Upload
mila-milvy
View
243
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena perubahan lingkungan pada akhir-akhir ini
menjadi suatu kejadian yang menyentak pemikiran kita.
Beberapa kejadian musibah yang diakibatkan menurunnya
kualitas lingkungan menyebabkan kita berpikir kebelakang dan
menghubungkan kejadian tersebut dengan proses pendidikan
selama ini. Musibah hutan gundul yang menyebabkan erosi yang
mengakibatkan banyak korban dikarenakan longsoran ke daerah
pemandian yang ramai pengunjung, permasalahan polusi udara
di kota besar dikarenakan banyaknya penggunaan kendaraan
bermotor, sikap penduduk yang masih membuang sampah
sembarangan dan masih banyak penyimpangan perilaku yang
dapat menurunkan kualitas lingkungan.
Permasalahan tersebut di atas membuat kita berpikir
apakah kepedulian masyarakat akan lingkungan sedang
mengalami krisis, apakah selama ini pendidikan yang
mengupayakan peningkatan kepedulian masyakat masih kurang
atau kurang optimum. Hal tersebut yang menyebabkan kita
harus berpikir bagaimana upaya-upaya yang perlu di tempuh
agar masyarakat dapat meningkat kepeduliaannya terhadap
1
lingkungan. Kita sebagai orang yang bergerak dalam dunia
pendidikan berupaya melalui bidang yang kita tekuni bagaimana
mengatasi permasalahan lingkungan hidup yang dari hari ke hari
kualitasnya semakin menurun. Salah satu pemikiran kita adalah
bagaimana memberikan pendidikan kepada masyarakat
mengenai pendidikan lingkungan hidup.
Dalam kehidupan ini segala sesuatu yang kita lakukan
perlu diketahui ilmunya agar semua yang dilakukan tidak sia-sia
nantinya. Begitupun terhadap alam jika kita ingin alam mencintai
kita, maka kita pun harus mencari tahu bagaimana ilmu untuk
mencitai alam. Sebenarnya ilmu semacam ini hendaknya
diperkenalkan sejak usia dini agar timbul rasa untuk mencintai
alam sedini mungkin.
Sejarah Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia timbul
sejak tahun 1986, Pendidikan Lingkungan Hidup dan
Kependudukan dimasukkan ke dalam pendidikan formal dengan
dibentuknya mata pelajaran Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (PKLH). Depdikbud merasa perlu untuk mulai
mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran pada
jenjang Pendidikan Dasar dan Menegah (menengah umum dan
kejuruan). Di tahun 1996 terbentuk Jaringan Pendidikan
Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh
perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2004
2
tercatat 192 anggota Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) yang
bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan
lingkungan.
Dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup selama
ini, dijumpai berbagai situasi permasalahan antara lain:
rendahnya partisipasi masyarakat untuk berperan dalam
pendidikan lingkungan hidup yang disebabkan oleh kurangnya
pemahaman terhadap permasalahan pendidikan lingkungan
yang ada, rendahnya tingkat kemampuan atau keterampilan dan
rendahnya komitmen masyarakat dalam menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Di samping itu, pemahaman pelaku pendidikan terhadap
pendidikan lingkungan yang masih terbatas juga menjadi
kendala. Hal ini dapat dilihat dari persepsi para pelaku
pendidikan lingkungan hidup yang sangat bervariasi. Kurangnya
komitmen pelaku pendidikan juga mempengaruhi keberhasilan
pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Dalam jalur
pendidikan formal, masih ada kebijakan sekolah yang
menganggap bahwa pendidikan lingkungan hidup tidak begitu
penting sehingga membatasi ruang dan kreativitas pendidik
untuk mengajarkan pendidikan lingkungan hidup secara
komprehensif.
3
Materi dan metode pelaksanaan pendidikan lingkungan
hidup yang selama ini digunakan dirasakan belum memadai
sehingga pemahaman kelompok sasaran mengenai pelestarian
lingkungan hidup menjadi tidak utuh. Di samping itu, materi dan
metode pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup yang tidak
aplikatif kurang mendukung penyelesaian permasalahan
lingkungan hidup yang dihadapi di daerah masing-masing.
Sarana dan prasarana dalam pendidikan lingkungan hidup juga
memegang peranan penting. Namun demikian, umumnya hal ini
belum mendapatkan perhatian yang cukup dari para pelaku.
Pengertian terhadap sarana dan prasarana untuk pendidikan
lingkungan hidup seringkali disalahartikan sebagai sarana fisik
yang berteknologi tinggi sehingga menjadi faktor penghambat
motivasi dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup.
Hal lain yang menjadi faktor penghambat adalah
kurangnya ketersediaan anggaran pendidikan lingkungan hidup.
Kurangnya perhatian Pemerintah untuk mengalokasikan dan
meningkatkan anggaran pendidikan lingkungan juga
mempengaruhi perkembangan pendidikan lingkungan hidup
tersebut. Selain itu, pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di
berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta tidak dapat
maksimal karena terbatasnya dana/anggaran dan
penggunaannya yang kurang efisien dan efektif. Lemahnya
4
koordinasi antar instansi terkait dan para pelaku pendidikan
menyebabkan kurang berkembangnya pendidikan lingkungan
hidup. Hal ini terlihat dengan adanya gerakan pendidikan
lingkungan hidup (formal dan nonformal/informal) yang masih
bersifat sporadis, tidak sinergis dan saling tumpang tindih.
Di samping itu, faktor penting yang sangat mempengaruhi
kurang berkembangnya pendidikan lingkungan hidup di
Indonesia disebabkan belum adanya kebijakan Pemerintah yang
secara terintegrasi mendukung perkembangan pendidikan
lingkungan hidup di Indonesia, seperti misalnya Kebijakan yang
dilakukan selama ini hanya bersifat bilateral dan lebih
menekankan kerja sama antar instansi (contoh: MoU antara
Kementerian Lingkungan Hidup dengan Departemen Pendidikan
Nasional, MoU antara Kementerian Lingkungan Hidup dengan
Departemen Agama, dll), sementara di beberapa Kabupaten
sampai saat ini belum ada peraturan daerah yang secara spesifik
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan masalah pendidikan
lingkungan hidup.
Dari gambaran situasi permasalahan di atas, dapat
disimpulkan bahwa kurang berkembangnya pendidikan
lingkungan hidup selama ini disebabkan oleh:
a. Lemahnya kebijakan pendidikan nasional;
b. Lemahnya kebijakan pendidikan daerah;
5
c. Lemahnya unit pendidikan (sekolah-sekolah) untuk
mengadopsi dan menjalankan perubahan sistem pendidikan
yang dijalankan menuju pendidikan lingkungan hidup;
d. Lemahnya masyarakat sipil, lembaga swadaya masyarakat,
dan dewan perwakilan rakyat untuk mengerti dan ikut
mendorong terwujudnya pendidikan lingkungan hidup;
e. Lemahnya proses-proses komunikasi dan diskusi intensif
yang memungkinkan terjadinya transfer nilai dan
pengetahuan guna pembaruan kebijakan pendidikan yang
ada.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan
diatas, maka yang menjadi masalah dalam makalah ini adalah
bagaimana prospektif dan pengembangan Pendidikan
Lingkungan Hidup (PLH) dalam masyarakat?
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masalah Lingkungan
Permasalahan lingkungan hidup yang utama dihadapi saat
ini adalah terjadinya kemerosotan kualitas lingkungan hidup.
Faktor penyebabnya adalah adanya praktek-praktek yang
mencemari dan mengeksploitasi sumber daya alam secara
kurang bertanggung jawab, pola konsumsi yang berlebihan
7
dalam memanfaatkan sumberdaya alam tanpa memperhatikan
daya dukung lingkungan (mengabaikan fungsi ekologi), serta
kemiskinan, dan kerawanan keamanan.
Contoh kompleksnya masalah lingkungan hidup seperti
perumahan penduduk yang tidak bersih menimbulkan
lingkungan tidak sehat sehingga makhluk hidup penyebar
penyakitpun merajalela. Selain situasi kondisi yang terjadi seperti
tersebut juga mempengaruhi sumber lingkungan hidup lainnya
seperti sumber air bersih, pemanfaatan lahan yang tidak teratur
yang disebabkan menebang pohon sembarangan, dan
sebagainya.
Contoh lain misalnya di suatu kawasan pabrik. Situasi
kondisi lingkungan hidup di kawasan pabrik adalah adanya
kebisingan, pencemaran udara, udara panas, sumur sumber air
masyarakat yang tersedot jet pump pabrik, areal tanah yang
berkurang kesuburannya akibat zat-zat kimia yang mencemari
tanah baik melalui udara ataupun melalui air.
Kelangsungan hidup manusia di dunia ini semakin terusik
dan memprihatinkan karena kerusakan lingkungan yang semakin
parah. Bencana alam telah menjadi pembunuh yang menakutkan
dibanding penyakit dan perang. Tak ayal keadaan ini menjadi
perhatian serius PBB dalam Global Forum on Ecology and Poverty
yang menyatakan bahwa dunia kita sedang berada di jurang
8
kehancuran lantaran ulah manusia.Iklim bumi terus mengalami
perubahan dan sulit diprediksi sehingga membawa kerugian
besar terhadap penghuni bumi.
Hal ini semakin diperparah dengan pertumbuhan penduduk
yang begitu cepat yang berimplikasi pula pada penipisan sumber
daya alam. Disamping itu perkembangan teknologi yang seolah
tak dapat dikendalikan dan semakin beringas melahap sumber
daya alam ibarat monster pemusnah yang kehilangan kendali
menyerang penciptanya. Ulah manusia yang merusak lingkungan
menyebabkan masyarakat menjadi miskin karena rusaknya
sumber daya potensial. Berdasarkan hasil evaluasi MDGs
(Millenium Development Goals) 2006 bahwa angka kemiskinan
akan terus meningkat, seiring karena kerusakan lingkungan. Hal
ini disebabkan oleh mundurnya pencapaian pembangunan yang
membuat masyarakat semakin miskin, akses pada sarana
pendidikan dan kesehatan minim.
Evaluasi Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC)
bahwa terjadinya ketidakseimbangan lingkungan seperti
peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad
ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi emisi gas rumah kaca akibat ulah (aktivitas) manusia
(Idi Subandi Ibrahim 2011). Kenyataan ini menunjukkan bahwa
manusia telah mengalami pergeseran eksitensi sebagai makluk
9
yang dicipta untuk melestarikan dan memelihara lingkungan.
Karena itu Prof Seyyet Hossein Nasr seorang pemikir muslim
melihat bahwa krisis lingkungan sesungguhnya adalah gambaran
dari krisis spritual umat manusia. selanjutnya Nasr menyarankan
agar kita menghadirkan tradisi intelektual dan etika agama untuk
mengatasi krisis lingkungan yang dihadapi manusia.
Masalah lingkungan yang dihadapi sekarang diakibatkan
oleh tindakan manusia sendiri yang tidak pernah puas akan
kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan yang tidak pernah puas
inilah yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Di dalam
pemenuhan kebutuhannya sudah tidak pernah mempedulikan
lagi orang lain dan lingkungan asal kebutuhannya terpenuhi,
itulah nafsu manusia serakah. Masalah lingkungan yang dihadapi
sekarang sudah sangat parah dan oleh karena itu
pemecahannyapun tidak cukup hanya dilakukan oleh kelompok
tertentu.
Masalah lingkungan merupakan masalah seluruh bangsa di
dunia terutama di Negara-negara berkembang termasuk
Indonesia. Pemecahan masalah lingkungan yang dihadapi
sekarang bukan hanya tanggung jawab pendidik tetapi juga ahli
hukum, dokter, politikus, dan profesi lainnya yang terlibat dalam
masalah lingkungan termasuk peneliti. Pemecahan masalah
lingkungan bukan hanya merupakan tanggung jawab
10
pemerintahan suatu negara, suatu kota tetapi menjadi tanggung
jawab seluruh umat manusia yang hidup di planet bumi ini.
Masalah lingkungan suatu kota atau suatu negara selalu
berkaitan dengan kota atau negara lain karena memang bumi ini
hanya satu dan saling berhubungan walau dipisahkan oleh batas
kota atau batas Negara.
B. Sejarah Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)
Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) dunia
mulai didorong sejak diselenggarakannya konferensi PBB
mengenai lingkungan manusia di Stockholm, Swedia yang
merekomendasikan dibangunnya suatu program PLH
internasional (Brauss dan Wood, 1994). Pada tahun 1975
diadakan lokakarya internasional di Belgrade, Yugoslavia untuk
merumuskan definisi dan tujuan PLH yang kemudian
dicantumkan dalam Belgrade Charter (Brauss dan Wood, 1994;
KLH, 2004).
Pada tingkat nasional, Kementerian Lingkungan Hidup
telah mengeluarkan Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup,
selain itu telah ada pula surat kesepakatan bersama antara
Kementerian Lingkungan Hidup dengan Departemen Pendidikan
Nasional terkait PLH. Pada tingkat provinsi, Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Barat sudah mengeluarkan kebijakan mengenai
penerapan PLH di sekolah. Pada tingkat kabupaten, Dinas
11
Pendidikan Kabupaten Bogor menyatakan telah ada kebijakan
penerapan PLH, yaitu dengan program kurikulum PLH dari TK –
SMA dan berbagai lomba terkait dengan sekolah hijau.
Sejarah Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia timbul
sejak tahun 1986, Pendidikan Lingkungan Hidup dan
Kependudukan dimasukkan ke dalam pendidikan formal dengan
dibentuknya mata pelajaran Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (PKLH). Depdikbud merasa perlu untuk mulai
mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran pada
jenjang Pendidikan Dasar dan Menegah (menengah umum dan
kejuruan).
Penyampaian bahan ajar tentang masalah kependudukan
dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem
kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah
kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua
mata pelajaran. Sejak tahun 1989–1990 hingga saat ini berbagai
pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan
SMA termasuk Sekolah Kejuruan.
Di tahun 1996 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan
(JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian
terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2004 tercatat 192
anggota Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) yang bergerak
12
dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan.
Selain itu, terbit Memorandum Bersama antara Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep:
89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan
Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan
dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
(Dikdasmen) Depdikbud juga terus mendorong pengembangan
dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di
sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru,
penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman
Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah
asri, dan lain-lain. Sementara itu, LSM maupun perguruan tinggi
dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui
kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru,
pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-
modul integrasi, buku-buku bacaan dan lain-lain.
Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan
Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama nomor:
Kep No 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan
dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam
keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan
13
lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran
yang telah ada.
C. Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) merupakan salah satu
upaya yang dikembangkan oleh masyarakat dunia untuk
mengoptimalkan peran masyarakat dalam mengatasi
permasalahan lingkungan. Pada dasarnya PLH ditujukan untuk
mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih ramah lingkungan
sehingga dapat meminimalkan dampak kegiatan manusia
terhadap lingkungan.
Pendidikan lingkungan hidup adalah upaya mengubah
perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau
elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang
nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang
pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan
aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk
kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.
Visi pendidikan lingkungan hidup yaitu: Terwujudnya
manusia Indonesia yang memiliki pengetahuan, kesadaran dan
keterampilan untuk berperan aktif dalam melestarikan dan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
14
Pada hakikatnya visi ini bertitik tolak dari latar belakang
permasalahan pendidikan lingkungan hidup yang ada selama ini
dan sejalan dengan filosofi pembangunan berkelanjutan yang
menekankan bahwa pembangunan harus dapat memenuhi
aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa
mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan
generasi mendatang serta melestarikan dan mempertahankan
fungsi lingkungan dan daya dukung ekosistem.
Untuk dapat mewujudkan visi tersebut di atas, maka
ditetapkan misi yang harus dilaksanakan, yaitu:
a. Mengembangkan kebijakan pendidikan nasional yang
berparadigma lingkungan hidup;
b. Mengembangkan kapasitas kelembagaan pendidikan
lingkungan hidup di pusat dan daerah;
c. Meningkatkan akses informasi pendidikan lingkungan hidup
secara merata;
d. Meningkatkan sinergi antar pelaku pendidikan lingkungan
hidup.
Sementara itu tujuan dari Pendidikan Lingkungan Hidup
(PLH) adalah: mendorong dan memberikan kesempatan kepada
masyarakat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kepedulian, komitmen
untuk melindungi, memperbaiki serta memanfaatkan lingkungan
15
hidup secara bijaksana, turut menciptakan pola perilaku baru
yang bersahabat dengan lingkungan hidup, mengembangkan
etika lingkungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
Sesuai dengan tujuan pendidikan lingkungan hidup, maka
disusunlah kebijakan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia
yang bertujuan untuk menciptakan iklim yang mendorong semua
pihak berperan dalam pengembangan pendidikan lingkungan
hidup untuk pelestarian lingkungan hidup.
Sedangkan sasaran kebijakan pendidikan lingkungan hidup
(PLH) adalah:
a. Terlaksananya pendidikan lingkungan hidup di lapangan
sehingga dapat tercipta kepedulian dan komitmen
masyarakat dalam turut melindungi, melestarikan dan
meningkatkan kualitas lingkungan lingkungan hidup;
b. Diarahkan untuk seluruh kelompok masyarakat, baik di
perdesaan dan perkotaan, tua dan muda, laki-laki dan
perempuan di seluruh wilayah Indonesia sehingga tujuan
pendidikan lingkungan hidup bagi seluruh rakyat Indonesia
dapat terwujud dengan baik.
Dalam pendidikan lingkungan hidup sendiri harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
16
1. Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas —
alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi,
politik, kultural, historis, moral, estetika);
2. Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus
menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra
sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun
non formal;
3. Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner,
dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari
masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan
suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang
seimbang.
4. Meneliti (examine) issue lingkungan yang utama dari sudut
pandang lokal, nasional, regional dan internasional,
sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi
lingkungan di wilayah geografis yang lain;
5. Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan
situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan
pertimbangan perspektif historisnya;
6. Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal,
nasional dan internasional untuk mencegah dan
memecahkan masalah-masalah lingkungan;
17
7. Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan
aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan
pertumbuhan;
8. Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran
dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan
memberi kesempatan pada mereka untuk membuat
keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan
tersebut;
9. Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan,
pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah
dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi
umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang
khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap
lingkungan tempat mereka hidup;
10. Membantu peserta didik untuk menemukan
(discover), gejala-gejala dan penyebab dari masalah
lingkungan;
11. Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah
lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir
secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan
masalah.
12. Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran
(learning environment) dan berbagai pendekatan dalam
18
pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan
tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya
praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first
– hand experience).
D. Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup
1. Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
segala makhluk hidup, makhluk tak hidup, dan daya saling
berhubungan secara timbal balik. Perubahan salah satu
komponen akan mempengaruhi komponen lainnya.
2. Manusia
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna karena
memiliki daya pikir, kreatifitas, motivasi, intuisi, sikap dan
budi nurani yang mendorong untuk berbuat dan
berperilaku melebihi makhluk hidup yang lain. Agar
keberadaan manusia dan perilakunya sebagai komponen
tidak mengganggu keseimbangan lingkungan hidup, maka
seluru potensi psikologi yang mendasari perilakunya harus
dibina melalui program pendidikan. Melalui pendidikan PLH
memungkinkan seseorang dapat mengendalikan secara
rasional dan bertanggung jawab terhadap keberadaan dan
pertumbuhan dirinya sebagai penduduk bumi, serta tetap
19
menjaga kelestarian daya dukung lingkungan dan sedapat
mungkin meningkatkannya.
3. Ilmu Kependudukan
Ilmu Kependudukan (Demografi) adalah kajian tentang
jumlah, persebaran, dan komposisi penduduk serta
bagaimana ketiga faktor tersebut berubah dari waktu ke
waktu. Ilmu Kependudukan mempelajari sistematis
perkembangan, fenomena, dan masalah-masalah
penduduk dalam kaitannya dengan situasi sosial
sekitarnya. Sebagi contoh, kita mempelajari trasmigrasi,
maka bukan hanya menggunakan analisis demografi untuk
penyajian data, namun perlu juga dilihat sebagai segi
disiplin ilmu untuk memperoleh gambaran yang jelas
bagaimana perkembangan penduduk serta masalah-
masalah yang dapat timbul pada situasi sosial tertentu.
4. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan berfungsi sebagai tempat
mewariskan norma dan nilai budaya sekaligus sebagai
wadah untuk memperkenalkan dan membina norma-norma
yang baru sesuai dengan tuntutan kebutuhan
pembangunan dan perkembangan kebudayaan nasional.
Melalui pendidikan, dapat dibentuk pemaknaan tentang
20
peran manusia dan kemungkinan adanya dampak negatif
dari aktivitasnya terhadap lingkungan kehidupannya.
E. Tujuan dan Pembelajaran PLH untuk membangun
Gaya Hidup.
Masalah lingkungan disebabkan karena ketidakmampuan
mengembangkan sistem nilai sosial, gaya hidup yang tidak
mampu membuat hidup kita selaras dengan lingkungan.
Membangun gaya hidup dan sikap terhadap lingkungan agar
hidup selaras dengan lingkungan bukan pekerjaan mudah dan
bisa dilakukan dalam waktu singkat. Oleh karena itu jalur
pendidikan merupakan sarana yang tepat untuk membangun
masyarakat yang menerapkan prinsip keberlanjutan dan etika
lingkungan. Jalur pendidikan yang bisa ditempuh mulai dari
tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan Perguruan Tinggi.
Oleh karena itu tujuan jangka panjang PLH adalah
mengembangkan warga negara yang memiliki pengetahuan
tentang lingkungan biofisik dan masalahnya yang berkaitan,
menumbuhkan kesadaran agar terlibat secara efektif dalam
tindakan menuju pembangunan masa depan yang lebih baik,
dapat dihuni dan membangkitkan motivasi untuk
mengerjakannya (Stapp, et al.1970).
21
Tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup adalah mewujudkan
masyarakat yang sadar akan lingkungan sehingga kerusakan
lingkungan bisa di kurangi. Pendidikan Lingkungan hidup bisa
dimulai dari komunitas yang paling kecil yakni keluarga.
Keluarga mempunyai peranan penting dalam memberikan
pendidikan lingkungan kepada anak-anaknya. Bentuk yang
paling kongkrit dari pendidikan dalam keluarga adalah
mengajarkan anak-anak untuk membuang sampai pada tempat
sampah yang sudah disediakan. Keluarga mempunyai peranan
penting dalam pendidikan lingkungan karena keluarga
merupakan ujung tombak pendidikan bagi anak-anaknya. Bila
sejak dini anak-anak sudah diajarkan dengan pemahaman yang
baik akan lingkungan hidup maka pendidikan lingkungan hidup
sekolah akan berjalan dengan baik dan mendapat sambutan
yang baik dari anak didik dan Pada akhirnya kerusakan dan
permasalahan lingkungan yang terjadi akibat aktifitas kehidupan
sehari-hari dapat dikurangi atau bahkan dihindarkan. Sehingga
sumber daya alam yang ada bisa terus dilestarikan dan akhirnya
bisa dinikmati dan diwariskan kepada generasi mendatang.
Pendidikan Lingkungan Hidup memiliki tujuan seperti yang
dirumuskan pada waktu Konferensi Antar Negara tentang
Pendidikan Lingkungan pada tahun 1975 di Tbilisi, yaitu:
meningkatkan kesadaran yang berhubungan dengan saling
22
ketergantungan ekonomi, sosial, politik, dan ekologi antara
daerah perkotaan dan pedesaan; memberikan kesempatan
kepada setiap individu untuk memperoleh pengetahuan, nilai-
nilai, sikap tanggung jawab, dan keterampilan yang dibutuhkan
untuk melindungi dan meningkatkan lingkungan; menciptakan
pola baru perilaku individu, kelompok dan masyarakat secara
menyeluruh menuju lingkungan yang sehat, serasi dan
seimbang.
Tujuan pendidikan lingkungan tersebut dapat dijabarkan
menjadi enam kelompok, yaitu:
a. Kesadaran, yaitu memberi dorongan kepada setiap individu
untuk memperoleh kesadaran dan kepekaan terhadap
lingkungan dan masalahnya.
b. Pengetahuan, yaitu membantu setiap individu untuk
memperoleh berbagai pengalaman dan pemahaman dasar
tentang lingkungan dan masalahnya.
c. Sikap, yaitu membantu setiap individu untuk memperoleh
seperangkat nilai dan kemampuan mendapatkan pilihan yang
tepat, serta mengembangkan perasaan yang peka terhadap
lingkungan dan memberikan motivasi untuk berperan serta
secara aktif di dalam peningkatan dan perlindungan
lingkungan.
23
d. Keterampilan, yaitu membantu setiap individu untuk
memperoleh keterampilan dalam mengidentifikasi dan
memecahkan masalah lingkungan.
e. Partisipasi, yaitu memberikan motivasi kepada setiap individu
untuk berperan serta secara aktif dalam pemecahan masalah
lingkungan.
f. Evaluasi, yaitu mendorong setiap individu agar memiliki
kemampuan mengevaluasi pengetahuan lingkungan ditinjau
dari segi ekologi, social, ekonomi, politik, dan faktor-faktor
pendidikan. (Adisendjaja, 1988).
Berdasarkan tujuan di atas, tersirat bahwa masalah
lingkungan hidup terutama berkaitan dengan manusia, bukan
hanya lingkungan. Oleh karena itu dalam pengembangan
program PLH harus ditujukan pada aspek tingkah laku manusia,
terutama interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya dan
kemampuan memecahkan masalah lingkungan. Dengan
demikian guru PLH tidak cukup hanya dengan memiliki
pemahaman tentang lingkungan, tetapi juga harus memiliki
pemahaman mendasar tentang manusia (James & Stapp, 1974).
Untuk mencapai tujuan PLH dan membangun gaya hidup
yang selaras dengan lingkungan maka guru sebagai pendidik
harus memulai dengan menampilkan permasalahan lingkungan
24
yang dihadapi dalam dunia kehidupan sehari-hari di sekitar anak
(kehidupan bermasyarakat) kemudian dilanjutkan dengan diskusi
aktif untuk mencari akar permasalahan dan dilanjutkan dengan
langkah pemecahan masalah. Langkah berikutnya adalah
menampilkan prinsip-prinsip keberlanjutan dan etika lingkungan
melalui diskusi aktif di dalam kelas. (Adisendjaja, 2008). Dalam
proses pembelajarannya di sekolah sebagai lembaga formal, PLH
jangan dijadikan sebagai topik hafalan tetapi harus dikaitkan
dengan dunia nyata yang dihadapinya sehari-hari (kontekstual)
dan dunia nyata ini harus dijadikan obyek kajian dalam konsep
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH).
F. Pendidikan Lingkungan Hidup dalam Masyarakat
Keserakahan dan sifat tamak kita mengejar keuntungan
sesaat membuat kita lupa tentang arti pentingnya lingkungan
bagi kesinambungan kehidupan. Ada yang belum pernah
terpikirkan oleh kita selama ini. Pola warisan sistem sentralistik
yang selama ini dipaksakan kepada kita, seolah-olah menafikkan
keberadaan masyarakat untuk mengelola lingkungannya sendiri.
Banjir, tanah longsor, adalah akibat dari tidak arifnya kita
mengelola lingkungan. Hutan yang gundul, semakin
berkurangnya daerah resapan, berkurangnya zona hijau dan lain-
lain menggambarkan betapa tidak cerdasnya kita dalam
25
mengelola lingkungan. Keserakahan dan sifat tamak kita
mengejar keuntungan sesaat membuat kita lupa tentang arti
pentingnya lingkungan bagi kesinambungan kehidupan.
Masyarakat yang tinggal di kota-kota besar di seluruh
Indonesia umumnya sudah terbiasa dengan masalah lingkungan:
bertumpuknya sampah, pencemaran udara, kebisingan, sungai
berwarna warni dan bau, kekeringan di musim kemarau, banjir di
musim hujan, penurunan permukaan air tanah bahkan intrusi air
laut. Kebiasaan dalam keseharian yang dihadapi terkait masalah
lingkungan tersebut menyebabkan masyarakan menjadi tidak
atau kurang peduli terhadap masalah lingkungan.
Ketidakpedulian ini muncul akibat berbagai sebab, salah satu
diantaranya adalah kurangnya pendidikan. Oleh karena itu,
penerapan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) diharapkan dapat
meningkatkan kepedulian masyarakat khususnya masyarakat
pendidikan dan pada gilirannya masyarakat pada umumnya
terhadap masalah lingkungan yang dihadapi, meningkatkan
peran serta aktif masyarakat dalam menanggulangi masalah
lingkungan hidup.
Peran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) dalam
masyarakat merupakan salah satu upaya yang dikembangkan
untuk mengoptimalkan peran masyarakat dalam mengatasi
permasalahan lingkungan. Hadirnya Pendidikan Lingkungan
26
Hidup dalam masyarakat diharapkan dapat mengubah perilaku
masyarakat menjadi lebih ramah lingkungan sehingga dapat
meminimalkan dampak kegiatan manusia terhadap lingkungan.
Masyarakat harus berperan aktif dalam penyelamatan
lingkungan hidup dari kerusakan yang bisa terjadi. Banyak hal
yang bisa kita lakukan dalam menyelamatkan lingkungan kita.
Peranan Manusia yang menguntungkan lingkungan antara lain:
1. Jauhi perilaku buruk seperti eksploitasi terhadap alam secara
berlebihan.
2. Stop penebangan liar terhadap pohon-pohon yang ada di
hutan.
3. Percayalah bahwa reboisasi itu lebih berguna. “One man one
tree”.
4. Jangan pernah membuang sampah di sembarang tempat.
Akan sangat baik jika sampah didaur ulang menjadi pupuk.
5. Kesadaran dari sektor industri atau pabrik untuk tidak
membuang limbah industri berbahaya sesuka mereka. Hal
tersebut dapat mencemari lingkungan sekitarnya.
6. Cegah sebisa mungkin gas buang kendaraan yang dapat
menyebabkan polusi udara. Sekarang sudah ada uji emisi
pada kendaraan tapi itu masih kurang efektif. Lebih efektif
jika terjadi pengurangan kendaraan. Akan lebih efektif
27
apabila aktivitas kendaraan berkurang. Namun, bukan berarti
dihentikan sama sekali.
7. Gunakan seminimal mungkin kendaraan yang ramah
lingkungan, seperti sepeda akan sangat baik bila digunakan.
8. Berperilaku hemat. Hemat penggunaan listrik dan air.
9. Stop pemanfaatan lahan hanya untuk pembangunan gedung-
gedung bertingkat.
10. Membuat peraturan, organisasi atau undang-undang untuk
melindungi lingkungan dan keanekaan jenis makhluk hidup
Poin penting dari semua ini adalah attitude masyarakat
dalam hubungannya dengan kelestarian lingkungannya.
Kesadaran akan kelestarian lingkungan sangat penting. Karena
disinilah peran vital masyarakat dalam menjaga lingkungannya
dari kerusakan yang bisa saja terjadi setiap saat.
Peran pemerintah daerah atau pejabat setempat yang
ditunjuk atas wilayahnya tersebut sangat penting untuk
mengetahui dan merencanakan jauh ke depan dengan tegas
untuk dapat mengembangkan kawasan daerah/wilayahnya untuk
menjadi bentuk lingkungan yang sehat untuk dihuni
masyarakatnya dan terus menjadi pengawasannya jangan
sampai terlupakan, sehingga tidak saling tuduh jika sudah terjadi
bencana. Yang terpenting dalam masyarakat, dalam hal ini
28
mengenai pengelolaan lingkungan adalah masyarakat sadar
sebagai bagian dari lingkungan dimana ia berada, tumbuhnya
kearifan lokal dalam mengelola lingkungan, yang pelan–pelan
diharapkan akan menjadi budaya ”Cinta Lingkungan” yang
tumbuh disetiap sanubari warga masyarakat.
G. Metode Pendidikan Lingkungan Hidup dalam
Masyarakat
Strategi yang dikembangkan oleh Kementrian Lingkungan
Hidup mengenai pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup,
antara lain meliputi:
1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pendidikan lingkungan
hidup sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan
kemampuan dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup
yang ditujukan untuk:
a. mendorong pembentukan, penguatan dan pengembangan
(revitalisasi) kapasitas kelembagaan PLH;
b. mendorong tersusunnya kebijakan pendidikan lingkungan
hidup di tingkat Pusat dan Daerah;
c. memperkuat koordinasi dan jaringan kerja sama pelaku
pendidikan lingkungan hidup;
d. membangun komitmen bersama untuk PLH (termasuk
komitmen pendanaan);
29
e. Mendorong terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi
pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup.
2. Meningkatkan kualitas dan kemampuan (kompetensi) SDM
PLH, baik pelaku maupun kelompok sasaran pendidikan
lingkungan hidup sedini mungkin melalui berbagai upaya
proaktif dan reaktif.
Mengembangkan kualitas SDM Masyarakat, yang meliputi
guru, murid sekolah, aparatur pemerintah, para ulama serta
seluruh lapisan masyarakat sedini mungkin secara terarah,
terpadu dan menyeluruh harus dilakukan melalui berbagai
upaya proaktif dan reaktif. Upaya ini harus dilakukan oleh
seluruh komponen bangsa sehingga generasi muda, subjek
dan objek pendidikan lingkungan dapat berkembang secara
optimal.
Selain itu, peningkatan kemampuan SDM di bidang
lingkungan hidup dalam profesionalitas (kompetensi) tenaga
pendidik, dan peningkatan kualitas masyarakat dan
peningkatan kualitas SDM pada tingkat pengambil keputusan
(birokrat) menjadi hal yang penting dilakukan juga dalam
rangka pengembangan kebijakan pendidikan lingkungan
hidup.
30
3. Mengoptimalkan sarana dan prasarana pendidikan
lingkungan hidup yang dapat mendukung terciptanya proses
pembelajaran yang efisien dan efektif.
Dengan mengoptimalkan sarana dan prasarana pendidikan
lingkungan hidup dapat mendukung terciptanya tempat yang
menyenangkan untuk belajar, berprestasi, berkreasi dan
berkomunikasi. Optimalisasi sarana dan prasarana ini dapat
dilakukan dengan menggunakan perpustakaan, laboratorium,
alat peraga, alam sekitar dan sarana lainnya sebagai sumber
pengetahuan.
4. Meningkatkan dan memanfaatkan anggaran pendidikan
lingkungan hidup dan mendorong partisipasi publik serta
meningkatkan kerja sama regional, internasional untuk
penggalangan pendanaan PLH.
Meningkatkan pendanaan pendidikan lingkungan hidup
khususnya anggaran pada instansi yang melaksanakan
pendidikan lingkungan hidup yang memadai diharapkan
dapat memacu perluasan dan pemerataan perolehan
pendidikan khususnya pendidikan lingkungan hidup bagi
seluruh rakyat Indonesia dan menuju terciptanya manusia
Indonesia yang berkualitas. Saat ini anggaran pendidikan
khususnya pendidikan lingkungan masih sangat minim,
walaupun di dalam Amendemen UUD 1945, pagu anggaran
31
pendidikan telah ditetapkan minimum sebesar 20% dari
seluruh APBN. Di samping itu, sumber pendanaan pendidikan
lingkungan hidup dapat digalang dari masyarakat, baik lokal,
regional maupun internasional.
5. Menyiapkan dan menyediakan materi pendidikan lingkungan
hidup yang berbasis kearifan tradisional dan isu lokal, modern
serta global sesuai dengan kelompok sasaran PLH serta
mengintegrasikan materi pendidikan lingkungan hidup ke
dalam kurikulum lembaga pendidikan formal.
Penyusunan materi PLH harus mengacu pada tujuan
pendidikan lingkungan hidup dengan memperhatikan tahap
perkembangan dan kebutuhan yang ada saat ini. Untuk itu
materi pendidikan lingkungan hidup yang berbasis kearifan
tradisional dan isu lokal, modern serta global harus
disesuaikan dengan kelompok sasaran PLH.
Meningkatkan informasi yang berkualitas dan mudah diakses
dengan mendorong pemanfaatan teknologi.
6. Dalam meningkatkan informasi yang berkualitas,
pemanfaatan teknologi perlu terus diupayakan sehingga
pengembangan pendidikan lingkungan dapat berhasil guna
dan berdaya guna serta sekaligus dapat memberikan akses
kepada masyarakat terhadap informasi tentang pendidikan
lingkungan hidup.
32
7. Mendorong ketersediaan ruang partisipasi bagi masyarakat
dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan lingkungan hidup.
Dalam meningkatkan peran serta masyarakat dibidang
pendidikan lingkungan hidup meliputi peran serta
perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi,
pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan (Pasal 54, UU Sidiknas 2003) perlu terus
digalakkan. Selain itu, penyediaan ruang bagi masyarakat
untuk pastisipasi akan menjadi faktor pendukung dalam
pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup.
8. Mengembangkan metode pelaksanaan pendidikan lingkungan
hidup yang berbasis kompetensi dan partisipatif.
Metode pelaksanaan pendidikan lingkungan adalah hal
yang sangat penting dan sangat berperan dalam menghasilkan
proses pembelajaran yang berkualitas. Pengembangan metode
pelaksanaan dalam pendidikan lingkungan hidup ditujukan pada
pengembangan berbagai metode penyampaian pendidikan
lingkungan hidup (antara lain melalui Joyful Learning Process)
pada setiap jenjang pendidikan dan pengembangan berbagai
metode partisipatif tentang pendidikan lingkungan hidup.
33
Masyarakat sebagai kontrol sosial harus mampu
memberikan contoh dan pegangan bagi anak muda yang lemah
dalam pengetahuan lingkungan hidup. Di dalam pendidikan
lingkungan hidup, masyarakat harus ikut serta dalam mengatasi
permasalahan lingkungan dan berperan aktif dalam
penyelamatan lingkungan hidup dari kerusakan yang bisa terjadi
kapan saja dan di mana saja. Selain pendidikan formal dalam hal
ini yang dimaksud adalah sekolah, peran serta masyarakat
sebagai bagian terpenting dari lembaga pendidikan informal dan
non-formal memiliki peranan yang sangat besar dalam
melaksanakan pendidikan lingkungan hidup di masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam pendidikan non-formal dan
informal khususnya dalam pendidikan lingkungan hidup (PLH)
serta metode yang dapat diterapkan dalam pendidikan yang
dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pendidikan lingkungan hidup non-formal adalah
kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang
dilakukan di luar sekolah yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang yang diselenggarakan bagi yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal. Pendidikan non-formal juga berfungsi
mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan
34
pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan non-formal meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Metode kegiatan belajar dalam pendidikan lingkungan hidup
non formal adalah: kursus/pelatihan mengenai pengetahuan
lingkungan hidup dalam bermasyarakat yang
diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal
pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap
untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi,
bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Metode yang umum digunakan
adalah kombinasi antara metode ceramah, latihan (studi
kasus), dan diskusi mengenai pengetahuan lingkungan hidup,
permasalahan lingkungan, serta penyelesaian terhadap
masalah lingkungan.
b. Pendidikan lingkungan hidup informal adalah kegiatan
pendidikan di bidang lingkungan hidup yang dilakukan di luar
sekolah dan dilaksanakan tidak terstruktur maupun tidak
35
berjenjang. Berdasarkan intensitas proses pembelajaran dan
outcomes yang dihasilkannya, beberapa bentuk kegiatan
pendidikan (metode pembelajaran) lingkungan hidup pada
jalur informal adalah :
1. Penerbitan Media: salah satu bentuk pendidikan
lingkungan hidup yang bertujuan untuk menyampaikan
informasi, gagasan, dan perkembangan-perkembangan
terbaru berkaitan dengan lingkungan hidup kepada
masyarakat luas melalui publikasi media massa (media
cetak maupun elektronik) baik itu dalam bentuk buku,
majalah, tabloid, buletin, artikel ilmiah, poster, opini
umum, iklan layanan masyarakat, dan sebagainya. Hasil
akhir yang ingin dicapai umumnya berupa peningkatan
pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran akan
pelestarian lingkungan hidup.
2. Penyuluhan: merupakan kegiatan pendidikan lingkungan
hidup non formal yang bertujuan untuk
menerangkan/menjelaskan tentang suatu isu,
permasalahan, gagasan, atau metode yang bersifat
spesifik agar peserta memahaminya secara lebih
mendalam.
3. Seminar: merupakan kegiatan pendidikan lingkungan
hidup dalam bentuk forum persidangan ilmiah yang
36
dipimpin/diarahkan oleh seorang pakar. Pada forum
tersebut, satu atau beberapa nara sumber diberi
kesempatan untuk menyampaikan gagasan, pemikiran,
atau pengalamannya tentang topik tertentu guna
mendapat tanggapan dari para peserta melalui mekanisme
tanya jawab. Dengan demikian, baik nara sumber maupun
peserta akan mendapatkan umpan balik (feed back) yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas
pengetahuannya.
4. Lokakarya: merupakan kegiatan pendidikan lingkungan
hidup yang bertujuan untuk membahas permasalahan
praktis tentang suatu bidang tertentu melalui mekanisme
diskusi interaktif antar peserta yang memiliki minat yang
relatif sama dengan tingkat keahlian yang relatif setara,
namum memiliki sudut pandang yang relatif berbeda.
Suatu lokakarya umumnya akan menghasilkan suatu
kesepakatan, rumusan, atau rekomendasi yang akan
menjadi acuan/referensi bagi pihak-pihak yang terlibat.
37
BAB III
PENUTUP
Pendidikan Lingkungan Hidup perlu mendapatkan
perhatian, dukungan dari semua pihak, kesungguhan pemerintah
dan masyarakat agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan
yaitu membangun masyarakat yang peduli lingkungan dan
mampu berperan aktif dalam memecahkan masalah lingkungan.
38
Penekanan pembelajaran bukan pada penguasaan konsep
tetapi pengubahan sikap dan pola pikir masyarakat agar lebih
peduli terhadap masalah lingkungan, mampu menerapkan
prinsip keberlanjutan dan etika lingkungan. Oleh karena itu
dalam pengembangan program PLH harus ditujukan pada aspek
tingkah laku manusia, terutama interaksi manusia dengan
lingkungan hidupnya dan kemampuan memecahkan masalah
lingkungan. Melalui cara ini akan terbentuk masyarakat yang
memiliki sikap positif, peduli terhadap lingkungan dan mampu
berperan aktif dalam memecahkan masalah lingkungan serta
mampu menerapkan prinsip keberlanjutan dan etika lingkungan
dalam kehidupannya.
Hadirnya Pendidikan Lingkungan Hidup dalam masyarakat
diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih
ramah lingkungan sehingga dapat meminimalkan dampak
negatif kegiatan manusia terhadap lingkungan. Masyarakat
harus berperan aktif dalam penyelamatan lingkungan hidup dari
kerusakan yang bisa terjadi. Banyak hal yang bisa kita lakukan
dalam menyelamatkan lingkungan kita, namun yang terpenting
adalah menumbuhkan budaya ”Cinta Lingkungan” dalam
kehidupan bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Adisendjaja, Y.H. 1988. Hubungan antara Pemahaman IPA, Pengetahuan Lingkungan, dan Sikap terhadap Lingkungan dari Mahasiswa FPMIPA IKIP Bandung. Bandung: IKIP Bandung. Laporan Penelitian: tidak diterbitkan.
39
Adisendjaja, Y.H. 2008. Metodologi Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar, Jurusan Pendidikan Biologi: FPMIPA UPI.
Adisendjaja, Y.H. 2003, Pengembangan Pembelajaran Ekologi di SMU dengan Lingkungan Sekolah yang Berbeda untuk Meningkatkan Pemahaman Prinsip Keberlanjutan dan Etika Lingkungan. Bandung: IKIP Bandung. Laporan Penelitian: tidak diterbitkan.
Adisendjaja, Y.H. Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup: Belajar dari Pengalaman dan Belajar dari Alam. Universitas Pendidikan Indonesia.
KNLH. 2004. File-file tentang Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta
OttoSoemarwoto. 1999. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan: Jakarta.
http://hermanussugianto.wordpress.com/tag/tujuan-pendidikan-lingkungan/. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2012.
http://worldofzie.wordpress.com/teknik-lingkungan/masyarakat-dan lingkungannya/. diakses pada tanggal 28 Oktober 2012.
40