Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
16
PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
DI SURAKARTA
Asto Adi Sugiharjanto
Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Sahid Surakarta
Email : [email protected]
ABSTRAK
Artikel membahas perubahan desain komunikasi visual. Reformasi adalah suatu
masa dimana setelah terjadi peristiwa lengsernya Soeharto dari jabatannya
sebagai Presiden Republik Indonesia. Reformasi merupakan suatu upaya
membuat perubahan yang mendasar untuk perbaikan di semua bidang, baik
sosial, politik, ekonomi dan budaya di suatu masyarakat atau negara. Pada
hakikatnya perubahan tersebut sebenarnya dapat dimaknai lebih dari sekedar
dari lama ke baru.
Kata kunci: Perubahan, Desain, Komunikasi Visual.
ABSTRACT
The article discusses the changes in visual communication design. The
Reformation was a time when after the events of the fall of Soeharto as President
of the Republic of Indonesia. Reform is an attempt to make a fundamental change
for improvement in all areas, whether social, political, economic and cultural in a
society or country. In essence, such changes can actually be interpreted more
than just from the old to the new.
Keywords: Changes, Design, Visual Communication.
Asto Adi Sugiharjanto Perubahan Desain Komunikasi Visual di Surakarta
17
A. PENDAHULUAN
Haminte atau Kotapraja Surakarta merupakan pemerintah kota pertama yang dibentuk
Pemerintah Republik Indonesia. Bahkan pembentukan Kota Surakarta mendahului lahirnya
UU No. 22/1948 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan sejarah hukumnya, Walikota
Surakarta merupakan walikota istimewa. Sebab posisi walikota tidak ada di bawah Residen
Surakarta maupun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah seperti sekarang ini.1 Apabila kita kilas
balik kota Solo pada awalnya adalah kota tepian sungai yang berisi masyarakat yang multi-
etnis, baik masyarakat Eropa, Asia, Afrika, Timur Tengah maupun Nusantara dan pribumi
sendiri.2 Bengawan Solo adalah urat nadi kehidupan masyarakat di pedalaman Jawa sejak
Dinasti Syailendra [abad X] hingga zaman Mataram [abad XIX], namun pada abad XV
masyarakat asing sudah banyak yang berada di pesisir Jawa untuk mengadakan perdagangan.
Selanjutnya, pada abad XVI masyarakat asing itu mulai memasuki pedalaman Jawa yang
melalui Bengawan Solo. Oleh karena itu pada abad XVII-XVIII masyarakat asing [Belanda
Cina dan Arab] sudah mulai ada yang bermukim di pedalaman Jawa, terutama di Kota Solo.3
Reformasi adalah suatu masa dimana setelah terjadi peristiwa lengsernya Soeharto dari
jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Reformasi merupakan suatu upaya membuat
perubahan yang mendasar untuk perbaikan di semua bidang, baik sosial, politik, ekonomi dan
budaya di suatu masyarakat atau negara. Namun yang terjadi, perubahan yang diharapkan
tidaklah semudah yang dibayangkan. Sering kita saksikan berbagai kejadian, berbagai
benturan baik pemikiran serta kesalah pahaman dalam perdebatan publik dan secara langsung
dilansir di media televisi, yang semula terkesan bersemangat serta menggebu-gebu namun
kemudian berakhir dengan status-quo, sungguh sangat membosankan, tidak jelas dan tidak
menemukan titik temu yang memberikan suatu kepastian.
Kesemuanya ini apabila dicermati muaranya adalah terjadi suatu perubahan yang ada dalam
diri anak bangsa. Banyak kalangan yang memaknai bahwa perubahan itu sekedar pergantian
dari rezim Orde-Baru ke rezim Orde-Reformasi, atau bahkan semata-mata bentuk pergantian
penguasa dari yang lama ke baru. Pada hakikatnya perubahan tersebut sebenarnya dapat
dimaknai lebih dari sekedar dari lama ke baru. Oleh karena itu perubahan yang ada janganlah
ditanggapi dengan sepele dan hanya sepintas lalu, harus dihayati dengan sungguh-sungguh
secara konseptual, secara hakiki, secara ilmiah dan terutama secara open mind. Pandangan
seseorang terhadap diri dan lingkungannya akan mempengaruhi dalam berpikir (kognitif),
bersikap (afektif) dan bertingkah laku (konatif). Bisa dikatakan paradigma berpikir anak
bangsa saat ini juga mengalami perubahan, sedangkan paradigma dapat diartikan seperangkat
asumsi, nilai dan praktek yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah
komunikasi yang sama. Sehingga paradigma sendiri juga menuntut perubahan mindset, agar
dapat memahami dengan benar duduk persoalan suatu gejala atau kejadian serta
kecenderungan perkembangan.(Iman Sunario, Perubahan Paradigma, Jurnal YSBN: Edisi 33
Desember 2012).
1 “ Hilangnya Haminte Kota Surakarta”, Harian Solopos, Surakarta,1 November 2012.
2 Qomarudin, “ Membangun Ekonomi Kreatif Kota Solo Melalui Potensi Historisnya Sebagai Bekas Kota
Pelabuhan Internasional Kuno”. Makalah Seminar Solo Creative City, 2012. 3 Periksa Qomarudin. Hl.3
Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017
18
B. SURAKARTA DAN PERUBAHANNYA
Sementara itu menurut naskah-naskah Jawa [Babad Sala, Babad Tanah Djawi, Babad
Mataram], untuk masyarakat Nusantara [Madura, Bali, Sumatra, Borneo, Sunda] kebanyakan
bermukim di kanan-kiri sungai yang ada di Kota Solo, yaitu Kali Pepe, Kali Jenes, Kali
Wingko, dan Bengawan Solo. Jadi, Kota Solo pada awalnya adalah kota tepian sungai yang
berisi masyarakat multi-etnis, baik masyarakat Eropa, Asia, Afrika, Timur Tengah maupun
Nusantara dan pribumi sendiri. Masyarakat Jawa pada umumnya bermukim secara
mengelompok di rumah-rumah pangeran Jawa [magersari], selain bermukim di
perkampungan-perkampungan dekat lahan-lahan pertanian raja [negaragung]. Jadi
berdasarkan uraian di atas, Kota Solo adalah kota internasional kuno, yang bertipe tepian
sungai, atau bisa kisebut sebagai kota pelabuhan internasional kuno. Kota Solo menjadi ajang
pertemuan dari berbagai etnis, yang harus bisa memunculkan berbagai kreatifitas.
Dalam perjalanan waktu, Kota Solo begitu banyak terjadi suatu tragedi atau kejadian-kejadian
yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan Kota Solo sampai saat ini. Orang-orang
Tionghoa diperkirakan sudah ada di Surakarta pada tahun 1746, tidak lama setelah kota itu
dijadikan Ibu kota Kerajaan Mataram oleh Pakubuwana II.4 Dalam perkembangannya,
masyarakat Tionghoa di Kota Surakarta memang secara realitas juga mempunyai peran yang
cukup penting dalam berbagai bidang baik perekonomian, sosial, dan budaya. Pada awalnya
tempat tinggal orang Tionghoa di Surakarta dilokalisasi di Kampung Balong, suatu kampung
[pecinan] yang dibangun sejak zaman Kompeni dan berlanjut pada masa kolonial. Antara
tahun 1904 hingga 1910, atas desakan organisasi atau gerakan nasionalis di kalangan orang-
orang Tionghoa di Indonesia, maka pada tahun 1911 pemerintah kolonial mengabulkan
tuntutan untuk menghapuskan wijkenstelsel dan passenstelsel, sehingga pemukiman Tionghoa
tidak lagi mengelompok pada suatu tempat atau lokasi tertentu, tetapi menyebar ke tempat
atau lokasi lain.5
Dalam perkembangan waktu peran orang Tionghoa cukup besar, misal dalam bidang
penerbitan sejak tahun 1905 orang Tionghoa mulai bergerak dalam perusahaan penerbitan
surat kabar. Pada tahun 1907 sudah terdapat 5 perusahaan penerbitan, dan menjadi 15 pada
tahun 1911. Pada tahun 1909 di Surakarta terbit 4 surat kabar, 3 di antaranya adalah milik
orang Tionghoa.6 Dengan berlakunya pasar bebas saat pemerintahan Orde Baru [1966-1998]
yang menganut sistem ekonomi terbuka, sekaligus mengakhiri perlindungan terhadap
pengusaha pribumi. Hal ini berdampak semakin kuatnya posisi ekonomi orang-orang
Tionghoa di Surakarta sehingga bagaimanapun juga sangat berpengaruh terhadap hubungan
sosial antara orang Tionghoa dengan masyarakat pribumi. Dengan adanya jurang yang
semakin menganga, serta gesekan-gesekan yang menyebab-kan menambah suhu semakin
panas kejadian demi kejadian terjadi. Selanjutnya konflik antara Jawa-Tionghoa itu seperti
bom waktu, yang sewaktu-waktu bisa meledak menjadi kerusuhan rasial meskipun faktor
pemicunya yang relatif kecil. Selama abad ke-20, terjadi beberapa kali kerusuhan anti
4 Periksa Rustopo, Menjadi Jawa, Orang-Orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta, 1895-1990,
(Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007), hlm. 62. 5 Periksa Rustopo, hal. 63.
6 Periksa Rustopo, hal. 81.
Asto Adi Sugiharjanto Perubahan Desain Komunikasi Visual di Surakarta
19
Tionghoa, yaitu pada dasawarsa kedua abad ke-20, pada tahun 1960-an, pada tahun 1970-an,
pada tahun 1980-an, dan pada tahun 1990-an.7 Setelah Kota Surakarta mengalami masa damai
dari gejolak-gejolak pertentangan selama 18 tahun, namun muncul lagi gejolak pada
tahun1998 timbul lagi kerusuhan anti Tionghoa yang lebih besar pada Mei 1998 yang
merupakan bagian dari rentetan peristiwa yang menasional, yang diawali dari aksi-aksi
demonstrasi mahasiswa di kota-kota besar untuk menumbangkan Soeharto dari jabatannya
sebagai Presiden RI.8
Reformasi adalah suatu masa dimana setelah terjadi peristiwa lengsernya Soeharto dari
jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Reformasi merupakan suatu upaya membuat
perubahan yang mendasar untuk perbaikan di semua bidang, baik sosial, politik, ekonomi dan
budaya di suatu masyarakat atau negara. Namun yang terjadi, perubahan yang diharapkan
tidaklah semudah yang dibayangkan. Sering kita saksikan berbagai kejadian, berbagai
benturan baik pemikiran serta kesalah pahaman dalam perdebatan publik dan secara langsung
dilansir di media televisi, yang semula terkesan bersemangat serta menggebu-gebu namun
kemudian berakhir dengan status-quo, sungguh sangat mebosankan, tidak jelas dan tidak
menemukan titik temu yang memberikan suatu kepastian. Kesemuanya ini apabila dicermati
muaranya adalah terjadi suatu perubahan yang ada dalam diri anak bangsa. Banyak kalangan
yang memaknai bahwa perubahan itu sekedar pergantian dari rezim Orde-Baru ke rezim
Orde-Reformasi, atau bahkan semata-mata bentuk pergantian penguasa dari yang lama ke
baru. Pada hakikatnya perubahan tersebut sebenarnya dapat dimaknai lebih dari sekedar dari
lama ke baru. Oleh karena itu perubahan yang ada janganlah ditanggapi dengan sepele dan
hanya sepintas lalu, harus dihayati dengan sungguh-sungguh secara konseptual, secara hakiki,
secara ilmiah dan terutama secara open mind. Pandangan seseorang terhadap diri dan
lingkungannya akan mempengaruhi dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif) dan
bertingkah laku (konatif). Bisa dikatakan paradigma berpikir anak bangsa saat ini juga
mengalami perubahan, sedangkan paradigma dapat diartikan seperangkat asumsi, nilai dan
praktek yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunikasi yang sama.
Sehingga paradigma sendiri juga menuntut perubahan mindset, agar dapat memahami dengan
benar duduk persoalan suatu gejala atau kejadian serta kecenderungan perkembangan.(Iman
Sunario, Perubahan Paradigma, Jurnal YSBN: Edisi 33 Des. 2012).
Berkaitan dengan disiplin ilmu DKV, serta ada ungkapan bahwa perkembangan ilmu
pengetahuan tak dapat dipisahkan dari masyarakat dan kebudayaan dimana ia tumbuh. Selain
itu pengetahuan akan bisa berkembang bila ada kesadaran untuk mengembangkan,
memanfaatkan serta memaknainya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan
pengetahuan bukan hanya persoalan cara bagaimana kita memahami (epistemologis), tetapi
juga terkait persoalan sosial dan kebudayaan. Dalam konteks sosial, pengetahuan dikatakan
dikonstruksi secara sosial atau dengan kata lain struktur sosial, mentalitas dan nilai-nilai
budaya yang tumbuh dalam masyarakat dapat menentukan bentuk pertumbuhan dan arah
perkembangan suatu pengetahu-an. Suatu pengetahuan dihasilkan manakala para ilmuan
berhasil menjawab masalah, membuka misteri serta menemukan solusi. Persoalan akan
muncul ketika tidak ada orang yang termotivasi guna menjawab masalah serta misteri yang
7 Periksa Rustopo, hal. 93.
8 Periksa Rustopo, hal.102.
Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017
20
ada sehingga pada ujung-ujungnya terjadi kemacetan atau kebekuan dari pengetahuan itu. Hal
inilah yang memunculkan keinginan penulis untuk mengisi atau menjalankan kemacetan
serta mencairkan kebekuan dari pengetahuan tersebut. Pengetahuan membeku ketika tak ada
orang yang mentranslasinya ke dalam ekspresi (desain, karya, sistem), dan kemudian
memanifestasikan menjadi artifak (produk, teknologi, barang). (Yasraf Amir Piliang,
Tranformasi Budaya Bangsa Masa depan Budaya Sains dan Teknologi, Jurnal YSBN: Edisi
31 Oktober 2012, hlm. 9).
C. PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA SEIRING
WAKTU
Kata pertama yang terkadang sering kita dengar adalah “wah iklane bagus ya”, sebenarnya
iklan merupakan salah satu hasil karya dari seorang desainer grafis/ desain komunikasi visual.
Seorang pakar pemasaran bernama Warren J. Keegan dalam bukunya “Global Marketing
Management” ketika berbicara tentang promosi, mengutip pernyataan Steward Henderson
Britt “ Melakukan bisnis tanpa mengiklankan sama seperti melambai kepada gadis di
kegelapan malam. Anda tahu apa yang anda lakukan, tetapi orang lain tidak”. Dari pernyataan
tersebut tersirat ikhwal betapa pentingnya peran iklan dalam dunia bisnis. Karena bisa
dikatakan tanpa iklan betapa-pun bagus mutu produk maupun jasa yang dimiliki tidak akan
dikenal orang, begitu juga suatu lembaga pendidikan yang menyediakan jasa pendidikan.
Supaya diketahui khalayak, maka salah satu cara mempromosikan dengan cara di iklankan
atau beriklan. Dalam perkembangan saat ini sebutan iklan identik dengan Pariwara. Dewasa
ini, sering terdengar istilah Desain Komunikasi Visual (DKV), atau DESKOMVIS dalam
keseharian kita. Sebenarnya, DKV merupakan perkembangan dari seni reklame dan desain
grafis. Pengertian DKV adalah perancangan bahasa visual mengenai pengungkapan ide atau
pesan yang disampaikan melalui bentuk-bentuk visual kepada penerima pesan (target
audience). Bentuk visual tersebut diantaranya adalah gambar, simbol, lambang, warna,
ilustrasi dan seni menulis (typography), dll. Proses penyampaian pesan visual akan
disampaikan kepada penerima pesan dengan komunikatif, kreatif-inovatif, efektif, dan efisien
melalui berbagai bentuk media untuk tujuan tertentu salah satunya berbentuk iklan/pariwara.
1. Pengertian Desain Pariwara ( Iklan )
Dalam dunia seni rupa di Indonesia, kata desain kerapkali dipadankan dengan; reka bentuk,
rekarupa, tatarupa, perupaan, anggitan, rancangan, rancang bangun, gagas rekayasa,
perencanaan, kerangka, sketsa ide, gambar, busana, hasil keterampilan, karya kerajinan, kriya,
teknik presentasi, penggayaan, komunikasi rupa, denah, layout, ruang/interior, benda yang
bagus, pemecahan masalah rupa, ....... dan pelbagai kegiatan yang berhubungan dengan
kegiatan merancang dalam arti luas (Sachari, et al, 2002 )
Istilah “iklan” (bahasa Melayu) berasal dari kata i’lan (bahasa Arab) yang artinya
meneriakkan secara berulang-ulang. Istilah lain dari iklan adalah “reklame”, pengaruh dari
bahasa Perancis reclame yang asalnya dari bahasa Latin reclamare, artinya menyerukan.
Dimasa lalu banyak orang Indonesia menyebutnya “advertensi”, terpengaruh bahasa Belanda
advertentie. Saat ini orang lebih akrab dengan istilah advertising (bahasa Inggris), berasal dari
bahasa Latin advertere yang artinya berpaling, memusatkan perhatian kepada sesuatu.(R.
Asto Adi Sugiharjanto Perubahan Desain Komunikasi Visual di Surakarta
21
Supriyono, 2010) Jadi secara sederhana iklan dapat diartikan menyerukan informasi atau
membuat orang lain berpaling, memperhatikan pesan yang ada di iklan tersebut. Namun
seiring perkembangan jaman, iklan memiliki makna yang lebih luas. Menurut Rhenal Kasali,
iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat
suatu media. Iklan merupakan salah satu sarana atau alat pemasaran guna memperlihatkan dan
menjual produk dari perusahaan ke masyarakat tertentu dengan menggunakan media yang
dianggap paling tepat.
Karena iklan merupakan salah satu elemen mekanisme ekonomi yang paling kasat mata,
maka keberadaannya paling menarik pelbagai penilaian ambivalen (Tinarbuko, 2010). Di
satu sisi kelompok pengusaha, iklan dianggap salah satu metode pemasaran yang ampuh guna
mendukung kesuksesan bisnis. Dalam perkembangan saat ini iklan tidak hanya menjadi
produk jasa maupun produk media, bahkan sudah menjadi komoditas profesi, komoditas
bisnis dan industri yang potensial. Sedangkan di sisi lain kelompok konsumen, iklan tidak
selalu dianggap positif. Iklan, diakui atau tidak sering digemari sebagai salah satu bentuk
hiburan maupun sumber informasi yang ditawarkan dipasar, namun terkadang iklan juga
sering mendapat sorotan negatif, dicurigai bahkan dibenci.
2. Komponen Pariwara ( Iklan )
Manakala pariwara (iklan) sebagai salah satu perwujudan kebudayaan massa yang tidak hanya
berfungsi sebagai media dengan tujuan menawarkan dan mempengaruhi calon konsumen
untuk membeli barang atau jasa, maka perancangan haruslah selalu diperhatikan komponen
apa saja yang berkaitan dengan ikhwal iklan. Sedikitnya ada empat komponen iklan yang
selalu harus diperhatikan, yaitu berkaitan dengan strategi, konsep, desain, dan naskah.
Pertama; Strategi pariwara (iklan), biasanya diperoleh dari pihak klien atau pihak yang
menghendaki dibuatkan iklan. Berisi tentang target audiens, positioning, pesaing atau
kompetitor, keunggulan produk atau jasa. Kedua; Konsep pariwara (iklan), adalah penjabaran
dari proses yang pertama. Konsep iklan merupakan solusi yang ditawarkan untuk
memecahkan problem yang ada. Inti dari konsep iklan, antara lain menjawab pertanyaan dan
menawarkan pada pembaca tentang keuntungan apa saja jika mengunakan produk atau jasa
yang di iklankan. Ketiga; Desain, merupakan penampilan visual secara keseluruhan dari
iklan. Dengan tujuan utama adalah untuk menarik perhatian pembaca atau target audiens.
Keempat; Naskah atau biasa disebut copy, adalah bagian verbal dari iklan yang
mengekspresikan konsep bersama dengan visual. Naskah harus ditulis dengan bahasa yang
jelas, ringkas, mudah dimengerti, dan menggunakan bahasa keseharian yang familier dengan
target audiens. Naskah iklan tidak selalu menerapkan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia formal
karena naskah iklan diasumsikan sebagai suara atau perkataan langsung (Supriyono, 2010).
3. Tujuan Pariwara ( Iklan )
Periklanan, selain merupakan kegiatan pemasaran, juga merupakan kegiatan komunikasi. Dari
segi komunikasi, kreatifitas unsur pesan sangat tergantung kepada target audiens serta
menggunakan media apa yang sesuai. Oleh karena itu untuk merancang iklan menjadi lebih
efektif, kita harus memahami betul target audiens, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Pemahaman secara kuantitatif akan menjamin bahwa jumlah pembeli atau pengguna serta
Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017
22
frekuensi pembelian yang diperoleh akan sejalan dengan target penjualan yang telah
ditetapkan. Sedangkan pemahaman secara kualitatif akan menjamin bahwa pesan iklan yang
disampaikan sejalan dengan tujuan pemasaran yang telah ditetapkan. Periklanan merupakan
suatu usaha untuk mempengaruhi kelompok atau masyarakat terhadap suatu produk atau jasa
dengan memunculkan kelebihan untuk proyeksi jangka panjang. Maksudnya bila produsen
mengiklankan produk atau jasa tertentu maka bisa diperlukan waktu yang cukup panjang.
Namun manakala produk atau jasa sudah dikenal, maka yang diperlukan masanya tertentu
yang sifatnya periodik supaya masyarakat masih mengingatnya. Iklan merupakan suatu
bentuk komunikasi non personal mengenai gagasan, barang atau jasa yang dibiayai oleh
sponsor tertentu. Iklan dimaksudkan untuk mengkomunikasikan gagasan, barang atau jasa
dari pihak pengiklan yang biasanya disampaikan melalui media masa : koran, majalah,
tabloid, televisi, internet, surat langsung, dsb. Tujuan utama perusahaan adalah mencari
keuntungan atau laba. (Dalrymple and Parsons, 1990). Menurut Soegeng Toekio (2007),
Kepariwaraan dengan berbagai sasarannya sangat tergantung dari kesiapan serta bentuk atau
perautan yang akan disajikannya. Apa yang dapat ditawarkan guna kepentingan industri
maupun niaga ini tak hanya sebatas jasa saja, namun banyak keterkaitannya dengan pihak lain
yang langsung atau tak langsung sangat berperan. Sekian banyak kepentingan yang mesti
dituangkan ke dalam perupaan untuk dapat menyampaikan suatu pesan tertentu. Dan ini
adalah sebuah kerja yang menuntut kepekaan, kejelian, kecermatan, bahkan kearifan agar
pihak lain tergugah tanpa berumpat atau menjadi resah karenanya.
Disamping itu, perusahaan melakukan kegiatan periklanan juga mempunyai tujuan lain.
Menurut Kotler (1994), tujuan utama iklan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam;
Pertama: Untuk menyampaikan informasi. Memberitahu pada konsumen tentang produk atau
jasa.; Kedua: Untuk membujuk. Menganjurkan membeli merk tertentu, mengubah persepsi
konsumen tentang ciri-ciri merk tertentu. Iklan dapat juga bernilai stimulus yang merangsang
seseorang individu untuk melakukan evaluasi, menilai dan akhirnya mengambil keputusan.;
Ketiga: Untuk mengingatkan. Mengingatkan konsumen perlunya produk atau jasa itu dan
dimana membelinya. Sedangkan Hiam dan Schewe (1993) menambahkan tujuan iklan yang
lain, yaitu : Untuk membangun citra. Perusahaan seringkali melancarkan kampanye
periklanan institusional dalam rangka untuk meningkatkan citra.
Karena iklan merupakan salah satu elemen mekanisme ekonomi yang paling kasat mata,
maka keberadaannya paling menarik pelbagai penilaian ambivalen. (Sumbo Tinarbuko,
2010). Di satu sisi kelompok pengusaha, iklan dianggap salah satu metode pemasaran yang
ampuh guna mendukung kesuksesan bisnis. Dalam perkembangan saat ini iklan tidak hanya
menjadi produk jasa maupun produk media, bahkan sudah menjadi komoditas profesi,
komoditas bisnis dan industri yang potensial.
D. PENYEBAB PERUBAHAN DKV [ IKLAN] DI SURAKARTA
Menurut John A. Walker dalam buku Desain, Sejarah, Budaya Sebuah Pengantar
Komprehensif disebutkan sejarah desain itu beragam bukan hanya dikarenakan mereka
membicarakan tentang segi yang berbeda dari subyek tersebut namun juga karena sarjana
Asto Adi Sugiharjanto Perubahan Desain Komunikasi Visual di Surakarta
23
yang berbeda mengadopsi metode dan pendekatan yang berbeda.9 Memang keberagaman
serta perubahan desain, yang dalam hal ini iklan tentulah ada indikator-indikator yang dapat
untuk membedakan dari waktu ke waktu. Pergeseran pengertian dan lingkup inilah yang
menjadi titik tolak perkembangan desain di Indonesia, yaitu 1) desain dalam lingkup gambar
[termasuk melukis, mengambar, dan mengambar bangunan], 2) desain dalam lingkup gaya
seni [aspek estetis], 3) desain dalam lingkup seni rupa [termasuk pendidikan seni rupa dan
kerajinan], 4) desain dalam lingkup keteknikan [karya teknologis]10
Dunia periklanan sebagai bagian dari ajang bisnis merupakan wilayah yang paling subur dan
potensial bagi pengembangan profesi desain grafis, ... dunia desain grafis mengalami
percepatan kemajuan dan omset usaha, terutama ketika penggunaan komputer grafis semakin
populer di masyarakat sejak awal tahun 1990-an.11
Gejala perubahan dari nilai estetik di
Indonesia kalau menurut Agus Sachari dapat digolongkan sebagai berikut: 1) adanya
perubahan pola pikir, 2) penggunaan teknologi yang lebih maju, 3) adanya perubahan citarasa
masyarakat, 4) Munculnya gerakan pembaruan dalam seni, 5) berperanya ideologi politik, 6)
dibukanya pendidikan seni rupa modern.12
Gejala yang ada mau tidak mau juga berpengaruh
terhadap perubahan desain di Surakarta, apalagi di era sekarang ini dapat dikatakan tanpa
batas dengan adanya kemajuan teknologi informasi. Hal ini dapat dikatakan benar terkait
dengan ihwal gejala perubahan, karena apabila dilihat dari sejarah, Surakarta merupakan kota
yang multietnis seperti yang telah dipaparkan di atas.
Menurut pengamatan, di Surakarta dalam rentang waktu antara tahun 1998 sampai saat ini
desain iklan out door/ luar ruang benar-benar mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi
meliputi berbagai hal, baik dari proses produksi, fungsi, serta material pendukung yang lain.
Hal tersebut mulai nampak setelah masa reformasi atau lengsernya Soeharto. Yang berimbas
pada berbagai hal mengalami perubahan-perubahan, karena merasa terbebas dari segala aturan
yang ada pada masa itu. Yang paling nampak adalah dari segi fungsi yang awalnya iklan
dipergunakan untuk kepentingan komersil namun saat ini beralih fungsi untuk kepentingan
pribadi taruh kata iklan untuk calon gubernur, caleg, maupun pimpinan daerah dengan
menampilkan wajah-wajah dari orang yang bersangkutan dengan ukuran raksasa. Apabila
dikilas balik orang masih ada perasaan malu bila menampilkan wajah dirinya. Hal ini tidak
terlepas pula dengan kemajuan teknologi, karena tahun 1998 teknologi berbeda dengan
setelah tahun 2000. Sehingga dalam pembuatan desain semakin lebih bervariasi dalam
menampilkan ide-ide ke dalam suatu desain. Misal akan memunculkan foto-foto yang realis
tidak mengalami kesulitan di dalam realisasinya atau produksinya. Hal ini juga didukung
dengan kemampuan para desainer dalam menciptakan suatu karya.
9 Periksa John A Walker,. Desain, Sejarah, Budaya, sebuah Pengantar Komprehensif.
Yogyakarta: Percetakan Jalasutra, 2010, hal. 109. 10 Periksa Agus Sachari, et al.,. Desain, dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana
Transformasi Budaya, Bandung: ITB , 2001, hal. 19. 11 Periksa Agus Sachari, et al.,. hal. 61. 12
Periksa Agus Sachari, et al, hal 167-176.
Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017
24
E. PENUTUP
Perkembangan yang ada saat ini memang selain dipengaruhi dari pola gaya hidup masyarakat,
tentulah tidak dapat dilepaskan dari perkembangan teknologi serta tuntutan jaman yang
semakin tidak ada jarak. Sehingga segala sesuatu serba instan. Pada tahun 1998 biasa untuk
iklan komersil, namun dengan perkembangan teknologi dan pola pikir serta biaya produksi
semakin murah untuk kepentingan perorangan hal yang dulu susah dilakukan saat ini bisa
dilakukan.
Hal ini bisa dikatakan terjadi suatu perubahan pola pikir masyarakat dengan diimbangi
teknologi yang semakin berkembang serta kemudahan untuk memanfaatkan jasa teknologi
yang ada. Namun perlu adanya keseimbangan antara perkembangan teknologi dengan
perubahan pola berfikir dari masyarakat sehingga bias mewujudkan keharmonisan dalam
perubahan.
Asto Adi Sugiharjanto Perubahan Desain Komunikasi Visual di Surakarta
25
Beberapa Contoh Desain yang berbeda.
Desain Iklan yang diproduksi Tahun 1998-an
Masih menggunakan teknologi manual [airbrush],
Foto keduanya Iklan Komersil
(Foto Asto Adi. S, 1998)
Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017
26
Desain Iklan yang diproduksi Tahun 2012-an
Sudah menggunakan teknologi lebih maju.
- Foto di atas Iklan Layanan Masyarakat
- Foto di bawah Iklan Komersil
(Foto Asto Adi. S, 2012)
Asto Adi Sugiharjanto Perubahan Desain Komunikasi Visual di Surakarta
27
Poster Caleg Ginda Ferachtriawan, SE., M.Si Poster Caleg M. Eko Prasetyo, SE.
(Sumber : Asto Adi. S 2013) (Sumber Asto Adi. S, 2013)
Poster Caleg H.M. Al Amin, SE Poster Caleg Joko Triyono
(Sumber : Asto Adi. S 2013) (Sumber Asto Adi. S, 2013)
Merupakan contoh iklan berupa Poster yang di buat guna keperluan komersil dari perorangan
Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017
28
DAFTAR PUSTAKA
Cangara, Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2012.
Dalrymple, Douglas J. And Parsons, Leonard J. Marketing Management, Strategy and Cases, 5th. ed, New
York: John Wiley & Sons, 1990.
Gustami, SP., Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara; Kajian Estetik Melalui Pendekatan Multidisiplin. Yogyakarta:
Kanisius, 2000.
Hiam, Alexander and Schewe, Charles D. The Portable MBA in Marketing, New York: John Wiley & Sons, Inc,
1993.
Kotler, Philip, Marketing Management, Analiysis, Planning, Implementation,and Control, 8th. ed, Englewood
Cliffs, New Yersey: Prentice- Hall, Inc. 1994.
Kotler, Philip and Fox, Karen F.A., Strategic Marketing For Educational Institutions, 1st. ed, Englewood Cliffs,
New Yersey: Prentice- Hall, Inc, 1985.
Kusrianto, Adi, Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Penerbit ANDI , 2007.
Rustopo, Menjadi Jawa, Orang-Orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta, 1895-1990, (Yogyakarta:
Penerbit Ombak, 2007.
Sachari, Agus, et al. Sejarah dan Perkembangan Desain dan dunia kesenirupaan di Indonesia. Bandung:
Penerbit ITB, 2002.
Soegeng Toekio, Bahasa Rupa dalam Pariwara Poster, Bandung: Penerbit Kelir, 2007.
Supriyono, Rakhmat, Desain Komunikasi Visual Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2010
Tinarbuko, Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Percetakan Jalasutra, 2010.
Tinarbuko, Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Percetakan Jalasutra, 2010.
Walker, John A., Desain, Sejarah, Budaya, sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra, 2010.