84
MAKNA SYARAT, PERALATAN, DAN SESAJI DALAM UPACARA SIRAMAN PERNIKAHAN DI LINGKUNGAN KRATON YOGYAKARTA: SEBUAH KAJIAN SEMIOTIKA Tugas Akhir Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Dian Dwi Marlina NIM 094114006 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

MAKNA SYARAT, PERALATAN, DAN SESAJI

DALAM UPACARA SIRAMAN PERNIKAHAN

DI LINGKUNGAN KRATON YOGYAKARTA:

SEBUAH KAJIAN SEMIOTIKA

Tugas Akhir

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Dian Dwi Marlina

NIM 094114006

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2014

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

vi

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur ke Hadirat Allah SWT atas segala

karunia rahmat dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah dengan judul Makna

Syarat, Peralatan, dan Sesaji Dalam Upacara Siraman Pernikahan Di Lingkungan

Kraton Yogyakarta dapat terselesaikan. Penulisan Karya Ilmiah inidimaksudkan

untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Program

Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih disertai

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Yoseph Yapi Taum M.Hum., selaku pembimbing pertama,

2. Prof. Dr. Praptomo Baryadi Isodarus M.Hum., selaku pembimbing kedua,

3. Dosen Prodi Sastra Indonesia USD: Drs. Hery Antono M.Hum.,Dr. Paulus Ari

Subagyo M.Hum.,Dr. Yoseph Yapi Taum M.Hum., Prof. Dr. Praptomo

Baryadi Isodarus M.Hum., Susilawati Endah Peni Adji S.S., M.Hum., Dra.

Fransisca Tjandrasih Adji M.Hum.

4. Sekeretariat Program Studi Sastra Indonesia yang telah membantu dalam hal

administrasi,

5. Perpustakaan USD yang telah memberikan fasilitas buku-buku sebagai

sumber pustaka,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

viii

ABSTRAK

Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam UpacaraSiraman Pernikahan Di Lingkungan Kraton Yogyakarta: Sebuah KajianSemiotika”. Skripsi Strata I (S-1). Program Studi Sastra Indonesia, JurusanSastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini mengungkap topik makna syarat, peralatan, dan sesaji upacarasiraman pernikahan bagi pecinta budaya Indonesia. Makna syarat, peralatan, dansesaji diungkap bukan hanya dari segi fisik, tetapi juga dikaji makna dan ideologiyang terkandung didalamnya serta untuk ditinjau kegunaanya.Tujuan penelitianini untuk mengungkapkan dan mendeskripsikan makna syarat, perlengkapan, dansesaji upacara siraman pernikahan di lingkungan Kraton Yogyakarata saat ini.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentangfolklor dan Semiotika Roland Barthes. Teori folklor digunakan untuk memahamimakna syarat, peralatan, dan sesajiupacara siraman dalam kaidah ilmu folklor.Roland Barthes digunakan untuk mengkaji makna denotatif dan makna konotatif.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data,metode pustaka, metode wawancara, metode observasi, metode analisis data, danmetode penyajian hasil analisis data.

Kesimpulan penelitian ini ada dua hal, yaitu: Pertama, siramanberdasarkan makna fisik yaitu misalnya kain mori berwarna putih yangmempunyai makna ideologi untuk mengingatkan manusia bahwa kelak manusiaakan mati, dsb.,dan Kedua, kehadiran agama Islam di lingkungan KratonYogyakarta turut mewarnai upacara siraman pernikahan yang terdapat dilingkungan Kraton Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

ix

ABSTRACT

Marlina, Dian Dwi. 2014. “Meaning requirement, celebration, and an offering inBaptism of Kraton Wedding Ceremony In Yogyakarta Court: semioticsstudy a piece of “. Thesis Strata I (S-I). Indonesian Literature StudiesProgram, Indonesian Literature Field of Study, Faculty of Letters, SanataDharma University.

This thesis is to state topict the meaning requirement, celebration, and anoffering in Baptism of wedding ceremony for lover Indonesian culture. Themeaning requirement, celebration, and an offering being unfolded not just fromit’s physical side, but to examined on that meaning in contained as well as forconsidered purpose.The purpose of this study was to state and to describe themeaning requirement, celebration, and an offering in Baptism of kraton weddingceremony in yogyakarta court now.

Teory underlayment that used on research is teory about folklor andsemiotics Roland Barthes. Folklor teory used for complete the meaningrequirement, celebration, and an offering in Baptism of wedding ceremony on rulefolklor. Roland Barthes used for to learn the meaning denotative andkonotative.The method used in this study is a book method, interview method,observation method, analysis informations method,and presenting result analysisinformations methode.

In conclusion, the research to have two situation is First, Baptism to bebased on phisique meaning is for example mori textile white color that to have themeaning ideology for remind human that human afterwards will dead, etc., andSecond, the presence of Islam in yogyakarta court also influence the Baptismwedding ceremony.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................ iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................................. viii

ABSTRACT ............................................................................................................ ix

DAFTAR ISI ......................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii

DAFTAR BAGAN ................................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1

1.2 Rumusan Permasalahan..................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 5

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 6

1.5 Tinjauan Pustaka ................................................................................ 6

1.6 Landasan Teori .................................................................................. 8

1.7 Metode Penelitian ............................................................................... 11

1.7.1 Menggunakan Metode Pengumpulan Data................................. 12

1.7.2 Menggunakan Metode Analisis Data ......................................... 14

1.7.3 Menggunakan Metode Penyajian Hasil Analisis Dara ............... 16

1.8 Sistematika Penyajian......................................................................... 17

BAB II MAKNA SYARAT, PERALATAN, DAN SESAJI UPACARA

SIRAMAN PERNIKAHAN ..................................................................... 18

2.1 Makna Syarat Upacara Siraman Pernikahan ................................. 18

2.1.1 Air Tujuh Sumber ...................................................................... 18

2.1.2 Kain Mori ................................................................................... 19

2.1.3 Kain Bangun Tulak ..................................................................... 20

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

xi

2.1.4 Kliwatan sembagi........................................................................ 21

2.1.5 Letrek .......................................................................................... 21

2.1.6 Klasa Bangka ............................................................................. 22

2.1.7 Daun-daunan .............................................................................. 23

2.1.7.1 Daun Beringin ................................................................ 23

2.1.7.2 Daun Ilalang ................................................................... 24

2.1.7.3 Daun Mojo ..................................................................... 24

2.1.7.4 Daun Dhahap Srep ........................................................ 25

2.1.7.5 Daun Kluwih .................................................................. 26

2.1.7.6 Daun Jati ........................................................................ 27

2.1.7.7 Daun Awar-awar ............................................................ 27

2.1.8 Dlingo Bengle ............................................................................. 28

2.1.9 Londho Merang .......................................................................... 29

2.1.10 Kembang Setaman .................................................................... 29

2.1.10.1 Mawar .......................................................................... 29

2.1.10.2 Melati ........................................................................... 30

2.1.10.3 Kanthil ......................................................................... 31

2.1.10.4 Kenanga ....................................................................... 32

2.1.11 Dahan dan Bunga Kapas .......................................................... 32

2.1.12 Janur ......................................................................................... 33

2.1.13 Klapa Segandheng ................................................................... 34

2.1.14 Daun Turi ................................................................................. 35

2.2 Makna Peralatan Upacara Siraman Pernikahan............................. 36

2.2.1 Siwur .......................................................................................... 36

2.2.2 Konyoh Manca Warna ............................................................... 37

2.2.3 Tempayan dari Kuningan ............................................................ 38

2.2.4 Klenthing..................................................................................... 39

2.2.5 Bokor ........................................................................................... 40

2.2.6 Batik Grompol ............................................................................ 41

2.2.7 Yuyu Sekandang ......................................................................... 42

2.2.8 Batik Nogosari ........................................................................... 43

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

xii

2.2.9 Batik Truntum .......................................................................... 43

2.2.10 Batik Sido Mukti........................................................................ 44

2.2.11 Batik Sido Asih.......................................................................... 44

2.2.12 Batik Cakar Ayam .................................................................... 45

2.2.13 Batik Simbar Lintang ............................................................... 46

2.2.14 Batik Sido Luhur ...................................................................... 47

2.3 Makna Sesaji Upacara Siraman Pernikahan.................................... 48

2.3.1 Tumpeng Robyong ..................................................................... 48

2.3.2 Tumpeng Megono ...................................................................... 50

2.3.3 Tumpeng Asrep-asrepan............................................................. 51

2.3.4 Tumpeng Gundhul ..................................................................... 52

BAB III PENUTUP............................................................................................... 54

3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 54

3.2 Saran .................................................................................................. 55

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 56

LAMPIRAN .......................................................................................................... 60

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kain Mori ......................................................................................... 19

Gambar 2 Kain Bangun Tulak .......................................................................... 20

Gambar 3 Letrek ................................................................................................ 21

Gambar 4 Klasa Bangka ................................................................................... 22

Gambar 5 Daun Beringin .................................................................................. 23

Gambar 6 Daun Ilalang ..................................................................................... 24

Gambar 7 Daun Mojo ........................................................................................ 25

Gambar 8 Daun Dhahap Srep ........................................................................... 26

Gambar 9 Daun Kluwih .................................................................................... 26

Gambar 10 Daun Jati .......................................................................................... 27

Gambar 11 Daun Awar-awar ............................................................................. 27

Gambar 12 Dlingo Bengle ................................................................................. 28

Gambar 13 Londho Merang ............................................................................... 29

Gambar 14 Mawar ............................................................................................. 30

Gambar 15 Melati ............................................................................................. 31

Gambar 16 Kanthil ............................................................................................ 31

Gambar 17 Kenanga .......................................................................................... 32

Gambar 18 Dahan Dan Bunga Kapas ............................................................... 33

Gambar 19 Janur ............................................................................................... 34

Gambar 20 Klapa Segandheng .......................................................................... 35

Gambar 21 Daun Turi ........................................................................................ 35

Gambar 22 Siwur Bersepuh Emas ..................................................................... 37

Gambar 23 Siwur Bersepuh Perak .................................................................... 37

Gambar 24 Konyoh Manca Warna ................................................................... 38

Gambar 25 Tempayan dari Kuningan ............................................................... 38

Gambar 26 Klenthing ........................................................................................ 39

Gambar 27 Kendhi ............................................................................................ 40

Gambar 28 Kendil ............................................................................................. 40

Gambar 29 Bokor .............................................................................................. 41

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

xiv

Gambar 30 Batik Grompol ................................................................................. 42

Gambar 31 Yuyu Sekandang ............................................................................. 42

Gambar 32 Batik Nogosari ................................................................................. 43

Gambar 33 Batik Truntum .................................................................................. 43

Gambar 34 Batik Sido Mukti ............................................................................. 44

Gambar 35 Batik Sido Asih ............................................................................... 45

Gambar 36 Batik Cakar Ayam ........................................................................... 45

Gambar 37 Batik Simbar Lintang ...................................................................... 46

Gambar 38 Batik Sida Luhur ............................................................................. 47

Gambar 39 Tumpeng Robyong .......................................................................... 49

Gambar 40 Tumpeng Megono ........................................................................... 51

Gambar 41 Tumpeng Asrep-asrepan ................................................................. 52

Gambar 42 Tumpeng Gundhul .......................................................................... 53

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Pemaknaan Mitos Roland Barthes ............................................................ 11

Bagan 2 Ilustrasi Kerja Semiotika Roland Barthes dalam Perlengkapan Siraman. 15

Bagan 3 Ilustrasi Kerja Semiotika Roland Barthes dalam Syarat Siraman ............ 16

Bagan 4 Ilustrasi Kerja Semiotika Roland Barthes dalam Sajen Siraman.............. 16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernikahan selalu menjadi acara yang sakral dan bermakna. Tidak

heran jika setiap pernikahan kerap diikuti berbagai prosesi yang semakin

menegaskan kesakralannya. Pernikahan juga merupakan salah satu momen yang

diabadikan oleh setiap pasangan yang melangsungkan pernikahan (Dewi dkk.,

2011:21).

Di dalam prosesi pernikahan yang digelar di lingkungan kraton selalu

diselipkan piwulang (ajaran) yang tidak kasatmata melalui simbol-simbol

kasatmata. Konsep pernikahan yang diterapkan di dalam lingkungan kraton juga

sarat makna. “Setiap acara selalu ada pakem (aturan) yang harus diikuti, tetapi

terdapat beberapa variasi yang dilakukan. Meskipun terdapat beberapa variasi

yang dilakukan, namun tetap tidak meninggalkan pakem bakunya (Dewi dkk.,

2011:21).

Di dalam rangkaian prosesi siraman pernikahan, terdapat salah satu

upacara pakem, upacara siraman yang harus dilakukan oleh kedua calon

pengantin. Upacara siraman dilakukan satu hari sebelum palakrama (akad nikah)

dilaksanakan. Setiap daerah memiliki ritual atau upacara tertentu. Tidak semua

daerah, saat mengadakan upacara pernikahan terdapat upacara siraman.

Penelitian ini hanya memfokuskan pada makna syarat, peralatan, dan

sesaji upacara siraman pernikahan dalam lingkungan Kraton Yogyakarta. Di

dalam syarat upacara siraman pernikahan akan dijelaskan ketentuan yang harus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

2

ada di dalam siraman pernikahan beserta makna dari syarat-syarat tersebut. Untuk

peralatan, di dalam penelitian ini akan mengemukakan makna di dalam peralatan

yang digunakan saat siraman, sedangkan untuk sesaji akan diungkapkan makna

yang terkandung di dalam sesaji yang di gunakan tersebut.

Siraman pernikahan yang terdapat di dalam Kraton Yogyakarta dengan

siraman pernikahan di luar kraton atau secara umum sangat berbeda. Jika siraman

pernikahan di dalam lingkungan kraton, ubarampēnya (peralatannya) menurut

pakem yang sudah ada sejak zaman dahulu, sedangkan masyarakat umum atau di

luar kraton ada yang mengadakan siraman dan ada juga yang tidak mengadakan

siraman dan ubarampēnya (peralatannya) sedikit berbeda dengan kraton.

Prosesi siraman di lingkungan Kraton Yogyakarta sangat menarik

karena banyak sekali makna yang bisa didapatkan dari berbagai macam ubarampē

untuk siraman. Sebelum prosesi siraman, pengantin wanita harus mengenakan

kebaya tangkeban yang nantinya dilapisi kain mori yang dililitkan sebagai

kemben. Kebaya tangkeban ini merupakan kebaya warisan model kebaya yang

umum dikenakan oleh wanita keturunan kraton di masa lalu.

Upacara siraman pernikahan dalam lingkungan Kraton Yogyakarta

jika dicermati secara mendalam, terdapat makna syarat, peralatan, dan sesaji yang

digunakan. Pada zaman Hamengku Buwana IV-VIII, prosesi siraman tertutup

untuk umum. Akan tetapi, sejak zaman Hamengku Buwana IX media massa

(wartawan, Koran) boleh mengikuti jalannya prosesi siraman melalui TV

pemantau saja. Pakem yang digunakan tetap sama namun ada beberapa variasi

yang ditambahkan, misalnya: tempat untuk melakukan prosesi siraman. Dahulu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

3

menggunakan kamar mandi, namun sekarang menggunakan krobongan yang

berada di luar.

Upacara siraman bertujuan untuk menyucikan calon pengantin baik

secara jasmani maupun secara rohani, karena pada hari berikutnya calon

pengantin akan melaksanakan palakrama. Secara lahiriah, upacara siraman bukan

hanya untuk menyucikan badan, tetapi juga mengandung makna bahwa jika

seseorang akan melakukan tugas suci, hendaknya dimulai dengan bersuci lahir

dan batin. Dengan bekal itulah seseorang dapat menyelesaikan tugas dengan baik

karena telah di dasari dengan kesucian jiwa.

Kata siram dan siraman tidaklah asing bagi masyarakat Yogyakarta

karena kata tersebut sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Kamus

Basa Jawa (Bausastra Jawa) kata siram dan siraman memiliki arti yang hampir

sama. Kata siram bisa diartikan “adus”. Sedangkan siraman dapat diartikan

guyuran atau curahan.

Jadi, adus dalam bahasa Indonesia disebut mandi. Kata mandi

dijelaskan sebagai tindakan membersihkan tubuh dengan air dan sabun (dengan

cara menyiramkan, merendamkan diri dengan air). Sedangkan, Kata guyuran

dijelaskan sebagai hasil mengguyur dan curahan dapat diartikan sesuatu yang

dicurahkan (seperti hujan); hasil mencurahkan.

Menurut Pringgawidagda (2010) dalam buku Tata Upacara dan

Wicara, Siraman adalah upacara mandi kembang bagi calon pengantin putra

maupun calon pengantin putri sehari sebelum palakrama. Siraman juga disebut

adus kembang karena air yang digunakan dicampur dengan kembang sritaman. Sri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

4

artinya raja, taman artinya tempat tumbuh. Jadi sritaman berarti memilih bunga

khusus (rajanya bunga), yaitu mawar, melati, dan kenanga. Siraman juga disebut

ados pamor. Air mandi yang digunakan untuk siraman adalah perpaduan

(pamoring) air ‘suci’ dari berbagai sumber air yang diwor (dicampur) menjadi

satu. Selain itu, siraman juga merupakan awal pembukaan pamor (aura) agar

wajah calon pengantin tampak bercahaya.

Sebenarnya, zaman dahulu dan zaman sekarang tidak terdapat

perbedaan mengenai upacara siraman pernikahan, Zaman dahulu lebih kaku dan

benar-benar harus sesuai dengan pakemnya, juga rakyat tidak bisa ikut menikmati

perayaan agung yang diadakan oleh kraton. Zaman dahulu upacara siraman

dimaknai untuk membersihkan diri baik lahir maupun batin. Namun, pada zaman

sekarang, meskipun masih mengikuti pakem, terdapat beberapa variasi yang

ditambahkan dengan tidak meninggalkan pakem bakunya, sehingga rakyat bisa

melihat serta menikmati perayaan agung tersebut.

Perkembangan makna syarat, perlengkapan, dan sesaji ini bagi penulis

menarik untuk diteliti lebih mendalam. Dalam skripsi ini, penulis hanya menulis

makna syarat, perlengkapan, dan sesaji upacara siraman pernikahan dalam

lingkungan Kraton Yogyakarta yang dilihat dari segi mitologi dan dari segi

semiotikanya. Pemilihan ini didasari oleh kenyataan belum adanya studi yang

secara khusus membahas tentang makna syarat, perlengkapan, dan sesaji upacara

siraman pernikahan di dalam lingkungan KratonYogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dapat dirumuskan

permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu:

1.2.1 Apa makna syarat upacara siraman pernikahan di dalam

lingkungan Kraton Yogyakarta?

1.2.2 Apa makna peralatan upacara siraman pernikahan di dalam

lingkungan Kraton Yogyakarta?

1.2.3 Apa makna sesaji upacara siraman pernikahan di dalam

lingkungan Kraton Yogyakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan makna syarat upacara siraman pernikahan di dalam

lingkungan Kraton Yogyakarta.

1.3.2 Mendeskripsikan makna peralatan upacara siraman pernikahan di

dalam lingkungan Kraton Yogyakarta.

1.3.3 Mendeskripsikan makna sesaji upacara siraman pernikahan di dalam

lingkungan Kraton Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

6

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian terbagi atas teoretis dan praktis, yaitu:

1.4.1 Manfaat teoretis hasil penelitian ini adalah menambah khazanah

penelitian folklor bukan lisan berdasarkan teori Roland Barthes

dengan menggunakan sebuah kajian semiotika.

1.4.2 Manfaat praktis, hasil penelitian ini mempunyai dua sasaran manfaat

yaitu: sasaran pertama adalah pelajar. Diharapkan skripsi ini dapat

memberikan sumbangan pada ilmu budaya berupa pengetahuan

tentang siraman dalam upacara pernikahan di dalam lingkungan

Kraton Yogyakarta. Sasaran yang kedua adalah pariwisata.

Diharapkan, skripsi ini dapat menjadi sumber informasi dan referensi

dalam pengembangan penelitian di bidang budaya baik bagi

masyarakat luar Yogyakarta maupun masyarakat Yogyakarta sendiri.

1.5 Tinjauan Pustaka

Studi tentang upacara pernikahan sudah banyak dilakukan, namun

untuk upacara siraman pada khususnya belum banyak dilakukan penelitian-

penelitian sebelumnya. Penelitian ini mengkaji tentang makna syarat, peralatan,

dan sesaji dalam upacara siraman pernikahan di lingkungan Kraton Yogyakarta.

Sejauh ini ditemukan tiga pustaka yaitu Mochtar (1988), Yosodipuro (1996),

Harian Jogja dan Solopos (2011).

Kusni Mochtar, pada tahun 1988, menulis buku yang berjudul

Upacara Adat Perkawinan Agung Kraton Yogyakarta dengan bantuan informasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

7

dari kerabat kraton. Dalam bukunya ini, dia menuliskan tentang upacara

pernikahan Kraton Yogyakarta dari zaman Hamengku Buwana VII-IX lengkap

dengan syarat dan sajen yang diperlukan. Dalam Buku ini tidak menjelaskan

secara detail bagaimana jalannya prosesi siraman yang diyakini oleh Kraton

Yogyakarta sebagai penyucian baik lahir maupun batin. Bahasa bukunya lebih

memaparkan hal-hal yang tetap ada pada zaman Hamengku Buwana IX.

Marmien Sardjono Yosodipuro 1996 dalam bukunya yang berjudul

Rias Pengantin Gaya Yogyakarta, menerbitkan buku ini agar masyarakat bisa

lebih mengenal dan mengetahui tentang tradisi budaya sendiri. Marmien Sardjono

di dalam bukunya memaparkan tentang ritual siraman secara mendetail lengkap

dengan sesaji dan syarat-syaratnya.

Tahun 2011, Harian Jogja dan Solopos menerbitkan buku yang

berjudul Dhaup Ageng Kraton Yogyakarta. Buku ini lebih menjelaskan tentang

pemahaman dan tradisi tata cara pernikahan di dalam Kraton Yogyakarta. Di

dalam buku ini prosesi siraman sudah sedikit banyak dijelaskan, namun detail-

detailnya belum diungkapkan. Tetapi, dari buku Dhaup Ageng Kraton Yogyakarta

ini sudah terlihat dan bisa diketahui seperti apa prosesi siraman pernikahan di

dalam lingkungan Kraton Yogyakarta itu.

Dalam skripsi ini, penulis memaknai ritual siraman pengantin bukan

hanya dari segi fisik, tetapi ingin lebih memaknai ritual siraman pernikahan di

lingkungan kraton dari segi makna tradisi bagi masyarakat. Penulis ingin

memaparkan lebih jauh mengenai makna syarat, peralatan, dan sesaji siraman

pernikahan di lingkungan Kraton Yogyakarta bagi masyarakat Yogyakarta saat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

8

ini. Studi ini juga akan dilengkapi dengan observasi dan wawancara terhadap

beberapa orang yang masih termasuk kerabat kraton dan beberapa orang yang

mengetahui upacara siraman pernikahan tersebut. Sehingga akan diperoleh data

tentang makna syarat, peralatan, dan sesaji upacara siraman pernikahan di dalam

lingkungan kraton.

Upacara siraman pernikahan pernah dibahas, namun pembahasan

mengenai makna syarat, peralatan, dan sesaji upacara siraman pernikahan belum

pernah ada yang membahasnya. Berdasarkan atas tiga tinjauan kepustakaan di atas

tentang kajian makna syarat, peralatan, dan sesaji upacara siraman pernikahan

tersebut, menunjukan bahwa studi pustaka di atas layak dilakukan dalam skripsi

ini.

1.6 Landasan Teori

Sebuah penelitian tidak lepas dari adanya teori-teori. Dalam penelitian

ini, penulis menggunakan teori dari Roland Barthes yang diterapkan dalam

semiotika. Di sini akan diuraikan mengenai hal-hal yang mendasari kajian pada

folklor bukan lisan subkelompok yang material, mencakup dua hal yaitu: (1)

folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan, (2) semiotika Roland Barthes. Dua

hal tersebut akan diuraikan dalam sub-bab dibawah ini:

1.6.1 Folklor Lisan, Sebagian Lisan, dan Bukan Lisan

Kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa inggris folklore, yang

terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti kolektif atau kebersamaan. Kata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

9

lore berarti tradisi yang diwariskan secara turun-temurun. Dengan demikian

definisi folklore secara keseluruhan adalah tradisi kolektif sebuah bangsa yang

disebarkan dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat, sehingga tetap

berkesinambungan dari generasi ke generasi (Dananjaya, 1984:2).

Jika kebudayaan mempunyai tujuh unsur kebudayaan universal, yakni

sistem mata pencaharian hidup (ekonomi), sistem peralatan dan perlengkapan

hidup (teknologi), sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan,

dan sistem religi, maka folklor menurut Jan Harold Brunvand, dapat digolongkan

ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya: (1) folklor lisan (verbal

folklore), (2) folklor sebagian lisan(partly verbal folklore), (3) folklor bukan lisan

(non verbal folklore) (Danandjaja 1984:21).

Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya murni lisan. Yang

termasuk ke dalam kelompok folklor lisan yaitu: (a) bahasa rakyat (folk speech),

(b) ungkapan tradisional, (c) perayaan tradisional, (d) puisi rakyat, (e) cerita prosa

rakyat, dan (f) nyanyian rakyat. Folklor sebagian lisan adalah folklor yang

bentuknya berupa campuran unsur lisan dan bukan lisan. Yang tergolong

kelompok folklor sebagian lisan adalah kepercayaan rakyat. Folklor bukan lisan

adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, namun cara pembuatannya diajarkan

secara lisan. Folklor bukan lisan terbagi menjadi dua subkelompok yaitu: yang

berupa material dan yang bukan material (Danandjaja 1984:21-22).

Di sini akan dibahas mengenai folklor bukan lisan yang material.

Bentuk folklor bukan lisan yang material berupa: arsitektur rakyat (bentuk rumah

asli daerah, bentuk lumbung padi, dsb), kerajinan tangan rakyat; pakaian dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

10

perhiasan tubuh adat, makanan, minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional.

Folklor bukan lisan banyak ditemukan di Kraton Yogyakarta, salah satunya adalah

yang akan dibahas di dalam skripsi ini mengenai makna syarat, peralatan, dan

sesaji upacara siraman pernikahan di dalam lingkungan Kraton Yogyakarta.

Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan antara bahasa dan mitos

adalah bahasa ada karena bahasa sebagai sarana, alat, atau media komunikasi

antar-kelompok, sedangkan mitos dapat disampaikan melalui bahasa. Jika tidak

ada bahasa, mitos tidak dapat tersampaikan maknanya karena orang-orang tidak

mengetahui makna yang terkandung di dalam mitos. Bahasalah yang melahirkan

simbol-simbol sehingga simbol-simbol tersebut digunakan oleh mitos untuk

menafsirkan makna.

1.6.2 Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes mengatakan bahwa mitos merupakan sistem semiologi

tingkat kedua. Tanda pada sistem yang pertama (penanda dan petanda) yang

memunculkan makna-makna denotatif menjadi sebuah penanda bagi suatu makna

mitologis konotatif tingkat kedua (Barthes, 2011: 161).

Mitos ini masih berupa bahan mentahnya saja, sehingga semua mitos-

mitos yang ada hanya berubah status menjadi bahasa. Di dalam skripsi ini mitos

atau kepercayaan rakyat akan dibahas bukan hanya sampai pada tingkat kedua

saja, tetapi akan dibahas dari tanda, makna denotatif, dan juga makna

konotatifnya. Barthes memaknai mitos atau kepercayaan rakyat dengan bagan

berikut ini:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

11

Bahasa

Mitos

Bagan 1 Pemaknaan mitos Roland Barthes

Sumber: Roland Barthes (2011:162)

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda (tanda denotatif) (3)

terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Namun, pada saat yang bersamaan

penanda konotatif juga merupakan petanda konotatif. Dengan kata lain, bagan di

atas hanya berupa unsur mentahnya saja.

Di dalam konsep bagan pemaknaan mitos Roland Barthes terdapat

penanda dan petanda. Penanda adalah citraan mental dari sesuatu yang bersifat

verbal maupun visual dan digambarkan melalui suara, tulisan, maupun

digambarkan dengan benda. Sedangkan petanda adalah makna yang dihasilkan

dari suatu tanda.

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

empat tahapan, yaitu: (1) Menggunakan Metode Pengumpulan Data, (2)

1. Penanda 2. Petanda

3. Tanda (Makna Denotatif)

I PENANDA

(Penanda Konotatif)

II PETANDA

(Petanda Konotatif)

III TANDA

(Tanda Konotatif)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

12

Menggunakan Metode Analisis Data, (3) Menggunakan Metode Penyajian Hasil

Analisis Data.

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan tiga

metode yaitu: a) Dengan studi pustaka, b) Dengan metode wawancara, c) Dengan

metode observasi. Dibawah ini akan diuraikan mengenai metode-metode yang

digunakan di dalam skripsi ini yaitu:

a) Metode Pustaka

Studi pustaka merupakan sebuah metode pengumpulan data yang

bersumber dari buku-buku, majalah-majalah ilmiah, dan sumber-sumber

tertulis lainnya. Peulis melakukan pembacaan-pembacaan terhadap buku-

buku yang bersifat teoretis untuk mendapatkan informasi.

b) Metode Wawancara

Wawancara merupakan salah satu cara mendapatkan informasi

secara langsung. Wawancara mendalam dan dilakukan berulang-ulang

karena tingkat keakuratan datanya akan lebih bisa dipertanggungjawabkan.

Wawancara etnografis merupakan suatu strategi untuk membuat

orang berbicara mengenai hal yang mereka ketahui. Wawancara etnografis

adalah sebagai serangkaian percakapan persahabatan yang di dalamnya

peneliti secara perlahan memasukkan beberapa unsur baru guna membantu

informan memberikan jawaban sebagai seorang informan (Spradley,

2007:85)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

13

Wawancara dilakukan penulis dengan informan yaitu kerabat

kraton dan abdi dalem Kraton Yogyakarta yang mengetahui jalannya

prosesi siraman pernikahan di dalam lingkungan kraton. Penentuan

informan berdasarkan profesi yaitu dari kalangan abdi dalem yang masih

merupakan keluarga kraton maupun dari kalangan masyarakat biasa.

c) Metode Observasi

Observasi berarti meninjau secara cermat. Dalam etnografi,

observasi diartikan sebagai sebuah kegiatan dimana peneliti langsung ke

lapangan untuk meninjau dan melihat secara cermat suatu kebudayaan.

Tujuan observasi adalah untuk memahami pandangan hidup dari sudut

pandang penduduk asli (Spradley, 2007:3).

Observasi dipakai oleh penulis agar penulis dapat melihat dan

mengamati sendiri serta mencatat perilaku dan kejadian yang dialami

olehinforman. Hal ini memungkinkan peneliti mencatat situasi yang

berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh langsung dari data.

Dalam penelitian lapangan, peneliti datang sendiri dan

menceburkan diri dalam suatu masyarakat untuk mendapatkan keterangan

tentang gejala kehidupan manusia dalam masyarakat itu. Di sana, kecuali

dari observasi sendiri ia mendapatkan sebagian besar dari bahan

keterangan dari orang-orang warga masyarakat yang didatangi itu, yang

merupakan orang-orang pemberi keterangan, atau informan.

(Koentjaranigrat, 1986:42)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

14

Seperti diungkapkan Koentjaraningrat tersebut, penulis akan

langsung ke lapangan untuk mengamati perkembangan budaya upacara

siraman pernikahan yang berada di dalam lingkungan Kraton Yogyakarta.

Penulis akan mencari keterangan ke berbagai narasumber secara langsung,

sehingga penulis akan memahami benar upacara siraman pernikahan

dalam budaya masyarakat Yogyakarta dan perkembangan makna syarat,

perlengkapan, dan sesajinya.

1.7.2 Metode Analisis Data

Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller dalam Moleong

(2006:2) pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang

dipertentangkandengan pengamatan kuantitatif. Pengamatan kuantitatif

melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu. Untuk menemukan sesuatu

dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui apa yang menjadi ciri sesuatu itu.

Untuk itu, pengamat mulai mencatat atau menghitung dari satu, dua, tiga, dst.

Berdasarkan pertimbangan dangkal demikian, kemudian peneliti

menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penelitian yang

didasarkan atas perhitungan presentase, rata-rata, cikuadrat, dan perhitungan

statistik lainnya. Dengan kata lain, penelitian kuantitatif melibatkan diri pada

perhitungan atau angka atau kuantitas.

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk penelitian kualitatif, yaitu

penelitian atau inkuiri naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik,

perspektif kedalam, etnometodologi, the Chicago School, fenomenologis, studi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

15

kasus, interpretatif, ekologis, dan deskriptif (Bogdan dan Biklen, 1982:3).

Penelitian kualitatif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal itu

merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah

dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau

sekelompok orang (Moleong, 2006:5).

Dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

memanfaatkan wawancara terbuka dengan para narasumber serta menggunakan

teori Roland Barthes mengenai mitos. Berdasarkan pandangan Roland Barthes

mengenai mitos, maka dapat ditarik kesimpulan dari bagan pemaknaan mitos

mengenai upacara siraman pernikahan berdasarkan perlengkapan, syarat, dan

sesaji yang digunakan. Berikut ini ilustrasi yang akan digunakan sebagai dasar

untuk mengungkapkan wujud denotatif dan konotatif dalam upacara siraman

pernikahan.

Bahasa

Mitos

Bagan 2

Ilustrasi Kerja Semiotika Roland Barthes dalam perlengkapan Siraman

1. PenandaKlenthing

2. PetandaTempat air yang terbuat daritanah liat, bentuknya samadengan kendi tetapi klenthingtidak ada corongnya

3. Tanda (Makna Denotatif)I PENANDA

(Penanda Konotatif)II PETANDA(Petanda Konotatif)

Terbuat dari tanahliat, Untuk hajatanyang bersifat baikdan bahagia.

III TANDA(Tanda Konotatif)

Agar setelah membina rumah tangga calon pengantin bahagia dan langgeng, Agar selaluingat bahwa calon pengantin juga berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

16

Bahasa

Mitos

Bagan 3

Ilustrasi Kerja Semiotika Roland Barthes dalam Syarat Siraman

Bahasa

Mitos

Bagan 4

Ilustrasi Kerja Semiotika Roland Barthes dalam Sajen Siraman

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian hasil analisis data ada dua tahapan, yaitu: 1) secara

informal, dan 2) secara formal. Tahapan secara informal adalah penyajian hasil

analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145).

Sedangkan tahapan secara formal adalah tahapan penyajian hasil analisis data

dengan menggunakan kaidah (Mastoyo, 2007:93). Di dalam tahapan penyajian

1. PenandaMori

2. PetandaKain berwarna putih yangsering digunakan untukmembungkus jenasah

3. Tanda (Makna Denotatif)I PENANDA

(Penanda Konotatif)II PETANDA(Petanda Konotatif)Suci, bersih

III TANDA(Tanda Konotatif)

Agar calon pengantin selalu ingat akan kematian

1. PenandaTumpengRobyong

2. PetandaNasi yang dibentuk kerucutmenyerupai bentuk gunung, danmempunyai ciri khas diujungatas tumpeng terdapat telur,cabai merah, terasi bakar,bawang merah, dan ayam utuh.Serta disekeliling tumpenfdililiti kacang panjang rebus.

3. Tanda (Makna Denotatif)I PENANDA

(Penanda Konotatif)II PETANDA(Petanda Konotatif)

Mengerucut ke atasIII TANDA

(Tanda Konotatif)Mengingatkan calon pengantin agar selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

17

hasil analisis data di sini, penulis akan menggunakan tahapan penyajian data

secara formal.

1.8 Sistematika Penyajian

Skripsi ini akan dibagi menjadi tiga bab. Bab I yaitu pendahuluan

sebagai pengantar. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan

teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

Bab II membahas makna syarat, peralatan, dan sesaji dalam upacara

siraman pernikahan di lingkungan Kraton Yogyakarta, yang dibagi menjadi

beberapa sub-bab. Dalam bab ini akan dijelaskan makna syarat upacara siraman

pernikahan, makna peralatan upacara siraman pernikahan, makna sesaji upacara

siraman pernikahan.

Bab III merupakan penutup. Semua deskripsi yang ada dan disertai

data-data yang sudah dianalisis akan disimpulkan hingga diperoleh suatu

kesimpulan mengenai makna syarat, peralatan, dan sesaji dalam upacara siraman

pernikahan bagi masyarakat Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

18

BAB II

MAKNA SYARAT, PERALATAN, DAN SESAJI UPACARA SIRAMAN

PERNIKAHAN

Pembahasan mencakup tiga aspek, yaitu: 1) makna syarat dalam

upacara siraman, 2) makna peralatan dalam upacara siraman, dan 3) makna sesaji

dalam upacara siraman. Berikut ini akan dibahas satu per satu dari aspek di atas.

2.1 Makna Syarat Dalam Upacara Siraman

2.1.1 Air Tujuh Sumber

Air tujuh sumber khusus siraman pernikahan di Kraton Yogyakarta

diambil dari tujuh sumur yang terdapat di dalam Kraton Yogyakarta. Tujuh

dari kata pitulungan, yang dalam bahasa Indonesia mempunyai arti

perbuatan atau sesuatu yang dipakai untuk menolong. Orang Jawa zaman

dahulu sangat mempercayai angka-angka ganjil seperti angka 5,7,9, dan 11

karena dipercaya mempunyai makna tersendiri.

Air tujuh sumber ini tidak diambil oleh sembarang abdi dalem kraton.

Di dalam kraton, ada orang yang khusus ditugaskan untuk mengambil air

yang berasal dari tujuh sumur ini. Abdi yang ditugaskan pun tergantung

dari perintah GKR Hemas, namun tetap menggunakan pakem bahwa yang

mengambil harus dari kerabat Haji tertua yang dipercayai oleh kraton.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

19

2.1.2 Kain Mori

Kain mori merupakan kain berwarna putih, yang biasanya digunakan

untuk membungkus jenasah. Namun, ternyata di dalam siraman pernikahan

kain mori bukan hanya sekedar mempunyai kegunaan sebagai pembungkus

jenasah, kain mori digunakan oleh calon pengantin untuk kemben. Dalam

bahasa Indonesia kemben mempunyai arti kain/jarit kecil penutup dada saat

siraman pernikahan.

Kain mori digunakan dalam siraman karena kain mori yang

berwarna putih itu mempunyai makna suci, bersih, dsb. Selain itu, kain

mori yang lazimnya digunakan sebagai pembungkus jenasah itu juga

mengingatkan kepada calon pengantin pada kematian. Dari kain yang suci

dan bersih ini calon pengantin memulai kesucian saat berikrar akan mulai

mengarungi bahtera rumah tangga dan calon pengantin juga kelak akan

berakhir suci pula saat ajal sudah menjemput salah satu calon pengantin ini.

Gambar 1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

20

2.1.3 Kain Bangun Tulak

Bangun tulak disebut juga kain bango tulak. Bangun tulak adalah

sejenis kain dengan motif kuno, yang menurut kepercayaan memiliki daya

tangkal terhadap segala macam gangguan kekuatan gaib yang jahat. Kain

bangun tulak ini berwarna biru dengan warna putih ditengahnya. Tetapi,

ada juga kain bangun tulak yang pinggirnya berwarna merah, hijau, dan

biru.

Bangun tulak merupakan lambang penolak bala. Warna biru

merupakan lambang dari bumi sedangkan warna putih merupakan lambang

dari langit. Bangun tulak juga merupakan salah satu syarat kain yang

digunakan dalam siraman.

Gambar 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

21

2.1.4 Kliwatan Sembagi

Kliwatan sembagi adalah kain berwarna biru yang digunakan untuk

siraman. Kliwatan sembagi digunakan sebagai alas duduk saat calon

pengantin melakukan siraman. Kliwatan sembagi dipercayai juga

digunakan sebagai penolak bala, agar saat siraman berlangsung bisa

berjalan dengan lancar tanpa suatu halangan apapun.

2.1.5 Letrek

Letrek juga merupakan bagian dari syarat siraman. Letrek berwarna

kuning, mempunyai kegunaan sama dengan kliwatan sembagi dan bangun

tulak. Letrek digunakan sebagai penolak bala yang nantinya akan

digunakan sebagai alas duduk oleh calon pengantin saat siraman

berlangsung.

Warna merupakan perlambang dari apa saja yang ada di dunia.

Letrek bermakna agar manusia di dunia tidak kekurangan sandang dan

pangan. Serta letrek juga bermakna agar manusia di dunia kuat dan tabah

menerima segala macam cobaan.

Gambar 3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

22

2.1.6 Klasa Bangka

Klasa Bangka merupakan tikar yang dianyam dari daun pandan.

Klasa Bangka ini jauh-jauh hari sudah dipersiapkan karena klasa Bangka

ini tidak membeli, tetapi ada abdi dalem yang khusus di tugaskan untuk

menganyam klasa ini. Klasa Bangka mempunyai makna sebagai

perlambang dunia.

Daun pandan yang digunakan untuk membuat klasa bangka ini

banyak ditemukan di daerah pesisir pantai. Di Yogyakarta banyak sekali

tumbuhan pandan, sehingga jika ingin membuat anyaman dari daun pandan

tidak susah mencarinya.

Gambar 4

KlasaBangka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

23

2.1.7 Daun-daunan

2.1.7.1 Daun Beringin

Daun beringin digunakan sebagai syarat siraman. Pohon

beringin banyak ditanam di lingkungan Kraton Yogyakarta. Daun

beringin mempunyai makna kokoh dan kuat. Dimaksudkan agar

calon pengantin saat membina rumah tangga agar sekokoh dan kuat

seperti beringin. Diterpa banyak ujian hidup agar bisa mengatasi

meskipun sesulit apapun itu ujian yang diperoleh.

Daun beringin juga memiliki makna semoga calon pengantin

selalu mendapatkan perlindungan (pengayoman) serta dapat

mencapai apa yang di cita-citakan (yang diinginkan). Pohon beringin

berasal dari kata ber-ingin, yaitu keinginan.

Gambar 5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

24

2.1.7.2 Daun Ilalang

Daun ilalang digunakan sebagai syarat siraman yang

mempunyai makna agar saat siraman berlangsung tidak ada halangan

suatu apapun. Daun ilalang merupakan tanaman liar yang bisa

tumbuh di tempat manapun. Filosofi yang dapat dipetik dari daun

ilalang adalah nantinya calon pengantin meskipun tinggal dimana

pun bisa bertahan.

Gambar 6

2.1.7.3 Daun Mojo

Mojo adalah tumbuhan yang jika berbuah buahnya seperti

jeruk namun buahnya tidak enak dan sangat pahit. Orang Jawa

mengambil makna dari pohon mojo ini bahwa sepahit-pahitnya

hidup saat calon pengantin menjalani rumah tangga dapat

mengatasinya. Pahit getirnya hidup yang kelak akan dijalani pasti

bisa diatasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

25

Dari pahit getirnya hidup yang diibaratkan pada pohon mojo

inilah calon mempelai bisa memetik hikmahnya. Yang digunakan

untuk siraman adalah daun mojonya. Daun mojo juga

melambangkan kekuatan dan kejayaan.

Gambar 7

2.1.7.4 Daun Dhadhap Srep

Srep berasal dari kata asrep yang dalam bahasa Indonesia

mempunyai arti sejuk, teduh, dan dingin. Daun dhahap srep

digunakan dalam siraman bermakna agar nanti setelah berumah

tangga, calon pengantin bisa menghadapi semua persoalan dengan

kepala dingin. Daun dhadhap srep melambangkan ketentraman.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

26

Gambar 8

2.1.7.5 Daun Kluwih

Kluwih berasal dari kata linuwih yang dalam bahasa

Indonesia mempunyai arti yang paling, sangat menonjol/pandai

(dalam ilmu pengetahuan). Daun kluwih juga digunakan sebagai

syarat siraman. Diharapkan agar calon pengantin setelah berumah

tangga agar selalu diberi kelebihan rizky.

Gambar 9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

27

2.1.7.6 Daun Jati

Jati berasal dari kata sejati. Pohon jati adalah pohon yang

berdaun lebar, kokoh dan kuat. Dimaksudkan agar calon pengantin

setelah berumah tangga bisa kokoh dan kuat seperti pohon jati.

Meskipun diterpa ujian dan cobaan bertubi-tubi namun calon

mempelai bisa tetap saling memepertahankan rumah tangganya.

Gambar 10

2.1.7.7 Daun Awar-awar

Awar-awar berasal dari kata penawar. Dimaksudkan agar

calon pengantin terhindar dari marabahaya yang akan mengganggu.

Gambar 11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

28

2.1.8 Dlingo Bengle

Dlingo bengle merupakan dua jenis tanaman yang berbeda

namun merupakan satu kesatuan. Maksudnya adalah jika hanya

digunakan salah satunya seperti dlingo saja atau bengle saja,

khasiatnya akan berkurang. Dlingo bengle ini juga digunakan

sebagai syarat siraman. Dlingo bengle ini akan ditumbuk kemudian

di tusuk peniti dan disematkan di kain.

Dlingo bengle dipercaya berguna sebagai penangkal roh-roh

jahat yang akan mengganggu. Sebagai penolak bala agar terhindar

dari marabahaya.

Gambar 12

DlingoBengle

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

29

2.1.9 Londho Merang

Londho merang lebih dikenal dengan kulit padi. Kulit padi

dalam siraman digunakan sebagai pengganti shampo. Londho

merang dibakar kemudian direndam ke dalam air, setelah direndam

kemudian londho merang disaring dan airnya digunakan untuk

keramas.

Londho merang ini bagus digunakan sebagai ganti shampo

dan juga bagus untuk kesehatan rambut karena alami. Merang ini

nantinya disiramkan ke kepala calon pengantin kemudian digosok-

gosokkan seperti orang keramas.

Gambar 13

2.1.10 Kembang Setaman

2.1.10.1 Mawar

Bunga mawar mempunyai berbagai macam warna, tetapi

yang sering digunakan adalah warna merah muda. Bunga mawar

yang berwarna merah muda melambangkan kelembutan,

penghormatan, kebahagiaan, dan kekaguman.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

30

Mawar berasal dari kata awar-awar ben tawar, maksudnya

buatlah hati menjadi “tawar” tulus. Niat itu harus yang tulus berasal

dari hati dan tanpa pamrih.

Gambar 14

2.1.10.2 Melati

Melati berasal dari kata rasa melad saka njero ati.

Bermakna jika berucap atau berbicara hendaknya mengandung

ketulusan dari dalam hati yang paling dalam. Melati juga

mempunyai makna filosofis yaitu jika bertindak jangan hanya

sesuai dengan keinginan sesaat tapi hendaknya berasal dari dalam

hati (kalbu). Kalbu yang berasal dari kata anteping kalbu.

Bunga melati harum baunya dan berwarna putih. Bunga

melati melambangkan putih, kesucian, dan murni. Selain itu bunga

melati juga melambangkan kesederhanaan seseorang. Harum

baunya bunga melati tidak membuat orang bosan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

31

Gambar 15

2.1.10.3 Kanthil

Kanthil berasal dari kata kanthi laku tansah kumanthil yang

mempunyai bermakna bahwa manusia itu jika ingin meraih

kesuksesan atau mempunyai keinginan itu tidak cukup hanya

berdoa saja, namun juga diimbangi dengan bekerja keras.

Selain itu kanthil juga memiliki makna tansah kumanthil-

kanthil yang artinya kasih sayang yang tiada terputus. Kathil

mempunyai warna putih juga mempunyai filosofi putih bersih dan

kesucian.

Gambar 16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

32

2.1.10.4 Kenanga

Kenanga berasal dari kata keneng-a yang bermakna agar

semua anak turun selalu mengenang warisan leluhur seperti

pusaka, tradisi, kesenian, kebudayaan, dll.

Gambar 17

2.1.11 Dahan dan Bunga Kapas

Pohon kapas merupakan tumbuhan semak yang tumbuh

tidak hanya di Asia, namun pohon kapas juga tumbuh di beberapa

Negara. Bunga kapas serta dahan kapas juga merupakan bagian

dari siraman pernikahan. Dahan dan bunga kapas mempunyai

makna agar calon pengantin selalu hidup sejahtera, lahir batin, dan

cukup sandang pangan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

33

Gambar 18

2.1.12 Janur

Janur merupakan bagian penting dari sebuah pernikahan.

Untuk acara siraman pun janur juga digunakan sebagai

hiasan.Janur berasal dari kata Jan dan Nur. Kata Jan mempunyai

makna sejati dan sesungguhnya, sedangkan kata Nur mempunyai

arti cahaya atau petunjuk. Jadi kata janur berarti petunjuk sejati

dari Tuhan Yang Maha Esa.

Janur melambangkan petunjuk sejati kepada Tuhan Yang

Maha Esa. Calon pengantin berharap agar rumah tangganya kelak

selalu diberi petunjuk serta kemudahan dalam berbagai macam

cobaan hidup.

Bunga Kapas

DahanPohonKapas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

34

Gambar 19

2.1.13 Klapa Segandeng

Klapa Segandheng atau biasanya disebut kelapa juga

merupakan bagian dari siraman pernikahan. Segandheng

maksudnya dua buah kelapa yang diikat sabutnya satu sama lain.

Klapa segandheng mempunyai makna agar calon pengantin seia

sekata, selalu terikat tali kasih sayang hingga akhir hayat.

Klapa segandheng juga bermakna bahwa calon pengantin

mempunyai pikiran yang cerah dan penuh kematangan sehingga

siap dalam mengarungi bahtera rumah tangga ini. Calon pengantin

juga diharapkan agar kelak dapat berguna untuk keluarga dan

masyarakat.

Air dari Klapa Segandheng ini juga memiliki makna yang

sangat penting. Makna dari air klapa segandheng ini adalah suci

Janur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

35

dan bersih. Air klapa segandheng ini melambangkan calon

pengantin diharapkan suci dan bersih sampai akhir hayat.

Gambar 20

2.1.14 Daun Turi

Pohon turi juga merupakan bagian dari siraman

pernikahan. Pohon turi mengandung makna yaitu berupa harapan

dan petuah yang berasal dari tetua yang memberikan siraman

untuk calon pengantin. Kata turi berasal dari kata ditutur nang

mburi.

Gambar 21

KlapaSegandheng

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

36

2.2 Makna Peralatan Dalam Upacara Siraman

2.2.1 Siwur

Siwur berasal dari kata sinuwun ing dhuwur. Siwur yang

digunakan dalam siraman berbeda dengan siwur yang digunakan

oleh masyarakat pada umumnya. Siwur yang digunakan untuk

siraman di Kraton Yogyakarta khusus putra/putri dari permaisuri

berasal dari emas asli zaman dahulu, tetapi zaman sekarang hanya

bersepuh emas saja. Sedangkan putra/putri yang berasal dari selir

zaman dahulu menggunakan siwur dari perak asli, sedangkan zaman

sekarang hanya bersepuh perak saja.

Terdapat perbedaan di dalam warna siwur yang digunakan

untuk menyirami calon pengantin laki-laki dan perempuan. Calon

pengantin putri yang berasal dari keturunan kraton maka saat

siraman menggunakan siwur yang bersepuh emas, sedangkan calon

pengantin laki-laki yang bukan berasal dari keturunan kraton dan

juga termasuk orang biasa maka saat siraman menggunakan siwur

yang bersepuh perak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

37

Gambar 22 Gambar 23

2.2.2 Konyoh Manca Warna

Konyoh manca warna merupakan lulur atau bedak basah

yang terbuat dari tepung beras dan kencur serta diberi pewarna.

Sesuai dengan kata manca warna, konyoh ini menggunakan lima

macam warna yaitu: merah, kuning, hijau, biru, dan putih.

Disetiap warna-warna tersebut terdapat masing-masing

maknanya. Warna merah melambangkan keberanian, warna kuning

melambangkan harapan atau cita-cita, warna hijau melambangkan

ketaqwaan, warna biru melambangkan kemuliaan, sedangkan warna

putih melambangkan kesucian.

Konyoh manca warna melambangkan kemanunggalan

warna cahaya (pamor) “sarana pembuka aura”, agar berbagai macam

warna cahaya berkumpul menjadi satu. Jika sarana pembuka aura

tersebut sudah berkumpul menjadi satu maka aura tersebut akan

membuat calon pengantin laik-laki menjadi tampan dan calon

Siwurbersepuhemas

Siwurbersepuhperak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

38

pengantin perempuan menjadi cantik. Secara simbolik, konyoh

manca warna ini bermakna agar segala cahaya yang berupa aura tadi

menyatu di dalam tubuh calon pengantin, sehingga calon pengantin

juga tampak berwibawa dan indah dipandang.

Gambar 24

2.2.3 Tempayan Dari Kuningan

Tempayan dari kuningan ini digunakan sebagai tempat air

tujuh sumber yang nantinya akan ditaburi bunga setaman dan klapa

segandheng. Air tujuh sumber yang mempunyai makna pitulungan

atau pertolongan dalam bahasa Indonesia. Air tujuh sumber,

kembang setaman, dan klapa segandheng ini nantinya digunakan

untuk siraman calon pengantin.

Gambar 25

Tempayandarikuningan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

39

2.2.4 Klenthing

Klenthing terbuat dari tanah liat dan memiliki bentuk seperti

kendhi. Perbedaanya klenthing dan kendhi yaitu jika klenthing itu

memiliki corong namun pendek sedangkan kendhi memiliki corong

namun corongnya agak panjang. Berbeda pula dengan kendil, jika

kendil itu sama-sama terbuat dari tanah liat namun bentuknya seperti

kwali tetapi kecil yang biasa digunakan untuk membuat gudheg, dsb.

Di masyarakat pada umumnya, saat siraman pernikahan

yang digunakan bukan klenthing namun kendhi. Di Kraton

Yogyakarta saat siraman yang digunakan klenthing. Klenthing

dipercayai digunakan untuk acara yang bersifat baik, sedangkan

kendhi untuk acara yang bersifat kematian. Saat siraman ini nantinya

klenthing ini akan di pecahkan oleh Haji tertua yang dipilih oleh

GKR Hemas sendiri sambil mengucapkan Wis pecah pamore (sudah

berakhir masa remajanya).

Gambar 26

Klenthing

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

40

Kendhi

Gambar 27

Kendil

Gambar 28

2.2.5 Bokor

Bokor merupakan tempat bunga setaman. Biasanya oleh

masyarakat luar digunakan sebagai tempat cuci tangan. Bokor

terbuat dari kuningan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

41

Gambar 29

2.2.6 Batik Grompol

Batik grompol merupakan batik yang digunakan sebagai

kemben atau kain bermotif yang dililitkan diseputar badan saat akan

melakukan siraman pernikahan. Batik ini mempunyai makna suatu

pengharapan bahwa calon pengantin dalam kehidupannya akan

diberi banyak keturunan. Biasanya batik yang digunakan sebagai

kemben itu tergantung apa perintah dari GKR Hemas selaku Ratu

dan ibu dari putri yang dinikahkan. Namun, batik yang digunakan

tetap mempunyai makna.

Kata grompol berasal dari kata dompol-grombol. Batik

grompol juga memiliki makna lain yaitu harapan. Maksudnya bahwa

agar calon pengantin selalu senantiasa diberikan anugrah, agar selalu

hidup tentram, rukun, banyak rizky, diberi banyak keturunan, serta

agar calon pengantin memiliki masa depan yang cerah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

42

Gambar 30

2.2.7 Yuyu Sekandang

Kain batik tenun yang berwarna coklat dan bergaris-garis

benang berwarna kuning. Untuk daerah Yogyakarta Batik yuyu

sekandang ini digunakan pada saat acara siraman calon pengantin

sebagai alas tempat duduk. Batik yuyu sekandang ini mengandung

makna harapan. Harapan agar kelak calon pengantin mempunyai

banyak keturunan serta dikaruniai rizky yang berlimpah.

Gambar 31

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

43

2.2.8 Batik Nogosari

Batik nogosari mempunyai makna kesuburan dan

kemakmuran. Calon pengantin diharapkan agar kelak memiliki

banyak keturunan dan dalam mencari rizky lancar.

Gambar 32

2.2.9 Batik Truntum

Batik truntum berasal dari bahasa Jawa yaitu teruntum-

tuntum yang mempunyai makna tumbuh lagi. Calon pengantin

diharapkan kelak setelah berkeluarga memiliki kehidupan yang

harmonis, penuh kasih sayang baik dengan istri, anak, orang tua,

maupun masyarakat.

Gambar 33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

44

2.2.10 Batik Sido Mukti

Sida mukti berasal dari kata sida dan mukti. Kata sida

memili makna jadi atau menjadi, sedangkan kata mukti memiliki

makna bahagia. Jadi, batik sida mukti mempunyai makna agar calon

pengantin selalu diberi kebahagiaan baik dalam keadaan susah

maupun senang.

Gambar 34

2.2.11 Batik Sido Asih

Sido asih dalam bahasa Jawa kata sido adalah jadi atau

terus-menerus, sedangkan kata asih memiliki sayang. Kata sido asih

melambangkan kasih sayang yang terus-menerus. Diharapkan calon

pengantin selalu menyayangi sampai akhir hayat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

45

Gambar 35

2.2.12 Batik Cakar Ayam

Batik cakar ayam berasal dari kata cakar dan ayam. Batik

ini memiliki makna filosofi cakar ayam yang melambangkan

semangat hidup manusia yang terus-menerus. Selain itu, batik ini

juga mempunyai makna yang mengandung harapan yaitu, calon

pengantin dapat mencari nafkah sendiri, banyak rizky, banyak anak,

tentram, dan sejahtera sepanjang masa.

Gambar 36

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

46

2.2.13 Batik Simbar Lintang

Batik simbar lintang ini mempunyai makna hidup yang

kekal pada motif batiknya. Namun di balik itu, batik simbar lintang

memiliki makna simbolik yang mengandung arti suatu harapan dan

kebahagiaan. Calon pengantin diharapkan mendapatkan anugerah

yang berupa kesentosaan, kebahagiaan, makmur sandang pangan,

dan sejahtera selama-lamanya.

Gambar 37

2.2.14 Batik Sida Luhur

Batik sida luhur digolongkan ke dalam motif semen. Pola

semen mengkiaskan proses hidup diatas tanah, dimana proses ini

menggambarkan kehidupan. Kata sida luhur berasal dari kata sida

dan luhur. Sida mempunyai arti jadi atau menjadi, sedangkan luhur

mengandung pengertian terpuji, tinggi, serta berwibawa. Di dalam

batik sida luhur ini mempunyai lambang bahwa agar calon pengantin

mempunyai harapan agar kelak dapat hidup bahagia, mempunyai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

47

pangkat yang tinggi, suka berbuat adil, mempunyai budi yang luhur,

serta tabah dalam menghadapi segala macam cobaan.

Gambar 38

2.3 Makna Sesaji Dalam Upacara Siraman

Bagi orang Jawa, upacara tradisi selamatan merupakan tradisi yang

sudah dilestarikan dan elekat sampai sekarang. Seiring berjalannya waktu

ada beberapa orang yang sudah melupakan tradisi ini tetapi banyak orang

yang masih melestarikan tradisi yang dimiliki.

Sesaji dalam siraman pernikahan meliputi: tumpeng robyong,

tumpeng megono, tumpeng asrep-asrepan dan tumpeng gundhul. Tumpeng

berbentuk kerucut seperti gunung, tetapi gunung tidak runcing seperti

tumpeng. Tumpeng menurut orang Jawa berasal dari kata yen metu kudu

seng mempeng (bila melakukan sesuatu hal haruslah bersungguh-sungguh).

Tumpeng berbentuk seperti gunung karena orang Jawa percaya bahwa

gunung merupakan tempat tinggal para dewa. Filosofi yang dapat diambil

dari gunung juga bahwa manusia itu jika berjalan harus ndungkluk (melihat

ke bawah) karena diatas langit masih ada langit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

48

2.3.1 Tumpeng Robyong

Tumpeng robyong adalah tumpeng yang digunakan untuk

hajatan yang bersifat bergembira, misalnya pernikahan, khitanan,

dsb. Tumpeng robyong mempunyai ciri khas terdapat cabe merah

dipuncak tumpengnya. Tumpeng robyong dililiti oleh kacang

panjang rebus disekitar tumpeng dan lauk-pauknya berasal dari

gudhangan. Terdapat ayam bakar, terasi bakar,telur rebus utuh, dan

bawang merah utuh.

Tumpeng robyong menggunakan berbagai macam sayuran.

Hiasan tumpeng robyong menyimbolkan variasi manusia yang

bermacam-macam bentuk maupun kepribadiannya. Variasi manusia

tersebut banyak menjadikan perbedaan yang harus disikapi jika

manusia berinteraksi terhadap satu sama lain. Jika tidak menghargai

perbedaan maka akan terjadi konflik. Filsafat hidup orang Jawa

adalah menghindari konflik, dengan cara manusia saling menghargai

sehingga tercipta keharmonisan.

Tumpeng robyong juga menunjukan bahwa hajad mantu

saat itu di robyong-robyong oleh para tetua, sanak saudara, keluarga,

dan handai taulan. Maksudnya di robyong-robyong yaitu dibantu

oleh sanak saudara agar bebannya menjadi ringan. Jadi bisa ditarik

kesimpulan bahwa tumpeng robyong melambangkan kebersamaan

dan sifat gotong royong.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

49

Gambar 39

Pada tumpeng robyong terdapat hiasan yang ditusuk pada

puncak tumpeng yaitu: cabe merah, bawang merah, trasi bakar, telur

rebus, dan kacang panjang rebus. Meskipun hanya hiasan, tetapi

mempunyai makna tersendiri. Cabe merah mempunyai makna bahwa

dilah atau api yang memberikan penerangan serta tauladan yang

bermanfaat bagi orang lain.

Bawang merah mempunyai makna agar calon pengantin

mempertimbangkan segala sesuatu baik buruknya sebelum

melakukan tindakan. Telur rebus mempunyai makna bahwa semua

tindakan yang dilakukan harus direncanakan dengan baik, dikerjakan

sesuai dengan rencana dan dievaluasi hasilnya demi kesempurnaan.

Piwulang Jawa mengajarkan tata, titi, titis, dan tatas yang

mempunyai makna bahwa kerja yang baik adalah kerja yang

terencana, teliti, tepat perhitungan dan diselesaikan dengan tuntas.

Cabe merah

Bawangmerah

Trasi bakar

Telur rebus

Kacang panjangrebus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

50

Telur juga melambangkan manusia bahwa manusia diciptakan

dengan derajat atau fitrah yang sama, yang membedakan hanya

ketaqwaan dan tingkah lakunya. Sedangkan kacang panjang

bermakna agar kelak calon pengantin bisa berfikiran jauh ke depan

serta bisa berhasil dalam hidupnya.

Kacang panjang yang dililitkan disekeliling tumpeng harus

utuh tanpa dipotong yang mempunyai makna bahwa manusia itu

sebelum bertindak harus berfikir panjang dan kacang panjang juga

melambangkan umur panjang.

2.3.2 Tumpeng Megono

Tumpeng megono merupakan tumpeng yang sama seperti

robyong, namun perbedaan tumpeng robyong dan megono hanya

dari isinya saja. Tumpeng megono tidak terdapat cabai merah kriting

di puncak tumpengnya dan juga tidak menggunakan lilitan kacang

panjang rebus.

Tumpeng megono mempunyai makna bahwa agar orang

yang mengadakan selamatan atau hajatan yang bersifat baik, diberi

kemurahan rizky secara terus-menerus dan diberi keselamatan.

Tumpeng megono juga melambangkan ketaqwaan kepada Tuhan

Yang Maha Esa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

51

Gambar 40

2.3.3 Tumpeng Asrep-asrepan

Tumpeng asrep-asrepan ini juga menggunakan sayur-

sayuran yang sama seperti pada tumpeng robyong dan megono

namun bedanya, tumpeng asrep-asrepan ini tidak ada rasanya.

Rasanya hanya anyep (tidak ada rasanya). Tumpeng asrep-asrepan

mempunyai makna bahwa calon pengantin kelak jika mendapat

berbagai macam cobaan agar bisa saling mendinginkan. Maksud dari

mendinginkan adalah bisa saling mengerti satu sama lain.

Gambar 41

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

52

2.3.4 Tumpeng Gundhul

Tumpeng gundhul adalah tumpeng yang tidak ada

hiasannya. Tumpeng ini hanya berisi nasi yang dikerucutkan seperti

bentuk gunung dan tidak menggunakan lauk apapun. Serta yang

membedakan tumpeng gundhul dengan tumpeng-tumpeng yang lain

adalah disekeliling tumpeng ini menggunakan jenang baro-baro.

Tumpeng gundhul ini sebagai lambang ketaqwaan manusia Kepada

Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam ketaqwaan ini manusia harus

bersih, suci, dan ikhlas.

Jenang abang (jenang merah) lambang darah yang

mempunyai makna keberanian. Jenang putih lambang sungsum yang

bermakna kesucian. Jenang abang putih lambang kama pria dan

wanita yang mempunyai makna harapan kelak calon pengantin

diberi keturunan. Jenang baro-baro (jenang separuh putih separuh

merah) lambang kebahagiaan hidup. Jenang palang lambang kiblat

yang bermakna saudara tidak dapat dipisahkan (kakang kawah, adi

ari-ari, tali puser, pancer calon pengantin).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

53

Gambar 42

Jenang abangputih palang

Jenang putihabang

Jenangabang putih

Jenang putihabang palang

Nasi putih

Jenang abangputih baro-baro

Jenang putih

Jenang abang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

54

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berikut ini dikemukakan kesimpulan yang ditarik dari hasil penelitian

ini. Kesimpulan berikut sesuai dengan urutan butir permasalahan dalam penelitian

ini sebagaimana terpapar dalam rumusan masalah.

Pertama, berkenaan dengan makna syarat upacara siraman pernikahan

di lingkungan Kraton Yogyakarta. Dalam penelitian ini terdapat berbagai macam

syarat yang harus digunakan untuk upacara siraman. Syarat di sini bersifat

mutlak, karena syarat bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam upacara siraman

ini. Syarat mutlak di sini misalnya air tujuh sumber. Air tujuh sumber mutlak

karena air merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia.

Kedua, berkenaan dengan makna peralatan upacara siraman

pernikahan di lingkungan Kraton Yogyakarta. Dalam penelitian ini, diperoleh

berbagai macam peralatan yang digunakan dan harus ada dalam upacara siraman

pernikahan. Peralatan pernikahan ini sudah digunakan sejak zaman dahulu dan

digunakan secara turun-temurun. Namun, yang sekarang digunakan hanya

duplikatnya saja bukan yang asli. Peralatan yang asli disimpan sebagai benda

pusaka karena usianya yang sudah tua.

Ketiga, berkenaan dengan makna sesaji upacara siraman pernikahan

di lingkungan Kraton Yogyakarta. Sesaji yang digunakan dalam upacara siraman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

55

pernikahan ini juga merupakan warisan turun-temurun sejak zaman dahulu.

Kraton Yogyakarta masih sangat melestarikan dalam menggunakan sesaji.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa Pertama, siraman

berdasarkan makna fisik yaitu misalnya kain mori berwarna putih yang

mempunyai makna ideologi untuk mengingatkan manusia bahwa kelak manusia

akan mati, dsb., dan Kedua, kehadiran agama Islam di lingkungan Kraton

Yogyakarta turut mewarnai upacara siraman pernikahan yang terdapat di

lingkungan Kraton Yogyakarta.

3.2 Saran

Dari studi tersebut di atas, penulis menyarankan agar peneliti

selanjutnya dapat mengungkap aspek-aspek seperti: Pengaruh Hindhu atau agama

Islam dalam upacara siraman pernikahan. Hal ini belum terdapat di dalam studi

ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

56

DAFTAR PUSTAKA

"Adat Istiadat Keraton Ngayogyakarta," Stable URL:

http://artwoart.blogspot.com/2008/07/keraton-ngayogyakarta.html. Diunduh:

23/05/2013, 18:30.

-------------------. 1992. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius.

-------------------. 2008. Simbolisme Jawa. Yogyakarta: Ombak.

“Adat Pengantin Jawa,” Stable URL:

http://anggitawedding.blogspot.com/2012/01/adat-pengantin-

jawa.html.Diunduh: 23/05/2013, 18:30.

“Prosesi Acara GKR. Maduretno Dan KPH Purbodiningrat,” Stable URL:

http://artwoart.blogspot.com/2008/07/prosesi-pernikaha-ala-keraton-

jogja.html. Diunduh 23/05/2013, 18:30.

“Upacara Perkawinan Jawa,” Stable URL:

http://djonny.sman1prambyog.sch.id/senirupaonline/upacarakawinjawa.htm.

Diunduh 23/05/2013, 18:32.

Barthes, Roland. 2011. Mitologi. Yogyakarta: Kreasi Wacana. (Cetakan Keempat,

Edisi Revisi).

Berger, Arthur Asa. 2000. Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer.

Yogyakarta: Tiara Wacana.

Bratawidjaja, Thomas Wiyasa. 1998. Upacara Perkawinan Adat Jawa. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan.

Condronegoro, Mari. 2010. Memahami Busana Adat Kraton Yogyakarta: Warisan

Penuh Makna. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

57

Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain.

Jakarta: Grafiti.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan

keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Depdiknas. 1993. Upacara Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta.

Yogyakarta: Murni Offset.

Dewi, Astrid Prihartini Wisnu, Pamuji Tri Nastiti, Galih Kurniawan, Wahyu

Kurniawan. 2011. Dhaup Ageng Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Yogyakarta: Harian Jogja dan Harian Solopos.

Geertz, Clifford. 1992. Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Hamidin, Aep S. 2012. Buku Pintar Adat Perkawinan Nusantara. Yogyakarta:

Diva Press.

Hersatoto, Budiono. 2000. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta:

Hanindita Graha Widya.

Hoed, Benny H. 2007. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Fakultas

Ilmu Pengetahuan Budaya UI.

Irmawati, Wahyunah. 2013. Makna Simbolik Upacara Siraman Pengantin Adat

Jawa. Surakarta.

Junus, Umar. 1981. Mitos dan Komunikasi. Jakarta: Sinar Harapan.

Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa.

Yogyakarta: Çarasvati books.

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Mochtar, Kusniati. 1988. Upacara Adat Perkawinan Agung Kraton Jogjakarta.

Jakarta: Dioterbitkan oleh Anjungan Daerah Istimewa Jogjakarta TMII.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

58

Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (ed.rev). Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Mulder, Niels. 2001. Mistisme Jawa. Yogyakarta: Lkis.

Mulyana, Rakhmat. 2000. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: Rosdakarya.

Negoro, Suryo S. 2001. Upacara Tradisional dan Ritual Jawa. Surakarta: Buana

Raya.

Piliang, Yasraf Amir. 2012. Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya, dan

Matinya Makna. Bandung: Matahari. (Edisi Keempat).

Pringgawidagda, Suwarna. 2003. Siraman. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Diterjemahkan oleh Misbah Zulfa

Elizabeth dari judul asli The Ethnographic Interview. Yogyakarta: Tiara

Wacana.

Sudaryanto. 1993. Metode dan aneka teknik analisis bahasa: Pengantar

penelitian wahana kebudayaan secara linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana

University Press.

Sudjiman, Panuti dan Aart Van Zoest (terjemahan). 1996. Serba-serbi Semiotika.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sumarsono. 2007. Tata Upacara Pengantin Adat Jawa. Jakarta: Buku Kita.

Suwarno, Drs Pringgawidagda. 2010. Tata Upacara dan Wicara. Yogyakarta:

Kanisius.

Tim Balai Bahasa Yogyakarta. 2011. Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa.

Yogyakarta: Kanisius. Edisi Revisi.

Utomo, Sutrisno Sastro. 2002. Upacara Daur Hidup Adat Jawa. Yogyakarta:

Anggota IKAPI EFFHAR.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

59

Utomo, Sutrisno Sastro. 2009. Kamus Lengkap Jawa-Indonesia. Yogyakarta:

Kanisius.

Widagdho, Joko. 1999. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumiaksara.

Yosodipuro, Marmien Sardjono. 1996. Rias Pengantin Gaya Yogyakarta dengan

Segala Sesajinya. Yogyakarta: Kanisius.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

60

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

61

Lampiran 1:

Daftar Informan

1. Nama : KRT Puspitaningrat

Lahir : 18 September 1945

Alamat : Ndalem Kaneman, Kraton Yogyakarta

Pekerjaan : Bagian busana dan upacara di Kraton Yogyakarta.

2. Nama : Tienuk Riefki

Lahir : 08 Juni 1945

Alamat : Pathuk, Yogyakarta

Pekerjaan : Perias pengantin (salon Nitisari)

3. Nama : Lies Adang

Lahir : 17 November 1955

Alamat : Jalan Parangtritis, Yogyakarta

Pekerjaan : Perias Pengantin (salon Kartika)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

62

4. Nama : Estun

Lahir : 23 Mei 1960

Alamat : Jalan Bakalan, Bantul, Yogyakarta

Pekerjaan : Perias pengantin (salon Andina)

5. Nama : Tyas Kristiadi

Lahir : 20 September 1982

Alamat : Ndalem Kaneman, Kraton Yogyakarta

Pekerjaan : Perias pengantin (salon Calista)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

63

Lampiran 2:

Daftar Istilah

Abdi : Orang yang mengabdikan dirinya untuk bekerja di

dalam kraton.

Adus : Mandi dalam bahasa Indonesia.

Akad nikah : Kata akad nikah berasal dari dua kata yaitu akad

dan nikah. Akad yang berarti

Bangun tulak : Kain yang digunakan untuk siraman, berfungsi

sebagai penolak bala.

Batik cakar ayam : Batik yang melambangkan semangat hidup

manusia yang terus-menerus.

Batik grompol : Batik yang mempunyai makna harapan. Biasanya

digunakan untuk upacara siraman pernikahan.

Batik nogosari : Batik yang memiliki makna kesuburan dan

kemakmuran.

Batik sido asih : Batik yang melambangkan kasih saying yang

terus-menerus.

Batik sido luhur : Batik yang melambangkan kehidupan bahagia,

mempunyai pangkat yang tinggi, adil, dsb.

Batik sido mukti : Batik yang mempunyai makna agar si pemakai

mendapatkan kebahagiaan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

64

Batik simbar lintang : Batik yang mempunyai makna harapan dan

kebahagiaan.

Batik truntum : Batik yang mempunyai makna agar kelak si

pemakai dapat menjalani kehidupan yang harmonis.

Batik yuyu sekandang : Batin yang mempunyai makna harapan agar

mempunyai banyak keturunan.

Bokor : Tempat air untuk cuci tangan. Namun untuk acara

siraman pernikahan digunakan untuk tempat bunga.

Curahan : Hasil mencurahkan. Biasanya berupa air.

Daun awar-awar : Daun yang sering digunakan sebagai obat,

misalnya untuk menyembuhkan kutil, kanker, dsb

yang masih banyak ditemukan di desa-desa. Orang

Jawa percaya bahwa awar-awar ini berasal dari kata

penawar.

Daun beringin : Daun yang sangat tinggi dan lebat daunnya.

Beringin berasal dari kata ber- dan ingin.

Mempunyai makna keinginan atau harapan.

Daun dhadhap srep : Daunnya berbentuk hati dan mempunyai banyak

khasiat dalam pengobatan dan daun ini juga

digunakan untuk siraman pernikahan. Kata srep

berasal dari bahasa Jawa asrep yang bermakna

dingin.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

65

Daun ilalang : Daun ilalang adalah tanaman yang tumbuh liar.

Namun, daun ilalang ini mempunyai makna agar

orang yang mempunyai hajad pernikahan tidak

mendapat suatu halangan apapun.

Daun jati : Jati dari kata sejati. Daun jati merupakan pohon

yang sangat tinggi dan kokoh, sehingga jati

mempunyai makna kokoh dan tahan uji.

Daun kluwih : Tanaman yang kulitnya berduri lunak, serta

buahnya biasanya digunakan untuk membuat sayur.

Mempunyai makna agar diberi kelebihan.

Daun mojo : Pohon mojo merupakan pohon yang memiliki

buah seperti jeruk bali, namun buah mojo ini tidak

enak dimakan dan sangat pahit. Filosofi yang bisa

diambil dari buah mojo ini yaitu agar sepahit

apapun hidup harus tetap tabah dalam menjalaninya.

Daun turi : Turi merupakan tanaman yang mempunyai bunga

berwarna putih. Turi mempunyai makna agar

mendengarkan nasehat dari orang tua atau orang

lain yang lebih tua agar tidak mengalami penyesalan

dibelakang.

Denotasi : Makna sebenarnya atau makna yang mempunyai

hubungan antara tanda dengan objek yang dirujuk.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

66

Diwor : Diwor dalam bahasa Indonesia mempunyai makna

dicampur menjadi satu.

Dlingo bengle : Dua tanaman yang berbeda, namun merupakan

satu kesatuan dan memiliki fungsi yang sama.

Sehingga, dua tanaman ini tidak bisa digunakan

secara terpisah karena akan mengurangi

manfaatnya.

Falsafah : Salah satu disiplin yang mengungkapkan

kebenaran secara umum.

Guyuran : Menyiramkan air dari atas kepala dan dilakukan

oleh orang yang sudah dipilih.

Janur : Janur merupakan daun pohon kelapa yang

mempunyai makna petunjuk sejati Kepada Tuhan

Yang Maha Esa.

Kalbu : Hati.

Kembang setaman : Berbagai macam bunga yang dijadikan satu.

Kemben : Penutup dada. Dililitkan diseputar badan sebelum

melakukan siraman pernikahan.

Kendi : Terbuat dari tanah liat dan mempunyai corong

panjang.

Kendil : Terbuat dari tanah liat dan bentuknya seperti kwali

yang biasanya digunakan untuk membuat gudheg,

dsb.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

67

Klapa segandheng : Kelapa hijau yang masih muda dan diikat

sabutnya.

Klasa Bangka : Tikar yang dianyam dari daun pandan dan

digunakan sebagai alas duduk saat siraman

pernikahan.

Klasa : Tikar yang dianyam dari daun pandan.

Klenthing : Terbuat dari tanah liat dan mempunyai corong

lebih pendek.

Kliwatan sembagi : Kain yang digunakan sebagai alas tempat duduk

dan digunakan untuk siraman pernikahan.

Kluban : Sayur-sayuran yang direbus dan dimakan

menggunakan parutan bumbu kelapa.

Konotasi : Lebih dikenal dengan arti kiasan, tetapi konotasi

merupakan cakupan makna yang berkaitan dengan

perasaan dan emosi serta mempunyai nilai-nilai

kebudayaan.

Konyoh manca warna : Bahan-bahan yang terbuat dari tepung beras,

kencur, serta bahan pewarna. Orang Jawa

mengatakan parem. Digunakan sebagai lulur saat

melakukan upacara siraman pernikahan.

Kualitatif : Penelitian ini berdasarkan studi kasus, fenomena,

dan wawancara terbuka untuk mengetahui apa

sebenarnya yang terjadi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

68

Kuantitatif : Penelitian yang berdasarkan data-data perhitungan

statistik, dsb. Penelitian ini bersifat kaku dan

terstruktur tidak seperti penelitian kualitatif.

Letrek : Kain berwarna kuning, yang nantinya dijadikan

satu bersama dengan kain bangun tulak dan

kliwatan sembagi. Digunakan sebagai alas duduk

saat upacara siraman pernikahan.

Londho merang : Kulit padi yang digunakan untuk keramas.

Berfungsi sebagai pengganti shampo.

Manca : Mempunyai makna lima.

Mori : Kain berwarna putih dan biasanya digunakan

sebagai pembungkus jenasah.

Pakem : Aturan yang sudah berlaku.

Pamor : Aura.

Piwulang : Ajaran yang diajarkan.

Ratu : Istri Raja yang sah.

Semiotika : Ilmu yang mempelajari sistem tanda.

Siram : Mandi.

Siwur bersepuh emas : Alat yang digunakan untuk mandi dan terbuat dari

campuran emas.

Siwur bersepuh perak : Alat yang digunakan untuk mandi dan terbuat dari

campuran perak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara

69

Siwur : Alat yang digunakan untuk mandi. Bisa terbuat

dari plastik, perak, emas, dsb.

Tampah/nyiru : Terbuat dari bambu yang dianyam dan sering

digunakan untuk membersihkan beras.

Tradisi : Kebiasaan yang sudah dilakukan secara turun-

temurun sejak dahulu.

Tumpeng asrep-asrepan : Tumpeng yang tidak mempunyai rasa sama sekali.

Tumpeng gundhul : Tumpeng yang tidak memiliki hiasan dan disekitar

tumpeng dikelilingi oleh jenang baro-baro.

Tumpeng megono : Nasi yang dibentuk kerucut menyerupai bentuk

gunung dan dikelilingi oleh sayur-sayuran rebus

dengan bumbu parutan kelapa.

Tumpeng robyong : Hampir sama dengan tumpeng megono, namun

tumpeng robyong dipuncak tumpeng ditancapi cabe

merah, bawang merah, trasi, dan telur rebus. Serta,

disekeliling tumpeng dililiti kacang panjang rebus.

Tumpeng : Nasi putih atau kuning yang dibentuk kerucut

menyerupai bentuk gunung.

Ubarampe : Dalam bahasa Indonesia memp[unyai makna

peralatan.

Wis pecah pamore : Sudah sampai masa remajanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI