Upload
lytram
View
236
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PERSEPSI, MOTIVASI, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT
TERHADAP PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA
MASYARAKAT (PHBM) DI RPH DAYEUHLUHUR BKPH
WANAREJA KPH BANYUMAS BARAT
AHADIAN RAKHMADI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi, Motivasi, dan
Partisipasi Masyarakat terhadap Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
di RPH Dayeuhluhur BKPH Wanareja KPH Banyumas Barat adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Ahadian Rakhmadi
NIM E14090132
ABSTRAK
AHADIAN RAKHMADI. Persepsi, Motivasi, dan Partisipasi Masyarakat
terhadap Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di RPH Dayeuhluhur
BKPH Wanareja KPH Banyumas Barat. Dibimbing oleh YULIUS HERO.
Sumberdaya hutan memiliki peranan penting bagi pemerintah, masyarakat
maupun pihak-pihak yang memiliki kepentingan. Komponen kebijakan sangatlah
berpengaruh terutama peranannya dalam pembuatan sistem pengelolaan hutan.
Sistem pengelolaan hutan haruslah sesuai dengan tujuan bersama yaitu terciptanya
kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan. Penelitian ini mengkaji persepsi,
motivasi, dan partisipasi masyarakat terhadap sistem pengelolaan hutan bersama
masyarakat (PHBM). Metode yang digunakan adalah wawancara terstruktur
(kuisioner) dengan pengambilan responden secara purposive sampling, observasi
dan studi pustaka. Kegiatan PHBM di RPH Dayehluhur terdiri dari kegiatan di
dalam kawasan hutan berupa kegiatan pengusahaan hutan, usaha produktif lahan
dan kegiatan di luar kawasan hutan berupa usaha produktif peternakan ayam yang
dilaksanakan di Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Lodaya. LMDH
Unggul Lestari, LMDH Rindu Alam dan LMDH Wana Basma hanya melakukan
kegiatan di dalam kawasan hutan saja. Tingkat persepsi, motivasi, dan partisipasi
masyarakat terhadap PHBM termasuk dalam kategori tinggi. Tingkat persepsi
sebesar 73.33 % secara umum dipengaruhi oleh faktor internal berupa kebutuhan
akan kesejahteraan hidup dengan korelasi sebesar 0.674, hal ini menunjukan
bahwa masyarakat secara internal melihat bahwa PHBM dapat memberikan
kesejahteraan hidup bagi masyarakat. Tingkat motivasi sebesar 83.33% secara
umum dipengaruhi oleh kegiatan yang sukarela atau voluntary sebesar 0.875,
menunjukan bahwa masyarakat memiliki keinginan maupun dorongan untuk ikut
serta secara sukarela dan sadar akan pentingnya kegiatan PHBM. Tingkat
partisipasi sebesar 43.33% sebagian besar ada pada tingkat pelaksanaan secara
umum dipengaruhi oleh kegiatan rapat pelaksanaan kegiatan dan sosialisasi
PHBM sebesar 0.762, yang mengindikasikan bahwa masyarakat sangat antusias
mengikuti kegiatan rapat maupun sosialisasi PHBM.
Kata kunci: LMDH, motivasi, partisipasi, persepsi, PHBM
ABSTRACT
AHADIAN RAKHMADI. Perception, Motivation and Community Participation
toward Community Forest Management (CFM) in RPH Dayeuhluhur BKPH
Wanareja KPH Banyumas Barat. Supervised by YULIUS HERO.
Forest resource has an important role for Indonesian Government,
community and other stakeholders. The component of policyas a particular
component play an influential role in the making of forest management system.
Forest management systems shall comply the common goal i.e. the developing of
community welfare and the sustainability of forests. This research examines the
perception, motivation, and community participation toward system ofcommunity
forest management (CFM). The method used in this research is structured
interview (questionnaire) with retrieval of purposive sampling of respondents,
observation and literature study. CFM activities in RPH Dayehluhur comprise of
activities in the forest area of forest concession activities, land and productive
business ventures of non productive land and activities outside the forest area such
as chicken farm in LMDH Lodaya. LMDH Unggul Lestari, LMDH Rindu Alam
dan LMDH Wana Basma only undertake activities within the forest area only.The
level of perception, motivation and participation of society can be counted as high
which CFM i.e. 73.33% level of perception in General is affected by internal
factors include the need for welfare live with correlation of 0.674 this indicate that
the communities internally to see what CFM give for the community, the level of
motivation of 83.33% is generally influenced by the activities of voluntary or
involuntary means that society has 0.875 desire or urge to participate on a
voluntary basis and are aware of the importance of the activities of CFM and the
level of participation of 43.33% largely exists on the level of implementation, are
affected by the activities of the meeting of the implementation activities and
socialization of CFM 0.762, indicating that the community is enthusiastic to
following the meeting and socialization activities CFM
Keywords: LMDH, motivation, participation, perception, CFM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
PERSEPSI, MOTIVASI, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT
TERHADAP PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA
MASYARAKAT (PHBM) DI RPH DAYEUHLUHUR BKPH
WANAREJA KPH BANYUMAS BARAT
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
AHADIAN RAKHMADI
Judul Skripsi : Persepsi, Motivasi, dan Partisipasi Masyarakat terhadap
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di RPH
Dayeuhluhur BKPH Wanareja KPH Banyumas Barat
Nama : Ahadian Rakhmadi
NIM : E14090132
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M.Sc.FTrop
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Dr. Ir. Yulius Hero, M. Sc
Pembimbing
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Topik yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini adalah
Persepsi, Motivasi, dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM) di RPH Dayeuhluhur BKPH Wanareja KPH
Banyumas Barat
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Alm. Ir. Sudaryanto dan Dr. Ir.
Yulius Hero, M.Sc selaku pembimbing, kepada staf Perum Perhutani Unit I Jawa
Tengah, serta ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah (Basuki
Nugroho), Ibu (Reni Erniyati), Zaoma Yundhini, Ria Puspita Sari, dan Sylvia
Dewi Wulandari serta seluruh Keluarga, rekan-rekan Manajemen Hutan 46, dan
Sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga Skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Ahadian Rakhmadi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Kerangka Pikir 2
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) 3
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) 5
Persepsi 6
Motivasi 7
Partisipasi 8
METODE 10
Waktu dan Tempat 10
Alat dan Bahan 10
Metode Pengumpulan Data 10
Metode Pengolahan dan Analisis Data 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 13
Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat 17
Karakteristik Responden 20
Persepsi, Motivasi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap PHBM 24
SIMPULAN DAN SARAN 37
Simpulan 37
Saran 37
DAFTAR PUSTAKA 37
LAMPIRAN 39
DAFTAR TABEL
1 Skor pertanyaan pada persepsi, motivasi, dan partisipasi 11 2 Tingkat reliabilitas metode Alpha Cronbach 12 3 Perbandingan lahan desa dengan lahan hutan 15
4 Status lahan desa lokasi penelitian 15
5 Klasifikasi penduduk berdasarkan usia 16 6 Tingkat pendidikan masyarakat 16
7 Klasifikasi masyarakat desa berdasarkan mata pencaharian 17 8 Nilai validitas dari pertanyaan persepsi 25 9 Tingkatan persepsi responden terhadap sistem PHBM 25 10 Hasil korelasi indikator persepsi 26 11 Nilai validitas dari pertanyaan motivasi 28 12 Tingkatan motivasi responden terhadap sistem PHBM 28 13 Hasil korelasi indikator motivasi 29 14 Nilai validitas dari pertanyaan partisipasi 31 15 Tingkatan partisipasi responden terhadap sistem PHBM 32 16 Hasil korelasi indikator partisipasi 33
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian 2
2 Hirarki kebutuhan Maslow 8 3 Lokasi penelitian 14 4 Tumpangsari tanaman sengon (a), Usaha ternak ayam (b) 19 5 Petak 28T tutup kontrak (a), Tumpang sari tanaman kopi (b) 20 6 Komposisi umur responden 20 7 Komposisi tingkat pendidikan responden 21
8 Jumlah anggota keluarga 22 9 Luas lahan milik 22 10 Jenis pekerjaan 23
11Pengalaman pekerjaan 23 12 Tingkat pendapatan Error! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji validitas dan reliabilitas 39
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya alam Indonesia merupakan karunia dan amanah Tuhan Yang
Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia. Didalam UUD 1945
pasal 33 ayat 3 diketahui bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Ada banyak upaya yang bisa dilakukan untuk menjaga
kelestarian hutan yaitu dengan memperhatikan sistem pengelolaan hutan,
meningkatkan moral dan profesionalisme para penyelenggara, memperhatikan
faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya (Meitasari 2012). Pengelolaan
yang baik adalah pengelolaan yang melibatkan berbagai pihak yang memiliki
kepentingan terhadap hutan yaitu masyarakat sekitar hutan, pemerintah, serta para
stakeholder. Masyarakat sekitar hutan berinteraksi terhadap hutan secara intensif,
oleh sebab itu diperlukan suatu pengetahuan dari pemerintah mengenai peranan
partisipasi masyarakat di dalam dan sekitar hutan tersebut.
Pemerintah melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Perum
Perhutani dalam meningkatkan kelestarian sumberdaya alam dan kesejahteraan
masyarakat (prosperity approach) melalui partisipasi masyarakat yang tinggal di
dalam dan di sekitar hutan melaksanakan beberapa kegiatan seperti Tumpang Sari
pada tahun 1972, Mantri Lurah pada tahun 1974, Pembangunan Masyarakat Desa
Hutan pada tahun 1982, dan Perhutanan Sosial pada tahun 1986. Sejalan dengan
reformasi di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya mendorong pula
terjadinya reformasi dalam pembangunan sektor kehutanan, maka tahun 2001
lahir Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dengan ciri Bersama,
Berdaya dan Berbagi yang berbasis lahan dan non lahan. Tahun 2007 terjadi
perubahan paradigma dari PHBM menjadi PHBM Plus. PHBM Plus
mengupayakan keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal
dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang bersifat fleksibel,
partisipatif dan akomodatif. Tahun 2009 PHBM Plus kembali menjadi PHBM
dengan perubahan beberapa keputusan yang bersifat mendukung melalui
kerjasama antar pihak.
Keberhasilan dari kegiatan PHBM tidak terlepas dari keaktifan masyarakat
dalam berpartisipasi. Masyarakat yang berpartisipasi memiliki tujuan tertentu
dalam kegiatan PHBM. Tujuan masyarakat dalam mengikuti kegiatan PHBM
biasanya didasari oleh motivasi tertentu yang timbul berdasarkan persepsi yang
dimiliki oleh masyarakat. Perbedaan persepsi akan menimbulkan suatu motivasi
yang berbeda sehingga sikap dari masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
pengelolaan hutan akan berbeda juga. Dengan demikian perlu dilakukan
penggalian informasi terhadap persepsi, motivasi dan partisipasi masyarakat agar
tujuan dari keikutsertaan masyarakat dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan
(LMDH) dapat diketahui secara jelas dan dapat digunakan sebagai pertimbangan
untuk meningkatkan pengelolaan hutan yang lebih baik.
2
Kerangka Pikir
Dalam meningkatkan kelestarian hutan dan mencapai
kesejahteraan masyarakat maka peranan masyarakat terhadap hutan harus
diketahui. Peran kepentingan dari masyarakat ini dapat diketahui dari
tingkat persepsi, motivasi maupun partisipasi. Persepsi dipengaruhi oleh
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa karakteristik
yaitu pendidikan, umur dan kebutuhan serta faktor eksternal berupa
permasalahan yang dihadapi dan informasi yang didapat. Tingkat persepsi
ini akan menjadi dasar motivasi sehingga menentukan partisipasi dari
masyarakat. Motivasi akan timbul apabila pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan dasar dapat dipenuhi sehingga dapat memenuhi kebutuhan
lainnya yang lebih tinggi. Peran partisipasi dapat menjadi tingkat ukuran
efektif dan efisiennya suatu kegiatan terutama kegiatan PHBM. Gambar 1
menunjukan keterkaitan antara faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
persepsi, motivasi dan partisipasi masyarakat.
.
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Faktor eksternal :
permasalahan
jumlah keluarga
Selectivity Faktor
internal/karakteristik :
pendidikan
umur kebutuhan Pembentukan
perilaku
Motivasi
Partisipasi
Tinggi:
upaya PHBM yang baik
Masyarakat sejahtera dan
hutan lestari
Teori Abraham Maslow
(1954):
kebutuhan fisiologis
kebutuhan akan rasa aman
kebutuhan sosial
kebutuhan akan penghargaan
kebutuhan aktualisasi diri
Pembentukan
perilaku & sikap
Rendah:
upaya PHBM yang kurang
optimal
Persepsi
3
Perumusan Masalah
Adanya perbedaan pandangan berupa persepsi dan motivasi dari
masyarakat yang mempengaruhi tingkat partisipasi terhadap peranan dari
masyarakat dalam LMDH yang berbeda, sehingga berpengaruh pada sistem dari
PHBM yang akan terlaksana. Faktor-faktor yang berkaitan dengan sikap tersebut
perlu diidentifikasi dimana hubungan dengan lembaga yang mewadahi
masyarakat harus diketahui seberapa besar pengaruhnya terhadap kegiatan PHBM
tersebut.
Berdasarkan pemikiran diatas maka penelitian ini difokuskan pada sikap
petani berupa persepsi, motivasi dan partisipasi terhadap PHBM melalui LMDH.
Selain itu hubungan antara tingkat persepsi, motivasi, dan partisipasi ini dapat
dianalisi dengan efektif dalam sistem PHBM yang saat ini dilaksanakan di RPH
Dayeuhluhur BKPH Wanareja KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I
Jawa Tengah.
Tujuan Penelitian
Menerangkan hubungan tingkat persepsi, motivasi, dan partisipasi masyarakat
dalam kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi mengenai tingkat persepsi, motivasi, dan partisipasi
petani peserta LMDH dalam kegiatan PHBM
2. Memberikan informasi mengenai peranan LMDH dalam kegiatan PHBM di
RPH Dayeuhluhur BKPH Wanareja, KPH Banyumas Barat
3. Memberikan informasi kepada pihak Perum Perhutani dalam evaluasi dan
penyempurnaan kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari
TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
Sejarah PHBM di Perum Perhutani
Sejarah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dimulai pada
masa kolonial Belanda, dimana pemerintah Hindia Belanda membutuhkan tenaga
kerja murah untuk kerja hutan yang kemudian diciptakan sistem tumpangsari
dalam kegiatan penanaman hutan dengan memberikan kesempatan kepada tenaga
kerja penanaman hutan (pesanggem) untuk menanam palawija (tanaman pangan)
dalam mencukupi kebutuhan pangannya. Dalam pelaksanaannya banyak
diterapkan persyaratan-persyaratan tertentu dimana masyarakat diikat dengan
kontrak untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban tertentu yang berkaitan dengan
pengelolaan hutan dengan imbalan (uang kontrak) yang jumlahnya relatif sangat
kecil. Pertengahan tahun 1970, FAO dan SIDA mempertemukan kelompok ahli
tentang kehutanan dan pembangunan masyarakat lokal. Hasil pertemuan itu telah
4
mendorong untuk menggali kembali pengalaman-pengalaman negara antara lain
social forestry di India, village woodlots di Korea, forest villages di Thailand,
village forestation di Tanzania dan tumpangsari di Jawa. Upaya pengembangan
kehutanan masyarakat mendapatkan dukungan dari para ahli dan praktisi
kehutanan sedunia dengan mengadakan Kongres Kehutanan Sedunia VIII pada
16-28 Oktober 1978 di Jakarta dengan tema pokok „Forest for People’. Gagasan
forest for people dalam perkembangan dituntut bukan hanya diwujudkan melalui
penyediaan hasil hutan bagi masyarakat atau melibatkan masyarakat dalam
pengelolaan hutan, melainkan juga menempatkan masyarakat sebagai aktor utama
pengelolaan hutan, baik sebagai pengelola hutan yang di usahakan pada lahan
sendiri maupun lahan negara (Suharjito et al. 2000).
Pengelolaan hutan berbasis masyarakat di indonesia menggunakan
berbagai istilah seperti hutan kemasyarakatan, hutan kerakyatan, kehutanan
masyarakat, kehutanan sosial dan social forestry. Istilah perhutanan sosial
digunakan pertama kali dalam penyelenggaraan program oleh Perum Perhutani di
Jawa pada tahun 1986 dan proyek percontohan program oleh Kantor Wilayah
Departemen Kehutanan yang salah satunya adalah di Belangian. Menurut
Permenhut Nomor P.01/Menhut-II/2004, Social forestry adalah sistem
pengelolaan sumberdaya hutan pada kawasan hutan negara dan atau hutan hak,
yang memberi kesempatan kepada masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau
mitra utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan
kelestarian hutan.
Perum Perhutani mengembangkan pengelolaan hutan yang melibatkan
masyarakat tersebut dengan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM) yang ditetapkan dengan SK No.136/KPTS/DIR/2001. Upaya ini
dilakukan karena ingin memberikan penguatan, hak, peran dan tanggung jawab
serta kesejahteraan yang lebih besar kepada masyarakat lokal. Sistem PHBM ini
berbeda dengan penerapan sistem kegiatan berbasis masyarakat sebelumnya
seperti Mantri Lurah (MALU), Pengelolaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH),
perhutanan sosial dan lain sebagainya. Sistem PHBM ini menempatakan
masyarakat menjadi mitra sejajar Perum Perhutani yang mampu membangun,
melindungi dan memanfaatkan sumberdaya hutan di dalam sistem PHBM. Perum
Perhutani bersama-sama dengan stakeholder lain yang aktif memfasilitasi
masyarakat untuk menumbuh kembangkan budaya dan tradisi pengelolaan
sumberdaya hutan di lahan-lahan desa pada beberapa wilayah yang kurang
berkembang. Oleh karena itu, maka budaya tanggung jawab masyarakat terhadap
pengelolaan hutan dapat terbangun dan pada akhirnya dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat itu sendiri (Suharjito et al. 2000).
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
Setelah berjalan selama enam tahun, PHBM tersebut dilaksanakan
ditemukan beberapa kendala dan permasalahan sehingga dilakukan perubahan
paradigma dari Perum Perhutani dengan mengeluarkan surat Keputusan Direksi
Perum Perhutani No: 268/KPTS/DIR/2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus (PHBM Plus) menyebutkan bahwa
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah sistem pengelolaan
sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani
dan masyarakat desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya
5
mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang bersifat fleksibel,
partisipatif dan akomodatif. Prinsip yang mendasari adanya perubahan
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) menjadi Pengelolaan
Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus (PHBM Plus) adalah sebagai
berikut:
1. Pelaksanaan PHBM Plus diawali dengan perubahan pola pikir (mindset) pada
semua jajaran di Perum Perhutani dari yang birokratif, sentralistik, kaku,
ditakuti menjadi fasilitator, fleksibel, akomodatif dan dicintai.
2. Perencanaan partisipatif dan fleksibel sesuai dengan karakteristik wilayah.
3. Dilaksanakan dengan fleksibilitas, akomodatif, partisipatif dan kesadaran akan
tanggung jawab sosial (Social Responsibility).
4. Keterbukaan, kebersamaan, saling memahami dan pembelajaran bersama.
5. Bersinergi dan terintegrasi dengan program-program Pemerintah Daerah.
6. Pendekatan dan kerjasama kelembagaan dengan hak dan kewajiban yang jelas.
7. Peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan.
8. Pemberdayaan masyarakat desa hutan secara berkesinambungan
9. Mengembangkan dan meningkatkan usaha produktif menuju masyarakat
mandiri dan hutan lestari
10. Supervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan bersama para pihak
Setelah dua tahun kemudian dalam mempercepat dan fleksibilitas
pelaksanaan PHBM maka dilakukan perubahan terhadap Keputusan Direksi
Perum Perhuntani Nomor 268/KPTS/DIR/2007 yang dirubah menjadi Keputusan
Direksi Perum Perhuntani Nomor 682/KPTS/DIR/2009. Keputusan direksi ini
meyatakan bahwa PHBM dapat dilaksanakan dengan baik apabila memenuhi
syarat-syarat sebgai berikut :
1. Pemahaman yang utuh terhadap konsep PHBM dan kesiapan pola pikir
(mindset) pada semua jajaran Perum Perhutani dan jajaran LMDH untuk
melaksanakannya.
2. Desa dengan Kawasan Hutan Pangkuan Desanya (KHPD).
3. Pengkajian Desa secara Partisipatif (PDP) atau metode lain yang bersifat
partisipatif.
4. Pertemuan dan pendampingan yang intensif.
5. Kelembagaan masyarakat desa hutan.
6. Aturan-aturan yang bersifat mengikat.
7. Usaha produktif dan atau sharing (bagi hasil).
8. Peran dan kerjasama antar pihak.
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)
Lembaga adalah wadah terhadap sekumpulan orang berinisiatif untuk
memenuhi kebutuhan bersama, dan yang berfungsi mengatur akan kebutuhan
bersama tersebut dengan nilai dan aturan bersama. Lembaga Masyarakat Desa
Hutan (LMDH) adalah satu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa yang
berada didalam atau disekitar hutan untuk mengatur dan memenuhi kebutuhannya
melalui interaksi terhadap hutan dalam konteks sosial, ekonomi, politik dan
budaya. LMDH merupakan lembaga yang berbadan hukum, mempunyai fungsi
sebagai wadah bagi masyarakat desa hutan untuk menjalin kerjasama dengan
6
Perum Perhutani dalam PHBM dengan prinsip kemitraan. LMDH memiliki hak
kelola di petak hutan pangkuan di wilayah desa dimana LMDH itu berada,
bekerjasama dengan Perum Perhutani dan mendapat bagi hasil dari kerjasama
tersebut. LMDH dalam menjalankan kegiatan pengelolaan hutan, mempunyai
aturan main yang dituangkan dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah
Tangga (ART).
Pihak yang terlibat dalam proses pengembangan lembaga masyarakat desa
hutan ini adalah: seluruh anggota dan pengurus dari LMDH, pemerintah daerah
(desa sampai kabupaten), pihak yang terkait sesuai dengan kebutuhan
(dinas/instansi terkait), pihak yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan
lembaga (investor, perguruan tinggi, LSM), dan fasilitator yang dapat dipilih dari
masyarakat sendiri atau pihak luar. Tujuan pengembangan LMDH adalah 1) untuk
meningkatkan kemampuan LMDH dalam pengelolaan lembaganya, 2) pengenalan
pendekatan partisipatif dalam rangka pengembangan lembaga, 3) memberikan
pandangan yang berbeda dan kritis dalam rangka pengembangan lembaga
masyarakat, dan 4) memberikan panduan sederhana namun bermutu dalam rangka
pengembangan lembaga masyarakat. Manfaat pengembangan LMDH, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan akan adanya panduan dalam pengembangan LMDH, untuk
menghasilkan peningkatan kemampuan lembaga dalam pengelolaan lembaga
secara tunggal maupun kolektif, serta mendorong lembaga untuk memiliki
kekuatan dalam menghadapi dan berinteraksi dengan pihak luar, baik dalam daya
dukung maupun dalam daya saing (kemampuan bernegosiasi) (Awang et al. 2008).
Persepsi
Leavitt (1978) menyatakan definisi persepsi (perception) dalam arti sempit
adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam
arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang
atau mengartikan sesuatu. Persepsi dapat diartikan juga sebagai pandangan,
interprestasi, penilaian, harapan atau aspirasi seseorang terhadap objek yang
dibentuk melalui serangkaian proses (kognisi) yang diawali dengan menerima
rangsangan (stimulus) dari objek oleh indera (mata, hidung, telinga, kulit dan
mulut) dan dipahami dengan interprestasi atau penaksiran tentang objek yang
dimaksud. Sehingga dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan hasil respon
seorang manusia terhadap sesuatu yang ditangkap oleh panca indera. Stimulus
dapat berupa benda, isyarat, informasi, maupun situasi dan kondisi tertentu.
Pendapat lain tentang persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan (Rakhmat 2005).
Proses pembentukan persepsi merupakan suatu proses yang terjadi pada
diri manusia. Proses ini dapat dipengaruhi oleh berbagai hal yang dialami oleh
pribadi masing-masing dalam merespon segala sesuatu. Hal yang mempengaruhi
persepsi berupa dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah faktor yang muncul dari diri seseorang yang mempengaruhi pola
pikir dan pandangannya terhadap suatu objek atau permasalahan tertentu seperti
karakteristik sosial yang diantaranya adalah tingkat kecerdasan atau pendidikan
dan pengetahuan, kebutuhan, usia, dan lain-lain. Faktor eksternal adalah faktor
yang berasal dari luar yang mempengaruhi (stimulus) pola pikir dan pandangan
7
seseorang yang berkaitan dengan objek atau permasalahan tertentu atau
pengalaman orang lain yang dilihatnya atau yang diketahuinya berkenaan dengan
hal tersebut dan struktur sosial yang mengatur kehidupan sosial seperti jumlah
keluarga (Rakhmat 2005).
Persepsi terhadap hutan dan kehutanan sangat dipengaruhi oleh pandangan
hidup, adat istiadat, dan kebiasaan serta ketergantungannya terhadap hutan dan
kehutanan. Masyarakat mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi
terhadap hutan baik ketergantungan terhadap hasil hutan berupa kayu sebagai
bahan bangunan, kayu bakar, daun jati, lahan usaha dan lain-lain. Dengan
demikian persepsi mereka terhadap hutan pada umumnya baik dalam artian bahwa
hutan banyak memberikan manfaat bagi masyarakat. Namun persepsi yang baik
terhadap hutan tidak selalu diikuti dengan persepsi yang baik terhadap kehutanan,
dalam hal ini terhadap Perum Perhutani. Bagi masyarakat yang dalam
kehidupannya banyak tergantung pada kegiatan Perum Perhutani pada umumnya
mempunyai persepsi yang baik pula (Suharjito & Darusman 1998).
Motivasi
Motivasi diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang
secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan
tertentu, atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok
orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan 1998). Motivasi sebagai proses psikologis timbul
diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik
atau faktor di luar diri yang disebut faktor ekstrinsik. Faktor di dalam diri
seseorang atau faktor intrinsik yaitu motivasi dari dalam diri seseorang ;
seseorang melakukan sesuatu karena ia ingin melakukannya. Motivasi ekstrisik
berasal dari diri orang itu. Seseorang melakukan sesuatu untuk memenangkan
suatu hadiah yang khusus ditawarkan untuk perilaku tersebut (Leavitt 1978).
Maier (1955) dalam Zainun (1989) membedakan adanya dua macam
keadaan motivasi. Keadaan motivasi yang pertama dinamakannya situasi motivasi
yang subjective dan yang lain disebutnya situasi motivasi yang objective. Keadaan
motivasi yang subjektif itu merupakan keadaan yang terdapat dalam diri
seseorang yang disebut need atau kebutuhan, drive atau dorongan, atau desire atau
keinginan. Sedangkan yang objektif adalah satu barang atau keadaan yang berada
di luar seseorang yang biasa disebut dengan istilah incentive atau rangsangan atau
goal atau sasaran atau tujuan.
Menurut Abraham Maslow (1943) dalam Atkinson et al. (1983), perilaku
manusia untuk memenuhi kebutuhannya dapat dibagi menjadi lima jenjang yaitu
kebutuhan mempertahankan hidup (Physiological needs). Manifestasi kebutuhan
tampak pada tiga hal yaitu: sandang, pangan, papan yang merupakan kebutuhan
primer untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manusia. Kemudian yang kedua
adalah kebutuhan rasa aman (Safety needs). Manifestasi kebutuhan ini antara lain
kebutuhan akan keamanan jiwa, kebutuhan keamanan harta, perlakuan yang adil
dan pensiun serta jaminan hari tua. Kebutuhan yang ketiga adalah kebutuhan
sosial (Social needs). Manifestasi kebutuhan ini tampak pada kebutuhan akan
perasaan diterima oleh orang lain (sense of belonging), kebutuhan untuk maju dan
8
tidak gagal (sense of achievement), perasaan ikut serta (sense of participation).
Kebutuhan yang keempat adalah kebutuhan akan penghargaan (Esteem needs).
Semakin tinggi status seseorang semakin tinggi pula penghargaannya. Kemudian
yang terakhir adalah kebutuhan aktualisasi kerja (Self actualisation). Manifestasi
kebutuhan ini tampak pada keinginan mengembangkan kapasitas mental dan
kapasitas kerja. Teori Maslow mengenai motivasi didasarkan kepada adanya
tingkat-tingkat kebutuhan dan perubahan daya dorongnya. Perubahan daya dorong
dalam istilah Maslow “prepotency” berarti bahwa apabila semua tingkat
kebutuhan manusia tidak bisa dipenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan dasar yang
bersifat pangan, papan dan sandang (kebutuhan fisiologis) merupakan kebutuhan
paling dominan. Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslow disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 2 Hirarki kebutuhan Maslow
Partisipasi
Partisipasi merupakan bentuk kegiatan ikut serta menyumbangkan sesuatu
yang dimiliki sebagai respon terhadap sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya.
Sebenarnya definisi partisipasi sangat beragam. Menurut Nasdian (2003) dalam
Budiarti (2011), partisipasi adalah proses aktif dimana inisiatif diambil oleh
masyarakat itu sendiri , dibimbing oleh cara berpikir sendiri dengan menggunakan
sarana dan proses dimana mereka dapat melakukan kontrol efektif. Definisi ini
memberikan pengertian bahwa masyarakat diberi kemampuan untuk mengelola
potensi yang dimiliki secara mandiri.
Cohen dan Uphoff (1980) dalam Budiarti (2011) menyatakan partisipasi
yang dibagi dari dimensi partisipasi sebgai berikut:
1. Jenis partisipasi yang diharapkan meliputi:
a. Partisipasi dalam mengambil keputusan (perencanaan)
b. Partisipasi dalam pelaksanaan
c. Partisipasi dalam menerima manfaat
d. Partisipasi dalam evaluasi
2. Siapa yang berpartisipasi terdiri dari:
a. Penduduk setempat
9
b. Pemimpin setempat, meliputi: pemimpin informal, pemimpin organisasi
formal, dan pemerintah setempat
c. Orang luar desa
3. Bagaimana proses partisipasi itu berlangsung, meliputi beberapa hal:
a. Apakah inisiatif partisipasi itu timbul dari atas atau dari bawah?
b. Apakah dorongan untuk berpartisipasi itu bersifat bebas atau paksaan?
c. Bagaimana struktur partisipasi masyarakat?
d. Bagaimana saluran partisipasi, apakah secara individu atau secara kolektif,
apakah melalui organisasi formal atau informal, apakah partisipasi itu
langsung atau tidak langsung?
e. Jangka waktu partisipasi
f. Lingkup partisipasi
g. Kemampuan masyarakat untuk memperoleh manfaat sesuai yang
diharapkan sebagi hasil partisipasinya.
Seiring dengan perkembangannya, partisipasi terbagi dalam dua pola yaitu
pola partisipasi secara individu dan pola partisipasi secara kelompok. Seseorang
yang inovatif dan aktif dalam setiap kegiatan pembangunan akan sangat
membantu dirinya dan keluarganya untuk meningkatkan taraf hidup secara
ekonomis dan spiritual. Sebagai mahluk sosial, maka pola individu harus
dikembangkan kepada anggota yang lain, sehingga tercipta pola partisipasi secara
berkelompok atau secara menyeluruh. Kartasubrata (1986) mengemukakan bahwa
dorongan dan rangsangan untuk berpartisipasi mencakup faktor –faktor
kesempatan, kemauan, kemampuan dan bimbingan. Kesempatan untuk
berpartisipasi hendaknya tidak hanya diberikan pada waktu pelaksanaannya saja
tetapi juga mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemantauan,
penilaian dan kemudian distribusi hasilnya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat menurut
Pangestu (1995) dalam Budiarti (2011) adalah sebagai berikut:
1. Faktor internal
Faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu yang dapat
mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban
keluarga, jumlah pendapatan dan pengalaman berkelompok.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal meliputi hubungan yang terjalin antara pihak mengelola
proyek dengan sasaran dapat mempengaruhi partisipasi karena sasaran akan
dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola
positif dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan
pelayanan pengelola kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran.
Slamet (1980) dalam Kartasubrata (1986) mengemukakan bahwa syarat-
syarat yang diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi adalah sebagai
berikut :
1. Adanya kesempatan untuk membangun atau ikut dalam pembangunan
2. Adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan tersebut
3. Adanya kemampuan untuk berpartisipasi.
10
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus
2013 di Desa pangkuan hutan yaitu Desa Datar, Sumpinghayu, Cilumping dan
Cijeruk areal RPH Dayeuhluhur BKPH Wanareja KPH Banyumas Barat, Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis,
kuisioner, kamera, kalkulator, laptop, software SPSS (Statistical Program for
Social Science), Microsoft Excel dan Mocrosoft Word.
Metode Pengumpulan Data
Jenis Data
Jenis data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data
yang diperoleh secara langsung dari responden, meliputi karakteristik responden,
data persepsi, motivasi dan partisipasi serta gambaran umum kondisi hutan yang
dikelola bersama masyarakat yang merupakan pengetahuan mereka. Data
sekunder yaitu data yang berkaitan dengan penelitian namun diperoleh secara
tidak langsung dari responden namun informasi yang diperoleh dari dokumen,
arsip dan laporan. Data tersebut meliputi kondisi umum lokasi penelitian, data
pelaksanaan PHBM, struktur organisasi masyarakat (LMDH), rencana staregis
LMDH dan data-data lain yang berhubungan dengan penelitian ini
Teknik Pengamatan (observation)
Data dikumpulkan melalui pengamatan secara langsung terhadap berbagai
kegiatan di lapangan, keadaan daerah penelitian dan pengamatan kondisi sosial
masyarakat.
Teknik Wawancara (interview)
Data dikumpulkan melalui tanya jawab yang dilakukan langsung terhadap
responden yang terlibat dalam kerjasama serta berbagai pihak yang terkait untuk
melengkapi data dan informasi. Wawancara dapat dilakukan secara
terstruktur/semiterstruktur (kuisioner) maupun wawancara tidak terstruktur
(bebas).
Studi Pustaka
Data dikumpulkan melalui proses mencari, mencatat dan mempelajari studi
literatur serta pengumpulan data-data dari instansi terkait.
11
Pemilihan Responden
Pengambilan sampel responden menggunakan metode Purpossive
Sampling. Responden yang dipilih berjumlah 30 orang yang ikut dalam
kepengurusan LMDH di RPH Dayeuhluhur yang dipilih berdasarkan kepemilikan
luas lahan yang beraneka ragam, tempat tinggal yang dekat dengan hutan dan
keaktifan dalam LMDH. Jumlah 30 sampel yang diambil dari empat LMDH
menggunakan metode teknik sampling proporsional sesuai dengan proporsi total
setiap pengurus dan anggota LMDH.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Data
Analisis data disajikan secara deskriptif. Analisis deskriptif digunakan
untuk menganalisa karakteristik dan praktek pengelolaan hutan berdasarkan hasil
wawancara dan observasi lapang. Peubah-peubah yang dianalisis adalah system
pengelolaan yang diterapkan. Langkah-langkah yang dilakukan untuk
menganalisis data penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan informasi hasil wawancara dan observasi lapang
2. Pemilihan informasi sesuai dengan kategori-kategorinya
3. Penyajian dalam bentuk uraian penjelasan dan tabel
4. Penarikan kesimpulan
Analisis Pengukuran Tingkat Persepsi, Motivasi, dan Partisipasi
Pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner menggunakan opsi jawaban skala
likert. Menurut Riduwan et al. (2009), skala likert digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian
atau gejala sosial. Persepsi, motivasi, dan partisipasi masyarakat terhadap kegiatan
PHBM diukur berdasarkan jumlah skor dengan 12 pertanyaan persepsi, 10
pertanyaan motivasi dan 25 pertanyaan partisipasi menggunakan skala likert.
Masing-masing jawaban diberi skor seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Skor pertanyaan pada persepsi, motivasi, dan partisipasi
No. Jawaban Skor
1 Ya 3
2 Ragu-ragu 2
3 Tidak 1
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Uji Validitas dilakukan untuk menentukan keabsahan dari pertanyaan yang
digunakan dalam penelitian ini. Uji ini menunjukkan skor, nilai dan ukuran yang
diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang ingin
diukur. Instrumen valid apabila nilai korelasi adalah positif dan nilai probabilitas
korelasi P Value < taraf signifikan (α) sebesar 0.05 (selang kepercayaan 95%). Uji
validitas dilakukan dengan cara mengukur korelasi antara variable dengan skor
total variabel menggunakan rumus teknik korelasi pearson product moment
(Sarwono 2006).
12
Rxy = ∑ ∑ ∑
√ ( ) √ ( ( )
Keterangan:
rxy = korelasi antar X dan Y
n = jumlah responden
X = skor masing-masing pertanyaan
Y = skor total
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur dalam
mengukur gejala yang sama. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika kuesioner
tersebut dapat digunakan berulang-ulang kepada kelompok yang sama dan
menghasilkan data yang sama. Uji reliabilitas menggunakan metode koefisien
Alpha Cronbach pada software SPSS (Sarwono 2006). Jika ri positif dan nilainya
mendekati 1 (mempunyai alpha cronbach lebih dari 0.6) maka pengukuran yang
digunakan reliabel (Tabel 2).
Tabel 2 Tingkat reliabilitas metode Alpha Cronbach
Alpha Tingkat reliabilitas
0.00–0.20 Kurang reliable
0.21–0.40 Agak reliable
0.41–0.60 Cukup reliable
0.61–0.80 Reliable
0.81–1.00 Sangat reliable
Sumber : Budiarti (2011)
Analisis Korelasi Rank Spearman
Metoda analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dengan
menggunakan uji statistik. Data yang diperoleh diolah melalui tahap editing,
scoring, coding, dan entri data ke komputer. Uji statistik digunakan untuk
menguji hubungan tingkat persepsi, motivasi dan partisipasi terhadap PHBM.
Untuk melakukan uji statistik tersebut dilakukan dengan analisis Rank
Correlation Spearman (rs), yang dapat menguji keeratan hubungan antar variabel
yang diukur dengan menggunakan software SPSS. Seperti yang dikemukakan
oleh Sarwono (2006) bahwa korelasi Rank Spearman digunakan untuk
mengetahui ada dan tidaknya hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas
dan variabel tergantung yang berskala ordinal (non-parametrik). Variabel
independen (bebas) penelitian ini adalah indikator persepsi, motivasi dan
partisipasi. Sedangkan variabel dependen (tergantung) dalam penelitian ini
menggunakan variabel tingkat persepsi, motivasi, dan partisipasi masyarakat
dalam LMDH. Adapun persamaan Rank Correlation Spearman (rs) yang
digunakan adalah sebagai berikut Nurgiyantoro et al. (2009):
13
rs (rho) = 1- ∑
( )
Keterangan :
rs (rho) = korelasi Rank Spearman
N = banyaknya sampel pengamatan
D = perbedaan skor antar dua kelompok pasangan
Sarwono (2006) menyatakan bahwa nilai Rank Correlation Spearman (rs)
dapat menghasilkan angka positif (+) atau negatif (-). Tanda positif (+)
menyatakan hubungan peringkat antara kedua variabel bersifat searah. Searah
mempunyai makna jika variabel bebas besar maka variabel tergantungnya juga
besar. Sebaliknya apabila tandanya negatif (-) menyatakan hubungan peringkat
antar kedua variabelnya berlawanan atau bertolak belakang (bersifat tidak searah).
Tidak searah mempunyai makna jika variabel bebas besar maka variabel
tergantungnya menjadi kecil. Angka korelasi berkisar antara 0 sampai dengan 1.
Besar kecilnya angka korelasi menentukan kuat atau lemahnya kedua variabel.
Patokan angkanya adalah sebagai berikut :
0.00–0.25 : korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada)
0.26–0.50 : korelasi cukup
0.51–0.75 : korelasi kuat
0.76–1.00 : korelasi sangat kuat
Uji Signifikansi Hasil Korelasi
Menurut Sarwono (2006), signifikansi hubungan antara dua variabel dapat
dianalisis dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Hipotesis: H0 : Hubungan antara dua variabel tidak signifikan
H1: Hubungan antara dua variabel signifikan
2. Patokan pengambilan keputusan selang kepercayaan 95%
Jika probabilitas < 0.05, maka H0 ditolak
Jika probabilitas > 0.05, maka H0 diterima
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Biofisik dan Letak Desa Penelitian
Desa Datar Kecamatan Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap memiliki luas
1747.1 ha berada pada ketinggian 600 mdpl. Adapun Batas-batas wilayah Desa
Datar sebelah utara berbatasan dengan Desa Sumpinghayu, sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Dayeuhluhur, sebelah barat berbatasan dengan Desa
Bolang, serta sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Wanareja.
Desa Sumpinghayu Kecamatan Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap memiliki
luas 1415.5 ha berada pada ketinggian 650 mdpl. Adapun batas desa sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Kuningan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa
14
Datar, sebelah barat berbatasan dengan Desa Cilumping, sebelah timur berbatasan
dengan Desa Jambu.
Desa Cilumping Kecamatan Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap memiliki
luas 2072.8 ha berada pada ketinggian 780 mdpl. Adapun batas desa sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Kuningan sebelah Selatan berbatasan dengan Desa
Datar sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijeruk sebelah timur berbatasan
dengan Desa Sumpinghayu.
Desa Cijeruk Kecamatan Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap memiliki luas
1637.5 ha dengan ketinggian 750 mdpl. Adapun batas desa sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Kuningan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa
Datar, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bolang, sebelah timur berbatasan
dengan Desa Cilumping.
Gambar 3 Lokasi penelitian
Jenis tanah yang terdapat ditempat penelitian merupakan tanah latosol
cokelat. Wilayah KPH Banyumas Barat berdasarkan klasifikasi Schmidt dan
Ferguson termasuk tipe iklim B, dengan temperatur rata-rata 20-27°C. KPH
Banyumas Barat memiliki curah hujan rata-rata per tahun mencapai 2000 mm/th
dengan banyaknya jumlah hari hujan 19 hari/bulan.
15
Status Lahan Desa Hutan
Lahan memiliki tata, fungsi dan status kepemilikan. Fungsi utama
penggunaan lahan di desa penelitian baik Desa Datar, Desa Sumpinghayu, Desa
Cilumping dan Desa Cijeruk yaitu sebagai areal pemukiman, areal perkebunan,
pertanian dan sarana umum masyarakat seperti sarana peribadatan, sarana
olahraga, sarana jalan umum dan sarana bangunan umum. Setiap desa penelitian
mendapatkan hak mengelola lahan hutan Perum Perhutani sesuai dengan
perjanjian kerjasama antara masyarakat dengan Perum Perhutani KPH Banyumas
Barat. Luas lahan yang dikerjasamakan dan telah disepakati yaitu Desa Datar
seluas 613.7 ha Desa Sumpinghayu luas pangkuan hutan 1234.5 ha Desa
Cilumping luas pangkuan hutan sebesar 1267.5 ha dan Desa Cijeruk luas
pangkuan hutan 1298.5 ha
Tabel 3 Perbandingan lahan desa dengan lahan hutan
Desa Luas Lahan Desa Luas Hutan Persen (%)
Datar 1747.10 613.70 35.13
Sumpinghayu 1415.50 1234.50 87.21
Cilumping 2072.86 1267.50 61.15
Cijeruk 1637.56 1298.52 79.29
Total 5235.46 4414.22 84.31
Tabel 4 Status lahan desa lokasi penelitian
Kategori penggunaan
lahan
Luas lahan (ha)
Desa
Datar
Desa
Sumpinghayu
Desa
Cilumping
Desa
Cijeruk
Tanah pemukiman 481.00 54.50 164.50 183.45
Tanah persawahan 550.10 97.00 490.00 132.00
Tanah hutan/kebun 692.00 1234.50 1267.50 1298.52
Tanah prasarana 24.00 2.30 4.06 2.89
Lain-lain - 27.20 146.80 20.70
Total 1747.10 1415.50 2072.86 1637.56
Sumber : Data monografi Desa Datar, Sumpinghayu, Cilumping dan Cijeruk (2012)
Kependudukan
Jumlah penduduk di Desa Datar pada tahun 2012 adalah 3655 jiwa yang
terdiri dari 1879 orang laki-laki (48.76%) dan 1776 orang perempuan (51.23%)
dengan jumlah 1055 kepala keluarga. Jumlah penduduk di Desa Sumpinghayu
pada tahun 2012 adalah 1052 jiwa yang terdiri dari 513 orang laki-laki (48.76%)
dan 539 orang perempuan (51.23%) dengan jumlah 336 kepala keluarga. Jumlah
penduduk di Desa Cilumping pada tahun 2012 adalah 863 jiwa yang terdiri dari
431 orang laki-laki (49.94%) dan 432 orang perempuan (50.05%) dengan jumlah
263 kepala keluarga. Jumlah penduduk di Desa Cijeruk pada tahun 2012 adalah
1.384 jiwa yang terdiri dari 699 orang laki-laki (50.50%) dan 685 orang
16
perempuan (49.49%) dengan jumlah 469 kepala keluarga. Bila diklasifikasikan
menurut usia, penduduk Desa Datar, Desa Sumpinghayu, Desa Cilumping dan
Desa Cijeruk disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Klasifikasi penduduk berdasarkan usia
Usia
(tahun)
Desa Datar Desa
Sumpinghayu Desa Cilumping Desa Cijeruk
Jumlah
(jiwa)
Persen
(%)
Jumlah
(jiwa)
Persen
(%)
Jumlah
(jiwa)
Persen
(%)
Jumlah
(jiwa)
Persen
(%)
0-15 862 23.58 249 23.66 202 23.40 320 23.12
15-55 2079 56.88 624 59.31 479 55.50 778 56.21
≥56 214 19.53 179 17.01 182 21.08 286 20.66
Total 3655 100.00 1052 100.00 863 100.00 1384 100.00
Sumber : Data monografi Desa Datar, Sumpinghayu, Cilumping dan Cijeruk (2012)
Pendidikan
Pendidikan yang pernah ditempuh oleh masyarakat Desa Datar, Desa
Sumpinghayu, Desa Cilumping dan Desa Cijeruk memiliki tingkat pendidikan
masyarakat yang ditempuh selama hidup dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) sampai dengan
Perguruan Tinggi (PT).
Tabel 6 Tingkat pendidikan masyarakat
Pendidikan
Desa Datar Desa
Sumpinghayu Desa Cilumping Desa Cijeruk
Jumlah
(jiwa)
Persen
(%)
Jumlah
(jiwa)
Persen
(%)
Jumlah
(jiwa)
Persen
(%)
Jumlah
(jiwa)
Persen
(%)
SD 2774 84.06 651 69.70 106 48.62 47 34.56
SMP 365 11.06 208 22.27 86 39.45 45 33.09
SMA 130 3.94 44 4.71 19 8.72 37 27.21
PT 31 0.94 31 3.32 7 3.21 7 5.15
Total 3300 100.00 934 100.00 218 100.00 136 100.00
Sumber : Data monografi Desa Datar, Sumpinghayu, Cilumping dan Cijeruk (2012)
Mata Pencaharian
Mata pencaharian dari penduduk desa lokasi penelitian sangat beraneka
ragam. Mata pencaharian tersebut antara lain sebagai petani, buruh tani, PNS,
pedagang, peternak, suasta dan pengrajin. Data klasifikasi dari jumlah mata
pencaharian penduduk yang didapat dari data monografi dapat dilihat pada Tabel
7.
17
Tabel 7 Klasifikasi masyarakat desa berdasarkan mata pencaharian
Mata
Pencaharian
Desa Datar Desa
Sumpinghayu Desa Cilumping Desa Cijeruk
Jumlah
(jiwa)
Persen
(%)
Jumlah
(jiwa)
Persen
(%)
Jumlah
(jiwa)
Persen
(%)
Jumlah
(jiwa)
Persen
(%)
Petani 2028 83.29 266 266 27.37 201 81.38 450 450 32.49
Buruh Tani 140 5.75 7 0.72 15 6.07 250 18.05
PNS 24 0.99 4 0.41 5 2.02 10 0.72
Pedagang 170 6.98 178 18.31 10 4.05 25 1.81
Peternak 6 0.25 433 44.55 1 0.40 619 44.69
Swasta 35 1.44 80 8.23 1 0.40 14 1.01
Pengrajin 32 1.31 4 0.41 15 100.00 16 1.16
Total 2435 100.00 972 100.00 248 81.38 1384 100.00
Sumber : Data monografi Desa Datar, Sumpinghayu, Cilumping dan Cijeruk (2012)
Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) merupakan kegiatan yang
meliputi penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya hutan, pemanfaatan
sumberdaya hutan dan kawasan hutan, serta perlindungan sumberdaya hutan dan
konservasi alam. Pelaksanaan PHBM dilakukan dengan jiwa bersama, berdaya
dan berbagi yang meliputi pemanfaatan lahan dan atau ruang, pemanfaatan waktu,
pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling
menguntungkan, saling memperkuat dan saling mendukung serta kesadaran akan
tanggung jawab sosial (Social Responcibility). Setiap pengelolaan hutan disusun
program yang dapat dikerjasamakan dengan LMDH, antara lain : Bidang
Perencanaan, Pembinaan SDH, Produksi, Pemasaran dan Industri, Keamanan
Hutan, Keuangan dan SDM (SK Direksi Perum Perhutani Nomor
682/KPTS/DIR/2009).
Menurut SK Direksi Perum Perhutani Nomor 2141/KPTS/I/2002 tentang
PHBM di Unit I Jateng mengenai objek dan jenis kegiatan meliputi kegiatan
PHBM di dalam kawasan hutan maupun kegiatan diluar kawasan hutan. Kegiatan
di dalam kawasan hutan terdiri dari kegiatan pengusahaan hutan yang meliputi
bidang perencanaan, penanaman, pemeliharaan, perlindungan, dan pemanenan
hasil hutan. Usaha produktif yang berbasis lahan antara lain Agrisilvikultur,
Silvofishery, Silvopastural, Agrosilvopastural. Usaha produktif yang berbasis
bukan lahan antara lain: pengelolaan wisata, pengelolaan tambang galian,
pengelolaan sumber mata air, pengembangan dan pengusahaan flora dan fauna,
pemborongan barang dan jasa. Kegiatan di luar kawasan hutan meliputi kegiatan
usaha produktif seperti pengembangan Hutan Rakyat, pengembangan peternakan,
aneka usaha kehutanan seperti perlebahan dan persuteraan alam, industri
pengelolaan hasil hutan dan industri kecil/industri rumah tangga.
18
Kegiatan PHBM di RPH Dayeuhluhur BKPH Wanareja KPH Banyumas
Barat Perum Perhutani Unit I ini berjalan dengan adanya suatu lembaga yang
mewadahi kegiatan ini. Salah satu lembaga yang berperan adalah Lembaga
Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang dibentuk oleh Perum Perhutani. LMDH
adalah satu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa yang berada didalam
atau disekitar hutan untuk mengatur dan memenuhi kebutuhannya melalui
interaksi terhadap hutan dalam konteks sosial, ekonomi, politik dan budaya
(Awang et al. 2008). RPH Dayeuhluhur sudah terbentuk 8 LMDH. LMDH yang
terpilih adalah LMDH lama yang sudah jalan kegiatannya minimal selama 5 tahun.
Tiga LMDH baru dibentuk pada bulan juni 2013 sedangkan 1 LMDH merupakan
LMDH pangkuan dari RPH Wanareja. Terdapat empat LMDH berdasarkan empat
desa pangkuan hutan yang dipilih yaitu LMDH Lodaya di Desa Datar, LMDH
Unggul Lestari di Desa Sumpinghayu, LMDH Wana Basma di Desa Cilumping
dan LMDH Rindu Alam di Desa Cijeruk.
LMDH Lodaya
LMDH Lodaya merupakan LMDH yang paling baik dari LMDH yang
diteliti dengan beberapa kegiatannya berorientasi pada peningkatan ekonomi
masyarakat sekitar hutan yang berbasiskan pemberdayaan dan pelestarian hutan.
Kegiatan kerjasama PHBM dengan Perum Perhutani di LMDH Lodaya berupa
kegiatan di dalam kawasan hutan yang meliputi kerjasama berupa penanaman,
penebangan, penyadapan getah pinus, tumpang sari tanaman sengon, dan kegiatan
keamanan sedangkan kegiatan diluar kawasan hutan meliputi kerjasama usaha
produktif yaitu dibidang peternakan berupa ternak ayam serta kegiatan dibidang
sosial masyarakatan seperti beasiswa untuk sekolah dasar dan santunan duka cita.
Peranan LMDH Lodaya pada kegiatan dalam kawasan hutan yang meliputi
penanaman dan penebangan yaitu mengajak anggota maupun pengurus dalam
pengadaan sumberdaya buruh bantu. Kegiatan pemeliharaan berupa patroli
keamanan rutin dilakukan setiap saat. Kegiatan penyadapan getah pinus dilakukan
oleh anggota LMDH Lodaya dengan sistem pembayaran dilakukan sesuai target
getah yang didapat. Untuk sistem tumpangsari tanaman sengon dengan pinus
dikerjasamakan dengan menandatangani kontrak kerjasama sebagai trasparasi
bagi peran dan bagi hasil. Total luas tanaman sengon yang dikerjasamakan
sebesar 2.51 ha yang ditanam pada petak 27B, 27C, 27D, 27E, 29A, 29B, 29C.
Gambar 3 (a) merupakan salah satu lokasi tumpangsari tanaman sengon di petak
29C. Gambar 3 (b) merupakan salah satu kegiatan diluar kawasan hutan berupa
usaha produktif pembesar ternak ayam. Usaha pembesaran ayam ini berupa
pembesaran ayam yang berumur satu hari dibesarkan hingga umur 27 hari dan
kemudian dijual ke Jakarta untuk bahan dasar ayam goreng cepat saji. Salah satu
kegiatan PHBM di LMDH Lodaya dapat dilihat pada Gambar 4.
19
(a) (b)
Gambar 4 Tumpangsari tanaman sengon (a), Usaha ternak ayam (b)
LMDH Unggul Lestari dan Rindu Alam
Kegiatan Kerjasama PHBM di LMDH Unggul Lestari dan LMDH Rindu
Alam masih sebatas kegiatan di dalam kawasan hutan saja yang meliputi
penanaman, penebangan, penyadapan getah pinus, tumpang sari tanaman sengon,
dan kegiatan keamanan sedangkan kegiatan diluar kawasan hutan masih belum
ada. Kegiatan penanaman dan penebangan LMDH Unggul Lestari dan Rindu
Alam juga menyediakan sumberdaya buruh bantu, selain itu pengadaan tenaga
buruh persemaian di LMDH Rindu Alam memiliki peran yang besar karena lokasi
persemaian yang berada di Desa Cijeruk. Kegiatan penyadapan getah pinus pada
Desa Sumpinghayu dan Desa Cijeruk dilakukan oleh anggota LMDH Unggul
lestari dan Rindu Alam.
Kegiatan usaha produktif yang berbasis lahan yaitu tumpang sari tanaman
sengon di Desa Sumpinghayu dikerjasamakan pada petak 28AR dengan luas 0,3
ha dan petak 28K dengan luas 0.18 ha pada Desa Cijeruk dikerjasamakan pada
petak 28R dengan luas 0.06 ha dan petak 28AP dengan luas 0.03 ha. Jumlah
luasan tanaman sengon yang dikerjasamakan ini masih sangat kecil namum bagi
pengurus dan anggota LMDH sangat berarti karena mereka menganggap bahwa
dengan memanfaatkan lahan yang kosong akan memberikan nilai tambah baik
secara ekonomi yaitu dari bagi hasil maupun secara ekologi yaitu terjaganya
kelestarian hutan. Selain itu manfaat sosial dari kegiatan kerjasama tanaman
sengon sangat berpengaruh sehingga LMDH semakin kompak dalam menjaga
keamanan hutan dan hubungan dengan pihak Perum Perhutani pun semakin baik
dengan adanya kerjasama ini.
LMDH Wana Basma
LMDH Wana Basma memiliki peranan yang sangat penting di Desa
Cilumping karena untuk desa ini penanaman pinus banyak mengalami kegagalan
dalam pertumbuhan, dan area hutan produksinya sudah di non aktifkan/tutup
kontrak. Namun sebagian besar hutan produksi terbatas berada pada Desa
Cilumping sehingga peningkatan keamanan sangat diperlukan dalam menjaga
untuk daerah tenurial ini terdapat mitos yang melarang bagi pejabat untuk datang
20
ke daerah tertentu dan jika melanggar maka akan keselong (hilang) tidak kembali
lagi, namun tahun 2008 dilakukan persyaratan untuk daerah-daerah yang dilarang
agar bisa didatangi oleh mandor Perum Perhutani. Lahan tidur akibat konflik
tenurial seiring dengan adanya kegiatan PHBM lahan tersebut dikerjasamakan
dengan masyarakat Desa Cilumping yang diwadahi oleh LMDH Wana Basma
tahun 2009 dengan ditanami tanaman kopi arabika seluas 30 ha pada petak 28A
(Gambar 4 b). Tugas Pengurus dan anggota LMDH adalah memelihara tanaman
Kopi Arabika tersebut serta secara tidak langsung menjaga keamanan hutan
produksi terbatas.
(a) (b)
Karakteristik Responden
Umur
Responden terdiri dari pengurus dan anggota LMDH yang masuk dalam
Desa pangkuan hutan RPH Dayehluhur yaitu Desa Datar, Desa Sumpinghayu,
Desa Cilumping dan Desa Cijeruk yang terdiri dari berbagai tingkatan umur.
Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Gambar 6.
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
22-38 39-56 57-74
30%
40%
30%
Persentase (%)
Umur (Tahun)
Gambar 5 Petak 28T tutup kontrak (a), Tumpang sari tanaman kopi (b)
Gambar 6 Komposisi umur responden
21
Kegiatan PHBM didominasi oleh umur 39–56 tahun, umur ini menjadi
suatu indikator kematangan masyarakat dalam berfikir, tingkat pengetahuan dan
pengalaman yang baik. Pada umur 22–38 tahun menunjukan bahwa usia ini
merupakan usia awal/muda dalam bekerja, hal tersebut muncul karena diusia
muda rata-rata masyarakat mengadu nasib diluar kota sehingga kontribusi dalam
PHBM masih sangat sedikit. Pada umur 57–74 tahun menunjukan bahwa umur ini
masuk kategori usia yang tua sehingga cukup sedikit yang berkontribusi.
Pendidikan Responden
Pendidikan memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas
sumberdaya manusia serta tingkatan kesejahteraan sehingga dapat menjadi
gambaran umum potensi sumberdaya yang ada di desa pangkuan dalam resort.
Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 7.
Responden umumnya memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD)
dengan persentase 53.33%. Persentase tersebut menggambarkan bahwa secara
umum masyarakat masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
Jumlah Anggota Keluarga
. Jumlah anggota keluarga dapat menjadi gambaran kecil jumlah penduduk
dan kepadatan penduduk suatu wilayah. Persentase terbesar berkaitan dengan
jumlah anggota keluarga ada pada rentan 2–3 orang sebesar 50.00% dan
persentasi terendah sebesar 6.67% ada pada rentan 6–7 orang. Persentase tersebut
menggambarkan bahwa responden yang terpilih mewakili gambaran umum dari
jumlah kepadatan penduduk yang relatif sedang.. Tingkat jumlah anggota
keluarga dapat dilihat pada Gambar 8
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
TidakSekolah
SD SMP SMA PT
3,33%
53,33%
26,67%
13,33%
3,33%
Gambar 7 Komposisi tingkat pendidikan responden
Persentase (%)
Pendidikan
22
Luas Lahan Milik
Luas kepemilikan lahan masyarakat merupakan asset kekayaan yang
dimiliki oleh masyarakat. Luas lahan milik ini sangat bervariasi dari luasan paling
rendah sebesar 150 m2 hingga paling tinggi sebesar 14.200 m
2. Luas lahan milik
dapat dilihat pada Gambar 9.
Kepemilikan lahan masyarakat pengurus maupun anggota LMDH dengan
persentasi tertinggi sebesar 56.67% memiliki lahan milik antara 150≤x<4.833 m².
Persentase tersebut menggambarkan bahwa secara umum kepemilikan lahan
masyarakat masih relatif kecil sehingga potensi untuk menggarap lahan hutan
sangat memungkinkan.
Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan di Desa Datar, Desa Sumpinghayu, Desa Cilumping dan
Desa Cijeruk dikelompokan menjadi 2 kategori yaitu usaha dibidang tani dan
dibidang non tani. Usaha dibidang tani meliputi kegiatan pengelolaan lahan
pribadi maupun lahan hutan, kegiatan penyadapan, maupun kegiatan yang
berkaitan dengan pertanian, kehutanan, perikanan dan peternakan. Kegiatan
dibidang non tani meliputi kegiatan diluar pertanian seperti pegawai swasta,
0%
10%
20%
30%
40%
50%
2≤x<4 4≤x<6 6≤x<8
50,00%
43,33%
6,67%
Persentase (%)
Jumlah keluarga
Gambar 8 Jumlah anggota keluarga
0%
20%
40%
60%56,67%
30,00%
13,33%
Luas lahan (m2)
Persentase (%)
Gambar 9 Luas lahan milik
23
pedagang, buruh pabrik, dan lain lain. Jenis pekerjaan dapat dilihat pada Gambar
10.
Mayoritas masyarakat berprofesi sebagai petani sesuai dengan keadaan
secara umum potensi dari desa. Potensi tersebut berupa kesuburan tanah yang baik,
kesediaan air yang melimpah dan budaya bertani yang secara turun temurun
sehingga usaha dibidang tani inilah yang menjadi pekerjaan utama dari
masyarakat.
Pengalaman Pekerjaan
Pengalaman pekerjaan secara umum merupakan lamanya masyarakat
dalam bekerja khususnya dibidang pertanian. Pengalaman pekerjaan ini
berpengaruh pada tingkat pengetahuan dari bidang kerja masyarakat tersebut.
Pengalaman pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 11.
Perbandingan tingkat pengalaman kerja dengan tingginya persentasi berada
pada 19≤x<36 tahun. Persentasi pengalaman kerja ini secara keseluruhan
mengambarkan bahwa masyarakat di Kecamatan Dayeuhluhur memiliki
pengalaman yang cukup lama dalam bekerja.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
3≤x<19 19≤x<36 36≤x<52
43,33%
50,00%
6,67%
Persentase (%)
Pengalaman kerja
(tahun)
Gambar 10 Jenis pekerjaan
Gambar 11 Pengalaman pekerjaan
Persentase (%)
Jenis pekerjaan
24
Tingkat Pendapatan
Pendapatan merupakan penerimaan berupa uang, barang maupun jasa yang
diperoleh dari hasil timbal balik kegiatan (kerja) dalam waktu tertentu dengan
dikurangi biaya yang dikeluarkan. Pengelompokan pendapatan yang dihitung
disini khusus hanya berupa uang, hal ini untuk memudahkan dalam melakukan
perbandingan. Pendapatan ini penting untuk diketahui sebagai indikator tingkat
kesejahteraan keluarga. Tingkat pendapatan dapat dilihat pada Gambar 12.
Masyarakat desa secara umum memiliki tingkat pendapatan antara 6 juta–
20 juta/tahun. Masyarakat tergolong cukup dalam mendapatkan penghasilan
karena untuk konsumsi makan masyarakat sebagian besar mendapatkannya dari
pengolahan lahan sedangkan penghasilan uang ini merupakan hasil produk yang
dijual sehingga masyarakat mendapatkan uang dari hasil penjualan tersebut.
Persepsi, Motivasi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap PHBM
Persepsi
Persepsi masyarakat terhadap PHBM diketahui dari data wawancara
terstruktur. Uji validitas dari 12 pertanyaan persepsi dalam wawancara diketahui
nilai P Value < 0.05 ada pada 9 pertanyaan sedangkan 3 pertanyaan memiliki nilai
yang lebih sehingga masuk dalam kategori tidak valid. Nilai validitas dapat dilihat
pada Table 8.
Gambar 8 Tingkat Pendapatan 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
6 juta≤x<20 juta
20 juta≤x<34 juta
34 juta≤x<48 juta
66,67%
30,00%
3,33%
Persentase (%)
Pendapatan
(RP/Tahun)
Gambar 12 Tingkat Pendapatan
25
Tabel 8 Nilai validitas dari pertanyaan persepsi
No Indikator persepsi P Value
1 Pengertian dari PHBM 0.000
2 PHBM meningkatkan pengalaman dan ilmu pengetahuan 0.000
3 PHBM meningkatkan keeratan antar masyarakat 0.693
4 PHBM meningkatkan kelestarian hutan Konstan
5 Nilai budaya atau adat dapat dipertahankan berkat PHBM 0.000
6 PHBM dapat meningkatkan kesejahteraan hidup 0.017
7 PHBM dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga 0.000
8 Kehadiran PHBM dapat memajukan sarana prasarana 0.000
9 Kegiatan PHBM meningkatkan pembangunan desa 0.000
10 Kegiatan PHBM meningkatkan kemandirian 0.551
11 Kegiatan PHBM membuka lapangan pekerjaan 0.000
12 Kegiatan PHBM sesuai dengan potensi masyarakat dan desa 0.000 Keterangan : pertanyaan yang dinyatakan valid jika nilai P-Value < 0.05
Indikator nomor 3 dan 10 tidak valid dan nomor 4 hasil jawabannya
konstan sehingga tidak dipakai dalam persentasi skor. Selanjutnya uji reliabilitas
dilakukan pada 9 poin pertanyaan dengan hasil alpha cronbach sebesar 0.746
(Lampiran 1). Hasil tersebut menunjukan bahwa pertanyaan masuk kategori
reliabel yaitu alpha cronbach > 0.60 (Tabel 2).
Tabel 9 Tingkatan persepsi responden terhadap sistem PHBM
Variabel persepsi Kategori Frekuensi Persentase (%)
Tinggi 21≤x<27 22 73.33
Sedang 15≤x<21 7 23.33
Rendah 9≤x<15 1 3.33
Total 30 100.00
Hasil dari pengujian validitas dan reliabilitas kemudian di skoring
menggunakan skala likert dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah (Tabel 9).
Hasil analisis menunjukan bahwa tingkat persepsi masyarakat secara umum
tergolong tinggi dengan persentasi sebesar 73.33% kemudian persentasi sedang
sebesar 23.33% dan persentasi rendah sebesar 3.33%.
26
Tabel 10 Hasil korelasi indikator persepsi
No Indikator persepsi Koefisien
korelasi P Value
1 Pengertian dari PHBM 0.283 0.129
2 PHBM meningkatkan pengalaman dan ilmu pengetahuan 0.501 0.005*
5 Nilai budaya atau adat dapat dipertahankan berkat PHBM 0.573 0.001*
6 PHBM dapat meningkatkan kesejahteraan hidup 0.674 0.000*
7 PHBM dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga 0.504 0.004*
8 Kehadiran PHBM dapat memajukan sarana prasarana 0.432 0.017*
9 Kegiatan PHBM meningkatkan pembangunan desa 0.554 0.002*
11 Kegiatan PHBM membuka lapangan pekerjaan 0.501 0.005*
12 Kegiatan PHBM sesuai potensi masyarakat dan desa 0.593 0.001*
* Berpengaruh nyata pada selang 95 %
Berdasarkan Tabel 10 untuk indikator persepsi yang memiliki P Value <
0.05 (terima H1 tolak H0) artinya bahwa indikator persepsi berkorelasi secara
signifikan terhadap tingkat persepsi masyarakat pada PHBM. Berkorelasi secara
signifikan mengandung arti bahwa semakin tinggi indikator persepsi masyarakat
maka tingkat persepsi masyarakat akan semakin tinggi terhadap PHBM. Persepsi
yang berkorelasi kuat (0.51–0.75) secara signifikan antara lain indikator 6,
indikator 12, indikator 5, dan indikator 9.
Indikartor 6 berupa pengaruh kesejahteraan masyarakat dari kegiatan
PHBM. Kesejahteraan bagi masyarakat dapat berbeda-beda, tidak dapat dilihat
dari satu aspek saja oleh karenanya program PHBM dapat memberikan beberapa
keuntungan sehingga tingkat kesejahteraan memiliki nilai korelasi yang tinggi
diantara indikator lainnya. Kesejahteraan sendiri merupakan faktor internal berupa
kebutuhan dari masyarakat yang timbul dari dalam diri. Indikator 12 berupa
kegiatan PHBM sesuai dengan potensi masyarakat dan desa. Kegiatan PHBM
yang sudah dilaksanakan sesuai dengan kemampuan maupun potensi yang
dimiliki oleh masyarakat, kemampuan maupun potensi masyarakat dalam bertani
dan berkebun sesuai dengan tujuan dari PHBM antara lain menyelaraskan
kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kondisi dan dinamika
sosial masyarakat desa hutan. Indikator 5 berupa budaya/adat dapat dipertahankan
berkat PHBM. Menurut Suharjito & Darusman (1998) persepsi terhadap hutan
dan kehutanan sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup, adat istiadat, dan
kebiasaan serta ketergantungannya terhadap hutan dan kehutanan. Nilai budaya
dan adat berupa kebiasaan dari masyarakat melakukan kegiatan secara
bersama/gotong royong. Kegiatan gotong royong dinilai sama oleh masyarakat
dengan jiwa PHBM yaitu bersama, berdaya dan berbagi, selain itu khusus di Desa
Cilumping LMDH Wana Basma pernah diadakan upacara pemotongan kambing
untuk memenuhi syarat masuknya pejabat dan karyawan perhutani di daerah
pengelolaan hutan. Indikator 9 berupa peningkatan pembangunan desa dengan
adanya PHBM. Pembangunan desa tidak secara fisik terlihat karena dana sharing
yang masih sedikit. Bagian 10 % kas desa digunakan untuk menambah peralatan
desa saja dan 30 % dana sosial masih terbagi-bagi seperti dana santunan duka cita,
santunan kecelakaan kerja, sumbangan ke dusun-dusun dan kelompok penyadap.
27
Persepsi yang berkorelasi cukup (0.26–0.50) secara signifikan antara lain
indikator 7, indikator 2, indikator 11, dan indikator 8. Berkorelasi secara
signifikan mengandung arti bahwa semakin tinggi indikator persepsi masyarakat
maka tingkat persepsi masyarakat akan semakin tinggi terhadap PHBM. Indikator
7 berupa adanya PHBM akan meningkatkan pendapatan rumah tangga. Menurut
Rakhmat (2005) persepsi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari luar yang mempengaruhi rangsangan
(stimulus) pola pikir dan pandangan seseorang yang berkaitan dengan objek atau
permasalahan tertentu atau pengalaman orang lain yang dilihatnya atau yang
diketahuinya berkenaan dengan hal tersebut dan struktur sosial yang mengatur
kehidupan sosial seperti jumlah keluarga. Peningkatan pendapatan merupakan
indikator yang didasari dari permasalahan ekonomi masyarakat sehingga
masyarakat berharap dengan adanya PHBM ini dapat memberikan peningkatan
pendapatan untuk masyarakat sekitar hutan.
Indikator 2 berupa peningkatan pengalaman dan ilmu pengetahuan.
Menurut Rakhmat (2005) persepsi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal,
faktor internal adalah faktor yang muncul dari diri seseorang yang mempengaruhi
pola pikir dan pandangannya terhadap suatu objek atau permasalahan tertentu
seperti karakteristik sosial yang diantaranya adalah tingkat kecerdasan atau
pendidikan dan pengetahuan, kebutuhan, usia dan lain-lain. Tingkat persepsi dari
peningkatan pengalaman dan ilmu pengetahuan ini merupakan kebutuhan yang
tumbuh dari masyarakat mengenai rasa keingintahuan untuk lebih mendalami
mengenai kegiatan PHBM dari Perum Perhutani.
Indikator 11 berupa ketersediaan lapangan kerja dengan adanya kegiatan
PHBM. Masyarakat memandang bahwa kegiatan PHBM ini merupakan peluang
yang sangat baik dalam membuka lapangan pekerjaan, baik digunakan sebagai
pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. Indikator 8 berupa kemajuan
sarana dan prasarana setelah adanya PHBM dengan tingkat persepsi. Masyarakat
berharap sarana dan prasarana dapat semakin maju dengan adanya jatah dana
sharing dari hasil kegiatan PHBM yaitu sebesar 10 % untuk kas desa dan 30%
untuk dana sosial.
Persepsi pada indikator 1 berupa pengertian dari PHBM terhadap tingkat
persepsi memiliki P Value > 0.05 (terima H0 tolak H1) artinya bahwa indikator
motivasi tidak berkorelasi secara signifikan terhadap tingkat persepsi masyarakat
pada PHBM. Tidak berkorelasi secara signifikan mengandung arti bahwa tinggi
maupun rendahnya indikator persepsi masyarakat maka tidak mempengaruhi
tingkat persepsi masyarakat terhadap kegiatan PHBM. Masyarakat sebagian
mengerti mengenai program Perum Perhutani tentang adanya pengelolaan yang
melibatkan masyarakat (PHBM) dan sebagian besar masyarakat mengikuti
kegiatan PHBM tersebut.
Kegiatan PHBM melalui persepsi masyarakat secara umum berpengaruh
pada tindakan masyarakat selanjutnya, tiga indikator dengan nilai korelasi kuat
yaitu kesejahteraan, kegiatan yang sesuai dengan potensi dan dapat
mempertahankan budaya dari masyarakat. Tiga indikator tersebut
mengindikasikan bahwa Perum Perhutani harus mempertimbangkan kegiatan
PHBM yang sesuai dengan pandangan masyarakat tersebut. Kesejahteraan
merupakan bentuk keadaan masyarakat untuk dapat hidup layak artinya salah satu
kegiatan PHBM harus dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat sehingga
28
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kegiatan yang sesuai dengan potensi
merupakan kegiatan yang berkaitan dengan kemampuan secara umum masyarakat
dan kita ketahui bahwa pertanian sangat dominan di RPH Dayeuhluhur sehingga
kolaborasi antara kehutanan dan pertanian sangat dianjurkan untuk kegiatan
PHBM selanjutnya. Budaya masyarakat dalam bekerjasama serta
bergotongroyong dapat dijadikan acuan untuk program kegiatan PHBM
selanjutnya agar kekompakan dari masyarakat dapat terjaga.
Motivasi
Motivasi masyarakat terhadap PHBM diketahui dari data wawancara
terstruktur. Uji validitas dari 10 pertanyaan persepsi dalam wawancara diketahui
nilai P Value < 0.05 ada pada 9 pertanyaan sedangkan 1 pertanyaan memiliki
nilai yang lebih sehingga masuk dalam kategori tidak valid. Nilai validitas dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Nilai validitas dari pertanyaan motivasi
No Indikator motivasi P Value
1 PHBM merupakan kegiatan yang dianjurkan pemerintah 0.000
2 Kegiatan PHBM merupakan kegiatan voluntary 0.000
3 PHBM membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha 0.022
4 Kegiatan PHBM memumbuhkan kepuasan kerja 0.000
5 PHBM dapat meningkatkan pendapatan 0.000
6 PHBM dapat dijadikan tabungan hari tua 0.000
7 Tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan 0.000
8 Kegiatan PHBM dapat meningkatkan pengalaman kerja 0.112
9 PHBM mempererat hubungan masyarakat dengan perhutani 0.000
10 Kegiatan PHBM memberi kemudahan dalam pengelolaan hutan 0.002 Keterangan : pertanyaan yang dinyatakan valid jika nilai P Value < 0.05
Tabel 11 menunjukan bahwa pada nomer 8 tidak valid, pertanyaan tersebut
tidak dipakai dalam persentasi skor. Selanjutnya uji reliabilitas dilakukan pada 9
poin pertanyaan dengan hasil alpha cronbach sebesar 0.676 (Lampiran 1). Hasil
tersebut menunjukan bahwa pertanyaan masuk kategori reliabel yaitu alpha
cronbach > 0.60 (Tabel 2).
Tabel 12 Tingkatan motivasi responden terhadap sistem PHBM
Variabel motivasi Kategori Frekuensi Persentase (%)
Tinggi 21≤x<27 25 83.33
Sedang 15≤x<21 5 16.67
Rendah 9≤x<15 0 0.00
Total 30 100.00
Hasil dari pengujian validitas dan reliabilitas kemudian di skoring
menggunakan skala likert dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah (Tabel 12).
Hasil analisis menunjukan bahwa tingkat motivasi masyarakat tergolong tinggi
29
dengan persentasi sebesar 83.33% kemudian persentasi sedang sebesar 16.67%
dan persentasi rendah sebesar 0.00%.
Tabel 13 Hasil korelasi indikator motivasi
No Indikator motivasi Koefisien
korelasi P Value
1 PHBM merupakan kegiatan yang dianjurkan pemerintah 0.595 0.001*
2 Kegiatan PHBM merupakan kegiatan voluntary 0.875 0.000*
3 PHBM membuka lapangan kerja dan kesempatan
berusaha
0.597 0.000*
4 Kegiatan PHBM memumbuhkan kepuasan kerja 0.331 0.074
5 PHBM dapat meningkatkan pendapatan 0.745 0.000*
6 PHBM dapat dijadikan tabungan hari tua 0.340 0.066
7 Tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam
pengelolaan
0.598 0.000*
9 PHBM mempererat hubungan masyarakat dengan pihak
perum perhutani
0.597 0.000*
10 Kegiatan PHBM memberi kemudahan dalam pengelolaan
hutan
0.447 0.013*
* Berpengaruh nyata pada selang 95 %
Berdasarkan Tabel 13 untuk indikator motivasi yang memiliki P Value <
0.05 (terima H1 tolak H0) memiliki arti bahwa indikator motivasi berkorelasi
secara signifikan terhadap tingkat motivasi masyarakat pada PHBM. Berkorelasi
secara signifikan mengandung arti bahwa semakin tinggi indikator motivasi
masyarakat maka tingkat motivasi masyarakat akan semakin tinggi terhadap
PHBM.
Motivasi yang berkorelasi sangat kuat (0.76–1.00) adalah indikator 2 berupa
kegiatan PHBM merupakan kegiatan voluntary. Kebutuhan sosial dari masyarakat
untuk ikut serta dan diterima melalui program voluntary ini yang menjadikan
masyarakat tertarik untuk bergabung dalam kegiatan PHBM. Faktor yang
mempengaruhi besarnya nilai korelasi pada indikator ini berasal dari dalam diri
(intrinsik) dimana situasi motivasi bersifat subjektif yaitu masyarakat memiliki
keinginan maupun dorongan untuk ikut serta secara sukarela dan sadar akan
pentingnya kegiatan PHBM.
Motivasi yang berkorelasi kuat (0.51–0.75) antara lain indikator 5, indikator
7, indikator 3, indikator 9 dan indikator 1. Indikator 5 berupa kegiatan PHBM
dapat meningkatkan pendapatan. Motivasi masyarakat dalam memperoleh
pendapatan timbul dari dalam diri (intrinsik) sebagai dorongan yang sifatnya
subjektif sedangkan melihat dari perolehan pendapatan menjadi sasaran maupun
tujuan utama (objektif). Indikator 7 berupa kegiatan PHBM merupakan tanggung
jawab pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Masyarakat sadar
kegiatan PHBM ini merupakan kegiatan bersama antara pemerintah dan
masyarakat sehingga menjadi suatu motivasi bagi masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam pengelolaan hutan di Perum Perhutani.
Indikator 3 berupa kegiatan PHBM membuka lapangan kerja dan
kesempatan berusaha. Masyarakat sangat termotivasi mengikuti kegiatan PHBM
30
karena masyarakat mengetahui bahwa dengan adanya kegiatan PHBM ini maka
akan membuka lapangan pekerjaan dan membuka kesempatan berusaha. PHBM
ini bermanfaat bagi masyarakat yang benar-benar tidak memiliki pekerjaan tetap,
masyarakat yang memiliki lahan kecil, bahkan masyarakat yang memiliki lahan
luas. Jenjang motivasi menurut Teori Maslow berupa kebutuhan akan
pengembangan kapasitas kerja dan situasi motivasi yang berperan adalah
kebutuhan atau dorongan masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan sehingga
bersifat subjektif.
Indikator 9 berupa kegiatan PHBM dapat mempererat hubungan masyarakat
dengan pihak Perum Perhutani. Masyarakat termotivasi untuk ikut dalam kegiatan
PHBM agar hubungan antara masyarakat dengan pihak Perum Perhutani menjadi
baik dan semakin erat. Ada kecenderungan masyarakat untuk dapat menjalin
hubungan yang baik dengan pihak perum perhutani dan menurut tingkat
kebutuhan Maslow masuk dalam kategori kebutuhan sosial masyarakat.
Indikator 1 berupa PHBM merupakan kegiatan yang dianjurkan oleh
pemerintah. Masyarakat termotivasi mengikuti kegiatan PHBM karena merupakan
kegiatan yang dianjurkan oleh pemerintah sehingga tingkat motivasi masyarakat
akan semakin tinggi seiring dengan peningkatan program sosialisasi yang
diberikan oleh pemerintah. Situasi motivasi ini termasuk yang objektif,
masyarakat akan antusias dengan adanya rangsangan dari pemerintah berupa
sosialisasi, pendampingan dan kepercayaan yang diberikan.
Motivasi yang berkorelasi cukup (0.76–1.00) adalah indikator 10 berupa
hubungan dari kegiatan PHBM memudahkan dalam pengelolaan hutan terhadap
tingkat motivasi. Masyarakat termotivasi untuk mengikuti kegiatan PHBM agar
masyarakat mengerti bagaimana cara mengelola hutan dengan baik. Masyarakat
ingin adanya perubahan dengan mengikuti kegiatan PHBM, hal ini merupakan
situasi yang bersifat objektif serta dapat diketahui adanya timbal balik dari
pengembangan diri yang diperoleh merupakan kebutuhan aktualisasi menurut
teori Maslow.
Indikator motivasi yang memiliki P Value > 0.05 (terima H0 tolak H1)
memiliki arti bahwa indikator motivasi tidak berkorelasi secara signifikan
terhadap tingkat motivasi masyarakat pada kegiatan PHBM. Tidak berkorelasi
secara signifikan mengandung arti bahwa tinggi maupun rendahnya indikator
motivasi masyarakat maka tidak mempengaruhi tingkat motivasi masyarakat.
Indikator yang tidak berkorelasi secara signifikan antara lain indikator 4 dan
indikator 6. Indikator 4 berupa kegiatan PHBM menumbuhkan kepuasan kerja.
Masyarakat yang memiliki kepuasan kerja tinggi maupun rendah dalam kegiatan
PHBM tidak menjadi faktor motivasi bagi masyarakat. Kegiatan PHBM ini
memberikan kepuasan kerja yang tinggi bagi masyarakat yang menjadikan PHBM
sebagai pekerjaan utama karena dapat memberikan pendapatan tetap bagi
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bagi masyarakat yang
menjadikan PHBM sebagai pekerjaan sampingan kepuasan kerjanya cukup tinggi
karena sudah terlanjur antusias pada pekerjaan utamanya namun kelebihan utama
dari pekerjaan sampingan bagi masyarakat adalah dapat memberikan tambahan
pendapatan.
Indikator 6 berupa kegiatan PHBM dapat dijadikan tabungan hari tua.
Masyarakat sendiri menilai bahwa kegiatan PHBM hanya memberikan
pendapatan untuk saat ini saja dan belum memberikan pendapatan yang sifatnya
31
lebih sehingga dapat dijadikan tabungan untuk hari tua. Nilai ekonomis yang
sangat besar dirasakan oleh masyarakat adalah dari penyadapan getah pinus,
karena selain memberikan pendapatan yang tetap dari hasil hutan non kayu
tersebut juga digunakan untuk keperluan hidup masyarakat sehari-hari sehingga
tidak ada uang sisa yang dapat disisihkan untuk dijadikan tabungan. Pola pikir
masyarakat tersebut harus dirubah oleh Perum Perhutani dengan meningkatkan
program-program PHBM yang lainnya agar masyarakat tidak memandang satu
kegiatan PHBM saja.
Kegiatan PHBM melalui motivasi masyarakat dapat mempengaruhi
keputusan dari keikutsertaan masyarakat. Tiga indikator digunakan untuk
melakukan evaluasi kebijakan dari kegiatan PHBM. Satu indikator dengan
korelasi sangat kuat yaitu kegiatan PHBM yang sifatnya voluntary atau sukarela
dan dua indikator dengan korelasi kuat yaitu kegiatan PHBM dapat meningkatkan
pendapatan serta kegiatan PHBM merupakan tanggungjawab pemerintah dan
masyarakat. Perum Perhutani sebaiknya tetap mempertahankan kegiatan PHBM
yang membebaskan masyarakat untuk bergabung karena kesadaran mereka sendiri,
masyarakat sadar bahwa kegiatan PHBM dapat memberikan banyak keuntungan,
indikator tersebut merupakan kunci utama yang menjadi daya tarik masyarakat
untuk sukarela mengikuti kegiatan PHBM. Sistem kemitraan yang menempatkan
kedudukan masyarakat setara dengan Perum Perhutan menjadi motif masyarakat
untuk senantiasa bertanggungjawab, sehingga tanggungjawab bersama antara
masyarakat dan Perum Perhutani merupakan suatu kewajiban yang harus
dilaksankan. Perum Perhutani harus membuat suatu kebijakan yang mewajibkan
bagi pihak Perum Perhutani sendiri untuk bertanggungjawab dalam setiap
pelaksanaan PHBM. Dengan adanya kewajiban dalam bertanggungjawab dapat
meningkatkan kinerja kegiatan PHBM sekaligus memberikan contoh pada
masyarakat bahwa Perum Perhutani serius dalam melakukan pengelolaan hutan.
Partisipasi
Partisipasi masyarakat terhadap PHBM diketahui dari data wawancara
terstruktur. Uji validitas dari 25 pertanyaan partisipasi dalam wawancara diketahui
nilai P Value < 0.05 ada pada 22 pertanyaan, sedangkan 3 pertanyaan memiliki
nilai yang lebih sehingga masuk dalam kategori tidak valid. Nilai validitas dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Nilai validitas dari pertanyaan partisipasi
No Indikator partisipasi perencanaan P Value
1 Masyarakat ikut dalam rencana kegiatan PHBM 0.000
2 Keterlibatan tokoh masyarakat dalam penyusunan kegiatan 0.712
3 Keikutsertaan masyarakat dalam penandatanganan kerjasama 0.000
4 Masyarakat ikut dalam pertemuan pelaksanaan kegiatan 0.000
5 Masyarakat ikut dalam penentuan tanaman yang akan ditanam 0.004
6 Masyarakat ikut dalam penentuan lokasi penanaman 0.000
7 Peningkatan kegiatan dan keamanan hutan oleh masyarakat 0.753
8 Masyarakat ikut dalam penentuan bagi hasil 0.048
9 Masyarakat ikut dalam rapat perencanaan 0.000
10 Masyarakat ikut dalam acara konsultasi kegiatan 0.000
32
Indikator partisipasi pelaksanaan
11 Masyarakat ikut aktiv dalam kepengurusan LMDH 0.003
12 Masyarakat ikut dalam kegiatan persemaian 0.000
13 Masyarakat ikut dalam kegiatan penanaman 0.000
14 Masyarakat ikut dalam kegiatan penebangan 0.161
15 Masyarakat ikut dalam kegiatan PHBM berupa bagi hasil 0.006
16 Masyarakat ikut kegiatan pengelolaan hasil 0.000
17 Masyarakat ikut kegiatan rapat pelaksanaan kegiatan PHBM 0.000
18 Masyarakat ikut dalam pembentukan LMDH 0.000
19 Masyarakat ikut kegiatan konsultasi perencanaan 0.000
20 Masyarakat ikut kegiatan sosialisasi PHBM 0.000
Indikator partisipasi pemanfaatan
21 Masyarakat ikut kegiatan kesepakatan bagi hasil 0.000
22 Masyarakat ikut kegiatan rapat pemanfaatan bagi hasil 0.000
23 Masyarakat ikut kegiatan konsultasi kegiatan 0.000
24 Masyarakat ikut kegiatan pemasaran hasil usaha 0.001
25 Keaktifan masyarakat dalam mencari informasi baru 0.001 Keterangan : pertanyaan yang dinyatakan valid jika nilai P Value < 0.05
Tabel 14 menunjukan bahwa nomer 2, 7, dan 14 tidak valid sehingga tidak
dipakai dalam persentasi skor. Selanjutnya uji reliabilitas dilakukan pada 22 poin
pertanyaan dengan hasil alpha cronbach sebesar 0.889 (Lampiran 1). Hasil
tersebut menunjukan bahwa pertanyaan masuk kategori reliabel yaitu alpha
cronbach > 0.60 (Tabel 2).
Tabel 15 Tingkatan partisipasi responden terhadap sistem PHBM
Variabel partisipasi Kategori Frekuensi Persentase (%)
Tinggi 51.33≤x<66.00 13 43.33
Sedang 36.67≤x<51.33 12 40.00
Rendah 22.00≤x<36.67 5 16.67
Total 30 100
Hasil dari pengujian validitas dan reliabilitas kemudian di skoring
menggunakan skala likert dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah (Tabel 15).
Hasil analisis menunjukan bahwa tingkat partisipasi masyarakat tergolong tinggi
dengan persentasi sebesar 43.33% kemudian persentasi sedang sebesar 40.00%
dan persentasi rendah sebesar 16.67%.
Lanjutan Tabel 14
33
Tabel 16 Hasil korelasi indikator partisipasi
No Indikator partisipasi perencanaan Koefisien
korelasi P Value
1 Masyarakat ikut dalam penyusunan rencana kegiatan PHBM 0.564 0.001*
3 Keikutsertaan masyarakat dalam penandatanganan kerjasama 0.520 0.000*
4 Masyarakat ikut dalam pertemuan pelaksanaan kegiatan 0.653 0.000*
5 Masyarakat ikut dalam penentuan tanaman yang akan ditanam 0.381 0.038*
6 Masyarakat ikut dalam penentuan lokasi penanaman 0.537 0.002*
8 Masyarakat ikut dalam penentuan bagi hasil 0.397 0.030*
9 Masyarakat ikut dalam rapat perencanaan 0.746 0.000*
10 Masyarakat ikut dalam acara konsultasi kegiatan 0.746 0.000*
Indikator partisipasi pelaksanaan
11 Masyarakat ikut aktif dalam kepengurusan LMDH 0.314 0.091
12 Masyarakat ikut dalam kegiatan persemaian 0.206 0.275
13 Masyarakat ikut dalam kegiatan penanaman 0.639 0.000*
15 Masyarakat ikut dalam kegiatan PHBM berupa bagi hasil 0.245 0.191
16 Masyarakat ikut kegiatan pengelolaan hasil 0.476 0.008*
17 Masyarakat ikut kegiatan rapat pelaksanaan kegiatan PHBM 0.762 0.000*
18 Masyarakat ikut dalam pembentukan LMDH 0.553 0.002*
19 Masyarakat ikut kegiatan konsultasi kegiatan 0.674 0.000*
20 Masyarakat ikut kegiatan sosialisasi PHBM 0.762 0.000*
Indikator partisipasi pemanfaatan
21 Masyarakat ikut kegiatan kesepakatan bagi hasil 0.757 0.000*
22 Masyarakat ikut kegiatan rapat pemanfaatan bagi hasil 0.476 0.008*
23 Masyarakat ikut kegiatan konsultasi mengenai bagi hasil 0.683 0.000*
24 Masyarakat ikut kegiatan pemasaran hasil usaha 0.254 0.175
25 Keaktifan masyarakat dalam mencari informasi baru 0.363 0.049*
* Berpengaruh nyata pada selang 95 %
Berdasarkan Tabel 16 kegiatan partisipasi masyarakat terhadap kegiatan
PHBM dibagi menjadi tiga bagian yaitu kegiatan partisipasi perencanaan,
kegiatan partisipasi pelaksanaan dan kegiatan partisipasi pemanfaatan. Kegiatan
partisipasi perencanaan merupakan satu rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
menjalankan suatu usaha pada periode tertentu yang mencakup keterlibatan dalam
penyusunan rencana, kehadiran dalam merencanakan kegiatan dan kehadiran
dalam penandatanganan kerjasama serta kehadiran dalam konsultasi mengenai
kegiatan PHBM. Kegiatan partisipasi pelaksanaan merupakan satu rangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk menjalankan suatu usaha pada periode tertentu
yang mencakup keterlibatan dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan
sebelumnya. Kegiatan partisipasi pemanfaatan merupakan satu rangkaian kegiatan
yang dilakukan untuk menjalankan suatu usaha pada periode tertentu sehingga
mengetahui hasil dari kegiatan yang telah dilaksanakan sebagai bahan evaluasi.
Kegiatan partisipasi perencanaan antara lain indikator 1 hingga indikator 10.
Untuk seluruh indikator partisipasi perencanaan diketahui bahwa P Value < 0.05
(terima H1 tolak H0). Nilai tersebut menunjukan bahwa indikator partisipasi
perencanaan berkorelasi secara signifikan terhadap tingkat partisipasi masyarakat
pada kegiatan PHBM dengan korelasi cukup (0.26–0.50) hingga kuat (0.51–0.75).
34
Berkorelasi secara signifikan memiliki arti bahwa semakin tinggi indikator
partisipasi perencanaan maka semakin tinggi juga tingkat partisipasi pada kegiatan
PHBM. Indikator 9 berupa masyarakat ikut dalam rapat perencanaan memiliki
maksud bahwa seluruh pengurus maupun anggota wajib mengikuti kegiatan ini,
karena hasil penyusunan rencana kegiatan PHBM akan dijelaskan secara
transparan sehingga adanya usulan maupun kebijakan baru dapat ditampung dan
menjadi masukan untuk perbaikan kegiatan PHBM selanjutnya.
Indikator 10 mengenai keikutsertaan masyarakat dalam konsultasi kegiatan
merupakan kelanjutan dari hasil dari rapat perencanaan. Hasil rapat perencanaan
dikonsultasikan kembali apakah layak untuk dilaksanakan atau tidak. Indikator 4
berupa masyarakat ikut dalam pertemuan pelaksanaan kegiatan menunjukan
bahwa kegiatan pertemuan antar LMDH dijadikan acuan dasar perencanaan agar
kegiatan PHBM dapat terpantau secara kontinyu setiap 1 bulan sekali. Kegiatan
tersebut berupa arisan LMDH yang didalamnya terdapat evaluasi, sharing dan
syukuran. Indikator 1 yaitu masyarakat ikut dalam penyusunan rencana kegiatan
PHBM, masyarakat di 4 desa tersebut mengikuti penyusunan rencana kegiatan
lima tahun PHBM yang akan dilaksanakan yaitu dengan perwakilan beberapa
pengurus yang dari masing-masing desa. Kegiatan perencanaan ini penting untuk
mengetahui program kerja PHBM yang akan dilaksanakan kedepannya. Indikator
6 masyarakat ikut berpartisipasi dalam penentuan lokasi tanaman, lokasi tanam
sangat penting agar lahan yang kosong dapat segera termanfaatkan. Masyarakat
berperan penuh dalam penentuan lokasi tanaman pada lokasi petak yang
mengalami kerusakan tanaman sehingga dapat ditanami dengan tanaman pengisi.
Indikator 3 keikutsertaan masyarakat dalam penandatanganan kerjasama masuk
dalam kegiatan perencanaan, masyarakat menyetujui rencana kegiatan PHBM
yang telah dibentuk.
Indikator 8 yaitu masyarakat ikut dalam menentukan bagi hasil, ini
menunjukan bahwa penentuan persentasi sharing telah disepakati antara
masyarakat dengan perum perhutani sebelum kegiatan PHBM dilaksanakan.
Indikator 5 yaitu masyarakat ikut dalam menentukan tanaman yang akan ditanam
memiliki arti bahwa masyarakat ikut berperan penuh dalam penentuan tanaman
yang akan ditanam khususnya untuk tanaman pengisi serta untuk tanaman
pertanian yang ditanam pada sela-sela tanaman pokok.
Kegiatan partisipasi pelaksanaan antara lain indikator 11 hingga indikator
20. Untuk indikator partisipasi yang memiliki peluang < 0.05 (terima H1 tolak
H0) memiliki arti bahwa indikator partisipasi berkorelasi secara signifikan
terhadap tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan PHBM dengan korelasi
cukup (0.26–0.50) hingga kuat (0.51–0.75). Berkorelasi secara signifikan
memiliki arti bahwa semakin tinggi indikator partisipasi pelaksanaan maka
semakin tinggi juga tingkat partisipasi pada kegiatan PHBM. Beberapa indikator
yang berkorelasi secara signifikan antara lain Indikator 17 berupa masyarakat
mengikuti rapat pelaksanaan kegiatan. Rapat kegiatan yang direncanakan berupa
arisan LMDH masih berjalan dengan baik. Selain fasilitas meningkatkan
keakraban antar LMDH, sasaran utama rapat kegiatan ini lebih mengacu pada
keikutsertaan masyarakat dalam memberi masukan secara langsung saat kegiatan
PHBM dilaksanakan sehingga kendala maupun inovasi dari masyarakat dapat
diketahui. Indikator 19 berupa masyarakat ikut dalam konsultasi kegiatan dan
indikator 20 berupa masyarakat ikut dalam kegiatan sosialisasi PHBM. Kegiatan
35
konsultasi dan sosialisasi menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan biasanya
dengan adanya sosialisasi dari pihak Perum Perhutani maka hal-hal yang perlu
dievaluasi dapat dikonsultasikan pada konsultasi kegiatan PHBM.
Indikator 13 yaitu masyarakat ikut kegiatan penanaman. Kegiatan PHBM
berupa penanaman sudah menjadi kegiatan wajib bagi masyarakat dan partisipasi
masyarakat terhadap penanaman sangat tinggi karena tuntutan pekerjaan sebagai
petani sehingga kegiatan tersebut berjalan dengan baik. Indikator 18 berupa
masyarakat ikut dalam pembentukan LMDH. LMDH sendiri dibentuk untuk
mengawasi kegiatan PHBM secara umum dan masyarakat yang mengikuti PHBM
sebagian besar masuk sebagai pengurus dan anggota LMDH. Indikator 16 berupa
masyarakat mengikuti kegiatan pengelolaan hasil. Masyarakat ikut berpartisipasi
dalam mengelola hasil dari kegiatan PHBM seperti proses pemanenan kayu
sengon, proses penglangsiran getah pinus dan proses pengolahan kayu pinus yang
telah habis produksi. Untuk partisipasi pelaksanaan yang memiliki peluang > 0.05
(terima H0 tolak H1) memiliki arti bahwa indikator partisipasi tidak berkorelasi
secara signifikan terhadap tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan PHBM.
Partisipasi pelaksanaan yang tidak berkorelasi secara signifikan antara lain
indikator 11, indikator 12, dan indikator 15. Indikator 11 yaitu masyarakat ikut
aktif dalam kepengurusan LMDH artinya bahwa keaktifan maupun tidak pengurus
LMDH tidak mempengaruhi tingkat partisipasi terhadap PHBM. Kepedulian
pengurus untuk aktif pada 4 LMDH masih kurang, pengurus yang aktif hanya
ketua, sekertaris dan bendahara saja. Indikator 12 yaitu masyarakat mengikuti
pelaksanaan kegiatan persemaian artinya bahwa adanya keikutsertaan maupun
tidak masyarakat tidak mempengaruhi tingkat partisipasi. Kegiatan persemaian
dilakukan di Desa Cijeruk, hal ini dikarenakan penanaman pinus sedang intensif
dilakukan di petak sekitar area Desa Cijeruk maka LMDH Rindu Alam yang
banyak berperan dalam kegiatan persemaian. Indikator 15 yaitu masyarakat
mengikuti kegiatan PHBM berupa bagi hasil artinya bahwa keikutsertaan
masyarakat dalam mendapatkan bagi hasil maupun tidak, tidak mempengaruhi
tingkat partisipasi. Kegiatan bagi hasil langsung dilaksanakan setelah kegiatan
yang dikerjasamakan telah selesai dilaksanakan oleh masyarakat.
Kegiatan partisipasi pemanfaatan antara lain indikator 21 hingga indikator
25. Partisipasi yang memiliki peluang < 0.05 (terima H1 tolak H0) memiliki arti
bahwa indikator partisipasi pemanfaatan berkorelasi secara signifikan terhadap
tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan PHBM dengan korelasi cukup (0.26–
0.50) hingga kuat (0.51–0.75). Hal tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi
indikator partisipasi pemanfaatan maka semakin tinggi tingkat partisipasi
masyarakat terhadap PHBM. Partisipasi pemanfaatan yang bekorelasi antara lain
indikator 21, indikator 22, indikator 23, dan indikator 25. Indikator 21 yaitu
masyarakat ikut kegiatan kesepakatan bagi hasil, indikator 22 yaitu masyarakat
ikut kegiatan rapat bagi hasil, dan indikator 23 yaitu masyarakat ikut kegiatan
konsultasi bagi hasil saling berkaitan dan sangat berpengaruh terhadap tingginya
tingkat partisipasi. Adanya persetujuan akan kesepakatan bagi hasil dan rutinitas
masyarakat dalam mengikuti rapat bagi hasil ini maka dapat diketahui transparasi
hasil antara masyarakat dan Perum Perhutani serta disepakati pada kegiatan
konsultasi bagi hasil.
Selain tiga indikator tersebut, pada indikator 25, masyarakat menilai dengan
adanya program PHBM menuntut masyarakat untuk aktif mendapatkan informasi
36
baik secara langsung dari pihak Perum Perhutani maupun secara tidak langsung
dari masyarakat sendiri. Indikator 24 memiliki peluang > 0.05 (terima H0 tolak
H1) memiliki arti bahwa keikutsertaan masyarakat terhadap pemasaran hasil
usaha tidak berkorelasi secara signifikan terhadap tingkat partisipasi masyarakat
pada kegiatan PHBM. Tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pemasaran tidak mempengaruhi tingginya tingkat partisipasi terhadap kegiatan
PHBM. Kegiatan pemasaran hasil tidak melibatkan masyarakat secara penuh,
masyarakat hanya ikut dalam pemasaran kayu yang ditanam sebagai tanaman
pengisi seperti sengon, mahoni dan tanaman pertanian saja.
Kegiatan PHBM berdasarkan partisipasi masyarakat ditinjau dari tiga indikator
dengan korelasi yang kuat antara lain kegiatan rapat pelaksanaan, kegiatan
sosialisasi dan kegiatan kesepakatan bagi hasil pada kegiatan pemanfaatan.
Masyarakat menginginkan kegiatan PHBM yang transparan artinya bahwa
kegiatan berupa rapat pelaksanaan, kegiatan sosialisasi dan kegiatan kesepakatan
bagi hasil diadakan bersama-sama antara Perum Perhutani dan masyarakat.
Kegiatan rapat pelaksanaan ini sangat berguna baik bagi masyarakat maupun bagi
Perum Perhutani dalam kegiatan PHBM. Bagi masyarakat dapat berfungsi sebagai
media untuk memberikan masukan kegiatan yang sesuai dengan keinginan
masyarakat maupun kendala teknis saat pelaksanaan, sedangkan bagi Perum
Perhutani dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih kegiatan
yang sesuai dengan potensi masyarakat agar kegiatan dapat berjalan secara efektif
dan efisien. Kegiatan sosialisasi perlu diadakan rutin selama kegiatan PHBM
berjalan, karena dengan adanya kegiatan sosialisasi yang rutin dilaksanakan maka
secara tidak langsung dapat menjadi fungsi kontrol bagi pihak Perum Perhutani
maupun bagi masyarakat. Kegiatan kesepakatan bagi hasil pemanfaatan sangat
penting untuk diketahui bersama antara pihak Perum Perhutani maupun bagi
masyarakat sehingga kepuasan masyarakat dalam mengikuti kegiatan PHBM
dapat diketahui dan tidak terjadi kesalahan pahaman mengenai sistem bagi hasil
pada saat pelaksanaan kegiatan PHBM selanjutnya.
37
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kegiatan PHBM di RPH Dayeuhluhur terdiri dari kegiatan di dalam
kawasan hutan berupa kegiatan pengusahaan hutan, usaha produktif lahan dan
kegiatan di luar kawasan hutan berupa usaha produktif peternakan ayam yang
dilaksanakan di LMDH Lodaya. Tiga LMDH lainnya yaitu LMDH Unggul
Lestari, LMDH Rindu Alam dan LMDH Wana Basma hanya melakukan kegiatan
di dalam kawasan hutan saja. Tingkat persepsi, motivasi, dan partisipasi
masyarakat terhadap PHBM termasuk dalam kategori tinggi yaitu tingkat persepsi
sebesar 73.33 % secara umum dipengaruhi oleh faktor internal berupa kebutuhan
akan kesejahteraan hidup dengan korelasi sebesar 0.674 artinya masyarakat secara
internal melihat bahwa PHBM dapat memberikan kesejahteraan hidup bagi
masyarakat, tingkat motivasi sebesar 83.33% secara umum dipengaruhi oleh
kegiatan yang sukarela atau voluntary sebesar 0.875 artinya masyarakat memiliki
keinginan maupun dorongan untuk ikut serta secara sukarela dan sadar akan
pentingnya kegiatan PHBM, dan tingkat partisipasi sebesar 43.33% sebagian
besar ada pada tingkat pelaksanaan, dipengaruhi oleh kegiatan rapat pelaksanaan
kegiatan dan sosialisasi PHBM sebesar 0.762 artinya masyarakat sangat antusias
mengikuti kegiatan rapat maupun sosialisasi PHBM.
Saran
1. Perlunya peningkatan kinerja LMDH terutama LMDH Unggul Lestari,
LMDH Rindu Alam, dan LMDH Wana Basma agar kegiatan PHBM tidak
hanya didalam kawasan hutan saja, namun kegiatan di luar kawasan hutan
pun dapat dilaksanakan sehingga dapat berjalan secara proporsional.
2. Pemerintah harus rutin mengadakan kegiatan sosialisasi untuk dapat
mengetahui kendala maupun keinginan masyarakat terhadap sistem PHBM
karena partisipasi masyarakat pada rapat pelaksanaan kegiatan dan
sosialisasi PHBM berpengaruh besar pada tingkat partisipasi
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson RL, Atkinson RC, Hilgard ER. 1983. Pengantar Psikologi. Taufiq N,
penerjemah; Dharma A, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari:
Introduction to Psycholoogy. Ed ke-8.
Awang SA et al. 2008. Panduan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat Desa Hutan
(LMDH). Montpellier (FR): French Agricultural Research Centre for
International Development (CIRAD), Bogor (ID): Center for International
Forestry Research (CIFOR), dan Yogyakarta (ID): PKHR Fakultas Kehutanan
UGM.
Budiarti, S. 2011. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Desa Sekitar Hutan
terhadap Sistem PHBM di Perum Perhutani (kasus di KPH Cianjur Perum
38
Perhutani Unit III, Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Manajemen
Hutan. Institut Pertanian Bogor.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Kamus Besar bahasa Indonesia.
Jakarta (ID): Balai Pustaka.
Kartasubrata, J. 1986. Aspirasi Rakyat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan
di Jawa. [disertasi]. Bogor : Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Leavitt H J. 1978. Psikologi Manajemen. Jakarta (ID): Erlangga.
Meitasari N. 2012. Tingkat Partisipasi Pengasuh Pohon Dalam Program Pohon
Asuh [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Manajemen Hutan. Institut Pertanian
Bogor.
Nurgiyantoro B, Gunawan, Marzuki. 2009. Statistik Terapan Untuk Ilmu-Ilmu
Sosial. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press
[Perum Perhutani] Perusahaan Umum Kehutanan Negara Indonesia Keputusan
Direksi Nomor 682/KPTS/DIR/2009 tentang Pedoman Pengelolaan
Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. (ID)
[Perum Perhutani] Perusahaan Umum Kehutanan Negara Indonesia Keputusan
Direksi Nomor 268/KPTS/DIR/2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus. (ID)
[Perum Perhutani] Perusahaan Umum Kehutanan Negara Indonesia Keputusan
Direksi Nomor 136/KPTS/DIR/2001 tentang Pedoman Pengelolaan
Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. (ID)
[Perum Perhutani] Perusahaan Umum Kehutanan Negara Indonesia Keputusan
Direksi Nomor 2142/KPTS/I/2002 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan
Bersama Masyarakat di Unit I Jawa Tengah. (ID)
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.01/Menhut-II/2004 Tentang
Pemberdayaan Masyarakat Setempat di Dalam dan atau Sekitar Hutan Dalam
Rangka Social Forestry. (ID)
Rakhmat J. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung(ID): PT. Rermaja Rosdakarya.
Riduwan, Akdon. 2009. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung
(ID): Alfabeta
Sarwono J. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta (ID):
Andi Publisher
Suharjito D, Darusman D. 1998. Kehutanan Masyarakat: Beragam Pola
Partisipasi Masyarakat. Bogor (ID): Proyek Kerjasama Institut Pertanian
Bogor dan The Ford Foundation.
Suharjito D, Khan A, Djatmiko W.A, Sirait M.T, Evelyna S. 2000. Karakteristik
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta (ID): Aditya Media
Zainun, B. 1989. Manajemen dan Motivasi. Jakarta (ID): Balai Aksara.
39
Lampiran 1 uji validitas dan reliabilitas
Uji validitas :
• Sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrument pengukuran dalam
melakukan fungsi ukurnya
• Korelasi antara item pertanyaan dengan total skor
Uji reliabilitas :
• Sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya bila dilakukan pengukuran
pada waktu yang berbeda pada kelompok subjek yang sama diperoleh hasil
relatif sama.
1. Persepsi
No Korelasi Total skor persepsi P Value
1 Pearson correlation 0.469**
0.000
2 Pearson correlation 0.468**
0.000
3 Pearson correlation 0.048 0.693
4 Pearson correlation a a
5 Pearson correlation 0.540**
0.000
6 Pearson correlation 0.729**
0.017
7 Pearson correlation 0.696**
0.000
8 Pearson correlation 0.581**
0.000
9 Pearson correlation 0.680**
0.000
10 Pearson correlation 0.072 0.551
11 Pearson correlation 0.447**
0.000
12 Pearson correlation 0.455**
0.000
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). a. Cannot be computed because at least one of variables is constant
Reliability statistics
Cronbach's alpha N of Items
0.746 9
`
40
2. Motivasi
No Korelasi Total skor motivasi P Value
1 Pearson correlation 0.511**
0.000
2 Pearson correlation 0.729**
0.000
3 Pearson correlation 0.272* 0.022
4 Pearson correlation 0.721**
0.000
5 Pearson correlation 0.505**
0.000
6 Pearson correlation 0.477**
0.000
7 Pearson correlation 0.657**
0.000
8 Pearson correlation 0.190 0.112
9 Pearson correlation 0.442**
0.000
10 Pearson correlation 0.364**
0.000
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Reliability statistics
Cronbach's alpha N of Items
0.676 9
3. Partisipasi
No Korelasi Total skor partisipasi P Value
1 Pearson correlation 0.596**
0.000
2 Pearson correlation 0.045 0.712
3 Pearson correlation 0.529**
0.000
4 Pearson correlation 0.644**
0.000
5 Pearson correlation 0.342**
0.004
6 Pearson correlation 0.554**
0.000
7 Pearson correlation 0.038 0.753
8 Pearson correlation 0.236* 0.048
9 Pearson correlation 0.510**
0.000
10 Pearson correlation 0.534**
0.000
11 Pearson correlation 0.343**
0.003
12 Pearson correlation 0.520**
0.000
13 Pearson correlation 0.774**
0.000
14 Pearson correlation 0.168 0.161
15 Pearson correlation 0.326**
0.000
16 Pearson correlation 0.595**
0.000
41
No Korelasi Total skor partisipasi P Value
17 Pearson correlation 0.754**
0.000
18 Pearson correlation 0.602**
0.000
19 Pearson correlation 0.464**
0.000
20 Pearson correlation 0.738**
0.000
21 Pearson correlation 0.697**
0.000
22 Pearson correlation 0.602**
0.000
23 Pearson correlation 0.655**
0.000
24 Pearson correlation 0.372**
0.001
25 Pearson correlation 0.394**
0.001
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Reliability statistics
Cronbach's alpha N of Items
0.889 22
Lanjutan tabel partisipasi
42
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 16 September 1990. Penulis
adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Basuki Nugroho dan Reni
Erniyati. Penulis mulai pendidikan di SDN Adimulya 01 pada tahun 1997, SMP N
1 Majenang pada tahun 2003, SMA N 1 Majenang pada tahun 2006 dan
menyelesaikan pendidikan SMA pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis
lulus ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN). Penulis
diterima Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor Selama mengikuti perkuliahaan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis telah
melaksanakan Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang Barat-
Kamojang pada tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan
Gunung Walat, KPH Cianjur dan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS)
pada tahun 2012, Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HPH PT. Roda Mas
Kalimantan Timur pada tahun 2013, dan Proyek Inventarisasi Hutan Menyeluruh
Berkala (IHMB) di PT. Agro Wahana Bumi-NTB pada tahun 2013.
Selama menjadi mahasiswa, penulis juga pernah mengikuti organisasi
kemahasiswaan yaitu menjadi pengurus Forest Management Student Club (FMSC)
sebagai anggota divisi Informasi dan Komunikasi, anggota Kelompok Studi
Pemanfaatan. Pengurus Sylva Indonesia (Ikatan Mahasiswa Kehutanan Indonesia)
sebagai anggota divisi Penggembangan Sumberdaya Mahasiswa Kehutanan
(PSDMK), kepala divisi Informasi dan Komunikasi serta mengikuti kepanitian dalam
berbagai acara di Fakultas Kehutanan IPB. Prestasi yang pernah diraih penulis
adalah didanainya kegiatan PKM bidang Pengabdian kepada Masyarakat, berjudul
“Laboratorium Alam Berbasis Kehutanan sebagai Sarana Belajar Santri di Pondok
Pesantren Al-Qur‟an Cijantung Ciamis” pada tahun 2012. Untuk menyelesaikan gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul “Persepsi, Motivasi, dan Partisipasi Masyarakat terhadap
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di RPH Dayeuhluhur BKPH
Wanareja KPH Banyumas Barat” dibimbing oleh Dr. Ir. Yulius Hero, M.sc