18
PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

Page 2: Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan, pada dasarnya adalah proses kumunikasi yang didalamnya mengandung

transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, di dalam dan di luar

sekolah yang berlangsung sepanjang hayat (life long process), dan generasi ke generasi.

Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap

kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati

peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14

dari 14 negara berkembang.

Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya

para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya

tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan

para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para

siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu

yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah

dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada

dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.

Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang

sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada

pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah

lagi, pendidikantidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat

di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para lulusan hanya pintar

cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan

yang tersedia terbatas. Kualitas pendidikan Indonesia sangat memprihatinkan. Berdasarkan

analisa dari badan pendidikan dunia (UNESCO), kualitas para guru Indonesia menempati

peringkat terakhir dari 14 negara berkembang di Asia Pacifik. Posisi tersebut menempatkan

negeri agraris ini dibawah Vietnam yang negaranya baru merdeka beberapa tahun lalu.

Sedangkan untuk kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42 negara

berkembang di dunia. Lemahnya input quality, kualitas guru kita ada diperingkat 14 dari 14

negara berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak serius untuk meningkatkan kualitas

Page 3: Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

pendidikan. Dari sinilah penulis mencoba untuk membahas lebih dalam mengenai pendidikan di

Indonesia dan segala dinamikanya.

B. Pembatasan Masalah

Dari uraian di atas dilihat begitu kompleksnya permasalahan dalam pendidikan yang ada

di Indonesia. Oleh karena itu Penulis membatasi beberapa masalah dalam penulisan makalah

dengan “Masalah-masalah mendasar pendidikan di Indonesia, Kualitas pendidikan di Indonesia,

dan Solusi Pendidikan di Indonesia.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan

Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka tujuan penulisan adalah untuk

mengetahui masalah-masalah apa saja yang terjadi pada pendidikan di Indoensia yang dillihat

dari kualitas pendidikannya semakin hari semakin menurun.

2. Manfaat

Dari penulisan ini diharapkan mendatangkan manfaat berupa penambahan pengetahuan

serta wawasan penulis kepada pembaca tentang keadaan pendidikan sekarang ini sehingga kita

dapat mencari solusinya secara bersama agar pendidikan di masa yang akan dapat meningkat

baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang diberikan.

BAB II

Page 4: Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

LANDASAN TEORI

Sebelum kita membahas mengenai permasalahan-permasalahanpendidikan di Indonesia,

sebaiknya kita melihat definisi dari pendidikanitu sendiri terlebih dahulu. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia,pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan

memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian yaitu prosespengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran

dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.

Ki Hajar Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan Nasional Indonesia, peletak dasar yang

kuat pendidkan nasional yang progresif untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang

merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut :

Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi

pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam

Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita

memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-

anak yang kita didik, selaras dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14)

Dari etimologi dan analisis pengertian pendidikan di atas, secara singkatpendidikan dapat

dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan

jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya.

Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam

proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat

dalam pendidikan ini) adalah subyek daripendidikan. Karena merupakan subyek di

dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang

baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek danpendidikan meletakkan hakikat

manusia pada hal yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi.

Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya

yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab.

Hasil dari pendidikan tersebut yang jelas adalah adanya perubahan pada subyek-

subyek pendidikan itu sendiri. Katakanlah dengan bahasa yang sederhana demikian, ada

Page 5: Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tetapi perubahan-

perubahan yang terjadi setelah proses pendidikan itu tentu saja tidak sesempit itu. Karena

perubahan-perubahan itu menyangkut aspek perkembangan jasmani dan rohani juga.

Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang

tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya

mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya

itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak

tercerabut dari akar tradisinya.

BAB III

Page 6: Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

PEMABAHASAN

A. Masalah Mendasar Pendidikan di Indonesia

Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan menyadari bahwa

dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit”

ini disebabkan karena pendidikanyang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi

dalam kenyataannya seringkali tidak begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan

manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.

Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia, menghasilkan

“manusia robot”. Kami katakan demikian karenapendidikan yang diberikan ternyata berat

sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang

seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi

unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak

hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut

melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan,

menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali

dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang

sekarang sering digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang menciptakan manusia siap

pakai. Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam

pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal

tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau

komponen pendukung industri. Itu berarti, lembagapendidikan diharapkan mampu menjadi

lembaga produksi sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut

pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak

lembaga pendidikan.

Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah) atau kalau

menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin)

adalah pendidikan gaya bank. Sistempendidikan ini sangat tidak membebaskan karena para

peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi

mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang

diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang sebagai

safe deposit box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-

Page 7: Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya menampung apa saja

yang disampaikan guru.

Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek.

Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para murid. Freire

mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang

dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang

dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa.

Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang

dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap

kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari dehumanisasi)

merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan

manusia tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah

sama-sama melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang

berbau Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam “strategi

kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang

strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional. Bukan bermaksud

anti-Barat kalau hal ini penulis kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk

melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikankita. Mampukah kita

menjadikan lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia

yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu

menerima dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain? Dalam hal

ini, makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk direnungkan.

B. Kualitas Pendidikan di Indonesia

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya diIndonesia yaitu :

Page 8: Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen

Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di

garis depan.Dalam hal ini,interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan

agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.

Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya. Dimana,masyarakat merupakan

ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek

daripendidikan.

Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk.

Faktor-faktor tersebut yaitu :

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang

gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan

tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak

memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung

sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum

memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut

dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan

pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan,

melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara

kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara umum, para guru di

Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah masih

kurang memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalismenya.

Secara kuantitatif, sebenarnya jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Apabila

dilihat ratio guru dengan siswa, angka-angkanya cukup bagus yakni di SD 1:22, SLTP 1:16,

dan SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian, dalam hal distribusi guru ternyata banyak

mengandung kelemahan yakni pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah

Page 9: Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

guru, dan di sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak kasus,

ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga hingga empat orang, sehingga mereka harus

mengajar kelas secara paralel dan simultan.

Bila diukur dari persyaratan akademis, baik menyangkutpendidikan minimal maupun

kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan kepada anak didik, ternyata

banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar (under quality).

Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun

mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu

yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa lebih dari separoh guru di Indonesia, baik

di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK

di Indonesia sebenarnya tidak memenuhi kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi

seperti itu, diharapkan pendidikan yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat

mencerdaskan kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak didik.

“Sangat kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak didik, namun

mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya.

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu

keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan

kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada

kualitaspendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang

rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya

kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru

terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi

les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS,

pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS)

agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal

itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara

lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau

Page 10: Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang

diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.

Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang

muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf

ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa

Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan

amanat UU Guru dan Dosen.

4. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data

Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen

Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada

tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori

tinggi. Angka Partisipasi MurniPendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta

siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan

pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya

manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi

pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

5. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS

(1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang

dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar

36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi

untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data

Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak

memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.

Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan

kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika

peserta didik memasuki dunia kerja.

Page 11: Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

6. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi

mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.

Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT)

membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang

miskin tidak boleh sekolah.

Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, sampai Rp

1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa

mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus

murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah

sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh

pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu.

Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal

keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.

C. Solusi Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya

kualitas guru, dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan diatas, secara garis besar ada dua solusi

yaitu:

- Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan

dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan

sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini,

diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang

berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan

publik, termasuk pendanaan pendidikan.

- Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung

dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan

prestasi siswa.

Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk

meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi

Page 12: Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke

jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan

kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas

dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan

sebagainya.

Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia dapat

bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang berSDM

tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.

Page 13: Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Banyak sekali factor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikandi Indonesia. Factor-

faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik,

mahalnya biayapendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya

relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun

sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah

sistem pendidikandi Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga

manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi

kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan

kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk menga