan anak to, kalau ini tidak bisa, berarti harus begini. P1. Ha ah… harus begini. P6. Jadi bakat.

Di sisi lain, partisipan juga mengungkapkan penilaian negatif terhadap

anak yang mampu berpikir kritis. Misalnya, beberapa partisipan menganggap

bahwa pemikiran anak terkadang tidak masuk akal, yang terlihat dari jawaban

berikut:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

60

P9. Kadang dorang berpikir… kita bisa masuk otak, kadang tidak.P4. Tidak, tidak pas dengan kita punya logika to?

Selain itu, para partisipan juga memiliki ketakutan di mana mereka

menganggap berpikir kritis pada anak membuat anak bosan ke sekolah.

P6. Terus ada ketakutan juga terkait dengan, di sekolah itu ka, kadang saya pikir anak ini tida mau ke sekolah ini apakah karena dia merasa bahwa dia sudah bisa lalu dia tidak ke sekolah… begitu… P2. Iya… tidak ke sekolah… P6. Itu ka nona takutnya itu. Buat mereka malas, bosan to. Hmm karena kadang, kadang saya dengar, heii malas ke sana ni kami tidak pernah tulis. Kami hanya menyanyi-menyanyi saja…

b. Penilaian terhadap Disposisi Berpikir Kritis pada Anak

Seperti penilaian terhadap kemampuan, disposisi berpikir kritis pada anak

juga dinilai partisipan secara positif sekaligus negatif. Namun berkebalikan

dengan penilaian terhadap kemampuan, disposisi berpikir kritis pada anak lebih

sering dinilai secara negatif ketimbang positif. Salah satu bentuk penilaian positif

yang muncul adalah anggapan partisipan bahwa anak yang bertanya itu baik,

agar tidak mendapat jawaban yang salah dari luar. Hal ini dimaksudkan pada

anak yang bertanya pada orang tua, bukannya pada orang lain misalnya dalam

lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk. Hal ini terlihat dari pernyataan

berikut:

P2. Ya… Anak bertanya. P4. Anak lihat di film-film itu to, film sinetron… Ha ah, jo itu… Ha ah, jo tanta reaksinya atau respon tanta menurut tanta, itu baik ka tida? P1. Kalau saya itu tu… anak-anak juga perlu tau ee? Haa… supaya karena ini kan perkembangan zaman to, (ha ah…) jadi kalau kita sembunyi-sembunyi, jangan sampai mereka pengaruh dari luar lebih apa lagi… Kalau dari rumah kita ajarkan ini begini, tida boleh seperti ini, Oa nonton film, tapi film ini tida boleh…

Berpikir kritis juga dipandang sebagai tingkah anak yang lucu. Hal ini

terlihat dari jawaban partisipan sebagai berikut:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

61

P8. Dia toleh keluar jo masih gelap, ‘matahari belum naik tu le mamaaa’ aaa… (beberapa partisipan tertawa). Begitu anaknya tu. Lucu.

P8. Kalau itu… lucu, dia tu… dia berpikir mungkin kritis juga.

Penilaian positif juga dapat dilihat dari ungkapan partisipan yang merasa

senang ketika anaknya berpikir kritis, khususnya ketika anak bertanya. Bahkan

seorang partisipan juga mengatakan bahwa ia justru akan kuatir jika anak tidak

pernah bertanya.

P19. Pasti orang tua kalau anak bertanya pasti senang. Dan pasti berusaha memberikan jawaban sesuai dengan pemahaman anak.

P6. Kita senang ka daripada anak yang tidak pernah… Tidak pernah bertanya… (iya, tanya…) kan kita pasti kuatir. Malah lebih kuatir lagi. Malah lebih kuatir lagi tanta? P2. Iya… P4. Suka pendiam… Kenapa tanta Filo? P4. Suka diam, suka duduk diam… Suka diam, terus suka menyendiri, itu yang torang kuatir.

Sedangkan bentuk penilaian negatif yang muncul adalah pernyataan

partisipan yang menganggap anak yang berpikir kritis membuat orang tua lelah

dan pusing. Hal ini sangat sering muncul dalam ketiga kelompok FGD yang

dilakukan. Hal ini terlihat dari kutipan berikut:

P1. Pusing… P4. Artinya pusing… P1. Tanya terlalu banyak…

P19. Cape… karena anak ini tanya terus-terus. P20. Sampai kita tidak bisa menjawab. P14. Kita jawab setengah-setengah juga mereka tetap tanya… P19. Tetap tanya… Ini bagaimana? P22. Atau kemarin pulang dari toko… (beberapa partisipan tertawa) Baru pulang kerja… P21. Capek…

Sejalan dengan jawaban tersebut, banyak partisipan juga mengungkapkan

pandangan bahwa berpikir kritis pada anak membuat orang tua emosi, stress, dan

jengkel, khususnya ketika anaknya terlalu banyak bertanya, yang terlihat dari

jawaban berikut:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

62

P7. Jengkel… Menjengkelkan. P10. Iya. P9. Iyaa, tanya terus-terus… (partisipan tertawa) P7. Tanya terus-terus kita pun jengkeel… P12. Tanya-tanya yang kita jawab dia tanya ulaaaang… Haaa, jadi… (tertawa) P10. Tanya ulang lagi… P11. Apalagi kita lagi sementara kerja. P12. Benar… P11. Apalagi sementara kerja, lagi sibuk. P12. Haaa… P11. Dia tanyanya yang sama yang sama. P12. Saaama sama itu. P11. Kadang menjengkelkan. (partisipan tertawa) Karena kita capek. Baru… (tertawa) P10. Pulang jo…

Karena kejengkelan tersebut, para partisipan juga menyatakan bahwa

mereka merasa harus bersabar bahkan berpura-pura ketika menghadapi anak

yang berpikir kritis.

P12. Umur-umur begitu tu kita harus sabar. P10. Harus sabar betul-betul tu. P9. Mesti sabar.

P12. Heeiii kita mesti jadi artis, ee kadang senyum… (para partisipan tertawa) Iya… Jadi artis… Bisa acting begitu ya tanta… P12. Bisa acting… P11. Heii tapi… tida bisa le. (para partisipan tertawa)

Penilaian negatif dari partisipan juga terlihat dari pernyataan partisipan

yang menganggap berbahaya anak yang berpikir kritis. Jawaban ini muncul

ketika partisipan menceritakan anaknya yang melakukan eksperimen yang

berbahaya, atau ketika anak menunjukkan rasa ingin tahu terhadap adegan bunuh

diri dalam sinetron yang ditontonnya.

P6. Kadang juga bisa berbahaya to, sekali, pasang apa di tengah rumah ni ka. Dia angkat gorden semua, dia angkat jo susun, api unggun ni… (para partisipan dan moderator tertawa)

P4. Haa saya takut ngeri, tiba-tiba kita merasa begitu dia… Pikir ke arah situ… P4. Pikir ke arah situ baru dia buat itu yang bikin saya… (para partisipan tertawa) Tida bisa omong le… ‘ade mau te’ ‘Tidak! Saya cuman ee… tanya saja ema. Bunuh diri tu begitu ka?’ Jo dia lihat orang pegang dengan tali ikat di leher lagi saya juga takut… (moderator dan para partisipan tertawa).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

63

Beberapa partisipan juga menganggap anak yang berpikir kritis sebagai

tantangan bagi orang tua, yang juga menunjukkan anggapan orang tua bahwa

anak yang berpikir kritis menjadi sulit untuk dihadapi, yang terlihat dari jawaban

berikut:

P6. Tida, memang kritis ini jadi… tantangan kita orang tua untuk mengasuh anak ni. Karena ini sharing saja, tapi saya masih ingat kalau jaman dulu kan, orang tua sering apa, mengajar kita, misalnya hal-hal yang tabu, tidak boleh dibuat kan. Dengan larangan-larangan yang dibuat misalnya dengan mengarang cerita bahwa, oh itu tidak boleh karena ini. Tapi anak sekarang tidak bisa lagi. Tidak bisa… P2. Karena perkembangan… P6. Karena, karena kenapa begitu? Oh tidak begini, ha ah, pasti akan begitu. Jadi kita akan sulit, sangat sulit.P6. Makanya soal sikap kritisnya anak-anak itu kan buat kita apa… P4. Tantangan tersendiri… P2. Tantangan untuk orang tua…

Sama seperti penilaian terhadap kemampuan, hasil ini juga menunjukkan

adanya penilaian ibu terhadap disposisi yang berlawanan, walaupun lebih

didominasi oleh penilaian negatif ketimbang positif.

3. Temuan-temuan Tambahan

a. Temuan Tambahan dalam hal Pemahaman

Di luar kategori-kategori yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini

juga memunculkan beberapa jawaban yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam

kategori-kategori tersebut. Untuk itu, peneliti memasukkannya ke dalam kategori

baru. Dari hasil yang diperoleh, terdapat beberapa kategori baru baik dalam

pemahaman ibu yang mengacu pada kemampuan maupun disposisi berpikir kritis

pada anak.

Dalam kemampuan berpikir kritis, selain jawaban yang sudah dipaparkan

sebelumnya, kemampuan melakukan inovasi dan kemampuan melakukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

64

komparasi juga dipahami oleh para ibu sebagai kemampuan berpikir kritis pada

anak. Kemampuan melakukan inovasi yang dianggap ibu sebagai salah satu

kemampuan berpikir kritis terlihat dari cerita seorang partisipan tentang anaknya

yang mampu memberi ide baru, misalnya ketika anaknya memberi ide untuk

mencampur pewarna kue dengan cara yang baru.

P1. Jadi dia bilang ‘Ema, coba ema campur talas dengan pandan itu, warna beda-beda dengan cokelat itu ema, gagah sekali itu, saya suka!’ Akhirnya saya buat ternyata hasilnya bagus! ….. Beri ide, dia beri ide. ‘Coba ema buat ini coba, campur dengan ini’. Saya, ‘haiii’ dia bilang ‘coba dulu,’ betul, warna gagah. Rasanya juga beda.

Sedangkan kemampuan melakukan komparasi terlihat dari jawaban

partisipan mengenai anaknya yang mampu membandingkan dan menemukan

perbedaan antara dua hal.

P1. Haaa habis, dia pulang dari sekolah ke rumah tu dia cerita, ‘heii saya punya teman tadi tu begini begini begini…’ (tertawa) Tadi ibu mia bilang gambar pola to, di sini kan pulang saya bilang saya lihat dia punya gambar. Saya punya bilang, ‘ema tadi tu saya tida gambar pola begini!’ (para partisipan tertawa). P4. Kan emanya menjahiiit! (tertawa) (para partisipan tertawa dan menimpali dengan berbicara berbarengan) (Oooh menjahiiit… Jadi dia bilang polanya beda dengan…) P5. Dengan temannya punya mungkin… (tertawa) P4. Pola menjahit…

Dalam pemahaman ibu yang mengacu pada disposisi, sikap memaksakan

kehendak, vokal berpendapat, dan suka meniru juga dikelompokkan sebagai

beberapa kategori tersendiri. Kategori yang paling menonjol adalah anggapan

partisipan bahwa anak yang berpikir kritis adalah mereka yang memaksakan

kehendak, yaitu bersikap teguh pada pendirian dan bersikeras untuk memperoleh

yang diinginkannya. Jawaban partisipan yang menunjukkan bahwa anak memiliki

keinginan dan kemauan yang harus dipenuhi dapat dilihat dalam kutipan berikut:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

65

P9. Kalau saya punya Monik itu dia sifatnya memaksa. (P11 tertawa) Dia itu, memaksa. Kalau dia punya kemauan itu, harus itu.P11. Harus itu…P9. Kita tidak bisa rubah itu, tidak bisa.

Beberapa partisipan juga menganggap bahwa anak yang memprotes bila

tidak sesuai keinginan/pandangannya merupakan anak yang berpikir kritis. Salah

satu contohnya adalah sebagai berikut:

P7. Me adenya te, ‘jangan begitu ka, ambil sendok, baru ambil piring, taroh… baru ambil sendok lagi… begitu. Rapi ka ni…’ (partisipan tertawa) Begitu… Jadi dia suka protes apa yang kakanya buat dia. (ha ah…)

Selain itu, kategori ini juga ditunjukkan dalam jawaban partisipan bahwa

anak seringkali tidak mau mengubah pendapatnya. Hal ini terlihat misalnya dari

kutipan berikut:

P4. Pusing karena kita jelaskan, jelaskan, dia tetap, ‘tidak emaa! Harus begini!’ P2. Harus pikirannya dorang…

(Lalu dia punya pemikiran sendiri dan yakin juga dengan pemikirannya walaupun kita sudah bilang, begini! Tapi dia tetap.) P4. Tetap, benar… (Harus seperti ini…) P4. Harus seperti maunya.

Walaupun begitu, ada seorang partisipan dari kelompok FGD ketiga yang

mengungkapkan bahwa hal tersebut tidak termasuk dalam berpikir kritis pada

anak. Hal ini terlihat ketika peneliti menanyakan kembali kepada partisipan

tersebut:

Kalau yang tanta sebut tadi apa yang diinginkan harus dipenuhi menurut tanta itu termasuk dalam berpikir kritis atau tidak? Menurut tanta saja. P15. Itu… itu bukan berpikir kritis (sambil tertawa). Karena itu mungkin ada paksaan begitu, dipaksakan menurut kehendak begitu, (oke tanta)tidak boleh harus dipenuhi (partisipan tertawa).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

66

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kategori ini juga berlawanan

dengan salah satu disposisi berpikir kritis yang sudah ada, yaitu kecenderungan

berpikir yang tidak berat sebelah.

Selain sifat memaksakan kehendak tersebut, disposisi lain yang beberapa

kali muncul dalam pemahaman partisipan adalah kecenderungan untuk vokal

berpendapat, yaitu disposisi untuk menyampaikan pandangan dengan berani dan

terkesan menentang. Hal ini terlihat dari jawaban partisipan yang menunjukkan

sikap anak yang berani dalam menyampaikan pendapat:

P1. Jadi pulang tu, ‘Bapa uang ka…’ Saya bilang, bapa bilang, ‘Uang tida ada!’ Bapanya ka ‘Eii uang tida ada.’ ‘Heiii kamu ni, kerja-kerja mulai pagi sampai malam ini ni, buat apa? Cari uang to? Kasih saya makan. Jadi kasih saya uang memang.’ ‘Kau tidak usah makan besok. Minta uang.’ ‘Haa besok saya tida usah makan ka, yang penting uang sini.’ (beberapa partisipan tertawa) ‘Kerja-kerja itu untuk kami ka ema, untuk siapa?’

Kategori baru yang terakhir adalah pandangan partisipan bahwa anak

memiliki kecenderungan untuk meniru, yaitu kecenderungan untuk mencontoh

dan mengikuti apa yang dilakukan orang lain. Hal ini terlihat dari jawaban

partisipan yang menunjukkan bahwa anaknya cenderung mencontoh apa yang

dilakukan orang lain.

P12. Kadang mereka buat kasi contoh, mereka pulang tu, mereka jadi guru mereka buat seperti itu ka… (tertawa) P11. Ibu di sini, ajar bagaimana…P12. Bagaimana… P11. Mereka meniru.P12. Mereka umur begitu suka meniru.P11. Meniru. Ha ah. Mereka meniru.

Temuan-temuan tersebut menunjukkan pemahaman ibu di Flores yang

tidak sepenuhnya sama dengan teori yang sudah ada. Hal ini akan dibahas lebih

lanjut pada bagian pembahasan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

67

b. Temuan Tambahan dalam hal Penilaian

Sama seperti bagian sebelumnya, terdapat beberapa temuan tambahan

dalam penilaian ibu terhadap berpikir kritis pada anak. Salah satunya adalah

keragu-raguan partisipan dalam menilai berpikir kritis pada anak, di mana

partisipan masih belum dapat menentukan apakah baik kemampuan maupun

disposisi berpikir kritis pada anak dinilai secara positif atau negatif.

Keragu-raguan partisipan dalam hal penilaian salah satunya terlihat dari

partisipan P6 yang merasa bingung dan bertanya-tanya apakah anak sudah

melebihi usia perkembangannya. Hal ini terkait dengan cerita dari partisipan

tersebut bahwa anaknya sangat terobsesi dengan sains dan benda-benda luar

angkasa, mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai sains yang membuatnya

tidak mampu menjawab, serta seringkali melakukan eksperimen dengan melihat

acara televisi. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

P6. Kalau dia… Jangan sampe kami punya sudah lebih dari lewat, bae tida ni? (para partisipan tertawa keras) Karena kami tidak tahu to, kami belum tau batasannya harusnya anak umur begini, sampai begini, itu kan kita tidak tahu. Tapi ya itu… Tapi mudah-mudahan kecemasan kami ini tidak, tidak benar, begitu. ….. Kadang-kadang berpikir, apakah ini, ini wajar kah, untuk seorang anak yang umur begini…

Jawaban ini menunjukkan bahwa salah satu alasan dari keragu-raguan

partisipan adalah kurangnya pengetahuan atau informasi yang dimiliki partisipan

mengenai tahapan perkembangan anak yang baik dan benar. Kebingungan dan

keragu-raguan ini ternyata juga ditunjukkan oleh beberapa partisipan yang

berbeda, yang beberapa kali melontarkan pertanyaan “Apa ini bae ka tida?”

(apakah ini baik atau tidak), misalnya dalam menanggapi cerita anak yang sudah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

68

mahir menggunakan komputer atau menanyakan hal-hal yang tidak terduga, atau

anak yang enggan ke sekolah karena dianggap membosankan. Hal ini

menunjukkan keragu-raguan partisipan dalam menilai berpikir kritis pada anak,

baik dalam hal kemampuan maupun disposisi.

Selain keragu-raguan tersebut, di luar rancangan awal penelitian ini, para

partisipan juga mengungkapkan jawaban yang menunjukkan perilaku mereka

ketika merespon anak yang berpikir kritis, yang dapat memunculkan hal yang

menarik untuk dibahas. Penilaian positif maupun negatif yang muncul dari FGD

yang dilakukan diperkuat dengan jawaban yang muncul mengenai perilaku yang

ibu lakukan terhadap anak yang berpikir kritis. Terkait dengan penilaian positif

yang telah dipaparkan, beberapa partisipan mengungkapkan bahwa mereka

berusaha menjelaskan sebisanya ketika anak bertanya, berusaha memberi teladan

dan berhati-hati untuk tidak memberi contoh yang buruk, bahkan mendukung

penilaian positifnya dengan membelikan sarana untuk mendukung berpikir kritis

pada anak, misalnya cat air untuk bahan eksperimen yang dilakukan anaknya.

Di sisi lain, penilaian negatif juga didukung dengan respon lanjutan dari

orang tua sebagai perilaku yang muncul dalam menghadapi anak yang berpikir

kritis. Salah satunya adalah anggapan bahwa anak yang berpikir kritis dapat

menjadi berbahaya, ditanggapi dengan usaha ibu untuk melakukan antisipasi dan

selalu berhati-hati, misalnya ketika menjawab pertanyaan anak. Sedangkan ketika

ibu merasa lelah atau pusing ketika anak terlalu banyak bertanya, beberapa

partisipan akan menghindar atau menolak menjawab pertanyaan anak, mengusir

dan menyuruh anak pergi ketika anak banyak bertanya, bahkan muncul juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

69

beberapa perilaku yang menurut peneliti sangat berpengaruh terhadap berpikir

kritis pada anak, misalnya reaksi partisipan yang marah dan membentak anak

ketika anak banyak bertanya. Bahkan, hampir semua partisipan menyatakan

bahwa mereka melakukan kekerasan fisik pada anak ketika berpikir kritis,

khususnya ketika anak bertanya terus-menerus. Dari jawaban partisipan,

diungkapkan bahwa hal tersebut dianggap sebagai hal biasa dan lumrah oleh para

partisipan. Hal menarik yang diamati peneliti adalah bahwa semua partisipan

terlihat sangat bersemangat ketika menjawab pertanyaan ini, saling bersahutan

secara bersamaan, bahkan tertawa.

Haaa… Tadi tanta sempat sebut tanta pukul sudah, pernah ka tida tanta? P. (berbarengan) pukul kaaaa! (moderator tertawa) P6. Tida ada yang tida pukul kami… P1. Pukul! ‘Hmh! Diam, diam, apa lagi?’ (partisipan lain tertawa) Sementara menonton film dia taaanya tanya film, itu begena? ‘Hmmhh diam!’ (memeragakan mencubit) (moderator dan para partisipan tertawa)P4. Sampe sampe sampe yang, dia puas dulu tida tanya. Kalau saya sudah malas tu pukul! Ei! (partisipan tertawa) Haa..

Temuan-temuan ini semakin menguatkan penilaian yang bertentangan dari

para partisipan, di mana muncul penilaian positif sekaligus negatif yang juga

didukung oleh perilaku partisipan ketika menanggapi anaknya yang berpikir kritis.

Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian pembahasan. Ringkasan dari hasil

FGD yang telah dipaparkan di atas dapat dilihat dalam Tabel 4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

70

Tabel 4Ringkasan hasil FGD

Pemahaman Ibu terhadap Berpikir Kritis Pada AnakKemampuan Disposisi

Kategori yang muncul

- Menginterpretasi- Melakukan inferensi- Mengevaluasi- Mengeksplanasi

- Sikap ingin tahu- Kecenderungan berpikir yang

sistematis- Kecenderungan untuk

menggunakan penalaranYang tidak muncul

- Melakukan swa-regulasi- Menganalisis

- Kecenderungan berpikir yang tidak berat sebelah

Penilaian Ibu terhadap Berpikir Kritis Pada AnakKemampuan Disposisi

Positif Menganggap anak mampu berpikir kritis:- pola pikirnya maju- berbakat- pintar dan cerdas- dewasa dan matang- membanggakan dan

membuat ibu senang- jauh lebih berkembang

dibandingkan orang tua dulu

Menganggap anak yang berpikir kritis:- lucu- melakukan hal yang benar,

agar tidak mendapat informasi yang menyesatkan

- membuat ibu senang, dan justru ibu akan kuatir bila anak tidak pernah bertanya

Negatif Menganggap anak yang berpikir kritis:- pemikirannya tidak masuk

akal- akan bosan untuk pergi ke

sekolah- melebihi batas

perkembangan yang sesuai dengan umurnya

Menganggap anak yang berpikir kritis:- membuat ibu lelah dan pusing- membuat ibu stres, emosi, dan

jengkel- menguji kesabaran ibu- menganggap berbahaya- menjadi tantangan bagi orang

tua

Temuan TambahanDalam hal Pemahaman

Kemampuan DisposisiKategori baru

- Melakukan inovasi- Melakukan komparasi

- Sikap memaksakan kehendak- Vokal dalam berpendapat- Kecenderungan untuk meniru

Dalam hal PenilaianRagu-ragu; tidak dapat menentukan apakah kemampuan dan disposisi berpikir kritis pada anak baik atau tidak

Perilaku Perilaku yang menguatkan Perilaku yang menguatkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

71

yang muncul

penilaian positif:- Berusaha menjelaskan

sebisanya ketika anak bertanya

- Membelikan sarana untuk mendukung berpikir kritis pada anak

penilaian negatif:- Melakukan antisipasi dengan

memastikan lingkungan anak tidak memberi informasi yang berbahaya

- Menghindar atau menolak menjawab pertanyaan anak

- Mengusir dan menyuruh anak pergi ketika anak banyak bertanya

- Marah dan membentak anak yang banyak bertanya

- Melakukan kekerasan fisik ketika anak banyak bertanya (memukul, menarik, mencubit)

C. Pembahasan

1. Pemahaman Ibu terhadap Berpikir Kritis pada Anak

Mengenai pemahaman ibu terhadap berpikir kritis pada anak, terlihat

bahwa jawaban ibu cukup luas dan mencakup hampir semua kategori dari

kemampuan dan disposisi berpikir kritis. Ketika peneliti pertama kali

menyebutkan istilah berpikir kritis dalam FGD, para partisipan terlihat sedikit

kesulitan dalam menanggapinya. Peneliti mengamati bahwa istilah ini jarang

digunakan dalam kehidupan sehari-hari partisipan, yang terbiasa menggunakan

bahasa daerah (baik bahasa Lamaholot maupun bahasa Nagi yang lebih mirip

bahasa Indonesia). Namun setelah peneliti memberikan definisi para ahli tentang

berpikir kritis yang disederhanakan peneliti dalam bahasa sehari-hari, para

partisipan menunjukkan bahwa mereka memahami apa yang dimaksud oleh

peneliti. Walaupun tidak familiar dengan kata ‘berpikir kritis’, jawaban partisipan

yang luas, bervariasi, dan secara garis besar cukup sesuai dengan teori berpikir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

72

kritis yang sudah banyak dikembangkan sebelumnya menunjukkan bahwa para

ibu di Flores sebenarnya memahami dengan baik konsep berpikir kritis,

khususnya pada anak. Hal ini secara tidak langsung dapat menunjukkan kesadaran

yang baik dari para ibu di Flores mengenai berpikir kritis pada anak.

Bila dibandingkan antara jumlah jawaban yang menunjukkan kemampuan

dan disposisi berpikir kritis, jawaban partisipan yang menunjukkan pemahaman

mengenai disposisi berjumlah jauh lebih banyak ketimbang kemampuan berpikir

kritis, bahkan mencapai dua kali lipatnya. Hal ini menunjukkan kecenderungan

ibu untuk lebih mengidentikkan berpikir kritis pada anak pada disposisi, yaitu

kecenderungan atau sifat yang menetap pada anak. Temuan dalam hal persepsi ibu

ini berbeda dengan apa yang sudah lama ditekankan dalam dunia pendidikan dan

dalam praktik asesmen, yang justru hanya berfokus pada kemampuan dan tidak

melihat disposisi berpikir kritis (Nieto & Saiz, 2011).

Dalam hal disposisi, sikap ingin tahu merupakan kategori yang paling

sering muncul dalam penelitian ini, yang jumlahnya jauh melebihi jawaban-

jawaban lain. Selain karena sikap ingin tahu mungkin merupakan disposisi yang

diidentikkan oleh para ibu sebagai ciri orang yang berpikir kritis, hal ini mungkin

juga disebabkan oleh seringnya partisipan mengalami pengalaman dengan anak

mereka yang menunjukkan rasa ingin tahu yang besar. Hal ini mengingat salah

satu faktor yang memengaruhi persepsi adalah familiaritas, yaitu pengenalan

berdasarkan paparan yang berkali-kali dari suatu stimulus (Oskamp, 1972, dalam

Sadli, 1977). Menurutnya pula, intensitas dan arti emosionil dari suatu stimulus

juga dapat memengaruhi persepsi seseorang. Hal ini dapat disebabkan oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

73

karakteristik anak-anak pada usia 3-5 tahun, yang termasuk pada tahap

praoperasional menurut Piaget (Santrock, 2012). Menurutnya, anak-anak pada

usia tersebut sangat identik dengan mengajukan serentetan pertanyaan yang

menunjukkan perkembangan mental, minat anak akan penalaran, serta rasa ingin

tahu intelektual anak. Piaget juga mengungkapkan bahwa pertanyaan-pertanyaan

awal anak tampak kira-kira pada usia 3 tahun, dan pada usia 5 tahun pertanyaan-

pertanyaan tersebut mulai membuat lelah orang-orang dewasa di sekitarnya.

Seringnya anak bertanya dan menunjukkan sikap ingin tahunya serta perasaan

atau emosi yang muncul ketika anak bertanya (jengkel, lelah) dapat menyebabkan

ibu mempersepsikan sikap ingin tahu sebagai salah satu bentuk berpikir kritis

dengan jumlah yang dominan. Selain sikap ingin tahu, kecenderungan berpikir

yang sistematis serta kecenderungan untuk menggunakan penalaran juga muncul

beberapa kali, namun tidak dominan. Kategori yang cukup banyak muncul ini

menunjukkan pemahaman ibu yang baik terhadap kemampuan maupun disposisi

berpikir kritis pada anak.

Kategori yang tidak muncul dalam kemampuan berpikir kritis adalah

kemampuan menganalisis dan kemampuan untuk melakukan swa-regulasi.

Sedangkan disposisi berpikir kritis yang tidak muncul adalah kecenderungan

berpikir yang tidak berat sebelah. Menurut dugaan peneliti, kemampuan

menganalisis samasekali tidak diungkapkan oleh partisipan karena pada

umumnya, anak-anak berusia 3-5 tahun hampir tidak menemui situasi yang

mengandung konten berupa paragraf atau argumen yang cukup kompleks untuk

dapat diidentifikasi bagian-bagiannya, seperti pengertian kemampuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

74

menganalisis yaitu kemampuan untuk menguraikan suatu pernyataan atau

argumen menjadi bagian-bagian dan menelaah bagian itu sendiri dan relasi-

relasinya (Facione, 1990). Hal ini dikarenakan misalnya dalam dunia pendidikan,

anak pada masa prasekolah memang belum mendapat materi yang berupa

paragraf, argumen yang kompleks, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari

pun, pada umumnya anak dihadapkan pada argumen yang sederhana dan singkat,

terutama melalui komunikasi verbal.

Sementara itu, kemampuan untuk melakukan swa-regulasi tidak muncul

mungkin dikarenakan para ibu tidak menganggap hal tersebut sebagai bagian dari

berpikir kritis, atau terdapat kemungkinan bahwa anak-anak pada usia tersebut

memang belum menunjukkan kemampuan tersebut, sehingga para partisipan tidak

familiar dan tidak memiliki cerita mengenai anaknya yang sedang melakukan

swa-regulasi, yaitu kemampuan untuk memantau proses dan hasil penalaran yang

dilakukannya. Hal ini masih terkait dengan kecenderungan berpikir yang tidak

berat sebelah, yang juga tidak muncul dalam penelitian ini. Selain terdapat

kemungkinan bahwa partisipan memang tidak menganggap hal tersebut sebagai

bagian dari berpikir kritis, hal ini juga dapat disebabkan karena anak-anak pada

usia 3-5 tahun memang belum menunjukkan pemikiran yang objektif dan mau

melihat dari sudut pandang orang lain. Hal ini dapat terlihat juga dari jawaban

partisipan yang justru menekankan bahwa anak-anak pada usia tersebut sangat

memaksakan kehendak dan tidak mau mengubah pendirian atau pandangannya,

yang diangkat peneliti menjadi sebuah kategori baru. Kecenderungan ini

merupakan kebalikan dari kecenderungan berpikir yang tidak berat sebelah, yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

75

merupakan kecenderungan untuk bersikap objektif dan terbuka terhadap

pandangan yang berbeda. Dari teori perkembangan pun, Piaget menyatakan

bahwa anak-anak pada usia 2 hingga 7 tahun memiliki egosentrisme yang

menonjol, di mana anak belum bisa melihat dari sudut pandang atau perspektif

orang lain (Santrock, 2012).

Kemampuan dan disposisi yang memang belum atau hampir tidak pernah

muncul pada anak dalam kehidupan sehari-harinya dapat menjadi penyebab tidak

munculnya kategori tersebut dalam pemahaman ibu tentang berpikir kritis pada

anak. Hal ini sesuai dengan ciri objek stimuli itu sendiri yang memengaruhi

persepsi, yaitu familiaritas dan intensitasnya (Oskamp, 1972, dalam Sadli, 1977).

Dalam hal ini, apabila kemampuan atau disposisi tersebut tidak familiar atau tidak

muncul secara intens dalam kehidupan sehari-hari mereka bersama anak, hal

tersebut berkemungkinan memengaruhi persepsi yang dimiliki ibu.

Walaupun pemahaman partisipan terhadap berpikir kritis cukup luas dan

mencakup hampir seluruh kategori kemampuan dan disposisi berpikir kritis,

masih terdapat pemahaman yang berbeda dari teori yang sudah ada. Misalnya,

pemahaman yang mencakup kemampuan melakukan inovasi. Kemampuan ini

sangat identik dengan berpikir kreatif, yang tidak dapat disamakan dengan

berpikir kritis. Menurut Beyer (1989, dalam Baker & Rudd, 2001), berpikir kreatif

bersifat divergen dan mencoba menciptakan sesuatu yang baru, sementara berpikir

kritis bersifat konvergen dan berusaha menilai validitas dari sesuatu yang sudah

ada. Kemampuan melakukan komparasi juga tidak termasuk dalam kemampuan

berpikir kritis yang diungkapkan para ahli. Pemahaman ibu terhadap kemampuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

76

mengevaluasi juga sedikit berbeda dengan yang apa yang diungkapkan dalam

teori berpikir kritis. Persepsi yang berbeda ini juga terlihat dalam pemahaman ibu

terhadap disposisi berpikir kritis, yaitu dengan adanya temuan bahwa ibu

menganggap anak yang memaksakan kehendak, vokal berpendapat, dan senang

meniru sebagai anak yang berpikir kritis. Anggapan bahwa anak yang

memaksakan kehendak dan vokal berpendapat sebenarnya masih sejalan dengan

pengamatan peneliti sebelumnya bahwa pada umumnya, orang yang berpikir kritis

seringkali diidentikan sebagai orang yang suka mengkritik dan seringkali

dipandang negatif.

Temuan-temuan mengenai persepsi ibu yang tidak sesuai dengan teori

yang sudah ada tidak menunjukkan bahwa jawaban partisipan adalah salah.

Persepsi bersifat evaluatif dan berbentuk dugaan dari apa yang ditangkap

seseorang, sehingga apa yang diungkapkan seseorang sebagai persepsinya

memang belum tentu sesuai dengan fakta yang secara objektif benar (Mulyana,

2005). Walaupun tidak sepenuhnya sama dengan teori yang ada, hal tersebut tetap

merupakan persepsi dari para ibu di Flores mengenai konsep berpikir kritis.

2. Penilaian Ibu terhadap Berpikir Kritis pada Anak

Dalam hal penilaian, terdapat beberapa temuan yang menarik untuk

dibahas. Secara keseluruhan tanpa memisahkan penilaian terhadap kemampuan

dan disposisi, jawaban partisipan yang menunjukkan penilaian positif hampir

sama jumlahnya dengan yang menunjukkan penilaian negatif. Hal ini

menunjukkan adanya ambivalensi penilaian ibu di Flores terhadap berpikir kritis

pada anak secara umum. Namun apabila dibandingkan, penilaian positif yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

77

diberikan partisipan lebih sering ditujukan pada kemampuan berpikir kritis

(terutama kemampuan menginterpretasi, kemampuan melakukan inferensi, dan

kemampuan mengevaluasi), sedangkan disposisi berpikir kritis (terutama sikap

anak untuk ingin tahu dan memaksakan kehendak) lebih sering dinilai secara

negatif.

Terdapat juga jawaban di mana partisipan masih belum yakin apakah

berpikir kritis pada anak dinilai secara positif atau negatif. Dari jawaban

partisipan, dapat dilihat bahwa salah satu penyebab ibu memiliki keragu-raguan

dalam menilai berpikir kritis pada anak adalah kurangnya pengetahuan partisipan

mengenai batasan perkembangan yang wajar pada anak. Hal ini menunjukkan

bahwa walaupun para ibu di Flores sudah cukup memahami apa yang menjadi

cakupan berpikir kritis, mereka belum memiliki pengetahuan dan informasi yang

memadai dalam beberapa hal. Misalnya, mengenai tahapan perkembangan anak

yang juga berkaitan dengan proses kognisi dan kemampuan berpikirnya.

Selain itu, penilaian positif maupun negatif yang muncul dari penelitian ini

didukung pula dengan jawaban mengenai perilaku ibu terhadap anak yang

berpikir kritis. Hal ini sesuai dengan teori yang sudah dijelaskan sebelumnya,

bahwa perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh bagaimana seseorang

mempersepsikan suatu hal (Sherif, 1969; dalam Sadli, 1977). Perilaku yang

muncul juga mengandung pertentangan, yaitu terdapat perilaku yang mendukung

anak untuk berpikir kritis sekaligus perilaku yang sebenarnya dapat menghambat

perkembangan berpikir kritis pada anak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

78

Jawaban-jawaban yang bertentangan ini menjadi temuan menarik dalam

penilaian ibu terhadap berpikir kritis pada anak. Ditambah lagi, terdapat temuan

bahwa ibu kesal dan jengkel sehingga memukul dan membentak anak yang

banyak bertanya, padahal di sisi lain para partisipan merasa senang dan bangga

bila anaknya berpikir kritis. Hal ini terkait dengan salah satu sifat persepsi yaitu

kontekstual, di mana konteks atau situasi saat suatu objek dipersepsikan dapat

sangat memengaruhi persepsi seseorang (Mulyana, 2005). Misalnya saja kondisi

fisik, kegiatan yang sedang dilakukan, dan rasa lelah ibu ketika anaknya bertanya

dapat sangat memengaruhi persepsi yang dimiliki ibu. Banyak partisipan yang

mengeluh bahwa mereka seringkali merasa lelah karena baru pulang kerja, namun

anak banyak bertanya secara berulang-ulang sehingga membuat mereka jengkel.

Para ibu juga mempersepsikan negatif anak yang banyak bertanya ketika ibu

sedang sibuk melakukan sesuatu, misalnya pekerjaan rumah tangga, atau ketika

sedang menonton televisi. Hal ini juga didukung dengan pendapat Sherif (1969,

dalam Sadli, 1977), yaitu persepsi sebagai salah satu proses psikologis dalam diri

individu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam diri individu yang mencakup

motif-motif sikap, ambisi, serta keadaan seseorang seperti lelah, mengantuk, dan

lain-lain. Hal ini juga terlihat dari jawaban partisipan sebagai berikut:

P2. Tergantung situasi, nona. Kadang-kadang mereka bertanya, kami senang menjawab. (iya…) Tapi ketika kami sedang ada pekerjaan, atau apa itu… itu buat jengkel… Ha… Jadinya, hasil akhirnya marah-marah ke mereka jadinya… (tertawa)

Dari jawaban di atas, dapat dilihat bahwa partisipan tidak dapat

mengendalikan emosi dikarenakan lelah dan jengkel. Walaupun begitu, perilaku

ibu ini sebenarnya sudah termasuk ke dalam bentuk kekerasan pada anak, yaitu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

79

kekerasan fisik dan verbal. Padahal jika anak dibentak atau dipukul ketika banyak

bertanya, anak dapat menganggap apa yang dilakukannya salah dan dapat

membuatnya enggan atau takut untuk bertanya dan menunjukkan rasa ingin

tahunya. Hal ini dapat menghambat tumbuhnya berpikir kritis pada anak. Dampak

lain adalah anak kemudian akan mencari tahu dari lingkungannya karena

mendapat perlakuan tersebut dari orang tua, padahal lingkungan bisa saja

memberi informasi yang tidak disaring atau berbahaya untuk anak. Akan tetapi,

para partisipan mengungkapkan bahwa mendidik anak dengan kekerasan fisik

maupun verbal sudah dianggap wajar dan lumrah dalam lingkungan partisipan,

bahkan di luar konteks anak yang berpikir kritis. Kekerasan terhadap anak dalam

praktik pengasuhan, khususnya di Indonesia pada umumnya memang masih

sering dilakukan oleh orang tua yang masih tinggal di daerah pedesaan, atau

mereka yang berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Namun dalam

penelitian ini, kekerasan fisik dan verbal terhadap anak bahkan masih dilakukan

oleh para partisipan yang sudah mencapai tingkat pendidikan S1 di luar kota dan

memiliki pekerjaan yang mumpuni. Temuan ini menunjukkan masih adanya

praktik pengasuhan anak yang kurang tepat, walaupun partisipan juga

mengungkapkan bahwa mereka melakukan hal tersebut karena menyayangi anak

dan demi kebaikan anak sendiri.

Terlepas dari perilaku negatif tersebut, dari hasil penelitian ini dapat

dilihat bahwa sesuai budaya Lamaholot yang mengutamakan kebenaran,

kejujuran, keadilan dan kepastian, mendorong atmosfer yang demokratis dalam

praktik musyawarah, serta mengharapkan anak untuk menjadi generasi yang lebih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

80

baik dan berkualitas, para ibu di Flores memang menginginkan anaknya untuk

dapat berpikir kritis. Temuan ini berlawanan dengan anggapan bahwa dalam

masyarakat Indonesia, anak diharapkan untuk menjadi submisif dan bergantung,

sementara menjadi individu yang independen dan memiliki kemampuan untuk

mengembangkan pemikirannya dipandang tidak penting samasekali (Setiadi,

1986; Chandra, 2004; dalam Chandra, 2008). Dalam penelitian ini justru

ditemukan ungkapan para ibu yang senang dan bangga karena anak dianggap

memiliki “otak yang tajam” dan “pemikiran yang maju dan cerdas” walaupun

diungkapkan melalui pernyataan anak yang kritis dan terkesan menentang.

Temuan ini cukup menarik karena hal ini juga bertentangan dengan anggapan

bahwa para orang tua di Flores cenderung bersikap superior dan otoriter terhadap

anaknya, yang biasanya akan marah, membentak, atau menghukum anak bila anak

menentang atau ‘berani’ terhadap orang tuanya (Dus Letor, komunikasi pribadi,

25 November, 2016). Perilaku marah, membentak, atau memukul memang

muncul dari hasil penelitian ini, namun menurut peneliti hal tersebut lebih

disebabkan oleh rasa lelah dan jengkel ketimbang sikap otoriter orang tua yang

menyebabkan anak tidak boleh menentang atau mempertanyakan orang tua yang

‘selalu benar’.

Walaupun begitu, terdapat kemungkinan bahwa hal ini hanya terjadi pada

ibu dan tidak pada ayah. Ini terlihat dari jawaban P6 yang secara tidak langsung

mengungkapkan bahwa tidak seperti ibu, ayah masih memiliki superioritas

terhadap anak:

P6. Tapi kadang anak-anak ini kan, tida tahu yang lain, tapi saya punya ni kayaknya sudah biasa to, pukul tu tida terlalu pengaruh juga. Tapi kalau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

81

bapanya satu kali bersuara, maka langsung. P5. Saya punya juga sama, kalau dengan bapanya hanya, ‘Adek!’ Haa. Langsung dia diam… Langsung diam… P2. Langsung ada resp… ada reaksi… P5. Tapi kalau dengan kita, mamanya, oo tidak. P2. Mau sampe mulut berbusa juga… (partisipan lain tertawa) P6. Mungkin karena kita… set… P5. Setiap hari ni… P6. Setiap hari jadi sudah tidak ada pengaruhnya lagi. (tertawa)

Hal ini sesuai dengan budaya patriarki yang diterapkan dalam kebanyakan

etnis di Indonesia, termasuk etnis Flores. Hal ini menyebabkan anak cenderung

lebih takut terhadap ayah yang dianggap sebagai figur otoritas, berbeda dengan

ibu yang seringkali dianggap sebagai sosok yang lembut dan penyayang. Peneliti

menduga jawaban dan temuan yang berbeda akan diperoleh jika peneliti juga

mendalami persepsi ayah terhadap berpikir kritis pada anak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

82

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan

mengenai persepsi ibu di Flores terhadap berpikir kritis pada anak, yaitu:

1. Secara umum, pemahaman ibu di Flores terhadap berpikir kritis pada anak

menunjukkan cakupan jawaban yang luas dan meliputi hampir seluruh

kategori kemampuan dan disposisi berpikir kritis. Walaupun pada pemahaman

ibu masih terdapat sedikit perbedaan dengan teori yang ada, dapat dikatakan

bahwa secara keseluruhan para ibu di Flores memahami dengan baik konsep

berpikir kritis yang mencakup kemampuan dan disposisi.

2. Kategori-kategori yang dipahami ibu di Flores sebagai kemampuan berpikir

kritis pada anak mulai dari yang paling sering muncul hingga yang paling

jarang muncul adalah kemampuan menginterpretasi, kemampuan melakukan

inferensi, kemampuan mengevaluasi, dan kemampuan mengeksplanasi. Di

luar kategori-kategori tersebut, kemampuan melakukan inovasi dan

kemampuan melakukan komparasi juga dipahami ibu di Flores sebagai

kemampuan berpikir kritis pada anak. Kategori kemampuan berpikir kritis

yang tidak muncul dalam pemahaman ibu adalah kemampuan untuk

melakukan swa-regulasi dan menganalisis.

3. Kategori-kategori yang dipahami ibu di Flores sebagai disposisi berpikir kritis

pada anak mulai dari yang paling sering muncul hingga yang paling jarang

muncul adalah sikap ingin tahu, kecenderungan berpikir yang sistematis, serta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

83

kecenderungan untuk menggunakan penalaran. Di luar kategori-kategori

tersebut, terdapat beberapa temuan baru yang dipahami ibu di Flores sebagai

disposisi berpikir kritis pada anak, yaitu sikap memaksakan kehendak,

kecenderungan untuk vokal dalam berpendapat, serta kecenderungan untuk

meniru. Disposisi yang tidak muncul dalam pemahaman ibu adalah

kecenderungan berpikir yang tidak berat sebelah.

4. Sikap ingin tahu sebagai disposisi berpikir kritis, merupakan jawaban yang

paling dominan diungkapkan sebagai pemahaman ibu terhadap berpikir kritis

pada anak. Hal ini terkait dengan usia perkembangan anak 3-5 tahun yang

memang sedang dalam puncak masa ‘haus tanya’.

5. Secara umum, para ibu lebih familiar dengan disposisi berpikir kritis

ketimbang kemampuan, terlihat dari jawaban mengenai disposisi yang jauh

lebih banyak dibandingkan jawaban mengenai kemampuan dalam hal

pemahaman ibu terhadap berpikir kritis pada anak. Hal ini berkebalikan

dengan kecenderungan yang terjadi di dunia pendidikan, di mana kemampuan

berpikir kritis lebih ditekankan ketimbang disposisi berpikir kritis.

6. Dalam hal penilaian terhadap berpikir kritis pada anak, secara umum,

penilaian positif hampir sama banyaknya dengan penilaian negatif. Namun

ketika dicermati lebih jauh, penilaian positif yang diberikan partisipan lebih

sering ditujukan pada kemampuan berpikir kritis (terutama kemampuan

menginterpretasi, kemampuan melakukan inferensi, dan kemampuan

mengevaluasi), sedangkan disposisi berpikir kritis (terutama kecenderungan

anak untuk ingin tahu dan memaksakan kehendak) lebih sering dinilai secara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

84

negatif. Penilaian positif dan negatif ini juga diperkuat oleh jawaban partisipan

yang menunjukkan perilaku yang mendukung penilaian tersebut, baik perilaku

yang mendukung penilaian positif (dengan berusaha menjawab pertanyaan

anak dan membelikan sarana untuk anak) maupun perilaku yang mendukung

penilaian negatif terhadap berpikir kritis pada anak (dengan melakukan

antisipasi, menghindari atau mengusir anak yang bertanya, menolak menjawab

pertanyaan anak, serta melakukan kekerasan fisik dan verbal pada anak yang

terlalu banyak bertanya). Di sisi lain, terdapat pula jawaban partisipan yang

menunjukkan keragu-raguan, di mana partisipan tidak dapat menentukan

apakah disposisi maupun kemampuan berpikir kritis pada anak dinilai secara

positif atau negatif karena tidak mengetahui bagaimana tahapan

perkembangan anak yang normal.

7. Temuan bahwa ibu memarahi, membentak, atau melakukan kekerasan fisik

pada anak menurut peneliti muncul lebih karena rasa lelah, jengkel, dan

kebiasaan para ibu di Flores untuk melakukan kekerasan fisik maupun verbal

pada anak, ketimbang karena tuntutan akan kepatuhan dan superioritas dari

orang tua terhadap anak. Walaupun begitu mungkin dapat ditemukan jawaban

yang berbeda apabila penelitian juga melibatkan subjek ayah, yang cenderung

lebih ditakuti oleh anak ketimbang ibu.

8. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun para ibu di Flores sudah

memiliki pemahaman yang baik terhadap konsep berpikir kritis dan memiliki

penilaian yang positif terhadap anak yang berpikir kritis, temuan yang

bertentangan bahwa ibu juga memiliki penilaian yang negatif dan ragu-ragu,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

85

serta adanya perilaku atau respons ibu yang menghambat berpikir kritis pada

anak, menunjukkan bahwa para ibu di Flores masih perlu dibekali dengan

informasi yang memadai mengenai tumbuh kembang anak dan praktik

pengasuhan yang tepat.

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

1. Dalam hal subjek penelitian, peneliti masih kurang melibatkan para ibu yang

berpendidikan rendah, di mana dalam FGD yang dilakukan, partisipan yang

merupakan lulusan SD dan SMP masih berjumlah sangat sedikit dibandingkan

partisipan yang merupakan lulusan SMA, SMK, D3, atau S1. Penelitian ini

juga tidak meliputi daerah-daerah lain di Flores, Nusa Tenggara Timur, yang

masih terdiri dari banyak subetnis lain, serta kurang melibatkan partisipan

yang berasal dari daerah pedalaman karena alasan teknis dan penggunaan

bahasa daerah yang tidak dikuasai peneliti. Peneliti juga tidak melibatkan

ayah, padahal jawaban yang diperoleh mungkin berbeda.

2. Peneliti kurang bisa mengatur setting FGD sehingga kurang efektif, misalnya

kurang mengatur lokasi agar tidak bersebelahan dengan tempat bermain anak-

anak, atau mengatur waktu pelaksanaan agar tidak bertabrakan dengan jam

anak-anak masih bersekolah, yang cukup mengganggu. Jumlah partisipan

dalam FGD ketiga pun masih di luar rencana.

3. Peneliti kurang banyak melakukan rapport dalam FGD ketiga, sehingga

beberapa partisipan masih malu-malu dalam mengungkapkan pendapatnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

86

C. Saran

a. Bagi Peneliti Selanjutnya

1. Peneliti selanjutnya dapat memperkaya cakupan partisipan, misalnya meneliti

partisipan yang berpendidikan rendah atau dari subetnis lain serta dari daerah

pedalaman, juga dapat melibatkan ayah.

2. Peneliti selanjutnya dapat meneliti tentang berpikir kritis pada anak secara

lebih mendalam, terkait temuan peneliti bahwa persepsi ibu yang sama sekali

tidak mencakupkan kemampuan swa-regulasi dan disposisi pemikiran yang

tidak berat sebelah.

b. Bagi Para Ibu

1. Para ibu disarankan untuk menciptakan situasi tumbuh kembang anak yang

kondusif bagi kemampuan dan disposisi berpikir kritis pada anak, dengan

menerapkan perilaku yang mendukung seperti menjawab pertanyaan anak,

menyediakan sarana prasarana bagi anak (misalnya membelikan permainan

untuk mendukung berpikir kritis, menyediakan bahan anak untuk

bereksperimen, membelikan buku cerita atau buku aktivitas interaktif yang

dapat memancing kekritisan anak), dan sebagainya.

2. Disarankan untuk tidak melakukan kekerasan fisik maupun verbal pada anak

yang sedang berpikir kritis, karena dapat menghambat perkembangan berpikir

kritis pada anak.

3. Lebih mencari informasi mengenai tumbuh kembang anak dan mengenai cara-

cara pengasuhan yang tepat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

87

c. Bagi Pemerintah atau Instansi Terkait

1. Menggalakkan pentingnya berpikir kritis baik dalam bidang pendidikan

maupun dalam pengasuhan orang tua.

2. Mengadakan intervensi bagi para ibu di Flores misalnya dalam bentuk

sosialisasi mengenai berpikir kritis, maupun mengenai tumbuh kembang anak

dan praktik pengasuhan yang tepat dan baik untuk anak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

88

DAFTAR ACUAN

Anderson, L.W., & Krathwohl, D.R., (Peny.). (2001). A taxonomy for learning, teaching, and assessing: A revision of bloom’s taxonomy of educational objectives (Ed. rev.). United States: Longman, Inc.

Bailin, S., Case, R., Coombs, J.R., & Daniels, L.B. (1999). Conceptualizing critical thinking. Journal of Curriculum Studies, 31 (3), 285-302.

Baker, M., & Rudd, R. (2001). Relationships between critical and creative thinking. Journal of Southern Agricultural Education Research, 51(1), 173-188.

Bebe, M.B. (2014). Panorama budaya Lamaholot: Kekerabatan, ritus perjamuan, adat kematian, rekonsiliasi, dan bahasa arkais. Larantuka: YPPS Press.

Chandra, J.S. (2004). Notions of critical thinking in Javanese, Batak Toba and Minangkabau culture. Dalam B. N. Setiadi, A. Supratiknya, W. J. Lonner, & Y.P. Poortinga (Peny.). Ongoing themes in psychology and culture: Selected papers from the Sixteenth International Congress of the International Association for Cross-cultural Psychology (hh. 275-294). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Chandra, J.S. (2008). A Vygotskian perspective on promoting critical thinking in young children through mother-child interactions. Disertasi doktor yang tidak diterbitkan. Murdoch University, Australia.

Creswell, J.W. (2014). Penelitian kualitatif & desain riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Davis-Seaver, J. (2000). Critical thinking in young children. New York: Edwin Mellen Press.

Duncan, G.J., & Magnuson, K. (2004). Individual and parent-based intervention strategies for promoting human capital and positive behavior. Dalam P.L., Chase-Lansdale, K, Kiernan., & R.J., Friedman (Peny.), Human Development Across Lives and Generations: The Potential for Change, hh. 93-138. Cambridge: Cambridge University Press.

Facione, P.A., Facione, N.C., & Giancarlo, C.A. (2000). The disposition toward critical thinking: Its character, measurement, and relationship to critical thinking skill. Informal Logic, 20, 61-84.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

89

Facione, P.A. (1990). Critical thinking: A statement of expert consensus for purposes of educational assessment and instruction. Executive Summary: The Delphi Report. California Academic Press.

Facione, P.A. (2013). Critical thinking: What it is and why it counts. Measured Reasons and The California Academic Press. Millbrae: Insight Assessment.

Fisher, A. (2001). Critical thinking: An introduction. Cambridge: Cambridge University Press.

Hayon, Y.S. (2007). Etika dan moralitas Lamaholot bagi pejabat publik: Belajar dari tradisi pembangunan koko bale dan pembukaan eta (etan). Dalam Herin S.S. (Peny.), Sketsa budaya Lamaholot etika dan moralitas publik: Konsepsi kearifan lokal dalam pembangunan daerah (hh. 107-166).Larantuka: Penerbit Yayasan Cinta Kasih.

Hurit, S.P. (2016, November). Menjadi manusia Lamaholot. Warta Flobamora, 23, 16-19.

Kennedy, M., Fisher, M.B., & Ennis, R.H. (1991). Critical thinking: Literature review and needed research. Dalam L. Idol & B.F. Jones (Peny.), Educational values and cognitive instruction: Implications for reform (hh. 11-40). Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum & Associates.

Kleden, P.B. (2007). Relevansi etika lokal dalam era globalisasi: Sebuah pengantar. Dalam Herin S. S. (Peny.), Sketsa budaya Lamaholot etika dan moralitas publik: Konsepsi kearifan lokal dalam pembangunan daerah(hh. 7-22). Larantuka: Penerbit Yayasan Cinta Kasih.

Lai, E.R. (2011). Critical thinking: A literature review. Pearson Research Report.

Lun, V.M.-C. (2010). Examining the influence of culture on critical thinking in higher education. Disertasi doktor yang tidak diterbitkan. Victoria University of Wellington, Wellington, New Zealand.

Mulyana, D. (2005). Ilmu komunikasi: Suatu pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Murphy, P.K., Rowe, M.L., Ramani, G., & Silverman, R. (2014). Promoting critical-analytic thinking in children and adolescents at home and in school. Educational Psychology Review, 26, 561-578. New York: Springer Science and Business Media.

Nieto, Ana M., & Saiz, Carlos. (2011). Skills and dispositions of critical thinking: Are they sufficient? Anales De Psicología, 27(1), 202-209.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

90

Padji. (1992). Meningkatkan keterampilan otak anak (psikologi perkembangan anak): Menyongsong masa depan yang lebih cemerlang. Bandung: CV Pionir Jaya.

Richmond, J.E.D. (2007). Bringing critical thinking to the education of developing country professionals. International Education Journal, 8(1), 1-29.

Robbins, S.P., & Judge, T.A. (2013). Organizational behavior (ed. ke-15). USA: Pearson.

Sadli, S. (1977). Persepsi sosial mengenai perilaku menyimpang. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.

Sanga, F. (2007). Nilai-nilai dasar budaya Lamaholot: Sebuah konsep pembangunan daerah yang berpijak pada kearifan lokal. Dalam Herin S.S. (Peny.), Sketsa budaya Lamaholot etika dan moralitas publik: Konsepsi kearifan lokal dalam pembangunan daerah (hh. 36-72). Larantuka: Penerbit Yayasan Cinta Kasih.

Santrock, J.W. (2012). Life-span development: Jilid 1 (ed. ke-13). University of Texas, Dallas: Mc Graw-Hill.

Setyawan, Davit. (2015, Februari 11). KPAI: Ribuan anak indonesia jadi korban pornografi internet. Diakses tanggal 19 Agustus 2016 dari http://www.kpai.go.id/berita/kpai-ribuan-anak-indonesia-jadi-korban-pornografi-internet-2/g

Supratiknya, A. (2015). Metodologi penelitian kuantitatif & kualitatif dalam psikologi. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.

Syamsu, Yusuf L.N. (2000). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Young, K. 1956. Social psychology. New York: McGraw-Hill.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

91

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

92

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEPSI …repository.usd.ac.id/11750/2/129114041_full.pdfberpikir kritis tidak hanya menerima secara pasif informasi yang masuk, tapi juga

93

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI