PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN BERDASARKAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/24-Laporan Akhir_AEZ_2015... · berisi jenis komoditas pertanian yang memiliki arti ... dan sebagai

Embed Size (px)

Citation preview

1

LAPORAN HASIL KEGIATAN

PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN BERDASARKAN ZONA AGRO EKOLOGI (ZAE) SKALA 1:50.000 MENDUKUNG

PEMBANGUNAN PERTANIAN DI PROVINSI ACEH

PENELITI UTAMA : Didi Darmadi, S.P., M.Si.

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTRIAN PERTANIAN

2015

i

LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul RPTP : Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan

zona agro ekologi (ZAE) skala 1:50.000 mendukung pembangunan pertanian di Provinsi Aceh

2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh.

3. Alamat Unit Kerja : Jalan P. Nyak Makam No. 27 Lampineung Banda Aceh- 23125

4 Sumber Dana : DIPA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh TA. 2015

5. Status Kegiatan (L/B) : L

6. Penanggung Jawab a. Nama : Didi Darmadi, S.P., M.Si. b. Pangkat/Golongan : Penata Muda Tk. I/ III b c. Jabatan : Penyuluh Pertama 7. Lokasi : Provinsi Aceh

8. Agroekosistem : Multiagroekosistem

9. Tahun Dimulai : 2013

10. Tahun Selesai : 2015

11. Output Tahunan : Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan Zona Agroekologi skala 1:50.000 di kabupaten di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan.

12. Output Akhir : Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan Zona Agroekologi (ZAE) skala 1:50.000 di kabupaten terpilih (Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan) lingkup Provinsi Aceh.

13. Biaya : Rp. 303.000.000,- (Tiga Ratus Tiga Juta rupiah)

Banda Aceh, 30 Desember 2015 Koordinator Program, Penanggung Jawab RPTP,

Dr. Rahman Jaya, S.Pi., M.Si. NIP. 19740305 200003 1 001

Didi Darmadi, S.P., M.Si. NIP. 19810512 200604 1 010

Mengetahui : Kepala Balai Besar

Menyetujui Kepala Balai

Dr. Ir. Abdul Basit MS NIP. 19610929 198603 1 003

Ir. Basri A. Bakar, M.Si. NIP. 19600811 198503 1 001

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Segala Puji bagi Alloh dan syukur penulis ucapkan kepada Alloh

Subhanuhu wa Taala, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan karunia-Nya penulis dan

tim mampu menyelesaikan laporan kegiatan yang berjudul Pewilayahan Komoditas

Pertanian Berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) Skala 1:50.000 Mendukung

Pembangunan Pertanian Di Provinsi Aceh. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut

Kementerian Pertanian/ Badan Litbang Pertanian dalam memperbaiki dan meningkatkan

kualitas peta AEZ skala 1: 250.000 yang sudah ada sebelumnya dan diharapkan

kedepannya ada umpan balik guna perbaikan sesuai dengan kebutuhan. Tujuan kegiatan

ini adalah menghasilkan data secara spacial yang disajikan dalam bentuk peta

pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE di kabupaten terpilih (Aceh Besar,

Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan) untuk tahun 2015. Pemanfaatan peta sebagai salah

satu dasar pertimbangan untuk pengembangan pertanian berdasarkan kesesuaian zona

agro ekologi sehingga akan meningkatkan efektivitas dan effisiensi penggunaan lahan di

kabupaten tersebut.

Dengan segala kerendahan hati, disadari bahwa laporan ini masih jauh dari

sempurna, sehingga memerlukan masukan guna perbaikannya. Penulis juga

mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu,

sehingga laporan ini dapat selesai dengan tepat waktu. Akhir kata, semoga laporan ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Banda Aceh, Desember 2015

Penulis

iv

RINGKASAN

1. Judul RPTP : Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) skala 1:50.000 mendukung pembangunan pertanian di Provinsi Aceh

2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh

3. Lokasi : Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Selatan

4. Agroekosistem : Multiagroekosistem

5. Status (L/B) : L

6. Tujuan 2015 : - Menyusun peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000 pada kawasan/distrik terpilih yang berisi jenis komoditas pertanian yang memiliki arti ekonomis dan strategis bagi wilayah secara keseluruhan dan dapat dikembangkan dalam skala luas;

- Menyusun peta rekomendasi aplikatif skala 1:50.000 kawasan distrik terpilih.

- Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah nasional yang diterbitkan Badan Litbang Pertanian atau internasional yang terakreditasi dan atau dalam seminar ilmiah.

7. Keluaran 2015 : - Peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000 pada kawasan/distrik terpilih yang berisi jenis komoditas pertanian yang memiliki arti ekonomis dan strategis bagi wilayah secara keseluruhan dan dapat dikembangkan dalam skala luas;

- Peta rekomendasi aplikatif skala 1:50.000 kawasan distrik terpilih.

- Karya tulis ilmiah yang dipublikasi

8. Hasil 2015 : Peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE skala 1:50.000 di kabupaten terpilih (Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Selatan)

9. Prakiraan Manfaat : Dimanfaatkannya potensi lahan yang produktif untuk pengembangan pertanian sesuai dengan agro ekologi dan sebagai bahan pertimbangan bagi daerah dalam pengembangan komoditas utama berdasarkan kesesuian lahan.

10. Prakiraan Dampak : Meningkatnya pengunaan lahan secara optimal sesuai dengan kaidah-kaidah kesesuaian lahan pertanian dan akan memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan produktivitas pertanian

11. Metodologi : Lokasi kegiatan di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan, dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2015. Metodologi pelaksanaan kegiatan secara garis besar mencakup beberapa tahapan, yakni: pendekatan desk study, survey lapang, dan laboratorium. Desk Study dilakukan

v

pada awal kegiatan yaitu mengumpulkan bahan-bahan pendukung seperti literatur, peta-peta pendukung, dan data sekunder lainnya. Survei lapang dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan data tanah, iklim dan sosial ekonomi. Sedangkan pendekatan yang ketiga adalah berupa analisa di laboratorium untuk penentuan analisis tanah. Tahapan selanjutnya adalah pembuatan peta pewilayahan komodits berdasarkan zona agro ekologi skala 1:50.000. Tahapan terakhir yaitu laporan pengkajian, dan Seminar Hasil.

12. Jangka Waktu : 7 (tujuh) tahun (2013-2019).

13. Biaya (TA 2015) : Rp. 303.000.000,- (Tiga Ratus Tiga Juta rupiah)

vi

SUMMARY

1. Title : Map of agricultural commodity zonation scaled 1:50.000 based on agroecological zone to support agricultural development in Aceh Province

2. Implementing Unit : Aceh Assessment Institute for Agricultural Technology

3. Location : Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya and Aceh Selatan

4. Agroecosystem : Multyagroecosystem

5. Status (N/A) : A (advance)

6. Objective 2015 : - Develop agricultural commodities zoning map scale of 1 : 50.000 in the region / district which contains the selected agricultural commodities which have economic and strategic significance for the region as a whole and can be developed on a wide scale ;

- Prepare a map on applicative scale of 1 : 50.000 was elected district area .

- To produce scientific papers can be published in a national scientific journal published IAARD or internationally accredited and or in scientific seminars.

7. Output 2015 : - Agricultural commodity zoning map scale of 1 : 50.000 in the region / district which contains the selected agricultural commodities which have economic and strategic significance for the region as a whole and can be developed on a wide scale ;

- Map of recommendation applicable scale of 1 : 50.000 was elected district area .

- Scientific paper published.

8. Outcome : Map of agricultural commodities zoning based zae scale of 1 : 50.000 in the selected districts (Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Selatan).

9. Benefit : Exploited the potential of productive land for agriculture development according to agro- ecological and as consideration for the region in the development of major commodities.

10. Impact : To development land use optimally in accordance with the rules of the agricultural land suitability and be a positive influence on increasing productivity of agriculture product.

11. Prosedure : The location of activities are in Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya and Aceh Selatan districts that will be conducted in January through December 2015. The procedures may include Methodology The implementation of activities outlined include several stages, namely : approach desk study, field survey, and laboratory. Desk Study conducted at the initial stage of collecting support materials such as literature, maps supporters, and other secondary data. Field survey was conducted in order to collect soil data, social and economic climate. While the

vii

third approach is a form of analysis in the laboratory for determination of soil analysis. The next stage is the manufacture komodits zoning map based on agro- ecological zones 1: 50,000 scale. One final stages of assessment reports, and Seminar.

12. Duration : 7 (seven) years (2013-2019).

13. Cost (TA 2015) : Rp. 303.000.000,- (Three hundred and Three millions rupiah)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN i

KATA PENGANTAR ii

RINGKASAN iii

SUMMARY v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Dasar Pertimbangan 3

1.3 Tujuan 3

1.4 Keluaran 3

II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Kerangka Teoritis 5

2.2. Hasil-Hasil Penelitian/ Pengkajian 5

III METODOLOGI 6

3.1. Pendekatan 6

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan 7

3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan 8

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14

4.1. Keadaan Umum Wilayah 14

4.2. Iklim 14

4.3. Bahan Induk, Landform dan Bentuk Wilayah 19

4.4. Tanah 20

4.5. Pewilayahan Komoditas berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE)

25

4.6. Pewilayahan Komoditas berdasarkan Evaluasi Kesesuaian Lahan

32

ix

V KESIMPULAN DAN SARAN 55

5.1. Kesimpulan 55

5.2. Saran 57

DAFTAR PUSTAKA 58

LAMPIRAN 60

LAMPIRAN 1. Tenaga dan Organisasi Pelaksanaan 60

LAMPIRAN 2. Anggaran 61

LAMPIRAN 3. Foto Kegiatan 62

x

DAFTAR TABEL

No Judul Tabel

Halaman

1 Kualitas dan Karakteristik Lahan yang digunakan dalam Evaluasi Lahan

13

2 Klasifikasi tanah di Kabupaten Aceh Besar menurut sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010)

23

3 Klasifikasi tanah di Kabupaten Aceh Selatan menurut sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010)

25

4 Klasifikasi tanah di Kabupaten Aceh Jaya menurut sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010)

25

5 Klasifikasi tanah di Kabupaten Pidie menurut sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010)

26

6 Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Aceh Besar 28 7 Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Aceh

Selatan 29

8 Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Aceh Jaya 30 9 Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Pidie 32 10 Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Padi Sawah 53

xi

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar

Halaman

1 Diagram alir penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian 7 2 Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar 16 3 Peta Administrasi Kabupaten Aceh Selatan 17 4 Peta Administrasi Kabupaten Aceh Jaya 18 5 Peta Administrasi Kabupaten Pidie 19 6 Grafik keadaan curah hujan di Kabupaten Aceh Besar 20 7 Peta Iklim Kabupaten Pidie 22 8 Peta SPT (satuan peta tanah) di Kabupaten Aceh Besar 29 9 Peta SPT (satuan peta tanah) di Kabupaten Aceh Selatan 30 10 Peta SPT (satuan peta tanah) di Kabupaten Aceh Aceh Jaya 31 11 Peta SPT (satuan peta tanah) di Kabupaten Pidie 32 12 Cara menentukan simbol zona 33 13 Cara menentukan sub zona 33 14 Aplikasi SPKL versi 1,0 34 15 Kriteria syarat tumbuh tanaman disesuaikan dengan buku evaluasi

lahan yang diterbitkan BBSDLP 34

16 Penentuan zona dengan bantuan program SPKL 35 17 Peta Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi

(ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Besar 41

18 Peta Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Selatan

42

19 Peta Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Jaya

43

20 Peta Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Pidie

44

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Lampiran

Halaman

1 Tenaga dan Organisasi pelaksana kegiatan 60 2 Anggaran kegiatan ZAE 61 3 Foto kegiatan ZAE 62

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Data dan informasi sumberdaya tanah/lahan (soil/land resources) sebagai salah

satu komponen utama sumberdaya alam mempunyai peranan yang sangat penting

dalam menunjang keberhasilan program pembangunan suatu wilayah. Dalam era

Otonomi Daerah (Otda) dan Otonomi khusus (Otsus), informasi dasar tentang

sumberdaya tanah/lahan, terutama data spasial yang meyajikan karakteristik

tanah/lahan, potensi dan tingkat kesesuaian lahan, distribusi dan luasannya sangat

dibutuhkan dalam setiap perencanaan pembangunan, khususnya di sektor pertanian

yang saat ini dititikberatkan pada sektor agribisnis dan pengembangan kawasan

agropolitan. Dengan tersedianya data dasar sumberdaya tanah yang handal dan

mutakhir pada skala yang sesuai dengan tujuan, akan memudahkan dalam

penyusunan Rencana Induk atau Master Plan untuk pengembangan wilayah.

Potensi beberapa kabupaten di Provinsi Aceh memiliki lahan yang luas. Dari

luasan ini memungkinkan untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian, seperti

tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan, karena Kabupaten Bireuen

berada pada agroekosistem dataran rendah sampai sedang. Disamping fasilitas

infrastruktur yang menunjang pembangunan pertanian, informasi detail potensi

sumberdaya, baik komoditas pertanian unggulan maupun sentra-sentra

pengembangan komoditas pertanian, sangat diperlukan dalam rangka mempercepat

laju pembangunan wilayah.

Percepatan laju pembangunan wilayah khususnya di sektor pertanian dapat

dilakukan melalui pembangunan sentra-sentra pengembangan komoditas unggulan di

wilayah-wilayah potensial yang berorientasi agribisnis menuju terbentuknya suatu

Kawasan Agropolitan. Untuk mendukung program pertanian tersebut diperlukan

informasi sumberdaya lahan. Informasi sumberdaya lahan dapat diperoleh dari

kegiatan penyusunan peta Zona Agro-Ekologi (ZAE).

Hasil analisis agroekologis sangat berguna bagi kegiatan pemeliharaan dan

mempertahankan fungsi alami dalam suatu lingkungan agroekologis. Selain itu dapat

digunakan sebagai dasar perencanaan pembangunan pertanian yang bertujuan untuk

lebih memperbesar manfaat agroekologis, baik bagi masyarakat dalam agroekologis

maupun luar wilayah agroekologis tersebut. Evaluasi lahan adalah suatu proses

2

penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu

pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan

informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian

lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu.

Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual)

atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial) (Ritung et al. 2007).

Untuk menyusun arahan penggunaan lahan dari berbagai alternatif komoditas yang

sesuai, perlu dipertimbangkan prioritas daerah dan penggunaan lahan aktual.

Dalam penyusunan kesesuaian lahan terpilih ini, untuk kelompok tanaman

pangan dan sayuran, hanya lahan-lahan yang termasuk kelas Sesuai (kelas S1 dan S2)

saja yang dipertimbangkan, sedangkan untuk tanaman perkebunan dan tanaman

buah-buahan, selain lahan yang termasuk kelas Sesuai (S1 dan S2), juga ditambah

dengan lahan yang termasuk kelas Sesuai Marginal (kelas S3).

1.2. Dasar Pertimbangan

Mendukung 4 sukses Kementerian Pertanian periode 2010-2014 yaitu

pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, peningkatan diversifikasi

pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, serta peningkatan

kesejahteraan petani perlu didukung oleh data dan informasi sumberdaya lahan yang

jelas dan akurat kehandalannya (BBSDLP, 2013). Data dan informasi sumberdaya

lahan telah tersedia pada berbagai tingkat kedetilan dan tingkat skala peta. Salah satu

kegiatan pengumpulan data dan informasi sumberdaya lahan dilakukan, yaitu

penyusunan peta Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1 : 250.000. Peta tersebut sangat

bermanfaat sebagai acuan dasar pada tingkat perencanaan regional atau nasional,

sedangkan untuk pemanfaatannya pada skala operasional perlu ditindaklanjuti dengan

skala yang lebih besar yaitu skala 1 : 50.000. Pada skala detil tersebut, penilaian

kesesuaian lahan digunakan sebagai dasar untuk menyusun peta pewilayahan

komoditas pada berbagai zone agro ekologi (BBSDLP, 2013).

Dalam rangka mendukung rencana Pembangunan Daerah di Provinsi Aceh

memberi masukan berupa pertimbangan dalam perencanaan pengembangan wilayah

berdasarkan zona agro ekologi, Kementerian Pertanian/Badan Litbang Pertanian

melalui UPT di provinsi yaitu Balai Pengkajian Teknolgi Pertanian (BPTP) Aceh

melaksanakan kegiatan pengkajian pewilayahan komoditas berdasarkan zona agro

ekologi di kabupaten terpilih yaitu Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh

Selatan). Agar mudah dipahami maka pengelompokan wilayah ini umumnya

3

diimplementasikan kedalam suatu sistem peta satuan lahan, peta kesesuaian lahan dan

peta arahan penggunaan lahan skala 1: 50.000. Berdasarkan peta-peta tersebut ini

maka hasil pengkajian paket teknologi disuatu agro-ekosistem wilayah tertentu

diharapkan akan memberikan hasil yang relatif sama bila diterapkan di wilayah lain bila

kondisi agro-ekosistemya sama sehingga dapat sebagai salah satu dasar pertimbangan

bagi penentu dan pembuat kebijakan, perencanaan, maupun pelaksanaan

pembangunan pertanian di daerah.

1.3. Tujuan

Secara garis besar kegiatan ini bertujuan untuk penyusunan peta pewilayahan

komoditas pertanian berdasarkan Zona Agroekologi (ZAE) skala 1 : 50.000 di

Kabupaten Simalungun dan Batubara. Disamping tujuan tersebut, kegiatan ini juga

berfungsi untuk:

1. Mendapatkan karakteristik potensi sumberdaya lahan skala 1:50.000 di Kabupaten

Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan.

2. Menyusun peta arahan penggunaan lahan (zona agro ekologi) skala 1:50.000

sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan pertanian di Kabupaten Aceh

Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan.

3. Menyusun basis data dan sistim informasi sumberdaya lahan menggunakan teknik

GIS di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan.

1.4. Keluaran yang Diharapkan

Tersusunnya peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan Zona

Agroekologi (ZAE) skala 1 : 50.000 di Kabupaten Simalungun dan Batubara. Keluaran

lain dari kegiatan ini adalah:

1. Tersusunnya data karakteristik potensi sumberdaya lahan skala 1:50.000 di

Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan.

2. Adanya peta arahan penggunaan lahan (zona agro ekologi) skala 1:50.000 sebagai

dasar untuk perencanaan pembangunan pertanian di Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya

dan Aceh Selatan.

3. Terhimpunnya basis data dan sistim informasi sumberdaya lahan menggunakan

teknik GIS di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

Salah satu upaya dalam meningkatkan pendapatan usahatani adalah dengan

membentuk Sentra atau Wilayah Pengembangan Agribisnis komoditas pertanian.

Dalam upaya agar wilayah pengembangan tersebut mencapai derajat kesuksesan yang

diharapkan, diperlukan sistem usahatani spesifik lokasi yang bersifat efisien,

terlanjutkan dan memiliki keunggulan komparatif dengan mempertimbangkan

ketersediaan tenaga kerja, modal dan kemampuan petani (Amien dan Karama, 1993).

Agar sistem dan juga teknologi spesifik lokasi tersebut dapat dihasilkan dengan lebih

efisien, hemat, terarah dan sesuai untuk wilayah pengembangan perlu dilakukan

zonasi agro-ekologi atau ZAE (Amien, 1996). Melalui pengenalan agro-ekologi wilayah,

sumberdaya lahan dapat dimanfaatkan secara terarah dan efisien (Puslittanak, 1993).

2.2. Hasil-hasil Penelitian / Pengkajian.

Zona agroekologi (ZAE) merupakan salah satu cara dalam menata

penggunaan lahan melalui pengelompokan wilayah berdasarkan kesamaan sifat dan

kondisi wilayah. Pengelompokan bertujuan untuk menetapkan area pertanaman dan

komoditas potensial, berskala ekonomi, dan tertata dengan baik agar diproleh system

usaha tani yang berkelanjutan. Penyusunan ZAE mengacu pada konsep system pakar

(expert system). Konsep ini mengacu pada kesesuaian antara karakteristik lahan. Iklim

dan persyaratan tumbuh tanaman (Amien 1997a). komponen utama dalam

penempatan ZAE adalah kondisi biofisik lahan (kelerengan, kedalaman tanah, dan

elevasi), iklim (curah hujan, kelembapan, dan suhu), dan persyaratan tumbuh

tanaman, agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimum. Untuk

tumbuh dan berproduksi tinggi dengan kualitas hasil yang baik, maka tanaman harus

dibudidayakan pada lingkungan yang sesuai (Amien 1994; Amien et al.1994; Subagio

et al 1995; Djaenudin 2001). Pemilihan tanaman yang sesuai untuk diusahakan pada

suatu kawasan ditentukan berdasarkan lereng, tekstur, tingkat kemasan, dan suhu

(Amien 1997a).

Konsep Zona Agroekologi (ZAE) adalah suatu penyederhanaan dan

pengelompokkan agroekosistem yang beragam dalam bentuk klasifikasi yang lebih

aplikatif (Las,. et al, 1990). Keragaman tanah dan iklim dapat dimanfaatkan sebagai

dasar pewilayahan berbagai komoditas agar dicapai tingkat produksi yang optimal dan

5

berkelanjutan. Pemetaan tanah semi detail yang dapat digambarkan pada peta skala 1:

50.000, dapat digunakan untuk perencanaan operasional penggunaan lahan di tingkat

kabupaten atau kecamatan (Soekardi, 1994).

Komponen utama penyusunan ZAE adalah faktor biofisik (tanah, dan iklim,

fisiografi dan bentuk wilayah, vegetasi dan penggunaan lahan) serta faktor ekonomi.

Faktor sosial ekononmi yang perlu dipertimbangkan dalam memasyarakatkan paket

teknologi spesifik lokasi adalah potensi tenaga kerja, beban lingkungan, komoditas

pertanian unggulan dan prasarana (Bermanakusuma, 1998).

6

III. PROSEDUR PELAKSANAAN

3.1. Pendekatan

Kegiatan Kegiatan pengkajian dilakukan melalui pendekatan desk study dan

verifikasi lapangan. Desk study menyusun peta ZAE dan menganalisis data ke dalam

Sistem Pakar (Expert System), sementara verifikasi melalui survey ke lapangan

bertujuan untuk pencocokan hasil (re-checking).

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Kegiatan pengkajian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Aceh Besar, Pidie,

Aceh Jaya dan Aceh Selatan. Pengkajian berlangsung dari bulan Januari sampai

Desember 2015. Pelaksanaan kegiatan mencakup beberapa tahap kegiatan: (a)

Persiapan (Koleksi data dan peta kerja), (b) Observasi lapangan dan Analisis Tanah,

(c) Pengolahan Data, dan (d) Pelaporan. Diagram alir penyusunan peta pewilayahan

komoditas berdasarkan sona agro ekologi (ZAE) skala 1 : 50.000 disajikan pada

Gambar 1.

7

Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian

Gambar 1. Diagram alir penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian.

3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan

3.3.1. Tempat dan Waktu Pengkajian.

Pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh

Selatan yang dimulai dari Januari hingga Desember 2015.

3.3.2. Bahan dan Alat.

Bahan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan adalah ATK

dan computer supplies, peta-peta dasar (rupa bumi, geologi, citra satelit, hutan

kesepakatan, tata guna lahan, administratif), dan bahan untuk mencetak peta

Peta Satuan Lahan

Verifikasi lapangan dan pengambilan contoh tanah

Evaluasi Lahan (S1, S2, S3, N) dan Zona

Keinginan Daerah

Spasial Urutan Komoditas Pertanian

Status Kawasan Hutan

Penggunaan Lahan

Karakteristik Sosial, Ekonomi

8

kesesuaian lahan dan pewilayahan. Alat yang digunakan untuk kegiatan diantaranya

adalah cangkul, bor, sepatu lapang, pisau, GPS dan Munsell Color Chart.

3.3.3. Metode Pelaksanaan Kegiatan.

Metode pelaksanaan kegiatan meliputi tahapan persiapan, observasi lapang,

analisis contoh tanah, pengolahan data dan pembuatan peta pewilayahan komoditas

arahan.

Tahap persiapan. Tahap persiapan meliputi studi pustaka dan pengumpulan

bahan-bahan yang relevan, berupa peta rupa bumi, peta geologi/litologi, foto udara

atau citra satelit, peta tata guna hutan kesepakatan, peta penggunaan lahan dari BPN,

peta agroklimat, data/peta penyebaran lahan pertanian (sawah, tegalan) dan data

produksi dan data lainnya. Peta dasar untuk menggambarkan peta-peta hasil

penelitian dibuat dari peta rupa bumi skala 1:50.000 yang didapatkan dari BBSDLP.

Penelitian diawali dengan penyusunan konsep peta satuan lahan (land unit)

skala 1:50.000 melalui pendekatan analisis terrain dari citra dan analisis kontur.

Analisis terrain merupakan pendekatan yang relatif paling tepat untuk melaksanakan

pemetaan sumberdaya lahan secara cepat, karena dapat menghemat waktu dan biaya

dibandingkan dengan pemetaan tanah yang standar. Analisis terrain dilakukan dari foto

udara atau citra satelit (landsat) yang didukung oleh informasi peta rupa bumi dan

peta geologi untuk mengetahui sebaran landform, relief/lereng, elevasi dan jenis

bahan induk tanah. Penarikan batas poligon sebagai dasar untuk menyusun peta

satuan lahan (land mapping unit). Peta satuan lahan hasil interpretasi foto udara dan

analisis kontur tersebut kemudian dipindahkan ke peta dasar dari peta rupa bumi skala

1:50.000 untuk selanjutnya didigitasi. Peta satuan lahan hasil digitasi selanjutnya

digunakan sebagai dasar untuk peta kerja penelitian di lapangan. Setiap satuan lahan

mempunyai karakteristik yang sama tentang satuan landform, elevasi, jenis bahan

induk, relief dan lereng serta zona agroklimat.

Observasi lapang. Pada observasi lapang dilakukan pengumpulan data

primer dan sekunder, meliputi data sumberdaya lahan, data iklim dan data sosial

ekonomi. Data sumberdaya lahan. Data sumberdaya lahan dilakukan mulai dari

pengecekan batas-batas peta satuan lahan hasil interpretasi foto udara serta

karakterisasi lahan. Perbaikan dileniasi satuan lahan dilakukan berdasarkan hasil

temuan di lapangan. Pengamatan tanah dilakukan dengan penjelajahan transek pada

setiap satuan lahan representatif, meliputi pengamatan sifat-sifat morfologi profil tanah

dan minipit serta faktor lingkungannya (lereng, keadaan batuan dipermukaan,

9

penggunaan lahan, jenis batuan induk dan lain-lain).

Pengamatan melalui profil tanah dimaksudkan untuk menetapkan klasifikasi

tanah, sedangkan pengamatan minipit, untuk mengetahui penyebaran masing-masing

jenis tanah. Pengamatan tanah mengacu pada Soil Survey Manual (Soil Survey

Division Staff, 1993). Parameter yang diamati untuk tujuan evaluasi lahan terdiri dari:

kondisi terrain (lereng, torehan, kedalaman batuan permukaan, dan kemungkinan

bahaya banjir), media perakaran (kedalaman efektif, tekstur, drainase, density dan

struktur tanah), dan beberapa sifat kimia tanah yaitu reaksi tanah, adanya bahan

sulfidik, dan kandungan bahan organik. Untuk data yang tidak bisa diamati di lapangan

yaitu sifat kimia tanah, dilakukan pengambilan contoh tanah untuk dianalisis di

laboratorium. Contoh tanah profil diambil bersamaan dengan pengamatan profil tanah,

sedangkan contoh tanah komposit diambil mengikuti yang disarankan dalam Petunjuk

Teknis Peta Pewilayahan Komoditas (BBSDLP, 2014). Jumlah contoh tanah profil akan

tergantung pada luas penyebaran dan heterogenitas tanah, sedangkan contoh tanah

komposit tergantung pada jumlah satuan peta tanah (SPT). Contoh tanah profil untuk

tujuan klasifikasi tanah diambil berdasarkan susunan horizon atau lapisan, sedang

contoh tanah komposit diambil dari tanah lapisan atas (0-30 cm) dan lapisan bawah

(30-60 cm).

Data klimatologi. Penelitian dilakukan melalui survei lapangan untuk memantau

dan mengumpulkan data dari stasiun-stasiun meteorologi/klimatologi yaitu pos

pengamatan hujan yang memenuhi syarat untuk analisis iklim. Ketersediaan data iklim

merupakan faktor utama dalam menggali informasi tentang potensi dan karateristik

iklim di suatu daerah. Pengamatan dan pengumpulan unsur cuaca/iklim dilakukan

melalui jaringan stasiun meteorologi, klimatologi/geofisika, pengamatan hujan pada

pos-pos pengamatan hujan kerjasama dengan instansi terkait.

Data sosial ekonomi. Data sosial ekonomi yang dibutuhkan pada kegiatan ini

adalah data sosek yang diperlukan untuk mengarahkan peneliti didalam mendesain

kembali komoditi anjuran pada zona tertentu. Komoditi anjuran tersebut merupakan

problem solving dan berdasarkan ruang lingkup sosek, sumberdaya yang dikuasai dan

teknologi petani.

Ruang lingkup sosek yang diperlukan antara lain: Demografi, migrasi,

aksessibilitas, peluang pasar (output, input dan tenaga kerja). Sumberdaya yang

dikuasai (lahan usaha), antara lain a) Luas lahan menurut jenis lahan (sawah, tegalan,

kebun), b) Rata-rata pemilikan menurut jenis lahan, jumlah pemilik penggarap, jumlah

10

yang tidak punya lahan, c) Rata-rata luas garapan per jenis lahan, d) Sistem garapan

yang umum dilakukan dirangking menurut (sewa/sakap/bagi hasil) masing-masing per

jenis lahan, e) Teknologi petani (Existing Teknologi), dan f) Komoditas dominan yang

diusahakan dalam tiap zone (tanaman pangan, ternak, kebun).

Analisis contoh tanah. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium. Jenis analisa

contoh tanah profil terdiri dari tekstur 3 fraksi, reaksi tanah, kandungan bahan organik,

basa-basa dapat tukar, kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa. Dalam hal khusus

dapat dianalisis pH KCl, retensi fosfat, kandungan bahan sulfidik, toksisitas Al, Fe, Na,

atau karbonat. Sedangkan jenis analisis contoh tanah komposit untuk tujuan evaluasi

lahan atau kesuburan tanah terdiri dari tekstur, reaksi tanah, kandungan bahan

organik, P dan K potensial, kapasitas tukar kation, basa-basa dapat tukar, kejenuhan

basa, aluminium, dan kandungan bahan sulfidik. Khusus untuk tanah gambut/organik

dianalisis kadar serat, kadar abu, dan kandungan bahan mineral serta susunan

kimianya. Metode analisis tanah mengacu pada buku Procedures for Soil Analysis

(ISRIC, 2002).

Pengolahan data untuk karakterisasi sumberdaya lahan. Pengolahan

data dilakukan sebelum dan sesudah ke lapangan. Kegiatan ini meliputi penyiapan data

untuk tujuan evaluasi lahan, penyusunan model, dan pelaksanaan evaluasi lahan serta

penyusunan konsep peta pewilayahan komoditas. Rangkaian kegiatan ini akan

dilaksanakan secara terkomputerisasi.

Data yang tersedia (di BBSDLP) sebagian tersedia dalam format basisdata dan

sebagian lagi masih dalam bentuk hardcopy. Basis data yang diperlukan adalah basis

data SH (Site and Horizon Database), SSA (Soil Sample Analysis Database), MU/RSS

(Mapping Unit/Reference for Soil Series Database).

Pengambilan data untuk keperluan evaluasi lahan dilakukan dengan

menggunakan program mediator yaitu SDPLE (Soil Data Processing for Land

Evaluation). Cara pengoperasian program ini tertuang dalam Technical Report. No.19

Version I. LREP II (1996). Apabila data tersedia bukan dalam bentuk basisdata, maka

untuk keperluan evaluasi lahan, data karakteristik lahan dapat dientry secara manual

dengan menggunakan program excell.

Penyusunan model evaluasi lahan. Sebelum dilaksanakan penyusunan model

evaluasi lahan, data laboratorium diolah terlebih dahulu baik untuk tujuan klasifikasi

tanah maupun perbaikan terhadap satuan peta analisis. Hal ini perlu dilakukan agar

diperoleh satuan lahan yang mempunyai sifat dan karakteristik terrain dan kimia tanah

11

yang homogen. Semakin homogen unit dasar penilaian yang disusun, maka semakin

tinggi kehandalan penyajian data spasialnya. Tanah diklasifikasikan berdasarkan Soil

Taxonomy (Soil Survey Staff, 1998), sedangkan evaluasi lahan dilakukan secara

terkomputerisasi dengan mengembangkan modul evaluasi lahan yang spesifik daerah

berdasarkan komoditasnya. Evaluasi lahan dilaksanakan dengan memanfaatkan

software Sistem Penilaian Kesesuaian Lahan (SPKL) Versi 1.0. Kriteria kesesuaian lahan

mengacu pada Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian (Djaenudin,

2001). Pemilihan komoditas pertanian akan mempertimbangkan hal-hal berikut:

komoditas unggulan daerah (Tim Badan Litbang Pertanian, 1998), kecocokan hasil

penilaian, mempunyai daya saing dan nilai ekonomis tinggi, kondisi sosial budaya

setempat, ketersediaan tenaga kerja, dan informasi dari Pemda atau BPTP setempat.

SPKL Versi 1.0 adalah program aplikasi komputer yang dikembangkan untuk

membantu pengguna untuk melakukan penilaian atau evaluasi kesesuaian lahan untuk

sektor pertanian, disamping itu dapat juga dilakukan untuk membantu dalam

penyusunan peta zona agro ekologi (ZAE). SPKL dbangun dengan paket pemrograman

dan database format MS Access 2007, oleh karena itu untuk menjalankannya

diperlukan paket aplikasi MS Access 2007 yang merupakan bagian dari paket program

MS Office. SPKL terdiri dari 2 bagian, yakni:

- File Program

Berisikan modul modul program yang berfungsi untuk menjalankan perintah

perintah tertentu yang telah didefeniskan untuk keperluan evaluasi lahan.

- File Data

Berisi defenisi data dan tabel yang akan digunakan oleh program dalam

pengelolaan data.

Pelaksanaan komputasi dilakukan dengan mengimport data SDPLE atau data

yang tersedia dalam format excell ke dalam program SPKL. Hasil evaluasi lahan untuk

masing-masing komoditas pertanian akan diperoleh secara otomatis dalam bentuk data

tabular. Verifikasi terhadap hasil komputasi dapat dilakukan secara cepat dan mudah.

Penyajian hasil evaluasi lahan dalam wujud spasial atau peta dilakukan dengan

cara mengimport data ke dalam format GIS. Penyajian peta kesesuaian lahan dapat

dibuat berdasarkan jenis komoditas pertanian dengan menggunakan program ArcGIS.

Penyusunan peta arahan penggunaan lahan. Hasil evaluasi lahan

menyajikan kelas kesesuaian lahan untuk berbagai komoditas pertanian andalan dan

terpilih. Setiap satuan lahan yang dinilai mungkin sesuai untuk lebih dari satu

12

komoditas pertanian. Oleh karena itu, untuk memilih jenis komoditas pertanian yang

akan dikembangkan disuatu wilayah, perlu dipertimbangkan beberapa hal berikut:

kelas kesesuaian lahan, komoditas andalan daerah atau terpilih, tenaga kerja, peluang

pasar, aksesibilitas, terutama sarana dan prasarana transportasi dan aspek lainnya.

Penentuan kelas kesesuaian lahan dilakukan melalui evaluasi lahan.

Evaluasi lahan dilaksanakan dengan menggunakan prinsip sistem kerangka

kerja (FAO, 1976). Kegiatan evaluasi lahan ini pada prinsipnya dilakukan dengan cara

matching, yaitu dengan cara membandingkan antara kualitas dan karakteristik lahan

dengan persyaratan tumbuh/hidup tanaman melalui suatu penyusunan model evaluasi

lahan. Kriteria persyaratan tumbuh tanaman yang digunakan berpedoman kepada

Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian (Djaenuddin et.al., 2003).

Kualitas dan karakteristik lahan yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan disajikan

pada Tabel 1.

Tanaman yang dievaluasi tingkat kesesuaian lahannya adalah komoditas

unggulan sektor tanaman pangan (padi, kedelai, jagung, kacang tanah) dan

hortikultura (semangka, cabai, durian, manggis, rambutan) di Provinsi Aceh. Untuk

penentuan pewilayahan komoditas berdasarkan parameter-parameter diatas dapat

berpedoman kepada suatu modul yang akan menghubungkan antara hasil penilaian

kesesuaian lahan, komoditas andalan dan nilai ekonominya, sehingga diperoleh

pewilayahan komoditas yang sesuai dari segi lahannya dan layak dikembangkan dari

segi sosial ekonominya.

13

Tabel 1. Kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan

Simbol Kualitas Lahan Karakteristik Lahan

tc

wa

oa

rc

nr

xc

xn

xs

eh

fh

lp

Temperatur udara Ketersediaan air Ketersediaan oksigen Media perakaran Retensi hara Toksisitas Sodisitas Bahaya sulfidik Bahaya erosi Bahaya banjir Penyiapan lahan

1. Temperatur rerata (C) atau elevasi (m) 1. Curah hujan (mm) 2. Lamanya masa kering (bulan) 3. Kelembaban udara (%) 1. Drainase 1. Drainase 2. Tekstur 3. Bahan kasar (%) 4. Kedalaman tanah (m) 5. Ketebalan gambut (m) 6. Kematangan gambut 1. KTK liat (cmolc/kg) 2. kejenuhan basa (%) 3. pH H2O 4. C- organik (%) 1. Kejenuhan aluminium (%) 2. Salinitas/DHL (ds/m) 1. Alkalinitas (%) 1. Pirit/Bahan sulfidik (%) 1. Lereng (%) 2. Bahaya erosi 1. Genangan 2. Batuan di permukaan (%) 1. Singkapan batuan (%)

Sumber: Djaenudin et al. (2003).

Validasi diperlukan untuk mengkaji ulang apakah model evaluasi lahan yang

digunakan dan peta yang dihasilkan sudah sesuai dengan kondisi spesifik daerah

penelitian. Apabila berdasarkan hasil verifikasi lapangan sudah sesuai, maka model dan

peta tersebut dianggap valid. Tetapi jika terdapat ketidak-sesuaian antara peta

pewilayahan dengan keadaan di lapangan, maka model tersebut perlu ditinjau kembali

untuk diperbaiki.

14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Wilayah

Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 50

31,2 - 50

459,007

Lintang Utara dan 950

5543,6 - 940

5950,13 Bujur Timur. Sedangkan secara

administrasi Kabupaten Aceh Besar memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Malaka, dan Kota Banda Aceh; Sebelah

Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya; Sebelah Timur : Berbatasan

dengan Kabupaten Pidie dan Sebelah Barat : Berbatasan dengan Samudera Hindia

dan Kabupaten Aceh Jaya. Kabupaten Aceh Besar memiliki luas wilayah seluas

290.350,73 Ha. Sebagian besar wilayahnya berada di daratan dan sebagian kecil

berada di kepulauan. Secara administratif Kabupaten Aceh Besar memiliki 23

kecamatan (lihat Gambar 2).

Kabupaten Aceh Selatan merupakan kabupaten yang terletak dibagian barat-

selatan Provinsi Aceh. Kabupaten Aceh Selatan dimekarkan pada tanggal 10 April 2002

resmi dimekarkan sesuai dengan UU RI Nomor 4 tahun 2002 menjadi tiga Kabupaten,

yaitu: Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Aceh

Selatan. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan

Labuhan Haji, diikuti oleh Kecamatan Kluet Utara. Sementara jumlah penduduk

tersedikit adalah Kecamatan Sawang. Sebagian penduduk terpusat di sepanjang jalan

raya pesisir dan pinggiran sungai.

Kabupaten Aceh Selatan memiliki 18 buah kecamatan yang terbentang mulai

dari Kecamatan Labuhan Haji yang berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat Daya

hingga Kecamatan Trumon Timur yang berbatasan dengan Kota Subulussalam. Pada

tahun 2010 jumlah kecamatan dalam Kabupaten Aceh Selatan adalah 16 Kecamatan.

Pada tahun 2011, 2 kecamatan di bagian timur yakni Trumon dimekarkan lagi menjadi

2 kecamatan lagi sehingga keseluruhan kecamatan dalam kabupaten sekarang ini

berjumlah 18 kecamatan. Kedelapan belas kecamatan tersebut adalah: Bakongan,

Bakongan Timur, Kluet Selatan, Kluet Tengah, Kota Bahagia, Kluet Timur, Kluet Utara,

Labuhan Haji, Labuhan Haji Barat, Meukek, Pasie Raja, Samadua, Sawang, trumon,

Trumon Timur, Trumon Tengah, Tapak Tuan, Labuhan Haji Timur. Berikut ini peta

administrasi Kabupaten Aceh Selatan, Gambar 3.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Aceh_Barat_Dayahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Aceh_Singkilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Labuhan_Haji,_Aceh_Selatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Labuhan_Haji,_Aceh_Selatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kluet_Utara,_Aceh_Selatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sawang,_Aceh_Selatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Labuhan_Haji,_Aceh_Selatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Aceh_Barat_Dayahttp://id.wikipedia.org/wiki/Trumon_Timur,_Aceh_Selatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Subulussalam

15

Kabupaten Aceh Jaya terletak pada kordinat 04022-05

016 Lintang Utara dan

95002-96

003 Bujur Timur dengan luas daerah 3.727 mm2 . Kabupaten Aceh Jaya

terbagi dalam 9 Kecamatan, 22 Mukim, 172 Desa. Batas wilayah administrasi

meliputi sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten

Pidie, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia dan Kabupaten Aceh

Barat, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh

Barat, serta sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia. Kecamatan

Sampoiniet merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah sekitar 27 persen

(1.011 Km2), sedangkan Kecamatan Panga mempunyai luas wilayah terkecil yaitu

sekitar 8 persen (307 Km2) dari wilayah kabupaten. Batas administrasi Kabupaten

Aceh Jaya dapat dilihat pada Gambar 4.

Secara geografi kecamatan-kecamatan di wiliyah Kabupaten Aceh Jaya

berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Jalur sepanjang pantai juga

merupakan tempat permukiman penduduk terpadat dibandingkan dengan daerah

pemukiman yang jauh dari pantai. Jaringan jalan yang menyusuri pinggir pantai yang

menghubungkan Banda Aceh dengan kota-kota di bagian barat dan selatan provinsi ini

menjadi faktor yang sangat mendukung bagi penduduk untuk membangun

permukiman di sepanjang pantai. Pusat- pusat perdagangan dan berbagai aktivitas

perekonomian lainnya pun pada umumnya berlokasi di kota-kota kecamatan yang

berada di sepanjang pantai wilayah ini (BPS, 2013). Peta administrasi Kabupaten Aceh

Jaya dapat dilihat pada Gambar 4.

Kabupaten Pidie terletak pada kordinat 04,300-04,60

0 Lintang Utara dan 95

002-

96003 Bujur Timur dengan luas daerah 3.082,14 km

2. Kabupaten P i d i e terbagi

dalam 2 3 Kecamatan, 94 Mukim, 732 Desa. Batas wilayah administrasi meliputi

sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan

Kabupaten Aceh Jaya, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pidie Jaya, serta

sebelah Barat berbatasan dengan Aceh Besar. Berikut ini Gambar 5, batas adminsitrasi

Kabupaten Pidie.

16

Gambar 2. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar.

17

Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Selatan.

18

Gambar 4. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Jaya.

19

Gambar 5. Peta Administrasi Kabupaten Pidie.

20

Grafik Keadaan Curah Hujan

di Kabupaten Aceh Besar tahun 2007 - 2009

0

50

100

150

200

250

300

350

Janu

ari

Febr

uari

Mar

et

April

M

ei

Juni

Juli

Agus

tus

Sept

embe

r

Oktob

er

Nov

embe

r

Des

embe

r

Bulan

Curah Hujan

(mm)

2007

2008

2009

5.2. Iklim

Iklim merupakan salah satu faktor determinan yang sangat menentukan tingkat

kesesuaian lahan, produktivitas, jenis, dan mutu produk. Setiap jenis tanaman

memerlukan unsur iklim dengan kisaran tertentu dalam setiap fase pertumbuhannya.

Pada keadaan tertentu fluktuasi unsur iklim yang ekstrim menjadi faktor pembatas

terutama pada fase kritis yang pengaruhnya sangat besar terhadap penurunan hasil

tanaman. Namun di sisi lain keragaman dan dinamika iklim dapat bermanfaat bagi

pengembangan sistem dan usaha agribisnis, terutama dalam kaitannya dengan jenis

dan mutu hasil serta periode panen.

Kabupaten Aceh Besar pada umumnya beriklim tropis dengan dua musim, yaitu

musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau berkisar antara bulan Januari -

Juni. Musim hujan, biasanya berkisar antara bulan Juli sampai Desember, dengan

curah hujan rata rata per tahun 270 mm. Tentang keadaan curah hujan di

Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada Gambar 6 (Grafik curah hujan). Suhu udara

rata-rata di Kabupaten Aceh Besar tahun 2012 adalah 25,3 0C, dengan suhu terendah

20,5 dan suhu tertinggi 32,4. Penyinaran matahari rata-rata 5,5 jam per hari dan

tingkat kelembaban udara berkisar 84%.

Sumber : Aceh Besar Dalam Angka, 2010.

Gambar 6. Grafik Keadaan Curah Hujan di Kabupaten Aceh Besar.

21

Kabupaten Aceh Besar terletak dekat dengan garis khatulistiwa, sehingga

wilayah ini tergolong beriklim tropis. Suhu udara rata-rata berkisar antara 25C - 28C.

Kabupaten Aceh Besar juga mengalami musim kemarau dan hujan. Musim kemarau

biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan September. Pada tahun 2009, Suhu

rata-rata pada periode tersebut memang relatif lebih tinggi dibandingkan periode

Oktober sampai dengan Maret. Adapun suhu maksimum adalah sebesar 34,3C pada

bulan Juni dan Juli, sedangkan suhu minimum adalah sebesar 22,2C pada bulan

Februari.

Kabupaten Aceh Selatan memiliki potensi curah hujan berkisar dari 2500-3750

mm/tahun. Curah hujan tertinggi 35003750 mm.tahun-1 terjadi di Sebelah Selatan

Kecamatan Kluet Selatan, Sebelah Selatan Kecamatan Trumon dan Trumon Timur,

sedangkan yang terendah 25002750 mm.tahun-1 terjadi di Sebelah Timur Laut

Kecamatan Trumon Timur. Sebagian besar curah hujan Kabupaten Aceh Selatan 3250

3500 mm.tahun-1 atau 54.32% luas wilayah Kabupaten Aceh Selatan dan hampir jatuh

di setiap kecamatan. Curah hujan di wilayah lumbung beras, yaitu: Kecamatan Kluet

Utara, Kecamatan Pasie Raja, dan Kecamatan Kluet Selatan berkisar antara 3250-3750

mm/tahun. Ketersediaan air yang berlimpah ini harus dapat dikelola untuk memenuhi

kebutuhan produksi pangan, terutama untuk sumber air irigasi. Hal ini didukung pula

dengan keberadaan beberapa sungai besar dan kecil yang membentuk Daerah Aliran

Sungai (DAS) di Kabupaten Aceh Selatan.

Kabupaten Aceh Jaya beriklim tropis (hangat dan lembab) dan dikenal 2 (dua)

musim, yaitu musim hujan dengan gejolak gelombang laut yang biasanya terjadi bulan

September- Februari dengan jumlah hari hujan terbesar berkisar antara 120-170 hari,

jumlah hujan rata-rata per tahun berkisar antaran 2000 - 4000 mm. Suhu rata-rata di

wilayah Kabupaten Aceh Jaya berkisar antara 25,80C 26,90C dan kelembaban antara

84-90,7 persen. Kecepatan angin maksimun berkisar antara 10 27 knot walaupun

rata-rata kecepatan angin hanya sebesar 2,8 3,7 knot. Hari hujan rata-rata perbulan

16 hari dengan rata-rata curah hujan per bulan 328,1 mm. Musim kemarau yang

biasanya berlangsung antara bulan Meret-Agustus dengan tekanan udara rata-rata

berkisar antara 260-330C pada siang hari dan 230-250 C malam hari dan kelembapan

antara 84-92 %. Kecepatan angin maksimum berkisar antara 12-15 knot walaupun

rata-rata kecepatan angin hanya sebesar 0-4 knot.

22

Kabupaten Pidie, beriklim tropis dengan dua musim yaitu kemarau dan hujan.

Suhu udara rata-rata sekitar 24 30o C. Pada tahun 2005, jumlah hari hujan adalah

115 hari, dengan curah hujan rata-rata 232,67 mm, tertinggi pada bulan desember

(614 mm) dan terendah bulan juni (52 mm) (www.pidiekab.go.id). Curah hujan rata-

rata tahunan antara 1000 2000 mm/th dengan hari hujan 114 hari/th. Peta iklim

Kabupaten dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Peta iklim Kabupaten Pidie.

http://www.pidiekab.go.id/

23

5.3. Bahan Induk dan Landform

Berdasarkan peta satuan lahan dan tanah lembar Sumatera (0421), Sumatera

(0422), skala 1 : 250 000, bahan induk dilokasi pengkajian adalah sedimen halus dan

kasar, sedimen tak dibedakan, vegetasi rendah terbuka seperti rumput, sedimen halus,

sedimen halus dan kasar tak dibedakan, Tuf dan lava intermedier dan basis, Batu

kapur lunak, Batuan sedimen kasar masam, Batuan ultramafik dan volkanik tak

dibedakan, Batu kapur, Batuan plutonik masam, Batuan volkanik dan sedimen tak

dibedakan, Batuan sedimen kasar masam dan batu kapur lunak, Tuf & lava intermedier

& basis lereng atas gunung berapi, Tuf dan lava intermedier dan basis lahar ( muda ),

Tuf dan lava intermedier dan basis lembah kaldera, Tuf dan lava intermedier dan basis

berbukit, Tuf dan lava intermedier dan basis berbukit kecil, dan Tererosi/lereng tunggal

tanpa endapan aluvial & koluvial.

Landform di wilayah Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 6 grup landform, yaitu :

Grup Aluvial (A) dengan total luas 10.098 Ha (3,50%), Grup Perbukitan (H) dengan

total luas 24.279,72 Ha (8,41%), Grup Karst (K) dengan total luas 48.023,48 Ha

(16,63%), Grup Pegunungan/ Plato (M) dengan total luas 80.034,18 Ha (27,71%),

Grup Teras Marin dengan total luas 18.171,72 Ha (6,29%), Grup Volkan (V) dengan

total luas 77.315,68 Ha (26,77%) dan Grup Aneka Bentuk (X) dengan luas 3.036,78 Ha

(1,05%). Total luas keseluruhan landform adalah 288.852,78 Ha (100%) (Gambar 8).

Grup Aluvial terbagi atas dataran banjir dari sungai bermeander (Af) dan

dataran aluvial peralihan ke marin (Au); Grup Pegunungan (M) terbagi atas

pegunungan agak tertoreh, tertoreh dan sangat tertoreh (Mab, Mg, Mk dan Muz); Grup

Volkan (V) terbagi atas Stratovolkan dan kipas volkan (Vab). Grup Marin terbagi atas

dataran pasang surut berawa dibelakang pantai dan dataran estuarin sepanjang sungai

(Bf) dan Komplek beting pasir resen berselang-seling (Bfq). Grup perbukitan terbagi

atas Perbukitan kecil dan perbukitan dgn pola random (Hab) dan Perbukitan kecil dan

perbukitan dgn pola random (Hk, Hq dan Hsz).

Klasifikasi kelerengan d i Kabupaten Aceh Besar terbagi atas kelas

kelerengan yaitu : < 2%, 2-8%, 9-15%, 16-25%, 26-40%, 41-60% dan >60%.

Berdasarkan gambaran klasifikasi kelerengan tersebut, tampak didominasi oleh lahan

berkelerengan >60% dengan luasan yang mencapai 118.520,71 Ha atau sebesar

40,82% dari total luas wilayah kabupaten.

24

Bahan induk di wilayah Kabupaten Aceh Selatan terdiri dari 14 jenis yakni

endapan halus, endapan halus dan kasar, sedimen halus, sedimen halus dan kasar

jalur meander, sedimen halus dan kasar rawa belakang, sedimen tidak dibedakan,

batuan plutonik masam, batuan metamorfik tidak dibedakan, batu kapur, batuan

sedimen halus dan kasar masam, lava intermedier dan basis, gambut ketebalan 0.5-2

m, gambut >2m, tuf masam. Untuk landformnya terdiri dari 9 grup, yakni: Grup

Alluvial (A) dengan total luas 37.223,75 Ha (8,73%), Grup Marin (B) dengan total luas

12.557,16 Ha (2,94%), Grup Kubah Gambut/Turf dengan total luas 89.476,04 Ha

(20,99%), Grup Perbukitan dengan total luas 12.685,87 Ha, (2,97%), Karst (K) dengan

luas 39.039,59 Ha (9,16%) Grup Pegunungan dengan total luas 232.298,84 Ha

(54,49%) Grup Turf Masam Toba dengan luas 48,63 Ha (0,01%), Grup Teras Marin

2.037,48 Ha dan Grup Aneka Bentuk 923,14 Ha (0,22%). Total keseluruhan untuk

keseluruhan landform adalah 426.290,50 Ha (100%) (Gambar 9).

Bahan induk di wilayah Kabupaten Aceh Jaya terdiri dari 10 jenis yakni endapan

halus dan kasar, sedimen halus, sedimen halus dan kasar jalur meander, sedimen tidak

dibedakan, batuan plutonik masam, batu kapur, batuan sedimen halus dan kasar

masam, lava intermedier dan basis, gambut ketebalan 0.5-2 m, gambut >2m.

sedangkan untuk landformnya terdiri dari 8 grup, yakni: Grup Alluvial (A) dengan total

luas 26.723,56 Ha (7,38%), Grup Marin (B) dengan total luas 15.121,30 Ha (4,18%),

Grup Kubah Gambut/Turf dengan total luas 102.321,22 Ha (28,267%), Grup

Perbukitan dengan total luas 16.072,37 Ha, (4,43%), Karst (K) dengan luas 31.361,09

Ha (8,86%) Grup Pegunungan dengan total luas 160.270,20 Ha (44,27%) Grup Turf

Masam Toba dengan luas 1748,13 Ha (0,88%), Grup Teras Marin 3.197,74 Ha dan

Grup Aneka Bentuk 5170,46 Ha (1,42%). Total keseluruhan untuk keseluruhan

landform adalah 361.986,07 Ha (100%) (Gambar 10).

Bahan induk di wilayah Kabupaten Pidie terdiri dari 19 jenis yakni Sedimen

halus dan kasar, Sedimen tidak dibedakan, Sedimen halus, lembah antar perbukitan

dan kaki lereng berombak, Lunak batuan berkapur, Batuan Sedimen kasar masam,

Batukapur, Tuf dan lava intermedier dan basis, Batuan Sedimen halus masam, Batuan

Sedimen halus dan kasar masam, Batuan plutonik masam, Batuan Lunak berkapur

lereng agak curam sampai cukup curam (

25

yakni: Grup Alluvial (A) dengan total luas 13.769 Ha (15,10%), Grup Marin (B) dengan

total luas 4401,49 Ha (1,49%), Grup Perbukitan dengan total luas 18.177,67 Ha

(6,16%), Grup Karst dengan luas 15.603,17 Ha (5,28%), Grup Pegunungan dengan

total luas 170.638,25 Ha (57,79%), Grup Dataran dengan luas 3623,58 Ha (1,23%),

Grup Teras Marin dengan total luas 10.130,50 Ha (3,43%), Grup Volkan dengan total

luas 29.165,83 Ha (9,88%) dan Grup Aneka Bentuk dengan total luas 116,16 Ha

(0,04%) (Gambar 11).

5.4. Tanah

Tanah merupakan hasil pembentukan faktor-faktor pembentuk tanah, seperti

bahan induk, iklim, topografi, waktu dan organisme. Bahan induk dan topografi

merupakan faktor pembentuk tanah dominan di daerah penelitian. Tanah yang

terbentuk bersama-sama dengan faktor iklim ikut menentukan jenis dan penyebaran

tanaman. Kedua faktor pembentuk tanah tersebut mempengaruhi sifat-sifat fisik-kimia

dan mineralogi tanah. Klasifikasi tanah yang dipergunakan adalah Soil Taxonomy (Soil

Survey Staff, 2010) dan sebagai padanan digunakan klasifikasi Pusat Penelitian Tanah

(PPT, 1983). Tanah-tanah tersebut diklasifikasikan sampai tingkat Subgrup. Klasifikasi

tanah di lapangan didasarkan pada sifat-sifat morfologi yang diamati dan disesuaikan

dengan data hasil analisis laboratorium.

Berdasarkan hasil pengamatan lapang dan analisis tanah di laboratorium,

tanah-tanah yang dijumpai di Kabupaten Aceh Besar digolongkan ke dalam 5 ordo,

yaitu: Inceptisol, Entisol, Alfisol, Oxisol dan Ultisol. Ordo tanah tersebut menurunkan

sebanyak 8 sub ordo, 11 grup tanah dan 14 sub grup tanah (Tabel 2).

Tabel 2. Klasifikasi tanah di Kabupaten Aceh Besar menurut sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010).

No Ordo Sub Ordo Grup Sub Grup

1 Inceptisol Aquepts Tropaquepts Udic Tropaquepts

Tropepts Dystropepts Aquic Dystropepts

Udic Dystropepts

Humitropepts Udic Humitropepts

Eutropepts Udic Eutropepts

Andepts Dystrandepts Udic Dystrandepts

Hydrandepts Udic Hydrandepts

2 Entisol Aquents Fluvaquents Udic Fluvaquents

Aquic Fluvaquents

Porthent Troporthents Udic Troporthents

3 Alfisol Udalfs Hapludalfs Udic Hapludalfs

4 Oxisol Udoxs Hapludoxs Udic Hapludoxs

5 Ultisol Udults Hapludult Udic Hapludults

Udic Kandiudults

26

Jenis tanah yang dijumpai di Kabupaten Aceh Selatan sebanyak dari Kabupaten

Aceh Besar, jenis tanah yang ada digolongkan ke dalam 5 ordo juga, yaitu: Inceptisol,

Entisol, Alfisol, Oxisol dan Ultisol. Ordo tanah tersebut menurunkan sebanyak 8 sub

ordo, 11 grup tanah dan 14 sub grup tanah (Tabel 3).

Tabel 3. Klasifikasi tanah di Kabupaten Aceh Selatan menurut sistem Soil Taxonomy

(Soil Survey Staff, 2010)

No Ordo Sub Ordo Grup Sub Grup

1 Inceptisol Aquepts Tropaquepts Udic Tropaquepts

Tropepts Dystropepts Aquic Dystropepts

Udic Dystropepts

Humitropepts Udic Humitropepts

Eutropepts Udic Eutropepts

Andepts Dystrandepts Udic Dystrandepts

Hydrandepts Udic Hydrandepts

2 Entisol Aquents Fluvaquents Udic Fluvaquents

Aquic Fluvaquents

Porthent Troporthents Udic Troporthents

3 Alfisol Udalfs Hapludalfs Udic Hapludalfs

4 Oxisol Udoxs Hapludoxs Udic Hapludoxs

5 Ultisol Udults Hapludult Udic Hapludults

Udic Kandiudults

Jenis tanah yang dijumpai di Kabupaten Aceh Jaya digolongkan ke dalam 4

ordo, yaitu: Inceptisol, Entisol, Alfisol dan Ultisol. Ordo tanah tersebut menurunkan

sebanyak 4 sub ordo, 8 grup tanah dan 10 sub grup tanah (Tabel 4).

Tabel 4. Klasifikasi tanah di Kabupaten Aceh Jaya menurut sistem Soil Taxonomy (Soil

Survey Staff, 2010)

No Ordo Sub Ordo Grup Sub Grup

1 Inceptisol Tropepts Eutropepts Udic Eutropepts

Aquic Eutropepts

Dystropepts Aquic Dystropepts

Udic Dystropepts

2 Entisol Aquents Fluvaquents Udic Fluvaquents

Hydraquents Aquic Hydraquents

Sulfaquents Aquic Sulfaquents

Tropaquents Aquic Tropaquents

Sarnents Tropopsarnents Aquic Tropopsarnents

3 Ultisol Udults Kandiudults Udic Kandiudults

4 Oxisol Udoxs Hapludoxs Udic Hapludoxs

27

Jenis tanah yang dijumpai di Kabupaten Pidie digolongkan ke dalam 5 ordo

saja, yaitu: Inceptisol, Entisol, Alfisol, Oxisol dan Ultisol. Ordo tanah tersebut

menurunkan sebanyak 4 sub ordo, 8 grup tanah dan 10 sub grup tanah (Tabel 5).

Tabel 5. Klasifikasi tanah di Kabupaten Pidie menurut sistem Soil Taxonomy (Soil

Survey Staff, 2010)

No Ordo Sub Ordo Grup Sub Grup

1 Inceptisol Aquepts Tropaquepts Udic Tropaquepts

Tropepts Dystropepts Aquic Dystropepts

Udic Dystropepts

Humitropepts Udic Humitropepts

Eutropepts Udic Eutropepts

Andepts Dystrandepts Udic Dystrandepts

Hydrandepts Udic Hydrandepts

2 Entisol Aquents Fluvaquents Udic Fluvaquents

Aquic Fluvaquents

Porthent Troporthents Udic Troporthents

3 Alfisol Udalfs Hapludalfs Udic Hapludalfs

4 Oxisol Udoxs Hapludoxs Udic Hapludoxs

5 Ultisol Udults Hapludult Udic Hapludults

Udic Kandiudults

5.4.1. Inceptisol

Tanah yang termasul ordo Inceptisol merupakan tanah yang muda, tetapi lebih

berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti

permulaan. Umumnya memiliki horison kambik, tanah ini belum berkembang lanjut

sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur.

5.4.2. Entisol

Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang masih sangat

muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison penciri

lain kecuali epipedon ochrik, albik dan histik.

5.4.3. Alfisol

Tanah jenis ini merupakan tanah-tanah yang terdapat penimbunan liat di

horison bawah (terdapat horison argilik) dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yakni

lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di

horison bawah ini berasal dari horison diatasnya dan tercuci ke bawah bersama

dengan gerakan air.

28

5.4.4. Oxisol

Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral

mudah lapuk. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga Kapasitas Tukar Kation

(KTK) rendah, yaitu kurangdari 16 me/100 gr liat. Banyak mengandung oksida oksida

besi atau oksida Al. Berdasarkan pengamatan di lapangan, tanah ini menunjukkan

batas-batas horision yang tidak jelas.

5.4.5. Ultisol

Tanah Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di horison

bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan

tanah kurang dari 35%.

29

Gambar 8. Peta SPT (Satuan Peta Tanah) di Kabupaten Aceh Besar.

30

Gambar 9. Peta SPT (Satuan Peta Tanah) di Kabupaten Aceh Selatan.

31

Gambar 10. Peta SPT (Satuan Peta Tanah) di Kabupaten Aceh Jaya.

32

Gambar 11. Peta SPT (Satuan Peta Tanah) di Kabupaten Pidie.

33

5.5. Pewilayahan Komoditas berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE)

Penentuan zonasi (I-VII) untuk setiap satuan tanah/lahan didasarkan pada

kelas lereng dan klasifikasi tanah, sedangkan sub zona (basah dan kering) ditentukan

oleh kelas drainase. Tahap proses zonasi secara otomatis akan dilakukan oleh program

SPKL (Sistem Penilaian Kesesuaian Lahan) versi 1.0, tahapan dan alur zonasi dapat

dilihat pada Gambar 12 dan 13. Penggunaan aplikasi SPKL dapat dilihat pada Gambar

14, 15 dan 16.

Gambar 12. Cara menentukan simbol zona

Gambar 13. Cara menentukan simbol sub zona

34

Gambar 14. Aplikasi SPKL versi 1.0.

Gambar 15. Kriteria syarat tumbuh tanaman disesuaikan dengan buku evaluasi lahan yang diterbitkan oleh BBSDLP.

35

Gambar 13. Penentuan simbol sub-zona

Gambar 16. Penentuan zona dengan bantuan program SPKL

Penyusunan Zona Agro Ekologi Kabupaten Aceh Besar, Aceh Selatan, Aceh Jaya

dan Pidie, skala 1:50.000 didasarkan kemiripan karakteristik sumberdaya lahan, yaitu:

lereng, fisiografi, drainase, dan rejim kelembaban tanah. Kemiripan karakteristik

sumberdaya lahan tersebut mencerminkan sistem pertanian yang dianjurkan dengan

alternatif pengembangan komoditas pertanian. Berdasarkan hasil analisis sumberdaya

lahan, Kabupaten Aceh Besar dikelompokkan ke dalam 3 zona yang tersebar di areal

pewilayahan komoditas pertanian, yakni:

a. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan

perkebunan (tahunan)

Dari hasil analisis program SPKL, areal pewilayahan untuk zona ini menurunkan 3

sub zona (sub grup) yakni II/Dej, III/Dej dan IV/Dfs (Tabel 6) dengan luas areal

239.782,02 Ha (83,01%). Zona ini adalah sub zona II Dej, III Dej dan IV Dfs

untuk pewilayahan di lahan kering dengan komoditas tanaman kehutanan dan

perkebunan yakni yakni: tanaman kehutanan (sengon, Jati, Jabon, Akasia),

tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, kakao, kopi).

b. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan dan

hortikultura (tahunan)

Areal pewilayahan untuk daerah yaitu sub zona III Dej yakni dengan total luas

36

wilayahnya adalah 16.533,55 Ha (5,72%). Beberapa alternatif komoditas pertanian

yang bisa digunakan untuk zona ini adalah padi sawah tadah hujan, padi gogo,

palawija, mangga, manggis.

c. Pewilayahan untuk pertanian lahan basah, tanaman pangan, dan

tanaman hortikultura (semusim)

Areal pewilayahan untuk pertanian lahan basah dan tanaman pangan merupakan

yang kedua terbesar dari rencana pewilayahan yakni 32.573,21 Ha (11,26%).

Beberapa alternatif komoditas pertanian yang bisa digunakan untuk zona ini

adalah padi sawah, padi tadah hujan, jagung, bayam, terung, kacang panjang.

Tabel 6. Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Aceh Besar.

No. Zona Alternatif Pewilayahan Komoditas Pertanian

Luas

Hektar %

1 II Dej Pertanian lahan kering, Tanaman Kehutanan, perkebunan, yakni : Sengon, Jati, Jabon, Akasia, Kakao, Kopi, Kelapa sawit,

168.052,38 58,18

2 III Dej Pertanian lahan kering, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (tahunan), yakni padi tadah hujan, padi gogo, palawija, mangga dan manggis.

16.533,55 5,72

3 IV Dfs Pertanian lahan basah, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (semusim), yakni padi, jagung, terung dan kacang panjang

32.537,21 11,26

Total 239.782,02 83,01

Hasil analisis sumberdaya lahan untuk Kabupaten Aceh Selatan sendiri

dikelompokkan ke dalam 3 zona (Tabel 7). Zona tersebut tersebar di areal pewilayahan

komoditas pertanian (yang dapat dilihat dari Tabel 3 dan Gambar 9), yakni:

a. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan

perkebunan (tahunan)

Dari hasil analisis program SPKL, areal pewilayahan untuk sub zona I Dej, II Dej

dan V Dej dengan luas areal 244.984,71 Ha (57,47%). Dominasi dari areal

pewilayahan untuk 3 sub zona ini terlihat dari kontribusi Kabupaten Selatan dalam

memproduksi pala dan merupakan sentra produksi pala di Provinsi Aceh. Adapun

alternatif pewilayahan komoditas pertanian yang dapat digunakan untuk zona ini

37

yakni: mahoni, jati, bambu, kelapa, karet, dan kakao.

b. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman tahunan, pangan,

hortikultura (semusim) dan vegetasi alami

Areal pewilayahan untuk daerah terdapat 2 sub zona yakni III Dej dan IV Dej,

dengan total luas wilayahnya adalah 78.300,82 Ha (18,37%). Beberapa alternatif

komoditas pertanian yang bisa digunakan untuk zona ini adalah pala, karet,

durian, rambutan, lengkeng, padi sawah, padi tadah hujan, cabai, kacang

panjang, terung, lamtoro, kelapa dan kelor.

c. Pewilayahan untuk pertanian lahan basah, tanaman pangan dan

vegetasi alami

Areal pewilayahan untuk daerah terdapat 1 sub zona yakni IV Dfs dengan total

luas wilayahnya adalah 99.162,61 Ha (23,26%). Beberapa alternatif komoditas

pertanian yang bisa diimplementasikan adalah kelapa, padi sawah, dan hutan

bakau.

Tabel 7. Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Aceh Selatan.

No. Zona Alternatif Pewilayahan Komoditas Pertanian

Luas

Hektar %

1 I Dej II Dej

Pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan (tahunan), yakni : pala, mahoni, jati, bambu, kelapa, karet, dan kakao.

168.052,38 58,18

2 III Dej Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman tahunan, pangan, hortikultura (semusim) dan vegetasi alami yakni padi tadah hujan, padi gogo, palawija, mangga dan manggis.

16.533,55 5,72

3 IV Dfs Pertanian lahan basah, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (semusim), yakni pala, karet, durian, rambutan, padi sawah, padi tadah hujan, cabai, kacang panjang, terung, lamtoro, kelapa dan kelor.

99.162,61 23,26

Total 442.446,14 99,11

38

Hasil analisis sumberdaya lahan untuk Kabupaten Aceh Jaya dikelompokkan ke

dalam 3 zona (Tabel 8). Zona tersebut tersebar di areal pewilayahan komoditas

pertanian, adapun pembagian zona tersebut yakni:

a. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan

perkebunan (tahunan)

Dari hasil analisis program SPKL, areal pewilayahan untuk sub zona I Dej dan II

Dej dengan luas areal 123.455,02 Ha (56,87%). Dominasi dari areal pewilayahan

untuk 2 sub zona ini terlihat dari kontribusi Kabupaten Aceh Jaya dalam

menghasilkan kayu komoditas kehutanan. Adapun alternatif pewilayahan

komoditas pertanian yang dapat digunakan untuk zona ini yakni: sengon, mahoni,

jati, kayu manis, kelapa, karet, dan kakao.

b. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan, dan

hortikultura (semusim)

Areal pewilayahan untuk daerah terdapat 2 sub zona yakni III Dej dan IV Dej,

dengan total luas wilayahnya adalah 43.421,22 Ha (38,12%). Beberapa alternatif

komoditas pertanian yang bisa digunakan untuk zona ini adalah pala, karet,

durian, rambutan, langsat, padi sawah, padi tadah hujan, cabai, kacang panjang,

kelapa.

c. Pewilayahan untuk pertanian lahan basah, tanaman pangan dan

vegetasi alami

Areal pewilayahan untuk daerah terdapat 1 sub zona yakni IV Wej dengan total

luas wilayahnya adalah 899,04 Ha (3,6%). Beberapa alternatif komoditas

pertanian yang bisa diimplementasikan adalah kelapa, padi sawah, dan hutan

bakau.

Tabel 8. Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Aceh Jaya.

No. Zona Alternatif Pewilayahan Komoditas Pertanian

Luas

Hektar %

1 I Dej II Dej

Pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan (tahunan), yakni : pala, sengon, mahoni, jati, kayu manis, kelapa, karet, dan kakao.

123.455,02 56,87

2 III Dej IV Dej

Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan, tanaman

43.421,22 38,12

39

tahunan/semusim yakni padi tadah hujan, padi gogo, palawija, mangga dan manggis, cabai, terung.

3 IV Wej Pertanian lahan basah, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (semusim) dan vegetasi alami, yakni kelapa, Kakao dan Hutan bakau.

889,04 3,60

Total 167.765,24 89,15

Hasil analisis sumberdaya lahan untuk Kabupaten Pidie dikelompokkan ke

dalam 3 zona (Tabel 9). Zona tersebut tersebar di areal pewilayahan komoditas

pertanian, dengan total luas wilayah 333.317,41 Ha (99,96%) yakni:

a. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan

perkebunan dan vegetasi alami

Dari hasil analisis program SPKL, areal pewilayahan untuk sub zona I Dej dan II

Dej dengan luas areal 199.804,08 Ha (67,67%). Dominasi dari areal pewilayahan

untuk 2 sub zona ini terlihat dari kontribusi Kabupaten Selatan dalam

memproduksi pala dan merupakan sentra produksi pala di Provinsi Aceh. Adapun

alternatif pewilayahan komoditas pertanian yang dapat digunakan untuk zona ini

yakni: mahoni, jati, bambu, kelapa, karet, dan kakao.

b. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan dan

hortikultura (buah-buahan)

Areal pewilayahan untuk daerah terdapat 2 sub zona yakni III Dej dan IV Dej,

dengan total luas wilayahnya adalah 80.799,01 Ha (23,76%). Beberapa alternatif

komoditas pertanian yang bisa digunakan untuk zona ini adalah padi gogo, padi

tadah hujan, palawija, jeruk, magga, rambutan, durian.

c. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan dan

hortikultura (semusim)

Areal pewilayahan untuk daerah terdapat 2 sub zona yakni IV Dfs dan VI Dfs

dengan total luas wilayahnya adalah 4.531,99 Ha (4,92%). Beberapa alternatif

komoditas pertanian yang bisa diimplementasikan adalah padi sawah, jagung,

kedelai, Bayam, Kacang Panjang, Terung, Cabai.

40

Tabel 9. Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Pidie.

No. Zona Alternatif Pewilayahan Komoditas Pertanian

Luas

Hektar %

1 I Dej II Dej

Pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan (tahunan), yakni : Sengon, mahoni, jati, bambu, kayu manis, kelapa, karet, dan kakao.

199.804,08 67,67

2 III Dej IV Dej

Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan dan hortikultura (buah-buahan) yakni padi gogo, padi tadah hujan, palawija, jeruk, magga, rambutan, durian, manggis.

80.799,01 27,36

3 IV Dfs VI Dfs

Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan dan hortikultura (semusim) yakni padi sawah, jagung, kedelai, Bayam, Kacang Panjang, Terung, Cabai.

14.531,99 4,92

Total 333.317,41 99,96

41

Gambar 17. Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Besar

42

Gambar 18. Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Selatan.

43

Gambar 19. Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Jaya

44

Gambar 20. Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) di Kabupaten Pidie.

52

5.6. Pewilayahan Komoditas Unggulan berdasarkan Evaluasi Kesesuaian

Lahan

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa dalam menentukan sebaran komoditas

unggulan untuk masing-masing Kabupaten Simalungun dan Batubara pengkajian ini

berpedoman pada metode Location Quotient (LQ) dengan menggunakan data

sekunder. Hal ini tentu saja berguna dalam menganalisa komoditas unggulan pada

level kecamatan di kabupaten tersebut.

5.6.1. Komoditas unggulan tanaman pangan

Hasil analisis terhadap komoditas tanaman pangan untuk Kabupaten Aceh

Besar, Aceh Selatan, Aceh Jaya dan Pidie dilakukan terhadap produk pertanian: padi

sawah, padi ladang, jagung, kacang tanah, kacang hijau dan kedelai. Dengan mengacu

pada nilai LQ>1 maka jagung merupakan komoditas paling unggul karena sebaran

produksi yang memiliki nilai LQ>1 paling banyak yaitu meliputi 18 kecamatan,

kemudian diikuti oleh komoditi padi sawah dan ubi kayu yang tersebar di 14

kecamatan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa terdapat 2 kecamatan yang

memiliki nilai LQ>1 untuk komoditas tanaman pangan yang paling banyak (5 jenis).

Dengan kriteria bahwa nilai LQ terbesar merupakan komoditas paling unggul, maka

diperoleh komoditas unggulan tanaman pangan di setiap kecamatan, yakni: Padi

Sawah nilai LQ = 9,76, Padi Ladang nilai LQ = 4,72, Jagung nilai LQ = 6,10, Ubi Kayu

nilai LQ = 4,35, Kacang Tanah nilai LQ = 8,79, Kacang Hijau nilai LQ = 4,10, Kedelai

nilai LQ = 1,25.

Dengan mengacu pada nilai LQ>1 maka padi sawah merupakan komoditas

paling unggul karena sebaran produksi yang memiliki nilai LQ>1 dan paling tinggi

nilainya yakni 9,76 paling banyak di Kabupaten Besar yaitu meliputi 12 kecamatan,

kemudian diikuti oleh komoditi kacang tanah (8,79), Jagung (6,10), Padi ladang (4,72),

Ubi kayu (4,35), kacang hijau (4,10) dan yang terakhir kedelai dengan nilai LQ

terendah yakni 1,25. Berdasarkan wawancara dengan petani dan pedagang di

lapangan bahwa petani mulai ragu dalam mengusahakan tanaman kedelai karena

banyak permasalahan mulai dari akan menanam yaitu ketersediaan benih yang sulit

dan setelah panen harga jual kedelai yang sangat filuktuatif.

5.6.4. Evaluasi kesesuaian lahan untuk padi sawah

Satuan peta tanah yang dihasilkan dari penelitian di lapangan merupakan

bahan yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian kesesuaian lahan beberapa

komoditas untuk lokasi Kabupaten Aceh Besar, Aceh Selatan, Aceh Jaya dan Pidie. Sifat

53

karakteristik tanah dan faktor lingkungan dievaluasi tingkat kesesuaian lahannya.

Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan secara manual dengan membandingkan

(matching), antara karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman. Pedoman

kriteria persyaratan tumbuh tanaman berpedoman pada Petunjuk Teknis Evaluasi

Lahan Untuk Komoditas Pertanian Edisi Revisi (Balai Besar Litbang Sumberdaya lahan

Pertanian, 2011). Kesesuaian fisik merupakan evaluasi lahan yang didasarkan sifat

biofisik, artinya kualitas tanah yang terdapat pada unit agroekologi dievaluasi

berdasarkan persyaratan tumbuh tanaman pada masing-masing komoditas tanaman.

Tabel 10. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Padi Sawah

Sumber: Petunujk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian, 2011

Kelas kesesuaian lahan fisik masing-masing komoditas pada setiap unit

agroekologi dikelompokan berdasarkan kelas dan subkelas. Klasifikasi kesesuaian lahan

dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu: sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai

54

marjinal (S3), tidak sesuai (N). Pada tingkat subkelas dicantumkan faktor pembatas/

penghambat bagi pertumbuhan tanaman, ditulis dengan simbol yang diletakkan

setelah simbol kelas kesesuaian lahannya. Sebagai contoh: S2(tc,nr), yaitu lahan cukup

sesuai dengan faktor pembatas/penghambat adalah temperatur dan unsur hara

(kesuburan tanah).

Dari hasil analisis kesesuaian lahan untuk tanaman padi di Kabupaten Aceh

Besar melalui program SPKL, diperoleh 3 kelas yakni S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai

marginal) dan N (tidak sesuai). Pada lahan yang cukup sesuai (S2) terdapat beberapa

faktor pembatas untuk pertumbuhan dan perkembangan padi yakni: media perakaran

(rc), ketersediaan air (wa), retensi hara (nr), dan bahaya erosi (eh) dengan total luas

50.202 Ha (11,42%). Sebagian besar areal termasuk dalam kelas S3 dengan beberapa

faktor pembatas diantaranya adalah: media perakaran (rc), ketersediaan air (wa),

retensi hara (nr) dan bahaya erosi (eh) dengan total luas 280.652 Ha (63,82%).

Terdapat 151.192 Ha (22,80%) wilayah yang tidak sesuai untuk ditanami padi sawah

di Kabupaten Aceh Besar.

5.6.5. Evaluasi kesesuaian lahan untuk jagung

Hasil analisis menunjukkan bahwa kesesuaian lahan untuk jagung di Kabupaten

Aceh Besar terdiri dari 3 kelas yakni S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marginal) dan N

(tidak sesuai). Pada lahan yang cukup sesuai (S2) terdapat beberapa faktor pembatas

untuk pertumbuhan dan perkembangan padi yakni: temperatur (tc), retensi hara (nr),

dan bahaya erosi (eh) dengan total luas 165.311 Ha (37,60%). Sebagian besar areal

termasuk dalam kelas S3 dengan beberapa faktor pembatas diantaranya adalah:

temperatur (tc), media perakaran (rc), retensi hara (nr) dan bahaya erosi (eh) dengan

total luas 238.834 Ha (54,31%). Terdapat 26.952 Ha (6,13%) wilayah yang tidak

sesuai untuk ditanami jagung di Kabupaten Aceh Besar.

Evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman jagung di Kabupaten Aceh Selatan

juga dilakukan melalui SPKL dimana diperoleh lahan yang tergolong kelas S2 seluas

74.965 Ha (82,25%) dengan beberapa faktor pembatas yakni: suhu (tc), media

perakaran (rc), hara tersedia (na), retensi hara (nr) dan bahaya erosi (eh). Sedangkan

untuk areal kelas S3 terdapat seluas 6.554 Ha (7,20%) dengan faktor pembatas antara

lain: temperatur (tc), media perakaran (rc), retensi hara (nr) (lihat Gambar 14).

Terdapat 8.698 Ha (9,54% dari luas wilayah) termasuk dalam kelas N (tidak sesuai)

untuk ditanami jagung karena faktor pembatas media perakaran (rc).

55

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Terdapat 6 jenis landform di Kab. Aceh Besar Landform di wilayah Kabupaten

Aceh Besar terdiri dari 6 grup landform, yaitu : Grup Aluvial (A), Grup

Perbukitan (H), Grup Karst (K), Grup Pegunungan/ Plato (M), Grup Teras

Marin, Grup Volkan (V) dan Grup Aneka Bentuk (X). Total luas keseluruhan

landform adalah 288.852,78 Ha.

2. Landform Kabupaten Aceh Selatan terdiri dari 9 grup, yakni: Grup Alluvial (A),

Grup Marin (B), Grup Kubah Gambut/Turf, Grup Perbukitan, Karst (K), Grup

Pegunungan, Grup Turf Masam Toba, Grup Teras Marin dan Grup Aneka

Bentuk. Total keseluruhan untuk keseluruhan landform adalah 426.290,50 Ha.

3. Landform Kabupaten Aceh Jaya terdiri dari 8 grup, yakni: Grup Alluvial (A),

Grup Marin (B), Grup Kubah Gambut/Turf, Grup Perbukitan, Karst (K), Grup

Pegunungan, Grup Turf Masam Toba, Grup Teras Marin dan Grup Aneka

Bentuk. Total keseluruhan untuk keseluruhan landform adalah 361.986,07 Ha.

4. Landform Kabupaten Pidie landformnya terdiri dari 9 grup, yakni: Grup Alluvial

(A), Grup Marin (B), Grup Perbukitan, Grup Karst, Grup Pegunungan, Grup

Dataran, Grup Teras Marin, Grup Volkan dan Grup Aneka Bentuk.

5. Berdasarkan analisis lereng dan elevasi, Satuan Peta Tanah (SPT) untuk Kab.

Aceh Besar berkembang menjadi 144 jenis, Aceh Selatan 184, Aceh Jaya 130

jenis, Pidie 224 jenis SPT.

6. Aceh Besar, 3 sub zona yakni ; (i) Pewilayahan untuk pertanian lahan kering,

tanaman kehutanan dan perkebunan (tahunan), (ii) Pewilayahan untuk

pertanian lahan kering, tanaman pangan dan hortikultura (tahunan), sub zona

III Dej yakni dengan total luas wilayahnya adalah 16.533,55 Ha (5,72%), dan

(iii) Pewilayahan untuk pertanian lahan basah, tanaman pangan, dan tanaman

hortikultura (semusim) komoditas pertanian yang bisa digunakan untuk zona ini

adalah padi sawah, padi tadah hujan, jagung, bayam, terung, kacang panjang.

7. Aceh Selatan. (i) Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman

kehutanan dan perkebunan (tahunan), dominasi dari areal pewilayahan untuk 3

sub zona ini terlihat dari kontribusi Kabupaten Selatan dalam memproduksi pala

dan merupakan sentra produksi pala di Provinsi Aceh, (ii) Pewilayahan untuk

56

pertanian lahan kering, tanaman tahunan, pangan, hortikultura (semusim) dan

vegetasi alami, areal pewilayahan untuk daerah terdapat 2 sub zona yakni III

Dej dan IV Dej, (iii) Pewilayahan untuk pertanian lahan basah, tanaman pangan

dan vegetasi alami. Beberapa alternatif komoditas pertanian yang bisa

diimplementasikan adalah kelapa, padi sawah, dan hutan bakau.

8. Kabupaten Aceh Jaya dikelompokkan ke dalam 3 zona yakni (i) Pewilayahan

untuk pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan (tahunan),

alternatif pewilayahan komoditas pertanian yang dapat digunakan untuk zona

ini yakni: sengon, mahoni, jati, kayu manis, kelapa, karet, dan kakao, (ii)

Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan, dan hortikultura

(semusim), Beberapa alternatif komoditas pertanian yang bisa digunakan untuk

zona ini adalah pala, karet, durian, rambutan, langsat, padi sawah, padi tadah

hujan, cabai, kacang panjang, kelapa, (iii) Pewilayahan untuk pertanian lahan

basah, tanaman pangan dan vegetasi alami, Alternatif komoditas pertanian

yang bisa diimplementasikan adalah kelapa, padi sawah, dan hutan bakau.

9. Kabupaten Pidie terdapat 3 zona dengan total luas wilayah 333.317,41 Ha

(99,96%) yakni: (i) Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman

kehutanan dan perkebunan dan vegetasi alami, Adapun alternatif pewilayahan

komoditas pertanian yang dapat digunakan untuk zona ini yakni: mahoni, jati,

bambu, kelapa, karet, dan kakao, (ii) Pewilayahan untuk pertanian lahan

kering, tanaman pangan dan hortikultura (buah-buahan), alternatif komoditas

pertanian yang bisa digunakan untuk zona ini adalah padi gogo, padi tadah

hujan, palawija, jeruk, magga, rambutan, durian, (iii) Pewilayahan untuk

pertanian lahan kering, tanaman pangan dan hortikultura (semusim), alternatif

komoditas pertanian yang bisa diimplementasikan adalah padi sawah, jagung,

kedelai, Bayam, Kacang Panjang, Terung, Cabai.

10. Hasil analisis kesesuaian lahan menunjukkan bahwa wilayah kabupaten

didominasi oleh kelas S2 dan S3 dengan faktor pembatas media perakaran (rc),

retensi hara (nr) dan bahaya erosi (eh).

11. Dalam mencapai ketepatan pengembangan komoditas unggulan pertanian,

diperlukan adanya penataan wilayah dengan memperhatikan potensi wilayah

yang dimiliki oleh masing-masing kabupaten, dimana hasil analisis kesesuaian

lahan dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam mengambil

kebijakan pengembangan lahan pertanian.

57

6.2. Saran

1. Informasi dan kerjasama dengan Pemerintah Daerah merupakan hal yang

utama untuk mendapatkan data sekunder maupun primer sebagai data

dukung dalam penyelesaian pemetaan komoditas.

2. Untuk ketepatan hasil pemetaan perlu dilakukan validasi bersama antara

BPTP, BBSDLP sebagai pembimbing dalam pengerjaan peta, Perguruan Tinggi

setempat dan Bappeda baik Provinsi maupun kabupaten, sehingga hasil yang

didapat dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan daerah yang

dipetakan.

58

DAFTAR PUSTAKA

Amien, L.I. 1994. Agroekologi dan alternative pengembangan pertanian di Sumatra. Jurnal penelitian dan pengembangan Pertanian 13 (1): 1-8

Amien, L.I.,H. Sosiawan, dan E. Sisanti. 1994. Agroekologi dan alternative

pengembangan pertanian di Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Prosiding Temu Konsultasi sumber daya lahan untuk pengembangan kawasan timur. Pusat penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Hlm. 239-264.

Amien , L.I. 1997a. Karakteristik dan Analisis Zona Agroekologi. Makalah disampaikan

pada Apresiasi Metodologi Analisis Zona Agroekologi untuk pengembangan sumber daya lahan pertanian. Kerja sama universitas udayana dan ARMP II-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Amien, L.I. 1997b. Karakteristik dan Analisis Zona Agroekologi untuk Pengembangan

Sumber Daya Lahan Pertanian. Pusat Penelitian tanah dan Agroklimat, Bogor. Amien, L.I. 1997a. Karakteristik dan Analisis Zona Agroekologi. Makalah disampaikan

pada Apresiasi Metodologi Analisis Zona Agroekologi untuk pengembangan sumber daya lahan pertanian. Kerja sama universitas udayana dan ARMP II-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

BBSDLP. 2013. Petunjuk Teknis Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian

Berdasarkan AEZ Pada Skala 1 : 50.000 dalam Rangka Pendampingan Litkaji Pemetaan Sumberdaya Lahan.

Bermanakusuma, R. 1998. agroecological zone report. Penyusunan Indikator Ekonomi

pada Peta Zona Agroekologi.agency for Agricultural Research and Development Jakarta.

Djaenudin, D. 2001. Pendekatan Pewilayahan Komoditas Pertanian dalam

Menyongsong Otonomi Daerah. Menteri Pelatihan penyusunan Peta Pewilayah Komoditas Balai pengkajian teknologi pertanian makasar, 5-9 Juni 2001

Hidayat, A. Dan A. Mulyani. 1999. Potensi sumber daya lahan untuk pengembangan

komoditas penghasil devisa. Hlm. 135-154 dalam Seminar Nasional Sumberdaya tanah, Iklim, dan Pupuk. Makalah Utama. Lido-Bogor, 6-8 desember 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Ibrahim T.M., T. Marbun, E. Romjali, A.D. Harahap, A. Batubara, Nieldalina, S.

Simatupang, A.J. Harahap, M.A. Girsang, J. Sianipar, E. Sihite, M.l. Fadly dan Karmini.1999. Sistem Pertanian dan Alternatif Komoditas Pertanian Arahan Berdasarkan Agroekologi di Sumatera Utara. JPPTP 1(2) : 81-94

KEPAS,(Kelompok Peneliti yhAgroekosistem). 1985. The Critical Uplands of Eastern

Java: An Agro-Ecosystems Analysis, Agency for Agricultural Research and Development, Republic of Indonesia.

59

Marwan, H., D. Djaenudin, Subagyo, H., S. Hardjowigeno, dan E.R. Jordens. 1998. Petunjuk Teknis pengoperasian program Automated Land Evaluation System (ALES). Puslittanak, Badan Litbang Pertanian, Bogo