118

PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

Windy Zamrudy SigitUdjiana

Page 2: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI
Page 3: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

ii

Petunjuk Praktikum Korosi

Petunjuk Praktikum Korosi

Penulis:

Windi Zamrudy Sigit Udjiana

Penerbit:

Polinema Press

Page 4: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

iii

Petunjuk Praktikum Korosi

PETUNJUK

PRAKTIKUM KOROSI

Hak Cipta © Windi Zamrudy

Hak Cipta © Sigit Udjiana

Hak Terbit pada POLINEMA PRESS

Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang

Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141

Telp. (0341) 404424, 404425

Fax. (0341) 404420

UPT. Percetakan dan Penerbitan

Gedung AU ground floor

[email protected]

www.polinemapress.org

press.polinema.ac.id

Anggota APPTI (Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia) no.

207/KTA/2016

Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) no. 177/JTI/2017

Cetakan Pertama, Juli 2021

ISBN : 978-623-6562-97-0

viii; 85 hlm.; 15,5 x 23 cm

Setting & Layout : Putra Fanda Hita

Cover Design : Putra Fanda Hita

Penyunting : Abd. Muqit

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini

dalam bentuk dan dengan cara apapun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari

penerbit. Pengutipan harap menyebutkan sumber.

Page 5: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

iv

Petunjuk Praktikum Korosi

Sanksi Pelanggaran Pasal 113

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

Tentang Hak Cipta

1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk

Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling

lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000

(seratus juta rupiah).

2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau

pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan

pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling

banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau

pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan

pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling

banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling

banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Page 6: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

v

Petunjuk Praktikum Korosi

PRAKATA

Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadlirat Tuhan Yang Maha

Pengasih lagi Maha Penyayang, yang tiada henti melimpahkan rahmat

serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan buku

“Petunjuk Praktikum Korosi”. Dengan waktu yang singkat penulis

berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya, namun masih

dirasakan banyak kekurangan dan belum dapat memenuhi harapan para

pembaca buku ini.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: Bapak Drs. Awan

Setiawan, MM., selaku Direktur Politeknik Negeri Malang, Bapak Ervan

Rohadi, ST., M. Eng., Ph.D. selaku Kepala UPT P2M, dan semua pihak

yang memberi dorongan dan semangat dalam penyelesaian buku ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan model pembelajaran ini masih

sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran penyempurnaan

buku model pembelajaran ini disambut dengan senang hati dan rasa

terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga buku model pembelajaran ini

dapat menjadi sumbangsih yang bermanfaat baik untuk pribadi penulis

maupun untuk Politeknik Negeri Malang.

Penyusun

September, 2021

Page 7: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

vi

Petunjuk Praktikum Korosi

KATA PENGANTAR

Korosi sebagai bagian dari salah satu disiplin ilmu kimia harus

diketahui oleh masyarakat sehingga dapat mengamankan material

besi itu dari perkaratan untuk menghindari kerusakan lebih cepat.

Disiplin ilmu ini tentu saja wajib dipelajari oleh mahasiswa

khususnya pada jurusan teknik kimia untuk memberikan

perlindungan terhadap benda berbahan besi sebagai keahliannya.

Korosi adalah kerusakan atau kehancuran material akibat adanya

reaksi kimia disekitar lingkungannya. Secara umum korosi dapat

dibedakan menjadi korosi basah dan korosi kering. Korosi

disebabkan adanya faktor kimia fisika, metarulgi, elektrokimia dan

termodinamika. Menurut Manurung (2016: 74), bahwa Korosi

dibagi ke dalam 8 kategori: korosi umum, korosi galvanik, korosi

celah, korosi sumur, korosi batas butir, korosi selektif, korosi erosi,

dan korosi tegangan.

Modul Kuliah ”Pengetahuan dan Pengendalian Korosi” yang

ditulis oleh saudara Drs. S. Sigit Udjiana, MSi., dari JurusanTeknik

Kimia Politeknik Negeri Malang ini secara umum dapat memberi

pencerahan bagi masyarakat dalam mengenali lingkungan sehari-

hari yang selalu bersentuhan dan mengunakan material dari bahan

besi. Istilah korosi yang dikenal oleh masyarakat awam disebut

sebagai perkaratan yang banyak terjadi pada logam besi ternyata

tidak terjadi begitu saja melainkan berproses sesuai dengan keadaan

lingkungan sekitar.

Penulis buku ini berharap mahasiswa dapat mengetahui

tentang: (1) jenis korosi ditinjau dari berbagai klasifikasinya; (2)

memahami proses terjadinya korosi ditinjau dari Ilmu Kimia

sekaligus dapat mengendalikan korosi secara kimia; (3) dapat

melakukan pengujian laju korosi dengan metode kehilangan berat;

(4) memahami dan mampu menjelaskan empat prinsip dasar

perlindungan tehadap korosi, yaitu perencanaan/ pemilihan bahan,

proteksi katodik, coating dan inhibisi.

Page 8: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

vii

Petunjuk Praktikum Korosi

Konten buku ini baru sebagian kecil dari disiplin ilmu yang

dikehendaki dan pembahasannya disesuaikan dengan silabus

pembelajaran secara bertahap. Namun sebagai modul pembelajaran,

saya menyatakan buku ini sangat praktis untuk dijadikan rujukan

dalam mempelajari korosi bagi mahasiswa. Pembahsannya selain

bersifat teoritis juga dilengkapi dengan praktikum penggunaan

inhibitor dalam proteksi korosi logam dan praktikum proteksi

katodik untuk membuktikan kegunaannya. Dengan kelengkapan

antara teori dan praktikum ini, mahasiswa dapat mengetahui secara

praktis proses korosi untuk dijadikan bahan pencerahan bagi

masyarakat sekitar dalam mengurangi korosi untuk menyelamatkan

kerusakan dan kebahayaan yang lebih besar akibat korosi. Salamat

membaca, menyimak dan mempraktikkan.

Bogor, 20 September 2021

Asessor/Editor/Trainer/Penulis,

Dr. H. Abdu Rahmat Rosyadi, S.H., M.H

Nomor Pokok Asessor:

Page 9: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

viii

Petunjuk Praktikum Korosi

DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................ i

Prakata .................................................................................................... v

Daftar Isi ................................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

BAB II JENIS JENIS KOROSI .......................................................... 12

BAB III ILMU KIMIA KOROSI ........................................................ 33

BAB IV PENGUKURAN LAJU KOROSI ......................................... 59

BAB V METODE PENGENDALIAN KOROSI ............................... 73

Page 10: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 1

BAB I PENDAHULUAN

Kompetensi Umum:

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa dapat mengetahui adanya

bahaya korosi, memahami dasar teori terjadinya korosi, arti penting

dilakukannya pengendalian korosi, mengetahui berbagai metode

pengendalian korosi dan dapat melakukan simulasi laboratorium tentang

cara-cara pengendalian korosi.

Kompetensi Khusus:

Setelah memperlajari bagian ini mahasiswa mengetahui arti korosi dan

bahaya serta kerugian yang dapat timbul jika terjadi kegagalan akibat

korosi

Diskripsi:

Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan dasar pengetahuan kepada

mahasiswa tentang korosi secara umum, bahaya dan kerugian yang

timbul akibat korosi, teori kimia tentang terjadinya korosi, cara

menghitung laju korosi, dan berbagai metode pengendalian korosi.

1.1 Bahan Teknik

Material teknik adalah semua bahan yang digunakan untuk membangun

struktur seperti bangunan rumah, pabrik, perkantoran, pertokoan,

jembatan; juga untuk membangun instalasi seperti: sistem pipa penyediaan

air minum, pipa minyak, dan juga untuk membuat peralatan. Material

teknik dibagi menjadi beberapa golongan.

1) Logam.

Logam dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu: baja dan non baja

(1) Baja merupakan material teknik yang berbasis besi: Ada

beberapa jenis baja, antara lain baja karbon dan baja tahan

karat (stainless steel)

Page 11: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 2

(2) Non baja: terdiri bahan-bahan logam lain yang berbasis

aluminum, tembaga, nikel dan sebagainya.

2) Keramik

pengertian keramik terbaru mencakup semua bahan bukan logam dan

anorganik yang berbentuk padat.

Keramik adalah produk yang terbuat dari bahan galian anorganik non-

logam yang telah mengalami proses panas yang tinggi. Bahan jadinya

mempunyai struktur kristalin dan non-kristalin atau campuran dari

padanya" (Praptopo Sumitro, dkk, 1984:15).

Termasuk dalam golongan keramik adalah: porselain, terakota, batu

bata, genting, semen, batu kali, pasir dan semua bahan yang berasal

dari mineral.

3) Polimer

Merupakan bahan organik yang berantai molekul panjang. Di bagi

menjadi dua kelompok yaitu:

1) Polimer alam : polimer yang tersedia secara alami di alam.

Contoh: karet alam (dari monomer-monomer 2-

metil-1,3-butadiena/isoprena), selulosa (dari

monomer-monomer glukosa), protein (dari

monomer-monomer asam amino), amilum.

2) Polimer sintetik: polimer buatan hasil sintetis indukstri/pabrikan.

Contoh: nilon (dari asam adipat dengan

heksametilena), PVC (dari vinil klorida),

polietilena, poliester (dari diasil klorida dengan

alkanadiol),PS (polisterina), PET (Polietilin

Terephthalat).

4) Komposit

Komposit adalah suatu material yang terdiri dari campuran atau

kombinasi dua atau lebih material baik secara mikro atau makro,

dimana sifat material yang tersebut berbeda bentuk dan komposisi

kimia dari zat asalnya (Smith, 1996).

Menurut definisi

• Komposit adalah struktur yang dibuat dari bahan-bahan yang

berbeda-beda, ciri-cirinya pun tetap terbawa setelah

komponen terbentuk sepenuhnya.

Page 12: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 3

• Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua

atau lebih material sehingga dihasilkan material

komposit yang mempunyai sifat mekanik dan

karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya.

(1) Komposit adalah bahan teknik yang merupakan gabungan

beberapa bahan dasar tersebut di atas.

(2) Partikel board merupakan komposit yang tersusun atas potongan-

potongan kayu dan lem. Keduanya adalah polimer.

(3) Atap fiber merupakan gabungan antara serat-serat kaca dan resin.

(4) Tiang beton atau kolom beton bertulang merupakan komposit

yang tersusun atas baja dan keramik.

Gambar 1.1 Klasifikasi Material Teknik

MATERIAL TEKNIK

LOGAM KERAMIK POLIMER KOMPOSIT

BA

JA

NO

N B

AJA

AL

AM

BU

AT

AN

Semua bahan dari

mineral: Porselain,

bata,genting, batu

kali, semen, pasir

Gabungan dari

beberapa bahan

logam, keramik

dan polimer

Page 13: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 4

1.2. Pengertian Korosi

Korosi didefinisikan sebagai penurunan kualitas atau kerusakan material

teknik, khususnya logam akibat berinteraksi dengan lingkungan. Memang

istilah korosi sering kali diartikan sebagai kerusakan logam. Istilah lain

dari korosi antara lain, karatan, teyeng; dan dalam bahasa Inggris sering

disebut sebagai stain, atau rust, selain istilah corrosion sendiri. Tetapi

kerusakan material akibat interaksinya dengan lingkungan tidak hanya

dialami oleh logam, melainkan semua material dapat mengalami kerusakan

karena berinteraksi dengan lingkungan.

Gambar 1.2 Arca dan bangunan dari batu (keramik) rusak karena

lingkungan

Gambar 1.3 Kerusakan pada ban (polimer alam)

Korosi merupakan peristiwa alam yang pasti terjadi dan tidak dapat

dicegah. Semua jenis bahan pasti akan mengalami kerusakan, karena

dalam waktu yang lama, atau bisa saja lebih singkat ‘termakan’ oleh usia.

Istilah yang biasa diucapkan oleh orang kebanyakan itu sebenarnya

mengandung pengertian bahwa kerusakan merupakan interaksi dengan

Page 14: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 5

lingkungan, dan orang hanya menunggu waktu saja sampai benda yang

rusak itu sudah benar-benar tidak tidak bisa digunakan lagi.

Gambar 1.4 Korosi pada logam

Kerusakan logam, secara kimia merupakan akibat reaksi oksidasi oleh

lingkungan. Berbagai macam bentuk oksidasi bisa terjadi terhadap baja.

Fe + H2O → Fe(OH)2 + H2

Fe + H+ → Fe2+ + H2

Fe + O2 → FeO

Polimer dapat mengalami kerusakan akibat adanya sinar ultra violet dari

matahari yang mendegradasi molekul-molekul.

Keramik, yang pada dasarnya batu mengalami kerusakan akibat adanya

hujan asam

CaCO3 + H+ + CO2 → Ca(HCO3)2 larut

Upaya orang, baik dengan pendekatan sain maupun teknologi tidak mampu

mencegah terjadinya korosi tetapi bermaksud agar usia benda dapat

diperpanjang dengan menghambat proses kerusakan karena korosi.

1.3. Contoh-contoh kasus korosi

Mengapa korosi harus dihambat? Istilah lain yang lebih populer untuk kata

‘dihambat’ adalah ‘dikendalikan. Manusia tidak mungkin dapat melawan

kodrat alam, mencegah kerusakan. Sebagaimana manusia dapat mati

karena fungsi yang mendukung kehidupan menjadi semakin lemah, dan

akhirnya hilang sama sekali, demikian juga barang-barang hasil rekayasa

manusia, juga akan berakhir masa pakainya. Apa bila peralatan yang sudah

Page 15: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 6

mengalami penurunan kualitas melampaui batas yang diijinkan, maka akan

dapat menimbulkan bahaya, jika dipaksakan untuk dioperasikan terus.

Beberapa catatan kecelakaan telah terjadi akibat korosi. Gagalnya fungsi

kendali, roda pendarat, robeknya dinding, semuanya tjadi karena umur

pesawat yang sudah melampaui umur aman, sehingga proses korosi juga

sudah terlampau parah. Dinding atas (atap) pesawat Boeing 737-200 Aloha

Airline, flight 243, yang mengalami korosi lelah (fatigue corrosion) setelah

terbang 89.090 kali, lepas ketika pesawat itu terbang pada ketinggian

24000 kaki, pada 28 April 1988 (www.aloha.net)

Gambar 1.5 Aloha Airline lepas atapnya ketika sedang terbang 24.000

kaki

Papan luncur Wahana Atlantis Taman Impian Jaya Ancol yang runtuh

akibat korosi semen pada tanggal 25 September 2011

Jembatan Kartanegara Kutai runtuh pada tanggal 26 Nopember 2011

akibat korosi, dan menewaskan 20 orang

Sepanjang tahun 2013 ini pemerintah kota Malang, yang dibantu pihak

polisi lalu lintas mengambil kebijaksanaan pemakaian jembatan rangka

baja Sukarno-Hatta Malang, yang ditengarai mengalami pelemahan daya

dukung karena salah satu tali baja pengikatnya putus, akibat korosi.

Page 16: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 7

Gambar 1.6 Reruntuhan wahana Atlantis Jaya Ancol

Gambar 1.7 Jembatan Kutai Kartanegara Roboh, 26 Nopember 2011

Sebagai gambaran untuk pembanding, kerugian finansial akibat

korosi di Amerika adalah sebagai berikut:

o kerusakan akibat semua jenis korosi di beberapa negara negara

industri mencapai 3-5 % dari Gross National Product (GNP)

o Untuk semua sektor industri total biayanya adalah $ 82.5 miliar

di tahun 1975 dan $ 296.0 miliar di tahun 1995

o Dari total biaya yang harus dikeluarkan akibat korosi tersebut

beberapa porsi yang cukup signifikan dapat dihindari

(avoidable) apabila langkah-langkah pengendalian dilakukan

secara baik. Biaya ekonomi yang disebabkan oleh korosi di USA

untuk tahun 1975 dan 1995 dibeberapa sektor ditunjukkan pada

tabel berikut ini:

Page 17: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 8

Tabel 1. Pemborosan biaya Industri akibat korosi di Amerika

Industri

Biaya dalam miliar dolar

(kurs tahun 1995)

1975 1995

Kendaraan bemotor

Total

Dapat dihindari (Avoidable)

Persentase, %

31.4

23.1

73

94.0

65.0

69

Pesawat terbang

Total

Dapat dihindari (Avoidable)

Persentase,%

3.0

0.6

20

13.0

3.0

23

Industri-industri lainnya

Total

Dapat dihindari (Avoidable)

Prosentase,%

47.6

9.3

19

189.0

36.0

19

Semua Industri

Total

Dapat dihindari (Avoidable)

Persentase,%

82.5

33.0

40

296

104

35

Sumber: Bambang Widyanto, 2003

Kesimpulan: korosi adalah proses dan peristiwa yang dapat

mengakibatkan bahaya, dan jika dibiarkan dapat menimbulkan kerugian

yang besar kepada berbagai fihak.

1.4. Rangkuman

Tanya-1 : Apakah korosi itu?

Jawab-1

: Korosi adalah proses penurunan kualititas bahan teknik

akibat berinteraksi dengan lingkungan.

T-2 : Apakah yang dimaksud dengan bahan teknik

J-2 : Bahan teknik adalah semua jenis bahan yang

digunakan untuk membangun struktur (bangunan),

instalasi dan membuat peralatan

Page 18: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 9

T-3 : Apa sajakah yang termasuk bahan teknik?

J-3 : Yang termasuk bahan teknik dapat diklasifikasikan

dalam 4 (empat) kelompok yaitu: (1) Logam, (2)

polimer, (3) keramik dan (3)komposit.

T-4 : Apakah yang dimaksud dengan penurunan kualitas?

J-4 : Yang dimaksud dengan penurunan kualitas akibat

korosi antara lain

1. perubahan penampilan

2. penipisan

3. Pembentukan retakan

4. penurunan daya dukung

T-5 : Apakah peristiwa korosi dialami oleh semua jenis

bahan?

J-5 : Ya, semua jenis bahan dapat mengalami korosi

Logam mengalami korosi dengan reaksi oksidasi

Polimer mengalami degradasi molekul oleh sinar UV

Keramik mengalami pengikisan oleh adanya hujan

asam

T-6 : Apakah korosi dapat dicegah sama sekali?

J-6 : Tidak, karena korosi pasti akan terjadi dan tidak dapat

dicegah, karena semua benda di dunia ini akan

mengalami kerusakan.

Yang dapat dilakukan adalah mengendalikan korosi

agar proses kerusakan berjalan lebih lambat, sehingga

umur alat menjadi lebih panjang.

T-7 : Mengapa korosi harus dikendalikan?

J-7 : Karena korosi dapat menimbulkan kerugian dan

membahayakan jiwa.

T-8 : Apa sajakah bahaya korosi

Page 19: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 10

J-8 : Korosi dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan

kegagalan proses

Keduanya disebut kegagalan akibat korosi.

T-9 : Apa sajakah bentuk kerugian karena adanya kegagalan

akibat korosi?

J-9 : Kerugian karena adanya kegagalan akibat korosi bisa

berupa yang bersifat ekonomis dan yang bersifat non

ekonomis

T-10 : Apakah yang tergolong kerugian ekonomis:

J-10 : Yang tergolong kerugian ekonomis,

Alat yang rusak harus diganti: berarti membeli alat

baru – biaya pemasangan alat.

Selama alat belum terpasang : kegiatan produksi

terhenti, tidak berproduksi berarti tidak pemasukan.

Sementara itu banyak karyawan yang terpaksa dinon

aktifkan karena tidak ada pekerjaan.

T-11 : Apa sajakah yang tergolong kerugian non ekonomis

J-11 : Yang tergolong kerugian non ekonomis adalah

Hilangnya nyawa karyawan yang mengalami

kecelakaan (meninggal)

Karyawan cacat tetap, hilangnya kepercayaan rekan

bisnis.

T-12 : Siapa sajakah yang dirugikan jika terjadi kegagalan

akibat korosi?

J-12 : Fihak manajemen, karyawan, rekan bisnis, konsumen,

dan masyarakat.

T-13 : Adakah contoh kegagalan akibat korosi

J-13 : Ada, banyak sekali. Di tingkat dunia ada peristiwa

meledaknya Reaktor nuklir Chernobyl Ukrania,

meledaknya pabrik kimia Union Carbide India, di

Indonesia runtuhnya wahana Atlantik Jaya Ancol,

Jebolnya atap KRL Jabotabek, ambrolnya jembatan

Page 20: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 11

Kartanegara di Kutai, Gejala melemahnya Jembatan

rangka baja Sukarno-Hatta Malang.

Tugas:

Mencari artikel tentang peristiwa kegagalan akibat korosi. Waktu

kejadian tidak boleh lebih dari dua tahun terakhir, dari sumber yang

alamatnya jelas, dan dapat diakses dengan mudah. Dikumpulkan minggu

depan berupa hard copy dan soft copy.

Page 21: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 12

BAB II JENIS-JENIS KOROSI

Kompetensi Khusus:

Setelah memperlajari bagian ini mahasiswa mengetahui berbagai jenis

korosi ditinjau dari berbagai cara klasifikasinya.

2.1 Hakikat Pembelajaran

Korosi merupakan peristiwa yang pasti terjadi, peristiwa yang tidak

mungkin bisa dihindari. Setiap material akan mengalami penurunan

kualitas. Logam apapun pasti akan mengalami oksidasi. Perhiasan dari

emas yang tergolong logam mulia tidak selamanya mengkilap. Pada saat

tertentu perlu dipoles untuk menyingkirkan oksida yang menutupi kilau

emas itu. Baja konstruksi tidak akan bertahan lama kalau terhadap bahan

itu tidak diperlakukan apa-apa untuk menghambat korosi. Pasangan batu

pada bangunan-bangunan, demikian juga batu-batu yang terpasang pada

candi-candi dan kuil-kuil suatu saat juga perlu direnovasi. Interaksi dengan

lingkungan selalu akan menyebabkan penurunan kualitas bahan. Jadi

korosi merupakan suatu peristiwa yang tidak mungkin dapat dicegah.

Upaya untuk mengatasi korosi yang dapat dilakukan hanyalah upaya untuk

menghambat agar laju korosi tidak terlalu tinggi, dan pada saat yang sudah

diperhitungkan sebelumnya, upaya untuk menghambat laju korosi itu tidak

diperlukan lagi karena material itu sudah harus diganti karena proses

korosi yang berjalan meskipun lambat telah menyebabkan material

konstruksi telah melampaui batas amannya.

Di samping faktor lingkungan, ketahanan suatu material terhadap

korosi juga dipengaruhi atau didukung oleh faktor-faktor lain seperti: jenis

material, beban kerja, temperatur kerja, dan waktu (umur) alat. Jenis-jenis

korosi dapat digolongkan berdasarkan beberapa tinjauan:

2.2. Klasifikasi Lingkungan

2.2.1 Korosi basah / aqueous corrosion atau wet corrosion

Adalah korosi yang terjadi di dalam lingkungan air atau larutan. Ada

beberapa jenis lingkungan air antara lain: air sungai, air rawa, air

limbah, air laut, dan lain-lain. Korosi yang terjadi pada logam yang

tertanam di dalam tanah atau lumpur tergolong korosi basah.

Korosifitas atau tingkat kemampuan menyebabkan korosi lingkungan

air sangat tergantung dari kadungan bahan yang terlarut di dalam air:

Bahan-bahan yang sangat dominan sebagai penyebab korosi logam

Page 22: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 13

antara lain: ion hidrogen atau tingkat keasaman, atau konsentrasi H+

yang dapat dideteksi dengan Ph, oksigen, dan klor.

Gambar 2.1Korosi basah pada dinding bagian dalam pipa air

pendingin

2.2.2 Korosi atmosferik / atmospheric corrosion

Lingkungan atmosferik merupakan campuran fasa gas dan uap air.

Keadaan atmosfer dalam hubungannya dengan pengaruhnya terhadap

proses korosi tidak lepas dari keadaan lingkungan di bawah dan di

sekitar atmosfer itu. Hal ini disebabkan karena setiap lingkungan

menghasilkan pencemaran / emisi gas ke udara yang berbeda-beda.

Berdasarkan lingkungannya ini ada beberapa penggolongan atmosfer

antara lain:

• atmosfer pegunungan

• atmosfer pemukiman penduduk kota

• atmosfer daerah industri

• atmosfer lautan.

Page 23: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 14

Gambar 2.2 Korosi atmosferik pada alat katrol

Kemungkinan juga terjadi kombinasi lingkungan yang dapat

memperparah pengaruh lingkungan tersebut terhadap terjadinya korosi

di atmosfer. Udara di daerah industri yang berada dipinggir pantai

merupakan udara yang paling korosif (dapat menyebabkan terjadinya

korosi). Contoh kota industri yang berada di pinggir pantai adalah Kota

Gresik. Di kota ini terdapat banayk pabrik, diantaranya dua Pabrik

Kimia terbesar di Jawa Timur yaitu: “Petrokimia” dan “Semen Gresik”

2.2.3 Korosi kering / dry corrosion

Proses korosi ini terjadi pada daerah yang tidak mungkin terdapat fasa

air. Daerah yang memungkinkan terjadinya korosi kering misalnya:

dapur ketel uap bertekanan rendah (saturated steam boiler, 120 -

150oC) cerobong asap, dan kenalpot. Pada daerah ini korosi terjadi

karena reaksi oksidasi.

Gambar 2.3 Korosi kering

Page 24: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 15

2.2.4 Korosi temperatur tinggi / High Temperatur Corrosion

Korosi temperatur tinggi terjadi pada temperatur di atas 500oC. Daerah

yang temperaturnya di atas 500 oC antara lain pada dapur super heated

boiler (ketel bertekanan tinggi), reaktor nuklir dan lain-lain. Pada

daerah ini bahan terkorosi karena mengalami reaksi-reaksi oksidasi,

sulfidasi, karburasi (reaksi dengan karbon) dan nitridasi.

Gambar 2.4 Korosi Temperatur Tinggi

2.3. Klasifikasi Beban Kerja

Jenis-jenis korosi berikut ini merupakan jenis-jenis korosi yang

terjadinya tetap disebabkan oleh karena pengaruh lingkungan.

Beban kerja yang diterima secara terus menerus akan

meningkatkan laju korosi dan menga-rahkan kepada bentuk

kerusakan yang kasat mata.

2.3.1 Korosi Tegang atau Stress Corrosion Cracking (SCC)

Visualisasi SCC berupa retakan pada bagian ujung tekukan

logam. Korosi ini terjadi pada material logam yang mengalami

pembebanan statis secara terus menerus, misalnya pada bagian-

bagian pelat logam yang ditekuk 180o atau yang biasa disebut U-

bend. Logam-logam murni bersifat relatif lebih tahan terhadap

SCC. Agar laju korosi dapat dihambat pada permukaan logam

harus terdapat lapisan (film) pasif oksida. Adanya spesi-spesi

terlarut akan membantu terjadinya SCC. Sebagai contoh

stainless steel rentan terhadap larutan klorida panas, kuningan

rentan terhadap larutan amonia, dan baja karbon rentan terhadap

larutan-larutan nitrat.

Page 25: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 16

Gambar 2.5 Korosi Stress (SCC)

2.3.2 Korosi Lelah atau Corrosion Fatigue Cracking

Korosi terjadi pada bagian-bagian dari mesin yang mengalami

pembebanan siklis kontinyu. Pada kendaraan bagian ini misalnya

adalah velg roda, shockbreaker, sayap pesawat terbang. Sebagian

kecelakaan pesawat terbang disebabkan oleh karena bagian tersebut

telah mengalami korosi lanjut dan melampaui batas aman. Pada bagian

patahan meninggalkan jejak yang berupa garis pantai atau beach mark.

Gambar 2.6 Korosi lelah (CFC)

Page 26: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 17

(a) (b)

Gambar 2.7 (a) “Garis pantai” pada patahan, dan (b) struktur

mikroskopis korosi lelah

Kerentanan dan laju terjadinya retak-lelah tanpa korosi kimia biasanya

akan meningkat dengan adanya lingkungan yang korosif.

Korosi Lelah /fatigue dapat dicegah dengan cara :

Menggunakan inhibitor

Memilih bahan yang tepat atau memilih bahan yang kuat

korosi.

2.4. Klasifikasi Bentuk Kerusakan

2.4.1 Korosi merata / uniform corrosion

Kerusakan logam berupa penipisan diseluruh permukaan logam secara

merata diseluruh permukaan. Korosi jenis terjadi karena dua faktor yaitu:

faktor kerataan pemaparan dan faktor metalurgi (homogenitas paduan

logam).

Gambar 2.8 Skema Korosi merata atau uniform corrosion

Page 27: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 18

Gambar 2.9 Korosi merata pada tiang baja

Korosi atmosferik dan baja media asam merupakan korosi yang lajunya

merata di seluruh permukaan. Ditinjau dari pandangan teknis, sehubungan

dengan kepentingan perancangan dan perawatan alat, korosi merata

merupakan korosi yang lebih diharapkan (ingat korosi adalah proses yang

tidak dapat dicegah!), karena merupakan jenis korosi yang predictable.

2.4.2 Korosi Galvanis / Galvanic corrosion

Pada sambungan logam-logam dari jenis yang berbeda sering kali salah

satu logam akan mengalami korosi lebih parah sementara logam

pasangannya terproteksi. Hal ini terjadi karena dua jenis logam apa saja

yang berada di dalam media korosif akan membentuk Sel Galvanis, suatu

sistem sel pembangkit tegangan yang terjadi apabila dua jenis logam

berbeda berada dalam suatu larutan elektrolit.

Dalam sistem sel ini logam yang lebih aktif akan mengalami oksidasi, dan

logam yang lebih mulia (nobel) akan terlindungi dari proses korosi.

Deret Galvanis adalah deret keaktivan relatif logam-logam, yang

susunannya mirip dengan Deret Volta.

Logam lebih nobel logam lebih

aktif

Gambar 2.10 Skema Korosi Galvanis

Page 28: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 19

Gambar 2.11 Korosi Galvanis pada sambungan pipa dari bahan logam

yang berbeda

Metode-metode pengendalian yang dilakukan dalam korosi ini adalah:

menekan terjadinya reaksi kimia atau elektrokimianya seperti

reaksi anoda dan katoda

mengisolasi logam dari lingkungannya

mengurangi ion hidrogen di dalam lingkungan yang di kenal

dengan mineralisasi

mengurangi oksigen yang larut dalam air (dissolved oxygen)

mencegah kontak dari dua material yang tidak sejenis

memilih logam-logam yang memiliki unsur-unsur yang

berdekatan

mencegah celah atau menutup celah

mengadakan proteksi katodik, dengan menempelkan anoda umpan

(SACP).

Page 29: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 20

Tabel 2.1 Deret Galvanis dalam Air laut

Katodik (nobel)

platina

emas

grafit

titanium

perak

zirkon

AISI Tipe 316, 317 stainless steels (passive)

AISI Tipe 304 stainless steel (passive)

AISI Tipe 430 stainless steel (passive)

Nikel (passive)

Tembaga-nikel (70-30)

Perunggu

Tembaga

Kuningan

Kuningan laut

Timah

Timbal

AISI Tipe 316, 317 stainless steels (active)

AISI Tipe 304 stainless steel (active)

Besi cor

Baja atau besi

Paduan Al 2024

Kadmium

Paduan Al 1100

Seng

Magnesium dan paduan magnesium

anodik (aktif)

2.4.3 Korosi celah / Crevice Corrosion

Korosi tehadap suatu paduan logam sering kali terjadi lebih cepat apabila

paduan itu berada pada celah-celah sempit yang terbentuk karena kontak

antar material. Material pertama adalah logam yang mengalami korosi,

sedangkan material kedua, bisa jadi berupa baut pengikat yang berasal

dari jenis logam yang sama atau berbeda, atau bisa berupa

kotoran/endapan lumpur dan pasir, atau bisa juga sekat-sekat atau

Page 30: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 21

packing dari bahan non-logam. Korosi pada celah ini disebabkan karena

adanya air hujan dan embun yang terjebak, sementara ditempat lain yang

lebih terbuka air hujan dan embun dapat langsung mengalir lepas. Proses

korosi pada celah yang terbentuk dari logam-logam yang berbeda akan

lebih cepat karena didukung juga oleh adanya efek galvanis.

Gambar 2.12 Skema Korosi celah Gambar 2.13 Korosi Celah yang

terjadi antara klem logam dan pipa pvc

Cara pengendalian korosi celah adalah sebagai berikut:

hindari pemakaian sambungan paku keeling atau baut,

gunakan sambungan las.

gunakan gasket non absorbing.

usahakan menghindari daerah dengan aliran udara.

dikeringkan bagian yang basah

dibersihkan kotoran yang ada

Page 31: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 22

2.4.4 Korosi sumuran /Pitting corrosion

Serangan terlokalisir yang terjadi pada permukaan yang secara umum

mempunyai ketahanan tinggi terhadap korosi akan menghasilkan

korosi yang berbentuk sumuran. Bentuk sumuran itu bervariasi, bisa

berbentuk lubang dalam atau deep, (1), lubang dangkal atau shallow,

(2), lubang berongga atau undercut, (3).

Page 32: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 23

Gambar 2.14 Bentuk-bentuk korosi sumuran.

(a) (b)

(c)

Gambar 2.15 (a) Tampak permukaan, (b) gambar mikroskopis korosi

sumuran, dan (c) mekanisme pitting corrosion

Sumuran yang terbentuk akan menyebabkan terjadinya korosi celah

dalam stainless steel karena sumuran itu sendiri merupakan celah yang

dapat menghalangi transportasi larutan antara bagian luar sumuran dan

bagian dalam yang bersifat sebagai anoda karena larutannya banyak

mengandung ion klorida.

Korosi sumuran merupakan korosi yang paling berbahaya karena

ukuran sumuran yang sangat kecil seringkali tidak kasat mata, sampai

Page 33: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 24

keadaan terkorosi diketahui setelah terjadi suatu kegagalan berupa

kebocoran atau kecelakaan kerja lainnya karena daya dukung yang

sudah berada jauh di bawah batas aman.

Metode pengendalian korosi sumuran adalah sebagai berikut:

Hindari permukaan logam dari goresan.

Perhalus permukaan logam.

Menghindari komposisi material dari berbagai jenis logam.

2.4.5 Retakan karena Pengaruh Lingkungan/ Environmentally

Induced Cracking

Terjadinya retakan rapuh pada paduan logam yang berada dalam

lingkungan yang menyebabkan sangat sedikit korosi merata disebut

sebagai Environmentally Induced Cracking (EIC),

Tiga korosi yang saling berhubungan tetapi menyebabkan tipe

kegagalan yang sangat berbeda-beda dan termasuk dalam EIC antara

lain:

Stress Corrosion Cracking (SCC),

Corrosion Fatigue Cracking (CFC) dan

Hydrogen Induced Cracking (HIC).

SCC dan CFC termasuk juga korosi yang disebabkan oleh adanya

pengaruh beban kerja. Istilah-istilah lain untuk HIC:

hydrogen embrittlement (penggetasan hidrogen),

hydrogen assisted cracking (retakan yang dibantu

hidrogen),

hydrogen stress cracking (retakan karena tekanan hidrogen).

Mekanisme SCC: terjadi akibat adanya hubungan dari 3 faktor

komponen, yaitu (1) bahan rentan terhadap korosi, (2) adanya larutan

elektrolit (lingkungan) dan (3) adanya tegangan.

Sebagai contoh:

tembaga dan paduan rentan terhadap senyawa amonia,

baja ringan rentan terhadap larutan alkali, dan

baja tahan karat rentan terhadap klorida.

Page 34: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 25

HIC disebabkan oleh difusi hidrogen ke dalam kisi-kisi paduan. Ini

terjadi ketika berlangsung reaksi evolusi hidrogen,

2H+ + 2e- → H2 (1)

yang menghasilkan atom-atom hidrogen pada permukaan logam

selama proses korosi kimia, elektroplating, pembersihan permukaan

logam menggunakan asam (pickling), juga pada proteksi katodik.

Meskipun sering kali SCC menunjukkan adanya banyak

percabangan retakan, tetapi semua jenis retakan menunjukkan

penampakan yang sangat mirip antara satu dengan lainnya.

Pengaruh polarisasi katoda, dimana logam dibanjiri elektron

sehingga menjadi kurang aktif, retakan HIC justru akan mengalami

percepatan laju sementara SCC dan CFC mengalami perlambatan.

HIC pada umumnya mendominasi retakan SCC pada:

baja karbon rendah,

baja stainless,

paduan Aluminium, dan

paduan Titanium yang terlah mendapat perlakuan panas atau

pekerjaan dingin yang mendekati kekuatan penuh.

Beberapa pabrik pesawat terbang dan pesawat ruang angkasa telah

melakukan penelitian secara ekstensif dan menyimpulkan bahwa

HIC juga memberikan kontribusi untuk menghilangkan umur lelah

(fatigue life) pada paduan-paduan berkekuatan tinggi tersebut.

Cara pengendalian korosi tegangan adalah:

turunkan besarnya tegangan

turunkan tegangan sisa termal

kurangi beban luar atau perbesar area potongan

penggunaan inhibitor.

2.4.6 Kerusakan oleh Hidrogen

Terjadinya retakan HIC dan penurunan duktilitas (sifat dapat bentuk)

oleh hidrogen berkadar rendah dapat dikembalikan sampai beberapa

tingkat jika hidrogen dibiarkan lepas dengan cara peningkatan

temperatur. Jika kadar hidrogen lebih tinggi, kerusakan yang

ditimbul-kannya bersifat irreversibel.

Page 35: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 26

Serangan hidrogen adalah reaksi antara hidrogen dengan

senyawa-senyawa karbida dalam baja membentuk gas metan.

Proses yang disebut dekarburasi ini akan menghasilkan voids atau

lubang-lobang kosongan dalam baja, dan surface blister yaitu

permukaan logam yang melepuh atau retakan hidrogen akan menjadi

jelas jika hidrogen internal yang mengisi void meletus ke

permukaan.

surface blister

voids

Gambar 2.16 Skema Kerusakan oleh hidrogen (HIC)

Void terbentuk jika atom-atom hidrogen bermigrasi dari permukaan

masuk dan mengisi internal defect (cacat dalam), dimana gas hidrogen

akan mengalami nukleasi dan menghasilkan tekanan dalam yang cukup

untuk menyebabkan deformasi dan perpecahan lokal dari logam.

Gambar 2.17 Korosi Hydrogen Damage Corrosion / Hydrogen Induced

Cracking

Pembentukan hidrida dapat menyebabkan kerapuhan logam-logam

aktif seperti titanium (Ti), zirkonium (Zr), magnesium (Mg),

tantalum (Ta), niobium (Nb), vanadium (V), uranium (U), dan

Page 36: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 27

thorium (Th). Mekanisme kerusakan oleh hidrogen lainnya juga

pada logam-logam ini dapat diuraikan dengan cara yang sama.

2.4.7 Korosi intergranular

Intergranular Corrosion (IGC) atau Intergaranular Attact (IGA) atau korosi

batas butir adalah serangan korosi pada daerah sepanjang batas butir atau

daerah sekitarnya tanda serangan cukup besar terhadap butirnya sendiri.

Seperti diketahui logam merupakan susunan butiran-butiran kristal seperti

butiran pasir yang menyusun batu pasir. Butiran-butiran tersebut saling terikat

yang kemudian membentuk mikrostruktur. Adanya serangan korosi batas

butir menyebabkan butiran menjadi lemah terutama di batas butir sehingga

logam kehilangan kekuatan dan daktilitas.

Impurities atau pengotor yang reaktif dapat menyebabkan segregasi atau

pengecilan partikel atau pasivasi terhadap unsur-unsur semacam krom (Cr),

sehingga akan menghilang dari batas butir. Sebagai akibatnya pada daerah

batas butir menjadi kurang tahan terhadap korosi, sehingga laju korosi pada

daerah ini cukup untuk menyebabkan lepasnya butiran logam dari permukaan.

Intergranular Corrosion (IGC) yang kadang juga disebut serangan

intergranular, merupakan masalah umum pada beberapa sistem paduan.

Bentuk IGC yang sangat dikenal terjadi pada baja stainless austenitik yang

apabila mendapat perlakuan panas akan merenggangkan batas butir Cr karena

terjadi reaksi metalurgis dengan karbon. Akibatnya struktur logam menjadi

rentan terhadap IGC. Pada rentangan temperatur 425-815oC karbida-

karbida krom (terutama Cr23

C6) akan mengendap pada batas butir dan

merenggangkan batas butir dekat struktur kristal Cr. Jika kandungan Cr

berada dibawah 10% maka ketahanan terhadap korosi akan hilang dan akan

menjadi lokasi yang pertama mengalami korosi. Kerentanan terhadap IGC

merupakan masalah umum dalam pengelasan baja stainless.

Cara pengendalian korosi batas butir adalah:

turunkan kadar karbon dibawah 0,03%.

tambahkan paduan yang dapat mengikat karbon.

pendinginan cepat dari temperatur tinggi.

pelarutan karbida melalui pemanasan.

hindari pengelasan.

2.4.8 Dealloying dan Dezincification

Unsur penyusun paduan yang lebih aktif (secara elektrokimia negatif) dari

pada unsur mayor (solvent) akan mengalami korosi lebih cepat. Fenomena

semacam ini kadang-kadang disebut sebagai leaching atau pemisahan.

Page 37: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 28

Dealloying pada kuningan yang dikenal sebagai Dezinci-fication

merupakan contohyang paling sering disebutkan.

Seng (Zn) yang merupakan logam aktif, jauh lebih aktif dari pada tembaga

sangat mudah lepas dari paduan kuningan, dan meningggalkan tembaga

murni yang porous dengan sifat mekanik yang jelek. Dezincification yang

membentuk lapisan merata di permukaan biasanya mudah diamati dengan

timbulnya warna merah tembaga.

Contoh dealloying lainnya dikenal sebagai korosi grafitik, merupakan

pelepasan selektif besi dari besi cor abu-abu, meninggalkan jaringan porous

grafit inert yang dapat digores dengan pisau.

Korosi grafitik pada awalnya diketahui terjadi pada pipa besi tuang yang

ditanam dan peristiwa ini ketahuan setelah puluhan tahun pemakaian.

Jika pipa tua yang tergrafitisasi ini digoyah maka akan melepaskan bahan

kimia berbahaya yang dapat mengkontaminasi tanah disekitar atau dapat

menyebabkan ledakan yang fatal dan kebakaran.

Gambar 2.18 Korosi selektif/ korosi intergranular

2.4.9 Korosi Erosi

Kombinasi dari fluida yang korosif dan laju alir yang tinggi akan

menghasilkan korosi erosi. Aliran yang lambat dan stagnan akan

menghasilkan laju korosi yang sedang-sedang saja, tetapi laju aliran yang

lebih cepat secara fisik akan mengerosi dan menyingkirkan produk korosi

yang bersifat protektif, akibatnya paduan akan terbuka dan mengalami

korosi dengan laju lebih cepat.

Page 38: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 29

Paduan berkekuatan rendah yang mengandalkan perlindungan korosinya

pada terbentuknya produk korosi protektif pada permukaan akan menjadi

sangat rentan terhadap korosi erosi ini. Serangan korosi secara umum

mengikuti arah dari aliran lokal dan turbulensi (ulegan) yang tidak teratur

disekitar permukaan. Korosi erosi merupakan masalah yang sering timbul

pada pipa baja dengan uap yang mengalir dan membawa tetes-tetes air.

Gambar 2.19 Skema korosi erosi

(a) (b)

Gambar 2.20 (a) Korosi erosi dan (b) fretting

Cara pengendalian korosi erosi adalah:

hindari partikel abrasive pada fluida.

kurangi kecepatan aliran fluida.

Kavitasi merupakan kasus khusus dari korosi erosi ini. Ini terjadi dimana

laju alir begitu tinggi sehingga akan terjadi penurunan tekanan pada aliran

yang cukup untuk nukleasi gelembung-gelembung uap air yang kemudian

Page 39: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 30

dapat meledak di permukaan. Ledakan ini dapat menyebabkan tekanan

yang sangat besar dan dapat merusak lapisan pelindung dan bahkan dapat

melepaskan partikel-partikel dari logam itu sendiri.

Serangan ini menyebabkan terbentuknya lubang-lubang kecil yang kasar.

Kavitasi terjadi pada bilah-bilah turbin, impeler pompa, propeler kapal,

dan pada tabung serta pipa dimana sering terjadi perubahan tekanan yang

besar.

Fretting merupakan tipe lain dari korosi erosi, tetapi terjadi dalam media

berfase uap. Erosi terjadi karena adanya gerakan kecil yang berulang-

ulang, sering kali berupa vibrasi antara logam yang mengalami korosi dan

material padat lain yang bersentuhan dan membebaninya.

Gerakan ini menyebabkan abrasi atau pengelupasan lapisan oksida pada

permukaan, dan lagi terbukanya permukaan logam ini akan menyebabkan

terbentuknya oksida yang nanti akan terkelupas juga.

Gambar 2.21 Kavitasi pada baling-baling kapal

2.5. Rangkuman

Jenis-jenis korosi di bedakan berdasarkan

1) Lingkungannya:

(1) Korosi basah

(2) korosi kering

(3) korosi temperatur tinggi

(4) korosi atmosferik

Page 40: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 31

2) Berdasakan beban kerja

(1) Beban dinamis menyebabkan korosi lelah atau Corrosion

Fatigue Cracking (CFC)

(2) Beban statis menyebabkan korosi stress atau Stress Corrosion

Cracking (SCC)

3) Berdasarkan bentuk kerusakannya

(1) Korosi merata (uniform corrosion)

(2) Korosi Galvanis (Galvanic corrosion)

(3) Korosi Celah (Crevice corrosion)

(4) Korosi sumuran (pitting corrosion)

(5) Intergranular

(6) Dealloying dan dezincification

(7) Retakan akibat pengaruh lingkungan (Environment Induced

Cracking)

(8) Hydrogen Induced Cracking (HIC) atau Hydrogen Damage

Corrosion (HDC)

(9) korosi erosi, kavitasi dan fretting

2.6. Tugas Praktikum

Judul Praktikum 1: Deret Galvanis

Tujuan : Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa memahami bahwa

logam-logam memiliki perbedaan potensial .

Alat:

1. Pengukur Potensial DC (AVO meter)

2. Gelas Kimia 250 ml.

Bahan:

• Berbagai jenis logam: Besi, Tembaga, Seng, Aluminum, Timah,

Kuningan, Nikel dan batang karbon

• Air kran

• Garam dapur.

Cara kerja:

1) Siapkan air kran atau larutan garam ke dalam gelas kimia

2) Aturlah alat pengukur pada tombol DC Volt

3) Masukkan dua jenis logam ke dalam gelas kimia

4) Ukurlah beda potensial ke dua logam tersebut dengan

menempelkan masing-masing colokan negatif dan positif. Jika

Page 41: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 32

Jarum menyimpang ke kiri (atau jika angka menunjukkan negatif

untuk AVO meter digital), segera balik posisi pengukuran. Catat

data hasil pengukuran, catat pula posisi masing-masing logam

pada colokan negatif atau positif.

5) Ulangi langkah ke-4 dengan mengganti salah satu logam. Ulangi

percobaan ini sehingga dari semua pasangan logam didapatkan

data perbedaan potensialnya

6) Susunlah logam-logam tersebut dalam sebuah Deret Galvanis,

berdasarkan skor jumlah masing-masing berada pada posisi alat

ukur positif atau negatif.

7) petunjuk: logam yang lebih aktif adalah logam yang dalam

pengukuran berada pada posisi negatif alat ukur.

Page 42: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 33

BAB III ILMU KIMIA KOROSI

Kompetensi Khusus:

Setelah mempelajari bagian ini mahasiswa dapat memahami proses

terjadinya korosi ditinjau dari Ilmu Kimia, dan dapat memahami konsep

pengendalian korosi secara kimia.

3.1 Sel Elektrokimia

Yang akan dipelajari dalam Bab ini adalah korosi yang terjadi pada

logam yang berada di dalam media air. Sistem korosi dalam media air

merupakan sistem sel elektrokimia yang di dalamnya selalu terdapat

komponen-komponen sel itu yaitu sepasang bagian-bagian yang bertindak

sebagai anoda, dan katoda, serta serta adanya konduktor yang

menghubungkan kedua bagian tersebut di luar media berpelarut air

sebagai elektrolitnya. Anoda dan katoda adalah dua komponen yang harus

mempunyai perbedaan potensial listrik.

Sebuah sel elektrokimia adalah rangkaian yang secara nyata tersusun

atas dua logam berbeda, yang boleh dipastikan mempunyai perbedaan

potensial elektrokimia. Percobaan yang sudah dilakukan pada Bab II

cukup membuktikan bahwa dua logam berbeda, apapun logamnya, akan

selalu menunjukkan adanya perbedaan potensial.

Page 43: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 34

(a) (b)

Gambar 3.1 (a) Arus electron dan (b) arus listrik Sel Galvanis Baja-

Tembaga

Pada Gambar 3.1. sepasang logam baja dan tembaga yang tersusun

sedemikian sehingga membentuk sel galvanis, maka secara spontan baja

yang merupakan logam lebih aktif dari pada tembaga akan teroksidasi dan

melepaskan ion Fe2+ ke dalam larutan. Dalam reaksi oksidasi ini atom besi,

Fe, melepaskan dua buah electron sehingga berubah menjadi ion besi, Fe2+.

Elektron akan mengalir ke arah logam tembaga melalui kabel konduktor

yang berada di luar elektrolit. Jadi arah aliran elektron ini berlawanan arah

dengan arah aliran ion Fe2+, sesuai dengan teori ilmu listrik, bahwa arah

arus listrik adalah berlawanan dengan arah aliran elektron.

Proses elektrokimia ini merupakan model sederhana dari proses terjadinya

korosi pada logam di dalam media elektrolit. Dalam model di atas logam

besi yang mengalami oksidasi merupakan Anoda dari sistem sel

elektrokimia itu, sedangkan tembaga merupakan katodanya. Anoda

Page 44: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 35

merupakan logam yang mengalami oksidasi, sedangkan katoda hanya

merupakan tempat terjadinya reaksi reduksi.

Fe → F2+ + 2e– (1)

Tembaga dalam sel di atas hanya merupakan tempat terjadinya reaksi

reduksi, sebab yang mengalami reduksi adalah media elektrolit yang pada

dasarnya adalah air. Beberapa kemungkinan reaksi reduksi yang terjadi

pada katoda antara lain:

Jika elektrolit netral kemungkinan reaksi reduksi itu adalah sebagai

berikut:

2H2O + 2e- → (2H+ + 2OH- ) + 2e- → H2 + 2OH- (2)

Untuk air yang bersifat asam, kemungkinan reaksinya adalah sebagai

berikut:

2H3O+ + 2e- → H2 + H2O (3)

Jika di dalam air mengandung oksigen atau bahan lain yang dapat

direduksi, kemungkinan reaksinya adalah sebagai berikut:

2H2O + O2 + 4e- → 4OH- (4)

2H2O + Cl2 + 2e- → (2H2O + 2Cl-) → 2H+ + 2OH- + 2Cl- (5)

Dari pembahasan di atas maka berlakulah ketentuan umum yaitu: apabila

dua jenis logam tersusun dalam sebuah sel elektrokimia seperti di atas,

yang kita kenal sebagai sebuah sel galvanis, maka logam yang lebih aktif

akan mengalami korosi, sedangkan logam yang lebih nobel akan

terproteksi. Ketentuan ini merupakan konsep pemikiran dilakukannya

perlindungan terhadap korosi dengan metode Proteksi Katodik.

3.2 Korosi pada logam tunggal

Sistem korosi seperti digambarkan di atas secara nyata berlaku untuk

korosi galvanis, yang di dalamnya secara nyata terdapat sepasang logam

yang berbeda yang membentuk sistem elektrokimia.

Page 45: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 36

Gambar 3.2 Korosi yang terjadi pada sambungan logam berbeda

Tentu akan timbul pertanyaan, bagaimana terjadinya korosi pada logam

tunggal?. Yang dimaksud dengan logam tunggal adalah logam sejenis

yang tidak bersentuhan maupun disambung dengan logam lain. Meskipun

logam tersusun atas atom-atom sejenis, tetapi sebenarnya tetapi secara

mikroskopis, sebatang logam itu merupakan kumpulan dari butir-butir

kristal-kristal yang tersusun secara kompak dan rapat. Di antara butir-butir

kristal itu terdapat batas butir, yang terdiri atas oksida logam, yang

menjadi perekat butir-butir kristal. Ketika permukaan logam terpapar ke

dalam suatu elektrolit, meskipun ukurannya juga mikroskopis, misalnya

kelembaban yang membasahi permukaan, maka butiran kristal dan batas

butir secara bersama-sama membentuk sel elektrokimia. Batas butir yang

bersifat anodik, akan menjadi titik pusat terjadinya korosi. Jadi pada

permukaan logam apapun terdapat titik-titik yang bersifat anodik dan

titik-titik yang bersifat katodik. Jika permukaan logam terpapar pada

elektrolit maka syarat untuk terjadinya korosi, yaitu adanya (1) anoda, (2)

katoda, (3) elektrolit, dan (4) konduktor sudah terpenuhi, karena bagian

dalam dari logam yang tidak bersentuhan dengan elektrolit menjadi

konduktor yang meneruskan aliran elektron hasil oksidasi logam.

Page 46: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 37

Gambar 3.3 Scanning Electron Microscope dari baja

inisiasi Media

korosif

korosi (tetes

air + pengotor)

daerah daerah daerah

katodik anodik katodik

Gambar 3.4 Sel elektrokimia pada logam murni yang telah

terkorosi

3.3 Mekanisme korosi

Berikut ini akan dibahas mekanisme untuk beberapa jenis korosi

yang terjadi berdasarkan prinsip elektrokimia antara lain: korosi galvanis,

korosi merata, korosi celah, korosi sumuran.

Mekanisme korosi galvanis.

Dua logam yang berbeda dan membentuk kopel (gandengan) jika

pada gandengnan kedua logam itu terdapat media korosif misalnya tetesan

air hujan dan sebagainya, maka dengan sendirinya akan membentuk

sistem elektrokimia yang menyebabkan logam aktif mengalami korosi

sementara logam yang lebih mulia akan terproteksi. Sambungan logam

besi dan zinc yang terpapar pada media elektrolit akan membuat besi

Page 47: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 38

aman dari korosi. Besi akan mendapat gilirannya terkorosi setelah semua

zinc yang menempel padanya habis terkorosi

Gambar 3.5 Sel elektrokimia pada sambungan galvanis

Mekanisme korosi celah

Korosi celah adalah korosi yang terjadi pada daerah celahan atau daerah

yang tersembunyi pada permukaan logam yang berada dalam lingkungan

korosif. Korosi ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi oksigen

antara daerah celahan dan sekitarnya. Berdasarkan mekanisme korosi, ada

dua kemungkinan yang dapat mengakibatkan terbentuknya korosi celah

antara lain:

1) Perbedaan konsentrasi oksigen

Larutan yang berada dalam celah terisolasi dari larutan di luar celah

menyebabkan kandungan oksigen menjadi rendah. Sedangkan larutan

yang ada di luar celah secara kontinyu dapat menyerap oksigen dari udara,

sehingga konsentrasinya tetap tinggi.

Terjadinya perbedaan konsentrasi oksigen ini menyebabkan terbentuknya

sel korosi, yaitu: daerah dalam celahan menjadi anodik, dan daerah di luar

celahan menjadi katodik.

Page 48: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 39

2) Konsentrasi ion logam

Demikian pula perbedaan konsentrasi ion logam di dalam dan di luar celah

menyebabkan terbentuknya sel korosi; bagian dalam celah menjadi lebih

anodik

(a) tahap inisiasi (b) tahap propagasi

Gambar 3.6. Mekanisme korosi celah

Korosi celah dapat terjadi dalam berbagai jenis lingkungan, akan tetapi

adanya ion klorida dapat menyebabkan tingkat kerusakan akibat korosi ini

lebih parah. Umumnya logam-logam yang membentuk lapisan pasif,

seperti baja tahan karat dan aluminium lebih peka terhadap korosi celah.

Mekanisme reaksi korosi celah pada tahap awal reaksi berlangsung merata

di seluruh permukaan logam termasuk di sekitar dan di dalam celahan itu,

yaitu:

M → Mn+ + ne- (1)

2H2O + O2 + 4e- → 4OH- (4)

Setelah interval waktu tertentu konsentrasi oksigen di dalam celahan

menjadi sangat rendah, sehingga reduksi oksigen berhenti. Untuk

mengimbangi muatan positif yang dihasilkan reaksi anodik, terjadi

migrasi ion klorida ke dalam celahan membentuk garam klorida, MCl, dan

garam klorida ini akan terhidrolisis:

MCl + H2O → MOH + H+ + Cl- (6)

Terbentuknya ion hidrogen dan ion klrida menyebabkan laju kerusakan /

pelarutan logam M meningkat. Reaksi tersebut berlangsung terus menerus

karena bersifat otokatalitik.

O2

Cl- N

MO2

OM

O2

O

O2

Cl- N

O2

OMMM

O2 O2

O O

e

O e

MM

Page 49: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 40

Meningkatnya reaksi anodik di bagian celahan, akan meningkatkan reaksi

reduksi di oksigen yang berlangsung di permukaan di sekitar celahan,

sehingga permukaan luar di sekitar celahan akan terproteksi secara

katodik.

Mekanisme Korosi Sumuran

Korosi sumuran terjadi karena serangan intensif setempat. Umumnya

ukuran sumuran ini relatif kecil dan tumbuh mengikuti arah gravitasi,

dengan diameter lebih kecil dari pada kedalamannya. Kerusakan logam

yang disebabkan korosi sumuran sangat berbahaya terhadap peralatan

karena dapat menginisiasi kerusakan setempat yang menjalar dan dapat

berakibat fatal.

Korosi sumuran dapat terjadi oleh beberapa penyebab di antaranya:

1) Cacat / goresan yang dilanjutkan dengan adanya genangan atau tetesan

air pada permukaan logam.

2) Adanya debu atau endapan-endapan kotoran yang kontak dengan

logam yang selanjutnya membentuk media elektrolit dan

menyebabkan serangan lokal.

3) Adanya inklusi logam-logam lain di dalam logam seperti slag (bijih

logam) dan sulfida di dalam baja.

Tahap propagasi dari sumuran melibatkan pelarutan logam di daerah

sumuran. Mekanismenya adalah sebagai berikut;

Reaksi anodik berlangsung di dalam sumuran, pada bagian dasar:

M → Mn+ + ne- (1)

Reaksi katodik berlangsung di permukaan logam di sekitar sumuran:

2H2O + O2 + 4e- → 4OH- (4)

kenaikan konsentrasi ion logam Mn+ di dalam sumuran menyebabkan

migrasi ion klorida ke dalam sumuran membentuk garam klorida, MCl,

sehingga semakin tinggi dan sebagian mengalami hidrolisis:

MCl + H2O → MOH + H+ + Cl- (6)

Page 50: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 41

Gambar 3.7 Mekanisme korosi sumuran

Terbentuknya ion hidrogen dan ion klorida ini menjadikan konsentrasi

asam di dalam sumuran meningkat sehingga reaksi anodik menjadi lebih

cepat. Reaksi ini berlangsung terus-menerus karena bersifat otokatalitik.

Konsentrasi oksigen di dalam sumuran terus menurun sampai mendekati

nol, dan reduksi terhadap oksigen pun tidak berlangsung lagi. Dengan

demikian reduksi oksigen berlangsung dipermukaan di sekitar sumuran,

sehingga permukaan tersebut akan terproteksi secara katodik.

Secara praktis, korosi sumuran terjadi dalam lingkungan yang

mengandung ion klorida. Klorida dari garam tembaga (CuCl) dan besi

(FeCl3) lebih agresif dari pada klorida dari garam natrium (NaCl) dan

kalsium (CaCl2). Hal ini disebabkan karena tembaga klorida dan besi

klorida tidak membutuhkan oksigen untuk memulai terjadinya reaksi. Ion-

ion logam dari garam-garam tersebut dapat direduksi langsung, seperti

reaksi berikut ini;

Cu2+ + 2e → Cu (7)

Fe3+ + e→ Fe2+ (8)

Dalam kondisi larutan diam (tergenang) korosi sumuran cenderung terjadi,

sedangkan dalam kondisi larutan mengalir kecenderungan akan menurun.

Baja tahan karat lebih peka terhadap korosi sumuran dibandingkan logam

lainnya.

Page 51: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 42

3.4 Termodinamika Korosi

Korosi dalam larutan berbasis air merupakan korosi kimia, yaitu korosi

yang melibatkan pertukaran elektron atau muatan. Perubahan potensial

elektrokimia atau aktivitas elektron atau ketersedian permukaan akan

berpengaruh terhadap laju reaksi korosi. Termodinamika memberikan

penjelasan mengenai perubahan energi yang terjadi dalam reaksi-reaksi

elektrokimia dari korosi. Perubahan energi ini akan menjadi daya dorong

dan pengendali arah reaksi spontan. Jadi dengan termodinamika dapat

ditentukan kondisi-kondisi mana yang dapat dibuat agar korosi dapat

dicegah. Termodinamika tidak menentukan berapa laju korosi yang sedang

berlangsung. Laju korosi hanya ditentukan dengan hukum-hukum kinetika.

Gambar 3.8. Skema struktur permukaan elektroda dan kapasitor

padanannya

Sebuah logam konduktif yang mengandung elektron-elektron mobil

membentuk antar muka yang komplek dengan larutan berbasis air.

Molekul H2O yang tidak simetris dan polar, di mana atom-atom H berkutub

_

_

_

_

_

_

_

+

+

+

+

+

Inner layer of polar

Water molecules

elec

tro

de

Outer Helholtz

layer

Solvated

cation

+

+

+

+

+

+

+

Page 52: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 43

positif, dan O negatif, tertarik ke permukaan logam konduktif itu

membentuk lapisan pelarut yang polaritasnya terarah, sehingga akan

menghalangi mendekatnya spesi-spesi bermuatan atau ion-ion dari

larutan. Ion-ion juga melindungi dirinya dengan molekul-molekul air

sehingga membatasi jaraknya dengan permukaan konduktif. Bidang antar

muka antara kation-kation dengan permukaan logam bermuatan negatif

sering kali disebut sebagai bidang luar Helmholtz seperti ditunjukkan pada

Gambar 3.8. Medan listrik pada struktru lapisan rangkap mencegah

pertukaran muatan, dan oleh karenanya membatasi reaksi elektro-kimia pada

permukaan.

Energi Bebas dan Potensial Elektroda.

Marilah kita ambil sebuah contoh, pada reaksi korosi logam seng dalam

larutan asam klorida berikut:

Zn + 2HCl → ZnCl2 + H2 (9)

Dalam setiap reaksi semacam ini akan selalu terjadi perubahan energi

bebas, G. Bila jumlah energi yang dikandung oleh produk reaksi lebih

rendah dari pada reaktan, maka G negatif, dan hal ini menunjukkan

bahwa reaksi spontan. Reaksi antara logam seng dan larutan asam klorida

di atas sebenarnya adalah reaksi logam dan ion-ion, oleh karenya dapat

juga dituliskan sebagai berikut:

Zn + 2H+ → Zn2+ + H2 (10)

Reaksi tersebut dapat dipecah menjadi dua reaksi elektrokimia setengah-

sel, yaitu:

Zn → Zn2+ + 2e- (11)

dan

2H+ + 2e- → H2 (12)

yang melibatkan pertukaran elektron-elektron, e-. Penjumlahan reaksi-

reaksi (11) dan (12) akan menghasilkan reaksi (12).

Perubahan energi bebas, G, berkaitan dengan potensial elektrokimia, E,

seperti dapat dilihat pada persamaan dasar berikut:

G = - nFE (13)

Page 53: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 44

n = jumlah mol elektron yang dipertukarkan, dan

F = konstanta Faraday yang besarnya 96.500 colomb/mol.

Dengan demikian kita mempunyai persamaan dasar yang menghubungkan

antara muatan dan potensial terhadap perubahan energi bebas. Dari

persamaan reaksi (11) dan (12), dapat kita ketahui bahwa nilai n adalah 2,

dan merupakan bilangan oksidasi dari reaksi (9). Tanda negatif (-) dalam

persamaan (13) menunjukkan arti yang sebaliknya yaitu jika potensialnya

positif, akan menghasilkan perubahan energi bebas, G, bernilai negatif

yang merupakan syarat untuk terjadinya suatu reaksi spontan.

Reaksi (11) adalah suatu reaksi oksidasi, dalam reaksi ini terjadi kenaikaan

bilangan oksidasi dari 0 menjadi +2, yang secara elektrokimia

didefinisikan dengan istilah sebagai sebuah reaksi anodik.

Sedangkan reaksi (12) adalah reaksi reduksi, dalam reaksi ini terjadi

penurunan bilangan oksidasi hidrogen dari +1 ke 0, dan didefinisikan

secara elektrokimi sebagai reaksi katodik.

Reaksi-reaksi setengah sel itu, (11) dan (12), juga mengalami perubahan

energi bebas, G, yang analog terhadap potensial anoda, ea, dan potensial

katoda, ec; dan jumlah potensial-potensial ini sama dengan E, yang nilainya

sama dengan potensial elektrokimia pada persamaan (13)

E = ea + ec (14)

Potensial ea dan ec →biasanya disebut dengan istilah yang berbeda-beda

antara lain potensial setengah sel, elektroda tunggal atau potensial

reduksi/oksidasi. Ketiga istilah itu dalam literatur sering diterima sebagai

sinonim dan sering membingungkan.

Penggunaan salah satu istilah dari ketiganya itu biasanya dengan

pengertian yang memerlukan penjelasan tersendiri, tetapi untuk istilah

potensial elektroda setengah sel nampaknya mempunyai arti yang jelas

dan dengan mudah dapat dikenali dan akan banyak digunakan hal di buku

ini.

Jika produk dan reaktan dalam reaksi-reaksi (11) dan (12) dalam kondisi

standart maka nilai potensial elektroda setengah sel dinyatakan dengan

tanda o

ae dan o

ce . Aktivitas dari masing-masing reaktan dan produk

didefinisikan sebagai kesatuan untuk keadaan standar. Untuk larutan encer

atau dengan solute yang terpisah seperti banyak kejadian pada peristiwa

korosi aktivitas dinyatakan dengan pendekatan konsentrasi. Untuk bahan

padat aktivitasnya dinyatakan dengan angka 1, dan untuk gas tekanan 1

atm diambil sebagai keadaan standart.

Page 54: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 45

3.5 Polarisasi

Reaksi kimia semacam reaksi (11) dan (12) berlangsung dengan laju

terbatas. Apabila elektron tersedia cukup untuk reaksi (12) maka potensial

poermukaan menjadi lebih negatif, seolah-olah adanya kelebihan elektron

itu dengan muatan negatifnya terakumulasi pada antara-muka

logam/larutan yang siap mengadakan reaksi. Akan tetapi reaksi yang trjadi

tidak cukup cepat untuk mengakomodasi kelebihan elektron itu. Kelebihan

muatan negatif ini disebut sebagai polarisasi katodik. Sejalan dengan itu

defisiensi elektron seperti yang dibebaskan melalui reaksi (11) pada antar

muka logam menyebabkan polarisasi positif yang disebut sebagai

polarisasi anodik. Sejalan dengan bertambahnya polarisasi positif,

kecenderungan anoda untuk larut (mengalami reaksi oksidasi) juga

bertambah besar. Polarisasi positif pada anoda menunjukkan adanya

driving force atau dorongan tambahan untuk terjadinya korosi seperti pada

reaksi (11). Apabila potensial permukaan lebih positif maka korosifitas

larutan menjadi bertambah karena meningkatnya polarisasi anodik.

E

Ecorr LAJU KOROSI

Gambar 3.9. Skema polarisasi anodik, a

Dalam elektrolit berpelarut air, permukaan akan mencapai potential yang

mantap, Ecorr, yang tergantung kepada kemampuan dan laju pertukaran

elek-tron yang mengikuti reaksi-reaksi katodik dan anodik. Potensial

permukaan akan naik di atas Ecorr menjadi E, reaksi anodik atau reaksi

korosi umumnya meningkat seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9.

Polarisasi anodik didefinisi-kan sebagai = E – Ecorr. Tanpa adanya

polarisasi sidikit kenaikan potensial akan menyebabkan kenaikan laju

korosi yang sangat besar.

(-)

PO

TEN

SIA

L→(+

)

a

Page 55: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 46

3.6 Pasivasi

Untuk kebanyakan logam, termasuk besi, nikel, krom, titanium, dan kobalt,

laju korosinya akan menurun ketika potensial permukaan berada diatas

potensial kritis Ep seprti ditunjukkan pada Gambar 3.10. Ketahanan

terhadap korosi di atas Ep ini berada di antara daerah-daerah yang

mempunyai daya korosi besar (dikarenakan adanya polarisasi anodik yang

tinggi) disebut sebagai pasivitas. Dibawah Ep logam-logam terkorosi

dengan laju yang relatif tinggi. Laju korosi pada daerah pasif ini sangat

rendah, yaitu 103 sampai dengan 106 kali lebih kecil dibandingkan dengan

laju korosinya.

p

asif

Ep

aktif

1 10 102 103 104 105 106 107

LAJU KOROSI

Gambar 3.10 Pasivitas pada potensial di atas potensial Ep

Pasivitas ini disebabkan karena terbentuknya film pelindung yang sangat

tipis, yang berupa oksida terhidrasi, produk korosi yang menempel pada

permukaan dan bertindak sebagai barrier (isolator) sehingga reaksi anodik

lebih lanjut tidak terjadi. Tergantung kepada po tensial atau daya oksidasi

larutan, sebuah paduan logam menempati daerah pasif di atas Ep atau

daerah aktif di bawahnya. Sebagai contoh SS tipe 304 pasif pada daerah

teraerasi tetapi menjadi aktif ini jika berada di air laut yang tidak teraerasi.

(-)

PO

TEN

SIA

L→(+

)

Page 56: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 47

Gaya Gerak Listrik (emf)

Sebuah daftar dalam tabel berikut berisi potensial elektrode setengah sel

yang merupakan dasar dari deret Gaya Gerak Listrik (GGL) atau

electromotive forc, emf. Masing-masing reaksi setengah sel yang tertera

dalam Tabel 3.1 ini menunjukkan interest tertentu dalam korosi.

Tabel 3.1 Potensial Gaya Gerak Listrik Standar (Potensial

Reduksi)

Reaksi Potensial standar, eo

(volt vs SHE)

Mulia Au3+ + 3e- → Au +1,498

Cl2 + 2e- → 2 Cl- +1,358

O2 + 4H+ + 4e- → 2H2O (pH 0) +1,229

Pt3+ + 3e- → Pt +1,200

O2 + 2H2O + 4e- → 4OH- (pH 7)a +0,820

Ag+ + e- → Ag +0,799

Hg+2

2 + 2e- → Hg +0,788

Fe3+ + e- → Fe2+ +0,771

O2 + 2H2O + 4e- → 4OH- (pH 14) +0,401

Cu2+ + 2e- → Cu +0,337

Sn4+ + 2e- → Sn2+ 0,15

2H+ + 2e- → H2 0,000

Pb2+ + 2e- → Pb -0,126

Sn2+ + 2e- → Sn -0,136

Ni2+ + 2e- → Ni -0,250

Co2+ + 2e- → Co -0,277

Reaksi Potensial standar, eo

(volt vs SHE)

Cd2+ + 2e- → Cd -0,403

Fe2+ + 2e- → Fe -0,440

Cr3+ + 3e- → Cr -0,744

Zn2+ + 2e- → Zn -0,763

Page 57: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 48

2H2O + 2e- → H2 + 2OH- -0,828

Al3+ + 3e- → Al -1,662

Mg2+ + 2e- → Mg -2,363

Na+ + e- → Na -2,714

Aktif K+ + e- → K -2,925 aNot a standard state but included for reference

Sumber: A. J. deBethune and N.S. Loud, Standard Electrode Potentials

and temperature Coeficients at 25oC, Clifford A. Hampel,

Skokie, 1ll, 1964

Seperti ditunjukkan pada tabel, ujung atas dari deret GGL ini diberi nama

ujung mulia, nama yang diturunkan dari istilah populer logam mulia Au

dan Pt. Setara dengan itu ujung bawah diberi nama ujung aktif, sesuai

dengan istilah anggota paling ujung adalah logam-logam aktif Na dan K.

Pengukuran nilai mutlak potensial elektroda setengah sel adalah hal yang

tidak mungkin dilakukan. Pengukuran potensial elektroda setengah sel

harus meli-batkan dua sel tunggal. Jadi untuk menentukan harga GGL

suatu setengah sel, satu-satunya cara ialah dengan pengukuran nisbi

(relatif) yaitu elektroda lain yang dipasangkan berperan sebagai elektroda

pembanding. Dalam keadaan standart titik nol atau titik acuan nilai GGL

digunakan potensial setengah sel dari setengah reaksi sel hidrogen, 2/ HH

e +

. Nilai sebenarnya dari 2/ HH

e + , tetapi hal ini dibuat fdemikian hanya untuk

memudahkan saja, sebab jika dihitung menggunakan persamaan (13)

besarnya energi bebas dari persamaan reaksi (12) juga tidak sama dengan

nol.

Potensial elektroda setengah sel pembanding ditetapkan menggunakan

Elektroda Hidrogen Standar atau Standard Hydrogen Electrode (SHE).

Tetapi dengan nilai potensial setengah sel yang sudah diketahui dapat juga

digunakan elektroda pembanding lain yaitu: Saturated Calomel Electrode

(eSCE=0,241V), dari kalomel (Hg2Cl2), copper-coppersulfate electrode

yang biasa digunakan di lapangan dengan harga CuCu

e/2+ = 0,340-

log[Cu2+]. Koreksi terhadap aktivitas Cu2+ pada konsentrasi pekat

menempatkan potensial pada 0,318volt versus SHE, atau untuk tujuan

praktis dilapangan digunakan angka 0,3 volt.

Page 58: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 49

Efek konsentrasi terhadap potensial elektroda

Sel-sel elektroda standar dibuat sangat hati-hati untuk

mendapatkan hasil pengukuran yang tepat. Dari kebanyakan kondisi

korosif hanya sedikit yang secara kebetulan sesuai dengan kondisi

termodinamika seperti yang ditunjukkan untuk setengah sel. Keadaan

standar diperlukan oleh semua reaktan dan produk pada satuan aktivitas.

Oleh karena itu beberapa alat harus disediakan untuk menghitung potensial

elektroda setengah sel yang mungkin menyimpang dari nilainya dalam

keadaan standar. Marilah kita ambil sebuah reaksi setengah sel umum

berikut ini:

aA + mH+ + ne- → bB + dH2O (15)

yang berasal dari satuan aktivitas yang dapat diprediksi dari persamaan

Nernst, yang diturunkan sebagai berikut:

Perubahan energi bebas pada keadaan standar, Go, dan keadaan non

standa r, G, untuk reaksi (15)

Go = (bo

BG + do

OHG2

) - (ao

AG + do

HG + )

dan

G = (b BG + d OHG2

) - (a AG + d +HG )

Dari perubahan energi bebas dalam keadaan standar dan keadaan non

standar di atas didapatkan:

G -Go = (b BG + d OHG2

) - (a AG + d +HG ) -(b

o

BG + do

OHG2

) - (ao

AG + d

o

HG + ) (16)

Sebagai contoh untuk produk A, dengan konsentrasi [A] yang

memungkinkan untuk melakukan reaksi, yang selanjutnya disebut

aktivitas dari A, dihubung-kan terhadap perubahan energi bebas dari

keadaan standar, (GA-o

AG ) maka

(GA-o

AG ) = aRT ln [A] = RT ln [A]a,

Page 59: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 50

dengan R adalah konstanta gas dan T adalah temperatur mutlak. Substitusi

persamaan ini dengan parameter yang ekivalen untuk reaktan dan produk

lain ke dalam persamaan (18) didapatkan:

G -Go = RT lnma

db

HA

OHB

][][

][][ 2

+

jika disubstitusikan G = -nFe dan Go = -nFeo menjadi ekivalen dengan

e = eo - ma

db

HA

OHB

nF

RT

][][

][][ln 2

+ (17)

Persamaan (17) dikenal dengan persamaan Nernst. Untuk kemudahan

biasanya persamaan itu diubah menjadi

e = eo + db

ma

OHB

HA

nF

RT

][][

][][log

3,2

2

+

(18)

Jika nilai dari masing-masing konstanta disubstitusikan nilai kuantitatif

2,3RT/F adalah 0,059V pada 25oC. Dalam larutan berpelarut air nilai

aktivitas air 1, dan dengan mengingat bahwa pH = - log[H+] persamaan

(18) menjadi

e = eo + pHn

m

B

A

n b

a

059,0][

][log

059,0− (19)

Penentuan arah reaksi dengan penentuan energi bebas

Untuk memprediksi arah suatu reaksi elektrokimia spontan, pertama-tama

reaksi harus dipisahkan menjadi reaksi-reaksi setengah selnya. Untuk

reaksi

Zn + 2HCl → ZnCl2 + H2 (9)

yang dapat dipisah menjadi reaksi-reaksi setengah sel seperti berikut ini:

Zn → Zn2+ + 2e- (11)

dan

2H+ + 2e- → H2 (12)

Page 60: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 51

arah reaksi spontan dapat diturunkan secara konvensional denngan cara

menghitung junlah aljabar potensial elektroda setengnah selnya, yang

menghasilkan potensial sel, E

E = ea + ec (14)

yang kemudian dapat disubstitusikan ke dalam persamaan (13) untuk

mengetahui besarnya perubahan energi bebas, G. Jika nilai E positif

berarti nilai G negatif, hal ini menunjukkan bahwa reaksi dengan arah

yang dituliskan berlangsung spontan. Tetapi haruslah ditekankan bahwa

reaksi yang spontan tidak berarti harus berjalan cepat.

Biasanya untuk menghitung nilai ea dan ec harus digunakan persamaan

Nernst. Akan tetapi dalam contoh di atas semua reaksi setengah sel, untuk

tujuan memudahkan, diasumsikan pada keadaan standar, sehingga

potensial elektroda sel dapat langsung diambil dari Tabel 3.1.

Dalam contoh di atas reaksi (11) merupakan reaksi oksidasi. Oleh karena

itu jika disubstitusikan pada persamaan (14) maka tanda dari nilai potensial

elek-troda setengah selnya harus dibalik, (+) jadi (-) dan sebaliknya.

Sedangkan reaksi (12) adalah reaksi reduksi, maka nilai potensial elektroda

setengah sel dapat langsung diambil dari tabel (12) tanpa harus mengubah

tandanya. Untuk contoh itu;

Zn → Zn2+ + 2e- ea = +0,763

2H+ + 2e- → H2 ec = 0,000 +

Zn + 2HCl → ZnCl2 + H2 E = + 0,763

Dengan demikian berarti harga G negatif, dan ini menunjukkan bahwa

reaksi (9) seperti yang dituliskan itu berlangsung spontan.

Tugas:

Perhatikan reaksi berikut ini: 3Pb + 2Al3+ → 3Pb2+ + 3 Al.

Selidikilah, apakah arah reaksi sudah sesuai untuk reaksi yang berlangsung

spontan?

Penentuan arah reaksi dengan pengamatan

Prosedur penentuan arah reaksi seperti diuraikan di atas merupakan

prosedur yang banyak digunakan. Tetapi prosedur berikut mungkin dapat

digunakan sebagai pilihan. Sebuah aturan yang masuk akal berikut ini

berasal dari hasil perhitungan energi bebas:

Page 61: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 52

“reaksi setengah sel dengan potensial elektroda ½ sel yang lebih aktif

(lebih negatif) selalu bertindak sebagai bagian yang teroksidasi, sedangkan

yang lainnya, yaitu yang potensial eletroda ½ selnya lebih mulia (lebih

positif) akan merupakan bagian yang tereduksi”

Dengan memperhatikan posisi masing-masing reaksi dalam Tabel

3.1. maka dapat dipastikan bahwa untuk reaksi antara Zn dan H+, Zn

merupakan bagian yang terosidasi dan H+ merupakan bagian yang

tereduksi. Untuk Reaksi antara Al dan Pb, karena posisi Al lebih aktif,

maka Al akan merupakan bagian yang mengalami oksidasi, dan Pb

merupakan bagian yang tereduksi.

3.7 Diagram Potensial vs pH (Diagram Pourbaix)

Penggunaan dan keterbatasan-keterbatasan

Diagram potensial vs pH mungkin dapat dibayangkan sebagai sebuah peta

yang menunjukkan kondisi kebasaan atau keasaman dari larutan sebagai

fungsi stabil yang ada dalam suatu sistem elektrokimia. Garis-garis

pembatas pada diagram ini memisahkan daerah-derah kestabilan yang

diturunkan dari persamaan Nernst (19). Diagram ini dapat diaplikasikan

dalam banyak hal seperti pada sel bahan bakar, baterei, elektroplating, dan

metalurgi ekstraktif. Tetapi pembahasan dalam masalah ini dibatasi pada

aspek-aspek yang berkaitan dengan korosi logam yang berada dalam

elektrolit berpelarut air. Prof. Marcel Pourbaix adalah orang pertama yang

memperkenalkan aplikasi diagram ini.

Diagram Pourbaix menunjukkan reaksi dan produk-produk reaksi setelah

kondisi kesetimbangan tercapai, dengan asumsi semua reaksi yang

mendahului telah diperhitungkan. Koleksi diagram-diagram semacam ini

oleh Pourbaix memberikan banyak sistem kesetimbangan yang lengkap

dari kebanyakan reaksi yang terjadi di dalam air murni. Hal yang menarik

adalah adanya peta kondisi dalam diagram ini yang secara termodinamika

tidak memungkinkan terjadinya korosi. Oleh karena itu untuk beberapa

kasus potensial atau pH dapat diatur untuk menghindari terjadinya korosi.

Untuk kondisi biasa pada daerah-daerah tertentu di dalam diagram itu

korosi dapat terjadi, tetapi laju korosi tidak dapat diprediksi.

Termodinamika lebih berguna pada temperatur tinggi karena korosi dapat

berlangsung dengan laju lebih tinggi dan kesetimbangan dapat lebih cepat

tercapai. Walaupun diagram Pourbaix menyajikan fase-fase stabil dari

Page 62: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 53

kondisi tertentu, fase-fase lain yang secara termodinamika tidak stabil dan

mendahului fase stabil itu, bisa jadi masih ada, sebab dikomposisinya

berlangsung lambat.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa termodinamika dan diagram

Pourbaix yang diturunkan dari termodinamika tidak dapat memberikan

informasi tentang laju korosi.

Air dan Oksigen terlarut

Marilah kita perhatikan kembali kesetimbangan antara gas hidrogen dan

larutan asam dalam persamaan (12) berikut:

2H+ + 2e- → H2 (12)

Sebuah reaksi yang ekivalen dengan persamaan (14) dalam larutan netral

atau basa adalah:

2H2O + 2e- → H2 + 2OH- {a}

merupakan persamaan reaksi (12) yang pada kedua sisinya ditambah

dengan ion OH–

dengan jumlah yang sama. Jadi pada pH tinggi dimana

ion OH– lebih dominan dari pada ion H+, sehingga persamaan itu menjadi

lebih cocok untuk dipertimbangkan.

Persamaan

pHee o

HHHH059,0

22 //−= ++ (20)

yang diturunkan dari persamaan (19) menunjukkan ketergantungan dari

poten-sial elektroda setengah sel terhadap pH. Persamaan (20) dapat diplot

pada diagram potensial / pH Pourbaix dan diberi label sebagai reaksi {a}.

Dari persamaan (20) itu dapat diharapkan bahwa o

HHe

2/+ = 0 pada pH 0

dan slope dari diagram itu adalah 0,059 V

Pada potensial reduksi lebih positif terhadap o

OHOe22 / (lebih mulia) di

dalam berbagai pH, air menjadi tidak stabil dan teroksidasi menjadi O2. Di

Page 63: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 54

bawah o

OHOe22 / air stabil, dan jika ada oksigen terlarut akan tereduksi

menjadi air.

Akhirnya diagram ini di bagi menjadi tiga daerah yaitu:

Daerah atas : air bersifat anodik, terelektrolisis menjadi gas

O2.

Daerah bawah : air bersifat katodik terelektrolisis menjadi gas

H2.

Daerah tengah : air stabil dan tidak mengalami elektrolisis.

Gambar 3.11 Digram Potensial vs pH kondisi stabilitas air

Page 64: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 55

Berikut ini Diagram stabilitas logam-logam terkorosi

a) Baja

a) Alumunium

b) Nikel

c) Tembaga

Page 65: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 56

Gambar 3.12. Diagram Pourbaix

untuk a) baja, b) Alumunium, c)

Nikel, d) Tembaga e) Zinc

d) Zinc

3.8. Rangkuman

1) Korosi kimia adalah korosi yang terjadi di dalam media air.

2) Media air berarti juga berada di dalam tanah basah, atau di dalam

udara lembab.

3) Korosi kimia terjadi apabila logam berada dalam sistem

elektrokimia, yang di dalamnya terdapat anoda, katoda, elektrolit,

dan konduktor.

4) Pasangan dua logam berbeda jika membentuk sel galvanism aka

logam yang lebih aktif akan terkorosi sedangkan logam yang lebih

nobel akan terproteksi.

5) Korosi dalam media air dipengaruhi oleh banyak factor antara lain,

suhu, pH, konsentrasi, dan adanya kandungan zat-zat lain yang

dapat memperparah korosi, seperti oksigen dan ion klorida.

3.9 Tugas Praktikum:

Judul Praktikum II: SEL GALVANIS

Tujuan: Setelah melaksanakan praktikum ini mahasiswa memahami

adanya proses reaksi redoks di dalam sistem elektrokimia yang

tersusun atas dua jenis logam

Page 66: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 57

Alat :

• Gelas Kimia 250 ml

• kabel dengan penjepit buaya

• pH meter

• Beberapa batang logam

• pipa U

• selotip

Bahan : Air, NaCl, indicator pp

Cara kerja: (A)

1) Siapkan larutan garam dapur, NaCl, kira-kira 0,5 gram dalam 100

ml liter air

2) tambahkan beberapa tetes indicator pp dalam larutan tersebut

3) masukkan larutan tersebuit ke dalam sebuah pipa U, kira-kira 1

cm dari ujung pipa.

4) pasang / tempelkan pipa U tersebut dengan menggunakan selotip

di papan tulis putih.

5) masukkan batang seng di salah satu ujung pipa U, dan batang

tembaga di ujung yang lain, keduanya dihubungkan dengan kabel

berpenjepit buaya.

6) amati dan catat waktu yang diperlukan untuk mulai timbul warna

merah di permukaan dari salah satu elektroda.

Sambil menunggu hasil pengamatan kerjakan cara kerja (B) berikut

ini

Cara kerja (B)

1) Siapkan larutan garam dalam gelas kimia (sisa pekerjaan A.

langkah 1)

2) masukkan dua logam yang berbeda pada sisi-sisi yang berbeda

3) hubungkan kedua logam dengan kabel berpenjepit buaya

4) masukkan ‘probe’ pH meter ke dalam larutan dekat/hampir

nempel dengan katoda.

5) catat perubahan pH setiap menit, mulai dari menit pertama,

selama paling tidak 30 menit

Tugas

1) Catat data dan buat pembahasan

2) Tuliskan persamaan reaksi yang terjadi pada masing-masing

elektroda

3) Buat kesimpulan dari percobaan ini.

Page 67: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 58

a) Percobaan A b)Percobaan B

pH meter

Gambar 3.14. Sel Galvanis a) Percobaan A logam seng dan tembaga

diujung pipa U, b) percobaan B logam seng dan tembaga di

dalam beaker glass diukur pH larutan

Page 68: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 59

BAB IV

PENGUKURAN LAJU KOROSI

Kompetensi Khusus:

Setelah mempelajari bagian ini mahasiswa dapat melakukan pengujian laju

korosi dengan metode kehilangan berat.

4.1. Pendahuluan

Dalam teknologi korosi cara pengujian untuk penentuan laju

korosi yang paling mendasar adalah metode pemaparan (exposure testing),

dengan penekanan pada anggapan bahwa korosi yang terjadi adalah korosi

merata. Dalam metode ini terhadap kupon-kupon sampel dikerjakan

perlakuan yang sama atau mirip dengan pemaparan yang akan dialami oleh

material dalam aplikasi, kemudian diukur berapa massa yang hilang akibat

korosi. Oleh karena itu metode ini disebut juga dengan metode kehilangan

berat atau weight loss method.

4.2. Tujuan Penentuan Laju Korosi

Pengujian laju korosi paling tidak mempunyai salah satu dari

tujuan-tujuan berikut ini

1) Seleksi bahan, yaitu untuk memilih bahan logam atau paduan yang

terbaik untuk aplikasi tertentu.

2) Mengevaluasi bahan paduan baru (produk dari inovasi baru)

3) Membantu mengevaluasi dan mengembangkan paduan tahan

korosi.

4) Memberikan verifikasi bahwa bahan atau paduan yang akan

dikirim sudah melalui mekanisme spesifikasi kendali mutu.

5) Mengevaluasi lingkungan dan kendali-kendalinya (mis. Inhibitor)

6) Mencari cara yang paling ekonomis untuk mengurangi korosi.

7) Mempelajari mekanisme korosi.

4.3. Preparasi sampel

Kupon-kupon sampel dibuat dari persediaan pelat bahan paduan

yang baiasa digunakan untuk pembuatan konstruksi. Bentuk kupon sampel

biasanya segi empat, tetapi juga berbentuk bulat seperti koin. Cara paling

murah dalam pembuatan kupon adalah dengan cara pengeplongan

(punching), atau pengguntingan, yang menghasilkan bagian tepi sampel

mengalami perlakuan mekanik dingin. Karena perlakuan mekanik dingin

ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laju korosi, maka paling

tidak bagian tepi kupon ini harus digosok agar ketebalannya rata.

Page 69: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 60

Kupon-kupon sampel yang berbetuk koin dapat diproduksi

secara lebih efisien, dengan dimensi yang lebih seragam, tetapi

menghasilkan limbah lebih banyak pula. Sedangkan kupon berbentuk segi

empat lebih sedikit menyisakan bahan sisa tetapi, kecenderungan untuk

tidak seragam lebih besar.

Kupon sampel (koin)

Sisa/sampah

(terbuang/recycled)

Kupon segi empat

Semua bagian digunakan

(tidak menyisakan sampah)

Gambar 4.1. Dua macam bentuk kupon sampel

Perlakuan akhir terhadap permukaan sebelum dilakukan

pengujian laju korosi merupakan langkah penting yang harus dilakukan

secara sistematis. Penggosokan menggunakan ampelas biasanya

menggunakan kertas ampelas jenis karbida atau kertas diamond 120 grit.

Untuk tujuan penelitian biasanya dilakukan juga pemolesan permukaan

dan pemolesan elektrokimia, tetapi akan memakan biaya yang jauh lebih

mahal. Pengampelasan biasanya dilakukan dalam keadaan basah untuk

menghindari efek panas yang dapat menyebabkan kerusakan struktur

metalurgi kristal logam. Semua pekerjaan perlakuan akhir ini harus

dilakukan secara sangat hati-hati untuk mencegah terjadinya penempelan

bahan asing pada permukaan. Pada setiap langkah harus digunakan kertas

gosok yang bersih.

Perlu ditambahkan bahwa terhadap setiap sampel sebelum

dipaparkan perlu dilakukan pengukuran beratnya dalam satuan 60illigram,

dan luas seluruh permukaan terpapar dalam satuan inci kuadrat. Data ini

diperlukan untuk perhitungan laju korosi.

4.4. Pemaparan sampel (Specimen exposure)

Dalam penentuan laju korosi secara eksperimen pemaparan dapat

dilakukan dengan dua kemungkinan cara yaitu:

1) Pemaparan pada lingkungan nyata/sebenarnya

2) Pemaparan dengan lingkungan simulatif.

Page 70: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 61

4.5.1. Pemaparan pada lingkungan sebenarnya:

Sejumlah spesimen di gantung berjajar pada rak dan kaitan dari

kayu atau bahan apa saja selain logam, kemudian ditempatkan pada

lingkungan dimana material itu akan diaplikasikan. Jumlah spesimen

tergantung berapa kali dalam penelitian itu akan dilakukan. Misalnya akan

dilakukan penelitian terhadap perilaku korosi logam L di daerah tertentu,

misalnya: pasar, terminal, ataupun peternakan, selama setahun. Jika

pengamatan akan dilakukan tiap mingu maka diperlukan 52 spesimen,

tetapi jika akan dilakukan pengamatan tiap satu bulan sekali berarti

diperlukan 12 spesimen. Jumlah spesimen akan bertambah jika jenis

logam merupakan variabel.

Paduan L1: →

Paduan L2: →

Paduan L3: →

Sampel utk ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑

Pengamatan ke: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Gambar 4.2. Rak sampel untuk pemaparan di luar ruangan / di lapangan

4.5.2. Pemaparan dalam lingkungan Simulatif.

Sampel disusun dalam tatakan dan dimasukkan dalam tabung simulator.

Lingkungan di dalam tabung itu diupayakan mendekati keadaan yang ada

di lapangan. Variasi-variasi yang ada di lingkungan, seperti tingkat

keasaman, kelembaban dan sedapat mungkin dikendalikan, atau paling

tidak dapat diketahui perubahannya.

Page 71: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 62

A

B

C

D

E

F

G

Gambar 4.3. Bejana untuk pemaparan simulatif

A: Kondensor, B: Thermometer, C: penggelembung gas, D: sampel

dalam zona uap (atmosferik), E: sampel tercelup sebagian, F: sampel

tercelup, G: mantel pemanas.

4.5. Pencucian sampel.

Permukaan sampel yang sudah dipaparkan harus dibersihkan dari

semua produk korosi dan benda-benda asing sebelum dilakukan

pengukuran berat akhir. Pekerjaan ini harus dilakukan secara sangat hati-

hati. Pembersihan permukaan dapat dilakukan secara mekanik, atau secara

kimia, dan yang sering adalah kedua-duanya. Idealnya permukaan yang

sudah dibersihkan itu bebas dari semua produk korosi tetapi tidak sampai

menghilangkan bagian yang tidak mengalami korosi, tetapi hal ini jarang

dapat dicapai. Untuk mendekati tujuan ini biasanya pembersihan

permukaan dari produk korosi dilakukan dengan cara pencucian secara

Page 72: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 63

berulang-ulang menggunakan larutan kimia tertentu, sambil diselingi

pengeringan dan penimbangan. Setelah didapatkan berat konstan

pencucian dapt dihentikan (lihat Gambar 4). Ekstrapolasi dari periode

kehilangan berat (BC) menuju awal pencucian di dapatkan titik D

merupakan angka yang paling akurat untuk berat yang hilang dari kupon.

Gambar 4.4 Skema kehilangan berat selama pencucian sampel.

(Dari B.J. Moniz, Process Industries Corrosion, B.J. Moniz and W.I.

Pollock, eds., NACE, Houston, p 69, 1986. Reprinted by permission,

National Association of Corrosion Engineers.)

Reagen untuk pencucian sampel.

Untuk mengetahui laju korosi setelah sampel dipaparkan, maka terhadap

sampel perlu dilakukan pencucian dengan prosedur yang benar. Pencucian

kadang-kadang hanya dilakukan dengan pencelupan ke dalam larutan

pencuci dingin diselingi dengan pengeringan, dikerjakan secara berulang-

ulang sampai didapatkan berat konstan. Untuk paduan tertentu kadang

perlu disekrab bahkan larutan perlu dipanaskan.

Tabel 5.2 Reagen yang disarankan untuk digunakan sebagai bahan

pencuci

Material Bahan

pencuci

Waktu

Menit)

Temp.( oC) Catatan

Aluminium

dan paduan Al

HNO3 70%

atau

2-3 ruangan Diikuti dengan

skrab ringan

WEI

GH

T LO

SS

JUMLAH PENGULANGAN PENCUCIAN A

B

C

D

Page 73: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 64

2%CrO3,

5%H3PO3

10 79-85 Digunakan jika

lapisan oksida tahan

thd HNO3. Tindakan

diikuti dengan

Pencucian dengan

HNO3

Tembaga dan

paduan

tembaga

HCl 15-20%

atau

2-3 ruangan Diikuti dengan

skrab ringan

H2SO4 5-10% 2-3 ruangan Diikuti dengan

skrab ringan

Besi dan Baja NaOH 20%+

200g/L debu

Zn

5 mendidih -

atau

50g/LHCl pkt,

SnCl2, + 20g/L

SbCl3

Sampai

bersih

dingin -

Stainless steel HNO3 10% Smp

bersih

60 Hindarkan kontak

dg klorida

Nikel dan

paduannya

HCl 15-20%

atau

Smp

bersih

ruangan

H2SO4 10% Smp

bersih

ruangan

4.6. Satuan-satuan dan Perhitungan laju korosi

Laju korosi dinyatakan dalam mils (1 mil = 0,001 inci) per tahun atau

sering disingkat MPY, yang dapat dihitung dengan rumus

Laju korosi, r = DAT

W534 (mpy) (5.1)

W = berat yang hilang dalam satuan milimeter (mm),

D = densitas sampel dalam satuan gram/cm3,

A = luas seluruh permukaan terpapar dengan satuan in2, dan

T = waktu dalam satuan jam.

Page 74: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 65

Tabel 5.1. Kriteria Laju Korosi

Ketahanan

korosi relatif

(Kriteria)

Laju Korosi dalam satuan ...

mpy mm/th μm/th nm/jam pm/dtk

Luar biasa

(Outstanding) 1 0,002 25 2 1

Sangat baik

(Excellent) 1-5

0,002 -

0,1 25 - 100 2 -10 1 - 5

Baik

(Good) 5 - 20 0,1 - 0,5

100 -

500 10 - 50 5 - 20

Sedang

(Fair) 20 - 50 0,5 - 1

500 -

1000 50 - 150 20 - 50

Buruk

(Poor)

50 -

200 1 - 5

1000 -

5000 150 - 500 50 - 200

Parah

(unacceptable) 200+ 5+ 5000+ 500+ 200+

Latihan:

1. Dari manakah angka 534 pada rumus laju korosi (5.1) diturunkan

2. Sebuah pelat baja karbon yang berukuran lebar 3 cm, panjang 5 cm

dan tebal 2 mm dan dengan densitas 7,90 diuji laju korosinya di bawah

atmosfer terbuka. Setelah persis 30 hari pelat tersebut dibersihkan dari

kerak produk korosi dan ditimbang, ternyata mengalami penurunan

berat sebesar 4 mg. Hitung laju korosi pelat baja tersebut?

Tabel 5.3. Densitas dan berat ekivalen logam dan paduan

Logam/

Paduan

Lambang atom

/bil. oksidasi

Densitas

(gram/cm3)

Berat

ekuivalen

Laju

korosi

setara dg

1 μA/cm2

Logam

murni

Besi Fe/2 7,87 27,92 0,46

Nikel Ni/2 8,90 29,36 0,43

Tembaga Cu/2 8,96 31,77 0,46

Aluminium Al/3 2,70 8,99 0,43

Timbal Pb/2 11,34 103,59 1,12

Page 75: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 66

Logam/

Paduan

Lambang atom

/bil. oksidasi

Densitas

(gram/cm3)

Berat

ekuivalen

Laju

korosi

setara dg

1 μA/cm2

Seng Zn/2 7,13 2,68 0,59

Timah Sn/2 7,3 59,34 1,05

Titanium Ti/2 4,51 23,95 0,69

Zirkonium Zr/4 6,5 22,80 0,75

Paduan Aluminium

AA1100 Al/3 2,71 8,99 0.43

AA2024 Al/3, Mg/2 2,77 9,42 0,44

Cu/2

AA3004 Al/3, Mg/2 2,72 9,07 0,43

AA5052 Al/3, Mg/2 2,68 9,05 0,44

AA6070 Al/3, Mg/2 2,71 8,98 0,43

AA6061 Al/3, Mg/2 2,70 9,01 0,43

AA7072 Al/3, Zn/2 2,72 9,06 0,43

AA7075 Al/3, Mg/2 2,80 9,55 0,44

Zn/2, Cu/2

Paduan tembaga

CDA110 Cu/2 8,96 31,77 0,46

CDA260 Cu/2, Zn/2 8,39 32,04 0,49

CDA280 Cu/2, Zn/2 8,39 32,11 0,49

CDA444 Cu/2, Sn/4 8,52 32,00 0,48

CDA687 Cu/2, Zn/2, Al/3 8,33 30,29 0,47

CDA608 Cu/2, Al/3 8,16 27,76 0,44

CDA510 Cu/2, Sn/4 8,86 31,66 0,46

CDA524 Cu/2, Sn/4 8,86 31,55 0,46

CDA655 Cu/2, Si/2 8,52 28,51 0,43

CDA706 Cu/2, Ni/2 9,94 31,55 0,46

CDA715 Cu/2, Ni/2 9,94 30,98 0,45

CDA752 Cu/2, Ni/2, Zn/2 9,94 31,46 0,45

Stainless steel

304 Fe/2, Cr/3, Ni/2 7,9 25,12 0,41

321 Fe/2, Cr/3, Ni/2 7,9 25,13 0,41

309 Fe/2, Cr/3, Ni/2 7,9 24,62 0,41

316 Fe/2, Cr/3,

Ni/2, Mo/3

8,0 25,5 0,41

430 Fe/2, Fe/2 7,7 25,30 0,42

446 Fe/2, Cr/3 7,6 24,22 0,41

Page 76: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 67

Logam/

Paduan

Lambang atom

/bil. oksidasi

Densitas

(gram/cm3)

Berat

ekuivalen

Laju

korosi

setara dg

1 μA/cm2

20Cb3 Fe/2, Cr/3,

Mo/3, Cu/1

7,97 23,98 0,39

Paduan Nikel

200 Ni/2, 8,89 29,36 0,43

400 Ni/2, Cu/2 8,84 30,12 0,44

600 Ni/2, Fe/2, Fe/2 8,51 26,41 0,40

825 Ni/2, Fe/2, Cr/3,

Mo/3, Cu/1

8,14 25,52 0,40

B Ni/2, Mo/3,

Fe/2

9,22 30,05 0,42

C-276 Ni/2, Fe/2, Cr/3,

Mo/3, W/4

8,89 27,09 0,39

G Ni/2, Fe/2, Cr/3,

Mo/3, Cu/1,

Nb/4, Mn/2

8,27 25,46 0,40

Sumber: Proposed Standard, ASTM G01.11, dengan ijin, ASTM,

Philadelphia

4.7. Pengukuran laju korosi pada benda kerja terpasang.

Adalah tidak mungkin untuk melakukan pengukuran laju korosi

terhadap benda kerja terpasang dengan metoda kehilangan berat seperti

dilakukan terhadap sampel paduan. Sedangkan untuk instalasi terpasang,

pengukuran laju korosi hanya mungkin dilakukan terhadap instalasi

terendam air atau tertanam dalam media tanah. Terhadap instalasi atau

konstruksi yang terpapar di udara, penentuan laju korosi hanya dapat

dilakukan dengan cara pengujian sampel material sebelum terpasang

menggunakan metode weiht loss seperti sudah diuraikan didepan.

Metode pengukuran laju korosi terhadap instalasi tertanam dan

terendam menggunakan prinsip Kinetika Elektrokimia dalam mana

kesetaraan antara perubahan kimia dan kuantitas energi listrik akibat reaksi

kimia itu diperhitungkan. Dalam prinsip ini digunakan Hukum Faraday

yang menghubungkan antara massa logam yang mengalami reaksi redoks

terhadap jumlah listrik yang digunakan dalam proses kimia itu.

Hukum Faraday, menyatakan dengan

Page 77: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 68

Fn

atIm

.

..= (5.2)

Keterangan:

M = massa logam yang bereaksi ( gram)

I = kuat arus(amper)

t = waktu (detik)

a = massa atom

n = bilangan ekuivalensi atau bilangan oksidasi

F = bilangan Faraday, yang besarnya adalah 96.500

coulomb/ekuivalen

Sebagai contoh apabila digunakan seng sebagai anoda, dengan

persamaan reaksi oksidasi seng

Zn → Zn2+ + 2e- (5.3)

maka nilai dari n dalam persamaan (5.2) adalah 2. Jika laju korosi

didefinisikan sebagai laju kehilangan berat per-luas (A) per-waktu (t),

maka persamaan (5.2) itu dapat dimodifikasi menjadi persamaan laju

korosi:

nF

ia

tA

mr == (5.4)

dimana i adalah rapat arus, yang merupakan hasil pembagian antara

kuat arus I dan luas permukaan A, jadi A

Ii = , dengan satuan

amper/cm2. Oleh karena itu rapat arus lebih sering digunakan dalam

perhitungan laju korosi dibandingkan kuat arus.

Tetapi berdasarkan definisi yang disepakati bahwa laju korosi

adalah laju penipisan persatuan waktu, maka persamaan laju korosi

dapat diturunkan dengan membagi persamaan (5.4) dengan densitas

paduan (D), dan

nD

air 129,0= (mpy) (5.5)

dengan satuan-satuan i dalam μA/cm2. Laju korosi besi yang

menghasilkan rapat arus 1 μA/cm2 adalah:

Page 78: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 69

46,0)87,7)(2(

)1)(8,55(129,0 ==r mpy

Nilai a/n disebut sebagai berat ekuivalen. Untuk paduan berat

ekivalen ditentukan jika komposisi paduan diketahui. Dalam hal ini

digunakan persamaan sebagai berikut

)()/

(i

ii

ii

EQa

nf

na

fiN == (5.6)

Sebagai contoh, untuk paduan SS 304 yang mengandung Cr (19%,

a=52, n=3), Ni (9,25%, a=58,71, n=2) dan Fe(71,75%, a=55,85, n-2)

maka

0.03772885,55

)2)(7175,0(

71,58

)3)(0925,0(

52

)2)(19,0(=++=EQN

Jadi jika paduan SS 304 yang mempunyai berat jenis 7,9 gram/cm3 ini

mengalami korosi dan menghasilkan rapat arus sebesar 1 μA/cm2

maka laju korosinya adalah

0.432819,7

)037728,0(129,0

1

==−

r mpy

Dalam praktek di lapangan, alat yang digunakan sudah diprogram

sedemikian rupa dengan masukan data semua variabel yang melekat

pada jenis paduan, sehingga alat langsung membaca laju korosi.

Page 79: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 70

Gambar 4.5. Berbagai model alat pengukur laju korosi atau

corrosionmeter

4.11. Tugas Praktikum

Judul : Penentuan Laju Korosi

Tujuan : Setelah melaksanakan tugas percobaan ini mahasiswa

memahami adanya pengaruh lingkungan terhadap laju korosi

bahan

Bahan:

1) spesimen pelat besi berbentuk kartu 4 buah

3. larutan asam

4. larutan basa

5. kapas

6. air teh

Alat:

1) 1. Mistar sorong 1 buah

2) 2. gelas Kimia 250 ml 3 buah

Page 80: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 71

3) 3. pH meter 1 buah

4) Neraca Analitik

Cara kerja:

1. Ukur dimensi setiap spesimen menggunakan mistar sorong, sehingga

anda mendapatkan data luas area dalam satuan in2.

2. Cuci bersih spesimen dan keringkan menggunakan pemanas.

Dinginkan dan timbang dan catat datanya.

3. Siapkan tiga gelas kimia yang bersih. Isi masing-masing dengan kira2 1

cm dari dasar.

• Salah satu ditetesi dengan larutan asam hingga pHnya kira-kira 5-

6

• Salah satu ditetesi dengan larutan basa hingga pHnya kira-kira 8-

9

• Satu gelas Kimia yang lain dibiarkan netral.

4. Masukkan kapas secukupnya dan secara merata sehingga tidak ada

genangan larutan. Catat jam dan tanggal.

5. Letakkan spesimen di atas kapas, dan tutup rapat menggunakan palstik

dan karet gelang.

6. Simpan percobaan anda LANJUTKAN PENGAMATAN ANDA

MINGGU DEPAN.

7. Ambillah spsimen yang anda kerjakan minggu yang lalu.

8. Cuci bersih, keringkan dengan pemanas, dinginkan dan timbang.

9. Buat hitungan laju korosi. DAT

Wr

534= (mpy)

10. Buat Pembahasan dan Kesimpulan

Tabel data

No

Awal Pemaparan

Jam: tanggal:

Pengamatan

Jam: Tanggal:

P

(in)

L

(in)

t

(in)

A

(in2) pH

Wo

(mg)

Wt

(mg)

T

(jam)

Laju Korosi

(mpy)

1

2

3

4

Page 81: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 72

Page 82: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 73

BAB V METODE PENGENDALIAN KOROSI

Kompetensi Khusus:

Setelah mempelajari bagian ini mahasiswa memahami dan mampu

menjelaskan empat prinsip dasar perlindungan tehadap korosi: yaitu

perencanaan/ pemilihan bahan, proteksi katodik, coating dan inhibisi

5.1. Pendahuluan

Seperti telah diuraikan di depan bahwa peristiwa korosi terhadap

logam tidak mungkin dapat dicegah sama sekali. Usaha yang dapat

dilakukan untuk memperpanjang umur ekonomis bahan hanyalah berupa

penendalian, yaitu suatu upaya agar proses kerusakan terhadap bahan dapat

selambat mungkin sehingga diperoleh umur ekonomis yang sepanjang

mungkin. Pada dasarnya jenis upaya pengendalian terhadap korosi sangat

tergantung kepada beberapa faktor antara lain:

1) Bahan atau material yang digunakan dalam konstruksi

2) Lingkungan: meliputi lingkungan pedesaan, perkotaan, pantai dan

daerah industri.

3) Jenis media: tanah, lumpur, pasir, air, air laut, dan atmosfer

4) Iklim: tropis, sub tropis atau yang lain

5) Faktor kondisi dan beban kerja: temperatur, kelembaban, dan

keasaman.

Pada prinsipnya pengendalian korosi adalah upaya meminimalkan

faktor-faktor yang dapat menyebabkan korosi. Dengan prinsip itu maka

cara-cara pennngendalian korosi dapat dibedakan menjadi:

1. Memilih bahan yang sesuai

Ketahanan material tertentu terhadap lingkungan tertentu berbeda

dengan bahan lain dalam lingkungan yang sama. Setiap jenis bahan

dibuat dengan rancangan agar mempunyai sifat-sifat tertentu sesuai

dengan kebutuhan teknik, termasuk ketahanan terhadap korosi. Baja

SS 304 adalah baja tahan karat pada atmosfer biasa, tetapi untuk

atmosfer yang banyak mengandung klorida atau gas klor digunakan SS

316.

Page 83: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 74

2. Mengisolasi bahan dari lingkungan

Apabila korosi didefinisikan kerusakan akibat pengaruh lingkungan,

maka upaya pengendaliannya adalah mengisolasi material sejauh

mungkin dengan lingkungan. Pengecatan bahan dengan berbagai jenis

cat adalah upaya pencegahan korosi dengan prinsip ini.

3. Mengubah sifat bahan lebih tahan korosi.

Jika pengaruh lingkungan atau kontak dengan lingkungan atau media

tidak mungkin dihindari, dan upaya pemilihan bahan yang cocok telah

dilakukan, agar pengnendalian korosi dapat lebih optimal dapat

diusahakan agar sifat bahan menjadi lebih tahan terhadap lingkungan

atau media. Upaya ini dilakukan dengan cara membuat potensial

korosi menjadi lebih kecil dengan cara mengubah potensial permukaan

material, dengan cara polarisasi. Perlindungan korosi dengan cara ini

disebut sebagai perlindungan katodik. Perlindungan katodik berarti

mengubah potensial bahan dari anodik menjadi katodik dengan cara

membanjiri elektron. Ada dua cara perlindungan katodik, yaitu:

dengan penggunaan anoda korban dan dengan impress current.

4. Mengubah sifat media

Upaya yang lainnya adalah membuat media yang korosif menjadi

media yang lebih ramah atau kurang korosif. Upaya ini dilakukan

dengan membubuhkan bahan kimia yang disebut inhibitor. Bahan

kimia yang ditambahkan ke dalam media ini berdasarkan

pertimbangan ekonomis dan efek racunnya haruslah sesedikit

mungkin.

Meskipun setiap cara perlindungan mempunyai mekanisme pengendalian

yang berbeda-beda berdasarkan upaya untuk pengendalian korosi yang

penyebabnya berbeda-beda pula, akan tetapi dalam prakteknya tidak

pernah ada upaya tunggal dalam pengendalian korosi ini. Setiap upaya

pengendalian korosi selalu berlapis, melakukan lebih dari satu jenis upaya.

Misalnya pemasangan sistem jaringan pipa penyalur minyak: Pipa-pipa itu

sebelum dipasang sudah dilapisi coating, setelah dipasang dilindungi

dengan proteksi katodik, dan pada bahan minyak yang dialirkan selalu

dibubuhi inhibitor untuk mengurangi daya korosi mionyak terhadap bahan

pipa. Jadi pada pipe-line dilakukan seluruh prosedur perlindungan korosi.

Berikut ini akan diuraikan secara lebih detail mengenai upaya-upaya

pengendalian korositersebut:

Page 84: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 75

5.2. Pengendalian korosi dengan cara seleksi material

Cara pengendalian korosi yang paling efektif dan menghemat waktu adalah

perencanaan dan penentuan spesifikasi faktor-faktor penyebab korosi,

seperti telah disebutkan di atas. Pemilihan bahan teknik merupakan salah

satu cara pengendalian korosi yang tidak boleh diabaikan, sebab setiap

bahan mempunyai karakteristik yang berbeda.

1) Baja karbon dan baja paduan berkadar rendah.

Baja karbon adalah paduan besi dengan kandungan karbon 0,05 s/d 1%.

Baja paduan berkadara rendah mengandung logam lain dengan kadar

rendah biasanya di bawah 2%. Pembuatan baja jenis ini ditujuakan untuk

memperbaiki sifat-sifat mekanik. Baja karbon dan baja paduan berkadar

rendah umumnya bukan bahan berharga mahal, sementara kisaran

kekuatan dan kekerasannya (strength and hardness) terentang luas dan

dibuat dengan memvariasikan kandungan karbon, kandungan logam

paduan, dan perlakuan panas. Baja karbon dan baja paduan berkadar

rendah diperkuat dengan ukuran dan distribusi partikel karbida, dan

pembentukan martensite britel dan keras, apabila austenite didinginkan

secara cepat dari temperatur di atas 723oC ke temperatur kamar. Struktur

baja yang berupa kubus berpusat badan (bcc) mengarahkan ke sifat transisi

dari dapat dibentuk (ductile) dan rapuh (brittle). Baja karbon dan baja

paduan berkadar rendah mempunyai ketahanan korosi yang rendah, dan

seringkali memerlukan perlindungan secara coating, bahkan jika

digunakan pada lingkungan yang non-korosif sekalipun. Bahan ini

biasanya digunakan untuk membangun kapal tepai harus dilakukan perlin-

dungan secara coating dan katodik.

Baja karbon aman digunakan untuk membuat tangki asam sulfat

dengan konsentrasi di atas 65%. Perilaku paduan besi berkadar rendah di

dalam air netral teraerasi sangat mirip dengan baja karbon, tetapi

penambahan Cu, Ni, Si, dan Cr dapat memperbaiki ketahanan korosi

material ini. Bahan ini pasif dalam kondisi lingkuangan basa.

Dalam unit refining dalam industri petroleum, baja karbon dan baja

paduan berkadar rendah mengalami korosi dari jenis Hydrogen cracking,

dan blistering

2) Baja Tahan Karat (stainless steel)

Paduan berbasis besi dengan kandungan krom, Cr, minimal 10,5%

disebut baja tahan karat atau stainless steel. SS diklasifikasikan dalam

kelompok:

Page 85: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 76

− feritik,

− austetik,

− duplex,

− martensit, dan

− Precipitation hardening.

Tipe-tipe Stainless Steel:

SS 405 dan 409 banyak digunakan dalam muffler dan converter di dalam

automotif, pada lapisan pendukung tabung air bertekanan tinggi dalam

generator nuklir

SS 304 banyak digunakan secara sukses untuk bagian valve, tangkai

pompa, baut-baut pengeras pada konstruksi rendah klor. Pemakaian SS

304 dalam lingkungan laut menyebabkan korosi celah, sumuran. Paduan

ini mengandung Cr + 16%

SS 316 memperbaiki sifat 304 di dalam lingkungan laut, yaitu dengan

peningkatan kandungan Cr menjadi minimal 25%, dan molibdenum.

Secara fisik baja SS 304 dan SS 316 tidak menampakkan perbedaan, tetapi

jelas keduanya adalah bahan yang berbeda karakter dan harganya. Agar

konsumen tidak dirugikan sebaiknya apabila melakukan pembelian,

diminta juga hasil uji laboratorium yang menyertai dikapalkannya material

tersebut. Berikut ini contoh sertifikat hasil uji laboratorium terhadap suatu

bahan:

Page 86: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 77

Gambar 5.1. Sertifikat hasil pengujian material teknik

5.3. Pengendalian Korosi Dengan Protective Coating

1) Ruang Linmgkup

Bagian ini meliputi:

(1) Mekanisme pengendalian korosi dengan coating

(2) Komposisi coating

(3) Macam-macam tipe coating

(4) Mekanisme pengeringan atau curing

(5) Beberapa kriteria dalam coating.

Page 87: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 78

Sasaran yang harus dikuasai oleh mahasiswa:

Tiga mekanisme dasar dari pengendalian korosi dengan cara

coating

Sifat-sifat film yang diperlukan untuk memberikan perlindungan

yang baik

Bagaimana coating dapat bertindak sebagai proteksi galvanis

Tiga mekanisme dasar pembentukan film

Tiga tipe generik yang dapat digunakan

Kriteria seleksi dalam coating dan kondisi yang baik untuk

masing-masing sistem coating.

2) Tujuan dan sasaran

Seperti telah diketahui di depan bahwa korosi yang merupakan reaksi

elektrokimia yang terjadinya dikendalikan oleh empat faktor-faktor

berikut ini: anoda, katoda, elektrolit dan konduktor. Coating dapat

mengendalikan korosi dengan cara-cara berikut ini:

a. Menjadi lapisan yang mengisolasi elektrolit dari logam (barrier

prot.)

b. Bertindak sebagai inhibitor untuk mengendalikan reaksi anodik

(korosi)

c. Menyediakan proteksi katodik deengan mengubah daerah anoda

menjadi katoda.

Pelindung antarmuka atau Barrier Protection

Kebanyakan coating menyediakan perlindungan terhadap logam

dengan cara membentuk pembatas antarmuka antara logam dan

elektrolit untuk menjadi isolasi listrik di antara mereka. Untuk

melindungi baja konstruksi dan bahan lainnya biasanya dilakukan

dengan barrier protection dengan cara melapisi permukaan yang

tujuannya untuk mengurangi kontak dengan udara lembab dan

penetrasi garam.

Tidak ada bahan organik yang bersifat impermeabel sempurna

terhadap elektrolit. Oleh karena itu dalam coating harus:

1) Ada kombinassi antara ketebalan dan impermeabilitas.

2) Bebas diskontinuitas atau holiday

Page 88: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 79

Inhibitive Pigment Protection (perlindungan dengan pigmen inhibitif)

Beberapa pigmen yang digunakan dalam primer mengontrol korosi

dengan bertindak sebagai atau membentuk bahan kimia inhibitor

korosi. Bahan kimia yang diambil dari pigmen itu biasanya sedikit

larut dalam air. Mungkin sudah sangat dikenal pigmen inhibitif itu

adalah timbal-merah (meni), selama bertahun-tahun merupakan bahan

coating berbasis (berpelarut) minyak yang sangat efektif. Sejumlah

kecil timbal akan bereaksi dengan minyak dan membentuk sabun

timbal, yang merupakan inhibitor sangat efektif untuk korosi. Untuk

bahan kromat, reaksi serupa tidak diperlukan, kromat sudah dapat

bertindak sebagai inhibitor tanpa reaksi itu.

Meskipun pigmen yang mengandung timbal dan kromat telah

digunakan sebagai primer inhibitor bertahun-tahun, tetapi saat ini

sudah jarang digunakan lagi karena alasan kesehatan dan yang

berkaitan dengan kepen-tingan lingkungan. Oleh karena itu untuk

keperluan coating kapal zn-kromat (TT-P-645) telah dimodifikasi

menjadi satu jenis bahan coating yang mengandung seng dan molibdat

sebagai pigmen inhibitor.

Proteksi Katodik atau Proteksi galvanik

Zing-rich coating mengandung partikel-partikel seng halus sangat

pekat yang menyediakan sifat proteksi galvanis terhadap permukaan

baja. Partikel-partikel itu bertindak sebagai anoda dengan terlebih

dahulu mengalami korosi untuk mengubah daerah anoda pada baja

menjadi daerah katoda. Agar langkah ini dapat berjalan efektif muatan

seng harus cukup tinggi sehingga setiap partikel, satu terhadap lainnya

merupakan sambungan listrik yang terhubung dengan baja.

Cat seng anorganik membentuk film yang relatif porous, yang

melindungi baja secara galvanis. Begitu seng mengalami reaksi

oksidasi (dikurbankan), produk reaksinya akan mengisi rongga-rongga

pori untuk membentuk lapisan pelindung (barrier). Jika lapisan

pelindung ini tergores dan menyebabkan permukaan baja terpapar ke

lingkungan, maka perlindungan galvanis akan bekerja sampai goresan

itu tertutup kembali.

Page 89: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 80

Gambar 5.2. Cat jenis Zinc Rich

Sistem perlindungan total

Sistem coating biasanya akan terdiri atas dua atau lebih pelapisan.

Masing-masing dapat menyediakan satu atau lebih mekanisme

perlindungan korosi seperti yang telah diuraikan di atas, atau

mempunyai sifat-sifat yang diinginkan.

Primer menyediakan pigmen inhibitor

Lapisan tambahan (additional) dapat berfungsi sebagai lapisan

pelindung (barrier)

Lapisan terakhir (finish) berfungsi sebagai pelindung terhadap

cuaca (matahari dan hujan), yang secara pelahan akan mengikis

lapisan barrier.

Primer

Ada empat jenis primer yaitu:

1) Surface tolerant coating

2) Universal primers

3) Direct to metal coating (DTMs)

4) Preconstruction primers.

Page 90: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 81

Surface tolerant coating

Primer ini dibuat untuk aplikasi pada perrmukaan yang tidak dapat

dipersiapkan secara sempurna, khususnya dimana penggosokan tidak

dapat dilakukan. Kontaminan-kontaminan yang mungkin tertinggal

sebelum pengecatan adalah uap air, minyak, atau produk-produk korosi.

Contoh Surface tolerant coating

Drying oil/alkyd coating-good wetting penetration

Epoxy mastic-good wetting

Penetrating epoxies/polyurethanes-penetration

Moisture-curing polyurethane-reacting with moisture

Universal Primers

Primer universal merupakan istilah umum, yang bisa jadi mempunyai

arti lain untuk orang yang berbeda. Kebanyakan orang mengira bahwa

primer adalah lapisan pengikat, sementara orang yang lain lagi berfikir

bahwa primer adalah Surface tolerant coat.

Direct to Metal (DTM)

Istilah DTM pertama digunakan oleh sebuah pabrik yang memproduksi

cat yang dapat langsung diaplikasik an pada permukaan yang telah

dipersiapkan tanpa primer. Dewasa ini, istilah ini digunakan untuk segala

macam cat logam yang tidak memerlukan primer sebelum aplikasi.

Preconstruction primers.

Juga sering disebut hold coats atau holding primer, merupakan lapisan

tipis yang diaplikasikan untuk membersihkan baja yang akan dipasang

untuk konstruksi. Setelah konstruksi terpasang, lapisan ini digosok

ringan, kemudian dilakukan coating secara total. Aplikasi precon-

struction primers dimaksudkan untuk meminimalkan atau menghindari

penggosokan di lapanngan. Preconstruction primers seperti seng anor-

ganik atau alkyd digunakan secara ekstensif pada pembuatan kapal.

Page 91: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 82

Gambar 5.3. Beberapa jenis cat primer

Sifat-sifat lapisan yang diinginkan

Untuk menyediakan perlindungan dengan jangka waktu yang

lama terhadap logam dan bahan lainnya, cat harus mempunyai beberapa

sifat antara lain:

1. Mempunyai adhesi yang baik terhadap bahan dan antar coat

2. Mempunyai permeabilitas rendah terhadap listrik (isolator)

3. Ketabalan merata, Kontinyu, bebas holiday

4. Fleksibilitas tinggi

5. Tahan goresan

6. Tahan cuasa

7. Tahan terhadap air, minyak, dan bahan kimia lainnya.

8. Tahan terhadap pertumbuhan biologis

Page 92: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 83

Gaya adhesi cat

Semua cat harus mempunyai gaya adhesi minimum terhadap

bahan agar dapat memberikan perlindungan dalam waktu yang lama.

Ikatan terhadap bahan yang dilindungi (logam, kayu, baja, lapisan cat lain

dan sebagainya) biasanya ikatan sekunder setelah ikatan kimia. Pelapisan

fosfat terhadap baja terjadi ikatan kimia primer. Galvanisasi celup panas

akan membentuk ikatan logam yang sangnat kuat.

Salah satu versi pengujian menggunakan pita, tape test (ASTM

D 3359, Methode A): tanda “×” digoreskan diatas cat yang diaplikasikan

di atas bahan, kemudian diatas tanda itu direkatkan sebuah pita selotif

rentan tekanan yang secara tiba-tiba ditarik dengan sudut 180oC. Luas

robekan cat kemudian dipelajari dengan membandingkannya

menggunakan standar.

Versi lain dari tape test ini adalah ASTM D 3359, methode B;

Dalam metode ini dibuat enam kisi goresan dengan arah yang berbeda-

beda. Setelah pita selotif yang direkatkan ditarik, daerah kisi yang robek

dibandingkan dengan standar. Untuk membuat goresan digunakan pisau

khusus dari baja berlapis krom.

ASTM D 6677 merupakan variasi dari ASTM D 3359 metode A.

Dalam metode ini yang untuk menguji adhesi cat digunakan pisau yang

berbeda-beda.

Gambar 5.4. Tape test (ASTM D 3359, ASTM D 6677)

Dalam tes tarik lepas atau Dolty Test (ASTM D 4541), sebuah

boneka logam diikatkan pada permukaan yang dicat dengan posisi tegak

lurus menggunakan bahan adhesif, biasanya dua komponen epoksi.

Page 93: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 84

Setelah adhesifnya membentuk ikatan kimia, sebuah gaya dikenakan

secara bertahap sampai boneka itu lepas.

Gambar 5.5. Dolty Test (ASTM 4541 / ISO 4624)

Permeabilitas Cat

Permeabilitas cat organik terhadap elektroli sangat bervariasi, demikian

juga dengan kemampuannya untuk memberikan perlindungan sebagai

barrier. Permeabilitas rendah penting untuk aplikasi tertentu seperti untuk

pengecatan daerah terendam yang biasanya menyebabkan cat melepuh

atau rusak.

Kontinyuitas film

Sifat cat terbaik yang diinginkan adalah kemampuan untuk membentuk

keseragaman ketebalan, kontinyuitas lapisan yaitu pengecatan yang

menutup seluruh permukaan (free holiday). Ketidak sempurnaan

pengecatan dapat menyebabkan penetrasi elektrolit pada batas

perlindungan. Viskositas yang bagus dan tingkat kebasahan cat akan

meminimalkan terbentuknya lubang jarum dan daerah yang pengecatannya

tipis, dimana biasanya akan terjadi cacat untuk yang pertama kali.

Kekerasan

Kekerasan pengecatan bisa jadi merupakan sifat yang sangat penting,

seperti halnya kesempurnaan pengeringan cat. Paling sering untuk

pengukuran kekerasan digunakan metoda kekerasan pensil (ASTM D

3363). Pensil paling lunak dari satu seri pensil yang bervariasi

kekerasannya yang digunakan untuk menggores cat, merupakan ukuran

kekerasan cat.

Page 94: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 85

Untuk lapisan cat lebih tebal (30 mils [750m] ), yaitu untuk lapisan karet,

plastik, dapat digunakan Test Barcol (ASTM D2583) dan Durometer

(ASTM D2240). Test ini mengukur kedalaman penetrasi probe.

(a) (b)

Gambar 5.6. Pengujian kekerasan cat (a) Test Barcol (ASTM D2583) dan

(b) Durometer ( ASTM D2240)

Fleksibilitas

Fleksibilitas cat dapat ditentukan dengan membengkokkan panel yang

dicat melingkari sebuah batang silendrik atau kerucut (ASTM D522 atau

FTMS 6221). Yang diharapkan cat mempunyai fleksibilitas yang tinggi

sehingga mudah direnggangkan atau dikerutkan mengikuti perubahan

bentuk bahan. Tetapi tetap harus ada kompromi antara fleksibilitas dan

kekakuan.

Gambar 5.7. Alat testing flesibilitas Cat (ASTM D522)

Page 95: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 86

Tahan lecet

Dalam beberapa kondisi aplikasi, ketahan terhadap abrasi penting. Cat

seng anorganik merupakan beberapa diantara cat industri paling tahan

lecet. Untuk pengujian ketahanan lecet cat industri digunakan metode

Taber (ASTM D4060), dan untuk cat arsitektur digunakan metode menurut

ASTM D 968.

Gambar 5.8. Taber Test untuk ketahanan lecet (ASTM D4060)

Tahan cuaca

Semua bahan organik akan rusak jika terpapar pada sinar ultra violet dari

matahari. Sinar UV ini akan memutuskan ikatan kimia dalam bahan

organik itu. Kelembaban, misalnya karena adanya hujan, juga akan

mempercepat kerusakan cat organik misalnya: poliuretan alifatis, atau

akrilik.

Untuk melakukan penujian ketahanan terhadap cuaca dilakukan dengan

metode “accelerated weathering” (pengaruh cuaca yang dipercepat), dalam

metode ini digunakan alat-alat:

Weather meter (ASTM G 23 AND G 26) yang dapat mensimulasi

cuaca luar dengan membuat putaran cahaya, panas, dan kelembaban.

Salt fog chamber (ASTM D117) penyemprot larutan netral atau sedikit

asam yang mengandung NaCl 5%

Test siklis dengan pembasahan periodik

Page 96: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 87

Kabinet kelembaban (ASTM D 2247) memaparkan panel cat kepada

udara hangat, kelembaban 100% atau kondensasi hanngat.

Ketahanan terhadap bahan kimia

Permukaan bagian dalam yang menyimpan air, bahan bakar, atau bahan

kimia haruslah dilapisi dengan cat yang tahan terhadap bahan-bahan itu.

Ketahanan terhadap pertumbuhan biologi

Permukaan yang dicat , untuk daerah tropis dan subtropis hendaknya

dibubuhi bahan mildewcida untuk mencegah tumbuhan yang merusak.

Pengujian Mildewsida (mildewcides) telah dibuktikan manfaatnya oleh

Environmental Protection Agency dan telah diijinkan oleh American

Society for Testing Material (ASTM). Senyawa-senyawa merkuri yang

pada masa lalu dapat digunakan dengan sangat efektif, kini tidak lagi

digunakan dengan alasan kesehatan dan keamanan lingkungan.

Gambar 5.9. Contoh mildewcide

Pengecatan dengan antifouling diaplikasikan untuk bagian bawah air dari

kapal laut dan struktur kelautan lainnya, untuk mengendalikan sentuhan

dan tumbuhnya biota laut.

Cat antifouling yang sekarang banyak digunakan di daerah laut adalah cat

ablatif (self polishing) yang mengandung oksida tembaga. Ketika kapal

bergerak di air, cat secara pelan-pelan melepaskan oksida tembaga ini.

Salah satu tipe cat ablatif adalah MIL-P-24647

Page 97: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 88

Cat ablatif merupakan produk komponen termoplastik (setipe dengan

resin poliamida dan plasticizer) tersedia dalam warna merah dan hitam. Cat

mengnandung 50% V/V padatan dan di aplikasikan 2 atau 3 kali, masing-

masing dengan ketebalan 5 mils (127 m) film kering.

Komponen Cat Dan Fungsinya

Cat organik mempunyai tiga komponen dasar: solvent, binder dan

pigment. Tidak semua cat mengandung semua komponen ini. Cat

transparan adalah cat tanpa pigmen. Ada juga cat tanda solvent atau 100%

cat padat, tetapi tidak pernah ada cat organik yang bebas binder (bahan

pengikat)

Kadan-kadang cat dibedakan ke dalam dua komponen dengan

mengkombinasikan solvent dan binder terlarut, dengan sebutan media atau

vehicle, atau komponen cair. Solvent disebut sebagai media volatil

sedangkan binder disebut sebagai media volatil.

Pigment merupakan bagian padat dan berbobot lebih berat, sehingga

cenderung mengendap di dasar kontainer selama cat disimpan.

Karena hanya solvent yang akan hilang selama proses pengeringan

sempurna atau curing maka pigmen dan binder yang tertinggal sering kali

disebut padatan cat yang langsung terkait dengan ketebalan pengecatan.

Solvent

Pelarut organik digunakan untuk melarutkan bahan binder dan mengurangi

viskositas (kekentalan) cat, sehingga aplikasi cat mudah dilakukan.

Solvent juga mengontrol pengeringan lapisan basah, serta adhesi dan daya

tahan film kering. Binder yang kurang dapat larut memerlukan solvent

yang kuat.

Campuran solvent biasanya digunakan untuk mengatur penguapan dan

pembentukan film, dan seringkali digunakan oleh pabrik untuk membuat

kombinasi kedua sifat tersebut.

Pelarut-pelarut organik yang digunakan sebagai solvent adalah:

Ketone

Ester

Hidrokarbon aromatis (toluen, ksilen)

Hidrokarbon alifatis (spiritus mineral)

Binder

Binder sering kali disebut resin, adalah komponen pembentuk film cat.

Setelah cat mengalami kering sempurna binder merupakan polimer padat

berbobot molekul besar. Contoh binder yang sering digunakan adalah:

alkyd, acrylic, dan polimer epoxy.

Page 98: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 89

Binder membasahi partikel pigmen dan mengikatnya satu dengan yang

lainnya, dan terhadap bahan yang dicat. Binder adalah komponen yang

paling menentukan sifat cat secara total.

Sifat-sifat penting yang harus dimiliki oleh binder adalah:

Mekanisme dan waktu curing

Perilaku pada lingkungan yang berbeda

Perilaku pada bahan yang berbeda

Kekompakan dengan lapisan cat lain

Fleksibilitas dan kekuatan

Ketahanan cuaca

Gaya adhesi

Kemudahan aplikasi, dan perbaikan.

Pigment

Pigmen merupakan komponen dengan porsi yang paling berat.

Pigmen-pigmen tanah alam (mis: kaolin, magnesium, silikat, kalsium

karbonat) cenderung leih tahan terhadap sinar ultra violet matahari dari

pada pigmen-pigmen organik sintesis. Pigmen dapat menyediakan sifat-

sifat berikut:

Opacity (keburaman, sifat tak tembus cahaya)

Warna

Ketahanan korosi

Sifat cat ketika basah (viskositas)

Ketahanan terhadap kelembaban dan cuaca

Tingkat Gloss (kilap)

Penguatan

Sifat ketahanan terhadap korosi

Inhibitive pigments

Oksida seng

Seng fosfat

Seng molibdat

Kalsium borosilikat

Seng fosfosilikat

Barium metaborat

Aditif

Aditif dapat ditambahkan ke dalam cat untuk mendapatkan sifat-sifat terten

tu. Aditif ini bisa merupakan bagian komponen dari binder atau pigmen,

tergantung apakah bahan itu cair atau padat.

Page 99: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 90

Contoh-contoh bahan-bahan aditif fase cair:

Wetting agents untuk membantu mendispersi komponen

Additives to prevent settling, skining, or other deterioration

(kerusakan)

Biocide

Driers to accelerate curing of oil based coating

Plasticizer

5.4. Pengendalian korosi dengan Proteksi Katodik

Prinsip dan aplikasi

Pengendalian korosi dengan metode Proteksi katodik pada dasarnya adalah

mengubah sifat bahan yang tadinya anodik, mudah teroksidasi, menjadi

katodik. Cara pengubahan sifat ini adalah dengan prinsip polarisasi, yaitu

bahan atau material dibuat menjadi lebih negatif dengan membanjirinya

dengan elektron. Dengan demikian kelebihan potensial positif yang berasal

dari sifat alami bahan yang menyebabkan bahan teroksidasi, atau

melepaskan elektronnya, akan digantikan oleh elektron yang

“digelontorkan” kepadanya, sehingga reaksi oksidasi dapat diminimalkan.

Pemakaian proteksi katodik ini khususnya adalah pada konstruksi yang

terendam air (badan kapal) dan terpendam (sistem pemipaan atau pipe line)

Ada dua cara membuat benda kerja menjadi lebih negatif, yaitu

dengan cara:

1) Pemakaian anoda korban (sacrificial anode cathodic protection,

SACP)

2) Pemakaian arus tekan (impressed current cathodic protection, ICCP)

Proteksi katodik dengan anoda korban

Proteksi katodik ini dihasilkan dari polarisasi katodik akibat permukaan

logam aktif yang terkorosi. Polarisasi katodik dari potensial korosi, Ecorr,

menurunkan laju reaksi dengan adanya kelebihan elektron, yang

digelontor dari reaksi anodik logam lain yang lebih aktif.

Logam-logam yang biasanya digunakan untuk anoda korban adalah

Aluminium, Seng, Magnesium atau merupakan campuran dari logam-

logam itu. Logam-logam ini dikenal mempunyai potensial oksidasi lebih

tinggi dari pada besi. Oksidasi terhadap anoda korban ini akan

menghasilkan elektron yang akan dialirkan ke permukaan benda yang

dilindungi sehingga korosi terhadap benda itu dapat diminimalkan.

Page 100: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 91

Gambar 5.10 berikut ini adalah gambar skematik proteksi katodik dengan

anoda korban.

kabel

panel

permukaan tanah/air

elektron (e–)

H2 (gas)

+

Katoda e– + H2O → OH–

(struktur yang

anoda kurban

Diproteksi) Mg2+ Mg

(misal: Mg)

Gambar 5.10 Skema Proteksi katodik terhadap pipa dengan metode

anoda kurban (SACP, Sacrificial Anode Cathodic

Protection)

Anoda kurban

Dalam proteksi katodik dengan metode anoda kurban atau SACP

(Sacrificial Anode Cathodic Protection) biasanya menggunakan logam-

logam magnesium, atau zink atau aluminium. Untuk struktur atau instalasi

yang tertanam di tanah biasanya digunakan logam Zn atau Mg sebagai

anoda kurban, sedangkan untuk sruktur di laut, termasuk kapal biasanya

digunakan anoda kurban Zn atau Al.

Anoda kurban yang digunakan untuk memproteksi sudah dikemas

sedemikian, dengan pembungkus yang disebut bagfil. Bagfil ini biasanya

berasal dari bahan keramik yang bersifat dapat menghantarkan arus.

Dengan kemasan semacam ini, logam anoda kurban hanya akan

mengalami reaksi oksidasi hanya jika memang ada kebocoran arus pada

struktur yang harus ditanggulangi oleh reaksi itu. Kebocoran arus adalah

indikasi adanya reaksi oksidasi terhadap struktur, dan ini adalah keadaan

yang harus ditanggulangi dengan membanjiri elektron dari anoda kurban.

Page 101: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 92

Jika tidak terjadi kebocoran arus, maka praktis anoda kurban tidak

mengalami reaksi apa-apa. Sayangnya walaupun sudah diupayakan

proteksi secara lengkap dengan coating, proteksi katodik dan inhibisi,

tetapi ternyata kebocoran arus itu selalu ada. Dengan melakukan estimasi

terhadap kebocoran arus yang terjadi, sebuah anoda kurban dirancang

untuk dapat memproteksi struktur antara 20 sampai 50 tahun.

Gambar 5.11 Pipa minyak dan anoda kurban

Pemasangan anoda kurban biasanya ditanam di samping struktur dengan

jarak satu sampai dua meter dan dengan kedalaman satu meter lebih dalam

dari pada kedalaman penanaman struktur. Dengan memperhatikan keadaan

di lapangan, jumlah anoda kurban yang di pasang pada pipa biasanya satu

anoda kurban untuk setiap 50 meter sampai 100 meter pipa.

Kriteria potensial terproteksi

Pada Gambar 5.10, melalui panel, sambungan antara struktur dan anoda

kurban dapat diputus sementara. Dalam keadaan terputus kemudian

dilakukan pengukuran beda potensial antara struktur dengan tanah. Dalam

keadaan normal beda potensial antara baja dengan tanah, menggunakan

elektroda pembanding Tembaga Sulfat (CSE) adalah 850 s/d 950 mV.

Keadaan terproteksi adalah apabila beda potensial dengan tanah adalah

paling kecil 100 mV lebih negatif dari pada keadaan normal. Hal ini berarti

bahwa hasil pembacaan pada voltmeter untuk keadaan terproteksi harus

menunjukkan angka 1050 mV atau 1,05 volt atau lebih.

Page 102: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 93

Kapasitas anoda kurban

Daya tahan atau umur proteksi sebuah anoda kurban sangat tergantung

seberapa banyak muatan yang dapat diproduksi, atau yang dikenal

dengan istilah kapasitas listrik, efisiensinya dan besarnya kebocoran arus.

Sedangkan kapasitas anoda kurban dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut

ini:

1. Massa ekivalen atom

2. Massa anoda kurban.

Contoh:

Kapasitas listrik sebuah anoda kurban yang terbuat dari 5 kg Zn (Ar =

65,4) dapat dihitung dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Karena persamaan reaksi osidasi Zn: Zn → Zn2+ + 2e– berarti 1

mol Zn menghasilkan 2 mol elektron.

2) 5 kg Zn = 5000/65,4 mol = 76,4526 mol Zn setara dengan

152,9052 mol elektron

3) Menurut Faraday, muatan 1 mol elektron = 96.500 colomb,

berarti muatan yang dapat dihasilkan oleh 5 Kg Zn adalah

14.755.351,68 colomb.

4) Jika muatan sebanyak itu diubah menjadi arus listrik yang

mengalir dalam waktu 1 jam (3600 detik) maka besarnya arus

adalah 4.098,709 ampere

5) Jadi kapasitas anoda kurban itu adalah 4.098,709 Ah.

Apa bila langkah-langkah penghitungan itu disederhanakan maka akan

didapatkan rumus untuk menghitung kapasitas anoda kurban sebagai

berikut:

C = 𝑀×𝑛×𝐹

3600×𝐴𝑟

Keterangan:

M = massa logam yang digunakan untuk membuat anoda kurban (mg)

n = jumlah elektron yang dihasilkan oleh satu atom penyusun anoda

kurban

F = bilangan Faraday, 96.500

Ar= massa atom logam.

Soal Latihan:

Sekarang cobalah untuk menghitung berapa tahun umur proteksi anoda

korban itu jika mempunyai efisiensi 90% dan digunakan untuk

memproteksi suatu instalasi yang mengalami kebocoran arus sebesar 10

mA,

Page 103: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 94

Proteksi Katodik dengan arus tekan (ICCP)

Dalam metrode ini logam dipolarisasi dengan cara dihubungkan dengan

kutub negative sumber arus searah. Sumber arus searah diambil dari

sebuah alat penyearah arus (rectifier). Skema ICCP dapat dilihat pada

Gambar 5.12. berikut ini

- +

Panel Rectifier

Instalasi

Yang diproteksi

(Katoda) Anoda

inert

(Pt, atau campuran oksida logam)

Gambar 5.12. Skema Proteksi Katodik dengan metode ICCP

Perbedaan antara SACP dan ICCP selain cara polarisasinya, juga besarnya

potensial polarisasinya. Perbedaan potensial antar logam pada sistem

SACP tidak lebih dari 1 volt, tetapi potensial yang ditimbulkan oleh arus

listrik relative lebih besar. Oleh karena itu jarak antara anoda dan instalasi

biasanya lebih besar. Jarak antara anoda inert dan struktur yang dilingdungi

disebut jarak ‘remote’, yaitu jarak terdekat yang memiliki resistivitas tanah

sama. Jarak remote biasanya antara 100 meter sampai 500 meter. Jumlah

anoda yang dipasang dalam sistem ICCP ini biasanya 1 (satu) buah untuk

instalasi pipa sepanjang 1000 meter.

Page 104: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 95

5.5. Pengendalian Korosi dengan Inhibitor.

Inhibitor korosi didefinisikan sebagai substansi kimia, bilamana

ditambahkan dalam jumlah/konsentrasi yang relatif kecil ke lingkungan

korosif, secara efektif dapat menurunkan laju korosi.

Mekanisme Inhibisi

Pada prinsipnya, pemakaian inhibitor korosi dimaksudkan untuk:

1) Mengubah antarmuka atau interface antara logam dan

lingkungan korosif dengan cara mengisolasi salah satu dari

antara keduanya atau

2) Mengubah lingkungan yang korosif itu menjadi kurang korosif

melalui pembebasan konstituen-konstituen agresif dari

lingkungannya atau

3) Menyebabkan kondisi lingkungan menjadi lebih baik untuk

membentuk endapan protektif

Syarat-syarat inhibitor yang baik

Program pengendalian korosi dengan inhibitor menjadi efektif jika

inhibitor tersebut

1) Pada konsentrasi rendah dapat memproteksi seluruh permukaan

logam dari serangan lingkungan korosif dan

2) Tidak menyebabkan deposit pada permukaan logam.

3) Kualitas Inhibitor tidak berubah jika ada perubahan pH,

Temperatur, dan mutu air.

4) Tidak mempunyai efek racun, atau dengan efek yang minimal

jika dibuang ke lingkungan.

5) Kecocokan inhibitor dengan kondisi proses untuk menghindari

efek yang merugikan seperti: pembuihan, pembentukan emulsi,

penurunan aktifitas katalis, penurunan transfer panas dan

sebagainya.

6) Biaya pemakaian inhibitor tidak melampaui kerugian akibat

korosi.

Inhibitor haruslah bahan yang mudah yang larut dalam lingkungan

aqueous / nonaqueous dan dapat membentuk film pada permukaan

logam. Film ini disebut film protektif dan menghambat korosi melalui

pencegahan hidratasi ion logam atau reduksi oksigen pada permukaan

logam.

Page 105: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 96

Jenis-jenis Inhibitor

5.5.1 Inhibitor Anodik

Menurunkan laju korosi atau menghambat reaksi anodik melalui

penurunan laju transfer ion-ion logam ke dalam larutan karena

teradsorpsinya partikel-partikel bermuatan positif ke dalam lapisan ganda

atau berkurangnya daerah anoda karena pasifasi. Berdasarkan mekanisme

inhibisinya ada dua jenis inhibitor anodik yaitu:

Oxide film type dan Precipitation film.

Inhibitor jenis pembentuk film oksida atau Oxide film type meliputi:

1) Kelompok pasivator atau oxidazing inhibitor yang dalam

pembentukan lapisan pasif tidak memerlukan oksigen. Kelompok

ini meliputi kromat dan nitrit.

2) Kelompok Precipitation film atau non-oxidazing inhibitor yang

dalam pembentukan lapisan pasif memerlukan adanya oksigen.

Dalam kelompok ini meliputi: merkaptobenzotiazol, benzotiazol,

sodium benzoat, dan polifosfat.

Inhibitor kromat dan nitrit menggeser potensial korosi baja karbon ke level

yang lebih tinggi dan sangat cepat mengoksidasi ion-ion fero yang

diproduksi melalui reakssi korosi anodik. Sebagai akibatnya, film oksida

yang besar komposisinya dari -Fe2O3 terbentuk pada permukaan baja dan

menghambat korosi selanjutnya. Film protektif juga mengandung produk

reduksi dari inhibitor, untuk kromat berupa oksida krom (Cr2O3). Jenis film

protektif ini halus dan tipis dan mempunyai adhesi yang baik dengan

permukaan logam sehingga tidak menurunkan efesiensi thermal dari

penukar panas dan tidak menimbbulkan penyumbatan khususnya pada

jaringan pipa pendingin. Inhibitor kormat dan nitrit menunjukkan efek

inhibisi korosi yang sangat baik pada dan dapat diaplikasikan pada unit

proses dan sistem jaringan pipa yang konstruksinya terbuat dari logam

baja.

Kelemahan-kelemahan inhibitor kromat dan nitrit

Inhibitor ini sangat sensitif terhadap ion-ion agresif seperti klorida dan

sulfat. Inhibitor kromat mempunyai konsentrasi kritis. Jika diaplikasikan

di bawah konsentrasi kritis dapat menimbulkan korosi lokal. Jika

diaplikasikan melebihi konsentrasi kritis, kendalanya adalah kromat

bersifat toksik.

Sedangkan inhibitor nitrit, sangat mudah dioksidasi oleh nitro bacteria

yang terdapat pada lingkungan aqueous atau nonaqueous dan berubah

Page 106: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 97

menjadi nitrat yang tidak mempunyai efek inhibisi korosi. Di daerah

katoda nitrit juga dapat tereduksi menjadi amonia, sehingga sebaiknya

nitrit tidak digunakan dalam sistem yang konstruksinya terbuat dari logam

tembaga atau kuningan, karena tembaga dan amonia akan membentuk

senyawa kompleks yang mudah larut, sehingga akan terrjadi penipisan dan

SCC pada logam tembaga atau paduannya. Inhibitor ini juga kurang cocok

digunakan pada unit proses dan jaringan pipa, di mana lingkungan aqueous

atau nonaqueous mengadung senyawa-senyawa organik yang dapat

dioksidasi oleh inhibitor ini. Akibatnya pemakaian inhibitor akan menjadi

relatif lebih besar dan terbentuknya asam organik yang dapat merusak unit

proses dan sistem jaringan pipa tersebut.

Inhibitor anodik dari jenis film presipitasi, dengan ion-ion logam yang

diproteksi membentuk garam yang tidak mudah larut. Inhibitro ini

membentuk film proteksi pada daerah anodik karena secara aktif logam

dilarutkan sehingga konsentrasi ion-ion menjadi lebih tinggi. Pertumbuhan

film protektif akan tehenti setelah permukaan ditutupi oleh film protektif

tersebut, dan pelarutan logampun juga dihentikan. Oleh karena itu film

tidak berubah menjadi kerak meskipun inhibitor ini ditambahkan dalam

jumlah yang berlebihan. Inhibitor korosi dari jenis ini adalah

merkaptobenzotiazol dapat menginhibisi korosi logam kuningan dan

tembaga. Aksi inhibitor boraks untuk inhibisi korosi baja pada unit proses

dan sistem jaringan pipa dalam lingkungan yang mengandung senyawa-

senyawa organik sangat memuaskan, tetapi boraks dapat menyerang logam

seng deengan cepat dan logam seng dalam kuningan membentuk senyawa

kompleks seng, Peristiwa ini disebut sebagai dezincfication. Inhibitor

merkaptobenzotiazo sangat efektif jika digunakan pada unit proses dan

sistem jaringan pipa yang konstruksinya terbuat dari bermacam-macam

logam. Pembentukan lapisan pasif oleh inhibitor anodik lebih sulit pada

temperatur tinggi, konsentrasi garam tinggi, pH rendah atau konsentrasi

oksigen rendah. Oleh karena itu pada kondisi tersebut proteksi logam tidak

tidak akan dicapai, malahan sebaliknya akan menyebabkan korosi yang

hebat yang berupa korosi sumuran, sehingga inhibitor anodik disebut juga

sebagai dangerous inhibitor.

5.5.2 Inhibitor katodik

Inhibitor ini dapat menurunkan laju korosi di daerah katoda, di mana proses

katodik (reaksi reduksi) dapat berlangsung karena penghambatan salah

satu tahap dari proses katodik seperti ionisasi oksigen, difusi oksigen ke

daerah katoda dan pembebasan ion-ion hidrogen sehingga tidak

Page 107: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 98

menyebabkan intensitas serangan lokal. Efektifitas kerja inhibitor katodik

relatif baik pada pH alkali.

Inhibitor katodik atau precipitation film type meliputi: polifosfast,

ortofosfat, dan fosfonat, garam-garam seng. Polifosfat, ortofosfat dan

fosfonat adalah typical precipitation film type, berkombinasi dengan ion

kalsium yang terdapat dalam lingkungan aqueous atau nonaqueous dan

bilamana ion seng ditambahkan maka akan terbentuk film protektif pada

permukaan baja yang tidak larut dalam lingkungan tersebut. Dan

menunjukkan efek inhibisi. Film proteksi ini sebagian besar tersusun atas

kalsium fosfat yang mudah terbentuk dalam lingkungan alkali dan

sebagian besar film terbentuk pada daerah katoda di mana OH- terbentuk

melalui reaksi katodik dari proses korosi. Dalam beberapa hal film

presipitasi relatif porous dan kurang efektif dari pada film oksida. Bila

inhibitor jenis presipitasi ditambahkan dalam konsentrasi relatif tinggi

untuk meningkatkan efeknya, film protektif akan tumbuh menjadi tebal

dan menimbulkan masalah kerak. Oleh karena itu, konsentrasi dari

inhibitor ini harus dikontrol dengan teliti.

Garam-garam seng dapat digunakan untuk menurunkan korosi melalui

pembentukan film presipitasi sebagai seng-hidroksida pada daerah katoda

dikarenakan kenaikan pH secara lokal. Seng, umumnya dikombinasikan

dengan kromat, fosfona atau polifosfat untuk menghasilkan efek

sinergistik dalam lingkungan aqueous atau nonaqueous. Fosfat organik,

seperti fosfonat juga digunakan sebagai inhibitor korosi dalam lingkungan

aqueous atau nonaqueous, karena fosfonat kuramg mempunyai

kecenderungan untuk membentuk kerak dibandingkan dengan

penambahan polifosfat. Fosfonat juga digunakan sebagai inhibitor anti

kerak, karena mempunyai efek inhibisi yang sangat bsik terhadap

pengendapan kalsium karbonat dalam lingkungan aqueous atau

nonaqueous di samping sebagai inhibisi korosi.

5.5.3 Inhibitor campuran.

Aplikasi satu jenis inhibitor korosi secara tunggal sering kali menyebabkan

masalah seperti yang telah diuraikan di atas, jadi beberapa jenis bahan

kimia biasanya digunakan dalam bentuk kombinasi untuk menghasilkan

efek sinergistik. Untuk menurunkan kecenderungan korosi sumuran yang

disebabkan oleh penggunaan inhibitor anodik misalnya konsentrasi kromat

yang tepat (di bawah konsentrasi kritis), maka inhibitor katodik seperti

polifosfat, garam-garam seng biasanya digunakan dalam bentuk

kombinasi. Film yang relatif porous yang terbentuk oleh bermacam-

macam senyawa fosfat akan menjadi kompak dan membentuk film

Page 108: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 99

presipitasi yang mempunyai sifat berbeda bilamana penggunaan polifosfat

dikombinasikan dengan garam-garam seng. Untuk menurunkan

kecenderungan porositas dan pembentukan kerak dari inhibitor jenis film

presipitasi, penggunaan fosfat dengan poli-elektrolit (polimer) yang

mempunyai berat molekul rendah adalah sangat efektif karena polimer

mengsabsorpsi endapan kalsium fosfat pada permukaan logam dan

menurunkan laju pertumbuhan kerak tersebut. Film presipitasi ini

menunjukkan inhibisi korosi sama seperti atau lebih baik dari pada film

oksidasi.

5.5.4 Inhibitor teradsorpsi

Adalah inhibitor senyawa-senyawa organik yang dapat

mengisolasi logam dari lingkungan korosif dengan cara membentuk

film teradsorpsi di permukaan logam sehingga menurunkan laju

korosi. Ada 2 macam inhibitor teradsorpsi:

1) Teradsorpsi secara fisika, tidak membentuk ikatan kimia dengan

permukaan logam, sehingga cepat membentuk film tetapi mudah

lepas kembali.

2) Teradsorpsi secara kimia, membentuk ikatan kimia dengan

permukaan logam, sehingga dapat memberikan efek induksi

elektron ke permukaan logam. Inhibitor teradsorpsi dengan ikatan

kimia dapat berfungsi ganda: membentuk film di permukaan dan

menghambat reaksi oksidasi logam.

Kebanyakan inhibitor korosi dari jenis film teradsorpsi seperti senyawa-

senyawa amin, mempunyai gugus fungsional yang dapat teradsorpsi pada

permukaan logam, dan juga mempunyai gugus hirofobik dalam struktur

molekulnya, yang berfungsi menolak molekul air pada permukaan logam.

Inhibitor korosi ini mencegah korosi melalui adsorpsi pada permukaan

logam yang bersih dengan gugus fungsinya, dan menghambat difusi air dan

oksigen terlarut ke permukaan logam dengan gugus hidrofobiknya.

Inhibitor ini mempunyai efek relatif kecil dalam air netral, karena

permukaan logam biasanya tidak bersih akibat adanya oksidasi logam atau

kerak, jadi pembentukan film adsorpsi yang sempurna sangat sulit.

Inhibitor korosi yang didasarkan pada senyawa amin biasanya digunakan

untuk pengolahan air umpan boiler dan cuci asam, tetapi jarang digunakan

dalam sistem pendingin sirkulasi terbuka karena biayanya sangat mahal

dan efek inhibisi korosinya sangat rendah untuk baja karbon dalam air

dibandingkan dengan inhibitor korosi organik.

Page 109: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 100

5.5.5 Inhibitor Zink Phospat

Penggunaan inhibitor zinc phospat untuk mencegah terjadinya korosi di

perpipaan ini salah satunya dilakukan di PT Pomi Paiton yang merupakan

salah satu perusahaan pembangkit Listrik swasta yang menggunakan

tenaga uap dalam menghasilkan listrik 2.045 MW. PT. Operation and

Maintenance Indonesia (PT. POMI) merupakan salah satu perusahaan

yang bergerak di bidang Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan

mengoperasikan tiga unit pembangkit listrik berkapasitas 2.045 MegaWatt.

Tiga unit tersebut yaitu unit 3 dengan kapasitas 815 MegaWatt dan unit 7

& 8 dengan kapasitas masing-masing 615 MegaWatt. Listrik yang

dihasilkan akan disalurkan untuk memenuhi kebutuhan listrik di pulau

Jawa, Madura dan Bali.

Pembangkit Listrik Tenaga Uap memanfaatkan air laut sebagai

pembangkit listrik sehingga air laut memiliki peranan yang sangat penting

dalam proses produksi listrik. Air laut ini tidak serta merta digunakan

langsung untuk proses namun harus melalui tahap treatment atau perlakuan

terlebih dahulu, yaitu Water Treatment Plant (WTP). WTP menghasilkan

3 produk air yang akan digunakan yaitu Service Water, Potable Water dan

Demineralized Water.

Service water digunakan hampir diseluruh proses produksi, sehingga

diperlukanlah perancangan perpipaan untuk mengalirkan service water

dari Service Water Tank ke tempat-tempat yang membutuhkan service

water. Masalah yang dihadapi dalam hal ini berkaitan dengan laju korosi

yang terjadi pada perpipaan di pengolahan service water. Korosi di

perpipaan service water di tahun 2012 mengalami masalah yang sangat

kruisal yaitu laju korosinya mencapai >40 mils per year (mpy) sehingga

menyebabkan penyumbatan di perpipaan service water akibat adanya

produk korosi yang terbentuk.

Korosi merupakan masalah umum dalam kehidupan sehari-hari. Nama lain

dari korosi disebut juga berkarat. Korosi sendiri umunya terjadi pada

benda-benda logam seperti besi. Korosi banyak menimbulkan masalah dan

kerugian dalam hal ekonomis maupun material yang merupakan salah satu

masalah utama dalam dunia industri karena korosi menyebabkan

kegagalan pada material yang berujung kerusakan pada peralatan atau

kegagalan pada operasi yang menimbulkan kerugian yang tidak sedikit.

Bahkan korosi juga dapat menyebabkan meledaknya peralataan operasi

akibat terkikis oleh lapisan korosi.

Page 110: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 101

Salah satu metode untuk mengurangi laju korosi adalah dengan metode

inhibitor korosi. Secara umum suatu inhibitor dalah suatu zat kimia yang

dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia. Sedangkan

inhibitor korosi adalah suatu zat kimia yang bila ditambahkan kedalam

suatu lingkungan, dapat menurunkan laju penyerangan korosi lingkungan

itu terhadap suatu logam. Jenis inhibitor korosi ada 4 macam antara lain:

inhibitor anodik, inhibitor katodik, inhibitor campuran, dan inhibitor

adsorpsi. Bahan kimia yang biasa digunakan umtuk inhibitor korosi antara

lain: sodium sulfit, hydrazine, zinc phospate, dan sodium silicate.

Penambahan inhibitor korosi ini akan membentuk endapan yang

menyelimuti permukaan logam, sehingga logam tidak bisa kontak dengan

oksigen, maka terputuslah rantai segitiga korosi. Inhibitor yang digunakan

di PLTU Paiton Unit 7 & 8 adalah Zn3(PO4)2 atau zinc Phosphate dengan

konsentrasi 15 ppm/bulan.

Namun penambahan inhibitor korosi Zn3(PO4)2 menimbulkan masalah

lain, yaitu pencemaran lingkungan dan biaya yang mahal. Limbah yang

dihasilkan dari penambahan zat tersebut, saat ini memiliki kandungan zinc

yang relatif tinggi. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

Republik Indonesia Nomor 363 Tahun 2013 tentang Izin Pembuangan Air

Limbah ke Laut PT. POMI, disebutkan bahwa baku mutu untuk logam zinc

bisa dibuang ke lingkungan adalah kurang dari 1 ppm untuk limbah cair,

sedangkan untuk limbah padat berupa sludge harus kurang dari 50 ppm. Di

PT. POMI pada bulan Desember 2015 kadar zinc yang terdapat di bagian

sludge sebesar 81,5ppm yang melebihi batas yang sudah ditentukan

pemerintah.

5.5.6. Inhibitor Sodium Silikat

Sodium silicate adalah silikat alkali yang paling umum digunakan. Bahan

ini biasanya diproduksi sebagai gelas dan jika dilarutkan dalam air akan

membentuk alkali kental. Silikat yang larut disebut gelas air, yang biasanya

digunakan untuk semen, pelapis, pengolahan air.

Sodium silicate telah digunakan untuk menghambat korosi baja selama

lebih dari 70 tahun. Prinsip umumnya terletak pada pemberian silikat

terlarut pada pipa air logam dan film pelindung terbentuk pada permukaan

bagian dalam pipa. Sodium silicate digunakan untuk pencegahan korosi

pada jaringan pipa pemanas air, pasokan panas terpusat sistem, ketel uap

dan transmisi air jaringan pipa baja.

Page 111: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 102

Pengaruh pH terhadap inhibitor korosi besi dan baja ringan dengan sodium

silicate dalam air pada umumnya meningkatkan pH dan memiliki peranan

penting dalam penghambatan korosi. Sodium silicate efektif sebagai

inhibitor korosi untuk besi karena menghambat pembubaran anodik logam.

Pengurangan laju korosi pada kisaran pH 9,6-11,6. Penelitian oleh Syams

El-Din dkk menunjukkan bahwa korosi baja terkondisi dikecilkan

maksimal 47%. Penggunaan sodium silicate yang digunakan

berkelanjutan jika diberhentikan maka perlindungan secara bertahap akan

hilang.

Sodium silicate adalah inhibitor campuran katodik dan anodik. Dimana

inhibitor ini dapat menghambat reaksi katodik dan anodik secara

bersamaan. Inhibitor korosi ini akan bekerja optimal pada pH yang basa,

yaitu 9,6 – 11,6 sehingga tidak diperlukan penambahan lime untuk

menaikkan.

PRAKTIKUM PENGGUNAAN INHIBITOR DALAM PROTEKSI

KOROSI LOGAM

Corrosion rack

Gambar 5.13 Sketsa corrosion Rack untuk uji korosi dan skema simulasi

uji korosi logam mild steel & copper dengan

menggunakan inhibitor sodium silikat.

Mild Steel dan Copper

Berat awal coupon

Inhibitor

Na2SiO3

0,10,15,20,30

ppm

Proses korosi dengan

Corrosion Rack selama

15 hari

Berat akhir

Perhitungan laju korosi

Page 112: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 103

Prosedur Simulasi Uji Korosi

Pengujian Laju Korosi air dengan Penambahan Inhibitor Na2SiO3

(Sodium Silicate)

1) Pasang Corrosion Coupon pada Corrosion rack yang sudah

terhubung dengan pompa dan tangka yang berisi air sebanyak 200

L.

2) Tambahkan Inhibitor Na2SiO3 (Sodium Silicate) pada masing-

masing sistem sebesar 10, 15, 20, dan 30ppm.

3) Nyalakan Pompa, atur flowrate (laju alir) 100 L/h dan lakukan

pengukuran pH awal pada tangki berisi air.

4) Jalankan proses simulasi korosi ini selama 15 hari untuk semua

coupon.

5) Matikan Setelah 15 hari pompa pada proses.

6) Ambil Corrosion Coupon dan amati perubahan yang terjadi.

7) Lakukan penimbangan Berat akhir Corrosion Coupon.

8) Lakukan perhitungan Nilai Corrosion Rate (CR) mpy dari

penambahan inhibitor Na2SiO3 (Sodium Silicate) pada masing-

masing konsentrasi.

9) Ukur pH akhir pada tangki yang berisi air.

Page 113: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 104

PRAKTIKUM PROTEKSI KATODIK

Tujuan:

1) Membuktikan bahwa jika suatu benda kerja yang berada di

dalam media elektrolit dihubungkan dengan logam yang

lebih aktif atau dengan kutub negative sumber arus DC, maka

akan mengalami polarisasi katodik.

2) Mengetahui pengaruh waktu polarisasi terhadap potensial

polarisasi.

Alat:

1) Volt meter

2) kabel-kabel

3) beakerglas

4) elektroda besi (minimal 3), elektroda seng dan elektroda karbon

Bahan: elektrolit : air kran atau larutan encer garam

Cara kerja:

A. SACP (Sacrificial Anode Cathodic Protection)

1) Pengukuran potensial natural (Vo), Gambar 1.

(1) Siapkan alat dan bahan

(2) bersihkan elekroda-elektroda dengan mengampelas dan mencuci.

(3) Isi beaker glas dengan elektorlit, kira-kira setinggi 2 – 2,5 cm

(4) celupkan electrode besi di satu sisi beaker glas dan elektroda

karbon di sisi lain.

(5) ukur beda potensial dan catat sebagai potensial natural,m Vo.

2) Polarisasi dan Pengukuran potensial terpolarisasi (Vt), Gambar 2.

(1) elektroda besi masih tercelup di beakerglas, pada sisi lain

celupkan elekroda seng

(2) sambungkan kedua elektroda dengan kabel berpenjepit buaya,

biuarkan selama 2 menit.

(3) lepaskan koneksi besi-seng, angkat elektroda seng, ukur beda

potensial besi terpolarisasi dengan karbon, Catat data.

3) (1) Ulangi langkah A.1. dengan logam besi yang lain,

(2) Ulangi langkah A.2 untuk waktu 4 menit

4. Ulangi langkah 3 untuk waktu 6, 8, 10. 12, dan teruskan jika waktu

masih cukup.

Page 114: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 105

B. ICCP (Impressed Current Cathodic Protection)

1) Pengukuran potensial natural (Vo), Gambar 1.

(1) Siapkan alat dan bahan

(2) bersihkan elekroda-elektroda dengan mengampelas dan mencuci.

(3) Isi beaker glas dengan elektorlit, kira-kira setinggi 2 – 2,5 cm

(4) celupkan electrode besi di satu sisi beaker glas dan elektroda

karbon di sisi lain.

(5) ukur beda potensial dan catat sebagai potensial natural,m Vo.

2) Polarisasi dan Pengukuran potensial terpolarisasi (Vt), Gambar 3

(1) elektroda besi masih tercelup di beakerglas, pada sisi lain

celupkan elekroda karbon.

(2) Hubungkan elektroda besi dengan kutub negative baterei

(3) Elektroda karbon dihubungkan dengan kutub positif batere

dengan koneksi secara on-off selama 2 menit.

(4) lepaskan koneksi besi baterei, ukur beda potensial besi

terpolarisasi dengan karbon, Catat data.

3) (1) Ulangi langkah B.1. dengan logam besi yang lain,

(2) Ulangi langkah B.2 untuk waktu 4 menit

4) Ulangi langkah 3 untuk waktu 6, 8, 10. 12, dan teruskan jika waktu

masih cukup.

A b c

Gambar 5.14 a)Pengukuran potensial, b) Polarisasi SACP, Polarisasi

ICCP

V S

Page 115: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 106

Tabel Data Pengamatan

No t (menit) Vo (mV) Vt (mV) ηc = Vt-Vo

1 2

2 4

3 6

4 8

5 10

Buat Laporan resmi lengkap dengan grafik t (menit) vs ηc

Page 116: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 107

DAFTAR PUSTAKA

Indocor, Bahan ajar Pelatihan Ahli Korosi Muda, Bandung 2004

Jones, Denny A., Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan

Publishing Company, New York 1992

www.tpub.com/content/aviation/14022/css/14022_htm,

“Concentration Cell Corrosion”, Nopember 2005

www.efunda.com/materials/corrosion/corrosion_types.cfm,

“Concentration cells”, Nopember 2005

Sigit Udjiana, Buku Ajar Teknik Pengendalian Korosi, Jurusan

Teknik Kimia, Politeknik Negeri Malang, 2005

http://www.eagleresearchcorp.com/index.html, “Cathodic Protection,

diakses 24 Nopember 2013.

www.aloha.net, diakses 23 Nopember 2013

http://regional.kompas.com/read/2012/11/25/18142517/Dua.Tiang.Pe

nyangga.Jembatan.Kartanegara.Ambruk diakses 23 Nopember

2013.

http://www.antaranews.com/berita/276945/wahana-atlantis-ancol-

ambruk-lagi-langsung-ditutup, diakses 22 Nopember 2013

http://www.antarajatim.com/lihat/berita/116975/kendaraan-berat-

dilarang-lewat-jembatan-soekarno-hatta-malang, diakses 20

Nopember 2013

ASM Metals Handbook vol 13 – Corrosion2. Mars G.Fontana “

Corrosion Engineering 3rd ” McGraw-Hill, New York, 1986

http://dreamguo.en.made-in-

china.com/product/MqynNvjkkoYG/China-Graphite-Anode-for-

Cathodic-Protection.html, diakses pada 20 Desember 2013

Page 117: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

“Petunjuk Praktikum Korosi”

halaman 108

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Drs. S. Sigit Udjiana, MSi

NIP : 19570810 198603 1 004

Jurusan : Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang

Judul Penelitian :

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Modul Kuliah ”Pengetahuan dan

Pengendalian Korosi” yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil

karya saya sendiri, bukan merupakan alihan, tulisan atau pikiran orang lain

yang saya akui sebagai hasil karya, tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa modul ini

hasil jiplakan (plagiat) dan saya tidak dapat memenuhi pernyataan saya ini

maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya tersebut.

Malang,

Desember 2013

Yang membuat

pernyataan

Drs. S. Sigit Udjiana,

MSi

19570810 198603 1

004

Page 118: PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI

POLINEMA PRESSPOLITEKNIK NEGERI MALANG

Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141Telp. (0341) 404424, 404425

Fax. (0341) 404420UPT. Percetakan dan Penerbitan

Gedung AU ground [email protected]

www.polinemapress.org9 786236 562741

ISBN : 978-602-66956-9-7

Korosi sebagai bagian dari salah satu disiplin ilmu kimia harus

diketahui oleh masyarakat sehingga dapat mengamankan material

besi itu dari perkaratan untuk menghindari kerusakan lebih cepat.

Disiplin ilmu ini tentu saja wajib dipelajari oleh mahasiswa

khususnya pada jurusan teknik kimia untuk memberikan

perlindungan terhadap benda berbahan besi sebagai keahliannya.

Korosi adalah kerusakan atau kehancuran material akibat adanya

reaksi kimia disekitar lingkungannya. Secara umum korosi dapat

dibedakan menjadi korosi basah dan korosi kering. Korosi

disebabkan adanya faktor kimia fisika, metarulgi, elektrokimia dan

termodinamika. Menurut Manurung (2016: 74) , bahwa Korosi

dibagi ke dalam 8 kategori: korosi umum, korosi galvanik, korosi

celah, korosi sumur, korosi batas butir, korosi selektif, korosi erosi,

dan korosi tegangan .

Modul Kuliah ”Pengetahuan dan Pengendalian Korosi” yang ditulis

oleh saudara Drs. S. Sigit Udjiana, MSi., dari Jurusan Teknik Kimia

Politeknik Negeri Malang ini secara umum dapat memberi

pencerahan bagi masyarakat dalam mengenali lingkungan sehari-

hari yang selalu bersentuhan dan mengunakan material dari bahan

besi. Istilah korosi yang dikenal oleh masyarakat awam disebut

sebagai perkaratan yang banyak terjadi pada logam besi ternyata

tidak terjadi begitu saja melainkan berproses sesuai deng an

keadaan lingkungan sekitar.