Upload
adhie-coolz
View
550
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH INDIVIDU
TEKNIK REHABILITASI SDHL
PENGELOLAAN DAN REHABILITASI
SUMBERDAYA LAMUN
OLEH:
HERMANSYAH PRASYAD
(L11108101)
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Padang Lamun di Indonesia yang diperkirakan seluas sekitar 30.000 km2
mempunyai peran penting sebagai habitat ikan dan berbagai biota lainnya.
Berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomi penting menjadikan padang lamun
sebagai tempat mencari makan, berlindung, bertelur, memijah dan sebagai
daerah asuhan. Padang lamun juga berperan penting untuk menjaga kestabilan
garis pantai. Dalam perkembangannya banyak daerah lamun yang telah
mengalami gangguan atau kerusakan karena gangguan alam ataupun karena
aktivitas manusia.
Gangguan atau tekanan oleh aktivitas manusia yang berlangsung terus
menerus menimbulkan dampak yang lebih besar. Akar masalah perusakan
padang lamun antara lain karena ketidaktahuan masyarakat, kemiskinan,
keserakahan, lemahnya perundangan dan penegakan hukum. Oleh karena itu
pengelolaan padang lamun harus mengatasi masalah mendasar itu dalam upaya
rehabilitasi padang lamun.
Dibandingkan dengan ekosistem terumbu karang dan mangrove,
ekosistem lamun belum banyak mendapat perhatian. Ini disebabkan karena
ekosistem lamun selama ini sering disalah-pahami sebagai lingkungan yang tidak
banyak memberi manfaat nyata bagi manusia. Di Indonesia baru setelah tahun
2000-an perhatian pada lamun mulai berkembang seiring dengan mulai
berkembangnya pengetahuan tentang peran lamun.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah tentang rehabilitasi padang lamun ini, antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Apa saja ancaman atau penyebab sehingga terjadinya penurunan ekosistem
padang lamun tersebut di Indonesia?
2. Apa saja upaya yang bisa dilakukan untuk menjaga dan memulihkan
kelestarian ekosistem padang lamun tersebut?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ada untuk memaparkan secara
lebih mendalam kepada pembaca tentang ancaman-ancaman yang terjadi di
lingkungan padang lamun beserta upaya-upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
untuk memulihkan kelestarian ekosistem mangrove tersebut.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Pengertian Ekosistem Padang Lamun
Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga
(Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup
terendam dalam laut. Lamun mengkolonisasi suatu daerah melalui penyebaran
buah (propagule) yang dihasilkan secara seksual (dioecious) (Mann, 2000).
Lebih lanjut Mann (2000), lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas
di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai
bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih pada
kedalaman berkisar antara 2 ¨C 12 meter dengan sirkulasi air yang baik.
Secara ekologi padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi
wilayah pesisir, yaitu: (1) produsen detritus dan zat hara; (2) mengikat sedimen
dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan
saling menyilang; (3) sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar
dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa
dewasanya di lingkungan ini; dan (4) sebagai tudung pelindung yang melindungi
penghuni padang lamun dari sengatan matahari (Bengen, 2002)Padang lamun
adalah ekosistem khas laut dangkal di perairan hangat dengan dasar pasir dan
didominasi tumbuhan lamun, sekelompok tumbuhan anggota bangsa Alismatales
yang beradaptasi di air asin.
Padang lamun hanya dapat terbentuk pada perairan laut dangkal (kurang
dari tiga meter) namun dasarnya tidak pernah terbuka dari perairan (selalu
tergenang). Ia dapat dianggap sebagai bagian dari ekosistem mangrove,
walaupun padang lamun dapat berdiri sendiri. Padang lamun juga dapat dilihat
sebagai ekosistem antara ekosostem mangrove dan terumbu karang.
Lamun tumbuh hampir di seluruh wilayah perairan Indonesia. Faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan padang lamun antara lain adalah:
a. Perairan laut dangkal berlumpur dan mengandung pasir.
b. Kedalaman tidak lebih dari 10 m agar cahaya dapat menembus.
c. Suhu antara 20-30º C.
d. Kadar garam antara 25-35/mil.
e. Kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik.
B. Potensi lamun
Luas padang lamun di Indonesia diperkirakan sekitar 30.000 km2 yang
dihuni oleh 13 jenis lamun. Suatu padang lamun dapat terdiri dari vegetasi
tunggal yakni tersusun dari satu jenis lamun saja ataupun vegetasi campuran
yang terdiri dari berbagai jenis lamun. Di setiap padang lamun hidup berbagai
biota lainnya yang berasosiasi dengan lamun, yang keseluruhannya terkait dalam
satu rangkaian fungsi ekosistem.
Lamun juga penting bagi perikanan, karena banyak jenis ikan yang
mempunyai nilai ekonomi penting, hidup di lingkungan lamun. Lamun dapat
befungsi sebagai tempat ikan berlindung, memijah dan mengasuh anakannya,
dan sebagai tempat mencari makan. Selain ikan, beberapa biota lainnya yang
mempunyai nilai ekonomi juga dapat dijumpai hidup di padang lamun seperti
teripang, keong lola (Trochus), udang dan berbagai jenis kerang-kerangan.
Beberapa hewan laut yang sekarang makin terancam dan telah dilindungi
seperti duyung (dugong) dan penyu (terutama penyu hijau) makanannya
terutama terdiri dari lamun. Lamun juga mempunyai hubungan interkoneksi
dengan mangrove dan terumbu karang sehingga diantara ketiganya dapat terjadi
saling pertukaran energi dan materi.
Dilihat dari aspek pertahanan pantai, padang lamun dengan akar-akarnya
yang mencengkeram dasar laut dapat meredam gerusan gelombang laut hingga
padang lamun dapat mengurangi dampak erosi. Padang lamun juga dapat
menangkap sedimen hingga akan membantu menjaga kualitas air.
C. Gangguan dan ancaman terhadap lamun
Meskipun lamun kini diketahui mempunyai banyak manfaat, namun dalam
kenyataannya lamun menghadapi berbagai gangguan dan ancaman. Gangguan
dan ancaman terhadap lamun pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua golongan
yakni gangguan alam dan gangguan dari kegiatan manusia (antropogenik).
1. Gangguan alam
Fenomena alam seperti tsunami, letusan gunung api, siklon, dapat
menimbulkan kerusakan pantai, termasuk juga terhadap padang lamun. Tsunami
yang dipicu oleh gempa bawah laut dapat menimbulkan gelombang dahsyat
yang menghantam dan memorak-perandakan lingkungan pantai, seperti terjadi
dalam tsunami Aceh (2004). Gempa bumi, seperti gempa bumi Nias (2005)
mengangkat sebagian dasar laut hingga terpapar ke atas permukaan dan
menenggelamkan bagian lainnya lebih dalam. Debu letusan gunung api seperti
letusan Gunung Tambora (1815) dan Krakatau (1883) menyelimuti perairan
pantai sekitarnya dengan debu tebal, hingga melenyapkan padang lamun di
sekitarnya.
Siklon tropis dapat menimbulkan banyak kerusakan pantai terutama di
lintang 10 - 20o Lintang Utara maupun Selatan, seperti yang sering menerpa
Filipina dan pantai utara Australia. Kerusakan padang lamun di pantai utara
Australia karena diterjang siklon sering dilaporkan. Indonesia yang berlokasi
tepat di sabuk katulistiwa, bebas dari jalur siklon, tetapi dapat menerima imbas
dari siklon daerah lain. Siklon Lena (1993) di Samudra Hindia misalnya,
lintasannya mendekati Timor dan menimbulkan kerusakan besar pada
lingkungan pantai di Maumere.
Selain kerusakan fisik akibat aktivitas kebumian, kerusakan lamun karena
aktivitas hayati dapat pula menimbulkan dampak negatif pada keberadaan
lamun. Sekitar 10 – 15 % produksi lamun menjadi santapan hewan herbivor,
yang kemudian masuk dalam jaringan makanan di laut. Di Indonesia, penyu
hijau, beberapa jenis ikan, dan bulubabi, mengkonsumsi daun lamun. Duyung
tidak saja memakan bagian dedaunannya tetapi juga sampai ke akar dan
rimpangnya.
2. Gangguan dari aktivitas manusia
Pada dasarnya ada empat jenis kerusakan lingkungan perairan pantai
yang disebabkan oleh kegiatan manusia, yang bisa memberikan dampak pada
lingkungan lamun:
a. Kerusakan fisik yang menyebabkan degradasi lingkungan, seperti
penebangan mangrove, perusakan terumbu karang dan atau rusaknya
habitat padang lamun;
b. Pencemaran laut, baik pencemaran asal darat, maupun dari kegiatan di
laut;
c. Penggunaan alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan;
d. Tangkap lebih, yakni eksploitasi sumberdaya secara berlebihan hingga
melewati kemampuan daya pulihnya karang dari padang lamun untuk
bahan konstruksi, atau untuk membuka usaha budidaya rumput laut.
Demikian pula terjadi di Teluk Lampung. Di Bintan (Kepulauan Riau)
pembangunan resor pariwisata di pantai banyak yang tak mengindahkan garis
sempadan pantai, pembangunan resor banyak mengorbankan padang lamun.
a. Kerusakan fisik
Kerusakan fisik terhadap padang lamun telah dilaporkan terjadi di
berbagai daerah di Indonesia. Di Pulau Pari dan Teluk Banten, kerusakan
padang lamun disebabkan oleh aktivitas perahu-perahu nelayan yang
mengeruhkan perairan dan merusak padang lamun. Reklamasi dan
pembangunan kawasan industri dan pelabuhan juga telah melenyapkan
sejumlah besar daerah padang lamun seperti terjadi di Teluk Banten. Di Teluk
Kuta (Lombok) penduduk membongkar karang-
b. Pencemaran laut
Pencemaran laut dapat bersumber dari darat (land based) ataupun dari
kegiatan di laut (sea based). Pencemaran asal darat dapat berupa limbah dari
berbagai kegiatan manusia di darat seperti limbah rumah tangga, limbah industri,
limbah pertanian, atau pengelolaan lahan yang tak memperhatikan kelestarian
lingkungan seperti pembalakan hutan yang menimbulkan erosi dan mengangkut
sedimen ke laut. Bahan pencemar asal darat dialirkan ke laut lewat sungai-
sungai atau limpasan (runoff).
Masukan hara (terutama fosfat dan nitrat) ke perairan pantai dapat
menyebabkan eutrofikasi atau penyuburan berlebihan, yang mengakibatkan
timbulnya ledakan populasi plankton (blooming) yang mengganggu pertumbuhan
lamun. Epiffit yang hidup menempel di permukaan daun lamun juga dapat
tumbuh kelewat subur dan menghambat pertumbuhan lamun. Kegiatan
penambangan didarat, seperti tambang bauksit di Bintan, limbahnya terbawa ke
pantai dan merusak padang lamun di depannya.
Pencemaran dari kegiatan di laut dapat terjadinya misalnya pada
tumpahan minyak di laut, baik dari kegiatan perkapalan dan pelabuhan,
pemboran, debalasting muatan kapal tanker. Bencana yang amat besar terjadi
saat kecelakaan tabrakan atau kandasnya kapal tanker yang menumpahkan
muatan minyaknya ke perairan pantai, seperti kasus kandasnya supertanker
Showa Maru yang merusak perairan pantai Kepuluan Riau.
c. Penggunaan Alat Tangkap Tak Ramah Lingkungan
Beberapa alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan dapat
menimbulkan kerusakan pada padang lamun seperti pukat harimau yang
mengeruk dasar laut. Penggunaan bom dan racun sianida juga ditengarai
menimbulkan kerusakan padang lamun. Di Lombok Timur dilaporkan kegiatan
perikanan dengan bom dan racun yang menyebabkan berkurangnya kerapatan
dan luas tutupan lamun.
d. Tangkap lebih
Salah satu tekanan berat yang menimpa ekosistem padang lamun adalah
tangkap lebih (over fishing), yakni eksploitasi sumberdaya perikanan secara
berlebihan hingga melampaui kemampuan ekosistem untuk segera memulihkan
diri. Tangkap lebih bisa terjadi pada ikan maupun hewan lain yang berasosiasi
dengan lamun. Banyak jenis ikan lamun yang kini semakin sulit dicari, dan
ukurannya pun semakin kecil.
Demikian pula teripang pasir (Holothuria scabra), dan keong lola
(Trochus) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, sekarang sudah sangat sulit
dijumpai dalam alam. Duyung yang hidupnya bergantung sepenuhnya pada
lamun kini telah menjadi hewan langka yang dilindungi, demikian pula dengan
penyu, terutama penyu hijau.
D. Akar masalah pengelolaan
Merujuk pada gangguan atau kerusakan padang lamun seperti disebut di
atas, maka perlulah diidentifikasi akar masalahnya. Pada dasarnya manusia tak
dapat mengontrol dan mengelola fenomena alam seperti tsunami, gempa, siklon.
Kita hanya bisa melakukan mitigasi atau penanggulangan akibat yang
ditimbulkannya. Di samping itu alam juga mempunyai ketahanan (resilience) dan
mekanismenya sendiri untuk memulihkan dirinya dari gangguan sampai batas
tertentu.
Dalam pengelolaan padang lamun, yang terpenting adalah mengenali
terlebih dahulu akar masalah rusaknya padang lamun yang pada dasarnya
bersumber pada perilaku manusia yang merusaknya. Berdasar acuan tersebut
maka akar masalah terjadinya kerusakan padang lamun dapat dikenali sebagai
berikut:
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang lamun dan perannya dalam
lingkungan.
2. Kemiskinan masyarakat
3. Keserakahan mengeksploitasi sumberdaya laut;
4. Kebijakan pengelolaan yang tak jelas;
5. Kelemahan perundangan
6. Penegakan hukum yang lemah
E. Rehabilitasi padang lamun
Merujuk pada kenyataan bahwa padang lamun mendapat tekanan
gangguan utama dari aktivitas manusia maka untuk rehabilitasinya dapat
dilaksanakan melalui dua pendekatan: yakni:
1. Rehabilitasi lunak (soft rehabilitation)
Rehabilitasi lunak berkenan dengan penanggulangan akar masalah,
dengan asumsi jika akar masalah dapat diatasi, maka alam akan mempunyai
kesempatan untuk merehabilitasi dirinya sendiri secara alami. Rehabilitasi lunak
lebih menekankan pada pengendalian perilaku manusia.
Rehabilitasi lunak bisa mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Kebijakan dan strategi pengelolaan. Dalam pengelolaan lingkungan
diperlukan kebijakan dan strategi yang jelas untuk menjadi acuan
pelaksanaan oleh para pemangku kepentingan (stake holders).
b) Penyadaran masyarakat (Public awareness). Penyadaran masyarakat dapat
dilaksanakan dengan berbagai pendekatan seperti:
Kampanye penyadaran lewat media elektronik (televisi, radio), ataupun
lewat media cetak (koran, majalah, dll)
Penyebaran berbagai materi kampanye seperti: poster, sticker, flyer,
booklet, dan lain-lain
Pengikut-sertaan tokoh masyarakat (seperti pejabat pemerintah, tokoh
agama, tokoh wanita, seniman, dll) dalam penyebar-luasan bahan
penyadaran.
c) Pendidikan. Pendidikan mengenai lingkungan termasuk pentingnya
melestarikan lingkungan padang lamun. Pendidikan dapat disampaikan
lewat jalur pendidikan formal dan non-formal
d) Pengembangan riset. Riset diperlukan untuk mendapatkan informasi yang
akurat untuk mendasari pengambilan keputusan dalam pengelolaan
lingkungan.
e) Mata pencaharian alternatif. Perlu dikembangkan berbagai kegiatan untuk
mengembangkan mata pencaharian alternatif yang ramah lingkungan yang
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang lebih
sejahtera lebih mudah diajak untuk menghargai dan melindungi lingkungan.
f) Pengikut sertaan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam berbagai
kegiatan lingkungan dapat memberi motivasi yang lebih kuat dan lebih
menjamin keberlanjutannya. Kegiatan bersih pantai dan pengelolaan
sampah misalnya merupakan bagian dari kegiatan ini.
g) Pengembangan Daerah Pelindungan Padang Lamun (segrass sanctuary)
berbasis masyarakat. Daerah Perlindungan Padang Lamun (DPPL)
merupakan bank sumberdaya yang dapat lebih menjamin ketersediaan
sumberdaya ikan dalam jangka panjang. DPPL berbasis masyrakat lebih
menjamin keamanan dan keberlanjutan DPPL.
h) Peraturan perundangan. Pengembangan pengaturan perundangan perlu
dikembangkan dan dilaksanakan dengan tidak meninggalkan kepentingan
masyarakat luas. Keberadaan hukum adat, serta kebiasaan masyarakat
lokal perlu dihargai dan dikembangkan.
i) Penegakan hukum secara konsisten. Segala peraturan perundangan tidak
akan ada manfaatnya bila tidak dapat ditegakkan secara konsisten.
Lembaga-lembaga yang terkait dengan penegakan hukum perlu diperkuat,
termasuk lembaga-lembaga adat.
2. Rehabilitasi keras
Rehabiltasi keras menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan di
lapangan. Ini dapat dilaksanakan misalnya dengan rehabilitasi lingkungan atau
dengan transplantasi lamun di lingkungan yang perlu direhabilitasi. Kegiatan
transplantasi lamun belum berkembang luas di Indonesia. Berbagai percobaan
transpalantasi lamun telah dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI
yang masih dalam taraf awal. Pengembangan transplantaasi lamun telah
dilaksanakan di luar negeri dengan berbagai tingkat keberhasilan.
Dalam kegiatan transplantasi dan penanaman lamun buatan,
keberhasilannya tidak saja ditinjau dari seberapa besar luasan habitat yang
direhabilitasi tetapi yang jauh lebih penting untuk dinilai yaitu seberapa besar
pemulihan ekologi dari habitat tersebut oleh kegiatan transplantasi
(pengembalian fungsi ekologi dari ekosistem). Penanaman lamun buatan atau
transplantasi lamun yang penting untuk dikaji lebih dalam yaitu kajian
keberhasilan fungsi ekologi dari kegiatan tersebut, dalam hal ini peningkatan
biodiversitas atau produktivitas perairan. Hasil tersebut tentunya bisa menjadi
justifikasi dari suatu kegiatan rehabilitasi.
Dalam penciptaan habitat baru dengan lamun buatan/lamun alami
diharapkan memberikan habitat baru bagi berbagai biota laut dan dapat
menciptakan suatu proses ekologi terutama proses makan memakan (food chain
dan food web). Pada tingkatan produser primer, komunitas epifit merupakan
komunitas yang muncul lebih awal dan memodifikasi lingkungan baik secara fisik,
kimia maupun biologi. Munculnya komunitas epifit akan mengundang munculnya
komunitas dengan level tropik yang lebih tinggi seperti komunitas
makrozoobentos yang memanfaatkan detritus dan bahan organik yang
terperangkap di sedimen oleh adanya struktur fisik dari lamun buatan/alami.
Komunitas epifit juga akan mengundang jenis nekton untuk mencari makan di
daerah lamun buatan. Dengan munculnya berbagai komunitas pada suatu lamun
buatan dengan sendirinya akan meningkatkan produktivitas perairan dan
berimplikasi pada peningkatan biodiversitas biota laut.
Informasi mengenai peningkatan produktivitas dan biodiversitas dari
suatu lamun buatan/alami dapat menjadi informasi yang berharga dan akan
memberikan penguatan sains dari suatu kegiatan rehabilitasi dalam upaya
peningkatan kualitas perairan dan peningkatan produktivitas perikanan.
BAB III
KESIMPULAN
Rehabilitasi padang lamun dapat di lakukan dengan dua pendekatan
yakni: rehabilitasi lunak dan rehabilitasi keras. Rehabilitasi lunak lebih ditekankan
pada pengendalian perilaku manusia yang menjadi penyebab kerusakan
lingkungan, misalnya melalui kampanye penyadaran masyarakat (public
awareness), pendidikan, pengembangan mata pencaharian alternatif,
pengembangan Daerah Perlindungan Padang Lamun, pengembangan peraturan
dan perundangan, dan penegakan hukum secara konsisten. Rehabilitasi keras
mencakup kegiatan rehabilitasi langsung di lapangan seperti transplantasi lamun.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Pengelolaan Dan Rehabilitasi Sumberdaya Lamun (Seagrass) . http://Mediaswaraindonesia.Blogspot.Com/2010/08/Pengelolaan-Dan Rehabilitasi-Sumberdaya.html. [Diakses 25 November 2010, Pukul 23.01 WITA]
Anonim. 2010. Padang Lamun. http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Padang_Lamun. [Diakses 25 November 2010, Pukul 21.06 WITA].
Kasim, Ma’ruf. 2005. Kenali Padang Lamun Untuk Di Lindungi. http://Maruf. Wordpress.Com/2005/12/22/Kenali-Padang-Lamun-Untuk-Di-Lindungi/. [Diakses 25 November 2010, Pukul 21.05 WITA]
Rani, Chair. 2008. Rehabilitasi Padang Lamun: Pentingkah? . http://Erick-Kelautan.Blogspot.Com/2008/08/Rehabilitasi-Padang-Lamun-Pentingkah.Html. [Diakses 25 November 2010, Pukul 21.40 WITA]