Upload
achmad-akrom
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PESANTREN DAN WALISONGO: SEBUAH INTERAKSI DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Pendahuluan
Sangat sulit melacak kapan pertama kali pendidikan Islam di indonesia. Namun,
mungkin kita sepakat bahwa lahir dan tumbuhnya pendidikan Islam di indonesia itu
tidak akan jauh berselang setelah masuk dan tersebarnya Islam itu sendiri, kalau bukan
justru proses Islamisasi itu sendiri serta di bantu sendiri oleh lembaga pendidikan sebagai
salurannya.
Pendidikan Islam itu sejak pertama kali berdiri telah mengalami perkembangan,
sejalan dengan perkembangan Islam dan hubungan intelektual Nusantara dengan dunia
Islam yang lebih luas. Perkembangan ini tampaknya berbeda-beda waktu antara wilayah
satu dengan wilayah yang lainnya, bukan saja karena perbedaan kuat lemahnya budaya
pra- Islam masing-masing wilayah, tetapi juga karena perbedaan tingkat hubungan satu
wilayah dengan dunia Islam yang lebih luas itu. Akan tetapi, diakui juga bahwa, dalam
perbedaan itu, banyak juga persamaan yang signifikan antara pendidikan Islam di satu
wilayah dengan lembaga pendidian Islam diwilayah yang lain. Sehingga pada sebuah
kesimpulan bahwa munculnya pendidikan Islam di indonesia, muncul ketika Islam itu
datang ke Nusantara.
A. Pendidikan Islam Pada Masa Walisongo
Pada abad 15 para saudagar Muslim telah mencapai kemajuan pesat dalam usaha
bisnis dan dakwah mereka, hingga mereka memiliki jaringan di kota-kota bisnis di
sepanjang pantai utara Jawa tengah dan Jawa timur, di kota-kota inilah komunitas
Muslim pada mulanya terbentuk. Komunitas ini dipelopori oleh Walisongo yang
mendirikan masjid pertama di tanah Jawa, masjid Demak, yang hingga kini masih
dikunjungi Muslim dari seluruh Nusantara yang didirikan pada tahun 1428 ini menjadi
pusat agama terpenting di Jawa dan memainkan peran besar dalam upaya menuntaskan
Islamisasi di seluruh Jawa, termasuk daerah-daerah pedalaman.
Telah dimaklumi bersama bahwa Masjid Demak, yang diresmikan oleh Sunan
Kalijaga pada tanggal 1 dzul Qa’dah 1428, pada umuumnya disepakati sebagai Masjid
pertama di tanah Jawa dan dibangun sebelum kerajaan Demak berdiri. Upaya
mendahulukan pendirian Masjid sebelum Negara pada hakikatnya sama dengan upaya
Nabi mendirikan Masjid Quba di Madinah sebelum kota suci ini dijadikan Negara untuk
seluruh penduduknya. Bagi kaum Muslimin, Masjid adalah lambang dan perwujudan
akhirat yang statusnya tentu lebih mulia dari gemerlapnya duniawi sebagian besar ulama
Jawa menjustifikasikan apa yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dengan pendirian
masjidnya sebagai bagian dari pelaksanan Sunah Nabi
Bagi komunitas Muslim, Masjid Demak tentu bukan saja sebagai pusat ibadah,
tetapi juga sebagai ajang pendidikan mengingat lembaga pendidikan pesantren pada masa
awal ini belum menemukan bentuk yang final. Masjid dan pesantren sesungguhnya
merupakan center of exellence yang mendukung dan melengkapi dalam membentuk
kepribadian Muslim. Sesungguhnya pula dakwah dan pendidikan itu tidak dapat
dipisahkan dalam sejarah dan ajaran dasar Islam.
Pendidikan Islam atau juga transmisi Islam yang dipelopori Walisongo
merupakan perjuang brilliant yang diimplementasikan dengan cara yang sederhana, yaitu
menunjukan jalan dan alternatif yang tidak mengusik tradisi dan kebiasaan lokal, serta
mudah ditangkap oleh orang awam karena pendekatan-pendekatan Walisongo yang
kongkrit realistis, tidak njelimet dan menyatu dengan kehidupan masyarakat.
Bagi Walisongo, mendidik adalah tugas dan panggilan agama. Mendidik murid
sama halnya dengan mendidik anak kandung sendiri. Pesan mereka dalam konteks ini
adalah “Sayangi, Hormati dan jagalah anak didikmu, hargailah tingkah laku mereka
sebagai mana engkau memperlakukan anak turunanmu. Beri mereka makan dan pakaian
hingga mereka dapat menjalankan syariat Islam dan memegang teguh ajaran agama tanpa
keraguan”.
B. Pendekatan Pendidikan Walisongo
a. Modeling
Perlu ditegaskan disini adalah bahwa modeling mengikuti seorang tokoh
pemimpin merupakan bagain penting dalam filsafat Jawa. Walisongo yang menjadi kiblat
kaum santri tentu berkiblat pada guru besar dan pemimpin kaum Muslimin, Nabi
Muhammad SAW.
Model Walisongo yang diikuti para ulama di kemudian hari telah menunjukan integrasi
antara pemimpin agama dan masyarakat yang membawa mereka pada kepemimpinan
protektif dan efektif.
b. Subtanstif Bukan Kulit Luar
Ajaran al-Quran dan hadis pada dasarnya berkisar tentang Tuhan dengan makhluk
di bumi, dan tentang bagaimana agar makhluk dapat selamat lahir dan batin, dunia
akhirat. Dengan demikian, tujuan Walisongo adalah untuk menerangkan bagaimana
menerapkan teori modalitas hubungan Allah dengan hamba-Nya agar mudah ditangkap.
Dengan demikian, ajaran tauhid adalah salah satu materi pokok yang disajikan sejak
awal. Karena lebih mengutamakan pendekatan subtanstif. Maka jika terlihat pendekatan
Walisongo sering menggunakan elemen-elemen non-Islam, sesungguhnya hal ini adalah
suatu alat untuk mencapai tujuan yang tidak mengurangi subtansi dan signifikansi ajaran
yang diberikan. Dengan kata lain, Wisdom, Mauidhah Hasanah adalah cara yang dipilih
sesuai dengan ajaran al-Quran (al-Nahl, 125). Pendekatan subtantif ini pula yang
barangkali dapat dijadikan indikasi mengapa Islam di Jawa begitu menguat hingga abad
15-16.
c. Pendidikan Islam Yang Tidak Diskriminatif
Bahwa pendidikan Islam Walisongo ditujukan pada masyarakat, dapat dilihat
pada rekayasa mereka terhadap pendirian pesantren. Pendidikan yang merakyat ini justru
dijadikan kiblat dalam dunia pendidikan pesantren dewas ini. Pendekatan pendidikan
Walisongo dewasa ini telah terlembaga dalam tradisi pesantren seperti kesalehan sebagai
cara hidup kaum santri, pemahaman, dan pengarifan terhadap budaya lokal, semua ini
adalah bagian dari warisan Walisongo.
Meskipun demikian, pendidikan Walisongo juga ditujukan pada penguasa.
Keberhasilan Walisongo terhadap pendekatan yang terakhir ini biasanya terungkap dalam
istilah populer Sabdo Pandito Ratu yang berarti menyatukan pemimpin agama dengan
pemimpin negara. Dengan kata lain, dikotomi atau gap antara Ulama dan Raja tidak
mendapatkan tempat dalam ajaran dasar Walisongo. Ajaran ini adalah warisan Sunan
Kalijaga, tokoh yang mewariskan sistem kabupaten di Jawa yang tipikal dengan
komponen-komponen kabupaten, alun-alaun, dan Masjid Agung.
d. Pendidikan Islam Yang Understandable Dan Applicable
Seperti yang telah disinggung di atas, pendidikan Walisongo mudah ditangkap
dan dilaksanakan. Hal ini selaras dengan ajaran Nabi Wa Khatibinnas ‘Ala Qadri
‘Uqulihim. Pola pendidikan ini terlihat dalam rumusan Jawa klasik Arep Atatakena Elmu,
Sakadare Den Lampahaken (carilah ilmu yang dapat engkau praktikan dan terapkan).
Pola ini pula yang menyajukan pendidikan Islam melalui media wayang yang
memasyarakat, ajaran rukun Islam, dengan demikian, dapat ditemukan dalam cerita
pewayangan seperti Syahadatain yang sering dipersonifikasikan dalam tokoh Puntadewa,
tokoh tertua diantara pandawa dalam kisah Mahabarata.
e. Pendekatan Kasing Sayang
Bagi Walisongo, mendidik adalah tugas dan panggilan agama. Mendidik murid
sama halnya dengan mendidika anak kandung sendiri. Pesan mereka dalam konteks ini
adalah “Sayangi, Hormati dan jagalah anak didikmu, hargailah tingkah laku mereka
sebagaimana engkau memperlakukan anak turunanmu. Beri mereka makan dan pakaian
hingga mereka dapat menjalankan syariat Islam dan memegang teguh ajaran agama tanpa
keraguan”.
Bila dewasa ini di indonesia, kita masih menemukan pola pendidikan yang
menindas, seperti guru yang selalu merasa paling benar, baik dalam kata, tulis, maupun
tingkah laku sehari-hari (apalagi dalam kelas), tindakan hukuman pada anak didik yang
lebih didorong oleh emosi pribadi dan bukan pertimbangan edukatif, maka ini semua
adalah warisan penjajah yang lahir jauh setelah zaman Walisongo. Pendidikan Walisongo
tidak mengenal “kamus bodoh” bagi seluruh murid. Kata “bodoh” hanya terlontarkan
oleh kelompok angkuh, penjajah yang berucap, bersikap, dan berbuat semena-mena
terhadap rakyat yang tertindas. Apalagi sikap-sikap ini masih eksis dalam dunia
pendidikan modern, maka agaknya pola pendidikan penjajah masih lebih dominan dan
terus berkembang meninggalkan etika leluhur Walisongo.
KESIMPULAN
Bahwa pendidikan islam dimulai ketika islam masuk ke Nusantara yang
disebarkan oleh Walisongo. Tersebarnya islam di nusantara khususnya jawa tidak begitu
mengalami pertentangan yang begitu berat seperti yang dialami oleh Rasulullah dan para
sahabatnya. Pendekatan yang digunakan oleh para wali ini dalam rangka menarik
masyarakat supaya memeluk agama islam, tentunya mereka menggunakan metode-
metode yang sesuai dengan kondisi waktu itu serta mereka melibatkan diri dalam tradisi
budaya local. Untuk memperdalam pemahaman agama islam walisongo mendirikan
sebuah lembaga pendidikan yaitu Masjid Demak yang disusul dengan padepokan
kemudian menjadi pesantren yang didirikan oleh sunan Giri. Masjid pada masa
Walisongo tidak hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai tempat pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Team Penulis, Islam dan Kebudayaan Jawa, (Gama Media, Yogyakarta) 2000.
Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madrasah. (Depag, Jakarta) 2000 cet 2 edisi
revisi
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Sultan Agung. Jakarta, 1983
http://diensaprudin.blogspot.com/2011/04/sejaran-pendidikan-islam-di-indonesia.html
PESANTREN AND Walisongo: AN INTERACTION IN THE WORLD OF EDUCATION
PreliminaryVery difficult to track when the first time Islamic education in Indonesia. However, we may agree that the birth and growth of Islamic education in Indonesia would not be far apart after the entry and spread of Islam itself, if not precisely the Islamization process itself and in helping itself by educational institutions as a channel.Islamic education since inception has grown, in line with the development of Islam and intellectual relationship archipelago with the wider Islamic world. This development seems to vary between one region with another region, not only because of strong differences in the weakness of pre-Islamic culture of each region, but also because of differences in the level of the relationship of a region with the wider Islamic world that. However, it also recognized that, in diversity, many are also significant similarities between the Islamic educational institution in one region with another region pendidian Islam. So to the conclusion that the emergence of Islamic education in Indonesia, came when Islam came to the archipelago.
A. In the period Walisongo Islamic EducationIn the 15th century, Muslim merchants have made great progress in the business and their mission, until they have a network of businesses in cities along the northern coast of Central Java and East Java, in cities this is the Muslim community was originally formed. The community was spearheaded by Walisongo who founded the first mosque in the land of Java, Demak mosque, which is still visited by Muslims from all over the archipelago which was founded in 1428 has become the most important religious center in Java and played a major role in the effort to complete Islamization in Java, including the regions hinterland.It has been understood along the Mosque of Demak, which was inaugurated by Sunan Kalijaga on the 1st of Dhul Qa'dah 1428, umuumnya agreed on as the first mosque in the land of Java and built before the kingdom of Demak stand. Efforts to prioritize the establishment of the mosque before the State is essentially equal to the efforts of the Prophet established the Quba Mosque in Medina before the holy city is to serve the State for its entire population. For the Muslims, the mosque is a symbol and embodiment of the hereafter is certainly more noble status from the glitter of worldly mostly Javanese clerics justify what was done by Sunan Kalijaga with the establishment of mosques as part of the conduct of the Sunna of the ProphetFor the Muslim community, the Mosque of Demak course not only as a center of worship, but also as an educational event to remember boarding institution in this early period have not found a final form. Mosque and Islamic Center of Exellence in fact is that support and complement in shaping the Muslim personality. Indeed it is also propaganda and education are inseparable in the history and basic teachings of Islam.Islamic Education Islamic or transmission also spearheaded the struggle brilliant Walisongo is implemented in a simple way, which shows the road and alternatives that do not disturb local traditions and customs, and easily captured by a layman because
Walisongo approaches a concrete realistic, not complicated and blend with the life of the community.For Walisongo, educate the call of duty and religion. Educating students as well as educate the child of their own. Their message in this context is "Love, Respect and keep children didikmu, respect their behavior as where you treat the child turunanmu. Give them food and clothing until they can carry out Islamic law and uphold the teachings of religion without a doubt. "
B. Approach Walisongo Education
a. ModelingIt should be emphasized here is that modeling a character to follow any part of a leader is important in the philosophy of Java. Walisongo the mecca of the students naturally oriented professor and leader of the Muslims, the Prophet Muhammad.Model Walisongo the scholars who followed in later days have shown the integration between religion and community leaders who bring them in protective and effective leadership.b. Subtanstif Not Leather ForeignThe teachings of al-Quran and Hadith basically revolves around the Lord with the creatures on earth, and on how to have a creature can survive and unseen, the world hereafter. Thus, Walisongo goal is to explain how to apply the theory of modality of God's dealings with His servants to be easily captured. Thus, teachings of monotheism is one of the subject matter presented from the beginning. Because more emphasis subtanstif approach. So if it looks Walisongo approaches often use elements of non-Islamic, indeed, it is a tool to achieve goals that do not reduce the substance and significance of teaching provided. In other words, Wisdom, Mauidhah Hasanah is the way chosen in accordance with the teachings of the Koran (al-Nahl, 125). This substantive approach also can be an indication that perhaps why Islam in Java was so strong until the 15-16 century.c. The Islamic Education Not DiscriminationWalisongo Islamic education that is aimed at the community, can be seen in their engineering towards the establishment of boarding schools. Education is close to the people this would be a mecca in the world of this, woman boarding education. Walisongo adult education approach has been institutionalized in the pesantren tradition as piety as a way of life for the students, understanding, and pengarifan for local culture, all this is part of the heritage Walisongo.Nevertheless, education Walisongo also aimed at the ruling. Walisongo success of this latter approach is usually expressed in popular terms Sabdo Pandito Queen which means to unite religious leaders with the leaders of the country. In other words, the dichotomy or gap between the ulema and the king did not get a place in the basic teachings Walisongo. This doctrine is a legacy of Sunan Kalijaga, the man who bequeathed a system of districts in Java with the components of a typical district, the square alaun, and Great Mosque.d. The Islamic Education understandable And ApplicableAs mentioned above, education Walisongo easily captured and executed. This is in accordance with the teachings of the Prophet Khatibinnas Wa 'Ala Qadri' Uqulihim. Education pattern is seen in the formulation of classical Javanese arep Atatakena Elmu,
Sakadare Den Lampahaken (Look for that to thee praktikan science and applied). This pattern also menyajukan Islamic education through the medium of puppets that popular in the community, teaching pillars of Islam, thus, can be found in stories like Syahadatain puppet who often personified in the figure Puntadewa, the oldest among pandawa figures in the story of Mahabharata.e. Approach casing DarlingFor Walisongo, educate the call of duty and religion. Educating students as well as mendidika child of their own. Their message in this context is "Love, Respect and keep children didikmu, respect their behavior as you treat them turunanmu. Give them food and clothing until they can carry out Islamic law and uphold the teachings of religion without a doubt. "If today in Indonesia, we still find the pattern of education that oppresses, like the teacher who always felt most true, either in word, writing, and daily behavior (especially in class), a punitive measure in students a more driven by emotion personal than educational considerations, then this is all a legacy of colonialists who were born long after the era Walisongo. Education Walisongo not know "stupid dictionary" for all students. The word "stupid" just terlontarkan by a group of arrogant, colonialist who say, act, and act arbitrarily against people who are oppressed. Moreover, these attitudes still exist in the world of modern education, I suppose that the pattern of colonial education was more dominant and growing leaves ethics Walisongo ancestors.
CONCLUSION
Islamic education that began when Islam entered the archipelago that is spread by Walisongo. The spread of Islam in the archipelago, particularly of Java is not so experienced such a severe conflict as experienced by the Prophet and his companions. The approach used by the guardians of this in order to attract people to embrace Islam, of course they use the methods in accordance with the conditions at that time and they
involve themselves in local cultural traditions. To deepen understanding of Islamic religion Walisongo establish an educational institution that is Demak Mosque which was followed by the hermitage became a boarding school founded by Sunan Giri. Mosque during Walisongo not only as a place of worship but also as a place of education.