13
16 PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA Asto Adi Sugiharjanto Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Sahid Surakarta Email : [email protected] ABSTRAK Artikel membahas perubahan desain komunikasi visual. Reformasi adalah suatu masa dimana setelah terjadi peristiwa lengsernya Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Reformasi merupakan suatu upaya membuat perubahan yang mendasar untuk perbaikan di semua bidang, baik sosial, politik, ekonomi dan budaya di suatu masyarakat atau negara. Pada hakikatnya perubahan tersebut sebenarnya dapat dimaknai lebih dari sekedar dari lama ke baru. Kata kunci: Perubahan, Desain, Komunikasi Visual. ABSTRACT The article discusses the changes in visual communication design. The Reformation was a time when after the events of the fall of Soeharto as President of the Republic of Indonesia. Reform is an attempt to make a fundamental change for improvement in all areas, whether social, political, economic and cultural in a society or country. In essence, such changes can actually be interpreted more than just from the old to the new. Keywords: Changes, Design, Visual Communication.

PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

16

PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL

DI SURAKARTA

Asto Adi Sugiharjanto

Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Sahid Surakarta

Email : [email protected]

ABSTRAK

Artikel membahas perubahan desain komunikasi visual. Reformasi adalah suatu

masa dimana setelah terjadi peristiwa lengsernya Soeharto dari jabatannya

sebagai Presiden Republik Indonesia. Reformasi merupakan suatu upaya

membuat perubahan yang mendasar untuk perbaikan di semua bidang, baik

sosial, politik, ekonomi dan budaya di suatu masyarakat atau negara. Pada

hakikatnya perubahan tersebut sebenarnya dapat dimaknai lebih dari sekedar

dari lama ke baru.

Kata kunci: Perubahan, Desain, Komunikasi Visual.

ABSTRACT

The article discusses the changes in visual communication design. The

Reformation was a time when after the events of the fall of Soeharto as President

of the Republic of Indonesia. Reform is an attempt to make a fundamental change

for improvement in all areas, whether social, political, economic and cultural in a

society or country. In essence, such changes can actually be interpreted more

than just from the old to the new.

Keywords: Changes, Design, Visual Communication.

Page 2: PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

Asto Adi Sugiharjanto Perubahan Desain Komunikasi Visual di Surakarta

17

A. PENDAHULUAN

Haminte atau Kotapraja Surakarta merupakan pemerintah kota pertama yang dibentuk

Pemerintah Republik Indonesia. Bahkan pembentukan Kota Surakarta mendahului lahirnya

UU No. 22/1948 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan sejarah hukumnya, Walikota

Surakarta merupakan walikota istimewa. Sebab posisi walikota tidak ada di bawah Residen

Surakarta maupun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah seperti sekarang ini.1 Apabila kita kilas

balik kota Solo pada awalnya adalah kota tepian sungai yang berisi masyarakat yang multi-

etnis, baik masyarakat Eropa, Asia, Afrika, Timur Tengah maupun Nusantara dan pribumi

sendiri.2 Bengawan Solo adalah urat nadi kehidupan masyarakat di pedalaman Jawa sejak

Dinasti Syailendra [abad X] hingga zaman Mataram [abad XIX], namun pada abad XV

masyarakat asing sudah banyak yang berada di pesisir Jawa untuk mengadakan perdagangan.

Selanjutnya, pada abad XVI masyarakat asing itu mulai memasuki pedalaman Jawa yang

melalui Bengawan Solo. Oleh karena itu pada abad XVII-XVIII masyarakat asing [Belanda

Cina dan Arab] sudah mulai ada yang bermukim di pedalaman Jawa, terutama di Kota Solo.3

Reformasi adalah suatu masa dimana setelah terjadi peristiwa lengsernya Soeharto dari

jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Reformasi merupakan suatu upaya membuat

perubahan yang mendasar untuk perbaikan di semua bidang, baik sosial, politik, ekonomi dan

budaya di suatu masyarakat atau negara. Namun yang terjadi, perubahan yang diharapkan

tidaklah semudah yang dibayangkan. Sering kita saksikan berbagai kejadian, berbagai

benturan baik pemikiran serta kesalah pahaman dalam perdebatan publik dan secara langsung

dilansir di media televisi, yang semula terkesan bersemangat serta menggebu-gebu namun

kemudian berakhir dengan status-quo, sungguh sangat membosankan, tidak jelas dan tidak

menemukan titik temu yang memberikan suatu kepastian.

Kesemuanya ini apabila dicermati muaranya adalah terjadi suatu perubahan yang ada dalam

diri anak bangsa. Banyak kalangan yang memaknai bahwa perubahan itu sekedar pergantian

dari rezim Orde-Baru ke rezim Orde-Reformasi, atau bahkan semata-mata bentuk pergantian

penguasa dari yang lama ke baru. Pada hakikatnya perubahan tersebut sebenarnya dapat

dimaknai lebih dari sekedar dari lama ke baru. Oleh karena itu perubahan yang ada janganlah

ditanggapi dengan sepele dan hanya sepintas lalu, harus dihayati dengan sungguh-sungguh

secara konseptual, secara hakiki, secara ilmiah dan terutama secara open mind. Pandangan

seseorang terhadap diri dan lingkungannya akan mempengaruhi dalam berpikir (kognitif),

bersikap (afektif) dan bertingkah laku (konatif). Bisa dikatakan paradigma berpikir anak

bangsa saat ini juga mengalami perubahan, sedangkan paradigma dapat diartikan seperangkat

asumsi, nilai dan praktek yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah

komunikasi yang sama. Sehingga paradigma sendiri juga menuntut perubahan mindset, agar

dapat memahami dengan benar duduk persoalan suatu gejala atau kejadian serta

kecenderungan perkembangan.(Iman Sunario, Perubahan Paradigma, Jurnal YSBN: Edisi 33

Desember 2012).

1 “ Hilangnya Haminte Kota Surakarta”, Harian Solopos, Surakarta,1 November 2012.

2 Qomarudin, “ Membangun Ekonomi Kreatif Kota Solo Melalui Potensi Historisnya Sebagai Bekas Kota

Pelabuhan Internasional Kuno”. Makalah Seminar Solo Creative City, 2012. 3 Periksa Qomarudin. Hl.3

Page 3: PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

18

B. SURAKARTA DAN PERUBAHANNYA

Sementara itu menurut naskah-naskah Jawa [Babad Sala, Babad Tanah Djawi, Babad

Mataram], untuk masyarakat Nusantara [Madura, Bali, Sumatra, Borneo, Sunda] kebanyakan

bermukim di kanan-kiri sungai yang ada di Kota Solo, yaitu Kali Pepe, Kali Jenes, Kali

Wingko, dan Bengawan Solo. Jadi, Kota Solo pada awalnya adalah kota tepian sungai yang

berisi masyarakat multi-etnis, baik masyarakat Eropa, Asia, Afrika, Timur Tengah maupun

Nusantara dan pribumi sendiri. Masyarakat Jawa pada umumnya bermukim secara

mengelompok di rumah-rumah pangeran Jawa [magersari], selain bermukim di

perkampungan-perkampungan dekat lahan-lahan pertanian raja [negaragung]. Jadi

berdasarkan uraian di atas, Kota Solo adalah kota internasional kuno, yang bertipe tepian

sungai, atau bisa kisebut sebagai kota pelabuhan internasional kuno. Kota Solo menjadi ajang

pertemuan dari berbagai etnis, yang harus bisa memunculkan berbagai kreatifitas.

Dalam perjalanan waktu, Kota Solo begitu banyak terjadi suatu tragedi atau kejadian-kejadian

yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan Kota Solo sampai saat ini. Orang-orang

Tionghoa diperkirakan sudah ada di Surakarta pada tahun 1746, tidak lama setelah kota itu

dijadikan Ibu kota Kerajaan Mataram oleh Pakubuwana II.4 Dalam perkembangannya,

masyarakat Tionghoa di Kota Surakarta memang secara realitas juga mempunyai peran yang

cukup penting dalam berbagai bidang baik perekonomian, sosial, dan budaya. Pada awalnya

tempat tinggal orang Tionghoa di Surakarta dilokalisasi di Kampung Balong, suatu kampung

[pecinan] yang dibangun sejak zaman Kompeni dan berlanjut pada masa kolonial. Antara

tahun 1904 hingga 1910, atas desakan organisasi atau gerakan nasionalis di kalangan orang-

orang Tionghoa di Indonesia, maka pada tahun 1911 pemerintah kolonial mengabulkan

tuntutan untuk menghapuskan wijkenstelsel dan passenstelsel, sehingga pemukiman Tionghoa

tidak lagi mengelompok pada suatu tempat atau lokasi tertentu, tetapi menyebar ke tempat

atau lokasi lain.5

Dalam perkembangan waktu peran orang Tionghoa cukup besar, misal dalam bidang

penerbitan sejak tahun 1905 orang Tionghoa mulai bergerak dalam perusahaan penerbitan

surat kabar. Pada tahun 1907 sudah terdapat 5 perusahaan penerbitan, dan menjadi 15 pada

tahun 1911. Pada tahun 1909 di Surakarta terbit 4 surat kabar, 3 di antaranya adalah milik

orang Tionghoa.6 Dengan berlakunya pasar bebas saat pemerintahan Orde Baru [1966-1998]

yang menganut sistem ekonomi terbuka, sekaligus mengakhiri perlindungan terhadap

pengusaha pribumi. Hal ini berdampak semakin kuatnya posisi ekonomi orang-orang

Tionghoa di Surakarta sehingga bagaimanapun juga sangat berpengaruh terhadap hubungan

sosial antara orang Tionghoa dengan masyarakat pribumi. Dengan adanya jurang yang

semakin menganga, serta gesekan-gesekan yang menyebab-kan menambah suhu semakin

panas kejadian demi kejadian terjadi. Selanjutnya konflik antara Jawa-Tionghoa itu seperti

bom waktu, yang sewaktu-waktu bisa meledak menjadi kerusuhan rasial meskipun faktor

pemicunya yang relatif kecil. Selama abad ke-20, terjadi beberapa kali kerusuhan anti

4 Periksa Rustopo, Menjadi Jawa, Orang-Orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta, 1895-1990,

(Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007), hlm. 62. 5 Periksa Rustopo, hal. 63.

6 Periksa Rustopo, hal. 81.

Page 4: PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

Asto Adi Sugiharjanto Perubahan Desain Komunikasi Visual di Surakarta

19

Tionghoa, yaitu pada dasawarsa kedua abad ke-20, pada tahun 1960-an, pada tahun 1970-an,

pada tahun 1980-an, dan pada tahun 1990-an.7 Setelah Kota Surakarta mengalami masa damai

dari gejolak-gejolak pertentangan selama 18 tahun, namun muncul lagi gejolak pada

tahun1998 timbul lagi kerusuhan anti Tionghoa yang lebih besar pada Mei 1998 yang

merupakan bagian dari rentetan peristiwa yang menasional, yang diawali dari aksi-aksi

demonstrasi mahasiswa di kota-kota besar untuk menumbangkan Soeharto dari jabatannya

sebagai Presiden RI.8

Reformasi adalah suatu masa dimana setelah terjadi peristiwa lengsernya Soeharto dari

jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Reformasi merupakan suatu upaya membuat

perubahan yang mendasar untuk perbaikan di semua bidang, baik sosial, politik, ekonomi dan

budaya di suatu masyarakat atau negara. Namun yang terjadi, perubahan yang diharapkan

tidaklah semudah yang dibayangkan. Sering kita saksikan berbagai kejadian, berbagai

benturan baik pemikiran serta kesalah pahaman dalam perdebatan publik dan secara langsung

dilansir di media televisi, yang semula terkesan bersemangat serta menggebu-gebu namun

kemudian berakhir dengan status-quo, sungguh sangat mebosankan, tidak jelas dan tidak

menemukan titik temu yang memberikan suatu kepastian. Kesemuanya ini apabila dicermati

muaranya adalah terjadi suatu perubahan yang ada dalam diri anak bangsa. Banyak kalangan

yang memaknai bahwa perubahan itu sekedar pergantian dari rezim Orde-Baru ke rezim

Orde-Reformasi, atau bahkan semata-mata bentuk pergantian penguasa dari yang lama ke

baru. Pada hakikatnya perubahan tersebut sebenarnya dapat dimaknai lebih dari sekedar dari

lama ke baru. Oleh karena itu perubahan yang ada janganlah ditanggapi dengan sepele dan

hanya sepintas lalu, harus dihayati dengan sungguh-sungguh secara konseptual, secara hakiki,

secara ilmiah dan terutama secara open mind. Pandangan seseorang terhadap diri dan

lingkungannya akan mempengaruhi dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif) dan

bertingkah laku (konatif). Bisa dikatakan paradigma berpikir anak bangsa saat ini juga

mengalami perubahan, sedangkan paradigma dapat diartikan seperangkat asumsi, nilai dan

praktek yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunikasi yang sama.

Sehingga paradigma sendiri juga menuntut perubahan mindset, agar dapat memahami dengan

benar duduk persoalan suatu gejala atau kejadian serta kecenderungan perkembangan.(Iman

Sunario, Perubahan Paradigma, Jurnal YSBN: Edisi 33 Des. 2012).

Berkaitan dengan disiplin ilmu DKV, serta ada ungkapan bahwa perkembangan ilmu

pengetahuan tak dapat dipisahkan dari masyarakat dan kebudayaan dimana ia tumbuh. Selain

itu pengetahuan akan bisa berkembang bila ada kesadaran untuk mengembangkan,

memanfaatkan serta memaknainya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan

pengetahuan bukan hanya persoalan cara bagaimana kita memahami (epistemologis), tetapi

juga terkait persoalan sosial dan kebudayaan. Dalam konteks sosial, pengetahuan dikatakan

dikonstruksi secara sosial atau dengan kata lain struktur sosial, mentalitas dan nilai-nilai

budaya yang tumbuh dalam masyarakat dapat menentukan bentuk pertumbuhan dan arah

perkembangan suatu pengetahu-an. Suatu pengetahuan dihasilkan manakala para ilmuan

berhasil menjawab masalah, membuka misteri serta menemukan solusi. Persoalan akan

muncul ketika tidak ada orang yang termotivasi guna menjawab masalah serta misteri yang

7 Periksa Rustopo, hal. 93.

8 Periksa Rustopo, hal.102.

Page 5: PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

20

ada sehingga pada ujung-ujungnya terjadi kemacetan atau kebekuan dari pengetahuan itu. Hal

inilah yang memunculkan keinginan penulis untuk mengisi atau menjalankan kemacetan

serta mencairkan kebekuan dari pengetahuan tersebut. Pengetahuan membeku ketika tak ada

orang yang mentranslasinya ke dalam ekspresi (desain, karya, sistem), dan kemudian

memanifestasikan menjadi artifak (produk, teknologi, barang). (Yasraf Amir Piliang,

Tranformasi Budaya Bangsa Masa depan Budaya Sains dan Teknologi, Jurnal YSBN: Edisi

31 Oktober 2012, hlm. 9).

C. PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA SEIRING

WAKTU

Kata pertama yang terkadang sering kita dengar adalah “wah iklane bagus ya”, sebenarnya

iklan merupakan salah satu hasil karya dari seorang desainer grafis/ desain komunikasi visual.

Seorang pakar pemasaran bernama Warren J. Keegan dalam bukunya “Global Marketing

Management” ketika berbicara tentang promosi, mengutip pernyataan Steward Henderson

Britt “ Melakukan bisnis tanpa mengiklankan sama seperti melambai kepada gadis di

kegelapan malam. Anda tahu apa yang anda lakukan, tetapi orang lain tidak”. Dari pernyataan

tersebut tersirat ikhwal betapa pentingnya peran iklan dalam dunia bisnis. Karena bisa

dikatakan tanpa iklan betapa-pun bagus mutu produk maupun jasa yang dimiliki tidak akan

dikenal orang, begitu juga suatu lembaga pendidikan yang menyediakan jasa pendidikan.

Supaya diketahui khalayak, maka salah satu cara mempromosikan dengan cara di iklankan

atau beriklan. Dalam perkembangan saat ini sebutan iklan identik dengan Pariwara. Dewasa

ini, sering terdengar istilah Desain Komunikasi Visual (DKV), atau DESKOMVIS dalam

keseharian kita. Sebenarnya, DKV merupakan perkembangan dari seni reklame dan desain

grafis. Pengertian DKV adalah perancangan bahasa visual mengenai pengungkapan ide atau

pesan yang disampaikan melalui bentuk-bentuk visual kepada penerima pesan (target

audience). Bentuk visual tersebut diantaranya adalah gambar, simbol, lambang, warna,

ilustrasi dan seni menulis (typography), dll. Proses penyampaian pesan visual akan

disampaikan kepada penerima pesan dengan komunikatif, kreatif-inovatif, efektif, dan efisien

melalui berbagai bentuk media untuk tujuan tertentu salah satunya berbentuk iklan/pariwara.

1. Pengertian Desain Pariwara ( Iklan )

Dalam dunia seni rupa di Indonesia, kata desain kerapkali dipadankan dengan; reka bentuk,

rekarupa, tatarupa, perupaan, anggitan, rancangan, rancang bangun, gagas rekayasa,

perencanaan, kerangka, sketsa ide, gambar, busana, hasil keterampilan, karya kerajinan, kriya,

teknik presentasi, penggayaan, komunikasi rupa, denah, layout, ruang/interior, benda yang

bagus, pemecahan masalah rupa, ....... dan pelbagai kegiatan yang berhubungan dengan

kegiatan merancang dalam arti luas (Sachari, et al, 2002 )

Istilah “iklan” (bahasa Melayu) berasal dari kata i’lan (bahasa Arab) yang artinya

meneriakkan secara berulang-ulang. Istilah lain dari iklan adalah “reklame”, pengaruh dari

bahasa Perancis reclame yang asalnya dari bahasa Latin reclamare, artinya menyerukan.

Dimasa lalu banyak orang Indonesia menyebutnya “advertensi”, terpengaruh bahasa Belanda

advertentie. Saat ini orang lebih akrab dengan istilah advertising (bahasa Inggris), berasal dari

bahasa Latin advertere yang artinya berpaling, memusatkan perhatian kepada sesuatu.(R.

Page 6: PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

Asto Adi Sugiharjanto Perubahan Desain Komunikasi Visual di Surakarta

21

Supriyono, 2010) Jadi secara sederhana iklan dapat diartikan menyerukan informasi atau

membuat orang lain berpaling, memperhatikan pesan yang ada di iklan tersebut. Namun

seiring perkembangan jaman, iklan memiliki makna yang lebih luas. Menurut Rhenal Kasali,

iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat

suatu media. Iklan merupakan salah satu sarana atau alat pemasaran guna memperlihatkan dan

menjual produk dari perusahaan ke masyarakat tertentu dengan menggunakan media yang

dianggap paling tepat.

Karena iklan merupakan salah satu elemen mekanisme ekonomi yang paling kasat mata,

maka keberadaannya paling menarik pelbagai penilaian ambivalen (Tinarbuko, 2010). Di

satu sisi kelompok pengusaha, iklan dianggap salah satu metode pemasaran yang ampuh guna

mendukung kesuksesan bisnis. Dalam perkembangan saat ini iklan tidak hanya menjadi

produk jasa maupun produk media, bahkan sudah menjadi komoditas profesi, komoditas

bisnis dan industri yang potensial. Sedangkan di sisi lain kelompok konsumen, iklan tidak

selalu dianggap positif. Iklan, diakui atau tidak sering digemari sebagai salah satu bentuk

hiburan maupun sumber informasi yang ditawarkan dipasar, namun terkadang iklan juga

sering mendapat sorotan negatif, dicurigai bahkan dibenci.

2. Komponen Pariwara ( Iklan )

Manakala pariwara (iklan) sebagai salah satu perwujudan kebudayaan massa yang tidak hanya

berfungsi sebagai media dengan tujuan menawarkan dan mempengaruhi calon konsumen

untuk membeli barang atau jasa, maka perancangan haruslah selalu diperhatikan komponen

apa saja yang berkaitan dengan ikhwal iklan. Sedikitnya ada empat komponen iklan yang

selalu harus diperhatikan, yaitu berkaitan dengan strategi, konsep, desain, dan naskah.

Pertama; Strategi pariwara (iklan), biasanya diperoleh dari pihak klien atau pihak yang

menghendaki dibuatkan iklan. Berisi tentang target audiens, positioning, pesaing atau

kompetitor, keunggulan produk atau jasa. Kedua; Konsep pariwara (iklan), adalah penjabaran

dari proses yang pertama. Konsep iklan merupakan solusi yang ditawarkan untuk

memecahkan problem yang ada. Inti dari konsep iklan, antara lain menjawab pertanyaan dan

menawarkan pada pembaca tentang keuntungan apa saja jika mengunakan produk atau jasa

yang di iklankan. Ketiga; Desain, merupakan penampilan visual secara keseluruhan dari

iklan. Dengan tujuan utama adalah untuk menarik perhatian pembaca atau target audiens.

Keempat; Naskah atau biasa disebut copy, adalah bagian verbal dari iklan yang

mengekspresikan konsep bersama dengan visual. Naskah harus ditulis dengan bahasa yang

jelas, ringkas, mudah dimengerti, dan menggunakan bahasa keseharian yang familier dengan

target audiens. Naskah iklan tidak selalu menerapkan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia formal

karena naskah iklan diasumsikan sebagai suara atau perkataan langsung (Supriyono, 2010).

3. Tujuan Pariwara ( Iklan )

Periklanan, selain merupakan kegiatan pemasaran, juga merupakan kegiatan komunikasi. Dari

segi komunikasi, kreatifitas unsur pesan sangat tergantung kepada target audiens serta

menggunakan media apa yang sesuai. Oleh karena itu untuk merancang iklan menjadi lebih

efektif, kita harus memahami betul target audiens, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Pemahaman secara kuantitatif akan menjamin bahwa jumlah pembeli atau pengguna serta

Page 7: PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

22

frekuensi pembelian yang diperoleh akan sejalan dengan target penjualan yang telah

ditetapkan. Sedangkan pemahaman secara kualitatif akan menjamin bahwa pesan iklan yang

disampaikan sejalan dengan tujuan pemasaran yang telah ditetapkan. Periklanan merupakan

suatu usaha untuk mempengaruhi kelompok atau masyarakat terhadap suatu produk atau jasa

dengan memunculkan kelebihan untuk proyeksi jangka panjang. Maksudnya bila produsen

mengiklankan produk atau jasa tertentu maka bisa diperlukan waktu yang cukup panjang.

Namun manakala produk atau jasa sudah dikenal, maka yang diperlukan masanya tertentu

yang sifatnya periodik supaya masyarakat masih mengingatnya. Iklan merupakan suatu

bentuk komunikasi non personal mengenai gagasan, barang atau jasa yang dibiayai oleh

sponsor tertentu. Iklan dimaksudkan untuk mengkomunikasikan gagasan, barang atau jasa

dari pihak pengiklan yang biasanya disampaikan melalui media masa : koran, majalah,

tabloid, televisi, internet, surat langsung, dsb. Tujuan utama perusahaan adalah mencari

keuntungan atau laba. (Dalrymple and Parsons, 1990). Menurut Soegeng Toekio (2007),

Kepariwaraan dengan berbagai sasarannya sangat tergantung dari kesiapan serta bentuk atau

perautan yang akan disajikannya. Apa yang dapat ditawarkan guna kepentingan industri

maupun niaga ini tak hanya sebatas jasa saja, namun banyak keterkaitannya dengan pihak lain

yang langsung atau tak langsung sangat berperan. Sekian banyak kepentingan yang mesti

dituangkan ke dalam perupaan untuk dapat menyampaikan suatu pesan tertentu. Dan ini

adalah sebuah kerja yang menuntut kepekaan, kejelian, kecermatan, bahkan kearifan agar

pihak lain tergugah tanpa berumpat atau menjadi resah karenanya.

Disamping itu, perusahaan melakukan kegiatan periklanan juga mempunyai tujuan lain.

Menurut Kotler (1994), tujuan utama iklan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam;

Pertama: Untuk menyampaikan informasi. Memberitahu pada konsumen tentang produk atau

jasa.; Kedua: Untuk membujuk. Menganjurkan membeli merk tertentu, mengubah persepsi

konsumen tentang ciri-ciri merk tertentu. Iklan dapat juga bernilai stimulus yang merangsang

seseorang individu untuk melakukan evaluasi, menilai dan akhirnya mengambil keputusan.;

Ketiga: Untuk mengingatkan. Mengingatkan konsumen perlunya produk atau jasa itu dan

dimana membelinya. Sedangkan Hiam dan Schewe (1993) menambahkan tujuan iklan yang

lain, yaitu : Untuk membangun citra. Perusahaan seringkali melancarkan kampanye

periklanan institusional dalam rangka untuk meningkatkan citra.

Karena iklan merupakan salah satu elemen mekanisme ekonomi yang paling kasat mata,

maka keberadaannya paling menarik pelbagai penilaian ambivalen. (Sumbo Tinarbuko,

2010). Di satu sisi kelompok pengusaha, iklan dianggap salah satu metode pemasaran yang

ampuh guna mendukung kesuksesan bisnis. Dalam perkembangan saat ini iklan tidak hanya

menjadi produk jasa maupun produk media, bahkan sudah menjadi komoditas profesi,

komoditas bisnis dan industri yang potensial.

D. PENYEBAB PERUBAHAN DKV [ IKLAN] DI SURAKARTA

Menurut John A. Walker dalam buku Desain, Sejarah, Budaya Sebuah Pengantar

Komprehensif disebutkan sejarah desain itu beragam bukan hanya dikarenakan mereka

membicarakan tentang segi yang berbeda dari subyek tersebut namun juga karena sarjana

Page 8: PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

Asto Adi Sugiharjanto Perubahan Desain Komunikasi Visual di Surakarta

23

yang berbeda mengadopsi metode dan pendekatan yang berbeda.9 Memang keberagaman

serta perubahan desain, yang dalam hal ini iklan tentulah ada indikator-indikator yang dapat

untuk membedakan dari waktu ke waktu. Pergeseran pengertian dan lingkup inilah yang

menjadi titik tolak perkembangan desain di Indonesia, yaitu 1) desain dalam lingkup gambar

[termasuk melukis, mengambar, dan mengambar bangunan], 2) desain dalam lingkup gaya

seni [aspek estetis], 3) desain dalam lingkup seni rupa [termasuk pendidikan seni rupa dan

kerajinan], 4) desain dalam lingkup keteknikan [karya teknologis]10

Dunia periklanan sebagai bagian dari ajang bisnis merupakan wilayah yang paling subur dan

potensial bagi pengembangan profesi desain grafis, ... dunia desain grafis mengalami

percepatan kemajuan dan omset usaha, terutama ketika penggunaan komputer grafis semakin

populer di masyarakat sejak awal tahun 1990-an.11

Gejala perubahan dari nilai estetik di

Indonesia kalau menurut Agus Sachari dapat digolongkan sebagai berikut: 1) adanya

perubahan pola pikir, 2) penggunaan teknologi yang lebih maju, 3) adanya perubahan citarasa

masyarakat, 4) Munculnya gerakan pembaruan dalam seni, 5) berperanya ideologi politik, 6)

dibukanya pendidikan seni rupa modern.12

Gejala yang ada mau tidak mau juga berpengaruh

terhadap perubahan desain di Surakarta, apalagi di era sekarang ini dapat dikatakan tanpa

batas dengan adanya kemajuan teknologi informasi. Hal ini dapat dikatakan benar terkait

dengan ihwal gejala perubahan, karena apabila dilihat dari sejarah, Surakarta merupakan kota

yang multietnis seperti yang telah dipaparkan di atas.

Menurut pengamatan, di Surakarta dalam rentang waktu antara tahun 1998 sampai saat ini

desain iklan out door/ luar ruang benar-benar mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi

meliputi berbagai hal, baik dari proses produksi, fungsi, serta material pendukung yang lain.

Hal tersebut mulai nampak setelah masa reformasi atau lengsernya Soeharto. Yang berimbas

pada berbagai hal mengalami perubahan-perubahan, karena merasa terbebas dari segala aturan

yang ada pada masa itu. Yang paling nampak adalah dari segi fungsi yang awalnya iklan

dipergunakan untuk kepentingan komersil namun saat ini beralih fungsi untuk kepentingan

pribadi taruh kata iklan untuk calon gubernur, caleg, maupun pimpinan daerah dengan

menampilkan wajah-wajah dari orang yang bersangkutan dengan ukuran raksasa. Apabila

dikilas balik orang masih ada perasaan malu bila menampilkan wajah dirinya. Hal ini tidak

terlepas pula dengan kemajuan teknologi, karena tahun 1998 teknologi berbeda dengan

setelah tahun 2000. Sehingga dalam pembuatan desain semakin lebih bervariasi dalam

menampilkan ide-ide ke dalam suatu desain. Misal akan memunculkan foto-foto yang realis

tidak mengalami kesulitan di dalam realisasinya atau produksinya. Hal ini juga didukung

dengan kemampuan para desainer dalam menciptakan suatu karya.

9 Periksa John A Walker,. Desain, Sejarah, Budaya, sebuah Pengantar Komprehensif.

Yogyakarta: Percetakan Jalasutra, 2010, hal. 109. 10 Periksa Agus Sachari, et al.,. Desain, dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana

Transformasi Budaya, Bandung: ITB , 2001, hal. 19. 11 Periksa Agus Sachari, et al.,. hal. 61. 12

Periksa Agus Sachari, et al, hal 167-176.

Page 9: PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

24

E. PENUTUP

Perkembangan yang ada saat ini memang selain dipengaruhi dari pola gaya hidup masyarakat,

tentulah tidak dapat dilepaskan dari perkembangan teknologi serta tuntutan jaman yang

semakin tidak ada jarak. Sehingga segala sesuatu serba instan. Pada tahun 1998 biasa untuk

iklan komersil, namun dengan perkembangan teknologi dan pola pikir serta biaya produksi

semakin murah untuk kepentingan perorangan hal yang dulu susah dilakukan saat ini bisa

dilakukan.

Hal ini bisa dikatakan terjadi suatu perubahan pola pikir masyarakat dengan diimbangi

teknologi yang semakin berkembang serta kemudahan untuk memanfaatkan jasa teknologi

yang ada. Namun perlu adanya keseimbangan antara perkembangan teknologi dengan

perubahan pola berfikir dari masyarakat sehingga bias mewujudkan keharmonisan dalam

perubahan.

Page 10: PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

Asto Adi Sugiharjanto Perubahan Desain Komunikasi Visual di Surakarta

25

Beberapa Contoh Desain yang berbeda.

Desain Iklan yang diproduksi Tahun 1998-an

Masih menggunakan teknologi manual [airbrush],

Foto keduanya Iklan Komersil

(Foto Asto Adi. S, 1998)

Page 11: PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

26

Desain Iklan yang diproduksi Tahun 2012-an

Sudah menggunakan teknologi lebih maju.

- Foto di atas Iklan Layanan Masyarakat

- Foto di bawah Iklan Komersil

(Foto Asto Adi. S, 2012)

Page 12: PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

Asto Adi Sugiharjanto Perubahan Desain Komunikasi Visual di Surakarta

27

Poster Caleg Ginda Ferachtriawan, SE., M.Si Poster Caleg M. Eko Prasetyo, SE.

(Sumber : Asto Adi. S 2013) (Sumber Asto Adi. S, 2013)

Poster Caleg H.M. Al Amin, SE Poster Caleg Joko Triyono

(Sumber : Asto Adi. S 2013) (Sumber Asto Adi. S, 2013)

Merupakan contoh iklan berupa Poster yang di buat guna keperluan komersil dari perorangan

Page 13: PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

28

DAFTAR PUSTAKA

Cangara, Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2012.

Dalrymple, Douglas J. And Parsons, Leonard J. Marketing Management, Strategy and Cases, 5th. ed, New

York: John Wiley & Sons, 1990.

Gustami, SP., Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara; Kajian Estetik Melalui Pendekatan Multidisiplin. Yogyakarta:

Kanisius, 2000.

Hiam, Alexander and Schewe, Charles D. The Portable MBA in Marketing, New York: John Wiley & Sons, Inc,

1993.

Kotler, Philip, Marketing Management, Analiysis, Planning, Implementation,and Control, 8th. ed, Englewood

Cliffs, New Yersey: Prentice- Hall, Inc. 1994.

Kotler, Philip and Fox, Karen F.A., Strategic Marketing For Educational Institutions, 1st. ed, Englewood Cliffs,

New Yersey: Prentice- Hall, Inc, 1985.

Kusrianto, Adi, Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Penerbit ANDI , 2007.

Rustopo, Menjadi Jawa, Orang-Orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta, 1895-1990, (Yogyakarta:

Penerbit Ombak, 2007.

Sachari, Agus, et al. Sejarah dan Perkembangan Desain dan dunia kesenirupaan di Indonesia. Bandung:

Penerbit ITB, 2002.

Soegeng Toekio, Bahasa Rupa dalam Pariwara Poster, Bandung: Penerbit Kelir, 2007.

Supriyono, Rakhmat, Desain Komunikasi Visual Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2010

Tinarbuko, Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Percetakan Jalasutra, 2010.

Tinarbuko, Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Percetakan Jalasutra, 2010.

Walker, John A., Desain, Sejarah, Budaya, sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra, 2010.