Upload
claudia-vega
View
1.620
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permanganometri merupakan metode titrasi yang didasarkan atas reaksi
oksidasi reduksi. Untuk keperluan titrasi ini maka digunakan senyawa
permanganat. Kalium permanganat merupakan oksidator kuat yang dapat bereaksi
dengan cara berbeda-beda, tergantung dari pH larutannya. Kekuatan sebagai
oksidator juga berbeda-beda sesuai dengan reaksi yang terjadi pada pH yang
berbeda itu. Reaksi yang bermacam ini disebabkan oleh keragaman valensi
mangan.
KMnO4 merupakan zat pengoksida yang penting. Untuk analisis kimia
biasanya digunakan pada larutan asam, dimana senyawa tersebut direduksi
menjadi Mn2+(aq). Pada analisis besi dengan MnO4-, contoh disiapkan dengan cara
yang sama untuk reaksi dan dititrasi dengan MnO4-(aq). Mn2+ mempunyai warna
pink (merah muda) sangat pucat yang dapat dilihat dengan mata telanjang. MnO4-
berwarna sangat cerah (ungu). Pada titik akhir titrasi larutan yang dititrasi
mempunyai warna akhir pink (merah muda) pekat dengan hanya penambahan satu
tetes lagi MnO4_. MnO4
_ kurang cocok untuk titrasi pada larutan alkali sebab hasil
reduksi MnO2 yang tidak larut mengaburkan titik akhir. Untuk mempelajari
metode permanganometri ini lebih lanjut maka dilakukan percobaan penentuan
kadar besi(II) dalam garam ferro dengan cara permanganometri.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui teknik titrasi redoks
dengan permanganometri dan Iodometri
1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah
1. Menentukan kenormalan KMnO4 dengan bahan baku asam oksalat.
2. Menentukan kadar besi(II) dalam garam ferro secara permanganometri.
3. Menentukan kenormalan Na2S2O3 dengan bahan baku KIO3.
4. Menentukan kadar Cu(II) dalam garam CuSO4.5H2O secara iodometri
1.3 Prinsip Percobaan
1.3.1 Penentuan KMnO4 dengan bahan baku asam oksalat
Dalam suasana asam, KMnO4 dapat mengoksidasi asam oksalat (H2C2O4)
menjadi CO2 dan H2O. Titrasi larutan asam oksalat dengan KMnO4 dalam suasana
asam (asam sulfat) pada suhu 70 oC dengan perubahan warna dari tak berwarna
menjadi merah muda pada akhir titrasi.
1.3.2 Penentuan kadar besi(II) dalam garam ferro
Dalam suasana asam, KMnO4 dapa mengoksidasi ion Fe3+. Titrasi larutan
Fe2+ dengan KMnO4 dalam suasana asam (asam sulfat), dengan perubahan warna
dari kuning menjadi merah muda pada akhir titrasi.
1.3.3 Standarisasi Na2S2O3 dengan bahan baku KIO3
Dalam suasana asam, KIO3 akan mengoksidasi KI menjadi Iod bebas yang
kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 dengan amilum dengan perubahan
warna coklat menjadi tak berwarna.
3.3.4 Penetapan Cu(II) dalam CuSO45H2O
Dalam suasana asam, Cu2+ akan mengoksidasi KI menjadi Iod bebas yang
kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 dengan indikator amilum dan
perubahanwarna dari coklat menjadi tak berwarna.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada mulanya proses oksidasi dan reduksi diberi batasan sebagai reaksi
pelepasan dan penangkapan oksigen oleh suatu zat. Oksidasi adalah proses
pelepasan elektron dari suatu zat, sedangkan reduksi adalah proses penangkapan
elektron oleh suatu zat. Pada waktu pelepasan elektron suatu zat berubah menjadi
bentuk teroksidasinya, karena itu suatu zat itu bertindak sebagai zat pereduksi.
Sebaiknya zat pengoksidasi adalah zat yagn menerima elektron dan karena itu zat
tersebut mengalami reduksi (Khopkar, 2003).
Larutan-larutan iodin standar dapat dibuat melalui penimbangan langsung
iodin murni cdan pengenceran dalam sebuah labu volumetrik. Iodin akan
dimurnikan oleh sublimasi dan ditambahkan kedalam sebuah larutan KI yang
konsentrasi iodatnya berjalan cukup cepat, reaksi ini juga hanya membutuhkan
sedikit kelebihan ion hidrogen untuk menyelesaikan reaksi. Reaksi bromat
berjalan lebihlambat, namun kecepatannya dapat ditingkatkan dengan menaikkan
konsentrasi ion hidrogen. Biasanya, sejumlah kecil amonium molibdat
ditambahkan sebagai katalis (Day dan Underwood, 1999).
Tembaga murni dapat dipergunakan sebagai standar primer untuk natrium
tiosulfat dan didasarkan untuk dipakai ketika tiosulfatnya akan dipergunakan utuk
menentukan tembaga. Potensial standar dari pasangan Cu(II)-Cu(I).
Cu2+ + e Cu+
adalah + 0,15 V, sehingga iodin. Eo = + 0,53 V, adalah agen pengoksidasi yang
lebih baik dibandingkan ion Cu(II). Namun demikian, ketika ion iodida
ditambahkan ke dalam sebuah larutan Cu (II). Endapan CuI terbentuk.
2 Cu2+ + 4 I- 2 Cu + I2
Reaksi dipaksa bergeser ke kanan oleh pembentukan endapan dan juga oleh
penambahan ion iodida berlebih pH dari larutan harus dijaga oleh suatu sistem
penyangga, biasanya antara tiga dan empat. Telah ditemukan bahwa iodida telah
ditahan oleh absoprsi pada permukaan dari endapan tembaga (I) iodida dan harus
dipindahkan untuk mendapatkan hasil-hasil yang benar. Kalium tiosianat biasanya
ditambahkan sesaat sebelum titik akhir dicapai untuk menyingkirkan iodin yang
diadsorpsi (Day dan Underwood, 1999).
Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa cara berdasarkan
pemakaiannya:
1. Na2S2O3 sebagai titran, dikenal sebagai yodometri tak langsung.
2. I2 sebagai titran, dikenal sebagai titrasi yodometri langsung dan kadang-kadang
dinamakan yodometri.
3. Suatu oksidator kuat sebagai titran, diantaranya yang paling sering dipakai ialah
a. KMnO4
b. K2Cr2O7
c. Ce (IV)
4. Sebagai reduktor kuat sebagai titran
Analat harus membentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metode
ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2. I2 inilah yang sering
dititrasi dengan Na2S2O3. Daya reduktor ion iodida cukup besar dan titrasi ini
banyak diterapkan (Harjadi, 1993).
Titrasi dapat dilakukan dengan indikator dari luar karena warna I2 yang
dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna ini mula-mula warna coklat
agak tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kunng muda, dan seterusnya, sampai
akhirnya lenyap. Bila diamati dengan cermat perubahan warna tersebut, maka titik
akhir dapat ditentukan (Harjadi, 1993).
Kebanyakan titrasi dilakukan dalam keadaan asam, disamping itu ada
beberapa titrasi yang sangat penting dalam suasana basa untuk bahan-bahan
organik. Daya oksidasi MnO4- lebih kecil sehingga letak keseimbangan kurang
menguntungkan. Untuk menarik kesetimbangan ke arah hasil titrasi, titrasi
ditambahkan Ba2+ yang dapat mengendapkan ion MnO42- sebagai BaMnO4. selain
menggeser kesetimbangan ke kanan, pengendapan ini juga mencegah reduksi
MnO42- itu lebih lanjut (Harjadi, 1993).
Dalam yodometri I- dioksidir suatu oksidator. Jika oksidatornya kuat maka
tdak akan mempengaruhi apa-apa, tetapi kalau oksidatornya lemah oksidasinya
berlangsug sangat lambat dan mungkin tidak sempurna. Ini hasrus dihindari,
dengan cara : memperbesar H+, jadi oksidasinya kuat dengan menambah H+ atau
menurunkan pH, dan memperbesar I-, misalnya oksidasi dengan Fe3+, serta dengan
mengeluarkan I2 yang terbentuk dari campuran reaksi (Liong, 2006).
KMnO4 merupakan zat pengoksida yang penting. Untuk analisis kimia
biasanya digunakan pada larutan asam, dimana senyawa tersebut direduksi
menjadi Mn2+(aq). Pada analisis besi dengan MnO4-, contoh disiapkan dengan cara
yang sama untuk reaksi dan dititrasi dengan MnO4-(aq). Mn2+ mempunyai warna
pink (merah muda) sangat pucat yang dapat dilihat dengan mata telanjang. MnO4-
berwarna sangat cerah (ungu). Pada titik akhir titrasi larutan yang dititrasi
mempunyai warna akhir pink (merah muda) pekat dengan hanya penambahan satu
tetes lagi MnO4_. MnO4
_ kurang cocok untuk titrasi pada larutan alkali sebab hasil
reduksi MnO2 yang tidak larut mengaburkan titik akhir. Titrasi lain yang
menggunakan MnO4_ meliputi penentuan nitrit, H2O2 dan kalsium (setelah
mengendap sebagai oksalat). Pada kimia organik MnO4- digunakan untuk
mengoksidasi alkohol dan hidrokarbon tidak jenuh. Mangan dioksida, MnO2,
digunakan pada sel kering, pada kaca dan lapisan keramik, dan sebagai katalis
(Petrucci dan Suminar, 1999).
Penetapan besi dalam biji besi merupakan salah satu penerapan paling
penting dari titrasi permanganat. Biji besi yang utama adalah oksida atau oksida
terhidrasi : hemit, Fe2O3; magnetit, Fe3O4; goetit, Fe2O3.H2O; dan limonit, 2
Fe2O3.3H2O. Asam terbaik yang dapat melarutkan biji-biji ini adalah asam klorida.
Oksida terhidrasi mudah larut, sedangkan hematite dan magnetit melarut dengan
agak lambat. Sebelum dititrasi dengan permanganat besi(III) apapun harus
direduksi menjadi besi(II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan timah(II) klorida
(Day dan Underwood, 1999).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan antara lain larutan asam oksalat 0,1003 N, larutan
KMnO4 0,1 N, larutan H2SO4 4 N, contoh besi(II) sulfat, KIO3 0,1000 N, larutan
KI 20 %, , larutan Na2S2O3 0,1 N, larutan amilum (kanji), aquadest, CuSO4. H2O.
3.2 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain buret 50 mL, gelas
kimia 250 mL, gelas kimia 100 mL, gelas ukur 25 mL, labu ukur 100 mL dan 250
mL, Erlenmeyer 250 mL, pipet volume 25 mL, pipet tetes, statif + ring, neraca,
pemanas + kasa, termometer -10-1100C, filler, batang pengaduk dan sendok
tanduk, gelas ukur 10 mL, labu semprot, dan neraca ohauss.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Penetapan kenormalan KMnO4 0,1003 N dengan bahan baku asam oksalat.
1. Disiapkan larutan asam oksalat 0,1002 N (larutan baku)
2. Buret yang akan dipakai dibilas dengan KMnO4 kemudian diisi dengan
KMnO4.
3. Dipipet 25 mL asam oksalat 0,1 N dan dimasukkan dalam labu
Erlenmeyer.
4. Ditambahkan dengan 10 mL asam sulfat H2SO4 4 N, kemudian diencerkan
sampai 100 mL.
5. Larutan dipanaskan sampai 700 C dan segera dititarsi dengan KMnO4
dalam keadaan panas sampai larutan berubah dari tidak berwarna menjadi
ungu.
6. Volume KMnO4 yang digunakan dicatat dan dihitung.
3.3.2 Penetapan kadar besi(II) dalam garam ferro
1. Ditimbang ± 600 mg besi(II) sulfat, kemudian dilarutkan dengan aquadest
dalam Erlenmeyer sampai 100 mL.
2. Ditambahkan 10 mL H2SO4 4 N dan dititrasi dengan KMnO4 0,1 N yang
telah dibakukan hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi ungu.
3.3.3 Standarisasi Na2S2O3 dengan bahan baku KIO3
1. Dipipet 25 mL larutan KIO3 0,1000 N ke dalam erlenmeyer, tambahkan 5
mL KI 20% dan tambahkan 8 mL H2SO4 4 N.
2. Dititrasi dengan menggunakan natrium tiosulfat hingga warna kuning, lalu
ditambahkan indikator amilum dan dititrasi terus sampai warna biru hilang.
3. Di catat volume titrasi terakhir yang digunakan.
3.3.4 Penetapan Cu(II) dalam CuSO45H2O
1. Ditimbang 2,0583 gram Cu(II) dalam CuSO45H2O, kemudian dilarutkan
dengan aquadest masukkan dalam labu ukur 100 mL, diimpitkan dan dikocok
sampai larutan bersifat homogen.
2. Dipipet 25 mL ke dalam erlenmeyer, tambahkan 5 mL KI 20 % dan 5 mL
H2SO4 4 N, kemudian dititrasi dengan larutan natium tiosulfat hingga warna
menjadi kuning, dan ditambahkan indikator amilum.
3. Dititrasi lagi dengan natrium tiosulfast hingga warna biru hilang.
4. Dicatat volume titrasi terakhir yang digunakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Penetapan Kenormalan KMnO4 0,1 N
No V H2C2O4.2H2O V KMnO4 Perubahan warna
1 25 mL 25,5 mL Bening menjadi merah muda
4.1.2 Penetapan Kadar Besi(II) dalam garam ferro
No Berat FeSO4 V KMnO4 Perubahan warna
1 609,1 mg 6,5 mL Kuning menjadi merah muda
4.1.3. Standarisasi Na2S2O3 dengan bahan baku KIO3
No KIO3 (mL) KIO3 (N) Na2S2O3(mL) Perubahan warna
1 25 0,1000 24,2 Coklat menjadi bening
4.1.4. Penetapan Cu(II) dalam CuSO45H2O
No Sampel (mg) Na2S2O3(mL) Perubahan warna
1 2058,3 24 Coklat menjadi putih
4.2 Reaksi
4.2.1 Pembakuan KMnO4
Oks : C2O42- 2 CO2 + 2 e- x 5
Red :MnO4- + 8 H+ + 5 e- Mn2+ + 4H2O x 2
5 C2O42- 10 CO2 + 10 e-
2 MnO4- + 16 H+ + 10 e- 2 Mn2+ + 8H2O
5 C2O42- + 2 MnO4 + 16 H+ 10 CO2 + 2 Mn2+ + 8H2O
reaksi lengkapnya
2KMnO4 + 5H2C2O4 + 3 H2SO4 2MnSO4 + K2SO4 + 10 CO2 + 8 H2O
4.2.2 Penentuan kadar besi(II) dalam garam ferro
Oks : Fe2+ Fe3+ + e- x 5
Red : MnO4- + 8 H+ + 5 e- Mn2+ + 4H2O x 1
5 Fe2+ 5 Fe3+ + 5e-
MnO4- + 8H+ + 5 e- Mn2+ + 4 H2O
5 Fe2+ + MnO4- + 8 H+ 5 Fe3+ + Mn2+ + 4 H2O
reaksi lengkapnya
10 FeSO4 + 2 KMnO4 + 8 H2SO4 5 Fe2(SO4)3 +2MnSO4 + K2SO4+ 8H2O
4.2.3. Standarisasi Na2S2O3 dengan bahan baku KIO3
Oks : 2 I- I2 + 2 e- x 5
Red :2 IO3- + 12 H+ + 10 e- I2 + 6 H2O x 1
2 IO3- + 10 I- + 12 H+ 6 I2 + 6 H2O
reaksi lengkapnya
2KIO3 + 6H2SO4 + 10 KI 6 I2 + 6 K2SO4 + 6 H2O
Oks : 2 S2O3 2- S4O6 2- + 2 e- x 1
Red : I2- + 2 e- 2I- x 1
2 S2O3 2- + I2 2 I- + S4O6 2-
reaksi lengkapnya
2 Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6
4.2.3. Penetapan Cu(II) dalam CuSO45H2O
Oks : 2 I- I2 + 2 e- x 1
Red : 2Cu2+ + e- Cu+ x 2
2 Cu2+ + 2 I- 2 Cu+ + I 2
reaksi lengkapnya
2CuSO4. 5H2O + 4 KI 2 CuI + 2 K2SO4 + I 2 + 10 H2O
Oks : 2 S2O3 2- S4O6 2- + 2 e-
Red : I2 + 2 e- 2 I-
I2 + 2 S2O3 2- 2 I- + S4O6 2-
reaksi lengkapnya
2 Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6
4.3 Perhitungan
4.3.1 Penetapan Kenormalan KMnO4
N KMnO4 =
= FP=
= 4
=
= 0,0984 mek/mL
= 0,0984 N
4.3.2 Penetapan Kadar Besi(II) dalam garam ferro
Kadar Fe = x 100%
= x 100%
= 23,52 %
mg H2C2O4.2H2O
FP x V KMnO4 x 63
0,6321 x103 mg
4 x 25,5 mL x 63 mg/mek
0,6321 x103 mek
6426 mL
100 mL
25 mL
4 x 6,5 mL x 0,0984 mek/mL x 56 mg/mek
609 mg
FP x V KMnO4 x N KMnO4 x 56
mg sampel
4.3.3. Standarisasi Na2S2O3 dengan bahan baku KIO3
V KIO3 x N KIO3 = V Na2S2O3 x N Na2S2O3
25 mL x 0,1000 N = 24,2 mL x N Na2S2O3
2,5 N. Na2S2O3 =
12,9
N. Na2S2O3 = 0,1033 N
4.3.4. Penetapan Cu(II) dalam CuSO45H2O
% Cu = x 100%
= x 100%
= 30,62 %
4.4 Pembahasan
4.4.1. Penetapan Kenormalan KMnO4
Pada percobaan penetapan kenormalan KMnO4 digunakan asam oksalat
0,1003 N sebagai larutan baku dan juga sebagai pereduksi dalam larutan. Pada
penambahan asam sulfat 4 N berfungsi, untuk mengasamkan larutan, karena
potensial elektroda KMnO4 sangat tergantung pada pH. Penambahan asam sulfat
penting supaya reaksi berada dalam suasana asam sehingga MnO4- tereduksi
menjadi Mn2+. Jika larutan dalam keadaan netral atau sedikit basa maka KMnO4
akan tereduksi menjadi MnO2 berupa endapan coklat yang akan mempersulit
penentuan titik akhir titrasi. Larutan tersebut harus dipanaskan sampai kurang
lebih 70 oC, karena apabila suhu larutan dibawah 70 oC maka reaksi akan berjalan
lambat dan apabila lebih tinggi maka akan merusak asam okslat dan terurai
menjadi CO2 dan H2O sehingga hasil titrasi akan lebih kecil.
4 x 24 mL x 0,1033 N x 63,55
2058,3 mg
FP xV Na2S2O3 x N Na2S2O3 x Bst Cu2+
mg sampel
Larutan kemudian dititrasi dengan KMnO4 dalam keadaan panas untuk
mempertahankan suhunya yaitu 70 C. Dan pada titik akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Dalam titrasi ini tidak
menggunakan indikator karena larutan KMnO4 memiliki warna yang khas (ungu
gelap), atau terjadi penurunan konsentrasi KmnO4 akibat degradasi oleh mikroba
dan lain-lain
4.4.2 Penetapan Kadar besi(II) dalam garam ferro
Kadar besi(II) dalam garam ferro dapat diketahui dengan cara
permanganometri. Pada percobaan ini digunakan besi(II) sulfat sebagai larutan
contoh yang dilarutkan dalam aquades. Larutan kemudian ditambahkan asam
sulfat supaya besi larut sempurna dan dapat bereaksi dengan baik. Selain untuk
melarutkan besi, penambahan asam sulfat juga bertujuan untuk agar KMnO4
tereduksi menjadi Mn2+, karena dalam suasana netral atau sedikit basa maka
KMnO4 akan tereduksi menjadi MnO2. Asam sulfat juga dimaksudkan untuk
menghindari oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ karena Fe2+ kurang stabil diudara terbuka.
Dalam percobaan ini terjadi reaksi oksidasi reduksi dimana KMnO4 yang
digunakan sebagai penitar merupakan oksidator kuat yang mengoksidasi Fe2+
menjadi Fe3+. Dan KMnO4 sendiri akan tereduksi dari Mn7+ menjadi Mn2+.
Dalam titrasi ini tidak digunakan indikator karena KMnO4 sudah
mempunyai warna khas yaitu ungu gelap sehingga bertindak sebagai
autoindikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari
kuning menjadi ungu. Dan pada percobaan ini didapatkan kadar besi(II) dalam
besi(II) sulfat adalah 23,52 %. Hal yang memungkinkan kecilnya kadar besi(II)
dalam larutan contoh adalah terjadi oksidasi Fe2+ oleh udara menjadi Fe3+ sebelum
penambahan KMnO4 dan kurangnya ketelitian dalam pengerjaan percobaan.
4.4.3. Standarisasi Na2S2O3 dengan bahan baku KIO3
Pada percobaan ini menggunakan metode titrimetri atau volumetri, dimana
metode ini digunakan dalam analisa kuantitatif yang didasarkan pada pengukuran
volume titrasi suatu larutan. Dalam percobaan ini penambahan KIO3 0,1 N
digunakan sebagai larutan baku (larutan standar), karena konsentrasinya telah
diketahui telebih dulu. Setelah penambahan KIO3 kemudian larutan tersebut
ditambahkan dengan larutan KI 20 %, dimana larutan ini berfungsi sebagai
reduktor yang baik terhadap larutan KIO3 dalam suasana asam. Setelah itu
ditambahkan dengan H2SO4 4 N yang befungsi sebagai pemberi sifat keasaman
terhadap larutan, sehingga reaksinya akan berlangsung dengan baik. Kemudian
larutan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat sehingga warna yang dihasilkan
menjadi muda, lalu ditambahkan dengan amilum, yang digunakan sebagai
indikator yang memberikan warna yang khas (biru), kemudian larutan tersebut
dititrasi lagi dengan larutan natrium tiosulfat sampai warna biru berubah menjadi
tidak berwarna sehingga diperoleh titik akhir titrasi. Untuk menguji larutan
tersebut apakah telah mencapai titik akhir titrasi maka, larutan ditambahkan lagi
dengan indikator amilum, apabila pada saat penambahan indikator amilum tidak
terjadi perubahan warna, maka larutan telah mencapai titik akhir titrasi. Dalam
percobaan ini diperoleh konsentrasi natrium tiosulfat sebesar 0,1033 N.
4.4.4. Penetapan Cu(II) dalam CuSO45H2O
Pada percobaan ini menggunakan metode yang sama dengan standarisasi
Na2S2O3, yang menggunakan bahan baku KIO3 0,1 N, karena konsentrasinya telah
diketahui telebih dulu. Dalam percobaan ini menggunakan terusi yang akan
dilarutkan dalam aquades 100 mL, dimana terusi ini berfungsi sampel, pada
penambahan larutan KI 20 % ini berfungsi sebagai pengoksidasi. Pada saat ion
Iodida ditambahkan dalam larutan maka akan terbentuk suatu endapan, kemudian
larutan ditambahkan dengan H2SO4 4 N yang befungsi sebagai pemberi sifat
keasaman terhadap larutan, sehingga reaksinya akan berlangsung dengan baik.
Kemudian larutan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat sehingga larutan
natrium tiosulfat mereduksi iodin menjadi ion I-, lalu ditambahkan dengan
amilum, yang digunakan sebagai larutan penunjuk yang memberikan warna yang
khas (biru), ini disebabkan karena terbentuk senyawa kompleks antara amilum
dan iodin, kemudian larutan tersebut dititrasi lagi dengan larutan natrium tiosulfat
sampai warna biru berubah menjadi tidak berwarna sehingga diperoleh titik akhir
titrasi. Untuk menguji larutan tersebut apakah telah mencapai titik akhir titrasi
maka, larutan ditambahkan lagi dengan indikator amilum, apabila pada saat
penambahan indikator amilum tidak terjadi perubahan warna, maka larutan telah
mencapai titik akhir titrasi. Dalam percobaan ini diperoleh kadar Cu (II) yang
diperoleh dalam terusi (CuSO4. 5 H2O) sebesar 30,6 %.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kenormalan dari KMnO4 adalah 0,0984 N,
2. Kadar besi(II) dalam besi(II) sulfat adalah 23,52 %
3. Konsentrasi Na2S2O3 adalah 0,1033 N,
4. Kadar Cu(II) dalam CuSO45H2O adalah 30.6 %
5.2 Saran
Sebaiknya ada air yang tersedia di dalam lab sehingga dapat menunjang
pelaksanaan praktikum dan sebaiknya sebelum prak tikum asisiten menjelaskan
akan adanya perubahan konsentrasi larutan yang berbeda dengan penuntun serta
harap asisiten tidak terlalu sering meninggalkan praktikan
DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A, Jr, dan Underwood A.L., 1999, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga,
Jakarta.
Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Khopkar, S.M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press, Jakarta.
Liong, S., 2005 Penuntun Praktikum Kimia Analitik, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Petrucci, R.H. dan Suminar, 1999, Kimia Dasar 3, Erlangga, Jakarta.
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 19 Februari 2007
Asisten, Praktikan,
( Waode Nur Rahmaniah.) ( Andi Ichwan Akbar S )