54
PRESENTASI DISKUSI TOPIK TRAUMA Disusun oleh: Leily Badrya 1111103000079 Pembimbing : dr. Yuniarti, Sp.S MODUL PRAKTIK KLINIK SARAF RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

Pkl Trauma Leily

  • Upload
    minel

  • View
    227

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Trauma Kapitis

Citation preview

Page 1: Pkl Trauma Leily

PRESENTASI DISKUSI TOPIK

TRAUMA

Disusun oleh:

Leily Badrya1111103000079

Pembimbing :

dr. Yuniarti, Sp.S

MODUL PRAKTIK KLINIK SARAF

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2015

Page 2: Pkl Trauma Leily

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat

menyelesaikan makalah Presentasi Kasus Langsung yang berjudul “Trauma”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di

stase Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Dalam kesempatan ini

saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam

penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada :

1. Dr. Yuniarti, Sp.S selaku pembimbing dalam presentasi kasus ini.

2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Neurologi Rumah Sakit Umum

Pusat Fatmawati Jakarta.

3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati Jakarta.

Saya menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat

kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna

penyempurnaan makalah ini sangat saya harapkan.

Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat

bagi kita semua dan bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan kita, terutama

dalam bidang neurologi.

Jakarta, 8 Agustus 2015

Penyusun

Page 3: Pkl Trauma Leily

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. IS

No. RM : 01378600

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 19 tahun

Pekerjaan : Belum Bekerja

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Haji Nawi, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

Pendidikan : Tamat SLTA

Masuk RS : 07 Agustus 2015

Pengambilan Data : 09 Agustus 2015

II. ANAMNESIS

Dilakukan auto dan allo-anamnesis tanggal 09 Agustus 2015

KELUHAN UTAMA

Pusing terus-menerus sejak 3 hari setelah kecelakaan lalu lintas.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien mengeluh pusing terus menerus sejak 3 hari sebelum masuk

rumah sakit. Pusing dirasakan pasien tidak berputar. Pusing tidak dipengaruhi

oleh posisi. Pasien mengatakan pusing menetap dan diperingan hanya saat

pasien tidur. Pada 3 hari yang lalu, pasien datang dengan riwayat penurunan

Page 4: Pkl Trauma Leily

kesadaran setelah kecelakaan kurang lebih 3 jam SMRS. Keluarga pasien

mengatakan sekitar 3 jam SMRS pasien sedang menyebrang dengan temannya

dan tiba-tiba dari arah samping kiri datang motor dengan kecepatan tinggi

kemudian menabrak pasien. Pasien terjatuh dan terbentur aspal di kepala

bagian kiri. Setelah itu pasien menangis dan muntah di tempat, muntah tidak

menyemprot. Pasien pingsan selama kurang lebih satu jam. Pasien tidak

mengalami pingsan berulang. Setelah pingsan pasien merasakan sakit kepala

seperti ditimpa beban berat dan muntah disertai mual. Ibu pasien mengatakan

pasien mengalami muntah sebanyak 3 kali selama 1 hari saat di IGD. Sampai

saat ini pasien tidak dapat mengingat kejadian setelah kecelakaan, tetapi

pasien mengingat kejadian sebelum kecelakaan. Tidak terdapat keluar darah

dari telinga kanan kiri dan hidung kanan kiri. Keluhan demam, mual, muntah,

nyeri kepala, saat ini disangkal oleh pasien.

Tidak ada kelemahan atau baal sesisi. Pandangan pasien setelah

kecelakaan masih sama seperti sebelumnya dan tidak ada penglihatan ganda

ataupun luas pandang yang menyempit. Tidak ada pelo dan mulut mencong.

Tidak ada kesulitan menelan. Pasien sadar dan bicara lancar. Tidak ada sesak

nafas.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat trauma sebelumnya disangkal. Hipertensi, diabetes mellitus,

asthma, penyakit paru disangkal. Alergi obat disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), stroke, penyakit paru (-), penyakit

jantung (-), alergi (-).

Page 5: Pkl Trauma Leily

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum: tampak sakit sedang

a. Sikap : berbaring

b. Koperasi: kooperatif

c. Keadaan gizi: baik (BB 50kg, TB 162cm)

d. Tekanan darah: 110/70 mmHg

e. Nadi: 78x/menit

f. Suhu: 36,7oC

g. Pernapasan: 18 x/menit

Keadaan Lokal

a. Traumata stigmata: deformitas (-), terdapat hematom dan edema di

regio parietal kiri

b. Pulsasi arteri carotis: reguler, equal kanan-kiri

c. Perdarahan perifer: capillary refill time < 2 detik

d. KGB: tidak teraba pembesaran

e. Columna vertebralis: Lurus di tengah

Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)

Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata

Page 6: Pkl Trauma Leily

Mata :Konjungtiva anemis -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-, pupil bulat isokor,

3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak

langsung +/+, racoon eye (-), subconjungtiva bleeding (-)

Telinga : Normotia +/+, battle sign (-)

Kiri : Liang telinga lapang, sekret (-), membran timpani tidak dapat

dinilai

Kanan : Liang telinga lapang, sekret (-), membran timpani tidak

dapat dinilai

Hidung : Deviasi septum (-), sekret -/-

Mulut : Pucat (-), sianosis (-)

Lidah : kotor (-)

Tenggorok : Faring hiperemis (-), uvula di tengah, tonsil T2-T2

Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran

KGB dan kelenjar tiroid

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V linea

midclavicula inistra

Perkusi : Batas kanan ICS IV linea sternalis dekstra

Batas kiri ICS V linea midclavicula sinistra

Pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Paru :

Page 7: Pkl Trauma Leily

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, jejas (-)

Palpasi : Vokal fremitus sama di kedua lapang paru

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesicular ; Ronki -/-; Wheezing -/-.

Pemeriksaan Abdomen :

Inspeksi : Datar

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)

Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen

Auskultasi : BU (+) normal.

Pemeriksaan Ekstremitas:

o atas: akral hangat (+), edema (-)

obawah: akral hangat (+), edema (-)

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Kesadaran = compos mentis/ GCS : E4M6V5= 15

A. Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri

Kaku Kuduk : TVD (Nyeri kepala)

Laseque : > 70° > 70°

Kernig : > 135° > 135°

Brudzinski I : TVD

Brudzinski II : (-) (-)

B. Peningkatan Tekanan Intrakranial

Page 8: Pkl Trauma Leily

Muntah proyektil : (-)

Sakit kepala hebat : (-)

Papil edema : tidak dilakukan pemeriksaan

C. Saraf-saraf Kranialis

N. I : Normosmia kanan dan kiri

N.II Kanan Kiri

Acies Visus : Kesan baik Kesan baik

Visus campus : Baik Baik

Melihat Warna : Baik Baik

Funduskopi : Tidak dilakukan

N. III, IV, VI Kanan Kiri

Kedudukan Bola Mata : Ortoposisi Ortoposisi

Pergerakan Bola Mata

Ke Nasal : Baik Baik

Ke Temporal : Baik Baik

Ke Nasal Atas : Baik Baik

Ke Nasal Bawah : Baik Baik

Ke Temporal Atas : Baik Baik

Ke Temporal Bawah : Baik Baik

Eksopthalmus : (-) (-)

Nistagmus : (-) (-)

Pupil : Isokhor Isokhor

Bentuk : Bulat, Ø 3mm Bulat, Ø 3mm

Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)

Page 9: Pkl Trauma Leily

Refleks Cahaya Konsensual: (+) (+)

Akomodasi : Baik Baik

Konvergensi : ` Baik Baik

N. V Kanan Kiri

Cabang Motorik : Baik Baik

Cabang Sensorik

Optahalmik : Baik Baik

Maxilla : Baik Baik

Mandibularis : Baik Baik

N. VII Kanan Kiri

Somatomotorik

-Kesimetrisan wajah : Simetris

-Orbitofrontal : Baik Baik

-Orbikularis : Baik Baik

Viserosensorik : Tidak dilakukan

N. VIII

Baik (pasien masih mendengar detik arloji dari jarak 1 meter)

Vestibular : Tidak dilakukan pemeriksaan untuk vertigo

Cochlear : Tidak ada tuli pada pasien

N. IX, X

Motorik : Baik (uvula ditengah, arcus faring tampak simetris)

Sensorik : Baik

N. XI Kanan Kiri

Mengangkat bahu : Baik Baik

Page 10: Pkl Trauma Leily

Menoleh : Baik Baik

N. XII

Pergerakan Lidah : Tidak ada deviasi

Atrofi : (-)

Fasikulasi : (-)

Tremor : (-)

D. Sistem Motorik

Ekstremitas Atas Proksimal Distal : 5 5 5 5 5 5 5 5

Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : 5 5 5 5 5 5 5 5

E. Gerakan Involunter

Tremor : (-)

Chorea : (-)

Atetose : (-)

Mioklonik : (-)

Tics : (-)

F. Trofik : Eutrofi

G. Tonus : Normotonus

H. Sistem Sensorik

Proprioseptif : Baik

Eksteroseptif : Baik

I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi

Ataxia : Tidak dinilai

Tes Rhomberg : Tidak dinilai

Disdiadokinesia : Baik

Jari-Jari : Baik

Jari-Hidung : Baik

Page 11: Pkl Trauma Leily

Tumit-Lutut : Baik

Rebound Pheomenon : (-)

Hipotoni : (-)

J. Fungsi Luhur

Astereognosia : (-)

Apraksia : (-)

Afasia : (-)

K. Fungsi Otonom

Miksi : Baik

Defekasi : Baik

Sekresi Keringat : Baik

Ereksi : Baik

L. Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri

Kornea : (+) (+)

Berbangkis : (+) (+)

Faring : (+) (+)

Bisep : (+2) (+2)

Trisep : (+2) (+2)

Radius : (+2) (+2)

Dinding Perut : (+) (+)

Otot Perut : (+) (+)

Sfingter Ani : Tidak diperiksa

M. Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri

Hoffman Tromner : (-) (-)

Babinsky : (-) (-)

Chaddock : (-) (-)

Gordon : (-) (-)

Gonda : (-) (-)

Schaeffer : (-) (-)

Klonus Lutut : (-) (-)

Page 12: Pkl Trauma Leily

Klonus Tumit : (-) (-)

N. Keadaan Psikis

Intelegensia : Baik

Tanda regresi : (-)

Demensi : (-)

V. PEMERIKSAAN LAB

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

Hemoglobin 11,7 g/dl 11,7 – 15,5 g/dl Menurun

Hematokrit 36 % 33 – 45 % DBN

Lekosit 10.900/ul 5.000 – 10.000 Meningkat

Trombosit 300.000/ul 150 – 440 ribu/ul DBN

Eritrosit 4.53 3.80 – 5.20 juta/uL DBN

VER/HER/

KHER/RDW

VER 80,2 fl 80 – 100 DBN

HER 25,8 pg 26 – 34 Menurun

KHER 32,2 g/dl 32 – 36 DBN

RDW 14,0 % 11,5 – 14,5 DBN

ELEKTROL

IT DARAH

Natrium 139 mmol/l 135-145 DBN

Kalium 3,40 mmol/l 3,10-5,10 DBN

Klorida 103 mmol/l 95-108 DBN

Page 13: Pkl Trauma Leily

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Page 14: Pkl Trauma Leily

CT Scan kepala tanpa kontras

Dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala tanpa pemberian kontras,

potongan axial, interval 3 mm, 10 mm, dengan hasil :

-Sulci cerebri menyempit dan gyri mendatar

Page 15: Pkl Trauma Leily

-Tampak lesi hiperdens berdensitas perdarahan dengan peri fokal edema

minimal di lobus temporalis dan frontalis kanan berukuran 1 x 1 x 1 cm,

volume 1 cc

-Tak tampak pergeseran midline

-Ventrikel lateralis, ventrikel III dan fissure sylvii menyempit

-Pneumatisasi air cell mastoid baik

-sinus paranasal normal

-tulang-tulang baik

-Tampak subgaleal hematom di regio temporo parietal kiri

Kesan :

-Perdarahan intraparekim di lobus temporal dan frontal kanan dengan

estimasi volume ± 1 cc

-Edema serebri

-Subgaleal hematom region temporoparietal kiri

VII. RESUME

Pasien seorang perempuan berusia 19 tahun, berpenampilan sesuai

usia, datang dengan riwayat penurunan kesadaran post KLL 3 jam SMRS.

Pasien mengeluh pusing terus menerus sejak 3 hari sebelum masuk rumah

sakit. Pusing dirasakan pasien tidak berputar. Pusing tidak dipengaruhi

oleh posisi. Pasien mengatakan pusing menetap dan diperingan hanya saat

pasien tidur. Pada 3 hari yang lalu, pasien datang dengan riwayat

penurunan kesadaran setelah kecelakaan kurang lebih 3 jam SMRS.

Bagian kepala yang terbentur yakni bagian kepala sisi kiri. Pasien pingsan

kurang lebih satu jam. Setelah pingsan mengeluh sakit kepala dan muntah

Page 16: Pkl Trauma Leily

tidak menyemprot. Saat ini pasien mengeluh pusing Pasien sangat

kooperatif tetapi tidak dapat menceritakan kejadian setelah kecelakaan.

Pada pemeriksaan status general didapatkan traumata stigmata:

deformitas (-), terdapat hematom dan edema di regio parietal kiri. Pada

pemeriksaan status neurologis tidak didapatkan parese nervus kranialis

maupun kelemahan motorik. Pada pemeriksan laboratorium didapatkan

peningkatan lekosit.

Pada pemeriksaan CT scan didapatkan kesan Perdarahan intraparekim di

lobus temporal dan frontal kanan dengan estimasi volume ± 1 cc, edema

serebri, subgaleal hematom region temporoparietal kiri.

DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis klinis :

• Sefalgia

• Riwayat penurunan kesadaran

• Cedera Kepala Sedang

• Riwayat Muntah

• Leukositosis Reaktif

Diagnosis etiologis : trauma kapitis

Dignosis patologis : Perdarahan

Diagnosis topis : temporoparietal sinistra

Diagnosis Kerja : Contusio serebri, edema serebri

Page 17: Pkl Trauma Leily

VIII. TATA LAKSANA

Medikamentosa :

• Emergency :

• Manitol 0,5-1 gr/KgBB Manitol 50 gr 250 cc iv dalam 30 menit

• IVFD 0,9 % 500 cc/12 jam

• Ondansentron 3 x 8 jam iv

• Citicolin 2 x 500 mg iv

• Ketorolac 3 x 30 mg iv

• Lanjutan :

• Manitol 125 cc/6 jam

• Citicolin 2 x 500 mg iv

• Ondancentron 3 x 8 mg iv

Non medikamentosa :

– Airway, breathing, circulation

– Tirah baring

– Elevasi kepala 30o

– Jangan menggerakkan kepala tiba-tiba

– Observasi keadaan umum, vital pasien, dan kemungkinan perubahan status

neurologis pasien

Page 18: Pkl Trauma Leily

IX. RENCANA LANJUTAN

Konsul Spesialis Saraf

X. PROGNOSA

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Page 19: Pkl Trauma Leily

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Trauma kapitis atau cedera kepala

adalah ruda paksa tumpul/tajam pada kepala

atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral

sementara.Merupakan salah satu penyebab

kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar

karena kecelakaan lalu lintas. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di

kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan

masih rendah.

Cedera kepala merupakan keadaan yang serius sehingga pertolongan pertama

pada penderita harus cepat dilakukan. Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan

mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk perfusi otak dan menghindarkan

terjadinya cedera otak sekunder merupakan pokok-pokok tindakan yang sangat

penting untuk keberhasilan kesembuhan penderita. Sebagai tindakan selanjutnya yang

penting setelah primary survey adalah identifikasi adanya lesi masa yang memerlukan

tindakan pembedahan, dan yang terbaik adalah pemeriksaan dengan CT Scan kepala.

Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% -5% yang

memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara

konservatif. Pragnosis pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan

dilakukan secara tepat dan cepat.

Pembagian trauma kapitis adalah: Simple head injury, Commutio cerebri,

Contusion cerebri, Laceratio cerebri, fracture basis cranii.Simple head injury dan

Commutio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala ringan, sedangkan

Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepala berat.

Pada penderita korban cedera kepala, yang harus diperhatikan adalah

pernafasan, peredaran darah dan kesadaran, sedangkan tindakan resusitasi, anamnesa

dan pemeriksaan fisik umum dan neurologis harus dilakukan secara bersamaan.

Page 20: Pkl Trauma Leily

DEFINISI CEDERA KEPALA

Cedera kepala adalah trauma

mekanik pada kepala yang terjadi baik secara

langsung atau tidak langsung yang kemudian

dapat berakibat pada gangguan fungsi

neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial,

yang dapat bersifat temporer ataupun permanent. Menurut Brain Injury Assosiation of

America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat

kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari

luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan

kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Japardi, 2004).

1. ANATOMI KEPALA

a. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut

sebagai SCALP yaitu:

Skin atau kulit

Connective tissue atau jaringan

penyambung

Aponeuris atau galea aponeurotika

yaitu jaringan ikat yang berhbungan

langsung dengan tengkorak

Loose areolar tissue atau jaringan

penunjang longgar.

Perikranium atau jaringan penunjang longgar memisahkan galea

aponeurotika dari perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya

perdarahan subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah

Page 21: Pkl Trauma Leily

sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala

akanmenyebabkan banyak kehilangan darah terutama pada anak-anak atau

penderita dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan

waktu lama untuk mengeluarkannya (American college of surgeon, 1997).

b. Tulang Tengkorak

Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari

beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria

khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot

temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian

dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga

tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis,

fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah

batang otak dan serebelum (American college of surgeon, 1997).

c. Meninges

Selaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan

yaitu :

1) Duramater

Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan

endosteal dan lapisan meningeal.Duramater merupakan selaput yang keras,

terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam

dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya,

maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara

duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.

(Japardi, 2004)

Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan

otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging

Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan

subdural.Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus

Page 22: Pkl Trauma Leily

transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat

mengakibatkan perdarahan hebat(Japardi,2004)

Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari

kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat

menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan

epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea

media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

2) Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.

Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater

sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh

ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh

spatiumsubarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan

sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala (American

college of surgeon,1997)

3) Piamater

Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater

adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi

gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini

membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri

yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater (japardi,

2004).

d. Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang

dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon

(otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak

tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula

oblongata dan serebellum.

Page 23: Pkl Trauma Leily

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan

dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal

berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal

mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam

proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi

retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medulla

oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab

dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan (American college of surgeon,

1997).

e. Cairan serebrospinalis

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan

kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel

lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius

menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui

granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya

darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga

mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan

intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS

sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari(Hafidh, 2007).

f. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang

supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan

ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior)(japardi,2004)

g. Vaskularisasi Otak

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.

Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan

membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot

didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena

tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus

cranialis(japardi,2004).

Page 24: Pkl Trauma Leily

2. ASPEK FISIOLOGIS CEDERA KEPALA

a. Tekanan intracranial

Berbagai proses pataologi pada otak dapat meningkatkan tekanan

intracranial yang selanjutnya dapat mengganggu fungsi otak yang

akhirnya berdampak buruk terhadap penderita. Tekanan intracranial yang

tinggi dapat menimbulkaan konsekwensi yang mengganggu fungsi otak.

TIK Normal kira-kira sebesar 10 mmHg, TIK lebih tinggi dari 20mmHg

dianggap tidak normal. Semakin tinggi TIK seteelah cedera kepala,

semakin buruk prognosisnya (American college of surgeon,1997)

b. Hukum Monroe-Kellie

Konsep utama Volume intrakranial adalah selalu konstan karena sifat

dasar dari tulang tengkorang yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic)

adalah sama dengan jumlah total volume komponen-komponennya yaitu

volume jaringan otak (V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan

volume darah (Vbl).

Vic = V br+ V csf + V bl (American college of surgeon,1997)

c. Tekanan Perfusi otak

Tekanan perfusi otak merupakan selisih antara tekanan arteri rata-rata

(mean arterial presure) dengan tekanan inttrakranial. Apabila nilai TPO

kurang dari 70mmHg akan memberikan prognosa yang buruk bagi

penderita.(American college of surgeon,1997)

d. Aliran darah otak (ADO)

ADO normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak permenit. Bila ADO

menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan

menghilang. Apabila ADO sebesar 5ml/100 gr/menit maka sel-sel otak

akan mengalami kematian dan kerusakan yang menetap (American

college of surgeon, 1997).

3. PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA

Page 25: Pkl Trauma Leily

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu

cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada

kepala sebagai akibat langsung dari suatu paksaan, yang dapat disebabkan

benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses

akselarasi deselarasi gerakan kepala.

Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan

contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada

tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang

berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.

Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara

mendadak dan kasar saat terjadi trauma.Perbedaan densitas antara tulang

tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan

tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi

dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada

tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup) (Japardi, 2004)

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses

patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer,

Page 26: Pkl Trauma Leily

berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia,

peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.(Japardi, 2004)

4. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis

dikenal 3 deskripsi kalsifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera

kepala, dan morfologinya.

a. Mekanisme cedera kepala

Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul

dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan

kecelakaan mobil atau motor, jatuh atau terkena pukulan benda tumpul.

Sedang cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan (Bernath,

2009).

b. Beratnya cedera

Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale adalah

sebagai berikut :

1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala

berat.

2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13

3. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15.

Glasgow

Glasgow Coma Scale nilai ai

Respon membuka mata (E)

Buka mata spontan 4

Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara 3

Buka mata bila dirangsang nyeri 2

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Page 27: Pkl Trauma Leily

Respon verbal (V)

Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5

Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang 4

Kata-kata tidak teratur 3

Suara tidak jelas 2

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Respon motorik (M)

Mengikuti perintah 6

Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan 5

Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan 4

Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal 3

Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal 2

Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi 1(Kluwer, 2009)

c. Morfologi cedera

Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi atas fraktur cranium dan

lesiintrakranial.

1. Fraktur cranium

Fraktur cranim dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat

berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fracture

dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT Scan dengan

dengan teknik bone window untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya

tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk

kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.tanda-tanda tersebut

antara lain ekimosis periorbital (raccoon eye sign), ekimosis retroauikular

(battle sign), kebocoran CSS(Rhinorrhea, otorrhea) dan paresis nervus

fasialis (Bernath, 2009)

Fraktur cranium terbuka atau komplikata mengakibatkan adanya

hubungan antara laserasi kulit kepala dan permukaan otak karena

Page 28: Pkl Trauma Leily

robeknya selaput duramater. Keadaan ini membutuhkan tindakan dengan

segera. Adanya fraktur tengkorak merupakan petunjuk bahwa benturan

yang terjadi cukup berat sehingga mengakibatkan retaknya tulang

tengkorak. Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi, lebih banyak fraktura

ditemukan bila penelitian dilakukan pada populasi yang lebih banyak

mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko

hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali

pada pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko

hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali

pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak

mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit untuk pengamatan

(Davidh, 2009)

2. Lesi Intrakranial

Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa,

walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan.Lesi fokal

termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau

hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa, secara

umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan

sensorium atau bahkan koma dalam keadaan klinis(Bernath, 2009)

a. Hematoma Epidural

Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di

ruang potensial antara tabula interna dan duramater dengan cirri

berbentuk bikonvek atau menyerupai lensa cembung.Paling sering

terletak diregio temporal atau temporoparietal dan sering akibat

robeknya pembuluh meningeal media.Perdarahan biasanya dianggap

berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada

sepertiga kasus.Kadang-kadang, hematoma epidural akibat robeknya

sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior.

Page 29: Pkl Trauma Leily

Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari

keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu

diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak segera.Bila ditindak

segera, prognosis biasanya baik karena penekan gumpalan darah yang

terjadi tidak berlangsungg lama.Keberhasilan pada penderita

pendarahan epidural berkaitan langsung denggan status neurologis

penderita sebelum pembedahan. Penderita dengan pendarahan epidural

dapat menunjukan adanya “lucid interval” yang klasik dimana

penderita yang semula mampu bicara lalu tiba-tiba meningggal (talk

and die), keputusan perlunya tindakan bedah memnang tidak mudah

dan memerlukan pendapat dari seorang ahli bedah saraf(Harga Daniel,

2009)

Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak

selalu homogeny, bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat

pada tabula interna dan mendesak ventrikel ke sisi kontralateral ( tanda

space occupying lesion ). Batas dengan corteks licin, densitas

duramater biasanya jelas, bila meragukan dapat diberikan injeksi

media kontras secara intravena sehingga tampak lebih jelas (Gazali,

2007).

Page 30: Pkl Trauma Leily

b. Hematom Subdural

Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara

duramater dan arakhnoid.SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH,

ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat.Terjadi paling

sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus

draining.

Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau

substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak (American college

of surgeon, 1997)

Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta

biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma

epidural.Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan

Page 31: Pkl Trauma Leily

operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif.Subdural hematom

terbagi menjadi akut dan kronis.

1) SDH Akut

Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle ( seperti

bulan sabit ) dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan

epidural hematom. Batas medial hematom seperti bergerigi.Adanya

hematom di daerah fissure interhemisfer dan tentorium juga

menunjukan adanya hematom subdural (Bernath, 2009).

2) SDH Kronis

Pada CT Scan terlihat adanya komplek perlekatan, transudasi,

kalsifikasi yang disebabkan oleh bermacam- macam perubahan, oleh

karenanya tidak ada pola tertentu. Pada CT Scan akan tampak area

hipodens, isodens, atau sedikit hiperdens, berbentuk bikonveks,

berbatas tegas melekat pada tabula. Jadi pada prinsipnya, gambaran

hematom subdural akut adalah hiperdens, yang semakin lama densitas

ini semakin menurun, sehingga terjadi isodens, bahkan akhirnya

menjadi hipodens (Ghazali, 2007)

c. Kontusi dan hematoma intraserebral.

Kontusi serebral murni bisanya jarang terjadi. Selanjutnya, kontusi

otak hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural akut. Majoritas

terbesar kontusi terjadi dilobus frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada

setiap tempat termasuk serebelum dan batang otak.Perbedaan antara kontusi

dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya.

Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun

menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari.

Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan

(parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio

jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di

dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis

Page 32: Pkl Trauma Leily

dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau

pada sisi lainnya (countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan sangat

bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan (Hafidh, 2007).

d. Cedera difus

Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera

akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering terjadi pada

cedera kepala. Komosio cerebri ringan adalah keadaan cedera dimana

kesadaran tetap tidak terganggu namun terjadi disfungsi neurologis yang

bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun

karena ringan kerap kali tidak diperhatikan.Bentuk yang paling ringan dari

komosio ini adalah keadaan bingguung dan disorientasi tanpa amnesia.

Sindroma ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali.cedera komosio yang

lebih berat menyebabkan keadaan binggung disertai amnesia retrograde dan

amnesia antegrad (American college of surgeon, 1997).

Komosio cerebri klasik adalah cedera yang mengakibatkan

menurunnya atau hilanggnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan

amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya

cidera. Dalam bebberapa penderita dapat timbul defisist neurologis untuk

Page 33: Pkl Trauma Leily

beberapa waktu. Defisit neurologis itu misalnya kesulitan mengingat, pusing,

mual, anosmia, dan depresi serta gejala lain. Gejala-gajala ini dikenal sebagai

sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.

Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah keadaan

diman pendeerita mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama dan

tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemik. Biasanya

penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa

waktu. Penderita sering menuunjukan gejala dekortikasi atau deserebrasi dan

bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup.

Penderita seringg menunjukan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi,

hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedeera aksonal difus

dan cedeera otak kerena hiipoksiia secara klinis tidak mudah, dan memang

dua keadaan tersebut seringg terjadi bersamaan (American college of

surgeon,1997)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Foto polos kepala

Indikasi foto polos kepala Tidak semua penderita dengan cedera

kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan

kegunaan yang sekarang makin ditinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih

dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas

kepala (dari inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal

neurologis, Gangguan kesadaran. Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi

jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi

syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos

posisi AP/lateral dan oblique.

b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)

Indikasi CT Scan adalah :

1) Nyeri kepala menetap atau muntah – muntah yang tidak menghilang

setelah pemberian obat–obatan analgesia/anti muntah.

Page 34: Pkl Trauma Leily

2) Adanya kejang – kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi

intrakranial dicebandingkan dengan kejang general.

3) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor – faktor ekstracranial telah

disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi

shock, febris, dll).

4) Adanya lateralisasi.

5) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur

depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.

6) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru

7) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.

8) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).

c. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras

radioaktif.

d. Cerebral Angiography : Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :

perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

e. Serial EEG : Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

f. X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

g. BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

h. PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

i. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan

subarachnoid.

j. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan

(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial

k. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat

peningkatan tekanan intrkranial

l. Screen Toxicologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan

penurunan

m. Kesadaran (Haryo, 2008)

Page 35: Pkl Trauma Leily

6. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan

untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta

memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu

penyembuhan sel-sel otak yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala tergantung

pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau

berat(ariwibowo, 2008).

Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam

penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway,

breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan

resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat

survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan

mencegah homeostasis otak(ariwibowo, 2008).

Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit. Indikasi

rawat antara lain:

a. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)

b. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)

c. Penurunan tingkat kesadaran

d. Nyeri kepala sedang hingga berat

e. Intoksikasi alkohol atau obat

f. Fraktura tengkorak

g. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea

h. Cedera penyerta yang jelas

i. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan

j. CT scan abnormal(Ghazali, 2007)

Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk

memberikan suasana yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan

dalam terapi ini dapat berupa pemberian cairan intravena, hiperventilasi,

Page 36: Pkl Trauma Leily

pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat dan antikonvulsan. Pada

penanganan beberapa kasus cedera kepala memerlukan tindakan operatif. Indikasi

untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan

neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan

sebagai berikut:

a. volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial

atau lebih

b. dari 20 cc di daerah infratentorial

c. kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis

d. tanda fokal neurologis semakin berat

e. terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat

f. pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm

g. terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.

h. terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scan

i. terjadi gejala akan terjadi herniasi otak

j. terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis (Bernath, 2009)

7. PROGNOSA

Apabila penanganan pasien yang mengalami cedera kepala sudah mendapat

terapi yang agresif, terutama pada anak-anak biasanya memiliki daya pemulihan

yang baik. Penderita yang berusia lanjut biasanya mempunyai kemungkinan

yang lebih rendah untuk pemulihan dari cedera kepala (American college of

surgeon,1997).

Selain itu lokasi terjadinya lesi pada bagian kepala pada saat trauma juga

sangat mempengaruhi kondisi kedepannya bagi penderita.

Page 37: Pkl Trauma Leily

DAFTAR PUSTAKA

1. Ariwibowo Haryo et all, 2008, Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah. Yogyakarta:

Pustaka Cendekia Press of Yogyakarta

2. American College of Surgeons, 1997, Advance Trauma Life Suport. United

States of America: Firs Impression

3. Bernath David, 2009, Head Injury, www.e-medicine.com

4. Boies adam., 2002, Buku Ajar Penyakit THT: Edisi 6, Jakarta: EGC.

5. Hafid A, 2007, Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua, Jong W.D. Jakarta:

penerbit buku kedokteran EGC

6. Ghazali Malueka, 2007, Radiologi Diagnostik, Yogyakarta: Pustaka

Cendekia.

7. Japardi iskandar, 2004, Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif.

Sumatra Utara: USU Press.

8. Kluwer wolters, 2009, Trauma and acute care surgery, Philadelphia: Lippicott

Williams and Wilkins