36
Rini Ambarwati 13 Perspektif dan Prinsip Transkultural dalam Keperawatan serta Aplikasinya

PERSPEKTIF_DAN_PRINSIP_KEPERAWATAN_ok.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Perspektif dan Prinsip Transkultural dalam Keperawatan serta Aplikasinya

MAKALAH

PERSPEKTIF DAN PRINSIP TRANSKULTURAL DALAM KEPERAWATAN SERTA APLIKASINYA

RINI AMBARWATI, S.Kep.Ns., M.Si

DAFTAR ISI

Daftar Isi ..iKata Pengantar .iiBAB I : PENDAHULUAN 1A. Latar Belakang .1B. Tujuan ..2BAB II: PEMBAHASAN ......3A. Prinsip Transkultural dalam Keperawatan ...3B. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural.4C. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya....6D. Diagnosa keperawatan7E. Perencanaan dan Pelaksanaan8F. Evaluasi...9G. Aplikasi Konsep dan Prinsip Trnaskultural Sepanjang Hidup 9BAB III : PENUTUP..17A. Kesimpulan ..17B. Saran ....17Daftar Pustaka

Kata Pengantar

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberkati kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam proses penyelesaian makalah ini.Mengakui keterbatasan kami dalam menyusun makalah ini, maka dengan rendah hati mohon kritik dan saran yang membangun sehingga dapat membantu kami di kesempatan lain dalam menyusun makalah. Tidak semua hal dapat kami hadirkan dengan sempurna dalam makalah ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat. Semoga dengan adanya makalah tentang Perspektif dan Prinsip Transkultural dalam Keperawatan serta Aplikasinya ini dapat memberi gambaran pengetahuan yang cukup serta menjadi panduan yang berguna dalam pelaksanaan pembelajaran. Akhir kata, dengan rendah hati kami sekali lagi mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu, dan khusus kepada dosen mata kuliah karena telah mendorong kami dengan memberikan tugas membuat makalah, dan ini merupakan pembelajaran yang sangat berarti bagi kami di masa yang akan datang.

Penulis

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSeiring berkembangnya zaman di era globalisasi saat ini, terjadi peningkatan jumlah penduduk baik populasi maupun variasinya. Keadaan ini memungkinkan adanya multikultural atau variasi kultur pada setiap wilayah. Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas pun semakin tinggi. Hal ini menuntut setiap tenaga kesehatan profesional termasuk perawat untuk mengetahui dan bertindak setepat mungkin dengan prespektif global dan medis bagaimana merawat pasien dengan berbagai macam latar belakang kultur atau budaya yang berbeda dari berbagai tempat di dunia dengan memperhatikan namun tetap pada tujuan utama yaitu memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Penanganan pasien dengan latar belakang budaya disebut dengan transkultural nursing. Tanskultural nursing adalah suatu daerah/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokusnya memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepda manusia (Leininger, 2002). Proses keperawatan transkultural diaplikasikan untuk mengurangi konflik perbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan pasien. Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut. Menurut Dadang Hawari (1977) orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus.Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga, seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan. Sebenarnya, perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan keperawatan yang sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal lain yang bersifat mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugas perawat dalam memberi intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dan saat kematian.Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment (gizi ruhani). Seseorang yang dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup gizi makanan tetapi juga gizi rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil Riset Psycho Spiritual For AIDS Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness Patient, menyatakan bahwa orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Hawari, 1977)

B. Tujuan Adapun beberapa tujuan yang perlu disampaikan dari penulisan makalah ini sebagai berikut : Menjelaskan konsep dan prinsip dalam asuhan keperawatan transkultural Mengetahui dan memahami pengkajian asuhan keperawatan budaya dan berbagai instrumen pengkajian budaya Dapat mengaplikasikan konsep dan prinsip keperawatan transkultural di sepanjang fase kehidupan manusia.

BAB IIPEMBAHASANA. Perspektif Transkultural dalam Keperawatan Sebelum mengetahui lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita ketahui apa arti kebudayaan terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat. (koentjoroningrat, 1986). Wujud-wujud kebudayaan antara lain : Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan Kompleks aktivitas atau tindakan Benda-benda hasil karya manusiaKeperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang dapat dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Teori transkultural dari keperawatan berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konteks atau konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai cultural yang melekat dalam masyarakat.Menurut Leinenger, sangat penting memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya.Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang difokuskan pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya. Sedangkan menurut Leinenger (1978), keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya.Tujuan dari transkultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.B. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan TranskulturalKonsep dalam keperawatan transkultural adalah :1) Budaya; Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.2) Nilai budaya; Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan3) Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan; Merupakan bentuk yang optimal dalam pemberian asuhan keperawatan4) Etnosentris; Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki individu menganggap budayanya adalah yang terbaik5) Etnis; Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim6) Ras; Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia. Jenis ras umum dikenal kaukasoid, negroid,mongoloid. 7) Etnografi/Ilmu budaya; Pendekatan metodologi padapenelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada pemberdayaan budaya setiap individu.8) Care; Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhikebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia9) Caring; Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia10) Culture care; Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi digunakan untuk membimbing, mendukung atau member kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan berkembang bertahan hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.11) Cultural imposition; Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktek dan nilai karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari kelompok lain.Paradigma keperawatan transkultural (Leininger 1985) , adalah cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang sesuai latar belakang budaya, terhadap 4 konsep sentral keperawatan yaitu :1) Manusia; Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan danmelakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memilikikecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapundia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).2) Sehat; Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisikehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yangadaptif (Andrew and Boyle, 1995).3) Lingkungan; didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.4) Keperawatan; Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).C. Pengkajian Asuhan Keperawatan BudayaPeran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan keperawatan yaitu:1) Mempertahankan budaya; Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.2) Negosiasi budaya; Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.3) Restrukturisasi budaya; Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada padaSunrise Model yaitu:a) Faktor teknologi (technological factors)Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan ini.b) Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.c) Faktos sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala keluarga.d) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, perseosi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan membersihkan diri. e) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat. f) Faktor ekonomi (economical factors)Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.g) Faktor pendidikan ( educational factors )Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sedikitnya sehingga tidak terulang kembali.Prinsip-prinsip pengkajian budaya:1) Jangan menggunakan asumsi.2) Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang pelit,orang Jawa halus.3) Menerima dan memahami metode komunikasi.4) Menghargai perbedaan individual.5) Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien.6) Menyediakan privasi terkait kebutuhan pribadi.D. Diagnosa keperawatanDiagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : a. gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kulturb. gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural c. ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.

E. Perencanaan dan PelaksanaanPerencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : 1) mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, 2) mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan 3) merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.Dan ada 3 pedoman pelaksanaan yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural tersebut, antara lain :1) Cultural care preservation/maintenance Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat2) Cultural careaccomodation/negotiation Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.3) Cultual care repartening/reconstruction Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok Gunakan pihak ketiga bila perlu Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatanPerawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

F. EvaluasiEvaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

G. Aplikasi Konsep dan Prinsip Transkultural Sepanjang Daur Kehidupan Manusia1. Perawatan Kehamilan dan Kelahiran Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya dalam suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertentu, fisiologi kelahiran secara universal sama. Namun proses kelahiran sering ditanggapi dengan cara-cara yang berbeda oleh aneka kelompok masyarakat (Jordan, 1993). Berbagai kelompok yang memiliki penilaian terhadap aspek kultural tentang kehamilan dan kelahiran menganggap peristiwa itu merupakan tahapan yang harus dijalani didunia. Salah satu kebudayaan masyarakat kerinci di Provinsi Jambi misalnya, wanita hamil dilarang makan rebung karena menurut masyarakat setempat jika wanita hamil makan rebung maka bayinya akan berbulu seperti rebung. Makan jantung pisang juga diyakini menurut keyakinan mereka akan membuat bayi lahir dengan ukuran yang kecil. Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang menginjak usia kehamilan tujuh bulan diberikan kepada ibunya ulos tondi agar wanita hamil tersebut selamat dalam proses melahirkan. Ketika sang bayi lahir pun nenek dari pihak ibu memberikan lagi ulos tondi kepada cucunya sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan menggendong anaknya dengan ulos tersebut agar anaknya selalu sehat dan cepat besar. Ulos tersebut dinamakan ulos parompa. Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini masih dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam menghadapi situasi ini, pelayanan kompeten secara budaya diperlukan bagi seorang perawat untuk menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya berbeda, serta berupaya mencapai pelayanan yang optimal bagi klien dan keluarga Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat yang sering menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari peristiwa kehamilan dan kelahiran adalah orang jawa yang di dalam adat adat istiadat mereka terdapat berbagai upacara adat yang rinci untuk menyambut kelahiran bayi seperti pada upacara mitoni, procotan, dan brokohan. Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan dan kelahiran oleh dunia medis dengan adat adalah orang yang menanganinya, kesehatan modern penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi penangana dengan adat dibantu oleh dukun bayi. Menurut Meutia Farida Swasono dukun bayi umumnya adalah perempuan, walaupun dari berbagai kebudayaan tertentu, dukun bayi adalah laki laki seperti pada masyarakat Bali Hindu yang disebut balian manak dengan usia di atas 50tahun dan profesi ini tidak dapat digantikan oleh perempuan karena dalam proses menolong persalinan, sang dukun harus membacakan mantra mantra yang hanya boleh diucapkan oleh laki laki karena sifat sakralnya. Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi bermacam macam. Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya melalui proses belajar yang diwariskan dari nenek atau ibunya, namun ada pula yang mempelajari dari seorang guru karena merasa terpanggil. Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya merupakan suatu proses semata mata berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja, namun tempat melahirkan pun harus terhindar dari berbagai kotoran tapi kotor dalam arti keduniawian, sehingga kebudayaan menetapkan bahwa proses mengeluarkan unsur unsur yang kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di tempat yang sesuai keperluan itu. Jika dokter memiliki obat obat medis maka dukun bayi punya banyak ramuan untuk dapat menangani ibu dan janin, umumnya ramuan itu diracik dari berbagai jenis tumbuhan, atau bahan bahan lainnya yang diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh atau pelancar proses persalinan. Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan dan kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis saja, melainkan sebagai proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti; pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan bahaya, penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara menolong kelahiran, pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya. Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami kondisi kliennya yang memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki keterampilan dalam pengkajian budaya yang akurat dan komprehensif sepanjang waktu berdasarkan warisan etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural, organisasi sosial, agama dan kepercayaan serta pola komunikasi. Semua budaya mempunyai dimensi lampau, sekarang dan mendatang. Untuk itu penting bagi perawat memahami orientasi waktu wanita yang mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadap warisan budaya keluarganya.

2. Perawatan dan Pengasuhan Anak Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa transisi dari awal masa kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan turut serta mempengaruhi peralihan tersebut. Dalam asuhan keperawatan budaya, perawat harus paham dan bias mengaplikasikan pengetahuannya pada tiap daur kehidupan manusia. Salah satu contohnya yaitu aplikasi transkultural pada perawatan dan pengasuhan anak. Setiap anak diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan, baik perkembangan fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar kesehatan, yaitu sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu dipetakan berbagai unsur yang terlibat dalam proses perkembangan anak sehingga dapat dioptimalkan secara sinergis.Menurut Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima) sistem yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,yaitu:Pertama,sistem mikro yang terkait dengan setting individual di mana anak tumbuh dan berkembang yang meliputi:keluarga,teman sebaya,sekolah dan lingkungan sekitar tetangga. Kedua,sistem meso yang merupakan hubungan di antara mikro sistem,misalnya hubungan pengalaman-pengalam an yang didapatkan di dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah atau pengalaman dengan teman sebaya. Ketiga,sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan pengaruh dalam setting sosial yang berada di luar kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap perkembangan anak,seperti,pekerjaan orang tua dan media massa. Keempat,sistem makro yang merupakan budaya di mana individu hidup seperti:ideologi,budaya,sub-budaya atau strata sosial masyarakat. Kelima,sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis transisional (kondisi sosio-historik). Keempat sistem pertama harus mampu dioptimalkan secara sinergis dalam pengembangan berbagai potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan,pola pembelajaran,pola pergaulan termasuk penggunaan media massa,dan pola kebiasaan (budaya) yang koheren dan saling mendukung. Proses sosialisasi pada anak secara umum melalui 4 fase, yaitu: 1) Fase Laten (Laten Pattern),pada fase ini proses sosialisasi belum terlihat jelas. Anak belum merupakan kesatuan individu yang berdiri sendiri dan dapat melakukan kontak dengan lingkungannya. Pada fase ini anak masih dianggap sebagai bagian dari ibu,dan anak pada fase ini masih merupakan satu kesatuan yang disebut two persons system. 2) Fase Adaptasi (Adaption),pada fase ini anak mulai mengenal lingkungan dan memberikan reaksi atas rangsangan-rangsang an dari lingkungannya. Orangtua berperan besar pada fase adaptasi,karena anak hanya dapat belajar dengan baik atas bantuan dan bimbingan orangtuanya. 3) Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment),pada fase ini dalam sosialisasinya anak tidak hanya sekadar memberikan umpan balik atas rangsangan yang diberikan oleh lingkungannya,tapi sudah memiliki maksud dan tujuan. Anak cenderung mengulangi tingkah laku tertentu untuk mendapatkan pujian dan penghargaan dari lingkungannya. 4) Fase Integrasi (Integration),pada fase ini tingkah laku anak tidak lagi hanya sekadar penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk mendapatkan penghargaan,tapi sudah menjadi bagian dari karakter yang menyatu dengan dirinya sendiri. Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung telah mengenalkan dirinya pada kultural atau kebudayaan yang ada di sekelilingnya. Lingkungan dan keluarga turut berperan serta dalam tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh budaya yang ada di sekitarnya. Sebagai perawat, dalam memberikan pengasuhan dan perawatan perlu mengarahkan anak pada perilaku perkembangan yang normal, membantu dalam memaksimalkan kemampuannya dan menggunakan kemampuannya untuk koping dengan membantu mencapai keseimbangan perkembangan yang penting. Perawat juga harus sangat melibatkan anak dalam merencanakan proses perkembangan. Karena preadolesens memiliki keterampilan kognitif dan sosial yang meningkat sehingga dapat merencnakan aktifitas perkembangan. Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara kooperatif dalam kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang budaya. Dalam proses ini, anak mungkin menghadapi masalah kesehatan psikososial dan fisik (misalnya meningkatnya kerentanan terhadap infeksi pernapasan, penyesuaian yang salah di sekolah, hubungan dengan kawan sebaya tidak adekuat, atau gangguan belajar). Perawat harus merancang intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut mengkaji kultur yang berkembang pada anak. Agar tidak terjadi konflik budaya terhadap anak yang akan mengakibatkan tidak optimalnya pegasuhan dan perawatan anak. 3. Perawatan Menjelang KematianPerawat sebagai pelayan kesehatan memiliki peran yang sangat penting bagi keluaraga dan pasien yang akan menjelang ajal.Seorang perawat harus dapat berbagi penderitaan dan mengintervensi pada saat klien menjelang ajal untuk meningkatkan kualitas hidup.Menjelang ajal atau kondisi terminal adalah suatu proses yang progresi menuju kematian berjalan melalui tahapan proses penurunan fisik,psikososial,dan spiritual bagi individu. Secara umum pengaplikasian caring pada klien menjelang ajal berupa:a. Peningkatan kenyamananKenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan perbedaan distress (oncology society and the American Nurses Association,1974). Hal hal yang harus diperhatikan dalam peningkatan kenyamanan: Kontrol nyeri; Seluruh pelayan kesehatan dan keluarga harus dapat membantu klien mengatasi rasa nyeri,karena nyeri dapat mempengaruhi klien dalam memenuhi kebutuhan istirahat tidur,nafsu makan,mobilitas dan fungsi psikologis. Ketakutan; Tenaga kesehatan dan keluarga harus dapat membantu klien mengurangi rasa ketakutan terhadap gejala yang ditimbulkan seperti nyeri umum yang selalu datang setiap saat yang dapat membuat sagala aktifitas terganggu. Pemberian terapi dan pengendalian gejala penyakit; Pemberian terapi merupakan bagian yang dapat mengurangi rasa tidak nyaman seperti rasa nyeri dapat teratasi setelah pemberian terapi,pemberian chemotherapi,dan radiasi dapat membantu mengurangi penyebaran penyakit. Higiene personal ; Pemenuhan kebersihan diri merupakan salah satu yang harus dipenuhi agar klien merasa segar dan nyaman.b. Pemeliharaan KemandirianAdalah pilihan yang diberikan kepada klien menjelang ajal untuk memilih tempat perawatan dan memberikan kebebasan sesuai kemampuan klien,karena sebagian besar klien menjelang ajal menginginkan sebanyak mungkin mapan diri.Dalam pemeliharaan kemandirian dapat dilakukan bisa perawatan akut dirumah sakit,ada juga perawatan dirumah atau perawatan hospice.1) pemeliharaan kemandirian di rumah sakitKlien yang memilih tempat perawatan menjelang ajal dirumah sakit diberikan kebebasan sesuai kemampuan. Sikap perawat dalam pemeliharaan kemandirian di rumah sakit : Perawat harus mengimformasikan klien tentang pilihan Perawat dapat memberikan dorongan dengan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan untuk memberikan rasa kontrol klien Perawat tidak boleh memaksakan bantuan Perawat memberikan dorongan kepada keluarga untuk memberikan kebebasan klien membuat keputusan.2) pemeliharaan kemandirian dirumah (perawatan hospice)Adalah perawatan yang berpusat pada keluarga yang dirancang untuk membantu klien sakit terminal untuk dapat dengan nyaman dan mempertahankan gaya hidupnya senormal mungkin sepanjang proses menjelang ajal. Menurut Pitorak (1985) mengambarkan komponen perawatan hospice sebagai berikut : Perawatan dirumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan dibawah administrasi rumah sakit Kontrol gejala (fisik,sosiologi,fisiologi, dan spiritual ). Pelayanan yang diarahkan dokter Perawtan interdisiplin ilmu Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu Klien dan keluarga sebagai unit perawatan Tindak lanjut kehilangan karena kematian Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian tim Penerimaan kedalam program berdasarkan pada kebutuhan perawatan kesehatan ketimbang pada kemampuan untuk membayar.c. Pencegahan Kesepian dan isolasiUntuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori perawat menintervensi kualitas lingkungan. Hal-hal yang dilakukan untuk mencegah kesepian dan isolasi. Tempatkan pasien pada ruangan biasa ( bergabung dengan pasien lain) tidak perlu ruangan tersendiri, kecuali pada keadaan kritis atau tidak sadar. libatkan klien dalam program perawatan sesuai kemampuan klien, agar klien merasa diperhatikan. Berikan pencahayaan yang baik dan bisa diatur agar memberikan stimulus yang bermakna. memberikan stimulus berupa gambar, benda yang menyenangkan, atau surat dari anggota keluarga. Libatkan keluarga dan teman untuk lebih perhatian Berikan waktu yang cukup kepada keluarga untuk menjenguk atau menemani klien.d. Peningkatan ketenangan spiritualMemberikan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar kunjung rohani. Perawat dapat memberikan dukungan kepada klien dalam mengekspresikan filosofi kehidupan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari ketenangan dengan menganalisa nilai dan keyakinan yang berhubungan dengan hidup dan mati. Perawat dan keluarga dapat membantu klien dengan mendengarkan dan mendorong klien untuk mengekspresikan tentang nilai dan keyakinan, perawat dan keluarga dapat memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan keterampilan komunikasi, mengekspresikan simpati, berdoa dengan klien.e. Dukungan untuk keluarga yang berdukaDukungan diberikan agar keluarga dapat menerima dan tidak terbawa kedalam situasi duka berkepanjangan. Hal-hal yang dilakukan perawat, perhatikan perawat harus mengenali nilai anggota keluarga sebagai sumber dan membantu mereka untuk tetap berada dengan klien menjelang ajal. mengembangkan hubungan suportif. menghilangkan ansietas dan ketakutan keluarga menetapkan apakah mereka/ kelurga ingin dilibatkan.

4. Perawatan Setelah KematianPerawat mungkin orang yang paling tepat untuk merawat tubuh klien setelah kematian karena hubungan terapeutik perawat-klien yang telah terbina selama fase sakit. Dengan demikian perawat mungkin lebih sensitif dalam menangani tubuh klien dengan martabat dan sensitivitas.Peran perawat : perawat menyiapkan tubuh klien dengan membuatnya tampak sealamiah dan senyaman mungkin perawat memberikan kesempatan pada keluarga untuk melihat tubuh klien perawat memberikan pendampingan pada keluar pada saat melihat tubuh klien perawat harus meluangkan wakyu sebanyak mungkin dalam membantu keluarga yang berduka

BAB IIIPENUTUPA. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan : 1) Proses keperawatan transkultural merupakan salah satu dasar teori untuk memenuhi asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya pasien. 2) Proses keperawatan transkultural diaplikasikan untuk mengurangi konflik perbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan pasien. 3) Perilaku budaya terkait sehat sakit masyarakat secara umum masih banyak dilakukan pada keluarga secara turun temurun. 4) Sehat dan sakit atau kesehatan dalam perspektif transkultural nursing diartikan pandangan masyarakat tentang kesehatan spesifik bergantung pada kelompok kebudayaannya teknologi dan non-teknologi pelayanan kesehatan yang diterima bergantung pada budaya nilai dan kepercayaan yang dianutnya. 5) Proses keperawatan transkultural terdiri dari tahap pengkajian keperawatan transkultural, diagnosa keperawatan transkultural, rencana tindakan keperawatan transkultural, tindakan keperawatan transkultural dan evaluasi tindakan keperawatan transkultural. 6) Prinsip pengkajian keperawatan transkultural berpedoman pada model konsep dari Leininger. Konsep utama dari model sunrise berupa cultural care, world view, culture and social culture dimention, generic care system, proffesional system, culture care preservation, culture care accomodation, culture care repattering, culture congruent. 7) Rencana tindakan transkultural didasari pada prinsip rencana tindakan dari teori Sunrise Model yang terdiri dari 3 strategi tindakan, yaitu perlindungan perawatan budaya atau pemeliharaannya, akomodasi perawatan budaya atau negosiasi budaya, perumusan kembali dan restrukturasi.B. Saran Adapun saran yang penuulis sampaikan pada makalah ini adalah sebagai berikut :1) Kepada mahasiswa keperawatan hendaknya lebih memahami prinsip keperawatan transkultural serta aplikasinya baik teori maupun pelaksanaan di lapangan.2) Pendekatan ilmu pengetahuan hendaknya mencakup pelayanan kepada klien sehingga profesionalitas keperawatan tetap terjaga.3) Penggunaan alat teknologi mendukung kinerja dan tidak mengurangi pelayanan keperawatan transkultural.8)

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Efy. Keragaman Budaya dan Perspektif Transkultural dalam Keperawatan. http://staff.ui.ac.id/internal/132051049/material/ transkulturalnursing.pdf. Aplication pdf (18 Oktober 2011) Andrew, M.M. and Boyle, J.S. (1995). Transcultural Concepts in Nursing Care. 2nd Ed. Philadelphia: J.B. Lippincot Company, hal 1-131. Elsaerodji, Fahmi. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak: Perspektif Sosial Budaya Jawa. http://atfahmi.depsos.org/2011/01/27/pertumbuhan-dan-perkembangan-anak-perspektif-sosial-budaya-jawa.html. css (23 Oktober 2011) Ginger, J. N. dan Davidhizar (1995). Transcultural Nursing: Assessment and Intervention. St. Louis: Mosby, hal 1-157. Kozier, B., Erb, G., Berman A.J., & Snyder. (2004). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice . 7th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc. Hal. 205-221. Novieastari, Enie. Perkembangan Transkultural dalam Keperawatan. http://staff.ui. ac.id/internal/132014715/material/PerkembanganTranskulturaldalamKeperawatan.pdf. Aplication pdf (18 Oktober 2011) Novieastari, Enie. Transcultural Nursing Care. http://staff.ui.ac.id/internal/132014715/ material/NursingPerspectiveinTranscultural.pdf. Aplication pdf (18 Oktober 2011) Pratiwi, Arum. (2011). Buku Ajar Keperawatan Transkultural. Yogyakarta: Penerbit Gosyen Publishing. Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005). Fundamentals of Nursing: Concepts, Procces, and Practice. 6th Ed. St. Louis, MI: Elsevier Mosby. Hal. 118-136. Potter, P. A. & Perry, A. G. (2009). Fundamentals of Nursing. 7th Ed. (Terj. dr. Adrina Ferderika). Jakarta: Salemba Medika