26

Click here to load reader

PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

PERSIAPAN PRA BEDAH

Penilaian dan pengelolaan pra bedah telah berkembang sebagai bagian dari

peranan dokter anestesiologi di luar kamar operasi. Sasaran dari evaluasi pra bedah

adalah untuk mengurangi risiko pasien dan kematian dari operasi, meningkatkan

kualitas perawatan perioperatif yang juga mempertimbangkan efisiensi dan menekan

biaya, serta mengembalikan pasien kepada kondisi yang diharapkan secepatnya.1,2

Data dari Australian Incident Monitoring Study (AIMS) menunjukkan bahwa

3,1% dari kejadian perioperatif yang tidak diharapkan, serta angka kematian 6 kali

lipat lebih tinggi diakibatkan karena persiapan dan penilaian prabedah yang tidak

adekuat.3,4

Persiapan dan edukasi pra bedah dapat memudahkan pemulihan dan

menurunkan morbiditas pasca bedah. Kecemasan, nyeri pasca bedah, dan lamanya

perawatan sangat dipengaruhi oleh penanganan pra bedah.

Evaluasi pra bedah haruslah efisien, baik dari sudut pandang pasien maupun

petugas kesehatan. Hal ini akan lebih cost-effective, menurunkan kejadian pembatalah

operasi, lama perawatan, dan komplikasi pasca bedah.1,5

Berdasarkan pedoman dari American Society of Anesthesiologists (ASA),

visite pra bedah mencakup:3,4,6

1. Anamnesis untuk melihat meninjau kondisi medis, riwayat pengobatan dan

anestesi sebelumnya

2. Melakukan pemeriksaan fisik

3. Meninjau data diagnostic dan pemeriksaan penunjang (laboratorium, EKG,

radiologi, dll)

4. Menilai dan menentukan status fisik ASA

5. Merumuskan dan mendiskusikan rencana anestesi kepada pasien atau

pendampingnya.

Page 2: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

PENILAIAN DAN STRATIFIKASI RISIKO

Penilaian risiko yang paling umum digunakan yaitu status fisik ASA, seperti

tertera pada tabel di bawah ini.

Tabel 1 Klasifikasi Status Fisik ASA (American Society of Anesthesiologists)

P1 Pasien sehat tanpa penyakit organik, biokimia ataupun psikiatrik

P2 Pasien dengan penyakit sistemik ringan, seperti asma ringan atau hipertensi

terkontrol. Tidak ada pengaruh yang bermakna pada aktivitas sehari-hari.

Tidak mempengaruhi tindakan anestesi dan operasi

P3 Penyakit sistemik berat atau secara bermakna membatasi aktivitas sehari-hari,

seperti gagal ginjal, dalam terapi hemodialisis, atau gagal jantung derajat 2.

Cukup mempengaruhi tindakan anestesi dan operasi

P4 Penyakit berat yang mengancam nyawa atau membutuhkan terapi intensif, seperti

infark miokardial akut, gagal nafas yang membutuhkan ventilasi mekanik.

Sangat mempengaruhi tindakan anestesi dan operasi

P5 Pasien hampir meninggal yang mungkin akan meninggal dalam 24 jam dengan

atau tanpa tindakan operasi

P6 Donor organ pada mati otak

“E” ditambahkan pada status di atas (P1-P5) menunjukkan operasi emergensi

Disadur dari American Society of Anesthesiologists. ASA physical status classification

system. www.asahq.org

Sistem klasifikasi ini diterapkan dalam mengukur risiko yang berhubungan

dengan tindakan anestesi dan operasi, yang juga berhubungan dengan morbiditas dan

mortalitas.5,7 Beberapa studi memperlihatkan adanya hubungan antara Status Fisik

ASA dengan perawatan intensif pascabedah, perawatan yang lebih lama pada

beberapa tindakan operasi, serta dampak kardiopulmonal yang merugikan. Tidak ada

korelasi antara status fisik ASA dengan pembatalan, perawatan pasca bedah yang

tidak direncanakan pada pasien rawat jalan1,4.

Page 3: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

VISITE PRA BEDAH

Anamnesis dan pemeriksaan klinis, yang menunjuk pada pemeriksaan klinis,

dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis dan diagnosis banding. Sebuah studi

menunjukkan bahwa 56% dari diagnosis yang tepat dibuat berdasarkan anamnesis,

dan meningkat menjadi 73% dengan pemeriksaan fisik1. Dari data yang diperoleh

dalam 2 dekade, terdapat 60-70% tes laboratorium sebelum operasi yang sebenarnya

tidak diperlukan.8 Kemampuan dalam melakukan pemeriksaan klinis berasal dari

pengenalan pola yang dipelajari dengan melihat pasien dan mendengarkan riwayat

penyakitnya. Identitas pasien pun perlu dicatat dengan lengkap.

ANAMNESIS

Anamnesis tidak hanya proses tanya jawab, tetapi juga menginterpretasi dan

mendokumentasikan dengan hati-hati jawaban dari pasien. Anamnesis yang baik

tidak hanya mempermudah perencanaan anestesi yang tepat dan aman, tetapi juga

dapat menegakkan diagnosis yang lebih akurat dan cost-effective daripada melakukan

skrining tes laboratorium1,3,4.

Beberapa hal yang perlu diperoleh dari anamnesis adalah sebagai berikut9:

1. Riwayat penyakit yang akan dioperasi saat ini

Ahli anestesiologi harus mempelajari gejala yang dikeluhkan akibat penyakit

yang akan dilakukan operasi saat ini, berbagai pemeriksaan penunjang yang telah

dilakukan, diagnosis, terapi berikut responsnya.

2. Penyakit penyerta

Penyakit penyerta ini dapat menjadi penyulit dalam tindakan anestesi dan bedah.

Hal ini perlu dievaluasi dalam suatu pendekatan sistem organ yang sistematis

dengan penekanan pada perubahan-perubahan terkini dari gejala, tanda dan

terapinya.

3. Riwayat pengobatan

Page 4: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

Adanya terapi pada penyakit penyerta ataupun penyakit operasi saat ini perlu

diketahui macam obat, dosis dan jadwalnya. Keputusan dalam melanjutkan terapi

ini selama masa pra bedah bergantung pada derajat keparahan penyakitnya,

konsekuensi yang mungkin terjadi dari penghentian terapi, waktu paruh obat, dan

interaksinya dengan obat anestesi.

4. Reaksi obat dan alergi

Sangat penting untuk mendapatkan informasi obat yang mengakibatkan alergi,

serta gambaran reaksi alergi yang dialami pasien.

5. Riwayat anestesi

Data tindakan anestesi yang lalu perlu ditinjau untuk memperoleh informasi

berupa:

- Respons terhadap premedikasi sedasi/analgetik dan obat anestesi

- Tindakan ventilasi, laringoskopi, akses vascular, monitoring invasif serta

tindakan lainnya beserta kesulitan yang terjadi

- Komplikasi periopertif seperti cedera gigi, mual dan muntah, ketidakstabilan

kardiopulmonal, kejadian infark miokardial, hipertermia maligna perawatan

intensif pasca bedah dan lama bangun dan ekstubasi

6. Riwayat keluarga

Riwayat kejadian atau komplikasi perioperatif perlu ditanyakan pada keluarga,

terutama dengan hipertermia maligna

7. Tinjauan berdasarkan sistem organ

a. Kardiovaskular

Komplikasi kardiovaskular merupakan penyebab tersering kejadian

morbiditas selama periode perioperatif. Perlu ditanyakan adanya nyeri dada

(intensitas, durasi, faktor presipitasi, gejala yang berhubungan, faktor yang

mengurangi nyeri). Selain itu perlu ditanyakan tentang dispnea d’effort yang

berhubungan dengan gagal jantung

b. Sistem pernapasan

Page 5: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

Pada asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), atau penyakit saluran

napas lainnya perlu ditanyakan tentang sesak, eksaserbasi terkini, terapi, dan

penggunaan steroid atau oksigen, perawatan dan intubasi.

c. Hematologi

Perlu ditentukan riwayat dan penyebab anemia, gejala yang berhubungan,

serta terapi (terutama transfusi), serta riwayat pasien ataupun keluarga pasien

dengan kelainan perdarahan atau hiperkoagulasi. Operasi yang luas perlu

dipertimbangkan perdarahan yang banyak dan kondisi komorbid pasien akan

berdampak pada oksigenasi, seperti penyakit pulmonal, serebrovaskular dan

kardiovaskular.

d. Sistem saraf

Pada pasien dengan penyakit neurologis (seperti stroke, kelainan kejang,

multipel sklerosis), riwayat detail perlu difokuskan pada kejadian terkini,

eksaserbasi, defisit neurologis, dan kontrol terapi.

e. Hati

Pasien dengan penyakit hati yang berat akan meningkatkan morbiditas dan

mortalitas perioperatif. Adanya ensefalopati, koagulaopati, asites, volume

overload perlu diketahui dan perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan

penunjang.

f. Ginjal

Pasien dengan disfungsi ginjal memiliki banyak komorbid, umumnya

berhubungan dengan vaskulopati, seperti hipertensi, penyakit kardiovaskular,

dan gangguan elektrolit. Perlu ditanyakan tentang riwayat terapi hipertensi,

dialisis berikut kontrol terapinya.

g. Muskuloskeletal

Deformitas dapat menimbulkan masalah jalan napas dan manajemen anestesi

regional. Inflamasi kronis perlu diperhatikan pada pasien artritis rematoid,

systemic lupus erythematosus (SLE), scleroderma, di mana sering

menimbulkan disfungsi multiorgan.

Page 6: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

h. Endokrin

Diabetes dan penyakit tiroid merupakan endokrinopati yang tersering.

Diabetes dengan neuropati otonom dapat menimbulkan silent ischemia

intraoperatif9. Selain terapi berikut kontrolnya, perlu ditanyakan pada pasien

diabetes tentang disfungsi multiorgan yang terjadi: insufisiensi renal, stroke,

neuropati perifer, dan penyakit kardiovaskular.

8. Kebiasaan sehari-hari

Perlu diketahui kebiasaan merokok ataupun konsumsi alkohol dan obat terlarang.

Anjuran berhenti merokok dalam 2 – 4 minggu sebelum operasi elektif dapat

menurunkan hipereaktivitas jalan nafas dan komplikasi pulmonal perioperatif.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dapat membantu mendeteksi kelainan yang tidak jelas pada

anamnesis. Pemeriksaan fisik pada pasien asimptomatis setidaknya meliputi tanda

vital, pemeriksaan jalan nafas, kardiopulmonal dan sistem muskuloskeletal

menggunakan teknik standar inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.

Penentuan fungsi kapasitas kardiopulmonal sangat berguna dalam evaluasi pra

bedah dan prediksi dampak serta komplikasi perioperatif. Alat ukur yang dapat

digunakan antara lain The Duke Activity Status Index10, serta pengukuran aktivitas

fisik dengan Metabolic equivalent (MET) yang menunjukkan volume oksigen yang

dikonsumsi selama aktivitas tertentu. Beberapa studi membuktikan bahwa

ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas fisik menengah (4-5 METS)

menunjukkan adanya komplikasi perioperatif11.

Tabel 2 Metabolic Equivalents (METS) dari kapasitas fungsional1,12

Page 7: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

MET Level aktivitas fungsional

1 Makan, bekerja depan computer, ganti pakaian

2 Jalan menuruni tangga, memasak

3 Berjalan 1 – 2 blok

4 Berkebun

5 Jalan menaiki tangga 1 lantai, menari, bersepeda santai

6 Bermain golf, Playing golf, membawa club

7 Bermain tenis (tunggal)

8 Menaiki tangga dengan cepat, jogging

9 Lompat tali, bersepeda sedang

10 Berenang dengan cepat, berlari

11 Bermain ski, bermain basket 1 lapangan penuh

12 Berlari dengan cepat jarak menengah sampai jauh

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan

berkembangnya penyakit kronis seperti penyakit jantung, kanker, dan diabetes, dan

dapat dihitung dengan rumus:1,3,4

IMT = BB (kg) / TB2 (m2)

BB: berat badan

TB: tinggi badan

Tabel 3 Interpretasi Nilai IMT1,3,4

Page 8: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

Nilai IMT Status Berat Badan

< 18,5 Underweight

18,5 – 24,9 Normal

25,0 – 29,9 Overweight

30 Obese

Pemeriksaan Jalan Napas

Di bawah ini beberapa komponen pemeriksaan jalan nafas.

Tabel 4 Komponen Pemeriksaan Jalan Nafas Preoperatif13

Pemeriksaan Hasil yang mungkin menyulitkan

Panjang gigi insisi atas Relatif panjangHubungan gigi insisi maksila dan mandibula waktu mulut terkatup

“Overbite” (gigi insisi maksila lebih anterior terhadap gigi insisi mandibula)

Hubungan gigi insisi maksila dan mandibula waktu mulut terbuka

Gigi insisi mandibula lebih anterior terhadap gigi insisi maksila

Jarak inter insisi Kurang dari 3 cmPenglihatan uvula Tidak terlihat ketika lidah dikeluarkan pada

posisi duduk (Malampati score lebih dari II)Bentuk palatum Sangat melengkung atau sangat sempitCompliance dari ruang mandibula Kaku, keras, terdapat massa Jarak thyromental Kurang dari lebar 3 jari tanganPanjang leher PendekKekakuan leher KakuPergerakan kepala dan leher Ujung dagu tidak dapat menyentuh dada

serta leher tidak dapat diekstensikan

Tabel di atas memperlihatkan hasil pemeriksaan dari jalan nafas yang memperkirakan

adanya kesulitan intubasi. Keputusan dalam memeriksa beberapa ataupun

keseluruhan komponen jalan nafas yang tertera pada tabel di atas bergantung pada

konteks klinis dan keputusan pemeriksa itu sendiri. Tabel tersebut tidak bermaksud

Page 9: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

untuk membuat daftar yang panjang dan membuat rumit pemeriksaan jalan nafas.

Urutan dari tabel ini mengikuti urutan pemeriksaan yang biasa dilakukan dalam

tindakan laringoskopi.

Pemeriksaan Tanda Vital

Tekanan darah bila memungkinkan perlu diperiksa pada kedua lengan dan

perbedaan antara keduanya dicatat (perbedaan bermakna secara tidak langsung

memperlihatkan adanya penyakit pada Aorta torakal atau cabang-cabang besarnya).

Hipotensi ortostatik perlu dicurigai adanya hipovolemia9.

Pemeriksaan nadi pada saat istirahat perlu diperhatikan ritme, kecukupan isi

nadi (menunjukkan perfusi) dan frekuensi. Pemberian obat -blocker dapat

menyebabkan nadi menjadi lebih lambat. Nadi yang lebih cepat dapat terjadi pada

keadaan demam, regurgitasi aorta, ataupun sepsis. Pada dehidrasi, selain nadi lebih

cepat, juga disertai nadi yang lemah9.

Pernapasan perlu dinilai frekuensi, pola dan kedalaman napas.

Pemeriksaan Kepala dan Leher

Pemeriksaan ini terutama ditujukan untuk penilaian jalan napas, seperti telah

dibahas sebelumnya. Hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu adanya gigi yang goyang

atau tanggal, gigi palsu, kawat gigi, dan lain-lain. Deviasi trakhea, massa servikal,

dan distensi vena jugularis, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut9.

Pemeriksaan Toraks

Auskultasi jantung dapat ditemukan adanya murmur, irama gallop, ataupun

pericardial rub. Adanya murmur, perlu diperhatikan penyebab lain selain jantung,

seperti anemia, penyakit tiroid, serta kehamilan.3 Pada pemeriksaan paru perlu

Page 10: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

diperhatikan adanya kerja napas, penggunaan otot respirasi asesorius, wheezing,

ronkhi, rales, dan menurunnya bunyi napas9.

Pemeriksaan Abdomen dan Punggung

Adanya massa, distensi dan asites perlu dipikirkan pengaruhnya terhadap

pernapasan, serta risiko regurgitasi. Pada punggung perlu diperhatikan adanya

deformitas dan tanda infeksi9.

Pemeriksaan Ekstremitas

Diperhatikan adanya clubbing, sianosis, infeksi kutan, terutama bila tempat

tersebut direncanakan untuk kanulasi vascular ataupun blokade saraf regional.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menilai kondisi medis dan

mendiagnosis kondisi asimptomatik yang telah diketahui sebagai faktor risiko

penyakit tertentu. Tes diagnostik dapat membantu dalam penilaian risiko anestesi dan

operasi, menuntun intervensi medis dalam menurunkan risiko, serta sebagai nilai

dasar dalam mengambil keputusan intra maupun pasca operasi.1,3,4

Penggunaan pemeriksaan penunjang ini berkembang pada 2 masalah utama:

pemilihan tes apa yang dilakukan dalam pra bedah, dan apa yang harus dilakukan bila

tidak terduga hasil tes tersebut abnormal. Pemeriksaan laboratorium yang berlebihan

tersebut akan meningkatkan biaya, menambah waktu untuk konsultasi dan tindak

lanjut, serta penundaan jadwal operasi, kecemasan dan bahkan terapi yang tidak

tepat.3,7,8 Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium pra bedah yang dilakukan adalah

yang akan menimbulkan risiko perioperatif bila hasil tes tersebut abnormal dan akan

menurunkan risiko perioperatif bila hasil abnormal tersebut dikoreksi7.

Page 11: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

Menurut ASA, pemeriksaan penunjang pra operasi sebaiknya tidak dilakukan

secara rutin. Pemeriksaan itu haruslah diminta, dibutuhkan, dan dilakukan pada

kondisi selektif untuk optimalisasi manajemen perioperatif.6 Pada tabel berikut

disebutkan jenis pemeriksaan atas indikasi.

Tabel 5 Pemeriksaan Penunjang Preoperatif atas Indikasi1,3,4,5,6,14

Jenis Pemeriksaan Indikasi

Hematologi lengkap (Complete Blood Count)

Kelainan hematologi, koagulopati, neonatus, stroke, keganasan, kemoterapi, penyakit malabsorbsi/nutrisi buruk, operasi dengan perdarahan banyak, trauma, riwayat terapi steroid dan antikoagulan

Koagulasi (PT, APTT, INR)

Koagulopati, riwayat terapi antikoagulan, penyakit hati, alkoholik, malnutrisi

Elektrolit (Na, K, Ca, Cl, Mg)

Penyakit ginjal, kelainan endokrin, kelainan serebrovaskular, malnutrisi, pemberian digoksin, diuretika, atau steroid, operasi risiko tinggi

Glukosa darah Diabetes, morbid obese, penyakit serebrovaskuler, penyakit endokrin, pemberian steroid, umur 75 tahun

Tes Fungsi Hati Hepatitis, ikterus, sirosis, penyakit bilier, kelainan perdarahan, malnutrisi

Tes Fungsi Ginjal Diabetes, hipertensi, penyakit jantung, dehidrasi, gagal jantung, edema perifer, asites, gangguan berkemih, riwayat transplantasi ginjal, umur 75 tahun

Urinalisis Infeksi saluran kemihAnalisis Gas Darah (AGD)

Hipoksia (pulse oximetry < 91%), penyakit paru berat, gagal jantung, kelainan musculoskeletal yang berdampak pada ventilasi

Foto toraks Kelainan kardiovaskular dan pulmonal, massa mediastinum, deviasi trakhea, riwayat infeksi pernapasan, perokok berat, keganasan, umur 75 tahun

Elektrokardiogram (EKG)

Penyakit jantung koroner, gangguan keseimbangan elektrolit, gagal jantung, penyakit serebrovaskular, pemberian digoxin

Tes Fungsi Paru Penyakit paru berat,operasi reseksi paru

Page 12: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

MANAJEMEN PRA BEDAH DAN PREMEDIKASI

Manajemen kondisi komorbid dan intervensi dalam menurunkan risiko sama

pentingnya dengan identifikasi dan menegakkan diagnosis. Koordinasi dan

komunikasi yang baik antara ahli anestesilogi, ahli bedah, dan konsultan lain

sangatlah penting. Selain itu juga diperlukan suatu sistem yang seragam dan metode

yang konsisten dalam penilaian dan manajemen pra bedah. Penatalaksanaan anestesi

pra bedah dimulai dengan persiapan psikologis dan, bila diperlukan, premedikasi3,4.

Puasa Pra Bedah

Puasa pra bedah dimaksudkan untuk menekan risiko regurgitasi dan aspirasi4.

Dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik perlu dinilai adanya penyakit refluks

gastrointestinal, gejala disfagia, atau kelainan motilitas gastrointestinal, potensi

kesulitan manajemen jalan napas, serta kelainan metabolik yang dapat meningkatkan

risiko regurgitasi dan aspirasi paru.15

American Society of Anesthesiologists merekomendasikan puasa pra bedah

pada pasien sehat berdasarkan jenis makanan seperti tertera dalam tabel berikut.

Tabel 6 Pedoman Puasa Sebelum Operasi Elektif1,3,4,5,15

Jenis Asupan Makanan Periode puasa minimum

Cairan jernih* 2 jam

ASI 4 jam

Susu formula 6 jam

Susu non-ASI 6 jam

Makanan ringan 6 jam

*contoh cairan jernih termasuk air minum, jus tanpa ampas, minuman berkarbonasi,

teh jernih, dan kopi hitam

Page 13: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

Pedoman tersebut dapat diterapkan pada semua umur pasien sehat dan bukan

wanita hamil. Pedoman ini tidak menjamin pengosongan gaster yang sempurna.

Medikasi pra bedah yang rutin berupa obat-obatan yang memblokade sekresi asam

lambung, antasida, antiemetik pada orang yang tidak mempunyai risiko aspirasi, tidak

direkomendasikan. Pemberian antikolinergik dalam menurunkan risiko aspirasi tidak

direkomendasikan.15

Instruksi Medikasi

Beberapa pengobatan sebaiknya terus dilanjutkan pada hari operasi karena

mempunyai efek yang menguntungkan, sementara yang lainnya malah

membahayakan atau menjadi kontraindikasi, seperti tertera pada tabel di bawah ini.

Tabel 7 Pedoman Instruksi Medikasi Pra Bedah4

Obat-obatan yang dilanjutkan pada hari operasiAntidepresan, antianxietas, obat-obatan psikiatrikObat antihipertensi selain ACE-Inhibitor, Angiotensin antagonisObat antikejangObat asmaPil kontrasepsiObat-obatan kardiak (seperti digoxin)Diuretik, hanya triamteren dan hidroklorotiazid (HCT)Obat-obatan refluks dan heartburnInsulin – semua intermediate, kombinasi, dan Analgetik opioidTetes mataObat golongan statinSteroid oral ataupun inhalasiObat terapi tiroidCOX-2 inhibitor

Obat-obatan yang dihentikan 7 hari sebelum operasiAspirin, kecuali pasien untuk operasi vaskular dan katarakClopidogrel, kecuali pasien untuk operasi vaskular dan katarakObat herbal dan suplemen non vitaminTerapi pengganti hormone

Page 14: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

Obat-obatan yang dihentikan 4 hari sebelum operasiWarfarin, kecuali pasien untuk operasi vaskular dan katarak tanpa blokade bulbar

Obat-obatan yang dihentikan 48 jam sebelum operasiObat antiinflamasi non- steroid (NSAID)

Obat-obatan yang dihentikan 24 jam sebelum operasiObat disfungsi ereksi

Obat yang dihentikan pada hari operasiDiuretik selain triamteren dan hidroklorotiazid (HCT)Insulin regularSuplemen besiObat antidiabetik oralObat topicalVitamin

Premedikasi

Perlu dipahami bahwa tidak ada obat ataupun kombinasi obat yang ideal

untuk persiapan pra bedah. Dalam memilih obat yang tepat untuk premedikasi, perlu

dipertimbangkan kondisi fisik dan psikis dari pasien, status fisik, dan umur. Prosedur

operasi, durasinya, operasi elektif ataupun emergensi, juga merupakan faktor penting.

Ahli anestesiologi harus mengetahui berat badan, respons sebelumnya terhadap obat

depresan, termasuk efek samping dan alergi.1,5

Tujuan premedikasi antara lain:5

1. Meringankan kecemasan

2. Sedasi

3. Amnesia

4. Analgesia

5. Mengurangi sekresi jalan napas

6. Mencegah respons refleks otonom

7. Menurunkan volume cairan lambung dan meningkatkan pH

8. Antiemetik

Page 15: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

9. Menurunkan kebutuhan obat anestesi

10. Melancarkan induksi anestesi

11. Profilaksis dalam mengatasi reaksi alergi

Tujuan premedikasi tersebut bisa multipel dan harus disesuaikan dengan

kebutuhan pasien. Beberapa sasaran, seperti meringankan kecemasan dan sedasi,

dapat diterapkan pada hampir setiap pasien, sementara profilaksis alergi hanya

dibutuhkan pada beberpa kasus saja.

Waktu dan rute pemberian premedikasi juga penting. Sebagai aturan umum,

obat per oral diberikan 60 – 90 menit sebelum kedatangan di kamar operasi. Obat

intravena mempunyai efek yang cepat, sementara obat intramuscular seharusnya

diberikan minimal 20 menit sebelum pasien tiba di kamar operasi.5

Tabel 8 Obat-obatan Premedikasi yang umum digunakan5

Nama Obat Rute pemberian Dosis

Lorazepam Oral, IV 0,5–4 mg

Midazolam IV 1,0–2,5 mg, titrasi

Fentanyl IV 25–100 µg, titrasi

Morphine IV 1.0–2,5 mg, titrasi

Meperidine IV 10–25 mg, titrasi

Cimetidine Oral, IV 150–300 mg

Ranitidine Oral 50–200 mg

Metoclopramide IV 5–10 mg

Atropine IV 0,3–0,4 mg

Glycopyrrolate IV 0,1–0,2 mg

Scopolamine IV 0,1–0,4 mg

Page 16: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Miller RD, et al. Miller’s Anesthesia. 7th edition. Churchill Livingstone –

Elsevier. 2009

2. Lew E, DJ Pavlin, Amundsen L. Outpatient preanaesthesia evaluation clinics.

Singapore Med J 2004; 45 (11): 509-516

3. Sweitzer BJ. Preoperative Assessment and Management. 2nd edition. Wolter

Kluwer – Lippincott William & Wilkins. Philadelphia, 2008.

4. Longnecker DE, et al. Anesthesiology. 1st edition. McGraw-Hill, 2008.

5. Barash PG, et al. Clinical Anesthesia. 6th edition. Lippincott William & Wilkins.

Philadelphia, 2009.

6. American Society of Anesthesiologists Task Force on Preanesthesia Evaluation.

Practice advisory for preanesthesia evaluation: a report by the American Society

of Anesthesiologists Task Force on Preanesthesia Evaluation. Anesthesiology

2002; 96: 485-496.

7. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. 4th edition.

McGraw-Hill, 2006.

8. Roizen MF. More preoperative assessment by physicians and less by laboratory

test. NEJM 2000; 342 (3): 204-205.

9. Hurford WE, et al. Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General

Hospital. 7th edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007

10. Hltaky MA Boineau RE et al. A brief self-administered questionnaire to

determine functional capacity (The Duke Activity Status Index). Am J Cardio.

1989; 64: 651-654

11. Fleisher LA, Beckman JA, Brown KA, et al: ACC/AHA 2007 guidelines on

perioperative cardiovascular evaluation and care for noncardiac surgery.  J Am

Coll Cardiol  2007; 50:e159-e241

Page 17: PERSIAPAN PRA BEDAH.docx

12. Jette M, Sidney K, Blumchen G: Metabolic equivalents (METs) in exercise

testing, exercise prescription, and evaluation of functional capacity. Clin Cardiol

13:555-565, 1990

13. American Society of Anesthesiologists Task Force on Management of the

Difficult Airway. Practice guidelines for management of the difficult airway: An

updated report by the American Society of Anesthesiologists Task Force on

Management of the Difficult Airway. Anesthesiology 2003; 98:1269–77

14. Fischer SP. Cost-effective preoparative evaluation and testing. Chest 1999; 115:

96S-100S

15. American Society of Anesthesiologists Task Force on Preoperative Fasting.

Practice Guidelines for Preoperative Fasting and the Use of Pharmacologic

Agents to Reduce the Risk of Pulmonary Aspiration: Application to Healthy

Patients Undergoing Elective Procedures: A Report by the American Society of

Anesthesiologists Task Force on Preoperative Fasting. Anesthesiology 1999; 90

(3): 896-905