Upload
indrianto-reza
View
254
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Sosiologi
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Terjadinya perubahan kondisi ekonomi atau politik (seperti
pertumbuhan ekonomi tinggi) dalam suatu negara cenderung mempengaruhi
munculnya berbagai macam perubahan dalam struktur sosial masyarakat.
Sebagai contoh adalah revolusi yang meletus pada tahun 1917 di Rusia telah
menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar pada Negara Rusia yang
mula-mula mempunyai bentuk kerajaan absolut berubah menjadi diktator
proletariat yang dilandaskan pada doktrin Maxis. Segenap lembaga
kemasyarakatan, mulai dari bentuk Negara sampai keluarga inti (Struktur
keluarga) mengalami perubahan-perubahan yang mendasar.
Ditengah-tengah masa pertumbuhan ekonomi tinggi, perubahan
struktur keluarga seperti ini memunculkan fenomena poligami, perceraian,
talak, rujuk, disorganisasi keluarga, perubahan di dalam sistem kekerabatan
Fenomena-fenomena tersebut merupakan dampak dari industrialisasi dan
modernisasi. Industrialisasi menjadi faktor utama dalam perubahan struktur
keluarga misalnya perubahan keluarga besar menjadi keluarga kecil. Namun
masih ada faktor-faktor lain yang menjadi pengaruh perubahan strukrut dalam
sebuah keluarga.
Berdasarkan penjelasan tersebut kami sebagai penulis berkeinginan
untuk mengetahui lebih jelas mengenai fenomena-fenomena perubahan dalam
struktur keluarga faktor-faktor lain yang menyebabkan perubahan ituselain
dari faktor industrialisasi dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul
“Perubahan Struktur di Dalam Keluarga”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud struktur keluarga?
2. Bagaimana dampak perubahan di dalam struktur keluarga?
3. Bagaimana faktor-faktor dari perubahan di dalam struktur keluarga?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengetian struktur keluarga
2. Untuk mengetahui dampak perubahan di dalam struktur keluarga
3. Untuk mengetahui faktor-faktor dari perubahan di dalam struktur keluarga
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Keluarga
Kelompok individu yang utama bahkan yang pertama adalah keluarga.
Keluarga dapat dibentuk melalui persekutuan-persekutuan individu karena
adanya hubungan darah perkawinan ataupun adopsi. Keluarga dibentuk dari
dua orang individu yang berlainan jenis kelamin, yang diikat tali perkawinan.
Walapun demikian, ada juga keluarga yang dibentuk tanpa ikatan perkawinan
keluarga tetapi mereka yang menjalankan hal semacam ini juga menganut
pola-pola yang dijalankan oleh suami isteri. 1 Pola-pola tersebut yakni
berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi
suami dan isteri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan saudara
perempuan. Peranan-peranan tersebut dibatasi oleh masyarakat, tetapi masing-
masing keluarga diperkuat oleh kekuatan melalui sentimen-sentimen, yang
sebagian merupakan tradisi dan sebagian lagi emosional, yang menghasilkan
pengalaman. 2
Pada awalnya dalam Encyclopedia of Social Work, disebutkan bahwa bentuk
keluarga berdasarkan variasi keanggotaan adalah sebagai berikut:
1. Standard nuclear family
Suami, istri, dan anak-anaknya tinggal di satu rumah tangga dengan suami
pekerja dan istri sebagai pekerja rumah tangga (household worker).
2. Dyadic nuclear family
Suami dengan istri tanpa anak tinggal di satu rumah dan salah satu atau
keduanya bekerja mencari nafkah.
3. Dual work family
Kedua pasangan bekerja sebagai kesepakatan dari perkawinannya.
4. Single parent family
1 Mawardi dan Nur Hidayati, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 212.
2 Khairuddin, Sosiologi Keluarga, (Yogyakarta: Liberty, 2008), h. 7
Salah satu orangtua tinggal serumah, biasanya dengan anak pra sekolah
dan usia sekolah sebagai konsekuensi dari perceraian, ditinggal pergi,
meninggal tanpa sumbangan finansial dari pihak lain.
5. Three generation family
Tiga generasi tinggal bersama dalam satu rumah tangga
6. Middle age or eiderly couple
Suami atau istri bekerja dan salah satu tinggal di rumah, sementara anak-
anak sibuk menuntut ilmu, mengejar karir atau menikah.
7. Second career family
Istri bekerja atau membantu orangtuanya ketika anak sedang di sekolah
(bekerja part time).
2.2 Struktur Keluarga
Struktur merupakan hal yang berhubungan erat dan terus menerus
berinteraksi satu sama lain. Struktur didasarkan pada organisasi, yaitu
perilaku anggota keluarga dan pola hubungan dalam keluarga. Hubungan
yang ada dapat bersifat kompleks, misalnya seorang wanita bisa sebagai
istri, sebagai ibu, sebagai menantu, dll yang semua itu mempunyai
kebutuhan, peran dan harapan yang berbeda. Pola hubungan itu akan
membentuk kekuatan dan struktur peran dalam keluarga. Struktur
keluarga dapat diperluas dan dipersempit tergantung dari kemampuan dari
keluarga tersebut untuk merespon stressor yang ada dalam keluarga. Struktur
keluarga yang sangat kaku atau sangat fleksibel dapat mengganggu atau
merusak fungsi keluarga.
2.2.1 Struktur Keluarga Berdasarkan Jumlah Anggota
1. Keluarga Besar
Sebuah komunitas yang merupakan gabungan dari beberapa
keluarga. Pengertian keluarga besar adalah sebuah keluarga yang
terdiri dari ayah, ibu, anak-anak, kakek, nenek. Paman, bibi dan
sepupu yang hidup bersama dalam sebuah komunitas erat.
2. Keluarga Kecil/Inti
Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak dalam keadaan
khusus seperti ada anggota keluarga yang meninggal, berpisah atau
belum memiliki keturunan, keluarga inti mungkin saja hanya
beranggotakan ayah dan anak-anak, ibu dan anak-anak atau
pasangan suami istri.
2.2.2 Struktur Keluarga Berdasarkan Kekerabatan
1. Patrilineal
Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ayah.
2. Matrilineal
Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ibu.
3. Patrilokal
Sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
4. Matrilokal
Sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
2.2.3 Struktur Keluarga Berdasarkan Pola Komunikasi
Sementara itu pengertian struktur keluarga menurut Friedman
tidak hanya didasarkan pada jumlah anggota keluarga namun dapat
diartikan sebagai keseluruhan dari pola komunikasi keluarga, struktur
kekuatan atau kekuasaan, struktur peran dan nilai-nilai keluarga.
Menurut Friedman (1998) yang dikutip dalam Murwani (2007)
struktur keluarga terdiri atas :3
1. Struktur Peran
Struktur peran anggota keluarga ditentukan oleh posisinya dalam
keluarga, contohnya pada sebagian besar lapisan masyarakat
3 Muwarni Arita, Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan Aplikasi Kasus, (Yogyakarta: Mitra Cendekia Press, 2007), h-
seorang ayah bertindak sebagai nahkoda rumah tangga dan
bertugas melindungi, mencari nafkah utama bagi kelangsungan
hidup keluarga. Sementara sang ibu berfungsi sebagai tangan
kanan sang nahkoda, peran ibu seringkali lebih multitasking karena
seorang ibu harus mamp bertindak sebagai manager keuangan
keluarga, psikolog yang tepat untuk tempat curhat, koki handal dan
ahli gizi yang mengerti selera keluarga dan terkadang membantu
mencari penghasilan tambahan.
2. Struktur sebagai Pola Komunikasi
Struktur keluarga sebagai pola komunikasi keluarga dapat diartikan
sebagai pola interaksi keluarga yang berfungsi bersifat jujur dan
terbuka, mampu menyelesaikan konflik keluarga, berfikir positif
dan tidak ngotot mempertahankan argumen individu.
Pola interaksi juga berfungsi sebagai karakteristik pengirim,
yaitu yakin dalam mengemukakan pendapat yang disampaikan secara
jelas dan berkualitas, karakteristik penerima yang siap mendengarkan
pendapat, memberikan tanggapan dan umpan balik jika diperlukan
serta melakukan validasi suatu opini. Berperan tidaknya komunikasi
keluarga tergantung pada peran karakteristik pengirim dan penerima
apakah cukup jelas dalam menyampaikan gagasan, ekpresi yang
kurang tampak di wajah, memutuskan suatu masalah tanpa didsari
prtimbangan matang, si penerima (receiver) yang bersikap efensif,
pembicaraan yang hanya terfokus pada salah satu anggota keluarg,
terlalu mengedepankan emosional daripada logika dalam bertindak.
Struktur kekuatan sebagian dari struktur keluarga meliputi
kemampuan potensional dan aktual individu untuk mempengaruhi
perilaku orang lain menuju kearah lebih baik.
2.3 Faktor Perubahan dalam Struktur Keluarga
Menurut Ronalt Lippit bahwa pendorong bagi perubahan keluarga
berkembangnya kebudayaan materi, tingkat penemuan dan inovasi teknologi,
perbaikan fasilitas transportasi dan komunikasi dan meluasnya industrialisasi
dan urbanisasi.4
Berikut faktor internal dan eksternal pendorong perubahan dalam struktur
keluarga:
2.3.1 Faktor Internal
Faktor internal utama karena perubahan sosial bisa dilihat dari ikatan
suami-istri yang telah equal, dimana wanita atau istri memiliki posisi
tawar (bargaining position) yang lebih baik akibat peningkatan
pendidikan dan peningkatan akses terhadap informasi dan kemajuan-
kemajuan global, modernisasi, serta kualitas dan kuantitas pengasuhan
anak, terutama karena keputusan wanita untuk memasuki sektor
publik. Berikut yang termasuk faktor internal:
1. Poligami dan Monogami
Kata Poligami terdiri dari kata “Poli” dan “Gami”. Secara
Etimologi “Poli” artinya banyak, “Gami” artinya istri. Jadi
poligami artinya beristri banyak. Secara terminologi poligami yaitu
seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri. 5 Sedangkan
monogami yaitu cukup seorang laki-laki mempunyai seorang istri,
karena dengan perkawinannya akan mempunyai tujuan yaitu
menciptakan suasana yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, yang
keadaan terebut sulit dilaksanakan seandainya seorang laki-laki
memiliki istri lebih dari satu.6 Dalam dunia modern sekarang ini
perkawinan yang dipandang baik adalah perkawinan monogami
bahkan sampai bangsa-bangsa yang menganut agama yang dalam
ajarannya membolehkan berpoligami sekalipun berpendapat,
perkawinan monogamy adalah perkawinan yang terbaik dan ideal,
4 Khairuddin, Op. Cit, h. 755 Daradjat Zakiyah, Ilmu Fikih, (Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995), h. 606 Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), h. 65
sehingga dikalangan masyarakat di mana perkawinan poligami
berlaku, bilamana ada orang yang berpoligami selalu dibicarakan
orang, setidak-tidaknya para tetanggganya akan membicarakan hal
itu. Lebih-lebih dikalangan intelektual, bilamana ada yang
melakukan poligami akan menjadi celaan dari teman-teman di
kalangan mereka.7
2. Talak
Secara etimologi kata talak bermakna melepas, mengurai, atau
meninggalkan; melepas atau mengurai tali pengikat, baik tali
pengikat itu riil atau maknawi seperti tali pengikat perkawinan.8
Hukum islam menentukan bahwa hak thalaq adalah suami dengan
alasan bahwa seorang laki-laki pada umumnya lebih
mengutamakan pemikiran dalam mempertimbangkan sesuatu
daripada wanita yang biasanya bertindak atas dasar emosi. Suami
sebagai pemegang kendali talak sebagai imbangan atas kewajiban
suami menyelenggarakan nafkah.
Macam-macam Talak
a. Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak atau keadaan istri
waktu talak itu diucapkan, talak dibedakan menjadi:9
1. Talak sunni, merupakan talak yang pelaksanaannya sesuai
dengan tuntunan al-Qur’an dan sunnah. Kriteria dari talak
ini antara lain: istri sudah pernah dikumpuli, istri segera
melakuan iddah setelah ditalak, istri yang ditalak dalam
keadaan suci baik di awal suci atau diakhir suci, dalam
masa ssuci pada waktu suami menjatuhkan talak istri tidak
dicampuri.
2. Talak Bid’iy, merupakan talak yang dijatuhkan tidak
menurut tuntunan agama. Yang termasuk dalam talak bid’iy
7 Triwulan Tutik, Poligami Perspektif Perikatan Nikah, (Jakarta: ISBN, 2007), h. 558 Supriatna, dkk, Fiqih Munakahat II, (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan
Kalijaga, 2008), h. 19
9 Ibid, h. 31
: talak yang dijatuhkan pada waktu istri sedang menjalani
haid atau sedang nifas, dan talak yang dijatuhkan pada
waktu istri dalam keadaan suci tetapi telah dikumpuli lebih
dahulu.
3. Talak la sunni wala bid’I, merupakan talak yang bukan
sunni dan bukan pula bid’i, yaitu : talak yang dijatuhkan
kepada istri yang belum pernah dikumpuli, talak yang
dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid atau istri
yang telah lepas dari masa haid ( monopause ), dan talak
yang dijatuhkan kepada istri yang sedang hamil.
b. Ditinjau dari segi lafadz atau kata-kata yang digunakan untuk
menjatuhkan talak:10
1. Talak sharih, merupakan talak yang apabila seorang
menjatuhkan talak kepada istrinya dengan mempergunakan
kata-kata At-Thalaq atau Al-Firaq, atau As-Sara. Ketiga
kata tersebut terdapat dalam Al-Qur’an atau hadits yang
maksudnya jelas untuk menceraikan istri. Dengan
menggunakan lafadz tersebut, seseorang yang mentalak
istrinya maka jatuhlah talak tersebut walaupun tanpa niat.
2. Talak kinayah atau kiasan, merupakan talak yang dilakukan
seseorang dengan menggunakan kata-kata selain dari kata-
kata lafadz sharih. Suami mentalak istrinya dengan
menggunakan kata-kata sindiran atau samar-samar.
Seseorang yang menggunakan lafadz kinayah baru jatuh
talaknya jika dia niatkan bahwa perbuatannya itu adalah
ucapan talak.
c. Ditinjau dari kemungkinan suami merujuk kembali istrinya atau
tidak, talak dibagi menjadi dua macam:11
10 Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, (Semarang: Dina Utama, 1993), h. 137
11 Supriatna, Ibid, h. 32-33
1. Talak raj’iy, merupakan talak yang si suami diberi hak
untuk kembali kepada istri yang ditalaknya tanpa harus
melalui akad nikah yang baru, selama istri masih dalam
masa iddah. Talak raj’iy tidak menghilangkan ikatan
perkawinan sama sekali dan yang termasuk dalam talak ini
adalah talak satu atau talak dua.
2. Talak ba’in, merupakan talak yang tidak diberikan hak
kepada suami untuk rujuk kepada istrinya. Apabila suami
ingin kembali kepada mantan istrinya, maka harus
dilakukan dengan akad nikah yang baru yang memenuhi
unsur-unsur dan syarat-syaratnya. Talak ba’in ini
menghilangkan tali ikatan sumai istri.
d. Ditinjau dari cara menyampaikan talak:12
1. Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh
suami dengan ucapan lisan di hadapan istrinya, dan si istri
mendengarkan langsung ucapan suaminya tersebut.
2. Talak dengan tulisan, yaitu talak yang disampaikan oleh
suami secara tertulis, kemudian disampaikan kepada
istrinya, dan istrinya membaca serta memahami maksud dan
isinya.
3. Talak dengan isyarat, yaitu talak yang dilakukan dalama
bentuk isyarat oleh suami yang tuna wicara. Sebagian
fuqaha mengatakan bahwa talak dengan isyarat bagi orang
tuna wicara adalah sah apabila dia buta huruf. Akan tetapi
jika dia dapat menulis, maka dia harus melaksanakan
talaknya dalam bentuk tulisan, karena hal ini lebih jelas
dibandingkan dengan isyarat.
4. Talak dengan utusan, yaitu talak yang disampaikan oleh
suami kepada istrinya melalui perantaraan orang lain
12 Djamaan, Op. Cit, h. 140-141
sebagai utusan darinya untuk menyampaikan maksud dia
mentalak istrinya tersebut.
Syarat-syarat Talak
1. Suami adalah orang yang memiliki hak talak dan yang berhak
menjatuhkannya. Selain suami tidak ada yang berhak
menjatuhkan talak. Suami baru dapat menjatuhkan talak kepada
istrinya apabila telah melakukan akad nikah yang sah.
2. Untuk sahnya talak, istri harus dalam kekuasaan suami, yaitu
istri tersebut belum pernah ditalak atau sudah ditalak tetapi
masih dalam masa iddah.13
3. Perceraian
Perceraian ialah penghapusan perkawainan dengan putusan hakim,
atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.14 Syarat-
syarat perceraian termaktub dalam pasal 39 Undang-undang
perkawinan terdiri dari 3 ayat, yaitu:15
1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan
setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa
antara suami istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami
istri.
3. Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam
peraturan perundangan tersendiri.
Alasan perceraian termaktub dalam ayat 2 Undang-undang
Perkawinan pasal 39 dalam PP pada pasal 19:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat,
penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
13 Ibid, h. 141-14314 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT Intermasa, 1989), h. 4215 Amir Syariffudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), h.
227
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah
atau karena hal lain diluar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun
atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan
berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat yang membahayakan pihak yang lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami
atau istri.
6. Antara suami dan isteri terus-menerusterjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukunlagi
dalam rumah tangga.
Akibat perceraian ini mengakibatkan perubahan dalam struktur
keluarga yakni perubahan dari keluarga inti (nuclear family)
menjadi single parent.
4. Rujuk
Rujuk dalam pengertian etimologi adalah kembali, sedangkan
dalam pengertian terminologi adalah kembalinya suami kepada
hubungan nikah dengan istri yang telah dicerai raj’i bukan cerai
ba’in, dan dilaksanakan selama istri dalam masa iddah. Dalam
hukum perkawinan islam rujuk merupakan tindakan hukum yang
terpuji.16 Dari definisi terdapat kata kunci yang menunjukan
hakikat dari perbuatan yang bernama rujuk itu:17
1. Kata atau ungkapan “kembali” mengandung arti bahwa
diantara keduanya sebelumnya telah terikat dalam perkawinan,
namun ikatan tersebut telah berakhir dengan perceraian, dan
16 Zainuddin, Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 90
17 Syariffudin, Op. Cit, h. 337-338
laki-laki yang kembali kepada orang lain dalam bentuk
perkawinan, tidak disebut rujuk dalam pengertian ini.
2. Ungkapan atau kata “yang telah dicerai raj’i” mengandung arti
bahwa istri yang bercerai dengan suaminya itu dalam bentuk
yang belum putus atau ba’in , hal ini mengandung maksud
bahwa kembali kepada istri yang belum dicerai atau telah
dicerai tetapi tidak dalam bentuk talak raj’i tidak disebut rujuk.
3. Ungkapan atau kata “masih dalam masa iddah” mengandung
arti bahwa rujuk itu hanya terjadi selam istri masih berada
dalam iddah. Bila waktu telah habis mantan suami tidak dapat
lagi kembali kepada istrinya dengan nama rujuk, untuk itu
suami harus memulai lagi nikah baru dengan akad baru.
Rukun Rujuk
Menurut Ayub, (2001: 281-283) yang termasuk dalam rukun rujuk
ialah: keadaan istri disyaratkan sudah dicampuri oleh suaminya,
suami melakukan rujuk atas kehendak sendiri, rujuk dilakukan
dengan sighat (lafal atau perkataan rujuk dari suami) bukan melalui
perbuatan (campur), dan hadirnya saksi.
Syarat-syarat Rujuk
1. Laki-laki yang merujuk, adapun syarat bagi laki-laki yang
merujuk itu adalah sebagai berikut: laki-laki yang merujuk
adalah suami bagi perempuan yang dirujuk yang dia menikahi
istrinya itu dengan nikah yang sah, dan laki-laki yang merujuk
itu mestilah seseorang yang mampu melaksanakan pernikahan
dengan sendirinya, yaitu telah dewasa dan sehat akalnyadan
bertindak dengan kesadarannya sendiri. Seseorang yang masih
belum dewasa atau dalam keadaan gila tidak sah ruju’ yang
dilakukannya. Begitu pula bila rujuk itu dilakukan atas paksaan
dari orang lain, tidak sah rujuknya. Tentang sahnya rujuk orang
yang mabuk karena sengaja minum-minuman yang
memabukkan, ulama berbeda pendapat sebagaimana berbeda
pendapat dalam menetapkan sahnya akad yang dilakukan oleh
orang mabuk.
2. Perempuan yang dirujuk, adapun syarat sahnya rujuk bagi
perempuan yang dirujuk itu adalah: perempuan itu adalah istri
yang sah dari laki-laki yang merujuk, istri itu telah diceraikan
dalam bentuk talak raj’i. Tidak sah merujuk istri yang masih
terikat dalam tali perkawinan atau telah ditalak namun dalam
bentuk talak ba’in, istri itu masih berada dalam iddah talak raj’i.
Laki-laki masih mempunyai hubungan hukum dengan istri yang
ditalaknya secara talak raj’i, selama berada dalam iddah.
Sehabis iddah itu putuslah hubungannya sama sekali dan dengan
sendirinya tidak lagi boleh dirujuknya, dan istri itu telah
digaulinya dalam masa perkawinan itu. Tidak sah rujuk kepada
istri yang diceraikannya sebelum istri itu sempat digaulinya,
karena rujuk hanya berlaku bila perempuan itu masih berada
dalam iddah, istri yang dicerai sebelum digauli tidak
mempunyai iddah, sebagaimana disebutkan sebelumnya.18
Menurut (Rifa’i, Mas’udi, 1986: 275) mengatakan, seorang suami
yang menceraikan istrinya tiga kali atau lebih, maka suami tersebut
tidak boleh melakukan rujuk kepada istrinya, melainkan dengan
beberapa syarat yaitu: telah selesai masa iddah perempuan tersebut
darinya, perempuan tersebut menikah lagi dengan lelaki lain, telah
bersetubuh dengan lelaki yang telah dikawininya lagi, telah dicerai
lelaki tersebut tiga kali cerai, dan telah selesai masa iddahnya dari
lelaki tersebut.
5. Kohabitasi
18 Ibid, h. 341-343
Kohabitasi (cohabitation) yaitu dua orang yang hidup bersama
yang melibatkan hubungan seksual tanpa menikah. Kohabitasi
telah menjadi sedemikian lazimnya sehingga sekitar 40 persen
anak-anak amerika serikat sempat tinggal dalam suatu keluarga
yang dibentuk karena kohabitasi. Komitmen merupakan perbedaan
yang sangat penting antara kohabitasi dan pernikahan. Dalam
pernikahan, asumsi yang dipegang ialah kelanggengan. Dalam
kohabitasi pasangan sepakat untuk tetap hidup bersama “ selama
berjalan dengan baik.” Pada pernikahan, individu membuat
sumpah didepan umum yang secara sah mengikat mereka sebagai
sebuah pasangan. Pada kohabitasi, mereka cukup tinggal bersama
saja. Perniakhan memerlukan seorang hakim untuk mengesahkan
perceraiannya. Jika suatu hubungan kohabitasi memburuk, mereka
dapat dengan mudah berpisah dan menceritakan kepada teman
mereka bahwa hubungannya tidak berhasil.
2.3.2 Faktor Eksternal
1. Industrialisasi, Ilmu pengetahun, dan Teknologi,
Transformasi ekonomi dari agraris ke industri telah mengubah
kehidupan keluarga melalui perubahan nilai arti ikatan
kekerabatan, dan semakin elastisitasnya ikatan keluarga.
2. Migrasi penduduk, karena daya dorong desa (agrasi) dan
daya tarik kota (industri). Migrasi penduduk baik urbanisasi
ataupun transmigrasi, telah merubah gambaran keluarga dari
keluarga luas (ektended) menjadi keluarga inti (nuklear), dan
segala konsekuensi dari perubahan tersebut.
3. Perubahan permintaan tenaga kerja. Perkembangan ekonomi
telah merubah peta bidang-bidang usaha dan jenis-jenis
pekerjaan serta kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan
masing-masing jenis pekerjaan. Meningkatnya kebutuhan
tenaga kerja yang memiliki ketekunan dan ketelitian, yang
biasanya menjadi ciri keahlian wanita, telah mendorong
wanita, bersaing dengan pria memasuki pasaran kerja.
4. Peningkatan pendidikan wanita. Semakin meningkatnya
pendidikan wanita mendorong wanita (belum menikah dan
telah menikah) untuk bekerja di luar rumah.
2.4 Dampak Perubahan dalam Struktur Keluarga
2.4.1 Disorganisasi Kelompok
Yang merupakan perpecahanan keluarga sebagai suatu unit, karena
anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya
yang sesuai dengan peran sosial. 19 Perpecahan ini dikarenakan
poligami, perceraaian talak, modernisasi dan industrialisasi.
2.4.2 Perubahan Bentuk Struktur Keluarga
Perubahan dari keluarga besar menjadi keluarga kecil yang
disebabkan oleh industrialisi dan migrasi.
2.4.3 Single Parents
Berubahnya peran dan fungsi dari orang tua terhadap pengasuhan
penuh anak yang disebabkan oleh poligami, talak dan kohabitasi.
.
BAB III
PENUTUP
19 Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2002), h. 370
3.1 Kesimpulan
1. Menurut Friedman (1998) yang dikutip dalam Murwani (2007) struktur
keluarga terdiri atas : pola komunikasi keluarga, struktur peran, struktur
kekuatan, dan nilai-nilai keluarga. Struktur dan fungsi merupakan hal yang
berhubungan erat dan terus menerus berinteraksi satu sama lain. Struktur
didasarkan pada organisasi, yaitu perilaku anggota keluarga dan pola
hubungan dalam keluarga.
2. Faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan di dalam struktur keluarga
yakni: 1) faktor internal, hubungan di dalam kehidupan sehari-hari suami
dan isteri dalam keluarga, 2) faktor eksternal, antara lain industrialisasi,
modernisasi, migrasi, transformasi ekonomi, perubahan permintaan tenaga
kerja, peningkatan pendidikan wanita, perubahan demografi penduduk.
3. Perubahan yang disebabkan oleh faktor-faktor yang telah dijelaskan yakni:
poligami, perceraian, talak, rujuk, perubahan sistem kekerabatan,
fenomena wanita karir, disorganisasi keluarga, perceraian dan fenomena
single parent.
3.2 Saran
1. Komunikasi menjadi faktor utama untuk meredakan permasalahan di
dalam keluarga. Keluarga yang di dalamnya terjalin komunikasi dan
interaksi yang baik menjadikan terjalinnya kehidupan keluarga yang baik
pula. Baik dalam arti, sabar dalam menghadapi masalah, tepat dalam
mengambil keputusan sehingga tidak merugikan berbagai pihak khususnya
pihak di dalam kelurga.
2. Memperdalam ajaran-ajaran agama memberikan pengetahuan tentang
bagaimana menjalankan dan membina rumah tangga yang baik dan di
ridhoi oleh Allah Swt. Menuntun ke dalam kehidupan keluarga yang
saqinah, mawadah dan warrahmah.
DAFTAR PUSTAKA
Arita, Muwarni. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan Aplikasi
Kasus. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press
Ayub, Syaikh Hasan. 2001. Fiqih Keluarga. Jakarta: Al-Kautsar
Hakim, Rahmat. 2000. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia
Khairuddin. 2008. Sosiologi Kelurga. Yogyakarta: Liberty
Mawardi dan Nur Hidayati. 2009. Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu
Budaya Dasar. Bandung: Pustaka Setia
Nur, Djamaan. 1993. Fiqih Munakahat. Semarang: Dina Utama
Tutik, Triwulan. 2007. Poligami Perspektif Perikatan Nikah. Jakarta: ISBN
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Subekti. 1989. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermasa
Supriatna, dkk. 2008. Fiqih Munakahat II. Yogyakarta: Bidang Akademik UIN
Sunan Kalijaga
Syariffudin, Amir. 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indoensia. Jakarta:
Kencana
Zainuddin, Ali. 2006. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Zakiyah, Daradjat. 1995. Ilmu Fiqih. Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf