Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
FASE TERBALIK UNTUK PENETAPAN KADAR SALBUTAMOL
SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM SEDIAAN SIRUP MEREK “X”
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Agustinus Hendy Larsen
NIM: 108114014
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
FASE TERBALIK UNTUK PENETAPAN KADAR SALBUTAMOL
SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM SEDIAAN SIRUP MEREK “X”
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Agustinus Hendy Larsen
NIM: 108114014
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
Halaman Persembahan
Aku dilahirkan bukan dengan tingkat kepintaran/kepandaian yang tinggi..,
tetapi dengan hoki yang cukup memuaskan.. (Larsen, 2014)
Skripsi itu... Ngga semudah apa yg kamu bayangkan... Ngga sesulit apa yg
kamu pikirkan... (Larsen, 2014)
Seorang ayah dapat dengan mudah memiliki anak.. Jauh lebih sulit bagi
seorang anak untuk dapat memiliki ayah yang sejati..
Mah.. Pah.. ndy minta maaf ya.. ndy minta bantu doa ne terus ya Mah,
Pah.. Biar ndy dapat menjadi orang sukses.. ndy cuma pengin mbuat
Mamah sama Papah bangga sama ndy, dan juga bahagia.. Amin..
Penyesalan selalu datang belakangan.., kalau di depan namanya
pendaftaran..
Real eyes.. Realize.. Real lies..
Kupersembahkan untuk:
Mamah, Alm. Papah, Oh Yus, Picky
Saudara, Sahabat, Teman, dan Almamaterku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan anugerah yang telah diberikan sehingga penelitian dan penyusunan
skripsi yang berjudul “Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Fase Terbalik untuk Penetapan Kadar Salbutamol Sulfat dan Guaifenesin dalam
Sediaan Sirup Merek “X”” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana farmasi (S. Farm.) di Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam pelaksanaan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini,
penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang
bersedia membimbing, memberi masukan dan jalan keluar serta saran yang
sangat bermanfaat dalam menyelesaikan penelitian ini hingga penyusunan
naskah skripsi.
3. Jeffry Julianus, M.Si. dan Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku
dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun
dalam penyusunan skripsi.
4. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku dosen pembimbing akademik atas
pendampingannya dari semester awal hingga akhir ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
5. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
yang telah mendampingi, membagi ilmu dan pengalamannya yang sangat
bermanfaat dalam bidang farmasi.
6. Seluruh Staf laboratorium kimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma terutama Mas Bimo, Mas Agung, Mas Kayat, Pak Parlan, Mas
Otok, Pak Mus, dan Pak Iswandi yang telah banyak membantu dan bersedia
untuk direpotkan selama penulis menyelesaikan penelitian skripsi ini.
7. PT. Ifars Pharmaceutical Laboratories yang telah bersedia memberikan
senyawa standar Salbutamol Sulfat yang berguna bagi penelitian.
8. Yani Ardiyanti, SF., Apt., M.Sc., yang telah bersedia memberikan senyawa
standar Guaifenesin yang berguna bagi penelitian.
9. Mamah Dra. Bernardine Susy Mayawati Soeharto, Alm. Papah Bernardus
Bambang Hermantodjojo, Ooh Vinsensius Julius Marco, S. Farm., Apt., dan
Yoseph Picky Martisen yang telah mendoakan dan terus memberikan
semangat agar cepat selesai skripsi dan kuliahnya.
10. JiKo Indah Susilowati/Souw Swan Ie dan keluarga yang telah membantu
membiayai perkuliahan dan kehidupan penulis selama kuliah serta
mendoakan dan juga memberikan semangat.
11. Um Ir. Laurentius Darmawan Soeharto yang telah memberikan laptop
kepada penulis, karena tanpa laptop ini penulis mengalami kesulitan selama
penyusunan skripsi dan perkuliahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
12. Olivia Christie Anjalicca Endut wud wud yang selalu membantu, memberi
perhatian, menyemangati, menghibur di saat sedih, dan selalu ada untuk
penulis.
13. Ricardo Kenny Chandra, S. Farm. yang sangat banyak membantu,
mendukung, menyemangati, dan menghibur penulis di saat penulis
kehilangan semangat.
14. Christian Gunawan, S. Farm. (Master) yang sangat sabar dan baik hati
dalam membantu, mendukung, dan menyemangati penulis.
15. Aries Mulyawan dan Priscilla Novelia S. sebagai teman sekelompok
perjuangan skripsi.
16. Olek, Eng, Odex, Daniel, Ita Oki, Angel Endul, Cilla Ciun, DeKa, Harris,
Hanna HP, Ko Demas, Verica, Mba Astri, Desti, Tomas, Angga, Bakti,
Tora, serta teman-teman semua yang telah membantu, mendukung,
menyemangati penulis.
17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas
dukungannya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam skripsi ini.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan. Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca dan
dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………...
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………..
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………..
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………………………..
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ………………………………..
PRAKATA ………………………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………...
DAFTAR TABEL ………………………………………………………...
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………...
INTISARI ………………………………………………………………....
ABSTRACT ………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………..
A. Latar Belakang ……………………………………………………...
1. Permasalahan …………………………………………………..
2. Keaslian Penelitian ……………………………………………..
3. Manfaat Penelitian ……………………………………………..
B. Tujuan Penelitian …………………………………………………...
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA …………………………………….
A. Penyakit Saluran Pernapasan .............................................................
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
xi
xv
xvi
xxi
xxiii
xxiv
1
1
3
3
4
5
6
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
B. Salbutamol Sulfat …………………………………………………...
C. Guaifenesin ………………………………………………………....
D. Spektrofotometri Ultraviolet ………………………………………..
E. Larutan Penyangga (Bufer) ………………………………………....
F. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ………………………...
1. Tinjauan umum KCKT ………………………………………...
2. Instrumentasi ...............................................................................
G. Validasi Metode Analisis …………………………………………...
1. Tinjauan umum validasi metode analisis ……………………....
2. Parameter validasi metode analisis .............................................
H. Landasan Teori ……………………………………………………...
I. Hipotesis …………………………………………………………….
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………………...
A. Jenis dan Rancangan Penelitian …………………………………...
B. Variabel Penelitian ………………………………………………...
C. Definisi Operasional ……………………………………………....
D. Bahan Penelitian …………………………………………………..
E. Alat Penelitian ..................................................................................
F. Tatacara Penelitian ...........................................................................
1. Pembuatan asam fosfat 0,1 M ………………………………….
2. Pembuatan bufer kalium dihidrogen fosfat 0,01 M ....................
3. Pembuatan fase gerak …………………………………………..
6
8
9
14
16
16
16
21
21
23
25
26
27
27
27
28
28
29
29
29
29
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
4. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang
digunakan untuk penentuan panjang gelombang pengamatan ....
5. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat ……………………..
6. Pembuatan larutan baku guaifenesin …………………………...
7. Pembuatan seri larutan baku campuran salbutamol sulfat dan
guaifenesin ……………………………………………………..
8. Penetapan panjang gelombang (λ) maksimum salbutamol sulfat
dan guaifenesin dengan spektrofotometer UV-Vis …………….
9. Preparasi sampel .........................................................................
10. Preparasi adisi baku dalam sampel .............................................
11. Validasi metode analisis ………………………………………..
12. Uji kestabilan larutan baku …………………………………….
G. Analisis Hasil ……………………………………………………...
1. Selektivitas ……………………………………………………..
2. Linieritas .....................................................................................
3. Akurasi ………………………………………………………....
4. Presisi …………………………………………………………..
5. Rentang ………………………………………………………...
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………....
A. Pembuatan Fase Gerak …………………………………………….
B. Pembuatan Larutan Baku ………………………………………….
C. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan ……………………...
30
31
31
31
32
32
33
33
34
35
35
35
36
36
37
38
38
39
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
D. Analisis Kualitatif Berdasarkan Waktu Retensi (tR) Salbutamol
Sulfat dan Guaifenesin …………………………………………….
E. Pembuatan Kurva Baku Salbutamol Sulfat dan Guaifenesin ……..
F. Validasi Metode Analisis .................................................................
1. Selektivitas ……………………………………………………..
2. Linieritas .....................................................................................
3. Akurasi ………………………………………………………....
4. Presisi …………………………………………………………..
5. Rentang ………………………………………………………...
G. Uji Kestabilan Larutan Baku ...........................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………….
A. Kesimpulan ………………………………………………………..
B. Saran ……………………………………………………………....
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
LAMPIRAN ……………………………………………………………....
BIOGRAFI PENULIS …………………………………………………….
45
49
53
53
56
56
58
59
59
62
62
62
63
66
114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I.
Tabel II.
Tabel III.
Tabel IV.
Tabel V.
Tabel VI.
Tabel VII.
Tabel VIII.
Tabel IX.
Tabel X.
Tabel XI.
Jenis bufer dalam analisis menggunakan KCKT …………....
Nilai UV cut-off pelarut dalam analisis menggunakan KCKT..
Kategori metode pengujian validitas ………………………....
Parameter validasi yang dipersyaratkan untuk validasi metode
analisis ………………………………………………………..
Kriteria rentang % Recovery yang diperbolehkan ………........
Kriteria KV atau % RSD yang diperbolehkan ………………..
Penentuan kurva baku guaifenesin ……………………….......
Nilai resolusi (Rs) campuran baku dan sampel …………........
Hasil penetapan % Recovery baku guaifenesin adisi ……........
Hasil persen perubahan (%) pada uji kestabilan guaifenesin ...
Hasil persen perubahan (%) pada uji kestabilan salbutamol
sulfat .........................................................................................
16
18
22
22
24
25
51
55
58
60
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar 15.
Gambar 16.
Gambar 17.
Struktur salbutamol sulfat …………………………………….
Struktur guaifenesin ..................................................................
Gambaran eksitasi elektron …………………………………...
Penyerapan sinar UV oleh larutan ……………………………
Diagram skematis spektrofotometer UV-Vis ………………...
Monokromator ………………………………………………..
Diagram skematis sistem KCKT secara umum ………………
Kolom pada KCKT …………………………………………...
Spektra salbutamol sulfat 3 seri konsentrasi dengan pelarut
metanol ……………………………………………………….
Spektra guaifenesin 3 seri konsentrasi dengan pelarut metanol
Gugus kromofor dan auksokrom salbutamol sulfat …………..
Gugus kromofor dan auksokrom guaifenesin ...........................
Spektra tumpang tindih salbutamol sulfat dan guaifenesin ......
Kromatogram baku salbutamol sulfat (a), kromatogram baku
guaifenesin (b), dan kromatogram sampel (c) ..........................
Interaksi salbutamol sulfat dengan fase diam (a), interaksi
guaifenesin dengan fase diam (b) .............................................
Interaksi salbutamol sulfat dengan fase gerak (a), interaksi
guaifenesin dengan fase gerak (b) ............................................
Kurva baku guaifenesin ............................................................
7
8
10
11
13
14
17
20
42
42
43
43
44
46
47
48
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
Gambar 18.
Gambar 19.
Bentuk degradasi salbutamol sulfat ..........................................
Kromatogram pemisahan analit dalam campuran baku (a),
dalam sampel (b) .......................................................................
52
54
Gambar 20.
Gambar 21.
Gambar 22.
Gambar 23.
Gambar 24.
Gambar 25.
Gambar 26.
Gambar 27.
Gambar 28.
Gambar 29.
Gambar 30.
Gambar 31.
Gambar 32.
Gambar 33.
Gambar 34.
Gambar 35.
Gambar 36.
Gambar 37.
Gambar 38.
Gambar 39.
Kromatogram baku guaifenesin 36 μg/mL replikasi I ………..
Kromatogram baku guaifenesin 45 μg/mL replikasi I ………..
Kromatogram baku guaifenesin 54 μg/mL replikasi I ………..
Kromatogram baku guaifenesin 63 μg/mL replikasi I ………..
Kromatogram baku guaifenesin 72 μg/mL replikasi I ………..
Kromatogram baku guaifenesin 36 μg/mL replikasi II ………
Kromatogram baku guaifenesin 45 μg/mL replikasi II ………
Kromatogram baku guaifenesin 54 μg/mL replikasi II ………
Kromatogram baku guaifenesin 63 μg/mL replikasi II ………
Kromatogram baku guaifenesin 72 μg/mL replikasi II ………
Kromatogram baku guaifenesin 36 μg/mL replikasi III ……...
Kromatogram baku guaifenesin 45 μg/mL replikasi III ……...
Kromatogram baku guaifenesin 54 μg/mL replikasi III ……...
Kromatogram baku guaifenesin 63 μg/mL replikasi III ……...
Kromatogram baku guaifenesin 72 μg/mL replikasi III ……...
Kromatogram sampel 40 μg/mL replikasi I ..............................
Kromatogram sampel 40 μg/mL replikasi II ............................
Kromatogram sampel 40 μg/mL replikasi III ...........................
Kromatogram sampel 50 μg/mL replikasi I ..............................
Kromatogram sampel 50 μg/mL replikasi II ............................
74
75
75
76
76
77
77
78
78
79
79
80
80
81
81
83
84
84
85
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
Gambar 40.
Gambar 41.
Gambar 42.
Kromatogram sampel 50 μg/mL replikasi III ...........................
Kromatogram sampel 60 μg/mL replikasi I ..............................
Kromatogram sampel 60 μg/mL replikasi II ............................
86
86
87
Gambar 43.
Gambar 44.
Gambar 45.
Gambar 46.
Gambar 47.
Gambar 48.
Gambar 49.
Gambar 50.
Gambar 51.
Gambar 52.
Gambar 53.
Gambar 54.
Gambar 55.
Gambar 56.
Gambar 57.
Gambar 58.
Gambar 59.
Gambar 60.
Gambar 61,
Kromatogram sampel 60 μg/mL replikasi III ...........................
Kromatogram sampel rendah adisi replikasi I ..........................
Kromatogram sampel rendah adisi replikasi II .........................
Kromatogram sampel rendah adisi replikasi III .......................
Kromatogram sampel sedang adisi replikasi I .........................
Kromatogram sampel sedang adisi replikasi II ........................
Kromatogram sampel sedang adisi replikasi III .......................
Kromatogram sampel tinggi adisi replikasi I …........................
Kromatogram sampel tinggi adisi replikasi II ..........................
Kromatogram sampel tinggi adisi replikasi III .........................
Kromatogram baku guaifenesin 36 μg/mL 6 Maret 2014 ........
Kromatogram baku guaifenesin 54 μg/mL 6 Maret 2014 ........
Kromatogram baku guaifenesin 72 μg/mL 6 Maret 2014 ........
Kromatogram baku guaifenesin 36 μg/mL 7 Maret 2014 ........
Kromatogram baku guaifenesin 54 μg/mL 7 Maret 2014 ........
Kromatogram baku guaifenesin 72 μg/mL 7 Maret 2014 ........
Kromatogram baku guaifenesin 36 μg/mL 8 Maret 2014 ........
Kromatogram baku guaifenesin 54 μg/mL 8 Maret 2014 ........
Kromatogram baku guaifenesin 72 μg/mL 8 Maret 2014 ........
87
88
88
89
89
90
90
91
91
92
95
95
96
96
97
97
98
98
99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
Gambar 62.
Gambar 63.
Gambar 64.
Gambar 65.
Gambar 66.
Gambar 67.
Gambar 68.
Gambar 69.
Gambar 70.
Gambar 71.
Gambar 72.
Kromatogram baku salbutamol sulfat 0,8 μg/mL 5 Maret
2014............................................................................................
Kromatogram baku salbutamol sulfat 1,2 μg/mL 5 Maret
2014............................................................................................
Kromatogram baku salbutamol sulfat 1,6 μg/mL 5 Maret
2014............................................................................................
Kromatogram baku salbutamol sulfat 0,8 μg/mL 6 Maret
2014............................................................................................
Kromatogram baku salbutamol sulfat 1,2 μg/mL 6 Maret
2014............................................................................................
Kromatogram baku salbutamol sulfat 1,6 μg/mL 6 Maret
2014............................................................................................
Kromatogram baku salbutamol sulfat 0,8 μg/mL 7 Maret
2014............................................................................................
Kromatogram baku salbutamol sulfat 1,2 μg/mL 7 Maret
2014............................................................................................
Kromatogram baku salbutamol sulfat 1,6 μg/mL 7 Maret
2014............................................................................................
Kromatogram baku salbutamol sulfat 10 μg/mL 16 Januari
2014............................................................................................
Kromatogram baku salbutamol sulfat 10 μg/mL 8 Maret
2014............................................................................................
102
103
103
104
104
105
105
106
106
107
107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
Gambar 73.
Gambar 74.
Gambar 75.
Gambar 76.
Gambar 77.
Gambar 78.
Kromatogram baku campuran salbutamol sulfat 1,2 μg/mL
dan guaifenesin 80 μg/mL replikasi I .......................................
Kromatogram baku campuran salbutamol sulfat 1,2 μg/mL
dan guaifenesin 80 μg/mL replikasi II ......................................
Kromatogram baku campuran salbutamol sulfat 1,2 μg/mL
dan guaifenesin 80 μg/mL replikasi III .....................................
Kromatogram sampel 50 μg/mL untuk menunjukkan resolusi
replikasi I ..................................................................................
Kromatogram sampel 50 μg/mL untuk menunjukkan resolusi
replikasi II .................................................................................
Kromatogram sampel 50 μg/mL untuk menunjukkan resolusi
replikasi III ................................................................................
109
110
111
112
112
113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Certificate of Analysis (CoA) salbutamol sulfat …………...
Certificate of Analysis (CoA) guaifenesin ………………....
Data penimbangan baku …………………………………...
Skema pembuatan larutan baku guaifenesin dan contoh
perhitungan kadar larutan baku yang digunakan …………..
Kromatogram baku guaifenesin untuk kurva baku ………...
Data penentuan kurva baku guaifenesin …………………...
Persamaan dan gambar kurva baku guaifenesin …………...
Kromatogram sampel ……………………………………....
Kromatogram sampel adisi ………………………………...
Perolehan nilai AUC sampel dan sampel adisi, contoh
perhitungan konsentrasi terukur, perhitungan % Recovery,
dan KV baku guaifenesin adisi …………………………….
Kromatogram baku guaifenesin untuk uji kestabilan larutan
baku guaifenesin …………………………………………...
Perolehan nilai AUC baku guaifenesin, contoh perhitungan
konsentrasi terukur dan perhitungan % perubahan untuk uji
kestabilan larutan baku guaifenesin ………………………..
Skema pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan
contoh perhitungan kadar larutan baku yang digunakan
untuk uji kestabilan larutan baku salbutamol sulfat ……….
67
69
72
72
74
82
82
83
88
92
95
99
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxii
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Lampiran 16.
Lampiran 17.
Kromatogram baku salbutamol sulfat untuk uji kestabilan
larutan baku salbutamol sulfat ……………………………..
Perolehan nilai AUC baku salbutamol sulfat, contoh
perhitungan % perubahan untuk uji kestabilan larutan baku
salbutamol sulfat …………………………………………...
Kromatogram untuk menunjukkan resolusi pemisahan
salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam larutan baku
campuran …………………………………………………...
Kromatogram untuk menunjukkan resolusi pemisahan
salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sampel …………..
102
108
109
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxiii
VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
FASE TERBALIK UNTUK PENETAPAN KADAR SALBUTAMOL
SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM SEDIAAN SIRUP MEREK “X”
INTISARI
Salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan biasanya digunakan
untuk mengobati penyakit batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas
(bronkitis). Kombinasi kedua senyawa ini harus dapat menghasilkan efek
terapeutik yang diharapkan. Untuk menjamin keamanan dan keefektivannya,
maka perlu dilakukan analisis penetapan kadar kedua senyawa tersebut dengan
metode yang telah tervalidasi.
Penelitian yang dilakukan bersifat non eksperimental deskriptif.
Salbutamol sulfat dan guaifenesin dianalisis secara kuantitatif menggunakan
sistem KCKT fase terbalik yang optimal dengan fase diam C18 merek Shimadzu
(250 x 4,6 mm, ukuran partikel 5 μm), fase gerak metanol : 0,01 M bufer kalium
dihidrogen fosfat pH 3 (40:60) dengan kecepatan alir fase gerak 1 mL/min dan
detektor UV pada panjang gelombang 275 nm.
Parameter validitas yang digunakan adalah selektivitas, linieritas,
akurasi, presisi, dan rentang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode KCKT
fase terbalik yang digunakan memiliki selektivitas yang baik dengan adanya
pemisahan sempurna dari peak kedua senyawa di atas dan linieritas yang baik
untuk guaifenesin dengan nilai (r) sebesar 0,9997. Akurasi, presisi, dan rentang
yang baik berada pada tingkat konsentrasi sedang/tengah (guaifenesin 50 μg/mL)
dengan nilai % Recovery sebesar 100,09-101,28% dan KV sebesar 0,59%.
Berdasarkan hasil tersebut, metode KCKT fase terbalik pada penetapan kadar
guaifenesin dalam sediaan sirup “X” memenuhi parameter validitas yang baik,
tetapi tidak untuk salbutamol sulfat.
Kata kunci: salbutamol sulfat, guaifenesin, KCKT, sirup, validasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxiv
VALIDATION METHOD OF REVERSE PHASE HIGH PERFORMANCE
LIQUID CHROMATOGRAPHY TO PERFORM THE ASSAY OF
SALBUTAMOL SULFATE AND GUAIFENESIN IN THE SYRUP
DOSAGE FORM BRAND “X”
ABSTRACT
Salbutamol sulfate and guaifenesin dosage form is usually used to treat
productive cough that is accompanied by breathless (bronchitis). The combination
of both compounds should be able to produce a therapeutic effect to be expected.
To ensure the safety and effectiveness of the compounds, an analysis is needed to
determine the compounds with methods that have been validated.
Study was conducted with a non experimental descriptive. Salbutamol
sulfate and guaifenesin was analyzed quantitatively using reversed-phase HPLC
system with an optimal C18 stationary phase (250 × 4.6 mm, 5 μm particle size)
brand Shimadzu, mobile phase methanol : 0.01 M potassium dihydrogen
phosphate buffer pH 3 (40 : 60) with a flow rate 1 mL/min and UV detector at a
275 nm wavelength.
Parameter validity used were selectivity, linearity, accuracy, precision,
and range. The result of the study showed that the reversed-phase HPLC method
used had good selectivity in the presence of a perfect separation of the two
compounds above peak and good linearity for the guaifenesin with values (r) of
0.9997. Accuracy, precision, and a good range of concentration levels are at
moderate or middle (guaifenesin 50 μg/mL) with a value of % Recovery 100.09 to
101.28% and CV 0.59%. Based on these results, reversed-phase HPLC method to
determine of guaifenesin in syrup "X" meets the parameters of good validity, but
not for salbutamol sulfate.
Key words: salbutamol sulfate, guaifenesin, HPLC, syrup, validation
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma adalah suatu penyakit pernapasan yang ditandai dengan inflamasi
saluran pernapasan yang menyebabkan aliran udara ke dan dari paru kurang
lancar, sehingga menimbulkan gejala-gejala khas yaitu batuk, mengi, dan sesak
napas (UBM Medica, 2011). Asma merupakan salah satu penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Berdasarkan penelitian International Study on Asthma
and Allergies in Childhood, diperkirakan 2-5% penduduk Indonesia menderita
asma, dan umumnya prevalensi asma di perkotaan lebih tinggi dibanding di
pedesaan (Oemiati dkk., 2010). Salah satu obat yang digunakan dalam pengobatan
asma adalah salbutamol sulfat.
Batuk adalah suatu respon alami tubuh untuk menjaga agar tenggorokan
dan saluran napas kita bersih. Selain itu, batuk juga dapat menandakan terjadinya
penyakit lain, misalnya asma. Perokok dewasa biasanya mengalami batuk kronik
yang disertai dengan sesak asma dengan angka kejadian sekitar 24-29%
(Dicpinigaitis, 2006). Batuk yang disertai asma terjadi karena pengentalan lendir
pada lapisan epitel di saluran pernapasan, sehingga jalannya udara menjadi
terhambat. Salah satu obat yang digunakan dalam pengobatan batuk seperti ini
adalah guaifenesin.
Penggunaan kombinasi salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan
obat ditujukan untuk pasien yang mengalami batuk berdahak disertai dengan
sesak napas (bronkitis). Kombinasi ini dapat berfungsi sebagai bronkodilator dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
ekspektoransia pada asma bronkial, bronkitis kronik dan emfisema, dengan
sputum pada saluran pernapasan (UBM Medica, 2011). Untuk menjamin
keamanan dan keefektivan obat tersebut, perlu dilakukan analisis berupa
penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan teliti.
Penelitian mengenai penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin
pernah dilakukan oleh Walode dkk. (2013) menggunakan metode Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan fase gerak asetonitril dan bufer fosfat serta
Korany dkk. (2010) menggunakan KCKT dengan kecepatan alir fase gerak
1,5 mL/min. Penelitian tersebut dianggap kurang efisien dan ekonomis karena
menggunakan asetonitril (biaya mahal) serta membutuhkan jumlah fase gerak
yang cukup banyak, maka peneliti mencoba untuk mengembangkan metode yang
lebih efisien dan ekonomis.
Metode yang dipilih dalam penelitian ini yaitu metode KCKT fase
terbalik karena KCKT merupakan salah satu teknik pemisahan campuran yang
modern dan memiliki kelebihan dalam hal selektivitas dan sensitivitasnya untuk
pemisahan suatu campuran. Selain itu, KCKT juga dapat digunakan untuk
menganalisis cuplikan yang tidak menguap dan labil pada suhu tinggi (jika
dibandingkan dengan Gas Chromatography) karena dapat dilakukan pada suhu
kamar dan tidak terbatas pada senyawa organik saja (Kazakevich dan
Lobrutto, 2007).
Untuk dapat menetapkan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam
sediaan sirup, diperlukan serangkaian penelitian terdahulu yaitu optimasi dan
validasi metode. Menurut Mulyawan (2014), kondisi KCKT yang optimal yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
dengan menggunakan fase diam C18 merek Shimadzu (250 x 4,6 mm, ukuran
partikel 5 μm), fase gerak metanol : 0,01 M bufer kalium dihidrogen fosfat pH 3
(40:60) dengan kecepatan alir fase gerak 1 mL/min.
Dalam hal ini, peneliti mengambil bagian pada tahap validasi metode.
Suatu metode analisis harus divalidasi ketika baru pertama kali dikembangkan dan
belum divalidasi. Tujuan validasi yaitu untuk memberikan jaminan bahwa metode
analisis yang digunakan memenuhi parameter-parameter validasi yang meliputi
selektivitas, linieritas, akurasi, presisi, dan rentang. Validasi metode merupakan
tahapan yang penting untuk dilakukan dalam suatu penetapan kadar senyawa agar
dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan.
1. Permasalahan
Apakah metode KCKT fase terbalik pada penetapan kadar salbutamol
sulfat dan guaifenesin dalam sediaan sirup merek “X” menggunakan fase diam
C18 merek Shimadzu (250 x 4,6 mm, ukuran partikel 5 μm), fase gerak metanol
: 0,01 M bufer kalium dihidrogen fosfat pH 3 (40:60) dengan kecepatan alir
fase gerak 1 mL/min, memenuhi parameter-parameter validasi yaitu
selektivitas, linieritas, akurasi, presisi, dan rentang?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian pengembangan dan validasi metode kuantifikasi salbutamol
sulfat dan guaifenesin dengan menggunakan metode KCKT telah dilakukan
oleh:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
a. Walode dkk. (2013) dengan penelitian penetapan kadar salbutamol
sulfat dan guaifenesin menggunakan fase diam C18 (250 x 4,6 mm), fase gerak
asetonitril : 50 mM bufer dinatrium hidrogen fosfat dan 0,1% trietilamin
pH 3,0 (36:64) dengan kecepatan alir fase gerak 0,8 mL/min.
b. Korany dkk. (2010) dengan penelitian penetapan kadar salbutamol
sulfat dan guaifenesin menggunakan fase diam C18 (250 x 4,6 mm) dengan fase
gerak metanol : 0,01 M bufer natrium dihidrogen fosfat pH 3,2 (40:60) dengan
kecepatan alir fase gerak 1,5 mL/min.
Berdasarkan penelitian di atas, penelitian validasi metode penetapan
kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan sirup merek “X” dengan
metode KCKT fase terbalik fase diam C18 merek Shimadzu (250 x 4,6 mm,
ukuran partikel 5 μm) dan fase gerak metanol : 0,01 M bufer kalium dihidrogen
fosfat pH 3 dengan kecepatan alir fase gerak 1 mL/min belum pernah
dilakukan sebelumnya. Keunggulan dari penelitian yang dilakukan
dibandingkan penelitian sebelumnya yaitu lebih efisien dan ekonomis karena
tidak menggunakan asetonitril dan jumlah fase gerak yang lebih sedikit.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat metodologis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah
tentang penggunaan metode KCKT fase terbalik dengan fase diam C18 merek
Shimadzu (250 x 4,6 mm, ukuran partikel 5 μm) dan fase gerak metanol :
0,01 M bufer kalium dihidrogen fosfat pH 3 (40:60) dengan kecepatan alir fase
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
gerak 1 mL/min (Mulyawan, 2014) pada penetapan kadar salbutamol sulfat dan
guaifenesin dalam sediaan sirup merek “X”.
b. Manfaat praktis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
validitas metode (selektivitas, linieritas, akurasi, presisi, dan rentang), sehingga
metode KCKT fase terbalik yang telah optimal (Mulyawan, 2014) dapat
digunakan/diaplikasikan untuk penetapan kadar salbutamol sulfat dan
guaifenesin dalam sediaan sirup merek “X”.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas metode KCKT fase
terbalik pada penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase diam
C18 merek Shimadzu (250 x 4,6 mm, ukuran partikel 5 μm) dan fase gerak
metanol : 0,01 M bufer kalium dihidrogen fosfat pH 3 (40:60) dengan kecepatan
alir fase gerak 1 mL/min, apakah memenuhi parameter-parameter validasi yaitu
selektivitas, linieritas, akurasi, presisi, dan rentang sehingga dapat digunakan
untuk penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan sirup
merek “X”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Penyakit Saluran Pernapasan
Batuk dan asma merupakan penyakit yang mengganggu saluran
pernapasan. Batuk adalah suatu proses alami dan refleks proteksi pada individu
sehat untuk menjaga agar tenggorokan dan saluran napas tetap bersih. Adakalanya
batuk juga merupakan salah satu tanda dari penyakit lain seperti asma (UBM
Medica, 2011).
Menurut The National Asthma Education and Prevention Program, asma
merupakan gangguan inflamasi kronik jalannya udara pada saluran pernapasan.
Pada individu yang rentan, inflamasi dapat menyebabkan episode berulang dari
sesak napas, bengek, batuk, dan sempit dada (Sukandar dkk., 2009).
Penyakit batuk yang disertai dengan asma disebut juga penyakit
bronkitis. Secara garis besar bronkitis disebabkan karena saluran pernapasan yang
teriritasi terus-menerus, sehingga terjadi peradangan dan produksi mukus/dahak
yang berlebihan. Penyakit ini biasa diobati dengan menggunakan kombinasi
salbutamol sulfat dan guaifenesin (UBM Medica, 2011).
B. Salbutamol Sulfat
Salbutamol sulfat (bentuk garam salbutamol) mengandung tidak kurang
dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% (C13H21NO3)2.H2SO4 dengan bobot
molekul 576,7 g/mol (Moffat dkk., 2005). Salbutamol sulfat mudah larut dalam
air, sukar larut dalam etanol, kloroform, dan eter. Zat ini lebih baik disimpan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
dalam wadah tertutup baik dan tidak tembus cahaya (Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
Gambar 1. Struktur salbutamol sulfat (Jyothi dkk., 2012)
Salbutamol sulfat (Gambar 1) dalam suasana asam memiliki λmax 276 nm
dengan nilai 71a dan dalam suasana basa memiliki λmax 245 nm dengan
nilai 510a; serta λmax 295 nm dengan nilai
133a. Salbutamol
sulfat memiliki nilai log P (oktanol/air) = 0,6 serta nilai pKa 9,3 dan 10,3
(Moffat dkk., 2011).
Penelitian mengenai analisis salbutamol sulfat dengan menggunakan
metode KCKT telah dilakukan oleh Martis dan Gangrade (2011) dengan
penelitian analisis salbutamol sulfat dan beklometason dipropionat menggunakan
fase diam C18, fase gerak air : asetonitril (40:60), dan panjang gelombang (λ)
230 nm. Jyothi, VenuGopal, dan Rao (2012) dengan penelitian analisis salbutamol
sulfat dan ipratropium bromida menggunakan fase diam C18, fase gerak 0,05 M
bufer fosfat pH 3,5 : metanol (40:60) dengan kecepatan alir 0,6 mL/min dan
λ 226 nm. Walode dkk. (2013) dengan penelitian penetapan kadar salbutamol
sulfat dan guaifenesin menggunakan fase diam C18, fase gerak campuran
asetonitril : 50 mM bufer dinatrium hidrogen fosfat dan 0,1% trietilamin pH 3,0
(36:64) dengan kecepatan alir fase gerak 0,8 mL/min.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
C. Guaifenesin
Guaifenesin mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
102,0% C10H14O4 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian: serbuk
hablur, putih sampai agak kelabu, bau khas lemah, rasa pahit. Larut dalam air,
etanol, kloroform, dan dalam propilen glikol, agak sukar larut dalam gliserin
(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
Gambar 2. Struktur guaifenesin (Moffat dkk., 2005)
Guaifenesin (Gambar 2) memiliki bobot molekul 198,2 g/mol; titik lebur
78-82oC; nilai log P (oktanol/air) = 1,4; dalam suasana asam memiliki panjang
gelombang maksimum (λmax) 273 nm dengan nilai 125a
(Moffat dkk., 2011).
Penelitian mengenai analisis guaifenesin dengan menggunakan metode
KCKT telah dilakukan oleh Korany dkk. (2010) dengan penelitian penetapan
kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin menggunakan fase diam C18, fase gerak
metanol : 0,01 M bufer natrium dihidrogen fosfat pH 3,2 (40:60) dengan
kecepatan alir fase gerak 1,5 mL/min. Walode dkk. (2013) dengan penelitian
penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin menggunakan fase diam C18,
fase gerak asetonitril : 50 mM bufer dinatrium hidrogen fosfat dan 0,1%
trietilamin pH 3,0 (36:64) dengan kecepatan alir fase gerak 0,8 mL/min.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
D. Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri ultraviolet (UV) adalah pengukuran suatu interaksi
antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia pada
panjang gelombang (λ) 190-380 nm (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan RI, 1995).
Radiasi elektromagnetik pada sinar ultraviolet dan sinar tampak (visibel)
dianggap sebagai energi yang merambat dalam bentuk gelombang.
Panjang gelombang merupakan jarak linier dari suatu titik pada satu gelombang
ke titik yang bersebelahan pada gelombang yang berdekatan (Watson, 2000).
Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk
terjadinya transisi elektronik, maka spektra ultraviolet dan tampak dikatakan
sebagai spektra elektronik. Prinsip kerja spektrofotometri UV-Vis berdasarkan
interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan atom, ion, atau molekul. Serapan
atom menyebabkan peralihan atau transisi elektronik, yaitu peningkatan energi
elektron dari keadaan dasar (ground state) ke satu atau lebih tingkat energi yang
lebih tinggi atau tereksitasi (excited state) (Gambar 3). Transisi terjadi jika energi
yang dihasilkan oleh radiasi sama dengan energi yang diperlukan untuk
melakukan transisi (Watson, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Gambar 3. Gambaran eksitasi elektron (Watson, 2000)
Ada empat tipe transisi elektronik yang dapat terjadi yaitu: σ → σ*, n →
σ*, n → π*, dan π → π*. Transisi elektron (σ → σ*) pada suatu elektron di dalam
orbital molekul bonding akan dieksitasikan ke orbital antibonding sehingga
molekul berada dalam keadaan excited state (σ*). Untuk mengeksitasikan elektron
yang berada pada suatu ikatan kovalen tunggal terikat kuat (orbital σ) diperlukan
radiasi berenergi tinggi atau panjang gelombang pendek. Oleh karena itu, serapan
maksimum yang disebabkan oleh transisi ini tidak pernah teramati pada daerah
ultraviolet (Mulja dan Suharman, 1995).
Transisi elektron n → π* dan π → π* adalah transisi yang paling cocok
untuk analisis karena sesuai dengan panjang gelombang antara 200-700 nm, yang
secara teori dapat diaplikasikan pada spektrofotometer. Molekul organik harus
mempunyai gugus fungsional tak jenuh agar ikatan rangkap dalam gugus tersebut
memberikan orbital π yang diperlukan agar jenis transisi ini dapat terjadi
(Rohman, 2007). Kedua jenis transisi ini membutuhkan adanya kromofor dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
auksokrom dalam struktur molekulnya. Kromofor adalah gugus fungsional tak
jenuh yang menyediakan orbital π yang dapat memberikan serapan pada daerah
ultraviolet. Sedangkan auksokrom adalah gugus jenuh yang bila terikat pada
kromofor dapat mengubah panjang gelombang dan intensitas serapan maksimum
(Sastrohamidjojo, 2001).
Dalam aspek kuantitatif spektrofotometer UV-Vis, suatu radiasi
dikenakan pada larutan (sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan
diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh sampel (Gambar 4) ditentukan dengan
membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan yang diserap. Serapan
terjadi jika radiasi/foton yang mengenai sampel memiliki energi yang sama
dengan energi yang diperlukan untuk perubahan tenaga. Kekuatan radiasi dapat
mengalami penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya
(Rohman, 2007).
Gambar 4. Penyerapan sinar UV oleh larutan (Watson, 2000)
Perhitungan besarnya serapan cahaya oleh suatu molekul dalam larutan
mengikuti Hukum Lambert-Beer dengan rumus:
Log I0/It = A = ε b c
Keterangan:
I0 = intensitas sinar awal
It = intensitas sinar setelah melalui larutan dengan ketebalan b
A = absorbansi terukur (besarnya/sejumlah cahaya yang diserap oleh sampel)
ε = konstante serapan tiap 1 M analit dalam larutan
b = ketebalan kuvet (biasanya 1 cm); dan c = konsentrasi analit (Watson, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Hubungan antara nilai dengan absorptivitas molar (ε) adalah:
ε = x
M
-1cm
-1
Keterangan:
ε = absorptivitas molar (M-1
cm-1
)
= absorptivitas molekul dalam satuan konsentrasi (g/100 mL)
BM = bobot molekul (g/mol) (Rohman, 2007).
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa instensitas yang diteruskan oleh larutan
zat penyerap sebanding dengan tebal dan konsentrasi larutan. Dalam hukum ini
terdapat pembatasan yaitu: sinar yang digunakan dianggap monokromatis; tidak
terjadi fluoresensi atau fosforesensi; indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi
larutan; penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas
sama; dan senyawa yang menyerap tidak tergantung kepada senyawa lain dalam
larutan (Rohman, 2007).
Instrumen yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi radiasi
elektromagnetik sebagai fungsi panjang gelombang disebut spektrofotometer.
Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer (Gambar 5) meliputi: (1)
sumber tenaga radiasi (stabil), (2) sistem yang terdiri atas lensa-lensa, cermin, dan
celah, (3) monokromator untuk mengubah radiasi menjadi komponen-komponen
panjang gelombang tunggal, (4) tempat cuplikan (transparan), dan (5) detektor
radiasi yang dihubungkan dengan pencatat (Sastrohamidjojo, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Gambar 5. Diagram skematis spketrofotometer UV-Vis (Watson, 2000)
Sumber energi pada spektrofotometer harus dapat memberikan intenitas
radiasi elektromagnetik secara stabil pada daerah spektrum elektromagnetik.
Sumber energi dibagi menjadi dua yaitu sumber energi continuum dan sumber
energi line. Sumber energi continuum merupakan sumber energi yang
memancarkan lebih dari satu panjang gelombang dengan intensitas bervariasi dari
masing-masing panjang gelombang. Sumber energi line merupakan sumber energi
yang memancarkan satu panjang gelombang yang selektif. Pada spektrofotometer
UV-Vis menggunakan sumber energi continuum, sehingga membutuhkan
monokromator (Gambar 6) sebagai selektor filter untuk membatasi jumlah
panjang gelombang radiasi elektromagnetik yang akan masuk (Harvey, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Gambar 6. Monokromator (Harvey, 2000)
Panjang gelombang radiasi yang masuk melalui monokromator akan
melewati sampel. Pada saat panjang gelombang radiasi melewati sampel akan
mengalami pengurangan sejumlah radiasi, sehingga panjang gelombang radiasi
yang keluar ditangkap oleh detektor akan lebih kecil dari panjang gelombang
radiasi yang masuk. Banyaknya jumlah radiasi yang berkurang berbanding lurus
dengan konsentrasi analit dalam sampel (Harvey, 2000).
E. Larutan Penyangga (Bufer)
Larutan penyangga/bufer adalah larutan yang dapat mencegah perubahan
pH walaupun ada penambahan sedikit asam atau basa. Larutan bufer biasanya
terdiri atas campuran asam lemah atau basa lemah dengan garamnya masing-
masing. Kerja bufer paling baik terjadi pada pH yang sama dengan pKa asam atau
basa yang membentuk larutan bufer tersebut. Jika perbedaannya terlalu besar,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
ketahanan bufer terhadap pengaruh penambahan asam atau basa akan berkurang
(Cairns, 2008).
Larutan bufer sering digunakan dalam bidang kimia analisis seperti pada
pembutan fase gerak pada KCKT. Bufer memiliki peranan dalam pemisahan
senyawa yang bersifat asam dan basa. Bufer sebagai fase gerak akan memberikan
pH yang relatif konstan dan mengakibatkan waktu retensi senyawa selama
pemisahan menjadi lebih reprodusibel. Beberapa faktor yang harus diperhatikan
dalam penggunaan bufer pada sistem KCKT fase terbalik, antara lain:
1. Nilai pKa asam lemah atau basa lemah dan kapasitas bufer.
2. Kelarutan komponen bufer.
3. Stabilitas bufer.
4. Kompatibilitas bufer dengan komponen lain.
5. Serapan pada daerah UV bila menggunakan detektor UV pada sistem
KCKT (Snyder dkk., 2010).
Kapasitas bufer merupakan kemampuan suatu bufer untuk
mempertahankan pH, tergantung pada nilai pKa asam lemah atau basa lemah,
konsentrasi bufer, dan pH fase gerak. Asam lemah atau basa lemah sebagai
komponen penyusun bufer yang digunakan hendaknya memiliki nilai pKa dalam
rentang ± 1,0 unit dari pH fase gerak yang diinginkan. Larutan bufer yang ideal
untuk digunakan dalam sistem KCKT dengan detektor UV jika memiliki serapan
pada panjang gelombang di bawah 220 nm (Snyder dkk., 1997). Tabel I
menunjukkan beberapa jenis bufer yang sering digunakan dalam analisis
menggunakan KCKT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Tabel I. Jenis bufer dalam analisis menggunakan KCKT (Kromidas, 2005)
F. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
1. Tinjauan umum KCKT
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode
kromatografi cair yang dilengkapi dengan sistem pompa bertekanan tinggi untuk
mengalirkan fase gerak dan detektor yang sensitif sehingga pemisahan dapat
berlangsung dengan cepat dan memiliki efisiensi yang tinggi. Salah satu
keunggulan KCKT dibandingkan dengan kromatografi gas yaitu dapat untuk
menganalisis senyawa yang tidak menguap atau tidak tahan panas tanpa peruraian
atau tanpa perlunya membuat derivat yang dapat menguap (Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
2. Instrumentasi
Instrumen KCKT (Gambar 7) terdiri dari: wadah fase gerak, pompa, alat
untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, dan suatu komputer
atau perekam data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Gambar 7. Diagram skematis sistem KCKT secara umum (Ahuja dan Dong, 2005)
1. Wadah fase gerak dan fase gerak. Wadah fase gerak harus bersih dan
lembam (inert). Fase gerak biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur dan berpengaruh pada daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi
ditentukan oleh polaritas seluruh pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen
sampel. Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk
menghilangkan partikel-partikel kecil. Adanya gas dalam fase gerak juga harus
dihilangkan, karena gas akan mengganggu analisis, terutama mengacaukan bagian
pompa dan detektor (Rohman, 2009).
Komposisi fase gerak akan mempengaruhi pemisahan dan waktu retensi
zat analit. Pemilihan fase gerak perlu mempertimbangkan beberapa hal, seperti:
a. Kelarutan analit dalam fase gerak. Analit harus larut dalam fase gerak
sehingga mencegah terjadinya pengendapan di dalam sistem KCKT.
b. Kompatibilitas terhadap komponen lain. Campuran fase gerak yang
kompatibel akan dapat bercampur dengan baik.
c. Polaritas fase gerak. Kepolaran fase gerak berpengaruh dalam hal
waktu retensi dan resolusi saat pengelusian analit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
d. Viskositas fase gerak. Semakin besar viskositas maka memerlukan
tekanan yang lebih besar pula.
e. Transmisi cahaya dari fase gerak. Setiap eluen memiliki nilai UV cut-
off yang berbeda, sehingga perlu diperhatikan agar tidak mengganggu
pembacaan hasil pada detektor UV.
f. Kestabilan dan pH fase gerak juga perlu dipertimbangkan agar
diperoleh hasil yang lebih baik (Kazakevich dan Lobrutto, 2007).
Tabel II menunjukkan beberapa nilai UV cut-off dari pelarut yang sering
digunakan dalam analisis menggunakan KCKT.
Tabel II. Nilai UV cut-off pelarut dalam analisis menggunakan KCKT
(Kazakevich dan Lobrutto, 2007)
No. Nama pelarut UV cut-off
(nm)
1 Asetonitril 190
2 Isopropil alkohol 205
3 Metanol 205
4 Etanol 205
5 THF 215
6 Etil asetat 256
7 DMSO 268
2. Pompa. Dalam sistem KCKT, pompa yang digunakan juga harus inert
terhadap fase gerak. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase
gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung tepat,
reprodusibel, dan konstan. Ada 2 jenis pompa dalam KCKT, yaitu pompa dengan
aliran fase gerak yang konstan (lebih umum digunakan) dan pompa dengan
tekanan konstan (Rohman, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
3. Tempat penyuntikkan sampel. Sampel cair atau larutan disuntikkan
langsung dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom.
Injektor pada KCKT ada yang manual dan otomatis (auto sampler), keduanya
harus memiliki ketepatan volume penginjeksian yang baik dan presisi. Kelemahan
injektor manual yaitu kurang praktis dan ada kemungkinan terdapat gelembung
udara yang mengakibatkan volume sampel yang diinjeksikan tidak tepat dan
mengganggu pembacaan hasil pada detektor, sedangkan kelemahan auto sampler
bila pencucian jarum injeksi kurang bersih maka dapat memungkinkan terjadinya
carry over, yaitu adanya sampel dari penginjeksian sebelumnya yang terbawa dan
terbaca detektor pada penginjeksian sampel berikutnya (Ahuja dan Dong, 2005).
4. Kolom. Kolom merupakan bagian KCKT yang mana terdapat fase
diam untuk berlangsungnya proses pemisahan analit. Kebanyakkan fase diam
pada KCKT adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak
dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika
adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH).
Oktadesilsilan (ODS/C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan
karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran rendah, sedang,
dan tinggi (Rohman, 2009).
Seberapa cepat pemisahan analit tergantung pada panjang kolom dan
ukuran partikel fase diam. Panjang kolom yang biasa digunakan antara 10-25 cm,
dengan ukuran partikel sekitar 1,5-5 μm. Pemisahan analit berdasarkan interaksi
antara sampel dengan fase diam dan fase gerak. Pada sistem KCKT fase terbalik,
fase diam yang digunakan bersifat lebih nonpolar daripada fase gerak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Analit yang bersifat lebih polar akan terelusi terlebih dahulu daripada analit yang
bersifat nonpolar (Snyder dkk., 2010). Gambar 8 merupakan gambaran kolom
pada KCKT.
Gambar 8. Kolom pada KCKT. (a) Kolom dengan partikel berbentuk bola; (b)
Partikel fase diam (C18), pori, dan fase gerak; (c) Gambar kolom yang lebih realistis
(berbentuk bola, berpori, dengan perbesaran 10 x) (Snyder dkk., 2010)
5. Detektor. Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan,
yaitu detektor universal (tidak spesifik dan tidak selektif) seperti detektor indeks
bias dan detektor spektrometri massa, dan golongan detektor yang spesifik dan
selektif, misalnya detektor UV-Vis, fluoresensi, dan elektrokimia. Detektor yang
ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut: mempunyai respon terhadap analit
yang cepat dan reprodusibel, memiliki sensitivitas tinggi (mampu mendeteksi
analit dalam kadar kecil), stabil, tidak peka terhadap perubahan suhu dan
kecepatan alir fase gerak, signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
konsentrasi analit. Detektor UV-Vis didasarkan pada adanya penyerapan radiasi
ultraviolet dan sinar tampak (Vis) pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm
oleh zat analit yang mempunyai struktur atau gugus kromoforik (Rohman, 2009).
G. Validasi Metode Analisis
1. Tinjauan umum validasi metode analisis
Validasi metode analisis merupakan suatu prosedur yang digunakan
untuk membuktikan apakah suatu metode analisis memenuhi persyaratan yang
ditentukan atau tidak, sehingga hasil analisis dapat dipertanggungjawabkan.
Tujuan utama validasi metode adalah untuk memberikan hasil analisis yang paling
baik. Banyaknya parameter yang harus divalidasi tergantung dari tujuan analisis
(United States Pharmacopeial Convention, 2007).
Suatu metode analisis harus divalidasi untuk memastikan bahwa
parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah analisis.
Suatu metode perlu divalidasi ketika:
1. Metode yang baru dikembangkan untuk analisis tertentu.
2. Revisi dari metode yang sudah baku, untuk menyesuaikan
perkembangan.
3. Penjaminan mutu.
4. Metode baku dilakukan di laboratorium berbeda, oleh analis berbeda,
atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.
5. Untuk membandingkan kesetaraan antar dua metode, misalnya metode
baku dan metode baru (Rohman, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
United States Pharmacopeia (USP) dan International Conference on
Harmonization (ICH) menyatakan bahwa tidak selamanya semua parameter untuk
mengevaluasi validasi metode harus diuji. USP membagi metode-metode analisis
ke dalam kategori atau kelas seperti pada Tabel III berikut.
Tabel III. Kategori metode pengujian validitas (United States Pharmacopeial
Convention, 2007)
Kategori Keterangan
I Penentuan kuantitatif komponen-komponen utama obat atau zat aktif
(termasuk pengawet) di dalam produk obat jadi
II
Penentuan kemurnian/adanya pengotor (impurities) atau produk-produk
hasil degradasi. Kategori II ini dibagi lagi menjadi uji kuantitatif dan uji
batas
III Penentuan karakterisitik/sifat-sifat khusus kinerja produk obat jadi,
seperti kecepatan disolusi dan uji pelepasan obat
IV Uji identifikasi
Menurut The United States Pharmacopeia 30 dan The National
Formulary 25 tahun 2007, metode analisis dapat dikelompokkan menjadi 4
kategori di atas. Pengelompokkan kategori tergantung pada sifat tes yang
dilakukan untuk tujuan validasi metode analisis. Tabel IV menunjukkan parameter
validasi yang dipersyaratkan untuk validasi metode analisis.
Tabel IV. Parameter validasi yang dipersyaratkan untuk validasi metode analisis
(United States Pharmacopeial Convention, 2007)
Parameter Kategori I Kategori II Kategori III Kategori IV
Kuantitatif Uji
batas
Akurasi Ya Ya * * Tidak
Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak
Selektivitas Ya Ya Ya * Ya
Batas deteksi Tidak Tidak Ya * Tidak
Batas kuantitasi Tidak Ya Tidak * Tidak
Linieritas Ya Ya Tidak * Tidak
Rentang Ya Ya * * Tidak
* Mungkin dibutuhkan (tergantung sifat tes yang spesifik)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
2. Parameter validasi metode analisis
a. Selektivitas. Kemampuan suatu metode untuk mengukur dengan
akurat respon analit diantara seluruh komponen sampel yang berada dalam
matriks sampel. Selektivitas ditentukan dengan membandingkan hasil analisis
sampel yang mengandung pengotor, hasil degradasi, senyawa sejenis, atau
senyawa asing lain dengan hasil analisis sampel tanpa bahan-bahan tersebut
(Harmita, 2004).
Selektivitas dapat dibuktikan melalui pemisahan puncak-puncak
berdekatan dengan perhitungan nilai resolusi (Rs). Bila hasil perhitungan
menunjukkan angka 1,0 berarti puncak kromatogram baku tidak terpisah sampai
ke baseline, nilai Rs = 1,5 menunjukkan puncak telah terpisah sampai baseline,
dan nilai Rs > 1,5 menunjukkan pemisahan puncak telah sempurna satu sama lain
(Rohman, 2007).
b. Linieritas. Kemampuan metode analisis memberikan respon secara
langsung dan proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel dengan
rentang yang ada. Untuk mendapatkan linieritas antara konsentrasi dengan respon
analit, data yang diperoleh harus dimasukkan ke dalam persamaan matematika
(United States Pharmacopeial Covention, 2007). Persyaratan linieritas yang dapat
diterima adalah jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) ≥ 0,998 (Kazakevich
dan Lobrutto, 2007).
c. Akurasi. Kedekatan antara nilai kadar terukur (nilai rata-rata hasil
analisis) dengan nilai kadar sebenarnya, baik nilai konvensi, nilai sebenarnya,
ataupun nilai rujukan. Akurasi juga dapat dijadikan sebagai petunjuk kesalahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
sistematik (Rohman, 2009). Akurasi metode analisis dinyatakan dengan nilai %
Recovery. Akurasi dikatakan baik bila memiliki nilai % Recovery antara 98,0-
102,0% untuk kadar analit 10-100% (Gonzalez dan Herrador, 2007). Tabel V
berikut menunjukkan kriteria rentang % Recovery yang diperbolehkan.
Tabel V. Kriteria rentang % Recovery yang diperbolehkan (Gonzalez dan
Herrador, 2007)
d. Presisi. Ukuran kedekatan antara serangkaian hasil analisis yang
diperoleh dari beberapa kali pengukuran sampel. Konsep presisi diukur dengan
koefisien variasi (KV) atau standar deviasi relatif (RSD). Presisi dikategorikan
menjadi 3 macam, yaitu: reproducibility, intermediate precision, dan repeatability
(Rohman, 2009). Menurut Gonzalez dan Herrador (2007), suatu metode analisis
dikatakan memiliki keterulangan/presisi yang baik jika memiliki nilai KV ≤ 2,0%
untuk kadar analit 100%. Tabel VI berikut menunjukkan kriteria KV atau % RSD
yang diperbolehkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Tabel VI. Kriteria KV atau % RSD yang diperbolehkan (Gonzalez dan Herrador,
2007)
e. Rentang. Menurut ICH, rentang/kisaran suatu prosedur analisis adalah
interval antara konsentrasi analit pada level bawah dan level atas dalam suatu
sampel, yang dapat ditunjukkan bahwa prosedur analisis tersebut mempunyai
level akurasi, presisi, dan linieritas yang sesuai (Rohman, 2009).
H. Landasan Teori
Penyakit batuk disertai asma merupakan penyakit gangguan saluran
pernapasan. Obat yang biasa digunakan untuk mengobati penyakit ini yaitu
kombinasi salbutamol sulfat (obat asma) dan guaifenesin (obat batuk). Untuk
menjamin keamanan dan efektivitasnya, maka perlu dilakukan analisis berupa
penetapan kadar kedua senyawa tersebut dalam sediaan obat.
Salbutamol sulfat dan guaifenesin memiliki gugus kromofor dalam
strukturnya sehingga dapat memberikan serapan pada daerah panjang gelombang
UV. Kedua senyawa tersebut memiliki kepolaran yang berbeda sehingga dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
dipisahkan saat dilakukan analisis dengan menggunakan metode KCKT fase
terbalik detektor UV. Metode KCKT perlu dioptimasi dan divalidasi sebelum
digunakan untuk penetapan kadar.
Validasi metode penting dilakukan karena dapat memberikan jaminan
terhadap metode yang digunakan dan hasil analisis yang dapat dipercaya dan
dipertanggungjawabkan, sehingga dapat dilakukan penetapan kadar salbutamol
sulfat dan guaifenesin menggunakan metode yang telah optimal dan tervalidasi.
Peneliti bekerja pada validasi metode kategori I, sehingga parameter validasi yang
dibutuhkan meliputi selektivitas, linieritas, akurasi, presisi, dan rentang.
I. Hipotesis
Validasi metode KCKT fase terbalik dengan fase diam C18 merek
Shimadzu (250 x 4,6 mm, ukuran partikel 5 μm), fase gerak metanol : 0,01 M
bufer kalium dihidrogen fosfat pH 3 (40:60) dengan kecepatan alir fase gerak
1 mL/min, pada penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan
sirup merek “X” menghasilkan parameter-parameter validasi, yaitu selektivitas,
linieritas, akurasi, presisi, dan rentang yang memenuhi persyaratan yang
ditentukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis dan rancangan penilitan ini adalah non eksperimental deskriptif,
karena pada penelitian ini tidak dilakukan manipulasi pada subjek uji dan hanya
menggambarkan keadaan yang ada.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah sistem KCKT yang telah
dioptimasi, meliputi komposisi fase gerak dan kecepatan alir yang digunakan.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah parameter validasi,
meliputi selektivitas, linieritas, akurasi, presisi, dan rentang.
3. Variabel pengacau terkendali
a. Kemurnian pelarut yang digunakan, untuk mengatasinya digunakan pelarut
dengan kemurnian tinggi yaitu pelarut pro analysis.
b. Kemurnian baku pembanding salbutamol sulfat dan guaifenesin yang
digunakan, untuk mengatasinya digunakan baku yang telah terjamin
kualitasnya seperti tercantum pada Certificate of Analysis (CoA).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
C. Definisi Operasional
1. Sistem KCKT fase terbalik yang digunakan terdiri dari fase diam berupa kolom
C18 merek Shimadzu (250 x 4,6 mm, ukuran partikel 5 μm) dan fase gerak
campuran metanol : 0,01 M bufer kalium dihidrogen fosfat pH 3 (40:60)
dengan kecepatan alir fase gerak 1 mL/min (Mulyawan, 2014).
2. Kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dinyatakan dalam satuan mg/mL.
3. Penelitian yang dilakukan termasuk dalam validasi metode kategori I, yaitu
metode yang digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif komponen
utama dalam suatu matriks. Validasi metode yang dilakukan meliputi
pengukuran terhadap parameter validasi yaitu selektivitas, linieritas, akurasi,
presisi, dan rentang.
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah baku pembanding
salbutamol sulfat (Supriya Lifescience, No. batch SSL/SS/0312030, kemurnian
98,83%) (PT. Ifars Pharmaceutical Laboratories), baku pembanding guaifenesin
(No. kontrol 205158, kemurnian 99,88%) (Pusat Pengujian Obat dan Makanan
Nasional), metanol, kalium dihidrogen fosfat, dan asam fosfat p.a (E.Merck),
kertas saring Whatman 0,45 μm, akuabides hasil penyulingan di laboratorium
Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, dan sediaan sirup merek “X”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat alat KCKT
dengan detektor ultraviolet (UV) merek Shimadzu LC-2010C, kolom C18 merek
Shimadzu column Shim-pack (LC-C18 CM) (No. column 4252787 part. 228-
17874-92), seperangkat komputer (merek Dell B6RDZ1S Connexant system
RD01-D850 A03-0382 JP France S.A.S, printer HP Deskjet D2566 HP-024-000
625730), UV/Vis Spectrophotometer SP-3000plus merek OPTIMA dengan
deterktor silicon photo diode, millipore, alat ultrasonicator Refsch., Tipe : T460
(Schwing.1 PXE, FTZ-Nr. C-066/83, HF-Frequ.:35 kHz), timbangan analitik
Ohaus Carat Series PAJ 1003 (max 60/120 g, min 0,001 g, d = 0,01/0,1 mg), alat
vakum, dan alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis.
F. Tatacara Penelitian
1. Pembuatan asam fosfat 0,1 M
Larutan pekat H3PO4 dengan konsentrasi 85% diambil sejumlah
1,2 mL, kemudian diencerkan dengan akuabides hingga 100,0 mL sehingga
didapatkan konsentrasi H3PO4 sebesar 0,1 M.
2. Pembuatan bufer kalium dihidrogen fosfat 0,01 M
Sejumlah 0,68 g KH2PO4 ditimbang seksama dan dilarutkan dalam
akuabides hingga 500,0 mL sehingga didapatkan konsentrasi sebesar 0,01 M,
kemudian pH diatur dengan penambahan asam fosfat 0,1 M hingga mencapai
pH 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
3. Pembuatan fase gerak
Fase gerak dibuat dari campuran metanol : 0,01 M bufer kalium
dihidrogen fosfat pH 3 dengan perbandingan (40:60) (Mulyawan, 2014).
Campuran fase gerak tersebut disaring dengan kertas saring Whatman dengan
bantuan pompa vakum, kemudian didegassing dengan ultrasonicator selama
15 menit.
4. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang
digunakan untuk penentuan panjang gelombang pengamatan
a. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat. Sejumlah lebih kurang
10,0 mg salbutamol sulfat ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol
hingga 10,0 mL sehingga didapatkan konsentrasi sebesar 1000 µg/mL,
kemudian dibuat larutan seri dengan 3 konsentrasi berbeda yaitu 100; 300; dan
600 µg/mL dengan mengencerkan 1,0; 3,0; dan 6,0 mL larutan stok tersebut
dengan metanol hingga 10,0 mL.
b. Pembuatan larutan baku guaifenesin. Sejumlah lebih kurang
20,0 mg guaifenesin ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga
50,0 mL sehingga didapatkan konsentrasi sebesar 400 µg/mL, kemudian dibuat
larutan seri dengan 3 konsentrasi berbeda yaitu 20; 60; dan 100 µg/mL dengan
mengencerkan 0,5; 1,5; dan 2,5 mL larutan stok tersebut dengan metanol
hingga 10,0 mL.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
5. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat
a. Pembuatan larutan stok salbutamol sulfat. Sejumlah lebih kurang
10,0 mg salbutamol sulfat ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu takar
50,0 mL kemudian dilarutkan dengan metanol hingga tanda batas sehingga
didapatkan konsentrasi sebesar 200 μg/mL.
b. Pembuatan larutan intermediate salbutamol sulfat. Larutan stok
diambil sejumlah 0,5 mL, dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL kemudian
diencerkan dengan metanol hingga tanda batas sehingga didapatkan
konsentrasi sebesar 20 μg/mL.
6. Pembuatan larutan baku guaifenesin
Sejumlah lebih kurang 22,5 mg guaifenesin ditimbang seksama,
dimasukkan ke dalam labu takar 25,0 mL kemudian diencerkan dengan
metanol hingga tanda batas sehingga didapatkan konsentrasi sebesar
900 μg/mL.
7. Pembuatan seri larutan baku campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin
Larutan intermediate salbutamol sulfat dan larutan baku guaifenesin
masing-masing diambil sejumlah 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; dan 0,8 mL, dimasukkan ke
dalam labu takar 10,0 mL secara berurutan dari volume kecil hingga besar,
kemudian diencerkan dengan metanol hingga tanda batas sehingga didapatkan
konsentrasi campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin berturut-turut sebesar
(0,8 dan 36,0); (1,0 dan 45,0); (1,2 dan 54,0); (1,4 dan 63,0); dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
(1,6 dan 72,0) μg/mL. Larutan disaring dengan millipore dan didegassing
dengan ultrasonicator selama 15 menit, kemudian diinjeksikan ke dalam
sistem KCKT fase terbalik yang telah dioptimasi (Mulyawan, 2014).
8. Penetapan panjang gelombang (λ) maksimum salbutamol sulfat dan
guaifenesin dengan spektrofotometer UV-Vis
Masing-masing konsentrasi larutan seri baku salbutamol sulfat 100,0;
300,0; dan 600,0 μg/mL dan guaifenesin 20,0; 60,0; dan 100,0 μg/mL diukur
serapannya pada panjang gelombang 200-400 nm dengan spektrofotometer
UV-Vis. Spektrum yang dihasilkan akan menunjukkan panjang gelombang
maksimum yang akan digunakan pada sistem KCKT.
9. Preparasi sampel
a. Pembuatan larutan stok sampel. Sediaan sirup merek “X”
mengandung 1,20 mg salbutamol sulfat dan 50,0 mg guaifenesin tiap 5,0 mL
sediaan, diambil sejumlah 0,25 mL, dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL
kemudian diencerkan dengan metanol hingga tanda batas sehingga didapatkan
konsentrasi salbutamol sulfat dan guaifenesin sebesar (12,0 dan 500,0) μg/mL.
b. Pembuatan larutan sampel. Larutan stok sampel diambil sejumlah
0,4; 0,5; dan 0,6 mL, masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL
kemudian diencerkan dengan metanol hingga tanda batas sehingga didapatkan
konsentrasi salbutamol sulfat dan guaifenesin berturut-turut sebesar (0,96 dan
40,0); (1,20 dan 50,0); dan (1,44 dan 60,0) μg/mL. Larutan disaring dengan
millipore dan didegassing dengan ultrasonicator selama 15 menit, kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
diinjeksikan ke dalam sistem KCKT fase terbalik yang telah dioptimasi
(Mulyawan, 2014).
10. Preparasi adisi baku dalam sampel
Larutan stok sampel diambil sejumlah 0,4; 0,5; dan 0,6 mL, masing-
masing dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL, kemudian ditambahkan
0,03 mL larutan intermediate salbutamol sulfat dan 0,03 mL larutan baku
guaifenesin ke dalam masing-masing labu takar dan diencerkan dengan
metanol hingga tanda batas. Larutan disaring dengan millipore dan didegassing
dengan ultrasonicator selama 15 menit, kemudian diinjeksikan ke dalam
sistem KCKT fase terbalik yang telah dioptimasi (Mulyawan, 2014).
11. Validasi metode analisis
a. Penentuan selektivitas. Sejumlah masing-masing 20,0 μL larutan
baku campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin serta larutan sampel sediaan
merek “X” yang telah disaring dengan millipore dan didegassing selama
15 menit diinjeksikan ke dalam sistem KCKT fase terbalik yang telah
dioptimasi (Mulyawan, 2014). Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
b. Penentuan linieritas. Sejumlah masing-masing 20,0 μL larutan
baku campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan konsentrasi (0,8 dan
36,0); (1,0 dan 45,0); (1,2 dan 54,0); (1,4 dan 63,0); dan (1,6 dan 72,0) μg/mL
yang telah disaring dengan millipore dan didegassing selama 15 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
diinjeksikan ke dalam sistem KCKT fase terbalik yang telah dioptimasi
(Mulyawan, 2014). Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
c. Penentuan akurasi dan presisi adisi baku dalam sampel. Sejumlah
20,0 μL larutan sampel dan larutan sampel yang ditambah campuran baku
salbutamol sulfat dan guaifenesin (sampel adisi) yang telah disaring dengan
millipore dan didegassing selama 15 menit diinjeksikan ke dalam sistem
KCKT fase terbalik yang telah dioptimasi (Mulyawan, 2014). Replikasi
dilakukan sebanyak 3 kali.
d. Penentuan rentang. Rentang merupakan interval antara kadar
terendah sampai tertinggi analit yang dapat diukur secara kuantitatif
menggunakan metode analisis tertentu dan menghasilkan linieritas, akurasi,
dan presisi yang baik (Rohman, 2009).
12. Uji kestabilan larutan baku
Larutan baku salbutamol sulfat dengan konsentrasi 0,8; 1,2; dan
1,6 μg/mL serta larutan baku guaifenesin dengan konsentrasi 36,0; 54,0; dan
72,0 μg/mL yang telah disaring dengan millipore dan didegassing dengan
ultrasonicator selama 15 menit, diinjeksikan ke dalam sistem KCKT fase
terbalik yang telah dioptimasi (Mulyawan, 2014) dalam hari yang berbeda
untuk dilihat seberapa besar perubahan respon yang dihasilkan dari masing-
masing larutan baku. Respon pada hari pertama digunakan sebagai acuan untuk
dibandingkan dengan respon pada hari berikutnya. Nilai % perubahan yang
diperbolehkan yaitu < 2,0% (Ahuja dan Dong, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
G. Analisis Hasil
1. Selektivitas
Selektivitas ditentukan dengan daya resolusi dari puncak
kromatogram yang dihasilkan oleh baku campuran salbutamol sulfat dan
guaifenesin dan kemampuan metode KCKT fase terbalik yang telah dioptimasi
untuk memisahkan salbutamol sulfat dengan guaifenesin dalam sampel sediaan
sirup merek “X”. Selektivitas ditentukan dengan parameter resolusi (Rs)
dengan rumus perhitungan:
Resolusi (Rs) = (tR2-tR1)
12⁄ (W1 W2)
Keterangan : Rs = resolusi
tR1 = waktu retensi puncak analit pertama
tR2 = waktu retensi puncak analit kedua
W1 = lebar dasar puncak pertama
W2 = lebar dasar puncak kedua
Nilai Rs = 1,0 menunjukkan puncak kromatogram baku tidak terpisah
sampai ke baseline, nilai Rs = 1,5 menunjukkan puncak telah terpisah sampai
baseline, dan nilai Rs > 1,5 menunjukkan pemisahan puncak telah sempurna
satu sama lain (Rohman, 2007).
2. Linieritas
Linieritas dinyatakan dengan koefisien korelasi (r). Konsentrasi
larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang diperoleh diplotkan
terhadap luas area pada kromatogram sehingga diperoleh nilai koefisien
korelasi (r) dari persamaan y = bx + a. Rentang ditentukan dari kadar larutan
baku konsentrasi terkecil hingga terbesar. Persyaratan linieritas yang dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
diterima adalah jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) ≥ 0,998 (Kazakevich
dan Lobrutto, 2007).
3. Akurasi
Akurasi metode analisis dinyatakan dengan nilai % Recovery yang
dihitung dari konsentrasi terukur dibandingkan dengan konsentrasi teoritis
(kadar sebenarnya) dikalikan 100%. Akurasi dikatakan baik bila memiliki nilai
% Recovery antara 98,0-102,0% untuk kadar analit 10-100% (Gonzalez dan
Herrador, 2007). Nilai % Recovery adisi baku dalam sampel dapat dihitung
dengan cara:
% Recovery = jumlah baku dan sampel terukur – jumlah sampel terukur
jumlah baku teoritis x 100%
4. Presisi
Presisi dihitung sebagai standar deviasi relatif (RSD) atau koefisien
variasi (KV), dengan rumus perhitungan:
KV = standar deviasi (SD)
rata-rata (X̅) x 100%
Keterangan : KV = koefisien variasi ̅ = rata-rata kadar
SD = standar deviasi
Suatu metode dikatakan memiliki keterulangan/presisi yang baik jika memiliki
nilai KV ≤ 2,0% untuk kadar analit 100% (Gonzalez dan Herrador, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
5. Rentang
Rentang merupakan interval antara kadar terendah sampai tertinggi
analit yang dapat diukur secara kuantitatif menggunakan metode analisis
tertentu dan menghasilkan linieritas, akurasi, dan presisi yang baik
(Rohman, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Fase Gerak
Sistem kromatografi yang digunakan pada penelitian ini merupakan
sistem kromatografi fase terbalik, karena menggunakan fase gerak yang bersifat
lebih polar daripada fase diamnya (ODS/C18). Jenis dan komposisi fase gerak
yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran metanol dan 0,01 M bufer
kalium dihidrogen fosfat pH 3 dengan perbandingan (40:60), kecepatan alir fase
gerak 1 mL/min, dan dengan indeks polaritas sebesar 8,16 (Mulyawan, 2014).
Sistem elusi pada penelitian ini adalah isokratik karena menggunakan campuran
lebih dari satu komponen fase gerak dengan perbandingan tetap selama proses
elusi berlangsung (komposisi dan polaritas fase gerak tetap).
Metanol dipilih sebagai fase gerak karena dapat melarutkan kedua zat
analit (salbutamol sulfat dan guaifenesin) dengan baik. Metanol juga merupakan
pelarut organik yang umum dan sering digunakan pada sistem KCKT fase
terbalik. Penggunaan bufer fosfat bertujuan untuk memberikan pH yang relatif
konstan dan mengakibatkan waktu retensi senyawa menjadi reprodusibel. Tujuan
fase gerak dikondisikan pada pH 3 adalah untuk mengubah seluruh salbutamol
sulfat ke dalam bentuk ion sehingga interaksinya dengan fase diam dan fase gerak
menjadi seragam. Apabila ada sebagian yang terion dan sebagian dalam bentuk
molekul dapat menyebabkan interaksi salbutamol dengan fase diam dan fase
gerak berbeda-beda, sehingga bentuk puncak kromatogram menjadi tailing.
Guaifenesin merupakan senyawa yang bersifat asam lemah dan pada pH 3 seluruh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
guaifenesin dalam bentuk molekul, sehingga interaksinya dengan fase diam dan
fase gerak menjadi seragam dan waktu retensi yang relatif tetap dari kedua zat
analit tersebut.
Sebelum digunakan, komponen fase gerak disaring terlebih dahulu
menggunakan penyaring Whatman dengan bantuan pompa vakum untuk
menyaring partikel-partikel yang dapat menyumbat kolom, kemudian didegassing
dengan ultrasonicator untuk menghilangkan gelembung udara yang dapat
mengganggu pembacaan hasil dalam instrumen KCKT.
B. Pembuatan Larutan Baku
Baku salbutamol sulfat yang digunakan pada penelitian ini merupakan
working standard dengan kemurnian 98,83% yang didapatkan dari PT. Ifars
Pharmaceutical Laboratories. Baku guaifenesin yang digunakan juga merupakan
working standard dengan kemurnian 99,88% yang didapatkan dari Pusat
Pengujian Obat dan Makanan Nasional, sehingga kedua baku tersebut terjamin
kemurniannya.
Larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin dibuat dalam konsentrasi
tertentu dengan menggunakan pelarut metanol. Pemilihan pelarut sangat penting
karena salah satu syarat utama pelarut yaitu dapat melarutkan analit dengan baik.
Syarat lainnya antara lain: inert, murni, dan dapat bercampur dengan fase gerak.
Metanol dipilih karena memenuhi syarat-syarat tersebut. Metanol yang digunakan
adalah metanol pro analysis (p.a) dengan kemurnian tinggi, sehingga diharapkan
mengurangi adanya pengotor yang mengganggu hasil analisis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Larutan baku yang dibuat pada penelitian ini terdiri dari tiga macam,
yaitu: larutan stok, larutan intermediate, dan larutan seri baku. Pada penentuan
panjang gelombang, larutan stok salbutamol sulfat dibuat dengan konsentrasi
1000 μg/mL dan larutan seri dengan tiga konsentrasi berbeda yaitu 100, 300, dan
600 μg/mL. Pada guaifenesin dibuat larutan stok dengan konsentrasi 400 μg/mL
dan larutan seri dengan tiga konsentrasi berbeda yaitu 20, 60, dan 100 μg/mL,
kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang UV (200-400 nm).
Validasi sistem KCKT yang telah dioptimasi menggunakan larutan baku
dengan konsentrasi yang berbeda dari larutan baku pada penentuan panjang
gelombang. Larutan stok salbutamol sulfat dibuat dengan konsentrasi 200 μg/mL,
larutan intermediate 20 μg/mL, dan larutan seri baku dibuat dalam lima
konsentrasi berbeda yaitu 0,8; 1,0; 1,2; 1,4; dan 1,6 μg/mL. Larutan stok
guaifenesin dibuat dengan konsentrasi 900 μg/mL dan larutan seri baku dengan
lima konsentrasi berbeda yaitu 36, 45, 54, 63, dan 72 μg/mL. Untuk selektivitas
digunakan baku campuran dengan konsentrasi salbutamol sulfat 1,2 μg/mL dan
guaifenesin 80 μg/mL. Untuk akurasi dan presisi adisi baku digunakan kedua
baku dengan konsentrasi salbutamol sulfat 0,12 μg/mL dan guaifenesin
5,4 μg/mL.
Larutan baku yang telah dipersiapkan, disaring dengan menggunakan
millipore dengan tujuan untuk menghilangkan partikel-partikel yang dapat
menyumbat kolom dan mengkontaminasi fase diam. Setelah disaring larutan baku
harus didegassing sebelum diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan tujuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
untuk menghilangkan gelembung udara yang dapat mengganggu pembacaan hasil
oleh detektor dalam instrumen KCKT.
C. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan
Penentuan panjang gelombang (λ) pengamatan bertujuan untuk
mengetahui pada panjang gelombang berapa salbutamol sulfat dan guaifenesin
memberikan serapan yang maksimum. Penentuan panjang gelombang pengamatan
dilakukan dengan scanning λ maksimum kedua senyawa menggunakan tiga seri
konsentrasi yang berbeda yaitu 100, 300, dan 600 μg/mL untuk salbutamol sulfat
dan 20, 60, dan 100 μg/mL untuk guaifenesin. Penggunaan tiga seri konsentrasi
yang berbeda ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa panjang gelombang
pengamatan yang didapat merupakan panjang gelombang milik salbutamol sulfat
dan guaifenesin, dimana semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi spektra
yang dihasilkan (proporsional). Pelarut yang digunakan dalam penentuan panjang
gelombang pengamatan adalah metanol, yang juga digunakan pada sistem KCKT.
Bentuk pola spektra serta panjang gelombang pengamatan yang diperoleh dapat
dilihat pada Gambar 9 dan 10 berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Gambar 9. Spektra salbutamol sulfat 3 seri konsentrasi dengan pelarut metanol
Gambar 10. Spektra guaifenesin 3 seri konsentrasi dengan pelarut metanol
278 nm
600 μg/mL
300 μg/mL
100 μg/mL
274 nm
100 μg/mL
60 μg/mL
20 μg/mL
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Menurut Moffat dkk. (2011) panjang gelombang salbutamol sulfat dan
guaifenesin berturut-turut adalah 276 nm dan 273 nm, selain itu salbutamol sulfat
dan guaifenesin memiliki gugus kromofor dan auksokrom sehingga dapat
memberikan serapan pada panjang gelombang UV, maka penentuan panjang
gelombang pengamatan kedua senyawa ini dilakukan pada daerah panjang
gelombang UV (200-400 nm). Gugus kromofor dan auksokrom dari kedua
senyawa tersebut ditunjukkan dari Gambar 11 dan 12 berikut:
Gambar 11. Gugus kromofor dan auksokrom salbutamol sulfat
Gambar 12. Gugus kromofor dan auksokrom guaifenesin
Hasil spektra menunjukkan bahwa panjang gelombang maksimum
salbutamol sulfat pada konsentrasi 100, 300, dan 600 μg/mL adalah 278 nm,
sedangkan panjang gelombang serapan maksimum guaifenesin pada konsentrasi
20, 60, dan 100 μg/mL adalah 274 nm. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV
(1995) pergeseran panjang gelombang yang diijinkan sebesar 2 nm, jadi panjang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
gelombang kedua senyawa dapat diterima karena bergeser 1-2 nm dari panjang
gelombang teoritis.
Berdasarkan pengamatan panjang gelombang salbutamol sulfat dan
guaifenesin yang diperoleh dapat diketahui panjang gelombang tumpang
tindih/overlapping kedua senyawa yang merupakan titik potong dari panjang
gelombang kedua senyawa. Panjang gelombang overlapping yang diperoleh
adalah 275 nm (Gambar 13), sehingga panjang gelombang tersebut digunakan
sebagai panjang gelombang pada sistem KCKT. Tujuan digunakan panjang
gelombang overlapping sebagai panjang gelombang pada sistem KCKT adalah
agar kedua senyawa dapat memberikan serapan yang optimum dan dapat dideteksi
oleh detektor pada sistem KCKT.
Gambar 13. Spektra tumpang tindih salbutamol sulfat dan guaifenesin
275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
D. Analisis Kualitatif Berdasarkan Waktu Retensi (tR) Salbutamol
Sulfat dan Guaifenesin
Waktu retensi (tR) tiap senyawa bersifat spesifik, sehingga dapat
digunakan sebagai data untuk analisis kualitatif. Tujuan pengamatan waktu retensi
kedua senyawa tersebut adalah untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan masing-
masing senyawa saat melewati fase diam dengan adanya bantuan fase gerak.
Waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin dipengaruhi oleh
interaksi kedua senyawa dengan fase diam dan fase geraknya, atau dipengaruhi
oleh koefisien partisi kedua senyawa terhadap fase diam dan fase gerak. Pada
penelitian ini digunakan sistem KCKT fase terbalik, dimana fase gerak yang
digunakan lebih polar daripada fase diamnya, maka senyawa yang cenderung
bersifat lebih polar akan terelusi terlebih dahulu daripada senyawa yang bersifat
non polar. Hal ini terjadi karena senyawa yang bersifat non polar akan lebih lama
tertahan dalam fase diam sehingga waktu retensinya lebih lama. Salbutamol sulfat
merupakan garam yang mudah terion sehingga lebih polar dibandingkan
guaifenesin yang berbentuk molekul utuh, hal ini mengakibatkan waktu retensi
salbutamol sulfat lebih pendek/cepat daripada waktu retensi guaifenesin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
(a)
(b)
(c)
Gambar 14. Kromatogram baku salbutamol sulfat (a), kromatogram baku
guaifenesin (b), dan kromatogram sampel (c)
Salbutamol sulfat
Salbutamol sulfat
Guaifenesin
Guaifenesin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Kromatogram pada Gambar 14 menunjukkan bahwa baku salbutamol
sulfat memiliki tR 2,907 menit, sedangkan baku guaifenesin memiliki tR 7,985
menit. Pada kromatogram sampel terdapat dua peak yang berada pada tR 2,900
menit dan 8,016 menit. Kedua nilai tR dari sampel identik dengan tR baku
salbutamol sulfat dan tR baku guaifenesin, maka dapat disimpulkan bahwa di
dalam sampel sirup merek “X” terdapat salbutamol sulfat dan guaifenesin.
Salbutamol sulfat dan guaifenesin dapat berinteraksi dengan fase diam
dan fase gerak. Interaksi senyawa dengan fase diam (ODS/C18) merupakan
interaksi Van der Waals. Menurut Levita dan Mustarichie (2012), interaksi Van
der Waals merupakan interaksi tarik-menarik antar molekul non polar yang
mungkin mengalami tidak meratanya distribusi kerapatan elektron sehingga dapat
menimbulkan dipol, sementara yang dapat menginduksi dipol berlawanan dari
molekul yang mendekatinya. Interaksi salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan
fase diam ditunjukkan pada Gambar 15 berikut:
OH
NH2
HO
H3C
H3C
Si
H3C
HO
CH3
CH3
CH3
HO
(a)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
O
H3CO
SiH3C
HOCH
3
CH3
HO
HO
Interaksi Van der Waals
(b)
Gambar 15. Interaksi salbutamol sulfat dengan fase diam (a), interaksi guaifenesin
dengan fase diam (b)
Interaksi antara salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase gerak
merupakan interaksi hidrogen. Menurut Levita dan Mustarichie (2012), interaksi
hidrogen merupakan jenis interaksi dipol-dipol yang terbentuk antara proton yang
terikat pada gugus yang memiliki atom elektronegatif dengan atom elektronegatif
lain yang memiliki pasangan elektron bebas. Interaksi salbutamol sulfat dan
guaifenesin dengan fase gerak ditunjukkan pada Gambar 16 berikut:
HO
NH2
HO
H3C
H3C
CH3
HO
H
O
H
O
H CH3
H
H
O
H
O
HH3C
O
H
H
O
CH3
(a)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
O
OCH3
OH
OHH
O
HO
H
O
H
O
H CH3
H
O
H CH3
Interaksi hidrogen
O
H
H
O
H
H
O
CH3
H
CH3
(b)
Gambar 16. Interaksi salbutamol sulfat dengan fase gerak (a), interaksi
guaifenesin dengan fase gerak (b)
Berdasarkan interaksi salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase
diam dan fase gerak dapat disimpulkan bahwa guaifenesin lebih banyak
berinteraksi dengan fase diam dibandingkan dengan salbutamol sulfat, hal ini
mengakibatkan waktu retensi guaifenesin lebih lama dari pada salbutamol sulfat.
E. Pembuatan Kurva Baku Salbutamol Sulfat dan Guaifenesin
Tujuan dari pembuatan kurva baku adalah untuk mendapatkan persamaan
regresi linier yang kemudian digunakan untuk analisis kuantitatif. Persamaan
regresi linier yang diperoleh menyatakan hubungan/korelasi yang linier
(proporsional) antara konsentrasi analit dengan respon Area Under Curve (AUC).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Persamaan regresi linier diperoleh dengan mengukur respon analit dalam beberapa
seri konsentrasi.
Menurut ICH topik Q2(R1) (2005), untuk membuat kurva baku yang
baik digunakan minimal lima seri konsentrasi baku, maka pada penelitian ini
digunakan lima seri konsentrasi baku salbutamol sulfat dan guaifenesin. Lima seri
konsentrasi baku salbutamol sulfat yang dibuat yaitu: 0,8; 1,0; 1,2; 1,4; dan
1,6 μg/mL, sedangkan pada guaifenesin 36, 45, 54, 63, dan 72 μg/mL. Masing-
masing kurva baku dibuat sebanyak tiga kali replikasi dengan tujuan untuk
mendapatkan kurva baku dengan nilai koefisien korelasi (r) yang paling baik.
Menurut Kazakevich dan Lobrutto (2007), nilai koefisien korelasi (r)
yang baik apabila ≥ 0,998. Nilai r semakin mendekati satu menunjukkan linieritas
yang semakin baik, sehingga dapat digunakan untuk perhitungan kadar analit
dalam sampel. Beberapa pertimbangan lain yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan kurva baku yaitu nilai intersept (A) dan slope (B). Nilai A merupakan
baseline error, dimana seharusnya pada konsentrasi nol respon yang ditimbulkan
juga nol, tetapi jika pada konsentrasi nol terdapat respon, maka ini akan
mengacaukan data yang ada sehingga nilai A yang diharapkan adalah yang
semakin kecil atau semakin mendekati nol. Slope/kemiringan yang diharapkan
adalah yang semakin besar atau mendekati sudut 45o, karena jika semakin kecil
semakin kurang proporsional atau dengan kata lain untuk mendapatkan respon
yang sedikit lebih besar harus meningkatkan konsentrasi dengan pergeseran yang
cukup besar. Tabel VII berikut menunjukkan data perolehan AUC seri baku
guaifensin dari tiga replikasi:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Tabel VII. Penentuan kurva baku guaifenesin
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
C (μg/mL) AUC
(mAU) C (μg/mL)
AUC
(mAU) C (μg/mL)
AUC
(mAU)
35,941 416750 35,957 430299 35,957 434389
44,926 542221 44,946 563166 44,946 565020
53,911 690626 53,935 674301 53,935 676218
62,896 779459 62,924 790499 62,924 791864
71,882 903167 71,914 913892 71,914 917741
A = - 59598,246 A = - 42280,037 A = - 39082,532
B = 13467,384 B = 13288,380 B = 13277,580
r = 0,9975 r = 0,9996 r = 0,9997 Keterangan:
C = konsentrasi seri baku guaifenesin (μg/mL)
AUC = Area Under Curve (mAU)
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel VII, data kurva baku
guaifenesin yang akan digunakan berasal dari replikasi 3 dengan nilai r sebesar
0,9997. Persamaan kurva baku yang digunakan untuk analisis kuantitatif
guaifenesin adalah y = 13277,580x – 39082,532.
Gambar 17. Kurva baku guaifenesin
y = 13277,580x - 39082,532 r = 0.9997
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
800000
900000
1000000
0 20 40 60 80
AU
C (
mA
U)
Konsentrasi guaifenesin (μg/mL)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Hubungan yang linier antara seri konsentrasi guaifenesin dengan respon
AUC ditunjukkan pada Gambar 17. Berdasarkan kurva tersebut dapat dilihat
bahwa respon AUC meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Nilai r
yang mendekati satu tersebut menggambarkan adanya korelasi yang baik antara
variabel bebas (konsentrasi) dan variabel tergantung (AUC).
Pada penelitian ini tidak dibuat kurva baku salbutamol sulfat karena
sudah kadaluwarsa, dimungkinkan salbutamol sulfat telah mengalami degradasi
sehingga kadar/jumlahnya berkurang dan menjadi tidak tepat digunakan untuk
melakukan kuantifikasi. Senyawa yang sudah terdegradasi dapat dikatakan
senyawa yang tidak stabil lagi, padahal kestabilan senyawa sangat penting
diperhatikan untuk melakukan kuantifikasi (Ahuja dan Dong, 2005), maka pada
penelitian ini tidak dapat dihitung kadar salbutamol sulfat dalam larutan baku
maupun sampel.
OH
OH
HN CH3
CH3
CH3
OH
2
H2SO4 OH
O
HN CH3
CH3
CH3
OH
2
H2SO4O2
Gambar 18. Bentuk degradasi salbutamol sulfat
Gambar 18 menunjukkan bentuk degradasi salbutamol sulfat akibat
mengalami oksidasi. Senyawa tersebut mengalami pemanjangan gugus kromofor
pada strukturnya, sehingga tidak dapat terdeteksi pada λ overlapping (275 nm)
dan kemungkinan dengan menggunakan sistem KCKT pada penelitian ini belum
dapat dipisahkan dari salbutamol sulfat karena kepolaran kedua senyawa yang
tidak berbeda jauh.
kromofor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
F. Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter analisis tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk
membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk
penggunaannya (Harmita, 2004). Parameter analisis tersebut terdiri dari ketepatan
(akurasi), ketelitian (presisi), selektivitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas,
dan rentang (United States Pharmacopeial Convention, 2007). Validasi metode
analisis dilakukan untuk membuktikan dan menjamin bahwa metode analisis yang
digunakan memiliki validitas yang baik sehingga hasilnya dapat dipercaya dan
dipertanggungjawabkan.
Parameter-parameter analisis yang dibutuhkan dalam validasi metode
analisis ditentukan oleh kategori metode analisis yang digunakan. Pada penelitian
ini kategori analisis yang digunakan adalah kategori I karena merupakan metode
analisis untuk menganalisis komponen utama bahan baku atau senyawa aktif
(termasuk pengawet) dalam produk jadi sediaan farmasi. Dengan demikian,
parameter analisis yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah selektivitas,
linieritas, akurasi, presisi, dan rentang.
1. Selektivitas
Selektivitas suatu metode merupakan kemampuan metode untuk
mengukur zat analit tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen
lain yang mungkin terdapat dalam matriks sampel. Penentuan selektivitas dalam
metode KCKT dapat diamati dari pemisahan peak analit (salbutamol sulfat dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
guaifenesin) yang dihasilkan dan dinyatakan sebagai nilai resolusi (Rs). Metode
KCKT dikatakan memiliki selektivitas yang baik jika memiliki nilai (Rs) > 1,5
(Rohman, 2007). Berikut merupakan kromatogram pemisahan analit dalam
campuran baku salbutamol sulfat dan guaifenesin serta sampel:
(a)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
(b)
Gambar 19. Kromatogram pemisahan analit dalam campuran baku (a), dalam
sampel (b)
Pada Gambar 19 (a) dapat dilihat pemisahan peak salbutamol sulfat dan
guaifenesin dengan nilai Rs sebesar 10,451 yang berarti kedua senyawa terpisah
cukup baik dan tidak saling mengganggu antara peak yang satu dengan yang lain.
Pada gambar 15 (b) didapatkan nilai Rs antara salbutamol sulfat dan guaifenesin
sebesar 6,422 serta nilai Rs antara guaifenesin dengan peak di belakangnya
sebesar 3,763 yang berarti telah terjadi pemisahan yang cukup baik pula.
Tabel VIII berikut menunjukkan nilai resolusi yang diperoleh dari campuran baku
salbutamol sulfat dan guaifenesin serta sampel:
Tabel VIII. Nilai resolusi (Rs) campuran baku dan sampel
Replikasi Resolusi (Rs)
Campuran baku Sampel
1 10,462 6,402
2 10,451 6,422
3 10,429 6,401
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Berdasarkan data pada Tabel VIII, dapat dilihat bahwa seluruh nilai
resolusi (Rs) dari ketiga replikasi, baik dalam campuran baku ataupun sampel,
seluruhnya memenuhi persyaratan yaitu Rs > 1,5. Hal ini menunjukkan bahwa
metode KCKT yang digunakan memiliki selektivitas yang baik.
2. Linieritas
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode analisis untuk
menunjukkan korelasi/hubungan yang proporsional antara konsentrasi analit
dengan respon yang dihasilkan. Linieritas ditunjukkan oleh besarnya nilai
koefisien korelasi (r) suatu kurva baku. Menurut Kazakevich dan Lobrutto (2007),
suatu metode dikatakan memiliki linieritas yang baik jika memiliki nilai koefisien
korelasi (r) ≥ 0,998. Berdasarkan pembuatan kurva baku guaienesin diperoleh
nilai r sebesar 0,9997 sehingga dapat disimpulkan bahwa metode KCKT yang
digunakan memiliki linieritas yang baik untuk guaifenesin, tetapi belum dapat
diketahui pada salbutamol sulfat karena ketidakstabilan senyawanya, maka pada
penelitian ini tidak ada nilai r untuk kurva baku salbutamol sulfat.
3. Akurasi
Akurasi merupakan ukuran yang menunjukkan kedekatan hasil analisis
dengan konsentrasi analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (% Recovery) konsentrasi analit yang terukur terhadap
konsentrasi analit yang sebenarnya. Metode penentuan % Recovery yang
dilakukan pada penelitian ini adalah metode penambahan baku (standard addition
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
method). Menurut Gonzalez dan Herrador (2007), akurasi dikatakan baik bila
memiliki nilai % Recovery antara 98,0-102,0% untuk kadar analit 10-100%.
Menurut ICH topik Q2(R1) (2005), akurasi sebaiknya dilakukan minimal
9 kali penentuan mencakup range tertentu, misal dengan 3 macam tingkat
konsentrasi dan setiap tingkat konsentrasinya dilakukan replikasi 3 kali. Pada
penelitian ini dibuat tiga tingkat konsentrasi sampel dengan rentang 80, 100, dan
120%, kemudian masing-masing tingkat konsentrasi ditambahkan baku dengan
konsentrasi tertentu sebagai sampel adisi. Perhitungan % Recovery didapatkan
dari selisih hasil analisis sampel adisi dengan sampel, kemudian dibandingkan
dengan konsentrasi baku adisi yang sebenarnya.
Tingkat konsentrasi 80% dapat dikatakan sebagai konsentrasi rendah
dimana secara teoritis dalam sampel terdapat 0,96 μg/mL salbutamol sulfat dan
40 μg/mL guaifenesin. Konsentrasi 100% disebut juga konsentrasi sedang dimana
secara teoritis dalam sampel terdapat 1,20 μg/mL salbutamol sulfat dan
50,0 μg/mL guaifenesin. Pada konsentrasi 120% disebut juga konsentrasi tinggi
dengan 1,44 μg/mL salbutamol sulfat dan 60,0 μg/mL guaifenesin. Konsentrasi
baku guaifenesin yang ditambahkan ke dalam sampel sebesar 5,391 μg/mL,
sedangkan tidak dilakukan penambahan baku salbutamol sulfat karena tidak dapat
dilakukan kuantifikasi. Tabel IX berikut menunjukkan hasil pengukuran
% Recovery larutan baku adisi pada 3 tingkat konsentrasi yang berbeda:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Tabel IX. Hasil penetapan % Recovery baku guaifenesin adisi
Replikasi Tingkat
konsentrasi
Konsentrasi guaifenesin
%
Recovery Sampel
(μg/mL)
KV
(%)
Sampel
adisi
(μg/mL)
KV
(%)
Baku
adisi
(μg/mL)
KV
(%)
1 Sampel
rendah
39,834
1,34
43,488
1,99
3,654
29,86
67,78
2 39,435 43,396 3,961 73,47
3 38,789 44,958 6,169 114,43
1 Sampel
sedang
48,963
0,42
54,393
0,32
5,430
0,59
100,72
2 48,649 54,109 5,460 101,28
3 49,029 54,425 5,396 100,09
1 Sampel
tinggi
58,578
1,04
64,823
2,97
6,245
33,17
115,84
2 58,551 62,128 3,577 66,35
3 57,521 61,250 3,729 69,17
Berdasarkan Tabel IX dapat diketahui bahwa rentang % Recovery baku
guaifenesin dalam sampel adisi pada konsentrasi rendah sebesar 67,78-114,43%,
pada konsentrasi sedang sebesar 100,09-101,28%, dan pada konsentrasi tinggi
sebesar 66,35-115,84%. Berdasarkan hasil dari ketiga tingkat konsentrasi tersebut,
hanya pada konsentrasi sedang saja yang masuk rentang 98,0-102,0%, maka dapat
dikatakan bahwa metode KCKT yang digunakan memiliki akurasi yang baik pada
konsentrasi sedang saja.
4. Presisi
Presisi/keterulangan merupakan ukuran kedekatan nilai data satu dengan
data lainnya dalam suatu pengukuran pada kondisi analisis yang sama. Presisi
dinyatakan sebagai koefisien variasi (KV). Semakin kecil nilai KV, maka presisi
suatu metode dikatakan semakin baik. Menurut Gonzalez dan Herrador (2007),
suatu metode analisis dikatakan memiliki presisi yang baik jika memiliki nilai
KV ≤ 2,0% untuk kadar analit 100%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Berdasarkan Tabel IX pula dapat dilihat bahwa baku guaifenesin dalam
sampel adisi pada konsentrasi rendah dan tinggi memiliki nilai KV yang lebih
besar dari 2%, yaitu 29,86% untuk konsentrasi rendah dan 33,17% untuk
konsentrasi tinggi. Pada konsentrasi sedang didapatkan nilai KV yang lebih kecil
dari 2% yaitu 0,59%, maka dapat dikatakan bahwa metode KCKT yang
digunakan memiliki presisi yang baik untuk guaifenesin pada konsentrasi sedang.
5. Rentang
Berdasarkan hasil dari perhitungan linieritas, akurasi, dan presisi dapat
dikatakan bahwa parameter rentang didapatkan pada daerah konsentrasi sedang
(guaifenesin 50 μg/mL).
G. Uji Kestabilan Larutan Baku
Salah satu hal penting yang harus diperhatikan selama kegiatan analisis
berlangsung yaitu kestabilan senyawa yang akan dianalisis, terutama kestabilan
larutan baku yang digunakan untuk kuantifikasi. Uji kestabilan dilakukan dengan
menginjeksikan larutan baku yang sama dalam hari yang berbeda, kemudian
dilihat apakah hasil yang diberikan mengalami perubahan lebih dari yang
dipersyaratkan atau tidak. Suatu larutan dikatakan stabil apabila perubahan yang
dihasilkan tidak lebih dari 2% (Ahuja dan Dong, 2005).
Pada penelitian ini digunakan larutan baku salbutamol sulfat dan
guaifenesin, maka keduanya harus diuji kestabilannya agar dapat digunakan
secara pasti dalam kuantifikasi. Pada larutan baku salbutamol sulfat dibuat tiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
seri konsentrasi yaitu 0,8; 1,2; dan 1,6 μg/mL, sedangkan pada guaifenesin juga
dibuat tiga seri konsentrasi yaitu 36, 54, dan 72 μg/mL. Penentuan konsentrasi
masing-masing senyawa adalah untuk mewakili keseluruhan konsentrasi yang
dibuat pada kurva baku, dimana untuk salbutamol sulfat antara konsentrasi 0,8
sampai 1,6 μg/mL dan untuk guaifenesin antara konsentrasi 36 sampai 72 μg/mL.
Perubahan hasil pada kestabilan dapat dilihat dari kadar/konsentrasi
analit yang terdapat dalam suatu larutan tersebut. Pada guaifenesin didapatkan
kurva baku dengan nilai koefisien korelasi yang memenuhi persyaratan kurva
baku yang baik (r = 0,9997), maka perubahan hasil pada kestabilan larutan baku
guaifenesin dapat dilihat berdasarkan konsentrasinya. Tabel X berikut
menunjukkan besarnya persen perubahan (%) pada uji kestabilan larutan baku
guaifenesin:
Tabel X. Hasil persen perubahan (%) pada uji kestabilan guaifenesin
Kadar
teoritis
(μg/mL)
Kadar terukur (μg/mL) pada tanggal persen perubahan (%)
6 Maret 7 Maret 8 Maret 6 - 7 Maret 6 - 8 Maret
35,957 35,351 35,200 35,507 0,43 0,44
53,935 53,728 53,769 53,712 0,08 0,03
71,914 71,773 71,803 71,710 0,04 0,09
Uji kestabilan guaifenesin dilakukan pada tanggal 6 Maret sampai
8 Maret 2014. Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa dalam dua hari yang
berbeda perubahannya tidak lebih dari 2%, maka dapat dikatakan bahwa larutan
baku guaifenesin yang digunakan stabil sehingga dapat digunakan untuk validasi
metode analisis dan kuantifikasi atau penetapan kadar guaifenesin dalam sampel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Pada salbutamol sulfat tidak dilakukan pembuatan kurva baku karena
diduga tidak stabil (sudah kadaluwarsa) dan dari hasil yang telah dilakukan tidak
didapatkan kurva baku yang baik, dimana semua nilai koefisien korelasinya
(r) < 0,998 sehingga dalam mengamati kestabilan larutan baku salbutamol sulfat
dilihat dari respon AUC karena tidak dapat dilakukan perhitungan konsentrasi
terukur. Tabel XI berikut menunjukkan besarnya persen perubahan (%) pada uji
kestabilan larutan baku salbutamol sulfat:
Tabel XI. Hasil persen perubahan (%) pada uji kestabilan salbutamol sulfat
Kadar teoritis
(μg/mL)
persen perubahan (%) Kadar teoritis
(μg/mL)
persen
perubahan (%)
(16 Jan - 8 Mar) 5 - 6 Maret 5 - 7 Maret
0,791 4,66 5,70
9,883 25,78 1,186 0,06 9,63
1,581 8,66 7,47
Uji kestabilan salbutamol sulfat dilakukan pada tanggal 5 Maret sampai 7
Maret 2014. Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa dalam dua hari yang
berbeda perubahannya lebih dari 2%, maka dapat dikatakan bahwa larutan baku
salbutamol sulfat yang digunakan tidak stabil sehingga tidak digunakan untuk
validasi metode analisis dan kuantifikasi. Ketidakstabilan salbutamol sulfat
didukung dengan adanya data salbutamol sulfat dengan konsentrasi 10 μg/mL
yang diinjeksikan saat optimasi (16 Januari 2014) kemudian diinjeksikan kembali
pada tanggal 8 Maret 2014 dan didapatkan perubahan sebesar 25,78%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Metode KCKT fase terbalik pada penetapan kadar guaifenesin dalam
sediaan sirup merek “X” dengan fase diam C18 merek Shimadzu (250 x 4,6 mm,
ukuran partikel 5 μm) dan fase gerak metanol : 0,01 M bufer kalium dihidrogen
fosfat pH 3 (40:60) dengan kecepatan alir fase gerak 1 mL/min memenuhi
parameter validitas yang baik, meliputi selektivitas dengan Rs > 1,5, linieritas
guaifenesin dengan r = 0,9997 pada rentang 36-72 μg/mL, akurasi, presisi, dan
rentang pada tingkat konsentrasi sedang (guaifenesin 50 μg/mL), tetapi tidak
untuk salbutamol sulfat karena baku salbutamol sulfat dalam penelitian ini
mengalami kadaluwarsa sehingga tidak dapat digunakan untuk kuantifikasi.
B. Saran
Penelitian ini perlu diaplikasikan dalam bentuk penetapan kadar
guaifenesin (pada tingkat konsentrasi sedang) dalam sediaan sirup merek “X”
dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik yang telah tervalidasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
DAFTAR PUSTAKA
Ahuja, S. dan Dong, M.W., 2005, Handbook of Pharmaceutical Analysis by
HPLC, Vol. 6, Elsevier Inc., USA, hal. 49, 58-62, 210-211
Cairns, D., 2008, Intisari Kimia Farmasi, Edisi 2, EGC, Jakarta, hal. 10-12, 17
Dicpinigaitis, P.V., 2006, Chronic Cough Due to Asthma ACCP Evidence-Based
Clinical Practice Guidelines, No. 129, American College of Chest
Physicians, Maryland City, hal. 755-759
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope
Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, hal. 421, 751-
752, 1009, 1061
Gonzalez, A.G. dan Herrador, M.A., 2007, A Practical Guide to Analytical
Method Validation, Including Measurement Uncertainty and Accuracy
Profiles, Vol. 26, No. 3, Trends in Analytical Chemistry, Department of
Analytical Chemistry, Spain, hal. 227-238
Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya,
Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No. 3, Departemen Farmasi FMIP,
Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 117-134
Harvey, D., 2000, Modern Analytical Chemistry, McGraw-Hill Companies, Inc.,
USA, hal. 372-376, 385, 578
ICH, 2005, Validation of Analytical Procedures: Text and Methodology, Topic
Q2(R1), ICH Harmonised Tripartite Guideline, hal. 8-10
Jyothi, N., VenuGopal, K., dan Rao, JVLN, S., 2012, Development and
Validation of an HPLC method for the Simultaneous Estimation of the
Salbutamol Sulphate and Ipratropium in Inhalation Dosage Forms,
International Journal of Pharma Sciences, Vol. 2, No. 4, Aize Publisher,
India, hal. 79-83
Kazakevich, Y. dan Lobrutto, R., 2007, HPLC for Pharmaceutical Scientist, John
Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey, hal. 9-13, 23, 94-101, 461-
462, 465
Korany, M.A., Fahmy, O.T., Mahgoub, H., dan Maher, H.M., 2010, High
Performance Liquid Chromatographic Determination of Some
Guaiphenesin – Containing Cough – Cold Preparations, No. 2,
Department of Pharmaceutical Analytical Chemistry, Egypt, hal. 121-
130
Kromidas, S., 2005, More Practical Problem Solving in HPLC, Wiley-VCH
Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim, Germany, hal. 34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Levita, J. dan Mustarichie, R., 2012, Pemodelan Molekul dalam Kimia Medisinal,
Graha Ilmu, Yogyakarta, hal. 22-25
Martis, E. A. dan Gangrade, D. M., 2011, Reverse Phase Isocratic HPLC Method
for Simultaneous Estimation of Salbutamol Sulphate and
Beclomethasone Dipropionate in Rotacaps Formulation Dosage Forms,
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science, Vol. 3,
Issue 1, India, hal. 64-67
Moffat, A.C., David, M.O., dan Brian, W., (Eds.), 2005, Clarke’s Analysis of
Drugs and Poisons, 3rd
edition, The Pharmaceutical Press, London,
monograph on Guaifenesin, Salbutamol
Moffat, A.C., David, M.O., dan Brian, W., (Eds.), 2011, Clarke’s Analysis of
Drugs and Poisons, Pharmaceutical press, London, hal. 1468-1469,
2038-2039
Mulja, M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Universitas Airlangga,
Surabaya, hal. 6-11, 26, 31-34
Mulyawan, A., 2014, Optimasi Komposisi dan Kecepatan Alir Fase Gerak Sistem
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik pada Pemisahan
Salbutamol Sulfat dan Guaifenesin dalam Sediaan Obat Sirup “Merek
X”, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Oemiati, R., Sihombing, M., dan Qomariah, 2010, Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Penyakit Asma di
Indonesia, Media Litbang Kesehatan, Vol. XX, No. 1, Puslitbang BMF,
Jakarta, hal. 41-49
Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, cetakan I, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, hal. 220-225, 228-243, 339
Rohman, A., 2009, Kromatografi untuk Analisis Obat, Graha Ilmu, Yogyakarta,
hal. 111-116, 217, 223-226, 232, 380
Sastrohamidjojo, H., 2001, Spektroskopi, cetakan II, Liberty, Yogyakarta, hal. 9-
15, 22-26, 39
Snyder, L.R., Kirkland, J.J, dan Glajh, J.L., 1997, Practical HPLC Method
Development, 2nd
edition, John Wiley & Sons, Inc., New York, hal. 296-
300
Snyder, L.R., Kirkland, J.J., dan Dolan, J.W., 2010, Introduction to Modern
Liquid Chromatography, 3rd
edition, John Wiley & Sons, Inc., New
York, hal. 20-23, 309-312
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.P., dan
Kusnandar, 2009, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta, hal.
446-448
UBM Medica, 2011, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 11 2011/2012,
PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, hal. A24, A34, A40, 85
United States Pharmacopeial Convention, 2007, United States Pharmacopeia,
Edisi 30 (monograph on CD-ROM), United States Pharmacopoeial
Convention, Inc.
Walode, S.G., Deshpande, S.D., dan Deshpande, A.V., 2013, Stability Indicating
RP-HPLC Method for Simultaneous Estimation of Salbutamol Sulphate
and Guaifenesin, Vol. 4, No. 2, Department of Pharmaceutical
Chemistry, Der Pharmacia Sinica, India, hal. 61-67
Watson, D.G., 2000, Pharmaceutical Analysis, A Textbook for Pharmacy Students
and Pharmaceutical Chemists, Churchill Livingstone, Edinburgh,
London, hal. 76-80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) salbutamol sulfat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Lampiran 2. Certificate of Analysis (CoA) guaifenesin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Lampiran 3. Data penimbangan baku
1. Baku guaifenesin untuk pembuatan kurva baku
Penimbangan Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
Berat wadah (g) 8,58440 8,58434 8,58421
Berat wadah+zat (g) 8,60689 8,60684 8,60671
Berat zat (g) 0,02249 0,02250 0,02250
2. Baku guaifenesin untuk sampel adisi
Penimbangan
Berat wadah (g) 8,58440
Berat wadah+zat (g) 8,60689
Berat zat (g) 0,02249
3. Baku guaifenesin untuk uji kestabilan larutan baku guaifenesin
Penimbangan
Berat wadah (g) 8,58434
Berat wadah+zat (g) 8,60684
Berat zat (g) 0,02250
4. Baku salbutamol sulfat untuk uji kestabilan larutan baku salbutamol sulfat
Penimbangan
Berat wadah (g) 8,58386
Berat wadah+zat (g) 8,59386
Berat zat (g) 0,01000
Lampiran 4. Skema pembuatan larutan baku guaifenesin dan contoh
perhitungan kadar larutan baku yang digunakan
1. Skema pembuatan larutan baku guaifenesin
Timbang seksama lebih kurang 22,5 mg guaifenesin
↓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Larutkan dengan metanol dalam labu takar 25,0 mL hingga tanda, sehingga
didapatkan konsentrasi 900 μg/mL (sebagai larutan stok)
↓
Ambil atau pipet larutan stok sejumlah 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; dan 0,8 mL
↓
Encerkan dengan metanol dalam labu takar 10,0 mL hingga tanda, sehingga
didapatkan konsentrasi seri larutan baku 36,0; 45,0; 54,0; 63,0; dan 72,0 μg/mL
2. Contoh perhitungan kadar larutan baku guaifenesin yang digunakan
Perhitungan seri baku guaifenesin (hasil dari penentuan kurva baku Replikasi 3)
Berat baku guaifenesin hasil penimbangan = 0,02250 gram = 22,5 mg
Konsentrasi baku guaifenesin dalam larutan stok = 22,5 mg/25,0 mL = 0,9 mg/mL
= 900 μg/mL
Kemurnian baku pembanding guaifenesin 99,88%, maka konsentrasi baku
guaifenesin dalam larutan stok sebenarnya = 900 μg/mL x 99,88% =
898,92 μg/mL
Konsentrasi seri larutan baku guaifenesin =
V1 x C1 = V2 x C2
0,4 mL x 898,92 μg/mL = 10,0 mL x C2
C2 = 35,957 μg/mL
Seri baku V1 (mL) C2 (μg/mL)
1 0,4 35,957
2 0,5 44,946
3 0,6 53,935
4 0,7 62,924
5 0,8 71,914
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Lampiran 5. Kromatogram baku guaifenesin untuk kurva baku
1. Replikasi I
Gambar 20. Kromatogram baku guaifenesin 36 μg/mL replikasi I
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Gambar 21. Kromatogram baku guaifenesin 45 μg/mL replikasi I
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 22. Kromatogram baku guaifenesin 54 μg/mL replikasi I Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Gambar 23. Kromatogram baku guaifenesin 63 μg/mL replikasi I Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 24. Kromatogram baku guaifenesin 72 μg/mL replikasi I Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
2. Replikasi II
Gambar 25. Kromatogram baku guaifenesin 36 μg/mL replikasi II
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 26. Kromatogram baku guaifenesin 45 μg/mL replikasi II
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Gambar 27. Kromatogram baku guaifenesin 54 μg/mL replikasi II
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 28. Kromatogram baku guaifenesin 63 μg/mL replikasi II
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Gambar 29. Kromatogram baku guaifenesin 72 μg/mL replikasi II
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
3. Replikasi III
Gambar 30. Kromatogram baku guaifenesin 36 μg/mL replikasi III
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Gambar 31. Kromatogram baku guaifenesin 45 μg/mL replikasi III
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 32. Kromatogram baku guaifenesin 54 μg/mL replikasi III
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Gambar 33. Kromatogram baku guaifenesin 63 μg/mL replikasi III
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 34. Kromatogram baku guaifenesin 72 μg/mL replikasi III
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Lampiran 6. Data penentuan kurva baku guaifenesin
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
C (μg/mL) AUC
(mAU) C (μg/mL)
AUC
(mAU) C (μg/mL)
AUC
(mAU)
35,941 416750 35,957 430299 35,957 434389
44,926 542221 44,946 563166 44,946 565020
53,911 690626 53,935 674301 53,935 676218
62,896 779459 62,924 790499 62,924 791864
71,882 903167 71,914 913892 71,914 917741
A = - 59598,246 A = - 42280,037 A = - 39082,532
B = 13467,384 B = 13288,380 B = 13277,580
r = 0,9975 r = 0,9996 r = 0,9997 Keterangan:
C = konsentrasi seri baku guaifenesin (μg/mL)
AUC = Area Under Curve (mAU)
Lampiran 7. Persamaan dan gambar kurva baku guaifenesin
1. Persamaan kurva baku guaifenesin yang digunakan berasal dari replikasi 3
dengan persamaan sebagai berikut:
y = 13277,580x – 39082,532
2. Gambar kurva baku guaifenesin
y = 13277,580x - 39082,532 r = 0.9997
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
800000
900000
1000000
0 20 40 60 80
AU
C (
mA
U)
Konsentrasi guaifenesin (μg/mL)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Lampiran 8. Kromatogram sampel
1. Sampel rendah
Gambar 35. Kromatogram sampel 40 μg/mL replikasi I
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Gambar 36. Kromatogram sampel 40 μg/mL replikasi II
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 37. Kromatogram sampel 40 μg/mL replikasi III
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
2. Sampel sedang
Gambar 38. Kromatogram sampel 50 μg/mL replikasi I
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 39. Kromatogram sampel 50 μg/mL replikasi II
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Gambar 40. Kromatogram sampel 50 μg/mL replikasi III
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
3. Sampel tinggi
Gambar 41. Kromatogram sampel 60 μg/mL replikasi I
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Gambar 42. Kromatogram sampel 60 μg/mL replikasi II
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 43. Kromatogram sampel 60 μg/mL replikasi III
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Lampiran 9. Kromatogram sampel adisi
1. Sampel rendah adisi
Gambar 44. Kromatogram sampel rendah adisi replikasi I
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 45. Kromatogram sampel rendah adisi replikasi II
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Gambar 46. Kromatogram sampel rendah adisi replikasi III
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
2. Sampel sedang adisi
Gambar 47. Kromatogram sampel sedang adisi replikasi I
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Gambar 48. Kromatogram sampel sedang adisi replikasi II
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 49. Kromatogram sampel sedang adisi replikasi III
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
3. Sampel tinggi adisi
Gambar 50. Kromatogram sampel tinggi adisi replikasi I
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 51. Kromatogram sampel tinggi adisi replikasi II
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Gambar 52. Kromatogram sampel tinggi adisi replikasi III
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Lampiran 10. Perolehan nilai AUC sampel dan sampel adisi, contoh
perhitungan konsentrasi terukur, perhitungan % Recovery, dan KV baku
guaifenesin adisi
1. Nilai AUC sampel dan sampel adisi
Replikasi Tingkat konsentrasi AUC (mAU)
Sampel Sampel adisi
1
Sampel rendah
489817 538335
2 484516 537117
3 475948 557849
1
Sampel sedang
611026 683119
2 606857 679353
3 611906 683544
1
Sampel tinggi
738696 821605
2 738337 785825
3 724654 774172
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
2. Contoh perhitungan konsentrasi terukur baku guaifenesin
Diketahui AUC sampel guaifenesin sebesar 611026 dan AUC sampel adisi
sebesar 683119, maka:
Konsentrasi guaifenesin dalam sampel:
y = 13277,580x – 39082,532
611026 = 13277,580x – 39082,532
x = 48,963 μg/mL
Konsentrasi guaifenesin dalam sampel adisi:
y = 13277,580x – 39082,532
683119 = 13277,580x – 39082,532
x = 54,393 μg/mL
Konsentrasi baku guaifenesin adisi = konsentrasi guaifenesin dalam sampel
adisi – konsentrasi guaifenesin dalam sampel
Konsentrasi baku guaifenesin adisi = (54,393 – 48,963) μg/mL
Konsentrasi baku guaifenesin adisi = 5,430 μg/mL
3. Contoh perhitungan % Recovery baku guaifenesin adisi
Diketahui konsentrasi terukur baku guaifenesin adisi sebesar 5,430 μg/mL dan
konsentrasi sebenarnya sebesar 5,391 μg/mL, maka:
% Recovery = konsentrasi baku dan sampel terukur – konsentrasi sampel terukur
konsentrasi baku teoritis x 100%
% Recovery = 5,430 μg/mL
5,391 μg/mL x 100%
% Recovery = 100,72%
4. Contoh perhitungan KV baku guaifenesin adisi
Diketahui konsentrasi terukur rata-rata (x̅) baku guaifenesin adisi sebesar 5,429
μg/mL dengan standar deviasi (SD) sebesar 0,032, maka:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
KV = standar deviasi (SD)
rata-rata (X̅) x 100%
KV = 0,032
x 100%
KV = 0,59%
Replikasi Tingkat
konsentrasi
Konsentrasi guaifenesin
%
Recovery Sampel
(μg/mL)
KV
(%)
Sampel
adisi
(μg/mL)
KV
(%)
Baku
adisi
(μg/mL)
KV
(%)
1 Sampel
rendah
39,834
1,34
43,488
1,99
3,654
29,86
67,78
2 39,435 43,396 3,961 73,47
3 38,789 44,958 6,169 114,43
1 Sampel
sedang
48,963
0,42
54,393
0,32
5,430
0,59
100,72
2 48,649 54,109 5,460 101,28
3 49,029 54,425 5,396 100,09
1 Sampel
tinggi
58,578
1,04
64,823
2,97
6,245
33,17
115,84
2 58,551 62,128 3,577 66,35
3 57,521 61,250 3,729 69,17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Lampiran 11. Kromatogram baku guaifenesin untuk uji kestabilan larutan
baku guaifenesin
6 Maret 2014
Gambar 53. Kromatogram baku guaifenesin 36 μg/mL 6 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 54. Kromatogram baku guaifenesin 54 μg/mL 6 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Gambar 55. Kromatogram baku guaifenesin 72 μg/mL 6 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
7 Maret 2014
Gambar 56. Kromatogram baku guaifenesin 36 μg/mL 7 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Gambar 57. Kromatogram baku guaifenesin 54 μg/mL 7 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 58. Kromatogram baku guaifenesin 72 μg/mL 7 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
8 Maret 2014
Gambar 59. Kromatogram baku guaifenesin 36 μg/mL 8 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 60. Kromatogram baku guaifenesin 54 μg/mL 8 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Gambar 61. Kromatogram baku guaifenesin 72 μg/mL 8 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Lampiran 12. Perolehan nilai AUC baku guaifenesin, contoh perhitungan
konsentrasi terukur dan perhitungan % perubahan untuk uji kestabilan
larutan baku guaifenesin
1. Nilai AUC baku guaifenesin
C teoritis
(μg/mL)
AUC (mAU) pada tanggal
6 Maret 7 Maret 8 Maret
35,957 430299 428289 432367
53,935 674301 674835 674079
71,914 913892 914290 913048
2. Contoh perhitungan konsentrasi terukur baku guaifenesin
Diketahui AUC baku guaifenesin konsentrasi 35,957 μg/mL tanggal 6 Maret
sebesar 430299, 7 Maret sebesar 428289, dan 8 Maret sebesar 432367, maka:
Konsentrasi terukur baku guaifenesin tanggal 6 Maret:
y = 13277,580x – 39082,532
430299 = 13277,580x – 39082,532
x = 35,351 μg/mL
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Konsentrasi terukur baku guaifenesin tanggal 7 Maret:
y = 13277,580x – 39082,532
428289 = 13277,580x – 39082,532
x = 35,200 μg/mL
Konsentrasi terukur baku guaifenesin tanggal 8 Maret:
y = 13277,580x – 39082,532
432367 = 13277,580x – 39082,532
x = 35,507 μg/mL
3. Contoh perhitungan % perubahan untuk uji kestabilan larutan baku guaifenesin
% perubahan = konsentrasi terukur – konsentrasi terukur
konsentrasi terukur awal x 100%
Tanggal 7 Maret, % perubahan = konsentrasi terukur – konsentrasi terukur
konsentrasi terukur awal x 100%
% perubahan = 35,200 – 35,351
35,351 x 100%
% perubahan = 0,43%
Tanggal 8 Maret, % perubahan = konsentrasi terukur – konsentrasi terukur
konsentrasi terukur awal x 100%
% perubahan = 35,507 – 35,351
35,351 x 100%
% perubahan = 0,44%
Kadar
teoritis
(μg/mL)
Kadar terukur (μg/mL) pada tanggal persen perubahan (%)
6 Maret 7 Maret 8 Maret 6 - 7
Maret
6 - 8
Maret
35,957 35,351 35,200 35,507 0,43 0,44
53,935 53,728 53,769 53,712 0,08 0,03
71,914 71,773 71,803 71,710 0,04 0,09
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Lampiran 13. Skema pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan contoh
perhitungan kadar larutan baku yang digunakan untuk uji kestabilan
larutan baku salbutamol sulfat
1. Skema pembuatan larutan baku salbutamol sulfat
Timbang seksama lebih kurang 10,0 mg salbutamol sulfat
↓
Larutkan dengan metanol dalam labu takar 50,0 mL hingga tanda, sehingga
didapatkan konsentrasi 200 μg/mL (sebagai larutan stok)
↓
Ambil atau pipet 0,5 mL larutan stok, masukkan ke dalam labu takar 5,0 mL
dan encerkan dengan metanol hingga tanda, sehingga didapatkan konsentrasi
20 μg/mL (sebagai larutan intermediate)
↓
Ambil atau pipet larutan intermediate sejumlah 0,4; 0,6; dan 0,8 mL
↓
Encerkan dengan metanol dalam labu takar 10,0 mL hingga tanda, sehingga
didapatkan konsentrasi seri larutan baku 0,8; 1,2; dan 1,6 μg/mL
2. Perhitungan kadar larutan baku salbutamol sulfat yang digunakan untuk uji
stabilitas larutan baku salbutamol sulfat
Berat baku salbutamol sulfat hasil penimbangan = 0,01000 gram = 10,0 mg
Konsentrasi baku salbutamol sulfat dalam larutan stok = 10,0 mg/50,0 mL = 0,2
mg/mL = 200 μg/mL
Konsentrasi baku salbutamol sulfat dalam larutan intermediate =
V1 x C1 = V2 x C2
0,5 mL x 200 μg/mL = 5,0 mL x C2
C2 = 20 μg/mL
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Kemurnian baku pembanding salbutamol sulfat 98,83%, maka konsentrasi baku
salbutamol sulfat dalam larutan intermediate sebenarnya = 20 μg/mL x 98,83% =
19,766 μg/mL
Konsentrasi seri larutan baku salbutamol sulfat =
V1 x C1 = V2 x C2
0,4 mL x 19,766 μg/mL = 10,0 mL x C2
C2 = 0,791 μg/mL
Seri baku V1 (mL) C2 (μg/mL)
1 0,4 0,791
3 0,6 1,186
5 0,8 1,581
Lampiran 14. Kromatogram baku salbutamol sulfat untuk uji kestabilan
larutan baku salbutamol sulfat
5 Maret 2014
Gambar 62. Kromatogram baku salbutamol sulfat 0,8 μg/mL 5 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Gambar 63. Kromatogram baku salbutamol sulfat 1,2 μg/mL 5 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 64. Kromatogram baku salbutamol sulfat 1,6 μg/mL 5 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
6 Maret 2014
Gambar 65. Kromatogram baku salbutamol sulfat 0,8 μg/mL 6 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 66. Kromatogram baku salbutamol sulfat 1,2 μg/mL 6 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Gambar 67. Kromatogram baku salbutamol sulfat 1,6 μg/mL 6 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
7 Maret 2014
Gambar 68. Kromatogram baku salbutamol sulfat 0,8 μg/mL 7 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Gambar 69. Kromatogram baku salbutamol sulfat 1,2 μg/mL 7 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 70. Kromatogram baku salbutamol sulfat 1,6 μg/mL 7 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
16 Januari 2014 (Konsentrasi 10 μg/mL)
Gambar 71. Kromatogram baku salbutamol sulfat 10 μg/mL 16 Januari 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
8 Maret 2014 (Konsentrasi 10 μg/mL)
Gambar 72. Kromatogram baku salbutamol sulfat 10 μg/mL 8 Maret 2014
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Lampiran 15. Perolehan nilai AUC baku salbutamol sulfat, contoh
perhitungan % perubahan untuk uji kestabilan larutan baku salbutamol
sulfat
1. Nilai AUC baku salbutamol sulfat
C teoritis
μg/mL)
AUC (mAU) pada tanggal
5 Maret 6 Maret 7 Maret
0,791 12429 13008 11721
1,186 14296 14288 12919
1,581 16943 18411 18209
C teoritis
(μg/mL)
AUC (mAU) pada tanggal
16 Januari 8 Maret
9,883 72363 91019
2. Contoh perhitungan % perubahan untuk uji kestabilan larutan baku salbutamol
sulfat. Pada penelitian tidak didapatkan kurva baku (tidak dapat menghitung
kadar), maka digunakan respon AUC untuk menghitung % perubahannya.
% perubahan = respon – respon
respon awal x 100%
Tanggal 6 Maret, % perubahan = respon – respon
respon awal x 100%
% perubahan = 13008 – 12429
12429 x 100%
% perubahan = 4,66%
Tanggal 7 Maret, % perubahan = respon – respon
respon awal x 100%
% perubahan = 11721 – 12429
12429 x 100%
% perubahan = 5,70%
Kadar
teoritis
(μg/mL)
persen perubahan (%) Kadar
teoritis
(μg/mL)
persen
perubahan (%)
(16 Jan - 8 Mar) 5 - 6 Maret 5 - 7 Maret
0,791 4,66 5,70
9,883 25,78 1,186 0,06 9,63
1,581 8,66 7,47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Lampiran 16. Kromatogram untuk menunjukkan resolusi pemisahan
salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam larutan baku campuran
Replikasi I (Rs = 10,462)
Gambar 73. Kromatogram baku campuran salbutamol sulfat 1,2 μg/mL dan guaifenesin 80
μg/mL replikasi I
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Replikasi II (Rs = 10,451)
Gambar 74. Kromatogram baku campuran salbutamol sulfat 1,2 μg/mL dan guaifenesin 80
μg/mL replikasi II
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Replikasi III (Rs = 10,429)
Gambar 75. Kromatogram baku campuran salbutamol sulfat 1,2 μg/mL dan guaifenesin 80
μg/mL replikasi III
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Lampiran 17. Kromatogram untuk menunjukkan resolusi pemisahan
salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sampel
Gambar 76. Kromatogram sampel 50 μg/mL untuk menunjukkan resolusi replikasi I
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
Gambar 77. Kromatogram sampel 50 μg/mL untuk menunjukkan resolusi replikasi II
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Gambar 78. Kromatogram sampel 50 μg/mL untuk menunjukkan resolusi replikasi III
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/min
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi berjudul “Validasi Metode Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik untuk Penetapan Kadar
Salbutamol Sulfat dan Guaifenesin dalam Sediaan Sirup
Merek “X”” memiliki nama lengkap Agustinus Hendy
Larsen. Penulis lahir di Tegal pada 3 Agustus 1992
sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Dra.
Bernardine Susy Mayawati Soeharto dan Alm. Bernardus
Bambang Hermantodjojo. Pendidikan formal yang telah
ditempuh penulis adalah TK Pius Tegal (1995-1998), SD
Pius Tegal (1998-2004), SMP Pius Tegal (2004-2007),
SMA Pius Tegal (2007-2010), kemudian tahun 2010 penulis melanjutkan kuliah
di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah
penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah praktikum Kimia Dasar
(2013), praktikum Bentuk Sediaan Farmasi (2013), praktikum Biofarmasetika
(2014), praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan Farmasi I (2014), dan
praktikum Farmasi Fisika (2014). Selain itu, penulis juga pernah mengikuti
beberapa kegiatan dan organisasi antara lain: panitia Pelepasan Wisuda (2011),
panitia Tiga Hari Temu Akrab Farmasi/Titrasi (2011 dan 2012), panitia Hari Anti
Tembakau (2011), dan pernah mengikuti beberapa seminar (baik yang
diselenggarakan di dalam ataupun di luar kampus).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI