23
IKTERUS NEONATORUM I. Definisi Ikterus neonatorum (Ikterus: kuning, Neonatorum: bayi baru lahir) adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (disebut juga hiperbilirubinemia). Warna kekuningan pada bayi baru lahir umumnya merupakan kejadian alamiah (fisologis), namun adakalanya menggambarkan suatu penyakit (patologis). Bayi berwarna kekuningan yang alamiah (fisiologis) atau bukan karena penyakit tertentu dapat terjadi pada 25% hingga 50% bayi baru lahir cukup bulan (masa kehamilan yang cukup), dan persentasenya lebih tinggi pada bayi premature. [1] Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL. Ikterus neronatorum adalah keadaan 1

pkrms ikterus.docx

Embed Size (px)

Citation preview

IKTERUS NEONATORUMI. DefinisiIkterus neonatorum (Ikterus: kuning, Neonatorum: bayi baru lahir) adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (disebut juga hiperbilirubinemia). Warna kekuningan pada bayi baru lahir umumnya merupakan kejadian alamiah (fisologis), namun adakalanya menggambarkan suatu penyakit (patologis). Bayi berwarna kekuningan yang alamiah (fisiologis) atau bukan karena penyakit tertentu dapat terjadi pada 25% hingga 50% bayi baru lahir cukup bulan (masa kehamilan yang cukup), dan persentasenya lebih tinggi pada bayi premature. [1]Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL. Ikterus neronatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir hingga usia 2 bulan setelah lahir. [1]

II. Klasifikasi dan EtiologiIkterus Neonatorum FisiologisUmumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1-2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu. Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan mengalami peningkatan dengan puncak yang lebih tinggi dan lebih lama, begitu juga dengan penurunannya jika tidak diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran fisiologis, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin. [2]Ikterus Neonatorum NonfisiologiDulu disebut dengan ikterus patologis, tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis. Keadaan dibawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut:a) Ikterus terjadi sebelum umur 24 jamb) Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi.c) Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam.d) Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis, malas menetek, penurunan BB yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil).e) Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan. [2]

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi [1] :1.0-24 jam setelah lahira.Inkompabilitas darah Rh, ABO, dllb.Infeksi intrauterine (karena virus TORCH, kadang bakteri)c.Kadang defisiensi G6PD2.24-72 jam setelah lahira.Fisiologisb.Inkompabilitas darah Rh, ABOc.Defisiensi G6PDd.Polisitemiae.Hemolisis perdarahan tertutupf.Hipoksia, Asidosis3.Dari 72 Jam Akhir minggu pertamaa.Infeksib.Dehidrasi asidosisc.Defisiensi enzim G6PDd.Pengaruh obate.Sindrom Criggler-Najjar, Sindrom Gilbert4.Akhir minggu pertamaa.Obstruksib.Hipotiroidismec.Infeksid.Neonatal Hepatitise.Galaktosemia (setelah pemberian ASI)

III. PatofisiologiTerdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :a. Pembentukan bilirubin secara berlebihan.b. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati.c. Gangguan konjugasi bilirubin.d. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatic yang bersifat obtruksi fungsional atau mekanik.

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang pertama, sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan terkonjugasi.[3]Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatusBilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Tiga molekul oksigen diperlukan pada reaksi oksidasi hemoglobin oleh heme oksigenase. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. [4,5]Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil transferase dan menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut terutama terletak dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam glukoronat sebagai donor glukoronil. Bahan baku dari UDP-asam glukoronat ini adalah salah satunya glukosa. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi enterohepatik. [4,5]Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. [5]Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 14. Kadar bilirubinpun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 mol/L) pada bayi kurang bulan dan < 12 mg/dL (205 mol/L) pada bayi cukup bulan. [5]

Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjungasi hepar menurun sehingga terjadi kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya kematian. Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah dibuktikan bukan suatu keadaan patologis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada hiperbilirubinemia, pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mengetahui penyebabnya, sehingga pengobatanpun dapat dilaksanakan dini. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis tersebut tidak selalu sama pada tiap bayi. Di RS Dr. Soetomo Surabaya, bayi dinyatakan menderita bilirubinemia apabila kadar bilirubin total > 12 mg/dL (> 205 mol/L) pada bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan bila kadarnya > 10 mg/dL (>171 mol/L). [5]

IV. Gejala KlinisPengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada secara klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya. Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. [1]

Tabel 1. Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer [6]ZonaBagian Tubuh yang KuningRata-rata serum bilirubin indirek (umol/l)

1Kepala & leher100

2Pusat sampai leher150

3Pusat sampai paha200

4Lengan dan tungkai250

5Tangan & kakiLebih dari 250

V. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin. Transcutaneous bilirubin (TcB) dapat digunakan untuk menentukan kadar serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (12 mg/dL dan pada bayi-bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran. Pada penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan sesudah transfusi dikerjakan. [5]Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berfentilasi. Agar bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi. [5]Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin