29
59 PETA RADIKALISME AGAMA DI INDONESIA; Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan Demokrasi Di Indonesia Oleh: Prof. Dr. Masykuri Bakri dan Anas Saidi*) ABSTRAK Ada sejumlah masalah yang menjadi bahan kajian dalam penelitian ini; Pertama, tentang perbedaan latarbelakang ideologis keagamaan dalam kehidupan mahasiswa, apakah perbedaan orientasi ideologis keagamaan yang ada (Tarbiyah-Ihwanul Muslimin, Salafi, Hizbut Tahrir Indonesia, Ahli Sunnah Wal-Jama’ah, dsb) yang menjadi landasan bertindak itu memperlihatkan semangat yang serba kontradiktoris, ataukah dalam tahap terbatas bersifat saling mengisi (komplementer). Jika sifatnya kontradiktoris, dalam bidang apa saja perbedaan kognisi itu mengundang kecenderungan konflik latent yang membahayakan masa depan demokrasi di Indonesia. Sebaliknya, jika memiliki kesamaan terbatas, dalam wacana apa saja pemahaman ke-Islam-an itu dapat dipertemukan. Kedua, bagaimanakah pandangan-pandangan mahasiswa muslim yang memiliki perbedaan akar ideologis itu menanggapi isu-isu besar seperti: Multikulturalism, Pluralism, Kesetaraan Gender, Demokrasi, HAM, Pancasila, Negara Islam, dan sejenisnya

PETA RADIKALISME AGAMA DI INDONESIA; Analisis · PDF file59 PETA RADIKALISME AGAMA DI INDONESIA; Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan Demokrasi Di Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

59

PETA RADIKALISME AGAMADI INDONESIA;

Analisis Kritis terhadap DinamikaPolitik Mahasiswa Dan Masa Depan

Demokrasi Di Indonesia

Oleh:Prof. Dr. Masykuri Bakri dan Anas Saidi*)

ABSTRAKAda sejumlah masalah yang menjadi bahan kajian dalampenelitian ini; Pertama, tentang perbedaan latarbelakangideologis keagamaan dalam kehidupan mahasiswa, apakahperbedaan orientasi ideologis keagamaan yang ada(Tarbiyah-Ihwanul Muslimin, Salafi, Hizbut TahrirIndonesia, Ahli Sunnah Wal-Jama’ah, dsb) yang menjadilandasan bertindak itu memperlihatkan semangat yangserba kontradiktoris, ataukah dalam tahap terbatas bersifatsaling mengisi (komplementer). Jika sifatnya kontradiktoris,dalam bidang apa saja perbedaan kognisi itu mengundangkecenderungan konflik latent yang membahayakan masadepan demokrasi di Indonesia. Sebaliknya, jika memilikikesamaan terbatas, dalam wacana apa saja pemahamanke-Islam-an itu dapat dipertemukan. Kedua, bagaimanakahpandangan-pandangan mahasiswa muslim yang memilikiperbedaan akar ideologis itu menanggapi isu-isu besar seperti:Multikulturalism, Pluralism, Kesetaraan Gender,Demokrasi, HAM, Pancasila, Negara Islam, dan sejenisnya

60

International Seminar on Islamic Civilization

yang secara riil menjadi fakta sosial di Indonesia. Apakahfakta-fakta itu dipahami sebagai referensi bagaimanaseharusnya relasi sosial dilakukan; atau sebaliknyabagaimana fakta-fakta itu ditundukkan dalam gagasanbaru yang terus diperjuangkan. Baik dengan tema utamauntuk menawarkan ideologi alternative (Negara Islam),ataukah ada pola adaptasi yang sedang dijalankan.Pengetahuan seperti ini penting untuk di dalami, gunamemastikan bagaimana mahasiswa mengkompromikanantara kenyataan sosiologis dengan pemahaman ideologiskeagamaan yang mereka yakini. Ketiga, bagaimanapersisnya pola bergeseran ideologi keagamaan itu terjadi.Faktor apa saja yang menyebabkan pergeseran dominasikelompok Cipayung (HMI, IMM, dan PMII) begitu mudahtergeser oleh pendatang baru, KAMMI. Apa saja yangmenjadi faktor utama atas daya tarik tawaran Islam ala-Ihwanul Muslimin, dibandingkan dengan Islam model Sunniyang menonjolkan unsur ke Indonesiaan. Masalah apa sajayang terus diwacanakan dalam lingkaran ke-Islaman yangada di kampus. Keempat, bagaimana persisnya mekanismedemokrasi di kampus itu dijalankan. Apakah modelrepresentasi yang ada, seluruhnya merupakan perpanjanganpartai kampus yang dilandasi oleh ideologi keagamaan yangmenjadi referensi utama organisasi ekstra yang ada (Salafi,Hizbu Tahrir Indonesia, Ihwanul Muslimin, Wahabi, AhliSunnah dsb); ataukah juga dipengaruhi oleh kelompokkepentingan sosial yang independent dan non-partisan.Apakah ada independensi yang dipertahankan dalam politikmahasiswa dalam merespon setiap kondisi sosial, politik,ekonomi yang dituangkan dalam demontrasi.

Keywords: radikalisme, dinamika politik, demokrasi

61

RELIGIOUS RADICALISM MAPIN INDONESIA;

Critical Analysis of Student’ PoliticalDynamics and The Future of

Democracy in Indonesia

By:Prof. Dr. Masykuri Bakri and Anas Saidi *)

ABSTRACTThis study analyzes several issues: First, different backgroundof religious ideologies in students‘ lives, whether the existingdifferent orientation of religious ideologies (Tarbiyah-Ihwanul Muslimin, Salafi, Hizbut Tahrir-Indonesia, AhliSunnah Wal-Jama’ah, etc.) that are becoming the basis ofaction show contradictory spirit, or in a limited stage arecomplementing one another. If it is contradictory, in whatfields those different cognitions trigger the tendencies of latentconflicts that endanger the future of Indonesian democracy.Conversely, if they have limited commonalities, in whatdiscourse, Islamic understanding can be reconciled. Second,how are the views of Muslim students who have differentideological roots in response to major issues such as: Multicul-turalism, Pluralism, Gender Equality, Democracy, HumanRights, Pancasila (Five Principles), the Islamic State, andother issues that realistically become social facts in Indonesia.Whether those facts were understood as reference on how socialrelations should be done; or conversely, how those facts weresubdued in new ideas that continue to be fought. With the

62

International Seminar on Islamic Civilization

main theme to offer an alternative ideology (Islamic State),or is there a pattern of adaptation that is being executed.Such knowledge is important to go into, in order to ascertainhow students compromise sociological reality and ideologicalunderstanding of their religious beliefs. Third, how exactlythe impingement patterns of religious ideology happen. Whatfactors cause dominance shift of Cipayung group (HMI,IMM, and PMII) so that easily displaced by newcomer,KAMMI. What are the main factors of the attractiveness ofIslam Ihwanul Muslimin, compared to Sunni Islam Modelthat promotes Indonesian entity. What are the problemscontinue to be discussed in Islamic circle existing in campus.Fourth, how exactly the mechanism of democracy on campusis run. Is the representation of existing models, entirely anextension of campus parties that are based on religiousideology which became the primary reference of existingstudents extra organizations (Salafi, Hizbu Tahrir Indonesia,Ihwanul Muslimin, Wahabi, Ahli Sunnah, etc.); or alsoinfluenced by social interest groups that are independent andnon-partisan. Is there any independency that is maintainedin students‘ politics in response to any social, political,economic as reflected in the demonstration.

Keywords: radicalism, political dynamics, democracy

Pendahuluan

Sekiranya kita boleh membesar-besarkan peristiwa dalamsebuah episode sejarah, paling tidak ada dua keajaiban

yang pernah terjadi di paruh 1998-an. Pertama, jatuhnyaPresiden Soeharto, yang tak pernah dapat diramalkansebelumnya oleh siapapun termasuk oleh mantan penguasaOrde Baru itu sendiri. Peristiwa istimewa itu kemudianmelahirkan gelombang demokrasi bagaikan bak tsunamiyang tidak dapat dihentikan atau dibendung. Elemen-elemen

63

organisasi keagamaan, entitas, dan politik, yang di masa OrdeBaru terkubur oleh rejim otoritarian, secara serentak munculberhamburan bagaikan jamur di musim cendawan.

Seluruh eforia yang dilahirkan oleh transformasi besar(great transformation) itu seolah tanpa tapal batas. Sepertilazimnya sebuah perubahan besar yang tanpa direncanakania akan dikerumuni oleh sejumlah distorsi. Parlemen jalanantiba-tiba hadir sebagai pola baru dalam memaksakankehendak. Anarkis menjadi pemandangan harian sebagaisebuah eforia negative yang tanpa diikuti oleh penegakanhukum memadai. Negara tiba-tiba kehilangan kewibawaanyang paling minimal dan nyaris jatuh pada? messy state?

Semenatara partai politik bermunculan persis pada zamansistem parlementer, minus ruh ideologis. Terbukanya ruangpublic dari semangat antagonistik, membuat model demokrasiliberal sebagai pilihan. Semua pejabat publik, mulai dari bupatisampai presiden dipilih secara langsung. Pilkada peristiwaharian dengan biaya yang tak terkirakan. Partai bukan lagimenjadi tempat berjuang mengkontestasikan gagasan(ideologi), tetapi lebih sebagai tempat perburuan kekuasaan.

Konsolidasi demokrasi menjadi proses terpanjang dalampenantian. Demokrasi terkungkung oleh prosedur, ritual,yang kosong soal subtansi. Pemilihan kepala daerah secaralangsung yang dimaksudkan untuk menemukan pemimpimterbaik, telah dirusak oleh? money politics? Para pemimpinyang paling besar kemungkinannya terpilih, jadinya, sekedarpara rent seekers politik, yang sejak awal sebagai wakil modalyang ditanamkan. Ijon politik menjadi pemandangan sehari-hari yang tak dapat dielakkan. Konsekuensi yang tak dapat

Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan ...

64

International Seminar on Islamic Civilization

dihindari, ketika kekuasaan sudah diraih, langkah berikutnyamenghitung-hitung: bagaimana modal yang telah ditanam-kan segera kembali. Efek domino dari sejumlah distorsi itulahyang melahirkan masifikasi korupsi.

Di tengah-tengah siklus krisis moralitas semacam itulahmuncul keajaiban kedua, Islamisasi yang berporos dari tradisiIhwanul Muslimin, tiba-tiba menggeser posisi mainstream(Ahli Sunnah Wal-Jama’ah). Meskipun kecenderungan Islami-sasi awal sudah dimulai ketika mantan Presiden Soehartodiujung kekuasaan, yang terkenal atas terbangunnya kabi-net? ijo royo-royo?, yang lahir dari kandungan ICMI, tetapicorak Islam skriptualis atau syari’ah mindedness justrumemiliki daya tahan yang menakjubkan. Ikatan CendikawanMuslim Indonesia (ICMI) yang lahir dari persekutuan barumantan Presiden Soeharto dengan kelompok modernis –sebagai bentuk kegusaran atas? perasaan? menyusutnyadukungan militer— justru malah layu.

Sebaliknya corak ke-Islaman yang sering disebut sebagaihardliners, seperti: DDI, FPI, HTI, NII yang sebagian besarmerupakan perkawinan kultur Masyumi dengan tradisiIchawanul Muslimin, mulai mendapatkan tempat yangkokoh. Puncaknya setelah kelompok Tarbiyah ini, mendiri-kan Partai Dakwah yang diberi nama PKS (Partai KeadilanSejahtera) yang dulu bernama PK (Partai Keadilan), peta ke-Islaman di Indonesia benar-benar berubah. Partai-partai lamayang dulu mengaku sebagai ahli waris Masyumi seperti PBB,ikut tenggelam bersama menyusutnya dukungan partai-partai Islam berbasis Islam? lama? seperti PPP. PendatangBaru, PKS, yang memiliki seperangkat ideologi ke-Islaman

65

yang jelas dan dibangun dalam sel-sel model IhwanulMuslimin ala al-Banna yang ketat, mulai menunjukkankekuatannya. Partai dakwah yang berhasil membangun?trade mark? sebagai partai? bersih?, berhasil mengembang-kan sayapnya secara massif, terutama di kalangan mahasis-wa. Meskipun belakangan stigma positif partai? bersih? telahtergeser menjadi partai biasa yang serba? pragmatis? yangsering menjual-belikan cek kosong pada calon kepala daerah.Meskipun begitu mesin ideologisnya lewat sistem kerja selyang dibangun dalam semangat puritanisasi yang kuat,terlanjur membiak sebagai kekuatan baru.

Gejala seperti ini telah menjanjikan banyak harapansekaligus kecemasan. Dengan munculnya puritanisasi carakeberagamaan yang terus bergulir di seluruh lapisan, telahmenghadirkan harapan baru kemungkinan hadirnya? char-acter building? yang bersumber dari nilai-nilai agama. Modelpemahaman agama yang hitam-putih, berpeluang untukmenghadirkan kesetiaan moral yang tidak banyak diperta-nyaan legilimasinya (sami’na wa atho’na). Kecemasannya,cara kerja kognisi seperti ini cenderung ada? trade off?Semangat yang berlebihan dalam keta‘atan syari‘ah yangtekstualis, cenderung diikuti oleh perasaan berlebihan dalammenolak semua sistem nilai yang di luar registrasi keyakinan-nya. Cara berfikir tapal kuda seperti ini, jarang dapat dikom-promikan dengan nilai-nilai baru, seperti: demokrasi, nationstate, pluralism, multikulturalisme dsb. Jika dapat dikompro-mikan sifatnya hanya sementara.

Munculnya sejumlah labeling yang diberangkatkan darifakta sosial dalam banyak kasus diproduksi kelompok

Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan ...

66

International Seminar on Islamic Civilization

hardliners dengan pemaksaan pendapat lewat sweeping,pengrusakan tempat ibadah agama non-Muslim dan sikap-sikap intoleransi lainnya, merupakan daftar kecemasan yangpaling permanen. Pemandangan yang secara negative terusdiproduksi dari sikap berlebihan itu adalah munculnya sikapintoleran dalam menyikapi keyakinan yang berbeda yangdisertai oleh sejumlah ancaman dan kekerasan. Penebaranmoral tidak disajikan dengan cara membujuk secara bijaksana(billati hiya ahsan), tetapi malah dengan keberingasanjalanan. Standar ganda antara nilai-nilai dakwah yang dian-jurkan dengan sistem tindakan yang dipertontonkan menjadisebuah paradoks yang terus mengundang kecemasan.

Dari sejumlah bergulatan, distorsi politik, defisit moral,standar ganda yang terus mengalir dalam arus perubahanitu, telah melahirkan sejumlah kegamangan. Apakah Indo-nesia masih memiliki masa depan sebagai negara muslimterbesar di dunia yang sedang menerapkan demokrasi, ataukelak akan tenggelam dalam model negara-negara Arab yangdigerakkan oleh dinasti kerajaan yang tidak pernah demokra-tis. Jika pilihan pertama yang akan diimajinasikan makadampak keharusannya adalah mengakui pluralitas sebagaicondition sine qua non, Kebhenika Tunggal Ikaan sebagai etosberbangsa dan bernegara dan Pancasila sebagai pengikatintegrasi bangsa. Sejumlah kata klise ini rupanya yang harusdiulang- ulang untuk mengingatkan kebutuhan kesadarankolektif, serta mengoreksi seluruh perjalanan yang kini sedangdijalani oleh generasi penerus yang bernama mahasiswa.

Pertanyaan seperti ini layak diajukan dengan sejumlahalasan; Pertama, sebagai generasi muda terdidik, mahasiswa

67

seringkali menjadi harapan terdepan masa depan bangsa dansekaligus sebagai radar hati nurani rakyat yang paling diang-gap? bebas? dari kepentingan. Minimnya kalkulasi politikyang dilakukan mahasiswa membuat gerakannya disebutsebagai? moral force? Sebagai gerakan moral gerakan maha-siswa seringkali menjadi parameter suhu politik yang palingsensitive dari setiap pergolakan yang dikobarkan.

Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kadartertentu organisasi ekstra (kelompok Cipayung plus KAMMI),pada dasarnya merupakan? perpanjangan? ideologis partaipolitik yang tidak pernah netral atau vakum dari kepenting-an. Dunia politik mahasiswa pada akhirnya lebih merupakancikal-bakal kehidupan politik nasional yang tidak sepenuhnyabebas dari jangkauan ideologis. Karenanya, tidaklah mudahuntuk menilai secara cepat, apakah demonstrasi yangdilakukan mahasiswa, misalnya, benar-benar merupakangerakan moral; ataukah lebih merupakan perpanjangan darikekuatan politik yang menjadi sponsor ideologisnya.

Kedua, ditingkat sosiologis ada sejumlah pola pergeseranorientasi mahasiswa Muslim yang menarik untuk diamati.Jika sampai paruh kedua dasawarsa 90-an HMI yang berbasispada kelompok Islam modernis telah menjadi kelompokdominan, kini kekuatan itu telah bergeser pada KAMMI yangberbasis pada Ihwanul Muslimin. Apakah perubahan formasiini akan berdampak pada formasi model demokrasi di Indo-nesia; mengingat landasan ideologis keduanya sangatberbeda.

Ketiga, dari perspektif ideologis Indonesia yang menetap-kan diri berideologi Pancasila --bukan sebagai Negara agama

Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan ...

68

International Seminar on Islamic Civilization

dan bukan pula sebagai Negara sekuler--, saat ini, sedangdalam himpitan dua tawaran ideologi besar. Di satu pihaktawaran ideologi sekuler yang menuntut pemisahan antaraagama dan Negara; di lain pihak tawaran ideologi keagama-an yang menginginkan penyatuan antara agama dan Negaradalam bentuk syari‘ah yang ada dalam terma Islam Kaffah(total). Benturan ideologis yang tidak mudah dikompromikanini, rupanya ikut mempengaruhi dinamika kehidupan politikmahasiswa.

Keempat, dalam rangka memproyeksikan masa depandemokrasi di Indonesia, seluruh dinamika politik mahasiswa,termasuk dasar-dasar pemikiran yang mendasarinya,membutuhkan kepastian. Dalam konteks seperti ini agaknyaada benarnya apa yang dinyatakan Martin Van Bruinessen(2009): bahwa? Dinamika pemikiran Islam di Indonesia tidakbisa dipahami tanpa memperhatikan aktivisme Islam dikampus, karena banyak perdebatan-perdebatan penting telahdimulai disitu. Begitu pula gerakan-gerakan dan diskusi-diskusi di kampus hari ini pasti akan berdampak padawacana public Islam di masa depan. Satu dasawarsa setelah?reformasi? ketika gerakan mahasiswa merupakan bagianpenting dari proses politik dan cukup menarik perhatian,kehidupan kampus sekarang hampir luput dari perhatian parapengamat?

Kelima, untuk memastikan apa saja persisnya yangmenjadi perbedaan mendasar dari kedua ideologi itu, baikyang dipersepsikan mahasiswa maupun yang sedangkan dantelah diperjuangkan dalam politik kampus, termasukbagaimana perbedaan itu dinegosiasikan, membutuhkan

69

untuk direkam. Termasuk bagaimana sikap mereka terhadapPancasila sebagai ideologi yang memiliki fungsi integrativeitu dipahami. Sekiranya telah terjadi kritik ideologis terhadapPancasila, argumentasi apa saja yang di bangun, baikterhadap mereka yang menganut paham sekuler maupunpara pendukung paham ideologi keagamaan: keduanyamembutuhkan elaborasi.

Keenam, oleh karena dalam kenyataannya, para tokohmahasiswa baik yang berkecimpung dalam kegiatan organi-sasi intra maupun organisasi esktra kampus, merupakan stockkader-kader kepemimpinan? terpilih? dari seluruh tebaranjabatan, baik dalam partai politik, parlemen, birokrasi,perusahaan dsb, maka memastikan bagaimana merekaberkonflik, bernegosiasi dan bertemu, dan merespon seluruhpersoalan bangsa penting untuk diketahui. Singkatnya dalamterminolog Islam, bagaimana mereka melakukan? fastabihulchairat? (berlomba-lomba dalam kebaikan).

Ketujuh, dalam kaitanya dengan gerakan, sejauh yangkita baca dalam media, letupan-letupan protes gerakanmahasiswa yang dituangkan dalam bentuk demontrasi,ternyata bersifat variatif dan berjenjang. Ada sejumlahdemontrasi yang merupakan hasil kesepakan kolektif diantara berbagai faksi yang ada dalam payung BEM, tetapiada juga jenis demonstrasi yang lebih mencerminkankepentingan kelompok studi atau faksi-faksi pengajiankeagamaan kampus yang lebih sektarian dalam meresponsetiap fenomena sosial yang ada. Kondisi seperti ini setidaknyamemberikan gambaran tentang pluralitas aspirasi mahasiswadalam menyikapi setiap event yang dihadapi. Warna-warni

Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan ...

70

International Seminar on Islamic Civilization

gerakan seperti ini setidaknya mengundang dua pertanyaan:Pertama, apakah perbedaan reaksi atas perlu-tidaknyakesepakatan bersama yang dituangkan dalam demontrasi,lebih disebabkan oleh perbedaan persepsi atas realitas politikyang ada: ataukah lebih disebabkan oleh perbedaan landasanideologis yang ingin diperjuangkan. Kedua, apakah cara-carayang ditempuh secara normatif mengharamkan cara-carakekerasan sebagai prasyarat utama keadaban politik,ataukah sebaliknya telah menghalalkan segala cara, termasukkekerasan, baik bersifat fisik maupun ideologis (pemaksaanpandangan) dalam memperjuangkan cita-cita. Kedua sikapseperti ini tentu ada reasoning yang dibangun atas landasanideologi yang menjadi referensi. Jika asumsi ini benar, makapandangan-pandangan, hasil konstruksi dan negosiasi yangditampilkan menarik untuk direkonstruksikan kembali.Kegunaannya, di luar untuk memastikan bagaimanamahasiswa memperagakan prinsip-prinsip demokrasi, juga,untuk memastikan derajat-derajat seperti apa sikapperbedaan itu akan mengundang bahaya latent di kelakkemudian hari.

Akhirnya dalam upaya memperoleh kepastian jawabansejumlah pertanyaan seperti diuraikan di atas penting untukdiperoleh guna menakar derajat relasi kekuasaan dan carapenegosiasian yang dilakukan serta pandangan ideolgis yangmendalanginya. Apakah dunia politik mahasiswa padaakhirnya hanya akan menjadi embrio negative terhadap masadepan demokrasi di Indonesia; ataukah warna-warni perbe-daan ideologis itu masih dalam bingkai tradisi demokrasi yangsehat. Karenanya untuk memastikan perbedaan landasan

71

ideologis dengan segala agendanya dan cara-cara menegosia-sikan di tingkat tindakan politik kampus yang menjadi alasanutama mengapa penelitian ini penting dilakukan.

Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap terkait

dengan masalah; Pertama, proses pemahaman kognisi ideologikeagamaan mahasiswa yang ada dalam lingkungan kampus.Apakah ada perbedaan prinsipil yang menyebabkan prosesnegoisasi itu tidak mungkin dilakukan. Sekiranya hal ituterjadi faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kendalaideologis ini tidak dapat dicairkan sebagai mediasi untukmembangun konsensus. Bagaimana persisnya mahasiswamenyikapi seluruh perbedaan-perbedaan tersebut. Apakahdalam memahami doktrinasi keagamaan yang diberikanditerima dengan semangat? sami‘na wa atho‘na? (taken forgranted), ataukah ada pemikiran kritis ketika dihadapkanpada realitas sosial yang ada.

Kedua, seperti apa persisnya pandangan-pandanganideologis keagamaan mahasiswa, beserta seluruh keyakinan-nya dipahami, terutama ketika disandingkan dengan fakta-fakta sosiologis terhadap kebutuhan atas bangsa Indonesiayang plural dan sebagainya. Apakah wacana yang dikem-bangkan memuat unsur dominan tentang Ke-Indonesiaan;atau sebaliknya seluruhnya bersifat transnasional yangmemperjuangkan homoginisasi dan menafikan fakta-faktapluralitas yang menagih sikap toleransi (heteroginitas).

Ketiga, secara persis faktor-faktor yang menyebabkanterjadinya pola pergeseran dari referensi Islam Sunni yang

Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan ...

72

International Seminar on Islamic Civilization

ditingkat national menjadi mainstream, dengan Islam modelIhwanul Muslimin yang mengedepankan pola Arabisasi.Apakah wacana yang terjadi lebih mengedepankan penguat-an etika ke-Islaman yang memperkuat? character building?;ataukah lebih bercorak pada cita-cita Negara Islam versiSalafi dan/atau Ihwanul Muslimin.

Keempat, secara empirik ada-tidaknya kaitan antarakeyakinan ideologis keagamaan yang dijadikan referensi,dengan pilihan terhadap tema demonstrasi yang dilakukan.Sekiranya ada perbedaan apa pilihan-pilihan itu merupakanbagian dari kampanye ideolgis atau lebih merupakan ke-kuatan moral yang berangkat dari semangat memperjuang-kan keadilan (justice for all).

Metode PenelitianOleh karena penelitian ini pada dasarnya melihat

aktivitas mahasiswa dalam dua dimensi: Pertama, dimensiaktivitas politik yang dipertontonkan dalam aktivitas duniakemahasiswaan, dan Kedua, dalam dimensi ideologi(keagamaan) yang menjadi landasan bertindak, maka pal-ing tidak ada dua pendekatan yang akan digunakan. Pertama,kajian-kajian ideologi pemahaman keagamaan yang selamaini menjadi rujukan tindakan yang lebih bersifat inner- circle,yang dalam tahap tertentu bersifat back stage, dan dalam sisilain bersifat front stage, maka pendekatan dramadurgiGoffman menarik untuk digunakan. Disini peneliti -- untukmemahami layar belakang (back stage)-- dilakukanpengamatan terlibat, dalam seluruh kegiatan keagamaanyang dilakukan mahasiswa. Untuk memahami dan melihat

73

seluruh kegiatan keagamaan tersebut, mulai dari tahap-tahappengkaderan, doktrinasi dan penguatan-penguatanpengkaderan, yang paling intensif dilakukan oleh kelompokSalafi dan Tarbiyah, sejauh dimungkinkan peneliti berusahamengikuti seluruh proses itu, dengan terlibat langsung dalamfase-fase yang dijalankan.

Kedua, dalam upaya untuk memahami seluruh politicalbehavior mahasiswa dilakukan dua pendekatan. Pertama,melakukan analisa isi (content of analysis) terhadap praktik-praktik politik yang dilakukan mahasiswa, khususnya yangdituangkan dalam demonstrasi, pertarungan kepentingan/kegiatan yang dilaporkan majalah kampus, maupun dinamikainternal antar mahasiswa dalam menegosiasikan kepenting-annya khususnya dalam penetapan program BEM dansebagainya. Kedua, dalam rangka ingin mendalami apa yangdiinginkan, direncanakan dan dijalankan, baik dalamkaitannya dengan Pemilu Raya Mahasiswa maupun dalammewacanakan hal-hal yang berkaitan dengan pandangan-pandangan keagamamaan, proses negoisasi, persaingan,kompromi, cara mengelola manajemen konflik dsb, termasukpandangan mereka terhadap masalah-masalah dasar, seperti:konsep Negara Islam, Pancasila, Pluralisme, Multikultural,gender dsb., dilakukan wawancara mendalam tak berstruk-tur, tetapi terfokus yang dipandu dengan checklist yangdisusun secara rinci.

Prinsipnya, disini, pendekatan emic yang paling lazimdigunakan dalam penelitian ethnografi akan dijalankan secaraoptimal. Peneliti dengan setia menggambarkan, mencatat danmengkatagorikan data yang telah dikumpulkan dengan tanpa

Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan ...

74

International Seminar on Islamic Civilization

melakukan judgment atau penilain awal, sebelum seluruh datadikatagorikan dan di biarkan “berbicara dengan atas namanyasendiri” seperti diyakini dalam tradisi fenomenologi.

Oleh karena penelitian ini bertemakan? Dinamika PolitikMahasiswa Muslim di Universitas Umum, maka pilihanlokasi dipilih secara purposive (disengaja), masing-masingUniversitas Indonesia (UI) di Jakarta, Institut Pertanian Bogor(IPB) di Bogor, Universitas Gaja Mada (UGM) di Yogyakarta,Universitas Erlangga (UNAIR) di Surabaya dan UniversitasBrawijaya (UNIBRAW) di Malang. Argumentasi utamapilihan lokasi tersebut lebih didasarkan pada asumsi bahwakelima universitas tersebut, relative mewakili apa yang sedangterjadi di universitas negeri besar di Jawa. Meskipun, idealnyaInstitute Teknologi Bandung (ITB) di Bandung, UniversitasDiponegoro (UNDIP) di Semarang dan Universitas SebelasMaret (UNS) di Solo, juga dipilih sebagai lokasi penelitian.Mengingat masalah teknis dan asumsi bahwa ITB memilikikemiripan dengan IPB dalam homoginitas corak aktivitaskeagamaannya, UNS dan UNDIP memiliki kesamaandengan UGM dalam hal heteroginitasnya, maka alasan tidakdipilihnya dua Universitas dan satu institute negeri itu, lebihdalam asumsi dasar ini dan tentu saja juga mempertimbang-kan alasan administrative/teknis.

Seperti lazimnya penelitian kualitatif yang lebihmenekankan faktor kedalaman daripada prinsip representa-tiveness (keterwakilan), teknik pemilihan informan didasar-kan pada pemilihan secara sengaja (purposive), sekaligusmenerapkan prinsip snoball sampling, khususnya digunakanuntuk mengeksplorasi data.

75

Dari prinsip pengambilan sample seperti ini, telahdilakukan wawancara mendalam (depth interview) dengan:para fungsionaris BEM universitas, unit-unit UKM yang adadalam Universitas, seperti ketua redaksi jurnal Kampus, ketuaBEM Fakultas, Forum Mahasiswa Jurusan, dan para aktivis(pimpinan demontrasi) atau yang sering disebut korlab(koordinasi lapangan), dsb.

Di tingkat organisasi ekstra, dilakukan wawancara danFGD dengan para tokoh dan fungsionaris: HimpunanMahasiwa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indo-nesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM),Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), paratakmir masjid kampus, para mentor mahasiswa, para ketuapartai peserta Pemilihan Umum Raya Mahasiswa, dan parapejabat kampus, seperti ketua jurusan, pembantu dekandalam bidang kemahasiswaan dan pengamat lokal.

Partisipasi terlibat dilakukan dalam menontonperdebatan antar calon presiden BEM, suasana pencoblosan,penghitungan suara dan yang tak kalah penting mengikutiseluruh kegiatan keagamaan yang dilakukan mahasiswaseperti pengajian-pengajian, halaqoh- halaqoh, dsb.Semuanya dilakukan untuk mencocokkan antara yangdikatakan dengan apa yang dilakukan.

PembahasanFakta empiris atas minimnya negara-negara Muslim

yang menempuh jalan demokrasi, serta adanya kenyataansosiologis atas maraknya anarkisme sebagai model?pemaksaan? kehendak, rasanya sudah cukup memadai untuk

Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan ...

76

International Seminar on Islamic Civilization

membangun keraguan tentang masa depan kemapanandemokrasi di Indonesia.

Banyak kalangan yang mulai mempercayai, bahwaterjadinya berbagai distorsi tersebut, sebagian lebihdisebabkan oleh minimnya dukungan kultural keagamaanyang kondusif bagi percepatan pertumbuhan masa kanak-kanak demokrasi ini. Corak keagamaan, yang pada akhirdekade 60-an, disebut Geertz, sebagai? religious mindedness?,yaitu sebuah sikap keagamaan yang open-mind, serba toleran,inklusif, sinkretis, adaptatif; kini telah berubah menjadi modelkeagamaan yang bercorak? religiousness?, yang eksklusif,radikal, fundamentalis dan sama sekali tidak toleran denganperbedaan. Ada sejumlah asumsi atas mekarnya kembaligerakan model Ihwanul Muslimin ini, mulai dari ketidakadil-an tata dunia, khususnya sikap ambigu negara-negara baratdalam menangani kasus Palestina-Israel, sampai akutnyaketidakadilan ekonomi yang melanda negara-negara ketiga.

Kerentanan yang paling merisaukan atas meluasnyagerakan fundamentalisme Islam di Indonesia adalah,dikuasainya ruang-ruang pusat sosialisasi, khususnya di sekolah-sekolah dan kampus-kampus umum, yang terus menjadisasaran Islamisasi versi ini, tanpa ada tandingan pemahamanIslam alternative yang moderat. Minimnya pengetahuan agama,serta semangat yang kuat dalam menerima kepatuhan agama(sami’na waatho’na) yang diikat oleh bai’at merupakan cara klasikdalam membangun kesetiaan. Meskipun fundamentalismebukanlah sebuah solusi, tetapi semangat yang terus berkobar-kobar menebar kebencian, dalam jangka panjang jelasmerupakan bom-waktu atas meledaknya? clash of ideology?

77

dalam bentuk kekerasan-kerasan yang lebih massif yang terlalumengerikan untuk dibayangkan.

Sebagai generasi muda terdidik, mahasiswa seringkalimenjadi harapan terdepan masa depan bangsa dan sekaligussebagai radar hati nurani rakyat yang paling dianggap?bebas? dari kepentingan. Minimnya kalkulasi politik yangdilakukan mahasiswa membuat gerakannya disebut sebagaimoral force. Sebagai gerakan moral gerakan mahasiswaseringkali menjadi parameter suhu politik yang paling sensi-tive dari setiap pergolakan yang dikobarkan.

Meskipun begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa dalamkadar tertentu organisasi ekstra (kelompok Cipayung plusKAMMI), pada dasarnya merupakan? perpanjangan? ideologispartai politik yang tidak pernah netral atau vakum darikepentingan. Dunia politik mahasiswa pada akhirnya lebihmerupakan cikal-bakal kehidupan politik nasional yang tidaksepenuhnya bebas dari jangkauan ideologis. Karenanya, tidaklahmudah untuk menilai secara cepat, apakah demontrasi yangdilakukan mahasiswa, misalnya, benar- benar merupakangerakan moral; ataukah lebih merupakan perpanjangan darikekuatan politik yang menjadi sponsor ideologisnya.

Ada sejumlah pola pergeseran orientasi mahasiswa Mus-lim yang menarik untuk diamati. Jika sampai paruh keduadasawarsa 90- an HMI yang berbasis pada kelompok Islammodernis telah menjadi kelompok dominan, kini kekuatanitu telah bergeser pada KAMMI yang ajarannya nampaknyalebih terilhami oleh Ikhawanul Muslimin di Mesir. Perubahanformasi ini nampaknya akan berdampak pada formasi modeldemokrasi di Indonesia.

Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan ...

78

International Seminar on Islamic Civilization

Sementara itu dari perspektif ideologis Indonesia yangmenetapkan diri berideologi Pancasila --bukan sebagaiNegara agama dan bukan pula sebagai Negara sekuler--, saatini, sedang dalam himpitan dua tawaran ideologi besar. Disatu pihak tawaran ideologi sekuler yang menuntutpemisahan antara agama dan Negara; di lain pihak tawaranideologi keagamaan yang menginginkan penyatuan antaraagama dan negara. Benturan ideologis yang tidak mudahdikompromikan ini, rupanya ikut mempengaruhi dinamikakehidupan politik mahasiswa.

Karena itu, dalam memproyeksikan masa depandemokrasi di Indonesia, rupanya perlu direkam seluruhdinamika politik mahasiswa, termasuk dasar-dasar pemikiranyang mendasarinya. Nampaknya ada benarnya apa yangdinyatakan Martin Van Bruinessen (2009): bahwa? Dinamikapemikiran Islam di Indonesia tidak bisa dipahami tanpamemperhatikan aktivisme Islam di kampus, karena banyakperdebatan-perdebatan penting telah dimulai di situ. Begitupula gerakan-gerakan dan diskusi-diskusi di kampus hari inipasti akan berdampak padawacana public Islam di masadepan. Satu dasawarsa setelah? reformasi?, ketika gerakanmahasiswa merupakan bagian penting dari proses politik dancukup menarik perhatian, kehidupan kampus sekaranghampir luput dari perhatian para pengamat?

Apa saja persisnya yang menjadi perbedaan mendasardari kedua ideology itu, baik yang dipersepsikan mahasiswamaupun yang sedangkan dan telah diperjuangkan dalampolitik Kampus, termasuk bagaimana perbedaan itudinegoisasikan, jelas menarik untuk direkam. Termasuk

79

bagaimana sikap mereka terhadap Pancasila sebagai ideol-ogy yang memiliki fungsi integrative itu dipahami. Sekiranyatelah terjadi kritik ideologis terhadap Pancasila, argumentasiapa saja yang di bangun, baik terhadap mereka yangmenganut paham sekuler maupun para mendukung pahamideology keagamaan: keduanya membutuhkan elaborasi.

Sementara itu, dalam kenyataannya, para tokoh maha-siswa baik yang berkecimpung dalam kegiatan organisasiintra maupun organisasi esktra kampus, merupakan stockkader-kader kepemimpinan? terpilih? dari seluruh tebaranjabatan, baik dalam partai politik, parlemen, birokrasi,perusahaan dsb. Karenanya jika ingin memastikan kualitaskepemimpinan Indonesia dan arah demokratisasi di masadepan, pada dasarnya dapat dimulai dengan melihatdinamika kehidupan mahasiwa saat ini. Termasuk dalammewacanakan problem-problem empiris, soal ke bhinekaan,NKRI, HAM, keadilan sosial, dsb.

Dalam kaitanya dengan gerakan, sejauh yang kita bacadalam media, letupan-letupan protes gerakan mahasiswa yangdituangkan dalam bentuk demontrasi, rupanya bersifat variatifdan berjenjang. Ada sejumlah demontrasi yang merupakan hasilkesepakan kolektif di antara berbagai faksi yang ada dalampayung BEM, tetapi ada juga jenis demontrasi yang lebihmencerminkan kepentingan kelompok studi atau faksi-faksipengajian keagamaan Kampus yang lebih sektarian dalammerespon setiap fenomena sosial yang ada. Kondisi seperti inisetidaknya memberikan gambaran tentang pluralitas aspirasimahasiswa dalam menyikapi setiap event yang dihadapi. Warna-warni gerakan seperti ini setidaknya mengundang dua

Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan ...

80

International Seminar on Islamic Civilization

pertanyaan: Pertama, apakah perbedaan reaksi atas perlu-tidaknya kesepakan bersama yang dituangkan dalamdemontrasi, lebih disebabkan oleh perbedaan persepsi atasrealitas politik yang ada: ataukah lebih disebabkan olehperbedaan landasan ideologis yang ingin diperjuangkan. Kedua,apakah cara-cara yang ditempuh secara normatifmengharamkan cara-cara kekerasan sebagai prasyarat utamakeadaban politik, ataukah sebaliknya telah menghalalkan segalacara, termasuk kekerasan, baik bersifat fisik maupun ideologis(pemaksaan pandangan) dalam memperjuangkan cita-cita.Kedua sikap seperti ini tentu ada reasoning yang dibangun ataslandasan ideology yang menjadi referensi. Jika asumsi ini benar,maka pandangan- pandangan, hasil kontruksi dan negoisasiyang ditampilkan menarik untuk direkontruksikan.

Kepastian jawaban itu penting untuk diperoleh gunamenakar derajat relasi kekuasaan dan cara penegoisasian yangdilakukan serta pandangan ideolgis yang mendalanginya.Apakah dunia politik mahasiswa pada akhirnya hanya akanmenjadi embrio negative terhadap masa depan demokrasi diIndonesia; ataukah warna-warna perbedaan ideologis itu masihdalam bingkai tradisi demokrasi yang sehat. Karenanya untukmemastikan perbedaan landasan ideologis dengan segalaagendanya dan cara-cara menegoisasikan di tingkat tindakanpolitik Kampus menarik untuk direkam.

KesimpulanDi tingkat ideologis perbedaan pemahaman ke-Islaman

di kampus-kampus umum ini memiliki distingsi yang jelas.Tarbiyah Islamiyah yang merujuk pada pandangan-

81

pandangan Ihwanul Muslimin, yang menjadi rujukan utamaKesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI),memiliki sejumlah prinsip umum yang berbeda dengankelompok mainstream.

Ichwanul Muslimin yang awalnya berdiri dengan namaHarakah Tarbiyah, yang berarti? gerakan pendidikan?, benar-benar telah mendominasi hampir di lima kampus yang diteliti.Gerakan ini berkembang dengan pola perekrutan melaluisystem sel, yang sangat sistematis dam terpelihara. Dengansystem ini, halaqah dan daurah diadakan di rumah-rumahanggota dan tempat-tempat tertutup lainnya, yang disebutusrah. System perikrutannya yang paling efektif dilakukandengan system sel. Setiap sel terdiri antara 5-10 maksimal 20anggota di bawah pimpinan seorang murabbi, yang secaraharfiah berarti instruktur, mengkaderan itu telah berjalandengan sistematis. Dengan sifat pertemuan-pertemuan ituyang sangat rahasia, semua anggota sel diminta untukmenyebarkan melalui mulut ke mulut pemikiran ideolog-ideolog gerakan—lewat buku-buku mereka yang terkenal,seperti Ma‘alim fi‘l Tarig karya Qutb—kepada pengikutpotensial. Mereka yang berminat diundang mengikutihalaqah dan daurah. Sekali memutuskan untuk menjadianggota, mereka didorong untuk mendekati pengikutpotensial lainnya dan mengundang mereka untuk mengikutikegiatan-kegiatan serupa Model pemeliharaan inilah yangtidak dimiliki organisasi keagamaan lainnya.

Salah satu kekuatan dari pola Ichwanul Muslimin yangdianut kelompok Tarbiyah maupun model Salafi ala HisbutTahrir ini, tidak hanya semata-mata pada pola perekrutan

Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan ...

82

International Seminar on Islamic Civilization

yang sangat sistematis dengan jenjang-jenjang yang jelas,tetapi juga, pada pemeliharaan pengkaderannya yang sangatterjaga. Ketatnya pemeliharaan mindset yang dikurung olehsemangat? sami’na wa atho’na? (taken for granted), membuatgerakan ini bergerak bagaikan tombol dengan kecepatanyang nyaris tidak terukur. Minimnya pilihan wacana yangterbuka bagi para anggotanya, membuat pandangantunggal (tapal kuda), memudahkan kader-kader yang sudahdibai‘at itu terjaga dari pengaruh-pengaruh ideology luar,yang selalu dianggap tidak Islami.

Tawaran ideologis kembali pada al-Qur‘an dan As-Sunnah secara murni dan konsekuen, sebagai pra-syaratmenuju Islam Kaffah (total), merupakan jargon yang palingmudah diterima, tanpa membutuhkan argumenasi yangrumit dan berfikir. Peragaan kesolihan pribadi yangdipertontonkan dengan kedisiplinan dalam menjalankanibadah Mahdloh (ritual), merupakan daya tarik tersendiridibandingan dengan model ke-Islam yang menawarkanwacana-wacana kritis, tetapi tidak mencontohkan tingkahlaku Islam simbolik. Apa yang terlihat dalam komunitas yangmemunculkan solidaritas yang tinggi para anggotanya,semangat saling menolong dan kesinambungan karir politikyang ada dalam Partai Keadilan dan Kesejahteraan,merupakan daya tarik lain, yang nyaris tidak dimiliki olehorganisasi Islam non-KAMMI.

Meskipun begitu, pada dasarnya merebaknya komunitasIslam model Tarbiyah ini, sebenarnya bukan dalam sekejap,khususnya ketika krant demokrasi dibuka. Semuanya itu,lahir dari embrional yang panjang, ketika Dakwah di

83

Kampus-Kampus umum marak dibawah sponsor MasjidSalma di ITB.

Tarbiyah yang hampir memonopoli kampus-kampusumum yang diteliti, meskipun tujuan akhirnya adalahmenegakkan syari‘at Islam (Negara Islam), agaknya merekabelajar dari pengalaman Masyumi. Karena ketidaksabaran-nya dalam menegakkan syari‘at Islam, membuat pengusungutama Piagam Jakarta ini yang dibubarkan Soekarno. Sikapkeras yang tanpa strategi adaptasi yang memadai, membuatperjuangan mendirikan Negara Islam itu, layu sebelumberkembang.

PKS rupanya begitu yakin bahwa jalan itu bisa ditempuhmelalui jalur demokrasi, dan dirintis melalui system dakwahyang ketat, sistematis dan terukur. Karenanya, partai yangmerujuk pada pandangan-pandangan al-Banna ini, palingtidak terlalu tertarik untuk mewacanakan masalah-masalahsensitive, seperti Pancasila, demokrasi, pluralime, multikul-turalimse, HAM dan kesetaraan Jender. Sejauh tema-tema itutidak menagih jawaban mendesak lebih baik dihindarkanuntuk diwacanakan. Sikap seperti menerima Pemilu sudahdianggap mencukupi untuk menjawab: apakah PKS meneri-ma demokrasi atau tidak. Peragaan konkrit ini rupanya yangmembuat PKS berhasil menampilkan partai ala IhwanulMuslimin yang soft dan disesuaikan dengan kondisi sementarayang ada di Indonesia.

Meskipun begitu, mengingat dalam system kepartaian-nya didominasi oleh dewan Syuro yang tidak memperhatikansystem demokrasi, maka penampilan PKS yang di forumdepan (front stage) itu sangat elegan, menjadi mudah

Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan ...

84

International Seminar on Islamic Civilization

ditengarai sebagai taktik sementara untuk menyimpanagenda ideology yang sebenarnya. Gambaran seperti ini kira-kira yang juga dialami oleh KAMMI dalam menyikapi tema-tema yang selalu didesak untuk menjawab: apakah KAMMIsesunguhnya menyetujui HAM, Kesetaraan Jender,demokrasi, Pancasila dsb. Mereka umumnya tidak terlatihuntuk mewacanakan masalah-masalah yang membutuhkansikap kritis. Apa yang paling dikuasai adalah aktivisme yangdilakukan dalam versi Ichwanul Muslimin yang sudah baku.

Sementara itu Hizbut Tahrir, didirikan oleh Tqiy al-Dinal- Nabhani di Palestina tahun 1953 dan diperkenalkan oleh=Abd Rahman al-Bahdadi, seorang aktivis dari Australia,mengikuti inisiatif Ikhwanul Muslimin dalam upaya menebarpengaruh di kampus-kampus universitas. Seperti IkhwanulMuslimin, mereka juga menggunakan system sel rahasia.Tetapi dalam hal ideology, ia lebih radikal daripada ikh-wanulimin, karena ia dengan penuh semangat memasukkangagasan pembentukan? khilafah Islamiah? (Kekhalifahan Is-lam). Untuk mencapai tujuan itu, ia tak segan-seganmenggunakan cara-cara kekerasan sebuah pendekatan yangtidak dilakukan oleh kelompok Tarbiyah.

Ketidaksabaran inilah nampaknya yang membuat HTIlebih sulit diterima di kalangan mahasiswa, khususnya yangada di jurusan sosial, sebaliknya mudah diterima di jurusaneksakta. Mudahnya para mahasiswa jurusan eksakta, untukmenerima dakwah yang lebih memperlihat ketegasan apayang boleh dan apa yang tidak boleh, sebagian ditengaraimengapa jurusan-jurasan ilmu alam, teknik dsb begitumudah menerima anjuran Ihwanul Muslimin, bahkan

85

kelompok Salafi yang lebih keras. Sekiranya ada fakta empiristentang tokoh-tokoh KAMMI yang berasal dari jurusan sosial-politik, seperti presiden BEM terpilihan UGM, umumnyamereka sudah terdidik sejak aktif Rohani Islam (ROHIS) diSMA-SMA.

Dalam asumsi ini tidaklah mengherankan jika KAMMIatau Tarbiyah menjadi mayoritas di IPB, ITB, ITS dan fakultas-fakultas eksakta lainya, tetapi mendapatkan perlawanan ketatdi fakultas-fakultas sosial-politik dan budaya, baik di UGM,UNAIR maupun Brawijaya.

Meskipun dalam tahap tertentu tidak terjadi polarisasiyang mencolok antara mahasiswa KAMMI yang menjadipenguasai BEM dalam pengelola program-programkemahasiswaan yang ada. Utamanya di kampus-kampusyang heterogintas masih terjaga, seperti UGM, UNAIR, UIdan UNIBRA kecuali kuatnya kesan terjadinya segmentasimahasiwa yang ekskusif atas dasar sektarian, sehingga potensiuntuk penajaman ideologis itu, tetaplah ada. Bahkan trademark KAMMI yang lebih mengedepankan ibadah Mahdzohdibandingkan HMI, PMII dan IMM, sangatlah terlihat.

Karenanya yang paling merisaukan dalam kecenderung-an seperti ini jika hadirnya sikap toleransi yang ada sekarang,sebenarnya tidak didasarkan oleh pemahaman keagamaanyang mendalam, melainkan oleh tindakan bersyarat yangtentative. Selama KAMMI tidak diberikan ruang yang lebihterbuka dalam membaca khasanah-khasanah ke-Islamanlain, dengan cara berimpati pada pemikiran Islam non-Tarbiyah, kerentanan konflik di kalangan mahasiswa tetaplahterbuka.

Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan ...

86

International Seminar on Islamic Civilization

Daftar Rujukan

Altbach, Philip G. 1970. Student Movements in Historical Per-spective: The Asian Case, Journal of Southeast AsianStudies, Vol. 1, No. 1, pp. 74-84

Altbach, Philip G. 1984. Student Politics in the Third World,Higher Education, Vol. 13, No. 6, pp. 635-655.

Altbach, Philip G. 1989. Perspective on Student Political Ac-tivism, Comparative Education, Vol. 25 No. 1, pp. 97-110.

Khoirnafiya, Siti. 2005 Memurnikan Ajaran’: Suatu Kajiantentang Kelompok Halaqah Hizbut Tahrir Indonesia diUniversitas Indonesia. Depok: Skripsi pada JurusanAntropologi FISIP UI.

Rootes, Christopher A. 1980. Student Radicalism: Politics ofMoral Protest and the Legitimation Problems of theModern Capitalist State, Theory and Society, Vol. 9No.3,pp..473-502.

Claudia Nef Saluz (ed) Dynaminc of Islamic Student Move-ments: Iklim Intelektual Islam di Kalangan AktivisKampus, Insist, Yogyakarta.

Wahid, K.H. Abdurrahman. 2009. Ilusi Negara Islam. EkspansiGerakan Islam Transnasional di Indonesia. Jakarta: TheWahid Institute.

*) Maskuri Bakri adalah Dosen Pascasarjana Universitas Islam Malang,sedangkan Anas Saidi adalah Peneliti LIPI

87

Hasan Noorhaidi, 2008. Laskar Jihad: Islam, Militansi, danPencarian Identitas di Indonesia Pasca Orde Baru,LP3ES, Jakarta.

Yudi Latif, 2005. Inteligensia Muslim dan Kuasa: GenealogiInteligensia Muslim Indonesia Abad ke-20, Mizan,Jakarta.

Rahmat, Imaddun, 2007. Ideologi Politik PKS dari MasjidKampus ke Gedung Parlemen, LKis, Yogyakarta.

Ramakrisnhna, Kumar. 2009. Radical Pathways: Understand-ing Muslim Radicalization in Indonesia, Praeger secu-rity international, Westport, Connecticut, London.

Analisis Kritis terhadap Dinamika Politik Mahasiswa Dan Masa Depan ...