17
Pertanian Pasca Tsunami Agriculture after the tsunami Aceh dan di luar negeri September 2007

Pertanian Pasca Tsunami - dpi.nsw.gov.au · tentang rehabilitasi tanaman pangan dan tanah ... pertumbuhan bintil akar (untuk fiksasi N dari udara), dan pemakaian pemberian pupuk

  • Upload
    lytuong

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Pertanian Pasca Tsunami

Agriculture after the tsunami Aceh dan di luar negeri September 2007

Pertanian pasca tsunami September 2007

2 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Republik Indonesia BPTP NAD. BPTP Sumut Indonesian Soils Research Institute Indonesian Rice Research Institute

Welcome to the third edition of the quarterly Pertanian pasca Tsunami email newsletter.

Pertanian pasca Tsunami is a roundup of news and information about rehabilitating crops and soils on tsunami-affected land in Aceh and other parts of the world.

We welcome news and information about activities underway to restore tsunami-affected agriculture and soils in other countries. Please email your news and stories and photographs to Gavin Tinning at [email protected] or Basri A. Bakar at [email protected].

To subscribe to this free newsletter, please send your email address to Gavin Tinning at [email protected].

Next edition – December 2007

Deadline for stories – 22 November 2007 Many thanks:

Many thanks to Aceh editor Pak Basri A. Bakar and all the contributors, and to Pak Anischan Gani and Ibu Malem McLeod for translating.

Selamat datang pada edisi ketiga Pertanian pasca Tsunami, laporan elektronik berkala (triwulan). Laporan berkala Pertanian pasca Tsunami ini adalah suatu kumpulan berita dan informasi tentang rehabilitasi tanaman pangan dan tanah pertanian yang rusak akibat tsunami di provinsi Aceh maupun di negara lain yang ikut terkena tsunami.

Kami juga dengan tulus hati menerima berita dan informasi tentang kegiatan-kegiatan yang sedang digalang untuk memulihkan tanaman pangan dan lahan pertanian yang rusak akibat tsunami dari negara lain. Kirimkan berita atau foto-foto anda yang ada hubungannya dengan tsunami dan proyek rehabilitasinya melalui email kepada Gavin Tinning: [email protected] or Basri A. Bakar at [email protected].

Untuk berlangganan newsletter ini, kirimkan alamat email anda kepada Gavin Tinning, [email protected].

Edisi berikutnya – Desember 2007

Waktu terakhir untuk memasukkan berita – 22 November 2007 Terimakasih banyak kepada:

Redaktur di Aceh, Pak Basri A. Bakar dan semua penulis. Pak Anischan Gani dan Ibu Malem McLeod atas bantuan mereka dalam menterjemahkan tulisan-tulisan di dalam edisi ini.

Pertanian pasca tsunami September 2007

3 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

News from Aceh - Basri A. Bakar Berita dari Aceh - Basri A. BakarPidie District Governor harvests soybean crop on tsunami-affected land Yield reaches 3.5 tonnes/ha

Two and a half years after the December 2004 tsunami event, salinity levels in Aceh’s soil have gradually declined, indicated by improvements in crop yield. In Desa Baro, Pidie, soybean crops are growing well. In August 2007, the Governor of Pidie District, Mr Mirza Ismail S. Sos led a soybean ‘harvest ceremony’ in the village. ‘I am optimistic that growing soybean can increase farmer’s income in this region.’ he said during the ceremony.

About 30 hectares of paddy land along the coast in Desa Baro were inundated by sea water, and various crops planted in the first year after the tsunami failed. In May 2007, Dinas Pertanian Pidie and BPTP NAD set up a soybean demonstration trial using five varieties (Anjasmoro, Kaba, Burangrang, Ijen and local). In this trial, rhizobium inoculant was introduced and organic fertilisers (animal manure and rice husk ash) were used. Among five varieties tested Anjasmoro gave the highest yield (3.5 tonnes/ ha). Peter Slavich, representing NSW DPI, said that the ACIAR project placed a lot of importance on the rehabilitation of tsunami-affected land in Aceh. As part of the collaborative project activities, various trials are also conducted in Aceh Besar, Aceh Barat and Bireuen. ‘Through the ACIAR project, we are conducting various activities to help Acehnese farmers restore tsunami affected land’ said Dr Slavich. ‘To do this we also need support from community and related government and non-government agencies’. For information on the soybean trial, contact Ir. T. Iskandar [email protected] or Ir. Chairunnas [email protected]

Bupati Pidie Panen Kedelai di Lahan Tsunami Hasil panen mencapai 3.5 tonnes/ha

Dua tahun setelah kejadian tsunami Desember 2004, kondisi salinitas tanah di Aceh telah berangsur pulih; ditandai dengan hasil panen tanaman yang memuaskan. Di desa Baro, Kabupaten Pidie, kedelai yang ditanam di lahan bekas tsunami tumbuh dengan baik. Bupati Pidie Mirza Ismail S.Sos yang ikut melakukan pemanenan pada Agustus 2007 lalu mengaku puas dengan hasilnya. ‘Saya optimis, petani dapat menambah pendapatan dari hasil penanaman kedelai di wilayah ini’ ujarnya.

Sekitar 30 hektar lahan sawah di pesisir pantai di desa Baro terendam air laut akibat tsunami. Pada tahun pertama setelah tsunami, berbagai komoditi yang ditanam petani di daerah tersebut tidak berhasil. Pada bulan Mei 2007, BPTP NAD bekerja sama dengan Dinas Pertanian Kab. Pidie melakukan demplot kedelai dengan menggunakan lima varietas (Anjasmoro, Kaba, Burangrang, Ijen dan varietas lokal). Kegiatan ini merupakan bagian dari proyek kerjasama antara BPTP NAD, NSW DPI Australia, dan Balai Penelitian Tanah Bogor, yang didanai oleh Australian Centre for International Agriculture Research (ACIAR). Teknologi yang diperkenalkan adalah inokulasi bakteri rhizobium untuk meningkatkan pertumbuhan bintil akar (untuk fiksasi N dari udara), dan pemakaian pemberian pupuk organik (pupuk kandang dan abu sekam).

Dari kelima varietas yang dicoba, varietas Anjasmoro memberikan hasil tertinggi, sebesar 3.5 tonnes/ ha. Tim ACIAR yang diwakili Peter Slavich mengatakan bahwa pihaknya memberikan perhatian terhadap rehabilitasi lahan tsunami di Aceh. Selain Pidie, ACIAR juga melakukan serangkaian ujicoba di Kabupaten Aceh Besar, Aceh Barat dan Bireuen. ‘Pihak ACIAR tetap melakukan berbagai upaya untuk membantu petani di Aceh terutama kegiatan pemulihan kembali lahan yang terkena tsunami,’ ujar Dr Slavich. ‘Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan partisipasi masyarakat dan dinas-dinas terkait’. (Basri A. Bakar)

Informasi lebih lanjut mengenai percobaan kedelai ini bisa diperoleh dari Ir. T. Iskandar [email protected]) atau Ir. Cahirunnas [email protected]

Pertanian pasca tsunami September 2007

4 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Profile: Burhanuddin - Farmer

Mr Burhanuddin, a farmer from Desa Baro is the leader of ‘Selanga Baru’ farmer’s group which has 100 members from Baro village.

He was very pleased with the results from the soybean crop for 2007 in Desa Baro. He appreciated the support from extension staff that assisted them in trying the new technology for soybean. He said that the failure of soybean crop in 2006 was mainly due to empty pods and partially developed seeds.

Pak Burhanuddin (pictured above) has a very strong focus on leading his farmer’s group, is a good observer of tsunami-aid flow into his region, and is very outspoken in expressing his opinion for the benefit of the farmers. Pak Burhanuddin attended a communication forum in Saree, during which he asked various important questions and provided comments and suggestions to the forum.

He said that the main challenge with receiving aid from donors is the lack of communication. He urged aid donors to get the sequence right in distributing aid. ‘It is very important to transfer the knowledge first before distributing capital aid (seed, fertilisers)’ he said. He has observed cases where agriculture inputs missed the target, arriving in the hands of people who had no knowledge of agriculture. (Malem McLeod)

Pak Burhanuddin’s contact address is:

Ketua Kelompok Tani ‘Selanga Baru’, Desa Baro Kecamatan Kembang tanjung, Kabupaten Pidie, Provinsi NAD.

Profile: Burhanuddin - Petani Pak Burhanuddin, seorang petani dari desa Baro, adalah ketua kelompok tani ‘Selanga Baru’ yang beranggotakan 100 petani di desa Baro. Pak Burhanuddin sangat gembira dengan dengan hasil panen kedelai 2007 di desa Baro, dan sangat berterimakasih atas bimbingan para petugas dinas pertanian dan BPTP dalam membantu mereka untuk mencoba teknologi baru. Menurutnya kegagalan tanaman kedelai tahun lalu adalah karena polongnya hampa dan bijinya kurang bernas. Pak Burhanuddin (gambar kiri) memimpin kelompok taninya dengan semangat dan juga dengan teliti memperhatikan proses masuknya bantuan tsunami ke daerahnya. Beliau juga sangat jujur dan tegas dalam menyampaikan pemikirannya. Selama acara Communication Forum, Pak Burhanuddin mengajukan banyak pertanyaan-pertanyaan yang bermakna dan juga memberikan komentar dan saran-saran kepada peserta forum. Beliau menghimbau para pemberi donor agar menggunakan urutan yang benar dalam tugas mereka. ‘beri pengetahuan dulu, baru diberi bahan dan modal’ katanya, karena dia melihat banyak bantuan yang berupa bahan-bahan pertanian tidak mengenai sasaran yang tepat; diberikan kepada orang yang tidak tahu cara penggunaannya. Alamat kontak Pak Burhanuddin adalah: Ketua Kelompok Tani ‘Selanga Baru’, Desa Baro Kecamatan Kembang tanjung, Kabupaten Pidie, Provinsi NAD

Soybean harvest in Desa Baro, Pidie

Acara panen kacang kedelai di Desa Baro, Pidie

Pertanian pasca tsunami September 2007

5 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Communication forum receives positive response from participants Governor of Aceh invites all stakeholders to build agriculture in Aceh

A communication forum on rehabilitation of tsunami affected land in Aceh was recently held in Saree. The forum, part of ACIAR project activities in Aceh, was attended by 66 participants from various organisations including institutes, agricultural departments, local NGOs as well as farmers. The objective of the forum was to provide up to date information to researchers, government and non-government organizations, and all other parties involved in the rehabilitation of tsunami-affected land.

The forum received a positive response from participants, as indicated by their enthusiasm and involvement during presentation and discussion sessions. The forum consisted of three oral presentations and 15 poster presentations.

In his opening speech, Ir Suryadi Insya, MSi, representing the Governor of Aceh, invited all stakeholders to rebuild Aceh’s agriculture. Mr Suryadi said that ACIAR’s project activities in assessing and rehabilitating agricultural land are positive steps in helping local government use and direct resources for land rehabilitation. ‘I value ACIAR and other organizations that have helped in land rehabilitation in Aceh; I hope that these activities do not stop here,’ he said.

Mr Suryadi requested that BPTP NAD distribute relevant results of their assessment activities to farmers. ‘In the past two years there are many technologies have been tested on rehabilitation of tsunami-affected land. However, activities to pass on information to farmers are lacking’ he said.

The forum program is available at http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Communication forum mendapat respon positip dari para peserta Gubernur Ajak Berbagai Pihak Bangun Pertanian di Aceh

Communication forum ‘Rehabilitasi Lahan Tsunami di Provinsi NAD’ telah dilaksanakan di Saree, 8 Agustus 2007. Acara yang merupakan bagian dari proyek ACIAR di Aceh tersebut dihadiri oleh 66 orang peserta terdiri dari anggota BPTP NAD dan SUMUT, BB Padi Sukamandi, LPT Bogor, Dinas Pertanian dan NGO local serta wakil petani.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan strategi komunikasi dalam memfasilitasi pertukaran informasi dan pengalaman antara peneliti, lembaga pemerintah dan non pemerintah dan semua pihak yang terlibat dalam rehabilitasi daerah pertanian yang terkena tsunami.

Forum tersebut mendapat sambutan positip dari para peserta, dibuktikan dengan antusiasnya mereka ber diskusi dan tanya jawab dengan pemakalah. Dalam acara tersebut ditampilkan 3 pemakalah utama dan 15 makalah poster.

Wakil Kepala Dinas Pertanian NAD Ir Suryadi Insya, MSi (yang membuka Forum atas nama Gubernur NAD) mengajak semua pihak untuk membangun dan menata kembali sektor pertanian di Aceh yang rusak akibat tsunami. Suryadi menilai proyek ACIAR di bidang pengkajian rehabilitasi lahan merupakan langkah positip karena telah membantu Pemerintah Daerah dalam upaya perbaikan lahan terkena tsunami. ‘Saya memberikan penghargaan yang tinggi kepada ACIAR dan pihak lain yang telah membantu pemulihan lahan di Aceh, semoga kegiatan ini tetap berlanjut,’ katanya.

Suryadi meminta kepada BPTP NAD agar hasil pengkajian yang diperoleh dapat disebarkan secara luas kepada para pengguna. ‘Selama ini teknologi di bidang pertanian sudah banyak dihasilkan termasuk bagaimana cara memulihkan lahan-lahan sawah agar bisa produktif kembali, namun yang masih kurang adalah kegiatan diseminasi kepada para petani,’ paparnya. (Basri A. Bakar)

Susunan acara forum ini dapat dilihat di: http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Pertanian pasca tsunami September 2007

6 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Poster sessions; a great way to present lots of information The communication forum in Saree featured a new style of poster presentation, where 15 presenters each spoke for 5 minutes in front of a poster about their work. Audience members then had the opportunity for informal discussions with the presenters whose work interested them. This style of presentation allows many topics to be covered in much less time than standard conference presentations, and provides more opportunity for interactions between presenters and audience members. It also gives participants time for informal networking, often not possible in a crowded conference agenda, but a high priority when participants do not see each other often. To judge by the high energy levels among participants at the end of the forum, the poster session’s short talks and the opportunities for networking and discussion were greatly appreciated. The proceedings of the communications forum are available and can be viewed at: http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Sessi poster; cara yang baik untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang singkat Communication Forum di Saree menampilkan cara baru untuk penampilan makalah poster. Acara tersebut dibagi menjadi 3 sessi (5 poster per sessi) dan setiap pemakalah menjelaskan posternya selama 5 menit. Pada akhir setiap sessi , para hadirin dapat bertanya jawab langsung dengan pemakalah poster yang menarik minat mereka. Cara penyampaian poster seperti ini dapat mencakup berbagai topik dalam waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan cara penyampaian makalah secara tradisional, dan juga memberi kesempatan bagi peserta untuk berinteraksi. Cara ini juga memberi kesempatan bagi para peserta untuk membentuk jejaring kerja informal, yang biasanya tidak dapat dilakukan dalam acara konferensi yang padat, tapi merupakan hal yang sangat penting bagi para peserta yang jarang bertemu muka. Dari semangat yang terlihat diwajah para peserta pada akhir acara forum ini, bisa dikatakan bahwa mereka menyenangi cara penyampaian poster yang singkat, kesempatan untuk saling berinteraksi dan berdiskusi. Proceeding dari communications forum di Saree ini tersedia di: http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Pertanian pasca tsunami September 2007

7 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Program forum komunicasi di Saree Sessi Poster 1

Rehabilitasi lahan sawah terkena tsunami M Nasir Ali dan T. Iskandar BPTP NAD Metoda pengukuran salinitas tanah secara cepat Irhas dan M. Nasir Ali BPTP NAD Pemupukan pasca-tsunami di desa Tanjung, Lhoknga penelitian pot Anischan Gani, Hasil Sembiring dan A. Soleh IRRI Sukamundi Respon Ciherang dan Mendawak terhadap N, P dan K di tanah Tanjung, Lhoknga Respon Ciherang dan Mendawak terhadap Zn, Cu, B dan Mn di tanah Tanjung, Lhoknga Anischan Gani dan Hasil Sembiring IRRI Sukamundi Perubahan kondisi tanah pasca tsunami Deddy Erfandi, Achmad Rachman and Ai Dariah ISRI Bogor Perbaikan pertanian di Pulau Nias Lukas Sebayang dan Prama Yufdy BPTP Sumut

Sessi Poster 2

Kegiatan penyuluhan untuk pemulihan tanah tsunami di Meulaboh Ir. M. Rizal Penyuluh Kabupaten Aceh Barat Mengembangkan industri kompos di Banda Aceh Chris Dorahy NSW DPI Strategi komunikasi untuk rehabilitasi pertanian di NAD Basri A. Bakar dan T. Iskandar BPTP NAD Pengalaman membina kelompok wanita tani untuk meningkatkan produksi pertanian di Kabupaten Aceh Barat Supryani PPL Kabupaten Aceh Barat Pengembangan tanaman cabai merah bagi petani potensial di daerah tsunami Keumang NAD

Sessi Poster 3

Rekonstruksi infrastruktur hijau - suatu penelitian aksi di Kabupaten Aceh Barat Fahmuddin Agus ISRI Bogor Integrated soil and crop management for rehabilitation of vegetable production in tsunami-affected areas of NAD, Indonesia Rachman Jaya BPTP NAD Padi sawah pasca-tsunami di desa Tanjung-Lhoknga A. Gani, H. Sembiring, Chairunas dan N. Ali IRRI Sukamundi dan BPTP NAD Remidiasi tanah pertanian terpengaruh tsunami terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah: sebuah percobaan pot Sutono, IGM Subikse, Achmad Rachman ISRI Bogor

Dr Fahmuddin Agus Dr Anischan Gani

Pertanian pasca tsunami September 2007

8 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Profile: Muliyadi, Penyuluh Petani Lapang (PPL) extension worker Muliyadi, comes from Jangka sub-district Bireuen, and was one of the participants in the communication forum in Saree. Muliyadi (pictured below) asked several important questions and provided comments and suggestions relevant to the on-ground operation of rehabilitation works, particularly drainage infrastructure and rehabilitation.

One of his interesting comments concerned the timing of rehabilitation works for irrigation and drainage channels in Bireuen to take place during the rice planting season. He requested that the schedule of drainage rehabilitation be reviewed to ensure that water is available for rice planting. He also requested that repairs should also include the tertiary or “worm” channels (not only the primary and secondary channels) to ensure that water needs can be met for every paddock.

Muliyadi has participated in soil training activities in Bireuen. Following this training, he conducted a demonstration trial on the use of paddy soil test kit (PUTS) for nutrient management in Bugeng Village, Bireuen, where he planted rice variety Cibogo in a legowo 4:1 planting system. He also used the integrated crop management (PTT) principle by using organic fertiliser. He believes that the use of PUTS and PTT will reduce input costs and give a better return to farmers for rice cropping.

Muliyiadi hopes that ACIAR will continue to support research activities in Aceh. (Malem McLeod)

Muliyadi’s contact address is: Muliyadi SP Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian Alue Kuta Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Provinsi NAD

Profile: Muliyadi Penyuluh Petani Lapang (PPL) extension worker Pak Muliyadi, PPL di kecamatan Jangka kabupaten Bireuen, adalah salah satu peserta Communication Forum di Saree. Muliyadi (gambar dibawah) mengajukan pertanyaan penting dan memberi komentar dan saran-saran praktis dalam acara diskusi forum, terutama dalam hal rehabilitasi infrastrukur irigasi dan drainase yang sedang berjalan di Bireuen.

Salah satu komentar yang dikemukakan oleh Pak Muliyadi kepada forum adalah mengenai waktu perbaikan saluran irigasi dan drainase yang dilakukan pada waktu musim tanam sehingga air tidak tersedia bagi petani padi. Muliyadi meminta agar pihak yang berwenang dalam proyek rehabilitasi hendaknya mempertimbangkan waktu musim tani dalam menentukan jadwal perbaikan jaringan irigasi dan drainese sehingga air dapat tersedia pada waktu tanam. Selain dari itu Jaringan yang di perbaiki bukan jaringan Primer dan Skunder saja akan tetapi jaringan Tersier atau saluran cacing juga harus diperbaiki sehingga kebutuhan air dapat terpenuhi sampai ke areal persawahan sehingga sistem pengairan bisa terukur dan teratur (Irigasi Tehnis).

Pak Muliyadi juga telah mengikuti pelatihan pengelolaan tanah yang dilakukan BPTP NAD di Bireuen. Sebagai tindak lanjut dari pelatihan tersebut, dia mengadakan demplot dalam penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) untuk pengelolaan hara tanah di desa Bugeng, Bireuen. Dalam demplot ini dia menanam padi varietas Cibogo menggunakan system tanam legowo 4:1. Dia juga menggunakan prinsip Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dengan menggunakan pupuk kandang. Pak Muliyadi yakin bahwa penggunaan PUTS dan PTT dapat mengurangi biaya pemupukan sehingga berpotensi untuk meningkatkan pendapatan petani.

Muliyadi mengharapkan agar ACIAR dapat membantu kegiatan penelitian pertanian di Aceh secara berkesinambungan.

Pak Muliyadi SP dapat dihubungi di: Muliyadi SP Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian Alue Kuta Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Provinsi NAD

Pertanian pasca tsunami September 2007

9 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Y’DUA receives a cheque for AUS $2000, money raised in Australia to support Aceh’s compost industry (top left) and the finished compost is bagged for transport and sale after final processing (below).

Y’DUA menerima dana sebesar AUS $2000, yang dikumpulkan di Australia untuk mendukung industry kompos di Aceh (kiri, atas) dan kompos yang telah jadi dimasukkan di dalam karung siap untuk disalurkan dan dijual setelah proses terakhir (bawah)

Linking compost industries in Australia and Aceh As part of International Compost Awareness Week, Compost Australia held the Inaugural Compost Ball to raise money for local groups in Aceh who are working with compost manufacture and use. The linkage came through interest from the Australian compost industry in NSW DPI work restoring tsunami-affected agricultural soils in Aceh.

The Compost Ball raised over AUS $2,000 (16,000,000 IDR) with the proceeds going to Yayasan Daur Ulang Aceh (Y’DUA), a commercial compost producer in Banda Aceh. Y’DUA was severely affected by the December 2004 tsunami and its composting facility was completely rebuilt with assistance from Oxfam and AUSTCARE.

Y’DUA currently supplies compost to local flower producers, although it is keen to promote the benefits of using compost in other agricultural industries in Aceh. The funds raised from the Compost Ball will be used to promote compost use and awareness, as well as purchase new equipment for manufacturing compost. (Chris Dorahy)

Hubungan antara industri-industri kompos di Australi dan NAD Dalam rangka Minggu Kesadaran Kompos Internasional, Kompos Australia mengadakan ‘Pesta Dansa Kompos Inagurasi’ sebagai acara pengumpulan dana bagi kepentingan kelompok-kelompok lokal yang aktif membuat dan memakai kompos di Propinsi Nangggroe Aceh Darussalam, Indonesia. Hubungan antara Kompos Australia dan kelompok lokal tersebut terjalin melalui kegiatan penelitian pertanian NSW DPI di Aceh untuk merehabilitasi tanah pertanian di daerah tsunami.

Pesta Dansa Kompos tersebut menghasilkan dana lebih dari $2,000 AUD (sekitar 16,000,000 IDR), dan dana tersebut akan diberikan kepada Yayasan Daur Ulang Aceh (Y’DUA), penghasil dan pengedar kompos di Banda Aceh. Fasilitas pembuatan kompos yang dimiliki Y’DUA mengalami kerusakan berat waktu kejadian tsunami Desember 2004, dan fasilitas tersebut telah dibangun kembali dengan bantuan dari Oxfam dan Austcare.

Y’DUA memasok kebutuhan kompos kepada petani bunga lokal, tetapi mereka juga tertarik untuk mempromosikan manfaat kompos di bidang pertanian yang lain di Aceh. Dana dari Pesta Dansa Kompos tersebut akan digunakan oleh Y’DUA untuk mempromosikan penggunaan dan pengetahuan kompos, dan juga untuk membeli peralatan baru untuk membuat kompos.Extension staff and farmers come together to discuss their experiences of tsunami agriculture.

Pertanian pasca tsunami September 2007

10 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Drain rehabilitation uses a combination of machines and labour (above) to clear clogged drains.

Rehabilitasi saluran drainase menggunakan kombinasi tenaga kerja mesin dan manusia (atas).

Drainage rehabilitation and restoring agricultural production Hans J. Hausmann, disaster preparedness delegate, Danish Red Cross

The prerequisites for successful soil rehabilitation and revitalised agricultural production in tsunami-affected areas are closely linked to the damage of irrigation and drainage infrastructure, as well as to soil nutritional properties. The Danish Red Cross asked the members of 16 villages in Teunom Sub-district, Aceh Jaya to identify their priorities for restoring agricultural production. Not surprisingly, the local farmers identified drainage and flood protection (river dykes) as the main infrastructural issues for agricultural production.

In post-tsunami Aceh, one of the surprises is the relative speed with which soils inundated with seawater have been leached. The high level of leaching is likely to be attributable to high levels of rainfall as well as to soil characteristics such as permeability. The direct association between a well functioning drainage infrastructure and leaching potential is thus very obvious. The cost per hectare for land benefiting from the rehabilitation was approximately $US60 per hectare and hence a much more cost-effective method of soil rehabilitation when compared to, for example, flushing techniques of top-soils, which could reach prices of up to $US1000 per hectare. In Teunom, drains were rehabilitated or re-established using manual labour and/or excavators through the signing of community contracts. A total of 45,100 metres of drainage (primary and secondary drains) were rehabilitated from May to September 2006 benefiting some 2400 hectares of agricultural land in and around 15 communities. In 2007 and 2008, the Danish Red Cross will allocate further funds in Teunom Sub-district for more comprehensive drainage infrastructure and current river dyke restoration works to reduce the incidence of widespread flooding and to increase the area of cultivable land.

Rehabilitasi drainase dan pemulihan produksi pertanian Rehabilitasi lahan dan pemulihan produksi pertanian di daerah yang terkena dampak tsunami bekaitan erat dengan kerusakan infrastruktur untuk drainase dan irigasi, serta kesuburan tanah. Danish Red Cross mengumpulkan pendapat petani lokal di 16 desa di Kecamatan Teunom, Aceh Jaya

mengenai daftar prioritas yang mereka anggap penting dalam pemulihan produksi pertanian. Kebanyakan petani lokal tersebut menyatakan bahwa perbaikan drainase dan pintu air adalah masalah infrsatruktur utama yang berkaitan dengan produksi pertanian. Kadar garam yang tinggi di tanah yang terendam air laut setelah tsunami di Aceh telah tercuci dengan cepat. Pencucian yang cepat ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan sifat-sifat tanah yang lain seperti permeabilitas tanah. Jadi hubungan antara

infatstrukutre drainase yang baik dan potensi pencucian garam sangat jelas. Biaya rehabilitasi melalui perbaikan saluran drainase setara dengan USD 60,-/hektar, jadi lebih murah dibandingkan metode rehabilitasi tanah yang lain seperti pencucian permukaan tanah yang dapat mencapai USD 1000,-/hektar. Di Teunom, saluran drainase diperbaiki atau dibangun kembali menggunakan tenaga buruh atau mesin melalui kontrak yang ditandatangani masyarakat setempat. Sepanjang 45100 metres saluran drainase primer dan sekunder telah direhabilitasi antara Mei – September 2006, membantu sekitar 2400 hektar tanah pertanian di dan sekitar 15 permukiman. Di 2007 and 2008, Danish Red Cross akan mengalokasikan dana tambahan untuk rehabilitasi di Kecamatan Teunom untuk supaya infrastruktur drainase menjadi lebih sempurna, dan juga untuk mendukung proyek restorasi pintu air yang sedang berjalan. Tujuan proyek dengan dana tambahan ini adalah untuk menurunkan potensi kebanjiran dan untuk meningkatkan areal tanah pertanian. (diterjemahkan oleh Malem McLeod)

Pertanian pasca tsunami September 2007

11 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Bungong Barona women’s group with NSW DPI’s Malem Mcleod and Natalie Moore and Ibu Supriyani (right). Kelompok Wanita Tani Bungon Barona dengan Malem McLeod dan Natalie Moore dari NSW DPI dan Ibu Supriyani (paling kanan)

Women’s Group ‘Bungong Barona’ Organic farming pioneers in Aceh Barat On an August morning, 25 women gathered in a red chilli garden in Cot Darat, Samatiga to meet with the ACIAR project team. In this village, most houses were damaged by the tsunami, and fields covered with a layer of mud. The majority of people in Cot Darat are farmers and some also work as rubber tappers to supplement their income.

Ibu Supriyani, a field extension officer in Aceh Barat, saw the potential of women in agriculture in Cot Darat because these women were involved in farming prior to the tsunami. In 2006 Supriyani formed a women’s group, which she trained to grow, process and market high value crops such as red chilli, corn, ginger and peanut. For red chilli, she introduced an organic system because organic farming is environmentally friendly and has the advantage of reduced fertiliser costs. ‘Women in this village were very enthusiastic about this idea,’ she said with pride. The women’s group in this village is called ‘Bungong Barona’ , meaning ‘Blooming Flowers’, and is led by Ibu Ade Damayanti.

During the visit from the NSW DPI project team there were about 2000 red chilli plants in the group’s plot. The group uses animal manure that has been fermented with micro organisms and, for pest management, a liquid organic pesticide made from fermented local ingredients.

Supriyani supports the group and trains them to make and use organic fertiliser and pesticide. The activities of this group have been partly funded by Tearfund (an active NGO in Meulaboh). ‘I am happy that this women’s group can pioneer organic farming in this region,’ added Supriyani.

Ibu Ade Damayanti hopes that the local government can provide ongoing support and training for women in this region so they also can take their part in the region’s development.

Kelompok Wanita Tani ‘Bungong Barona’ Perintis pertanian organik di Aceh Barat Pada tanggal Agustus pagi, 25 orang perempuan dengan wajah gembira berkumpul di sebuah kebun cabe di desa Cot Darat, Samatiga Aceh Barat untuk bertemu dengan tim proyek ACIAR. Di desa ini, banyak rumah hancur karena tsunami, sementara lahan sawah dan kebun ikut rusak dengan meninggalkan sedimen lumpur. Masyarakat desa ini umumnya bekerja sebagai petani dan sebagian juga juga bekerja sebagai penderes karet untuk menambah penghasilan.

Ibu Supriyani, seorang penyuluh pertanian tingkat kabupaten, melihat potensi kaum perempuan di Desa Cot Darat untuk bertani karena sebelum tsunami, mereka sudah berpengalaman di bidang usahatani. Karena itu Supriyani membentuk kelompok wanita tani pada tahun 2006 dan mengajarkan anggotanya mengenai cara budidaya beberapa komoditi bernilai ekonomis tinggi seperti cabai merah, jagung, kacang tanah, jahe dan sebagainya. Khusus untuk cabai, ia memperkenalkan sistem budidaya pertanian organik karena pertanian organik merupakan sistem pengelolaan tanaman yang ramah lingkungan, di

samping dapat menghemat biaya pemupukan. ‘Apa yang saya jelaskan, ternyata mendapat sambutan meriah dari kaum perempuan di desa tersebut,’ ujar Supriyani dengan nada bangga. Kelompok Tani di desa ini diberi nama ‘Bungong Barona’ , artinya ‘bunga yang baru mekar’, dan diketuai oleh ibu Ade Damayanti.

Saat kunjungan tim ACIAR, lahan seluas 3000 m2 tersebut ditanami 2000 batang cabai merah dengan sistem organik. Mereka menggunakan pupuk yang dibuat dari kotoran ternak yang telah difermentasi dan pengelolaan hama dan penyakit dilakukan dengan memakai sari fermentasi tanaman obat.

Supriyani sebagai pembina kelompok, mengunjungi lokasi tersebut secara berkala untuk membimbing mereka dalam pembuatan dan penggunaan pupuk organik. Kegiatan kelompok

wanita tani Bungong Barona di dukung oleh bantuan dana dari Tearfund (salah satu NGO yang berkantor di Meulaboh). ‘Kita senang, kelompok wanita bisa menjadi pelopor pertanian organik di daerah ini,’ tambah Supriyani.

Ibu Ade Damayanti mengharapkan kepada pemerintah daerah agar dapat memberikan pembinaan berkelanjutan terhadap kaum perempuan di wilayah itu, termasuk dukungan dana, sehingga mereka dapat mengambil bagian dalam pembangunan daerah.

Pertanian pasca tsunami September 2007

12 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Cocoa nursery managed by farmer Pembibitan kakao oleh petani

Tree crops recovering after the tsunami

The importance of tree crops to farmers in Aceh Barat and the island of Nias is being reinforced by the initial results of research by the World Agro forestry Centre (ICRAF) in partnership with the Indonesian Soil Research Institute, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, and University of Hohenheim, Germany. Tree crops (principally rubber, and to a lesser extent coconut and cocoa) represented over half of household income prior to the 2004 tsunami. The loss of income from physical damage, salinity and nutrient imbalance impacts was significant. For some, income loss was offset by employment in construction of buildings and roads as the labour wage is better than that earned from rubber tapping or other farming activities. This mirrors a trend seen in farming generally in Aceh, though construction jobs are diminishing as reconstruction projects finish. The ICRAF project has

• developed land use recommendation maps for the coastal area of Aceh Barat that could be used to plan reconstruction of green infrastructure and replanting programs using tree species people want

• provided technical training in nursery and orchard establishment and nursery support through farmer groups in 13 sites

• distributed of high quality seed and planting material, allowing farmers to re-establish damaged crops and improve the quality of tree crops generally at selected sites in Aceh Barat and Nias

• conducted marketing studies and workshops to help farmers realise the best possible price for their product and options for further processing and value adding.

Contact Fahmuddin Agus f.agus@cgiar,org

Tanaman kayu-kayuan recover setelah tsunami

Pentingnya peran tanaman pohon-pohonan di Aceh Barat dan Nias ditegaskan kembali berdasarkan hasil sementara penelitian yang dilaksanakan oleh International Centre for Research in Agroforestry

(ICRAF) bersama partnernya Balai Penelitian Tanah, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia dan University of Hohenheim, Jerman. Tanaman pohon-pohonan, terutama karet serta kelapa dan cokelat menyumbangkan lebih dari separoh pendapatan petani sebelum tsunami 2004. Kerugian yang disebabkan kerusakan fisik, salinitas dan ketidak seimbangan hara cukup nyata. Bagi sejumlah petani kehilangan pendapatan ditutupi melalui pekerjaan sebagai buruh pada proyek pembangunan perumahan dan jalan karena pengahasilan dari perkerjaan ini lebih tinggi dibandingkan dengan

penghasilan dari menyadap karet dan penghasilan pertanian lainnya. Keadaan ini merupakan cerminan keadaan pertanian pada umumnya pada areal terkena tsunami. Namun pekerjaan bangunan mulai berkurang dengan selesainya kegiatan rekonstruksi.

Kegiatan ICRAF di Aceh telah

• membuat peta arahan penggunaan lahan untuk kawasan pantai Barat Aceh yang dapat digunakan dalam tata ruang rekonstruksi infrastruktur dan program penanaman kembali tanaman pohon-pohonan yang diinginkan petani

• memberikan pelatihan tentang pembibitan dan penanaman tanaman buah-buahan serta dukungan pembangunan kebun bibit kepada kelompok tani di 13 lokasi

• pendistribusian bahan tanaman bermutu tinggi, agar petani dapat menggati tanaman yang rusak serta meningkatkan kualitas tanaman pohon-pohonan pada umumnya di beberapa lokasi di Aceh Barat dan Nias.

• melakukan pengkajian pemasaran dan lokakarya untuk membantu petani memahami bagaimana meningkatkan nilai jual produksi mereka, serta pilihan tentang prosesing dan penambahan nilai.

Kontak Fahmuddin Agus [email protected]

Pertanian pasca tsunami September 2007

13 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Cot Seulamat rice trial and demonstration

Plot percobaan tanaman padi, Cot Seulamat

The trial site consists of variety demonstrations (top left) and trials using different treatments of fertiliser and soil amendments. Both are separated to ensure no cross contamination can affect results (left).The rice fields had a deep layer of peat deposited by the tsunami (above).

Cot Seulamat farmers together with members of the ACIAR project (bottom left).

Lahan percobaan ini terdiri dari demplot varietas padi (kiri, atas) dan lahan percobaan yang menggunakan berbagai perlakuan pemupukan dan ameliorasi tanah, Keduanya dipisahkan untuk mencegah kontaminasi yang dapat mempengaruhi hasil (kiri). Sawah ini telah tertimbun tanah gambut yang dalam akibat tsunami (atas).

Petani Cot Seulamat beserta para anggota proyek ACIAR (kiri, bawah)

Pertanian pasca tsunami September 2007

14 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Australian ambassador to Indonesia, Mr Bill Farmer (left) views the Cot Seulamat rice trial with Ir. Ferizal and BPTP NAD’s Director Ir T. Iskandar.

Duta Besar Australia untuk Indonesia, Mr. Bill Farmer (kiri), meninjau demonstrasi plot tanaman padi di Cot Seulamat dengan Ir. Feirizal dan Direktor BPTP NAD Ir. T. Iskandar

Australia will continue to help Aceh ‘I am pleased to be able to see the progress of post-tsunami activities in Aceh’, said Bill Farmer, Australian Ambassador to Indonesia, during his recent visit to Cot Seulamat, Aceh Barat, in September.

Mr Farmer visited Aceh to look at various Australian aid projects including agriculture, education and health and he took the opportunity to meet with local farmers and field extension officers at the rice plot trial site in Cot Seulamat. The rice is planted on 1 hectare of peat land and is about 2.5 months old. ”This is a good form of collaboration involving international, national and regional levels” he said. Mr Farmer said that Australian aid to Indonesia, particularly Aceh, is both short and long term. The short term aid helped to restore the livelihood of those affected by the tsunami, and long term aid aims to improve the standard of living and quality of life. The deputy head of Aceh Barat district, Fuadri SSi and other members of local government accompanied Bill Farmer to Cot Seulamat. Several local farmers had the opportunity to talk Mr Farmer while walking around the rice field. Mr Irzan, the leader of the ‘Pinto Rimba’ farmer group described the significance of the trial plot in Cot Seulamat as a learning facility because local farmers can see good rice crop management in practice. Farmers can also make their own judgement

Australia Tetap Bantu Aceh “Nama saya Farmer, itu artinya petani. Saya senang bisa ke Aceh melihat perkembangan pembangunan pasca tsunami”, ujar Bill Farmer, Duta Besar Australia yang berkunjung ke Desa Cot Seulamat, Kecamatan

Samatiga, Aceh Barat, pada awal bulan September. Kunjungan Bill Farmer ke Aceh adalah dalam rangka melihat beberapa proyek bantuan pemerintah Australia seperti bidang pertanian, pendidikan dan kesehatan. Dalam kesempatan itu dia melakukan temu ramah dengan para petani dan penyuluh di lokasi demplot tanaman padi di desa Cot Seulamat. Padi teresebut ditanam di lahan gambut bekas tsunami, seluas 1 hektar, dan sudah berumur 2.5 bulan. ”Ini merupakan salah satu bentuk kolaborasi yang cukup baik mulai dari tingkat internasional, nasional dan regional” katanya.

Bill menyatakan bahwa bantuan Australia untuk Indonesia khususnya Aceh bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek, bertujuan

untuk mengembalikan kehidupan masyarakat yang terkena tsunami. Sedangkan bantuan jangka panjang ditujukan untuk menciptakan kualitas hidup masyarakat ke arah yang lebih baik. Dalam kunjungan tersebut Bill Farmer didampingi wakil Bupati Aceh Barat Fuadri SSi dan unsur muspida. Bill ikut jalan di atas pematang sawah sambil berdiskusi dengan beberapa petani. Pak Irzan, ketua kelompok tani ”Pinto Rimba” menceritakan pentingnya plot percobaan yang ada di desa Cot Seulamat yang bisa menjadi media belajar bagi petani, karena dapat melihat langsung cara bertanam padi yang baik. Petani juga dapat menilai sendiri varietas padi yang cocok di lahan gambut. Ia optimis hasil panen padi bisa meningkat dengan menerapkan paket teknologi anjuran. Namun kendala yang mengganjal saat ini adalah terbatasnya saluran irigasi dan drainase di wilayah tersebut. Untuk mengatasi kendala tersebut, wakil Bupati Aceh Barat Fuadri berjanji akan berupaya memfungsikan irigasi Lhok Guci pada tahun 2008. ”Membangun

Pertanian pasca tsunami September 2007

15 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Pictures from Cot Seulamat harvest

Foto foto dari Cot Seulamat

about the most suitable rice varieties for peat soil. He is optimistic that rice yields can be increased by using better technology. However, the lack of irrigation and drainage infrastructure in the region is a big problem requiring urgent attention. In response, Mr Fuadri promised that the government will try to restore Lhok Guci irrigation system in 2008. ”Building irrigation infrastructure requires funding, therefore we need to look at additional funds from various sources because funds from the local government budget are not sufficient”, he said. Aceh Barat local government expressed their gratitude to ACIAR project team and BPTP NAD for conducting the rice trial in the peat-land and tsunami affected land. Mr Fuadri hopes that these collaborative activities can be extended into other locations so that the new technology can be easily adopted by farmers. Rice trials in Cot Seulamat were designed and conducted by Dr. Anischan Gani of Indonesian Institute for Rice Research, Sukamandi, in collaboration with BPTP NAD, ISRI Bogor, and Dinas Pertanian Aceh Barat. There are six rice varieties, with Mendawak and Intani-02 showing promise with superior growth, tillering, and general performance. ‘Local farmers are very interested in Mendawak, and hoping that in the next rice season, it can be planted in their fields,’ said Mr Irzan.

irigasi membutuhkan dana besar, sehingga perlu penggalangan dana dari berbagai sumber, tidak cukup hanya dari APBD”, ujarnya. Pemerintah Aceh Barat mengucapkan terima kasih kepada team proyek ACIAR dan BPTP NAD yang telah merancang penelitian padi di lahan gambut dan bekas tsunami. Diharapkan kerjasama semacam itu dapat dilakukan di beberapa lokasi lain, sehingga teknologi dari lembaga penelitian dapat segera diadopsi oleh petani. Demplot dan percobaan tanaman padi tersebut dirancang dan dibina oleh Dr. Anischan Gani dari BB Padi Sukamandi bekerjasama dengan BPTP NAD, Balai Penelitian Tanah Bogor, dan Dinas Pertanian Aceh Barat. Dari enam varietas tersebut, saat ini Mendawak dan Intani-02 menunjukkan keunggulan dari segi pertumbuhan, jumlah anakan dan penampilan. ”Petani sangat menaruh minat terhadap varietas Mendawak, sehingga diharapkan pada musim tanam mendatang, areal sawah yang ada dapat ditanam varieas Mendawak,” ujar Irzan.

Pertanian pasca tsunami September 2007

16 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Profile: Dr Anischan Gani - researcher Dr Anischan Gani (Pak Gani) is a senior researcher at the Indonesian Centre for Rice Research based in Sukamandi. His research focus is on the eco-physiology of irrigated rice fields. He obtained his PhD in crop eco-physiology from Padjadjaran University, Indonesia.

Prior to his appointment at Sukamandi, Dr Gani worked for 12 years for the Central Research Institute for Food Crops in Bogor, and for 7 years in upland rice and farming systems research at the Sumatra Agricultural Research Institute for Food Crops, at Sukarami, West Sumatra. Dr Gani is a member of the current ACIAR project in Aceh; and he has made an invaluable contribution to the project by:

Planning and conducting rice trials and supporting on-ground project staff in Aceh (pictured above). The Australian Ambassador in Indonesia, Mr Bill Farmer, recently visited Dr Gani’s rice trial site in Meulaboh, and was very impressed with the trial.

Editing and translating materials for this newsletter.

presenting four poster presentations during the communication forum in Saree

‘The activities of the ACIAR project are touching the hearts of poor farmers in Aceh,’ he says. (Malem McLeod)

Profil Peneliti: Dr. Anischan Gani Dr. Anischan Gani (Pak Gani) adalah peneliti senior di Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi. Fokus penelitian beliau adalah eco-physiology tanaman padi beririgasi. Pak Gani meraih gelar PhD dalam bidang eco-physiology tanaman dari Universitas Padjadjaran, Indonesia.

Sebelum bertugas di sukamandi, beliau bekerja selama 12 tahun di Pusat Penelitian Tanaman Pangan di Bogor, dan selama 7 tahun di upland rice and farming systems di Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukarami, Sumatera Barat.

Pak Gani adalah anggota team proyek ACIAR di Aceh, dan beliau telah banyak memberikan sumbangan pemikiran yang bernilai tinggi kepada proyek ini, antara lain:

mendesign dan melaksanakan percobaan tanaman padi dan mendukung anggota proyek di Aceh untuk melaksanakan kegiatan proyek di lapang (gambar di atas)

Baru-baru ini, duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, mengunjungi lokasi penelitian padi yang dibina oleh Pak Gani di Cot Seulamat, dan Bill Farmer sangat terkesan dengan percobaan tersebut.

mengedit dan menterjemahkan bahan-bahan berita untuk newsletter ini

menampilkan 4 makalah poster dalam acara Communication Forum di Saree.

Menurut Pak Gani, kegiatan-kegiatan proyek ACIAR sangat menyentuh hati nurani petani di Aceh.

Pertanian pasca tsunami September 2007

17 http://www.agric.nsw.gov.au/reader/wollongbar/aceh.htm

Tsunami-related web sites and news

Tsunami Society www.sthjournal.org/ Tsunami warning for the Bay of Bengal The densely-populated Bay of Bengal looks to be at risk from very large tsunami-producing earthquakes, according to a new analysis of modern and historical observations. More information at: http://blogs.nature.com/news/blog/2007/09/new_tsunami_warning.html Upgrade for tsunami early warning system In September, under an agreement with the Indonesian government, US Government Agencies will install a DART tsunameter near Sumatra. DARTs are only part of an all-hazards warning system which includes tide gauges, communications systems, flood modelling, warning ] systems, and outreach and education to local communities - what experts call ‘the last kilometre’ - about what to do in an emergency. Large earthquakes generate most tsunamis, and the US Geological Survey (USGS) and Indonesia, Germany, Japan and China have installed 50 to 60 seismic stations spread over 4500 kilometres along Indonesia’s extended land masses. But ‘sometimes the stations weren’t hooked up to the warning software,’ said seismologist Walter Mooney, lead coordinator for the USGS Indian Ocean tsunami warning system program. ‘That’s what we’ve been addressing.’ With the California Institute of Technology and the Betty and Gordon Moore Foundation, USGS installed 27 global positioning system stations in high-risk Sumatra, to track ground motion during earthquakes. Combined with tide gauges and seismic sensors, the stations provide critical information for assessing earthquake location and magnitude. More information: http://usinfo.state.gov/sa/

Situs-situs mengenai tsunami dan berita

Tsunami Society www.sthjournal.org/ Tsunami warning untuk Teluk Bengal Menurut analisa baru dari pengamatan masa lalu dan data yang terbaru, daerah berpenduduk padat di Teluk Bengal kelihatannya terancam oleh gempa yang sangat besar yang berpotensi menimbulkan tsunami. Informasi lebih lanjut dapat di lihat di: http://blogs.nature.com/news/blog/2007/09/new_tsunami_warning.html Perbaikan tsunami early warning system

Dalam perjanjian dengan pemerintah Indonesia di bulan September, badan pemerintah Amerika Serikat akan memasang DART tsunameter dekat pulau Sumatera. DART adalah salah satu bagian dari hazard warning system yang meliputi alat pengukur ombak, system komunikasi, pendugaan banjir, warning system, dan outreach dan pelatihan bagi penduduk local-para ahli menyebutnya “kilometer yang terakhir” – mengenai hal-hal yang perlu dilakukan pada saat krisis/emergency. Gempa bumi adalah penyebab utama dari sebagian besar tsunami, dan Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) dan Indonesia, German, Jepang dan Cina telah memasang 50-60 stasiun gempa bumi sepanjang 4500 km di Indonesia. Tetapi kadang-kadang stasiun-stasiun tersebut tidak terhubungkan dengan ”peranti lunak warning”, kata ahli gempa bumi Walter Mooney, kepala coordinator unutk USGS Indian Ocean Tsunami Warning System Program. “Masalah itulah yang kami telah coba atasai”. Dilingkungan Institute Teknologi California dan Betty & Gordon Moore Foundation, USGS telah memasang 27 GPS stasiun di daerah beresiko tinggi di Sumatera, untuk memonitor pergerakan tanah selama gempa bumi. Bersamaan dengan pengukur ombak dan sensor pendeteksi gempabumi, stasiun ini memberikan informasi yang sangat penting untuk memantau lokasi gempa bumi dan kekuatan gempa. Informasi lebih lanjut dapat dilihat di: http://usinfo.state.gov/sa/