Upload
pratama-bijak
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai jenis masyarakat, tidak
terlepas dari adanya masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir sebagai bagian
dari jenis masyarakat Indonesia merupakan komunitas yang patut untuk di
perhatikan, yang pada saat ini masih termasuk dalam problematika negara
untuk memberikan kesejahteraan masyarakat pesisir dengan masyarakat
umumnya. Kemiskinan yang hingga kini masih menjadi momok Negara, yang
belum terpecahkan. Dan masyarakat pesisir yang sering dijadikan peran
utama tingkatan masyarakat yang mengalami kemiskinan.
Masyarakat pesisir dengan karakteristik yang hidupnya tergantung dari
sumber hayati laut, memang sangat akrab dengan kehidupan yang serba apa
adanya. Dan sering di katakan sebagai masyarakat tingkat rendah. Berbagai
masyarakat pesisir dengan adat, budaya yang berbeda – beda banyak
terdapat di Indonesia. Perekonomian masyarakat pesisir hal ini dalam kategori
nelayan sangat tergantung dari hasil penangkapan yang di dapat. Dan pada
saat ini masih banyak masyarakat yang melakukan penagkapan dengan alat –
alat tradisional. Dan kemampuan yang sangat jauh di bandingkan dengan
masyarakat modern.
Mencandra kehidupan masyarakat pesisir, sangatlah dibutuhkan dengan
menelaah kehidupan – kehidupan yang ada di dalamnya, sebagai akademisi
yang bergelut dalam kaidah tentang wilayah pesisir. Berbagai macam
kehidupan masyarakat pesisir dapat kita temukan. Dalam hal ini saya selaku
penulis menyusun makalah dengan judul “ Strategi Penanggulangan
Kemiskinan Masyarakat Pesisir Simeulue Provinsi Aceh Indonesia ”
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui kehidupan masyarakat pesisir Simeulue Provinsi Aceh
Indonesia.
2. Mengetahui secara umum kebudayaan masyarakat pesisir di wilayah
tersebut.
3. Mengetahui peran pemerintah sebagai fasilitator kesejahteraan
masyarakat dan strategi penangulangan kemiskinan di wilayah tersebut.
1
1.3 Sasaran
Sasaran dari penulisan makalah ini adalah keseluruhan masyarakat
pesisir Simelue provinsi aceh. Dengan seluruh kebudayaan yang ada. Dan
pemerintah dalam penyusun strategi penanggulangan masyarakat pesisir
dengan segala aspek kebijakan.
1.4 Output
Harapan dari penulisan ini atau Output dari penulisan ini adalah sebagai
berikut :
1. Tersampaikannya informasi tentang masyarakat pesisir Simeulue Aceh
dan strategi pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan di wilayah
tersebut.
2. Terbentuknya akademisi mahasiswa yang perduli terhadap
perkembangan dan kemajuan masyarakat pesisir khusunya wilayah Aceh
Indonesia.
3. Terciptanya strategi yang tepat untuk menanggulangi kemiskinan
masyarakat pesisir.
4. Terbentuknya akses bagi masyarakat pesisir dalam memahami kontek
terkini.
2
2. KERANGKA TEORI
2.1 Sejarah Aceh
Aceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa
Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah
provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur
tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena
alasan sejarah. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah
utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur,
danSumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-
Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh
merupakan kawasan yang paling buruk dilanda gempa dan tsunami 26
Desember 2004. Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali.
Yang terberat adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh
Barat, Singkil dan Simeulue.
Aceh mempunyai kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas
alam. Sumber alam itu terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur. Aceh juga
terkenal dengan sumber hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit
Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh Besar, sampai Ulu
Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung
Leuser (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara.
Pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa
Alam, Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang
penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman
tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau hingga Perak.
Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di dunia
Barat pada abad ke-16, termasuk Inggris, Ottoman, dan Belanda.
Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan
sejak awal abad ke-16, pertama dengan Portugal, lalu sejak abad ke-
18 denganBritania Raya (Inggris) dan Belanda.
Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya
di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.
Pada tahun 1824, Persetujuan Britania-Belanda ditandatangani, di mana
Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania
3
mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar.
Pada tahun 1871, Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh,
kemungkinan untuk mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di
kawasan tersebut.
Menurut Beberapa Data Provinsi Aceh termasuk dalam wilayah yang
memiliki angka kemiskinan tertinggi.
Tabel.1 Angka Kemiskinan
No. Provinsi Angka Kemiskinan
1. Papua Barat 36.80
2. Papua 34.88
3. Maluku 27.74
4. Sulawesi Barat 23.19
5. Nusa Tenggara Timur 23.03
6. Nusa Tenggara Barat 21.55
7. Aceh 20,98
8. Bangka Belitung 18.94
9. Gorontalo 18.70
10. Sumatera Selatan 18.30
2.2 Kabupaten Simeulue
Kabupaten Simeulue adalah salah satu kabupaten di Aceh, Indonesia.
Berada kurang lebih 150 km dari lepas pantai barat Aceh, Kabupaten
Simeulue berdiri tegar di Samudera Indonesia. Kabupaten Simeulue
merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat sejak tahun 1999, dengan
harapan pembangunan semakin ditingkatkan di kawasan ini. Ibukota
Kabupaten Simeulue adalah Sinabang, kalau diucapkan dengan logat daerah
adalah Si navang yang berasal dari legenda Navang. Navang adalah si
pembuat garam masa dulu di daerah Babang (pintu masuk teluk Sinabang.
Dulunya Navang membuat garam dengan membendung air laut yang masuk
ke pantai Babang, kemudian dikeringkan lalu menjadilah garam.
Garam Navang lambat laun menjadi dikenal di sekitar Ujung Panarusan
sampai ke Lugu. Jika penduduk membutuhkan garam, maka mereka akan
menuju si Navang, yang lambat laun konsonan 'V' pada Navang berubah
menjadi Nabang. Sementara Sibigo ibukota kecamatan Simeulue Barat
berasal dari kata/kalimat CV dan Co karena masa-masa penjajahan dulu,
4
Sibigo adalah lokasi perusahaan pengolahan kayu Rasak - sejenis kayu
sangat keras setara dengan Jati - yang dikirim ke Belanda via laut. Karena
posisi geografisnya yang terisolasi dari Pulau Sumatera, hiruk-pikuk konflik di
Aceh daratan tidak pernah berimbas di kawasan ini, bahkan tidak ada
pergerakan GAM di kawasan kepulauan ini. Lokasi simeulue seperti gambar
di bawah.
Gambar.1 Lokasi Pesiair Simeulue
- Bahasa
Terdapat tiga bahasa utama yang dominan dalam pergaulan sehari-hari
yakni bahasa Devayan, bahasa Sigulai, dan bahasa Leukon. Bahasa Devayan
umumnya digunakan oleh penduduk yang berdomisili di Kecamatan Simeulue
Timur, Teupah Selatan, Teupah Barat, Simeulue Tengah dan Teluk Dalam.
Bahasa Sigulai umumnya digunakan penduduk di Kecamatan Simeulue Barat,
Alafan dan Salang. Sedangkan bahasa Leukon digunakan khususnya oleh
penduduk Desa Langi dan Lafakha di Kecamatan Alafan. Selain itu digunakan
juga bahasa pengantar (lingua franca) yang digunakan sebagai bahasa
perantara sesama masyarakat yang berlainan bahasa di Simeulue yaitu
bahasa Jamu atau Jamee (tamu), awalnya dibawa oleh para perantau niaga
dari Minangkabau dan Mandailing.
- Budaya
Masyarakat Simeulue mempunyai adat dan budaya tersendiri berbeda
dengan saudara-saudaranya di daratan Aceh, salah satunya adalah seni
Nandong, suatu seni nyanyi bertutur diiringi gendang tetabuhan dan biola
yang ditampilkan semalam suntuk pada acara-acara tertentu dan istimewa.
Terdapat pula seni yang sangat digemari sebagian besar masyarakat, seni
5
Debus, yaitu suatu seni bela diri kedigjayaan kekebalan tubuh terutama dari
tusukan bacokan pedang, rencong, rantai besi membara, bambu, serta
benda-benda tajam lainnya, dan dari seni ini pulalah para pendekar Simeulue
acap diundang ke mancanegara.
←
2.3 Sekilas Tentang Kabupaten Simeulue
Kabupaten Simeulue adalah sebuah kabupaten dalam wilayah Provinsi
Aceh, Indonesia. Berada kurang lebih 150 km dari lepas pantai barat Aceh.
Kabupaten Simeulue terdiri dari Pulau Simeulue dan 56 pulau-pulau kecil
lainnya. Pulau Simeulue memiliki panjang sekitar 100 km dan lebar sekitar 8-
28 km. Kabupaten Simeulue memiliki luas sekitar 2.310 km². Gunung yang
tertinggi adalah sekitar 600 meter. Kabupaten ini memiliki curah hujan sekitar
2.824 mm pertahun. Ibukota Kabupaten Simeulue adalah Sinabang.
Pelabuhan utama di Sinabang berjarak 105 mil laut dari Meulaboh (Aceh
Barat) dan berjarak 85 mil laut dari Tapaktuan (Aceh Selatan). Kabupaten ini
sekarang dipimpin oleh Drs. H. Darmili. Kabupaten Simeulue dibagi menjadi 8
kecamatan dan 135 desa. Kecamatan-kecamatan yang berada di Kabupaten
Simeulue adalah sebagai berikut:
1. Simeulue Timur
2. Teupah Barat
3. Teupah Selatan
4. Simeulue Tengah
5. Teluk Dalam
6. Salang
7. Alafan
8. Simeulue Barat
Terdapat tiga bahasa utama yang dominan dalam pergaulan sehari-hari
yakni bahasa Ulau, bahasa Sibigo, dan bahasa Jamee. Bahasa Ulau (pulau)
umumnya digunakan oleh penduduk yang berdomisili di Kecamatan Simeulue
Timur, Teupah Selatan, Teupah Barat, Simeulue Tengah dan Teluk Dalam.
Bahasa Sibigo umumnya digunakan penduduk di Kecamatan Simeulue Barat,
Alafan dan Salang.
6
Sedangkan bahasa Jamee (tamu) digunakan khususnya oleh para
penduduk yang berdiam di sekitar kota Sinabang dan sekitarnya yang
umumnya perantau niaga dari Minangkabau dan Mandailing.
Masyarakat Simeulue mempunyai adat dan budaya tersendiri berbeda dengan
saudara-saudaranya di daratan Aceh, salah satunya adalah seni Nandong,
suatu seni nyanyi bertutur diiringi gendang tetabuhan dan biola yang
ditampilkan semalam suntuk pada acara-acara tertentu dan istimewa.
Terdapat pula seni yang sangat digemari sebagian besar masyarakat, seni
Debus, yaitu suatu seni bela diri kedigjayaan kekebalan tubuh terutama dari
tusukan bacokan pedang, rencong, rantai besi membara, bambu, serta
benda-benda tajam lainnya, dan dari seni ini pulalah para pendekar Simeulue
acap diundang ke mancanegara.
Kabupaten Simeulue mempunyai potensi yang besar di sektor
perikanan. Dalam satu dasawarsa terakhir hasil pulau Simeulue yang sangat
terkenal adalah Lobster (udang laut) yang cukup besar ukurannya dan telah
diekspor ke luar daerah seperti Medan, Jakarta dan bahkan ke luar negeri
hingga Singapura dan Malaysia. Selain itu terdapat 305.000 ha area penghasil
ikan yang merupakan pusat penghasil Tuna. Penangkapan ikan laut termasuk
mata pencaharian utama dengan jumlah nelayan sekitar 6.500 jiwa.
Berdasarkan data Bappenas Provinsi Aceh Daftar Penduduk
Berpendidikan wilayah Simeulue adalah Sebagai berikut :
Tabel.2 Tentang Penduduk Berpendidikan
No Kabupaten/Kota
TAHUN
2005 2006 2007 2008 2009
1. Simeule 95.08 98.30 97.44 98.17 99.18
2. Aceh Singkil 89.66 88.86 85.88 90.71 93.91
3. Aceh Selatan 92.10 90.84 89.82 93.67 95.02
4. Aceh Tengara 92.68 95.32 95.89 97.27 96.63
5. Aceh Timur 96.74 97.00 96.97 95.69 97.51
6. Aceh Tengah 91.57 96.84 94.06 96.97 97.89
7. Aceh Barat 96.15 86.82 94.63 94.06 93.05
8. Aceh Besar 93.93 93.10 93.55 94.63 93.98
9. Pedie 93.46 91.93 93.55 95.51 94.29
10. Bireuen 97.54 98.34 95.87 98.09 97.59
11. Aceh utara 93.74 96.04 94.72 95.12 94.43
7
12. Aceh Barat Daya 90.40 91.47 93.14 96.12 94.04
13. Gayo lues 82.12 83.65 77.65 96.22 98.25
14. Aceh tamiang 93.41 95.46 97.04 84.41 93.58
15. Nanag Raya 85.76 83.45 89.60 97.87 93.31
16. Aceh Raya 89.36 95.46 91.78 88.59 98.61
17. Bener Meriah 96.24 83.45 91.78 93.73 92.93
18. Pedie jaya 92.56 97.06 99.10
19. Banda Aceh 99.05 98.56 98.09 92.56 98.26
20. Sabang 97.45 97.85 98.98 98.95 99.10
21. Langsa 97.01 98.04 98,75 98.78 99.63
22. Lhokseumawe 96.11 98.82 89.41 98.58 96.13
23. Subulusalam 98.06 91.36 96.13
Total 93.88 94.27 94.51 95.94 96.39
2.4 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
Saat ini banyak program pemberdayaan yang menklaim sebagai
program yang berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat (bottom
up), tapi ironisnya masyarakat tetap saja tidak merasa memiliki akan program-
program tersebut sehingga tidak aneh banyak program yang hanya seumur
masa proyek dan berakhir tanpa dampak berarti bagi kehidupan masyarakat.
Pertanyaan kemudian muncul apakah konsep pemberdayaan yang
salah atau pemberdayaan dijadikan alat untuk mencapai tujuan tertentu dari
segolongan orang. Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan
peluang bagi masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya,
merencanakan dan melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan
kemandirian permanen dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan
kelompok-kelompok masyarakat lainnya, karena didalam habitat pesisir
terdapat banyak kelompok kehidupan masayarakat diantaranya:
a) Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang
mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini
dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan
nelayan tangkap tradisional. Keduanya kelompok ini dapat dibedakan dari
jenis kapal/peralatan yang digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.
8
b) Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir
yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan
mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun
dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat
sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal. Umumnya yang menjadi
pengumpul ini adalah kelompok masyarakat pesisir perempuan.
c) Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang
paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka
dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka,
mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk usaha
produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK)
pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang minim.
d) Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok
masyarakat nelayan buruh.
Setiap kelompok masyarakat tersebut haruslah mendapat penanganan
dan perlakuan khusus sesuai dengan kelompok, usaha, dan aktivitas ekonomi
mereka. Pemberdayaan masyarakat tangkap minsalnya, mereka
membutukan sarana penangkapan dan kepastian wilayah tangkap. Berbeda
dengan kelompok masyarakat tambak, yang mereka butuhkan adalah modal
kerja dan modal investasi, begitu juga untuk kelompok masyarakat pengolah
dan buruh. Kebutuhan setiap kelompok yang berbeda tersebut, menunjukkan
keanekaragaman pola pemberdayaan yang akan diterapkan untuk setiap
kelompok tersebut.
Dengan demikian program pemberdayaan untuk masyarakat pesisir
haruslah dirancang dengan sedemikian rupa dengan tidak menyamaratakan
antara satu kelompk dengan kelompok lainnya apalagi antara satu daerah
dengan daerah pesisir lainnya. Pemberdayaan masyarakat pesisir haruslah
bersifat bottom up dan open menu, namun yang terpenting adalah
pemberdayaan itu sendiri yang harus langsung menyentuh kelompok
masyarakat sasaran. Banyak sudah program pemberdayaan yang
dilaksanakan pemerintah, salah satunya adalah pemberdayaan ekonomi
masyarakat pesisir (PEMP). Pada intinya program ini dilakukan melalui tiga
pendekatan, yaitu:
(a) Kelembagaan. Bahwa untuk memperkuat posisi tawar masyarakat,
mereka haruslah terhimpun dalam suatu kelembagaan yang kokoh,
9
sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan
secara baik. Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung
(intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain itu
kelembagaan ini juga dapat menjadi suatu forum untuk menjamin
terjadinya perguliran dana produktif diantara kelompok lainnya.
(b) Pendampingan. Keberadaan pendamping memang dirasakan
sangat dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan.
Masyarakat belum dapat berjalan sendiri mungkin karena
kekurangtauan, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan yang rendah,
atau mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena
belum pulihnya rasa percaya diri mereka akibat paradigma-
paradigma pembangunan masa lalu. Terlepas dari itu semua, peran
pendamping sangatlah vital terutama mendapingi masyarakat
menjalankan aktivitas usahanya. Namun yang terpenting dari
pendampingan ini adalah menempatkan orang yang tepat pada
kelompok yang tepat pula.
(c) Dana Usaha Produktif Bergulir. Pada program PEMP juga
disediakan dana untuk mengembangkan usaha-usaha produktif
yang menjadi pilihan dari masyarakat itu sendiri. Setelah kelompok
pemanfaat dana tersebut berhasil, mereka harus menyisihkan
keuntungannya untuk digulirkan kepada kelompok masyarakat lain
yang membutuhkannya. Pengaturan pergulirannya akan disepakati
di dalam forum atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sendiri
dengan fasilitasi pemerintah setempat dan tenaga pendamping.
10
2.5 Penanggulangan Kemiskinan Pesisir Simelue Aceh indonesia
Tinggal di daerah tersebut adalah para nelayan. Pemberdayaan ini lebih
difokuskankepada pencerdasan para nelayan itu sendiri agar mereka paham
dan mengertibagaimana memanfaatkan sumber daya laut secara
berkelanjutan, serta bagaimana caramengentaskan kemiskinan mereka agar
mata pencaharian nelayan dapat dipandangsebagai mata pencaharian
unggulan sehingga mereka, para nelayan tersebut tidakterjebak lagi dalam
ingkaran setan kemiskinan (vicious circle). Beberapa pemecahanyang
mungkin dapat dilakukan setelah mengkaji pembahasan di atas diantaranya.
Memberdayakan para nelayan agar tidak bergantung pada hasil melaut saja,
melainkan juga pada mata pencaharian lain, misalnya dengan
pembudidayaan perikanan maupun non perikanan. Tujuan dari ‘mengalihkan’
mata pencaharian lain ini adalah agar mereka memiliki pendapatan yang
relative lebih stabil dan tidak hanya bergantung pada musim saja.
Mendukung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri di sektor kelautan dan perikanan yang digalakkan oleh pemerintah.
Dengan adanya program ini diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan
nelayan di Indonesia. Program ini dijalankan melalui pengembangan kegiatan
perekonomian masyarakat yang berbasis pada sumber daya lokal, baik
masyarakat maupun sumber daya alamnya, sehingga para nelayan dapat
mengembangkan usaha sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya
sendiri. Dan masih banyak lagi kebijakan – kebijakan yang lain.
11
3. DATA PEMBAHASAN
3.1 Masyarakat Pesisir Simeulue.
Simeulue adalah bagian dari masyarakat pesisir provinsi aceh.
Kabupaten Simeulue adalah salah satu kabupaten di Aceh, Indonesia. Berada
kurang lebih 150 km dari lepas pantai barat Aceh, Kabupaten Simeulue berdiri
tegar di Samudera Indonesia. Kabupaten Simeulue merupakan pemekaran
dari Kabupaten Aceh Barat sejak tahun 1999, dengan harapan pembangunan
semakin ditingkatkan di kawasan ini. Ibukota Kabupaten Simeulue adalah
Sinabang, kalau diucapkan dengan logat daerah adalah Si navang yang
berasal dari legenda Navang. Navang adalah si pembuat garam masa dulu di
daerah Babang (pintu masuk teluk Sinabang. Dulunya Navang membuat
garam dengan membendung air laut yang masuk ke pantai Babang, kemudian
dikeringkan lalu menjadilah garam.
Di kabupaten ini simeulue merupakan sektor yang penunjang
perkembangan masyarakat pesisir yang ada di aceh. Kabupaten Simeulue
mempunyai potensi yang besar di sektor perikanan. Dalam satu dasawarsa
terakhir hasil pulau Simeulue yang sangat terkenal adalah Lobster (udang
laut) yang cukup besar ukurannya dan telah diekspor ke luar daerah seperti
Medan, Jakarta dan bahkan ke luar negeri hingga Singapura dan Malaysia.
Selain itu terdapat 305.000 ha area penghasil ikan yang merupakan pusat
penghasil Tuna. Penangkapan ikan laut termasuk mata pencaharian utama
dengan jumlah nelayan sekitar 6.500 jiwa.
3.2 Strategi Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Pesisir Simeulue
Beberapa strategi yang dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan
masyarakat pesisir sejauh ini berlaku untuk seluruh masyarakat pesisir tidak
terlepas adalah masyarakat pesisir aceh dan sekitarnya. Strategi yang ada
adalah sebagai berikut :
1. Memperdayakan para nelayan agar tidak tergantung pada hasil melaut
saja. Pengalihkan ketergantungannya dengan usaha yang lain dengan
tujuan agar mereka mendapat pendapatn yang lebih stabil.
2. Mendukung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri di sektor kelautan dan perikanan yang digalakkan oleh
pemerintah. Dengan adanya program ini diharapkan dapat mengurangi
angka kemiskinan nelayan di Indonesia.
12
3. Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat nelayan. Nelayan yang buta
huruf minimal dapat membaca atau lulus dalam paket A atau B. Anak
nelayan diharapkan mampu menyelesaikan pendidikan tingkat menengah.
Sehingga ke depannya nanti akses perkembangan teknologi kebaharian
dan peningkatan ekonomi lebih mudah dilakukan.
4. Mendukung Program Mitra Bahari (PMB) yang merupakan program
kemitraan antara Departemen Kelautan dan Perikanan dengan perguruan
tinggi, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, swasta,
kelompok masyarakat dan stakeholder lainnya, dalam rangka
meningkatkan kapasitas lembaga dan SDM di daerah dan mengakselerasi
pembangunan kelautan dan perikanan. Program ini diwujudkan melalui
pelaksanaan empat komponen utama kegiatan yaitu pendampingan dan
penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, riset terapan dan analisis untuk
rekomendasi kebijakan. Adapun tujuan penyelenggaraan PMB adalah
menguatkan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan dalam
pengelolaan wilayah dan sumber daya kelautan, pesisir dan pulau-pulau
kecil, mempercepat dan mengoptimasi.
5. Pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, mendukung
implementasi pengelolaan sumber daya kelautan, pesisir dan laut,
meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan menyelenggarakan program
penyuluhan dan pendampingan, penyebarluasan/sosialisasi, pendidikan
dan pelatihan, penelitian terapan serta analisis kebijakan.
6. Adanya bantuan modal dari pemerintah untuk dapat membantu nelayan,
khususnya dalam hal perbaikan infrastruktur yang digunakan untuk melaut
para nelayan.
Selain itu, pemerintah juga seharusnya membuat suatu lembaga yang
dapat menaungi perekonomian nelayan, dimana lembaga ini dapat membantu
permodalan mereka yang sifatnya tidak mengikat, mengingat para nelayan
memiliki tingkat fleksibilitas tinggi (misalnya waktu untuk membayar hutang,
dll). Berbagai macam upaya untuk menanggulangi masalah kemiskinan ini
sudah banyak dilakukan, namun pemerintah belum memiliki konsep yang
jelas, sehingga penanganan masih bersifat parsial dan tidak terpadu. Yang
terpenting dari pemberdayaan masyarakat nelayan ini terletak pada peran
serta dari pemerintah. Seperti yang kita ketahui, selama ini kebijakan dari
pemerintah masih cenderung mengarah pada satu sisi saja, yaitu wilayah kota
13
dan ‘darat’, sektor perikanan dan kelautan belum menjadi prioritas utama
dalam kebijakan strategis nasional. Padahal apabila sektor perikanan dan
kelautan serta komponen yang ada di dalamnya, dalam hal ini nelayan,
memperoleh dukungan dari pemerintah, bukan tidak mungkin perekonomian
Indonesia akan menjadi semakin baik mengingat Indonesia merupakan
negara maritim dengan armadanya yang kuat. Relevansi Kasus di Indonesia
Kehidupan nelayan di Indonesia sendiri dapat dikatakan masih belum
makmur.
3.3 Dampak dari Strategi Yang Ada
Dari strategi yang telah dilakukan pemerintahan banyak masyarakat
pesisir yang memiliki sedikit kemajuan dari sebelumnya. Apalagi dalam
masalah ketergantungan terhadap laut dengan adanya strategi demikian,
banyak masyarakat pesisir yang tidak hanya mengandalkan hidupnya dengan
mata pencaharian sebagai nelayan tetapi dengan mata pencaharian lain.
Gaya hidup yang modern dan perubahan social juga terjadi karena
faktor kemajuan, teknologi yang ada, kemajuan Skil yang sudah terolah,
pendidikan yang tersedia, dan kemudahan – kemudahan untuk mendapat
informasi. Keterbukaan masyarakat pesisir yang mulai peduli lingkungan,
penggunaan alat – alat modern dalam penangkapan juga sudah mulai di
gunakan.
Mulai tersedianya prasaran untuk perkembangan dan kemajuan
masyarakat pesisir. Namun semua yang sudah ada tidak dapat dipungkiri
masih banyak juga masyarakat pesisir yang masih butuh perhatian lebih.
14
4. ANALISIS
Dalam penulisan makalah ini analisis yang dengan menganalisa data
literature yang sudah ada, yang tersedia dalam internet, buku maupun jurnal,
pengambilan data secara sekunder yaitu pengambilan data yang dilakukan
secara tidak langsung dengan menggunakan informasi – informasi yang
sudah ada.
Dari data yang diperoleh bahwa tingkat kemiskinan masyarakat pesisir
di kawasan simeulue, juga merupakan penyumbang kemiskinan di wilayah
aceh. Beberapa startegi yang dilakukan cukup signifikan oleh pemerintah
yang berkaitan untuk mensejahterakan masyarakat pesisir.
15
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
- Masyarakat pesisir simeulue adalah bagian masyarakat pesisir
kabupaten di Aceh, yang memiliki peranan penting dalam
perkembangan dan kemajuan masyarakat pesisir di wilayah tersebut.
- Strategi telah di lakukan pemerintah seperti, guna menanggulangi
kemiskinan masyarakat pesisir dengan kebutuhan yang sesui
kebutuhan masyarakat pesisir, dengan beberapa kebijakan – kebijakan
dan program – program yang dibutuhkan masyarakat pesisir.
- Dampak terhadap menempatan strategi dengan sedikit dan sedikit
kemajuan terhadap masyarakat pesisir, yang lebih baik.
5.2 Saran
Sebagai fasilitator terhadap kesejahteraan masyarakat, seharusnya
pemerintah harus selalu peka terhadap kebutuhan yang di butuhkan oleh
masyarakat. Dan kita sebagai akademisi yang mengerti juga harus
menumbuhkan kepedulian terhadap sesama yang membutuhkan selagi kita
mampu. Saling memberikan manfaat satu dengan yang lain.
16
DAFTAR PUSTAKA
- Balitbang Provinsi Jawa Tengah. 2010. Penelitian dan Pengembangan
Model Pemberdayaan Terhadap Keluatga Nelayan.Marbun, Leonardo.
2011. Kemiskinan Nelayan dan Perubahan Iklim. Diunduh dari
http://pppmn.wordpress.com/ pada tanggal 12 Desember 2012.
- Laila. 2009. Kemiskinan Struktural Masyarakat Nelayan. Diunduh dari
http://mhs.blog.ui.ac.id/najmu.laila pada tanggal 12 Desember 2012.
- Perpres No. 6 Tahun 2011. 17 Februari 2011. Diakses pada 12
Desember 2012.
- Salehudin, A. (2008). Rumah Aceh (Rumah Tradisional di Melayu Aceh
di Provinsi Aceh). Dipetik November 29, 2011, dari
http://asalehudin.wordpress.com/category/rumahadat/
- Saputra, A. (2008). Sejarah Kebudayaan Aceh. Dipetik November 7,
2011,dari
http://andriansaputra.multiply.com/journal/item/21/SEJARAH_KEBUDAY
AAN_ACEH
- Timphiek. (2009). Asimilasi dalam Budaya Aceh. Dipetik November 7,
2011, dari http://blog.harian-aceh.com/asimilasi-dalam-budaya-aceh.jsp
- Sjah, R . (2005). Budaya Aceh Mulai Bergeser Pasca Tsunami. Dipetik
Desember 2, 2011 dari HYPERLINK
“http://www.jurnalnet.com/konten.php?nama=KolomFeature&id=10″
http://www.jurnalnet.com/konten.php?nama=KolomFeature&id=10
- UURI No.48 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Simeulue
- Victor P.H. 2010. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta
Strategi Pemberdayaan Mereka Dalam Konteks Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir Secara Terpadu. 8
- www.Wikipedia.com . Diakses pada tanggal 10 Desember 2012
- www.sumatracotourism.com Diakses pada tanggal 10 Desember 2012
17