12
Dampak Buruk Kualitas Air akibat Eutrofikasi o Menurunkan Status Mutu Air Eutrofikasi menyebabkan menurunnya kualitas air dan lingkungan perairan sebagai sumber daya yang dimanfaatkan dalam berbagai hal. Seperti untuk, irigasi, peternakan, dan pembangkit listrik. Buruknya kualitas air tersebut dapat dikenali dari warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat Machbub, dkk (2003) melaporkan bahwa penelitian kualitas air waduk dan danau telah dilakukan oleh Puslitbang Sumber Daya Air bekerjama dengan Pemerintah Finlandia, yaitu Universitas Finlandia sejak tahun 1990 yang hasilnya menunjukkan bahwa kualitas air waduk dan danau sudah banyak menurun. Penurunan kualitas air waduk dan danau tersebut disebabkan oleh pencemaran organik, terutama senyawa nitrogen dan fosfor yang berasal dari air limbah industri, penduduk, dan pertanian. Contoh hasil penelitian kualitas air dari waduk tercemar yang mengalami proses eutrofikasi di Indonesia adalah 3 waduk tercemar berat yaitu: Saguling, Cirata, Jatiluhur dengan total beban 80 ton BOD per hari dan sampah 1000 m3/ hari. Perairan waduk yang status trofiknya termasuk kategori eutrofik atau hypereutrofik tidak layak digunakan untuk sumber baku air minum, perikanan, tempat berkreasi, transportasi air dan peruntukan lainnya. Hal ini disebabkan kualitas fisika, kimia dan biologi dari air waduk tersebut sudah sangat buruk. Namun fakta di lapangan waduk yang di nilai airnya tidak memenuhi standart baku mutu air masih

Permasalahan Kualitas Air Di Indonesia (1)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Permasalahan Kualitas Air Di Indonesia (1)

Dampak Buruk Kualitas Air akibat Eutrofikasi

o Menurunkan Status Mutu Air

Eutrofikasi menyebabkan menurunnya kualitas air dan lingkungan perairan sebagai sumber daya yang dimanfaatkan dalam berbagai hal. Seperti untuk, irigasi, peternakan, dan pembangkit listrik. Buruknya kualitas air tersebut dapat dikenali dari warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat

Machbub, dkk (2003) melaporkan bahwa penelitian kualitas air waduk dan danau telah dilakukan oleh Puslitbang Sumber Daya Air bekerjama dengan Pemerintah Finlandia, yaitu Universitas Finlandia sejak tahun 1990 yang hasilnya menunjukkan bahwa kualitas air waduk dan danau sudah banyak menurun. Penurunan kualitas air waduk dan danau tersebut disebabkan oleh pencemaran organik, terutama senyawa nitrogen dan fosfor yang berasal dari air limbah industri, penduduk, dan pertanian. Contoh hasil penelitian kualitas air dari waduk tercemar yang mengalami proses eutrofikasi di Indonesia adalah 3 waduk tercemar berat yaitu: Saguling, Cirata, Jatiluhur dengan total beban 80 ton BOD per hari dan sampah 1000 m3/ hari.

Perairan waduk yang status trofiknya termasuk kategori eutrofik atau hypereutrofik tidak layak digunakan untuk sumber baku air minum, perikanan, tempat berkreasi, transportasi air dan peruntukan lainnya. Hal ini disebabkan kualitas fisika, kimia dan biologi dari air waduk tersebut sudah sangat buruk. Namun fakta di lapangan waduk yang di nilai airnya tidak memenuhi standart baku mutu air masih tetap dikonsumsi. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas di berbagai hal lainnya yang menggunakan sumber daya air tersebut, sama saja membuat masalah baru di bidang lainnya. Contoh dalam bidang irigasi dan peternakan; penduduk, peternakan dan pertanian menyatakan bahwa dampak yang paling serius dari alga bloom pada waduk adalah produksi toksin oleh ganggang Microcystis yang disebut Mycrocystein yang dapat menyerang syaraf dan mengakibatkan kematian.

Contoh waduk lain adalah Waduk Sutami di Malang yang mengalami pencemaran berat yag disebabkan oleh limbah sehingga sering mengalami marak alga (alga bloom). Akibat marak alga tersebut, air Waduk Sutami kualitasnya menurun ditandai dengan mulai berwarna hijau pekat yang berubah menjadi coklat, ikan mati,timbul bau busuk, mesin-mesin PLTA makin cepat mengalami korosi atau berkarat akibat perubahan ph air menjadi asam.

Page 2: Permasalahan Kualitas Air Di Indonesia (1)

Merusak Lingkungan/Ekosistem Perairan

Problem yang serius akibat eutrofikasi yaitu ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Dan banyaknya fosfat tersebut menyebabkan tumbuhan air bersel tunggal seperti enceng gondok dan Cyanobacteria (blue-green algae) yang menganduk toksin yang dapat mematikan ikan tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming). Proses dekomposisi dari sel yang mati akan mengurangi oksigen terlarut. Tanaman akuatik (termasuk alga) akan mempengaruhi konsentrasi O2 dan pH perairan disekitarnya. Tumbuhan air yang tumbuh secara cepat akibat proses eutrofikasi akan membutuhkan kadar oksigen lebih banyak dari jumlah biasanya sehingga tumbuhan air (alga dan enceng gondok) dan organisme air di daerah tersebut saling berkompetisi untuk memperebutkan oksigen. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, akan menyebabkan terganggunya proses metabolik makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya sehingga tidak bisa tumbuh dengan baik dan akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air. Kematian massal ikan akibat eutrofikasi dan blooming algae setiap tahun terjadi di perairan di Indonesia dengan kerugian yang besar. Sebagai contoh di Danau Maninjau pada Januari 2009 saja kerugian telah mencapai Rp 150 miliar.

Kualitas Air Buruk Berdampak ke Masyarakat

Aktivitas manusia yang melepaskan fosfat dalam limbahnya menyebabkan penurunan kualitas air dan estetika lingkungan. Contoh; penggunaan air di DAS untuk mandi, cuci, kakus dengan detergen atau sabun yang mengandung fosfat yang apabila teralirkan di perairan berbahaya maka akan berimbas ke masyarakat itu sendiri yaitu senyawa produk yang dihasilkan bakteri anaerob dari fosfat dan komponen fosfor adalah senyawa yang mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap dan anyir. Selain itu telah disinyalir bahwa NH3 dan H2S hasil dekomposisi anaerob yang terkandung dalam fosfat pada tingkat konsentrasi tertentu adalah beracun dan dapat membahayakan organisme lain, termasuk manusia. Beberapa penyakit akut dapat disebabkan oleh racun dari kelompok fitoplankton seperti Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), Amnesic Shellfish Poisoning (ASP), dan Diarrhetic Shellfish Poisoning (DSP).

Page 3: Permasalahan Kualitas Air Di Indonesia (1)

Penanganan Eutrofikasi

Penanganan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi atau mencegah

eutrofikasi agar kualitas air terjada yaitu :

Penyisihan fosfat menggunakan media plastik dengan filter

biologis mampu meningkatkan efisiensi penyisihan fosfat 85,3 %

Menambah atau meningkatkan oksigen terlarut di dalam air

Harvesting algae (memanen alga) yang dimaksudkan untuk

mengurangi alga yang tumbuh subur di permukaan air

Mengurangi nutrient dan sedimen berlebih yang masuk ke dalam

air. Dengan cara:

Pembatasan penggunaan fosfat

pengalihan tempat pembuangan kotoran limbah fosfat dari rumah

tangga dan permukiman.

pengontrolan phospat yang tersifusi dari pertanian,

perombakan phospat dari deterjen,

Cara ini dapat diwujudkan apabila pemerintah dapat menerbitkan suatu

peraturan pemerintah atau suatu undang-undang dalam pembatasan penggunaan

fosfat untuk melindungi ekosistem air dari eutrofikasi dan kegiatan yang

mengarah ke pencemaran air.

Di Amerika Serikat sudah lahir peraturan perundangan mengenai hal ini yang diusahakan oleh sebuah institusi St Lawrence Great Lakes Basin. Di Indonesia sendiri belum terdapat perundangan yang mengatur tentang penguunaan fosfat.

Mengontrol pertumbuhan penduduk

Menurut Forsberg 1998, yang utama adalah dibutuhkan kebijakan yang kuat untuk mengontrol pertumbuhan penduduk (birth control). Karena sejalan dengan populasi warga bumi yang terus meningkat, berarti akan meningkat pula kontribusi bagi lepasnya fosfat ke lingkungan air dari sumber-sumber yang disebutkan di atas. Pemerintah juga harus mendorong para pengusaha agar

Page 4: Permasalahan Kualitas Air Di Indonesia (1)

produk detergen tidak lagi mengandung fosfat. Begitu pula produk makanan dan minuman diusahakan juga tidak mengandung bahan aditif fosfat. Di samping itu, dituntut pula peran pemerintah di sektor pertanian agar penggunaan pupuk fosfat tidak berlebihan, serta perannya dalam pengelolaan sektor peternakan yang bisa mencegah lebih banyaknya lagi fosfat lepas ke lingkungan air.

Faktor Penghambat Penanganan Eutrofikasi

Ada beberapa factor yang menyebabkan penanggulangan terhadap problem

eutrofikasi ini sulit membuahkan hasil yang memuaskan. Faktor-faktor tersebut

adalah :

Pemerintah kurang tanggap masalah pengairan di Indonesia

Masyarakat indonesia yang tidak tanggap akan dampak jangka pendek,

dan panjang dari buruknya kualitas air

Pemulihan kembali perairan yang terkena dampak eutrofikasi memakan

waktu sangat lama

konsumsi bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang berlebihan

pertumbuhan penduduk indonesia yang semakin cepat

urbanisasi yang semakin tinggi

lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah lama terakumulasi dalam

sedimen menuju badan air.

Kuragnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya fosfat

Manajemen pengairan yang kurang baik

Banyak DAS/ perairan di Indonesia yang terdapat di wilayah administrasi

negara lebih dari 1

Page 5: Permasalahan Kualitas Air Di Indonesia (1)

KESIMPULAN

Dari tinjauan pustaka dan penjelasan di bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

Fosfor dan nitrogen merupakan elemen kunci di dalam proses eutrofikasi, di antara nutrient utama yang terkandung dalam suatu perairan.

Eutrofikasi dapat menyebabkan Terjadinya “alga bloom” dan terproduksinya senyawa toksik yang akan meracuni ikan dan kerang, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi manusia dan merusak industri perikanan.

Kerusakan perairan dan buruknya kualitas air menyebabkan dampak jangka panjang, sangat luas menyebar ke berbagai aspek penting seperti bidang pertaian, peternakan, industri, kesehatan, pengelolaan listrik, pariwisata dan lain lain yang saling bersangkutan

Perlakuan-perlakuan yang cukup signifikan untuk mengontrol eutrofikasi adalah dengan melakukan perombakan phospat pada buangan kotoran, pengontrolan phospat yang tersifusi dari pertanian, perombakan phospat dari deterjen, pengalihan tempat pembuangan kotoran.

Kualitas Air di Indonesia butuh perhatian lebih untuk bisa di tingkatkan Indonesia harus bisa mencontoh manajemen, pengelolaan dan kemajuan

perkembangan terknologi pengelolaan kualitas air di negara lain yang lebih baik

Sumber daya air harus tetap dijaga, kualitas, kuantitas, dan kelestariannya untuk masa depan

Page 6: Permasalahan Kualitas Air Di Indonesia (1)

Air baku PDAM Purwakarta tercemar limbah. Limbah tersebut, berasal dari limbah pakan kolam jaring

apung yang ada di Waduk Jatiluhur.

Page 7: Permasalahan Kualitas Air Di Indonesia (1)

waduk sugaling

Page 8: Permasalahan Kualitas Air Di Indonesia (1)

waduk cirata

Page 9: Permasalahan Kualitas Air Di Indonesia (1)
Page 10: Permasalahan Kualitas Air Di Indonesia (1)

danau limboto