Upload
hacong
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
OLEH : MELLI MEILANY
040200238 Ilmu Hukum/Hukum Perdata Dagang
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2008
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
SKRIPSI
Disusun Oleh :
MELLI MEILANY 040200238
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Medan
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang
(Prof.Dr.Tan Kamello,SH,MS
) NIP. 131 764 556
Pembimbing I Pembimbing II (Prof.Dr.Tan Kamello,SH,MS)
MEDAN
(Syamsul Rizal,SH,M.Hum) NIP. 131 764 556 NIP. 131 870 595
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2008
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, penulis telah dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan karya ilmiah dengan judul
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA NASABAH BANK
DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Penulisan judul ini didasari atas ketertarikan terhadap permasalahan
perbankan antara nasabah dengan pihak bank.Besar harapan semoga skripsi ini
dapat memberi manfaat bagi para pembaca, walaupun disadari bahwa penulisan
skripsi ini jauh dari kesempurnaan.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan
serta masukan dari berbagai pihak, sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan
dengan lancar dan dapat diselesaikan. Untuk itu penulis dengan ketulusan hati
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. DR. Runtung, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. DR. Suhaidi, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH. MH. DFM selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Muhammad Husni, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
5. Buat kedua orang tua tercinta Surya Dharma dan Bedlie yang senantiasa
memberikan kasih sayang, do’a, cinta, pengertian dan membimbing serta
menyediakan segala kebutuhan penulis.
6. Bapak Prof.Dr.Tan Kamello,SH,MS selaku Ketua Departemen Hukum
Perdata sekaligus Dosen Pembimbing penulis.
7. Bapak Syamsul Rizal, SH. M.Hum selaku Dosen Pembimbing II penulis.
8. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing dalam masa perkuliahan.
9. Buat kakakku Liza Surya dan Dini Ariani dan abang iparku Gunawan dan
Firly serta adikku M.Reza yang telah membantu dan memberikan semangat
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Buat teman-temanku Lia,Kebo,een,amel,ayie,ico,shofa dan teman-teman
lainnya yang tidak mungkin penulis tulis satu persatu. Terima kasih ya
semuanya.
11. Buat teman-temanku yang seperjuangan dalam kampus hukum yang tercinta,
khususnya “ának-anak bongaX” Wessy Trisna, Natassa H.Srg,Viona, Yoshua
A.Poerba, M. Fadli Habibie, Banir P.Hrp, Rakutta Rija Tarigan, Maradonna
H.Srg, Valentino Aruan, Imam Munawir, Chandran Roladica, Noverd,
Furqon, Cariny, Viona, Sarah, Lia serta teman-teman stambuk 2004 lainnya,
Terima Kasih aku ucapkan atas semangat, dorongan serta perhatian yang
kalian berikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini masih jauh
dari sempurna dan bukanlah sesuatu yang pantas dibanggakan dalam arti masih
banyak kekeliruan dan kekhilafan dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis.
Medan, Juni 2008 Penulis
Melli Meilany 040200238
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
ABSTRAK Bank, baik bank sentral maupun bank umum merupakan inti dari sistem keuangan setiap Negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta maupun perorangan untuk menyimpan dana-dananya. Dengan kondisi demikian,maka bank adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat. Guna tetap mengekalkan kepercayaan masyarakat sebagai nasabah bank,maka sekarang ini telah ada undang-undang yang mengatur yaitu Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini dimaksudkan untuk menjadi landasan hukum yang kuat bagi semua pihak untuk secara swadaya melakukan upaya pemberdayaan konsumen. Perlindungan konsumen terhadap nasabah bank selaku konsumen dimaksudkan agar nasabah mempunyai hak untuk melakukan pengaduan nasabah serta menggunakan forum mediasi perbankan untuk dapat menyelesaikan sengketa di bidang perbankan secara sederhana,murah dan cepat. Metode yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah dengan cara penelitian lapangan yang dilaksanakan pada PT.Bank Sumut Syariah serta dengan studi kepustakaan yang dilakukan melalui buku-buku yang berhubungan dengan penulisan skripsi,keterangan-keterangan yang berasal dari literature serta artikel makalah-makalah hukum. Perlindungan nasabah ditinjau dari undang-undang perlindungan konsumen merupakan merupakan jaminan kepastian hukum terhadap nasabah untuk dilindungi dan mendapatkan pelayanan secara benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa yang diberikan.
iv
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………................ i
ABSTRAK……………………………………………………………………… iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. v
BAB I PENDAHULUAN………………………….…………………… 1
A. Latar Belakang………………………………………………. 1
B. Perumusan Masalah…………………………………………. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………… 4
D. Keaslian Penulisan…………………………………………… 5
E. Metode Penelitian ……………………………………………. 6
F. Sistematika Penulisan………………………………………… 7
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK……………………..... 9
A. Pengertian Bank dan Nasabah………………………………. 9
B. Asas,Fungsi,dan Tujuan Bank…………………… ………… 11
C. Jasa-jasa perbankan…………………………………………. 18
D. Nasabah penyimpan dan nasabah penerima kredit………..... 25
E. Kedudukan dan hubungan hukum antara bank dan nasabah… 26
BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-
UNDANG NO.8 TAHUN 1999……………………………….. 28
A. Pengertian konsumen……………………………………….. 28
B. Hal-hal yang terkait dalam perlindungan konsumen………... 29
C. Asas-asas perlindungan konsumen………………………….. 37
v
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
D. Hak-hak konsumen………………………………………….. 41
BAB IV PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM TERHADAP
NASABAH BANK DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Landasan hukum yang dapat dipergunakan oleh nasabah apabila
Ia dirugikan oleh bank…………………………………...….. 44
B. Peranan nasabah sebagai konsumen………………………… 50
C. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari
UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsume…… 56
D. Prinsip hukum dalam hubungan antara nasabah penyimpan
dengan bank………………………………………………… 59
E. Pertanggungjawaban bank apabila nasabah mengalami
Kerugian……………………………………………………… 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………….. 62
A. Kesimpulan ………………………………………………… 62
B. Saran ……………………………………………………….. 63
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 64
LAMPIRAN
vi
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bank, baik bank sentral maupun bank umum merupakan inti dari sistem
keuangan setiap negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat
bagi perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta, maupun perorangan
menyimpan dana-dananya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang
diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme
sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.
Menurut G.M. Verryn Stuart dalam bukunya “Bank Politik”,
memberikan pengertian, bahwa bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk
memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau
dengan uang yang diperoleh dari orang lain, maupun dengan jalan
memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.1
Bank merupakan pemasok (supplier) dari sebagian besar uang yang
beredar, yang digunakan sebagai alat tukar atau alat pembayaran sehingga
mekanisme kebijaksanaan moneter dapat berjalan. Hal-hal tersebut menunjukkan
bahwa bank, baik bank sentral maupun bank umum merupakan suatu lembaga
keuangan yang sangat penting dalam menjalankan kegiatan perekonomian dan
perdagangan. Bank umum atau bank komersial dalam kegiatannya dibina dan
diawasi oleh bank sentral, sedangkan bank sentral dalam menjalankan tugas
pokoknya berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan pemerintah.
1 Thomas Suyatno, dkk, Kelembagaan Perbaikan,Gramedia, Bandung, 1997,Hal. 1.
1
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Bank dengan fungsinya yang antara lain sebagai perantara pihak-pihak
yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang
kekurangan dan memerlukan dana (lack of funds), serta juga melayani kebutuhan
pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor
perekonomian masyarakat. Dengan kondisi yang demikian, maka bank adalah
lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat. Guna tetap mengekalkan
kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah harus berusaha melindungi
masyarakat dari tindakan lembaga ataupun oknum pegawai bank yang tidak
bertanggung jawab dan merusak sendi kepercayaan masyarakat.2
Undang-Undang tersebut dimaksudkan untuk menjadi landasan hukum yang kuat,
baik untuk pemerintah maupun masyarakat itu sendiri secara swadaya untuk
melakukan upaya pemberdayaan konsumen. Undang-Undang tentang
perlindungan konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi
pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan
hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka
membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat
kesadaran masyarakat akan haknya masih rendah. Dalam rangka usaha
melindungi konsumen secara umum maka sekarang ini telah ada undang-undang
yang mengatur, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
2 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006, Hal. 337.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
kenegaraan Republik Indonesia, yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi
negara Undang-Undang Dasar 1945.3
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, memberikan konsekuensi logis terhadap pelayanan jasa
bank, pelaku usaha jasa bank oleh karenanya dituntut untuk :
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan jasa yang diberikannya.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
4. Menjamin kegiatan usaha banknya berdasarkan ketentuan standar perbankan
yang berlaku.
5. Dan sebagainya.
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pengertian konsumen adalah para
nasabah bank antara lain nasabah yang berkedudukan sebagai kreditur, nasabah
yang berkedudukan sebagai debitur dan nasabah yang berkedudukan sebagai walk
in customer. Untuk itu, bank harus dapat memberikan perlindungan hukum
terhadap para nasabahnya yang ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
Banyaknya bank yang tidak menjalankan usahanya secara sehat harus
dapat ditindak tegas oleh pemerintah dan kepentingan masyarakat sebagai nasabah
tidak dirugikan. Dengan demikian, diharapkan dengan semakin membaiknya
3 Janus Sidabalok, Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,2006,
Bandung, Hal. 309.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
pelayanan dan perlindungan hukum terhadap masyarakat sebagai nasabah bank
maka dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan.
Perumusan Masalah
Adapun permasalahan-permasalahan yang penulis angkat dalam skripsi
ini adalah sebagai berikut :
Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap nasabah bank ditinjau dari Undang-
Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Bagaimanakah pertanggungjawaban bank apabila nasabah mengalami kerugian.
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah :
Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimanakah perlindungan hukum
terhadap nasabah bank ditinjau dari Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen.
Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimanakah pertanggungjawaban bank
apabila nasabah mengalami kerugian.
Adapun manfaat penulisan ini adalah :
1. Secara teoritis, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai :
a. Bahan kajian bagi akademis untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
khususnya hukum perbankan.
b. Sebagai suatu bentuk penambahan literatur tentang perbankan terutama
pemberian perlindungan kepada nasabahnya.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
2. Secara praktis, hasil penelitian dapat digunakan :
a. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah, peradilan dan praktisi
hukum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk
memutuskan dan menyelesaikan perkara yang sedang dihadapi.
b. Sebagai suatu bentuk sumbangan pemikiran dan masukan para pihak yang
berkepentingan terutama masyarakat luas tentang hak-hak yang dimiliki
mereka apabila dirugikan oleh dunia perbankan.
Keaslian Penulisan
Jika dilihat dari judul skripsi, maka akan diperoleh gambaran bidang
cakupan ilmu yaitu mengenai perlindungan hukum terhadap nasabah bank
ditinjau dari Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Sepanjang yang diketahui penulis, khususnya setelah mengadakan
inventarisasi judul skripsi di perpustakaan Fakultas Hukum USU, maka skripsi
yang berjudul : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, belum
pernah diangkat sebelumnya sebagai suatu judul skripsi.
Dengan demikian penulis yakin bahwa skripsi ini adalah tulisan asli dari
penulis, namun demikian penulis mengakui bahwasannya ide skripsi ini diperoleh
dari beberapa artikel-artikel, maupun dari buku, Undang-Undang, majalah dan
situs internet yang berhubungan dengan perbankan, khususnya tentang hukum
perlindungan konsumen.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Metode Penelitian
Untuk mencari dan menemukan suatu kebenaran ilmiah dan untuk
mendapatkan hasil yang optimal dalam melengkapi bahan-bahan bagi penulisan
skripsi ini maka penulis mengadakan penelitian dengan metode sebaga berikut :
Penelitian kepustakaan (Library Research)
Pada metode penelitian kepustakaan (Library Research) ini, penulis
mengumpulkan, membaca, dan mempelajari serta menganalisa secara
sistematis sumber bacaan yang meliputi buku-buku, majalah, surat kabar,
karangan ilmiah,. Peraturan perundang-undangan, dan sumber kepustakaan
lainnya yang mempunyai relevansi dengan materi yang dibahas dalam skripsi
ini.
Penelitian lapangan (Field Research)
Pada metode ini agar dapat memperoleh data yang lebih akurat, maka penulis
melakukan penelitian lapangan dengan mengambil lokasi penelitian di
PT. Bank Sumut Syariah cabang Medan, dalam hal ini penulis melakukan
penelitian dengan cara memilih responden yaitu dengan mengadakan wawancara
(interview) kepada karyawan/staf di PT. Bank Sumut Syariah cabang Medan dan
menyebarkan angket (quesioner) kepada para nasabah Bank Sumut Syariah.
Berdasarkan kedua teknik penelitian dan pengumpulan data ini penulis
kemudian mengolah data-data dan bahan-bahan dan selanjutnya disajikan sesuai
dengan pembahasan skripsi ini.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Sistematika Penelitian
Untuk memudahkan pemahaman atas isi dari skripsi ini, maka sistematika
pembahasan secara teratur yang semuanya mempunyai hubungan erat satu dengan
lainnya. Adapun sistematika dari penulisan skripsi ini sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang landasan dan dasar pemikiran bagi
penyusunan skripsi, baik mengenai Latar Belakang, Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK
Bab ini menguraikan tentang Pengertian Bank dan Nasabah,
Asas,Fungsi dan Tujuan Bank, Jasa-Jasa Perbankan, Nasabah Bank
Sebagai Penyimpan dan Nasabah Bank Sebagai Penerima Kredit,
Kedudukan dan Hubungan Hukum Antara Bank dan Nasabah.
BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG
NO. 8 TAHUN 1999
Bab ini menguraikan tentang Pengertian Konsumen, Hal-hal yang
Terkait Dalam Perlindungan Konsumen, Asas-asas Perlindungan
Konsumen, Hak-hak Konsumen.
BAB IV PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM TERHADAP
NASABAH BANK DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Bab ini menguraikan tentang Peranan Nasabah Sebagai Konsumen,
Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau dari UU
No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Prinsip Hukum
dalam Hubungan Antara Nasabah Penyimpan dengan Bank,
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Pertanggung jawaban Bank Apabila Nasabah Mengalami Kerugian,
Landasan Hukum yang Dapat Dipergunakan Oleh Nasabah Apabila Ia
Dirugikan Oleh Bank.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab penutup yang mana di dalamnya akan
diberikan Kesimpulan dan Saran.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK
A. Pengertian Bank dan Nasabah
1. Pengertian Bank
Apabila kita menelusuri sejarah dari terminologi bank, maka kita temukan
bahwa kata “bank” yang berarti “bance” yang berarti bangku tempat duduk.
Sebab pada masa zaman pertengahan pihak bankir Itali yang memberikan
pinjaman-pinjaman melakukan tersebut dengan duduk dibangku dihalaman
pasar.4
“Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperoleh dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral”.
Membicarakan bank, maka yang terbayang dalam benak kita adalah
suatu tempat dimana kita dapat menyimpan uang ataupun meminjam uang dengan
memakai bunga. Secara sederhana hal ini memang demikian adanya, namun untuk
lebih jelasnya penulis mengutip pendapat beberapa para sarjana terkemuka
mengenai pengertian bank.
G.M. Verryn Stuart dalam bukunya “Bank Politik”, memberikan
pengertian sebagai berikut :
5
4 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Buku I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999, Hal. 13. 5 Thomas Suyatno, dkk, Opcit, Hal. 1.
A. Abdurrachman dalam bukunya “Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan
Perdagangan”, menyatakan :
“Bank adalah suatu badan yang melaksanakan berbagai macam jasa seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan-perusahaan dan lain-lain”. Ruddy Tri Santoso, berpendapat bahwa “Bank adalah suatu industri yang
bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media
perantara keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur dana”.6
R.Tjipto Adinugroho, berpendapat bahwa “Bank adalah lembaga atau
badan yang mempunyai pekerjaan memberikan kredit, menerima kredit berupa
simpanan (deposito) disamping mengenai kiriman uang dan sebagainya”.
7
Nasabah menurut Pasal 1 ayat (17) UU No.10 Tahun 1998 adalah “Pihak
yang menggunakan jasa bank”.
Dari beberapa definisi yang di uraikan tersebut maka dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa bank adalah:
a. Sebagai pencipta uang (uang kartal dan giral).
b. Sebagai penyalur simpanan-simpanan dari masyarakat.
c. Sebagai badan yang berfungsi sebagai perantara dalam menerima dan
membayar transaksi dagang di dalam negeri maupun di luar negeri.
2. Pengertian Nasabah
8
6 Ruddy Tri Santoso, Mengenal Dunia Perbankan, Andi Offset, Yogyakarta, 1996. 7 R. Tjipto Adinugroho. R, Perbankan Masalah Permodalan Dana Potensial, Padya
Paramita, Jakarta, 1985, Hal. 5. 8 UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,hal.11
Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Nasabah ini dibagi 2 yaitu:
a. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang mendapatkan dananya di bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
9
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
bersangkutan.
b. Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan
berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah.
Pertama, nasabah deposan yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu
bank, misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya.
Kedua, yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit usaha
kecil, kredit pemilikan rumah dan sebagainya.
Ketiga, nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank (walk
in customer). Misalnya transaksi antara importir sebagai pembeli dengan eksportir
di luar negeri dengan menggunakan fasilitas letter of credit.
B. Asas, Fungsi dan Tujuan Bank
Dalam melaksanakan kemitraan antar bank dan nasabahnya, untuk
terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi
dengan beberapa asas. Sebelum membahas tentang asas-asas dalam perbankan,
maka perlu diuraikan kembali mengenai definisi asas di dalam hukum kembali.
Di dalam kamus W.J.S. Poerwadarminta, PN Balai Pustaka 1976,
menghidangkan arti asas sebagai berikut :
1) Dasar, alas, fundamen, misalnya batu yang baik untuk alas rumah.
2) Sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir
(berpendapat dan sebagainya, misalnya bertentangan dengan asas-asas
hukum pidana, pada asasnya saya setuju dengan usul saudara).
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
3) Cita-cita yang menjadi dasar (perkumpulan negara dan sebagainya :
misalnya membicarakan asas dan tujuan).
Dari ketiga pengertian tersebut dapat kita lihat pengertian yang esensial
dari asas itu adalah merupakan dasar, pokok tempat menemukan kebenaran dan
sebagai tumpuan berfikir, tentang apa yang dimaksud dengan asas hukum banyak
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli hukum, yang antara lain adalah
sebagai berikut :
Menurut C.W. Paton, yang dikutip Mahadi, dalam bukunya “A textbook of
Jurisprudence” 1969, menyatakan bahwa asas adalah suatu alam pikiran yang
dirumuskan secara luas dan mendasari adanya sesuatu norma hukum.9
Menurut P. Scholten, asas hukum adalah kecenderungan yang diisyaratkan
oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum yang merupakan sifat-sifat umum
dengan segala keterbatasannya.
10
1. Asas Demokrasi Ekonomi
Jadi suatu asas adalah suatu alam pikiran atau cita-cita idela yang melatar
belakangi pembentukan norma hukum, yang konkret dan bersifat umum atau
abstrak.
Di dalam kegiatan perbankan sendiri dikenal beberapa asas yaitu :
Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang
Perbankan. Pasal tersebut menyatakan, bahwa perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan
prinsip kehati-hatian. Ini berarti, usaha perbankan diarahkan untuk melaksanakan
9 Chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, Hal. 36. 10 Ibid. Hal. 37.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Asas Kepercayaan (Fiduciary Principle)
Asas kepercayaan adlah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank
dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya. Bank
terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar
kepercayaan, sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap
memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat kepadanya. Kemauan
masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank semata-mata dilandasi oleh
kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperolehnya kembali pada waktu yang
diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan disertai dengan imbalan.
Apabila kepercayaan nasabah penyimpan terhadap suatu bank telah berkurang,
tidak tertutup kemungkinan akan terjadi rush tehadap dana yang disimpannya.
Berbagai persoalan dapat menyebabkan ketidakpercayaan nasabah terhadap suatu
bank.
Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa hubungan antar bank dan
nasabah penyimpan dana adalah hubungan pinjam meminjam uang antara debitur
(bank) dengan kreditur (nasabah penyimpan dana) yang dilandasi oleh asas
kepercayaan. Dengan kata lain, bahwa menurut Undang-Undang Perbankan.
Hubungan antara bank dan nasabah, hubungan antra bank dan nasabah penyimpan
dana bukan sekedar hubungan kontraktual biasa antara debitur dan kreditur yang
diliput i oleh asas-asas umum dari hukum perjanjian, tapi juga hubungan
kepercayaan yang diliputi asas kepercayaan. Secara eksplisit Undang-Undang
mengakui bahwa hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana adalah
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
hubungan kepercayaan, yang membawa konsekwensi bank tidak boleh hanya
memperhatkan kepentingan nasabah penyimpan dana.
Lebih lanjut dikatakan oleh beliau bahwa hubungan antar bank dan
nasabah debitur juga bersifat sebagai hubungan kepercayaan yang membebankan
kewajiban-kewajiban kepercayaan (fiduciary obligation) kepada bank terhadap
nasabahnya. Oleh karena itu, masyarakat bisnis dan perbankan Indonesia
berpendapat bahwa hubungan antar bank dan nasabah debitur bukan sekedar
hubungan kontraktual belaka, melainkan juga hubungan kepercayaan.11
3. Asas Kerahasiaan (Confidential Principle)
Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain
dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.
Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan
kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya
akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila
bank menjamin bahwa tidak akan ada penyalahgunaan pengetahuan bank tentang
simpanannya. Dengan demikian, bank harus memegang teguh rahasia bank.
4. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)
Asas kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam
menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-
hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya.
Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Perbankan yang diubah bahwa
11 Rahmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2001, Hal 16.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan menggunakan prinsip hati-hatian. Kemudian disebutkan pula dalam Pasal
29 UU Perbankan yang diubah bahwa bank wajib melakukan kegiatan usaha
sesuai dengan prinsip kehati-hatian (ayat (2)) dan bank dalam memberikan kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha
lainnya wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan keperntingan
nasabah yang mempercayakan dananya kepada Bank (ayat (3)).
Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank
selalu dalam keadaan sehat, dengan kata lain agar selalu dalam keadaan likuid
atau solvent. Dengan diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat
bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank.
Prinsip kehati-hatian ini harus dijalankan oleh bank bukan hanya karena
dihubungkan dengan kewajiban bank agar tidak merugikan kepentingan nasabah
yang mempercayakan dananya kepada masyarakat yaitu sebagai bagian dari
sistem moneter yang menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat yang
bukan hanya nasabah penyimpan dana dari bank itu saja. Dengan demikian,
prinsip kehati-hatian ini bertujuan agar bank menjalankan usahanya secara baik
dan benar dengan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang
berlaku dalam dunia perbankan, agar bank yang bersangkutan selalu dalam
keadaan sehat sehingga masyarakat semakin mempercayainya, yang pada
gilirannya akan mewujudkan sistem perbankan yang sehat dan efisien, dalam arti
sempit dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang
secara wajar dan bermanfaat bagi perkembangan ekonomi nasional. Oleh karena
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
itu, penjelasan umum Undang-Undang Perbankan mengamanatkan agar prinsip
kehati-hatian tersebut dipegang teguh, dan ketentuan mengenai kegtiatan usaha
bank perlu disempurnakan terutama yang berkaitan dengan penyaluran dana.
Untuk itulah dalam beberapa ketentuan perbankan dijabarkan rambu-rambu
penerapan pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam dunia perbankan, yang
merupakan suatu kewajiban atau keharusan bagi bank untuk memperhatikan,
mengindahkan dan melaksanakannya.
Fungsi dan tujuan bank adalah sebagai agen of development (terutama bagi
bank-bank milik negara) dan sebagai financial intermediary.
Bank memiliki fungsi yang diarahkan sebagai agen pembangunan (Agen of
development), yaitu sebagai lembaga yang bertujuan untuk mendukung
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional,
kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Fungsi agen of development ini dilakukan oleh bank-bank pemerintah
terutama ditujukan untuk pemeliharaan kestabilan moneter di Indonesia. Wujud
dari fungsi bank tersebut terlihat dalam program kredit pemerataan, yaitu Kredit
Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP).
Dengan demikian bank bisa ditugaskan untuk melaksanakan program
pemerintah guna mengembangkan sektor-sektor perekonomian tertentu, atau
memberikan perhatian yang lebih besar pada koperasi dan pengusaha golongan
ekonomi lemah/pengusaha kecil dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Fungsi bank sebagai financial intermediary adalah sebagai perantara
menghimpun dan penyaluran dana. Dalam hal ini bank bertindak sebagai
perantara atau penghubung antara nasabah yang satu dengan yang lainnya jika
keduanya melakukan transaksi.
Wujud utama fungsi bank sebagai financial intermediary pada bank-bank
swasta tercermin melalui produk jasa yang dihasilkannya antara lain :
a) Menerima titipan pengiriman uang, baik di dalam maupun luar
negeri.
b) Melaksanakan jasa pengamanan barang berharga melalui safe
deposit box.
c) Menghimpun dana melalui giro, tabungan dan deposito.
d) Menyalurkan dana melalui pemberian kredit.
e) Penjamin emisi bagi perusahaan-perusahaan yang akan menjual
sahamnya.
f) Mengadakan transaksi pembayaran dengan luar negeri dalam
bidang trade financing letter of credit.
g) Menjembatani kesenjangan waktu, terutama dalam transaksi valuta
asing dan lalu lintas devisa.
C. Jasa-jasa Perbankan
Ketentuan perbankan Indonesia menentukan bawha usaha bank, harus
sesuai dengan jenis bank itu sendiri. Dimana jenis bank akan menentukan
kegiatan usaha yang dapat dilakukannya.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Menurut Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 yang sekarang
diubah oleh Undang-Undang No.10 tahun 1998 dikenal dua jenis Bank Umum
dan Bank Perkreditan Rakyat. Sesuai dengan jenis bank tersebut maka kegiatan
usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum akan berbeda dengan usaha yang
dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat.
Sebelum penulis menerangkan apa saja usaha yang dapat diberikan oleh
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat terlebih dahulu akan diurakan
mengenai usaha pokok bank.
Sebagaimana kita ketahui bahwa bank sebagai lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran
dan peredaran uang. Usaha bank dalam memberikan kredit merupakan salah satu
kegiatan dalam penanaman yang diberikan dalam bentuk pinjaman atau kredit,
surat-surat berharga dan penanaman dalam harta tetap dan inventaris.
Usaha pokok bank dalam lalu lintas pembayaran terdiri dari lalu lintas
pembayaran dalam negeri dan luar negeri, antara lain :
1. Pengiriman uang
Pengiriman uang adalah salah satu pelayanan bank kepada masyarakat
dengan bersedia melaksanakan amanat nasabah untuk mengirimkan sejumlah
uang, baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang ditujukan kepada pihak
lain (perusahaan, lembaga atau perorangan) ditempat lain (dalam negeri maupun
luar negeri).
Macam-macam pengiriman uang adalah sebagai berikut :
a. Pengiriman uang dengan surat biasa yang disebut dengan mail transfer (MT);
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
b. Pengiriman uang dengan kawat yang disebut dengan telegrafic transfer (TT);
c. Pengiriman uang dengan telex dan telepon;
d. Pengiriman uang dengan SSB;
e. Pengiriman uang dalam bentuk wesel yang dibawa sendiri oleh pembeli.
2. Inkaso (Collection)
Inkaso adalah pemberian kuasa pada bank oleh perusahaan/perorangan
untuk menyajikan, atau memintakan persetujuan pembayaran (akseptasi) atau
penyerahan begitu saja kepada pihak yang bersangkutan (tertarik) di tempat lain
(dalam/luar negeri) atas surat-surat berharga dalam rupiah atau valuta asing
seperti wesel (draft), cek, kwitansi, surat aksep (promissory notes) dan lain-lain.
a. Inkaso dalam negeri yang terdiri dari :
1) Inkaso berdokumen, yaitu jika surat-surat berharga yang diinkasokan itu
disertai (dilampiri) dengan dokumen-dokumen lain yang mewakili barang
dagangannya, seperti konosemen (bill of leading), faktur, poli asuransi dan
lain-lain.
2) Inkaso tak berdokumen, yaitu jika surat-surat berharga yang diinkasokan
itu tidak disertai dokumen-dokumen yang mewakili barang.
b. Inkaso luar negeri, yang terdiri dari :
1) Wesel bank (bank draft), cek terbatas (limited cheque), cek perusahaan
(company cheque), cek perorangan (personal cheque), cek kasir (cashier
cheque), pesanan dana internasional (international money order), cek
perjalanan/turis (traveller cheque) yang telah ditandatangi oleh pemiliknya
ataupun warket-warket valuta asing lainnya yang belum/tidak dapat segera
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
ditunaikan pada bank, melainkan harus diinkasokan/ditagih dananya
terlebih dahulu dari bank tertarik (drawee bank).
2) Clean collection keluar
Perusahaan/lembaga atau perorangan dapat meminta jasa bank untuk
menagihkan wesel/cek/surat-surat lainnya tanpa dilampiri dokumen barang
yang ditariknya kepada bank atau perusahan yang berdomisili di luar negeri.
3) Clean collection masuk
Berupa wesel/cek/surat-surat berharga lainnya tanpa dilampiri dokumen
barang yang diterima dari bank di luar negeri untuk ditagihkan kepada
bank/perusahaan/lembaga/perorangan yang berdomisili di dalam negeri.
3. Pembukaan Letter of Credit (L/C)
Salah satu cara pembayaran yang dipergunakan dalam perdagangan adalah
secara kredit dokumenter yaitu dengan mempergunakan warkat berharga yang
disebut dengan Letter of Credit (L/C).
Letter of Credit merupakan suatu warkat berharga yang diterbitkan oleh
suatu bank atas permintaan pemakai jasa (application) atau pembeli yang
ditujukan kepada pihak lainnya yang mengakibatkan bank pembuka L/C (opening
bank) untuk :
a. Melakukan pembayaran kepada pihak ketiga (benefeciary) atau ordernya,
harus membayar, mengaksep atau menegosiasi (mengambil alih wesel yang
ditarik oleh beneficiary/supplier/penjual; atau
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
b. Memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran yang
dimaksud atau harus membayar, mengaksep atau menegosiasi wesel-wesel itu
atau penyerahan dokumen-dokumen yang ditentukan dan sesuai dengan syrat
dan kondisi dari kredit yang bersangkutan.
Secara sederhana dapat ditarik kesimpulan bahwa letter of credit adalah
suatu perintah (order) yang biasanya dilakukan oleh pembeli atau importir yang
tujukan kepada bank untuk membuka L/C agar membayar sejumlah uang kepada
penjual atau eksportir.
Dalam UU Perbankan No.7 Tahun 1992 yang diperbaharui dengan UU
No. 10 Tahun 1998 pada Pasal 6 ditentukan bahwa usaha yang dapat dilakukan
oleh Bank Umum meliput i :
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
2) Memberikan kredit;
3) Menerbitkan surat pengakuan utang;
4) Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk
kepentingan dana atas perintah nasabahnya :
a) Surat-surat wesel dan wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan
surat-surat yang dimaksud.
b) Surat pengakuan hutang, dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan
surat-surat dimaksud.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
c) Kertas perbendaharaan negara, dan surat jaminan pemerintah.
d) Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
e) Obligasi
f) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun.
g) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan
satu tahun.
5) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah.
6) Menempatkan dana pada, meminjam dari, atau meminjam dana dari bank lain,
baik dengan menggunakan surat, telekomunikasi dengan wesel unjuk, cek atau
sarana lainnya.
7) Menerima pembayaran dari tagihan atau surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
8) Menyediakan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan
suatu kontrak.
9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak.
10) Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam
bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
11) Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebahagian dalam
hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan
agunan yang dibeli wajib dicairkan secepatnya.
12) Melakukan kegiatan anjak piutang (factoring), usaha kartu kredit (credit card)
dan kewajiban wali amanat, anjak piutang adalah suatu usaha untuk
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
melakukan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta
pengurusan piutang atau tagihanjangka pendek suatu perusahaan dari transaksi
perdagangan dalam atau luar negeri.
13) Menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
14) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Disamping usaha-usaha tersebut di atas maka Bank Umum diperkenankan
melakukan kegiatan lain berupa :
a) Melakukan kegiatan valuta asing (valas) dengan memenuhi ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain
dibidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan
efek, asuransi, serta lembega kliring penyelesaian dan penyimpanan,
dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c) Melakukan kegiatan penyertaan modal semerta untuk mengatasi akibat
kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya,
dengan memenuhi ketentuan yang ditentukan oleh Bank Indonesia.
d) Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiunan
sesuai dengan ketentuan dalam per Undang-Undangan dan pensiun yang
berlaku.
D. Nasabah Bank Sebagai Penyimpan dan Nasabah Bank Sebagai Penerima
Kredit
1. Nasabah bank sebagai penyimpan
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Dalam konteks Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud nasabah
sebagai penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam
bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Sedangkan dalam praktek perbankan yang dimaksud dengan nasabah bank
sebagai penyimpan adalah nasabah yang menyimpan dananya dalam suatu bank,
misalnya dalam bentuk giro, tabungan dan deposito.
2. Nasabah bank sebagai penerima kredit
Dalam konteks Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang dimaksud nasabah
sebagai penerima kredit adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Sedangkan
dalam praktik perbankan yang dimaksud dengan nasabah bank sebagai penerima
kredit adalah nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit atau pembiayaan
perbankan, misalnya kredit kepemilikan rumah, pembiayaan murabaha dan
sebagainya.
E. Kedudukan dan Hubungan Hukum Antara Bank dan Nasabah
Kedudukan antara bank dengan nasabah yaitu bank sebagai pelaku usaha
dan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Fungsi lembaga
perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dengan
pihak-pihak yang memerlukan dana membawa konsekuensi pada timbulnya
interaksi yang intensif antara bank dan nasabah. Dari sisi pihak yang memiliki
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
kelebihan dana, interaksi dengan bank terjadi pada saat pihak yang kelebihan dana
tersebut menyimpan dananya pada bank dalam bentuk giro, tabungan, deposito,
sementara dari sisi pihak yang memerlukan dana interaksi terjadi pada saat pihak
yang memerlukan dana tersebut meminjam dana dari bank guna keperluan
tertentu. Interaksi antara bank dengan konsumen pengguna jasa perbankan
(selanjutnya disebut dengan nasabah) dapat pula mengambil bentuk lain pada saat
nasabah melakukan transaksi jasa perbankan selain penyimpanan dan peminjaman
dana.
Hubungan hukum antara bank dan nasabah terlihat dalam Undang-Undang
No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, sejak tahun 2001 aspek
pengaturan perbankan diperluas dengan aspek perlindungan dan pemberdayaan
nasabah sebagai konsumen pengguna jasa bank. Undang-undang perlindungan
konsumen diberlakukan guna melakukan perbaikan-perbaikan pada sistem
perbankan.
Upaya-upaya tersebut dituangkan ke dalam 4 aspek, yaitu :
1. Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah
2. Pembentukan lembaga mediasi perbankan independen
3. Penyusunan standar transparansi informasi produk
4. Peningkatan edukasi untuk nasabah
Keempat program diatas saling terkait satu sama lain dan secara bersama-sama
akan dapat meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan hak-hak nasabah.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
BAB III
PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT
UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999
A. Pengertian Konsumen
Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang
diserahkan kepada mereka oleh pengusaha12 yaitu setiap orang yang mendapatkan
barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi.
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen bahwa “ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
kewarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan”.13
12 Mariam Darus, Perlindungan Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Segi Standar
Kontrak, Makalah Pada Simposium Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, BPHN-Bina Cipta, Jakarta, 1990, hal.59-60. 13 Undang-Undang No.8 Tahun 1999,Tentang Perlindungan Konsumen.
Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 tersebut bahwa
konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir yang dikenal dalam
kepustakaan ekonomi.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semua orang adalah konsumen
karena membutuhkan barang dan jasa untuk mempertahankan hidupnya sendiri,
kewarganya ataupun untuk memelihara/merawat harta bendanya.
Persoalan hubungan produsen dengan konsumen biasanya dikaitkan dengan
produk (barang dan/atau jasa) yang dihasilkan oleh teknologi. Maka persoalan
perlindungan konsumen erat kaitannya dengan persoalan teknologi, khususnya
teknologi manufaktur dan teknologi informasi. Dengan makin berkembangnya
industri dan teknologi memungkinkan semua lapisan
masyarakat terjangkau oleh produk teknologi, yang berarti juga
memungkinkan semua masyarakat terlibat dengan masalah perlindungan
konsumen ini.
B. Beberapa Hal yang Terkait dengan Perlindungan Konsumen
1. Produsen atau Pelaku Usaha
Produsen sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang
dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir,
dan pengecer profesional,14
Dengan demikian, produsen tidak hanya diartikan sebagai pihak pembuat
pabrik yang menghasilkan produk saja, tetapi juga mereka yang terkait dengan
penyampaian/peredaran produk hingga sampai ke tangan konsumen. Dengan
perkataan lain, dalam konteks perlindungan konsumen, produsen diartikan secara
yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam
penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen. Sifat profesional
merupakan syarat mutlak dalam hal menuntut pertanggungjawaban dari produsen.
14 Agnes M. Toar, Tanggung Jawab Produk, Sejarah dan Perkembangannya
di Beberapa Negara, DKIH Belanda-Indonesia, Ujungpandang, 1988, hal 2.
28
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
luas. Sebagai contoh, dalam hubungannya dengan produk makanan hasil industri
(pangan olahan), maka produsennya adalah mereka yang terkait dalam proses
pengadaan makanan hasil industri (pangan olahan) itu hingga sampai ke tangan
konsumen. Mereka itu adalah pabrik (pembuat), distributor, eksportir atau
importir, dan pengecer, baik yang berbentuk badan hukum ataupun yang bukan
badan hukum. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen tidak memakai istilah produsen, tetapi memakai istilah
lain yang kurang lebih sama artinya, yaitu pelaku usaha yang diartikan sebagai
berikut :
“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.
Dalam pengertian ini, termasuklah perusahaan (korporasi) dalam segala bentuk
dan bidang usahanya, seperti BUMN, koperasi dan perusahaan swasta, baik
berupa pabrikan, importir, pedagang eceran, distributor, dan lain-lain.
Sebagai penyelenggara kegiatan usaha, pelaku usaha adalah pihak yang harus
bertanggung jawab atas akibat-akibat negatif berupa kerugian yang ditimbulkan
oleh usahanya terhadap pihak ketiga, yaitu konsumen, sama seperti seorang
produsen.
2. Konsumen
Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang
diserahkan kepada mereka oleh pengusaha,15
15 Mariam Darus, Opcit, Hal. 59-60.
yaitu setiap orang yang
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau
diperjualbelikan lagi.16
Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 tersebut bahwa
konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir yang dikenal dalam
kepustakaan ekonomi.
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa “Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan”.
17
3. Produk dan Standardisasi Produk
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semua orang adalah konsumen
karena membutuhkan barang dan jasa untuk mempertahankan hidupnya sendiri,
keluarganya, ataupun untuk memelihara/merawat harta bendanya.
Persoalan hubungan produsen dengan konsumen biasanya dikaitkan
dengan produk (barang dan/atau jasa) yang dihasilkan oleh teknologi. Maka
persoalan perlindungan konsumen erat kaitannya dengan persoalan teknologi,
khususnya teknologi manufaktur dan teknologi informasi. Dengan makin
berkembangnya industri dan teknologi memungkinakn semua lapisan masyarakat
terjangkau oleh produk teknologi, yang berarti juga memungkinkan semua
masyarakat terlibat dengan masalah perlindungan konsumen ini.
16 Az. Nasution, Iklan dan Konsumen,Tinjauan dari Sudut Hukum dan Perlindungan
Konsumen,Dalam Manajemen dan Usahawan Indonesia, Nomor 3 Thn. XXIII, LPM FE-UI, Jakarta, 1994, Hal. 23.
17 Dalam literatur ekonomi dikenal dua macam konsumen, yaitu konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Dalam pengertian luas, produk ialah segala barang dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu proses sehingga produk berkaitan erat dengan teknologi.
Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen bahwa :
“Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen”.
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen bahwa “Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau
prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen”.18
Untuk menghindari kemungkinan adanya produk yang cacat atau
berbahaya, maka perlu ditetapkan standar minimal yang harus dipedomani dalam
Pemakaian teknologi yang makin baik, di satu sisi memungkinkan
produsen mampu membuat produk beraneka macam jenis, bentuk, kegunaan,
maupun kualitasnya sehingga pemenuhan kebutuhan konsumen dapat terpenuhi
lebih luas, lengkap, cepat dan menjangkau bagian terbesar lapisan masyarakat.
Akan tetapi, disisi lain penggunaan teknologi memungkinkan dihasilkannya
produk yang tidak sesuai dengan persyaratan keamanan dan keselamatan pemakai
sehingga menimbulkan kerugian kepada konsumen.
Berkaitan dengan cacat produk dapat ditemukan dalam tiga klasifikasi
menurut tahap-tahap produksi, yaitu kerusakan produk, kerusakan desain, dan
pemberian informasi yang tidak memadai.
18 Pengertian tentang barang di dalam undang-undang ini sebenarnya menyalahi
pembeda-bedaan benda menurut paham hukum perdata sebab istilah barang hanya ditujukan pada benda bewujud, sedangkan untuk benda tidak berwujud lazim disebut dengan hak.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
berproduksi untuk menghasilkan produk yang layak dan aman untuk dipakai.
Usaha inilah yang disebut dengan standardisasi.
Menurut Gandi, standardisasi adalah :
“Proses penyusunan dan penerapan aturan-aturan dalam pendekatan secara teratur bagi kegiatan tertentu untuk kemanfaatan dan dengan kerja sama dari semua pihak yang berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan penghematan menyeluruh secara optimum dengan memperhatikan kondisi fungsional dan persyaratan keamanan. Hal ini didasarkan pada konsolidasi dari hasil (ilmu) teknologi dan pengalaman”.19
a) Pemakaian bahan secara ekonomi, perbaikan mutu, penurunan ongkos
produksi, dan penyerahan yang cepat.
Selanjutnya, ia mengatakan bahwa dengan standardisasi akan diperoleh manfaat
sebagai berikut :
b) Penyederhanaan pengiriman dana penanganan barang.
c) Perdagangan yang adil, peningkatan kepuasan langganan.
d) Interchangeability komponen memungkinkan subcontracting.
e) Keselamatan kehidupan dan harta.20
Dengan demikian, standardisasi berfungsi membantu menjembatani
kepentingan konsumen dan produsen dengan menetapkan standar produk yang
tepat yang dapat memenuhi kepentingan dan mencerminkan aspirasi kedua belah
pihak. Dengan adanya standardisasi produk ini akan memberi manfaat yang
optimum pada konsumen dan produsen, tanpa mengurangi hak milik dari
konsumen.
21
19 Gandi, 1980, Perlindungan Konsumen Dilihat dari Sudut Pengaturan Standarisasi
Hasil Industri, Makalah Pada Simposium Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, BPHN – Binacipta, Jakarta, 1980, Hal. 80.
20 Ibid, Hal. 81-82. 21 Ibid, Hal. 82-83
Standardisasi ini berkaitan erat dengan keamanan dan keselamatan
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
konsumen, yaitu berkaitan dengan kelayakan suatu produk untuk dipakai atau
dikonsumsi. Barang yang tidak memenuhi syarat mutu, khususnya makanan,
dapat menimbulkan malapetaka bagi konsumen, selain merugikan konsumen dari
segi finansial dapat pula mengancam keamanan dan keselamatan masyarakat
umum.
Untuk mencapai tujuan standardisasi itu, menurut Gandi, yang perlu
dimasukkan dalam standar produk adalah :
a. Terminologi dan definisi yang dapat dipakai sebagai bahasa yang sama-sama
dimengerti oleh produsen, penjual, distributor, dan konsumen.
b. Perlu ditetapkan tingkat minimal bagi keselamatan, yang ditetapkan secara
ahli, yang memperhitungkan risiko yang dapat diterima.
c. Perlu ditetapkan cara dan produsen untuk menentukan apakah memenuhi
persyaratan keselamatan minimum.
d. Perlu diusahakan kemungkinan dipertukarkan, baik bagi produk secara
keseluruhan maupun bagi komponennya.
e. Perlu ditetapkan kategori atau deret ukur yang cocok bagi konsumen; dan juga
kemungkinan produsen untuk menghilangkan ragam produk yang tidak perlu.
f. Perlu dikembangkan seperangkat cara dan prosedur yang lengkap bagi
pengukuran kemampuan dan mutu.22
4. Peranan Pemerintah
Berkaitan dengan pemakaian teknologi yang makin maju sebagaimana
disebutkan di atas dan supaya tujuan standardisasi dan sertifikasi tercapai
22 Ibid. Hal. 83.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
semaksimal mungkin, maka pemerintah perlu aktif dalam membuat,
menyesuaikan, dan mengawasi pelaksanaan peraturan yang berlaku.
Sesuai dengan prinsip pembangunan yang antara lain menyatakan bahwa
pembangunan dilaksanakan bersama oleh masyarakat dengan pemerintah dan
karena itu menjadi tanggung jawab bersama pula, maka melalui pengaturan dan
pengendalian oleh pemerintah, tujuan pembangunan nasional dapat dicapai
dengan baik.
Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dari produk yang
merugikan dapat dilaksanakan dengan cara mengatur, mengawasi, serta
mengendalikan produksi, distribusi, dan peredaran produk sehingga konsumen
tidak dirugikan, baik kesehatannya maupun keuangannya.
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan kebijaksanaan yang akan
dilaksanakan, maka langkah-langkah yang dapat ditempuh pemerintah adalah :
a. Registrasi dan penilaian
b. Pengawasan produksi
c. Pengawasan distribusi
d. Pembinaan dan pengembangan usaha
e. Peningkatan dan pengembangan prasarana dan tenaga.23
Peranan pemerintah sebagaimana disebutkan di atas dapat dikategorikan
sebagai peranan yang berdampak jangka panjang sehingga perlu dilakukan secara
kontinu memberikan penerangan, penyuluhan, dan pendidikan bagi semua pihak.
Dengan demikian, tercipta lingkungan usaha yang sehat dan berkembangnya
23 Ading Suryana, Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Perhatian Terhadap
Kepentingan Konsumen Produk Pangan, Makalah pada Seminar Nasional Upaya Peningkatan Perlindungan Konsumen Produk Pangan, UGM, Yogyakarta, 1989, Hal. 5-7.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
pengusaha yang bertanggung jawab. Termasuk di sini menciptakan pasar yang
kompetitif dengan berangsur-angsur menghilangkan monopoli dan proteksi.24
5. Klausula Baku
Dalam jangka pendek, pemerintah dapat menyelesaikan secara langsung dan cepat
masalah-masalah yang timbul.
Posisi ketiga pihak terkait, yaitu produsen, konsumen dan pemerintah,
masing-masing adalah mandiri sehingga perlu diatur dengan baik untuk mencapai
keserasian dan kehamonisan dalam kegiatan ekonomi. Pemerintah yang
ditugaskan untuk mengatur hal tersebut berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945, dapat melaksanakannya melalui pembuahan peraturan dan
pengawasan pelaksanaan peraturan-peraturan itu. Peraturan-peraturan yang
dimaksud adalah peraturan yang juga mengikat pemerintah sehingga tidak muncul
kolusi antara pengusaha dan pemerintah yang dapat merugikan konsumen.
Sehubungan dengan standar kontrak adalah penggunaan klausula baku
dalam transaksi konsumen. Yang dimaksud dengan klausula baku menurut Pasal 1
angka 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah :
“Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”.
Pembuat undang-undang ini menerima kenyataan bahwa pemberlakuan
standar kontrak adalah suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindari sebab
sebagaimana dikatakan oleh Syahdeini, perjanjian baku/standar kontrak adalah
24 Syahrir, Deregulasi Ekonomi Sebagai Jalan Keluar Peningkatan Perhatian Terhadap
Kepentingan Konsumen, Makalah Pada Seminar Demokrasi Ekonomi dan Arah Gerakan Perlindungan Konsumen, YLKI-CESDA-LP3ES, Jakarta, 1993, Hal. 36 dan seterusnya.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
suatu kenyataan yang memang lahir dari kebutuhan masyarakat.25 Namun
demikian, dirasa perlu untuk mengaturnya sehingga tidak disalahgunakan dan atau
menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Tinggal bagaimana pengawasan
penggunaan standar kontrak itu sehingga tidak dijadikan sebagai alat untuk
merugikan orang lain.26
C. Asas-asas Perlindungan Konsumen
Berkaitan dengan tujuan di atas, ada sejumlah asas yang terkandung di
dalam usaha memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Perlindungan
konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh pihak yang terkait,
masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah berdasarkan lima asas, yang menurut
Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 ini
adalah:
1) Asas manfaat
2) Asas keadilan
3) Asas keseimbangan
4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen, serta
5) Asas kepastian hukum
Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan. Asas ini menghendaki bahwa pengaturan dan penegakan hukum
25 St. Remy Syahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank, IBI, Jakarta, 1993, Hal. 69. 26 Pengawasan penggunaan standar kontrak misalnya dapat dilakukan terlebih dahulu
pada standar kontrak yang dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan yang melibatkan kepentingan masyarakat banyak, lihat Janus Sidabalok, Op.Cit, Hal. 105.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak
di atas pihak lain atau sebaliknya, tetapi adalah untuk memberikan kepada
masing-masing pihak, produsen dan konsumen, apa yang menjadi haknya.
Dengan demikian, diharapkan bawha pengaturan dan penegakan hukum
perlindungan konsumen bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat dan pada
gilirannya bermanfaat bagi kehidupan berbangsa.
Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan
pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara
adil. Asas ini menghendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan hukum
perlindungan konsumen ini, konsumen dan produsen dapat berlaku adil melalui
perolehan hak dan penunaian kewajiban secara seimbang. Karena itu, undang-
undang ini mengatur sejumlah hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha
(produsen).
Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil dan
spiritual.27
27 Asas keseimbangan ini juga dianut oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Asas ini menghendaki agar konsumen, pelaku usaha (produsen), dan
pemerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan
hukum perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen, produsen, dan
pemerintah diatur dan harus diwujudkan secara seimbang sesuai dengan hak dan
kewajibannya masing-masing dalam kehidupan berbangsa atas kepentingannya
yang lebih besar dari pihak lain sebagai komponen bangsa dan negara.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi
atau digunakan. Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen
akan memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi/dipakainya, dan
sebaliknya bahwa produk itu tidak akan mengancam ketentraman dan keselamatan
jiwa dan harta bendanya. Karena itu, undang-undang ini membebankan sejumlah
kewajiban yang harus dipenuhi dan menetapkan sejumlah larangan yang harus
dipatuhi oleh produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.
Asas kepastian hukum dimaksudkan agar, baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Artinya,
undang-undang ini mengharapkan bahwa aturan-aturan tentang hak dan kewajiban
yang terkandung di dalam undang-undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari sehingga masing-masing pihak memperoleh keadailan. Oleh karena
itu, negara bertugas dan menjamin terlaksananya undang-undang ini sesuai
dengan bunyinya.
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai melalui Undang-Undang Perlindungan
Konsumen ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 adalah :
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan ionformasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.
Mengamati tujuan dan asas yang terkandung di dalam undang-undang ini,
jelaslah bahwa undang-undang ini, jelaslah bahwa undang-undang ini
membawa misi yang besar dan mulia dalam mewujudkan kehidupan
berbangsa dan bernegara.
D. Hak-hak Konsumen
1. Pengertian umum tentang hak
Dalam pengertian hukum, umumnya yang dimaksud dengan hak adalah
kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum, sedangkan kepentingan adalah
tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya
mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam
melaksanakannya.28
28 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
1986, Hal. 40.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Pada dasarnya hak bersumber dari tiga hal. Pertama, dari kodrat manusia
sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah. Sebagai makhluk ciptaan Allah,
manusia mempunyai sejumlah hak sebagai manusia dan untuk mempertahankan
kemanusiaannya, misalnya hak untuk hidup, kebebasan dan sebagainya. Hak
inilah yang disebut dengan hak asasi.
Kedua, hak yang lahir dari hukum, yaitu hak-hak yang diberikan oleh
hukum negara kepada manusia dalam kedudukannya sebagai warga negara/warga
masyarakat. Hak inilah yang disebut dengan hak hukum, hak dalam artian yuridis
(juga disebut sebagai hak dalam artian sempit). Misalnya, hak untuk memberikan
suara pada pemilihan umum, hak untuk mendirikan bangunan, dan sebagainya.
Ketiga, hak yang lahir dari hubungan hukum antara seseorang dan orang
lain melalui sebuah kontrak/perjanjian. Misalnya, seseorang meminjamkan
mobilnya kepada orang lain, maka orang lain itu mempunyai hak pakai atas mobil
tersebut. Meskipun hak ini berasal dari hubungan kontraktual, tetap mendapat
perlindungan dari hukum jika kontrak yang dibuat untuk melahirkan hak itu sah
menurut hukum. Karena itu, hak ini juga masuk dalam kelompok hak hukum.
Secara tradisional dikenal dua macam pembedaan hak, yaitu hak yang
dianggap melekat pada tiap-tiap manusia sebagai manusia dan hak yang ada pada
manusia akibat adanya peraturan, yaitu hak yang berdasarkan undang-undang.29
29 Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Kanisius, Jakarta, 1990, Hal. 94- 95.
Hak asasi tidak perlu direbut sebab ada dan selalu ada, selama ia masih manusia;
keberadaannya tidak bergantung pada persetujuan orang ataupun undang-undang
negara. Terhadap hak asasi, hukum negara hanya boleh dan bahkan wajib
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
mengatur pemenuhannya, sedangkan untuk meniadakan atau menghapuskan hak
asasi melalui hukum, tidak dibenarkan.
Hak yang bersumber dari hukum maupun perjanjian itu dibedakan menjadi
hak kebendaan dan hak perorangan. Hak kebendaan berkaitan dengan penguasaan
langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang.
Misalnya hak milik. Sedangkan hak perorangan memberikan suatu tuntutan atau
penagihan terhadap seseorang. Dalam hukum Romawi, keduanya disebut dengan
actiones in rem untuk tuntutan kebendaan dan actiones in personam untuk
tuntutan perseorangan.30
Dengan pemahaman di atas maka dapat dipahami pula bahwa hak-hak
konsumen itu terdiri dari hak konsumen sebagai manusia (yang perlu hidup), hak
konsumen sebagai subjek hukum dan warga negara (yang bersumber dari undang-
undang/hukum), dan hak konsumen sebagai pihak-pihak dalam kontrak (dalam
hubungan kontrak dengan produsen).
30 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXII, Intermasa, Jakarta, 1989, Hal.
63.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
BAB IV
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM TERHADAP NASABAH
BANK DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Landasan Hukum Yang Dapat Dipergunakan Oleh Nasabah Apabila Ia
Dirugikan Oleh Bank
Landasan hukum yang dapat dipergunakan oleh nasabah terhadap bank
adalah didasarkan pada Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Dalam hal ini landasan hukum PT. Bank Sumut Syariah didasarkan kepada
Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang terdapat dalam
Pasal 1 angka 12 yaitu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan Pasal 1 angka
13 yaitu prinsip syariah.31
Hak PT. Bank Sumut Syariah untuk melindungi nasabahnya adalah :
PT. Bank Sumut Syariah berusaha memenuhi hak dan
kewajiban sebagai bank pada umumnya yang dilandasi dengan syarat dan
ketentuan berdasarkan sistem perbankan syariah di bawah pengawasan Bank
Indonesia.
31 Data diperoleh dari Bank Sumut Syariah,2008.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
a. Kepada nasabah yang ingin melakukan pembukaan rekening yaitu bank
berhak mengetahui identitas dan latar belakang nasabah tersebut sesuai
dengan prinsip Know Your Customer (KYC).
b. Dalam kredit, bank tersebut mendapatkan kembali uang yang dipinjamkan
kepada nasabah dan hasil keuntungan yang diperoleh oleh debitur.
Dan kewajiban PT. Bank Sumut Syariah untuk melindungi nasabahnya adalah
Bank mempunyai kewajiban mengelola dana yang ditempatkan nasabah di bank
tersebut sebaik-baiknya dan selalu bertanggung jawab untuk menyediakan dana
itu kembali apabila nasabah tersebut ingin mengambilnya kembali.
Undang – undang No. 10 Tahun 1998 tidak ada menentukan landasan
hukum yang dapat dipergunakan oleh nasabah apabila ia dirugikan oleh bank.
Karena pada dasarnya apabila seorang nasabah memasuki suatu sistem pelayanan
perbankan maka ia akan dihadapkan pada pilihan yang disediakan oleh bank itu
sendiri. Atau dengan kata lain apabila nasabah adalah seorang nasabah penabung
maka itu berarti ia akan mendapatkan bunga atas tabungannya, dan apabila
nasabah tersebut adalah nasabah debitur maka ia wajib melunasi hutangnya
dengan pihak perbankan, apabila ia tidak melunasi kewajibannya, maka
berdasarkan perjanjiannya yang dibuatnya, pihak bank dapat menyita agunan yang
diajukannya kepada pihak bank.
Perlindungan hukum kepada nasabah perbankan ini pada dasarnya timbul
karena kurangnya pengelolaan bank secara, baik disebabkan oleh tidak efektifnya
pemberian dan pengawasan kredit, sistem manajemen yang diterapkan tidak
44
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
mendukung operasi bank, yang mengakibatkan bank tersebut sulit untuk
melakukan operasinya, sehingga oleh pemerintah bank – bank tersebut
dilikwidasi. Pelaksanaan likwidasi inilah yang merugikan nasabah terutama
nasabah deposan, dimana ia tidak dapat mengambil dananya pada bank yang
dilikwidasi secara tunai atau cash. Pada posisi ini nasabah telah dirugikan dan
dalam menuntut haknya ia harus berserah kepada ketentuan pemerintah.
Apabila dihubungkan dengan pelaksanaan penuntutan dengan dasar
perbuatan melawan hukum ( Pasal 1365 KUH Perdata) serta wanprestasi maka si
nasabah penyimpan tersebut akan mengeluarkan dana yang cukup besar untuk
melakukan penuntutan dengan waktu yang juga tidak pendek untuk terlaksananya
proses penuntutan. Dengan demikian maka apabila nasabah penyimpan
melakukan tuntutan atas bank dengan dasar perbuatan melawan hukum maupun
wanprestasi tentulah ia akan kehilangan dana dan waktu yang cukup panjang,
sehingga terkadang ia hanya berserah kepada ketentuan – ketentuan yang diambil
oleh pihak Bank Indonesia. Meskipun pada kenyataanya dana deposan yang
disimpan oleh nsabah pada bank yang telah dilikwidasi kembali, tetapi
kembalinya dana tersebut dalam tempo yang lama tidak serta merta, sehingga
merugikan prilaku ekonomi nasabah penyimpan itu sendiri.
Tidak terlindunginya konsumen sebagai nasabah bank, sudah sejak
nasabah pertama kali berhubungan dengan bank. Hubungan keduanya tidak
imbang. Ketikan nasabah menhadi kreditur dalam bentuk giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan atau bentuk lain yang dipersamakan, tidak
ada agunan apapun yang diberikan bank kepada nasabah, kecuali modal
kepercayaan bank.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Posisi nasabah sangatlah lemah dibandingkan dengan posisi bank. Paling
tidak ada dua hubungan hukum antara bank dengan konsumen yang dinilai tidak
afair. Pertama ketika bank bertindak sebagai kreditur, nasabah memberikan
perlindungan hukum dalam bentuk penyerahan dokumen agunan, seperti
sertifikat tanah, guna menjamin pelunasan hutang nasabah. Kedua, nasabah sama
sekali tidak menguasai dokumen aset bank guna menjamin hutang bank kepada
nasabah dalam bentuk giro, deposito, tabungan atau bentuk lainnya. Bank hanya
berbekal agunan “kepercayaan” saja dari nasabah. Tampaknya perlindungan
terhadap nasabah diberikan secara tidak memadai.
Undang-Undang Perbankan (UUP) mengatur masalah perlindungan
kepada nasabah secara samar. Itu tercermin dalam wewenang Bank Indonesia
dalam melakukan pembinaan dan pengawasan Bank. Artinya perlindungan
terhadap nasabah tidak dapat dipisahkan dari upaya menjaga kelangsungan bank
dalam sistem perbankan nasional. Perlindungannya tidak diatur secara
tegas/eksplisit. Itu berarti adanya kegagalan bank (bank failure) dikhawatirkan
membuat resah masyarakat nasabah.
Apapun posisi konsumen terhadap bank, ternyata tidak mengenakan
Bank selalu di lindungi perjanjian standar perbankan dalam bentuk berbagai
klausula sepihak dari pihak bank. Intinya, konsumen tunduk pada segala petunjuk
dan peraturan bank, baik yang sudah berlaku maupun akan diberlakukan
kemudian tidak dipersoalkan lagi ada tidaknya kesepakatan konsumen.
Kembali kepada pembahasan semula tentang landasan hukum yang
dapat dipergunakan oleh nasabah apabila ia dirugikan oleh pihak bank. Maka
dalam kajian ini sebagaimana ruang lingkup disiplin ilmu penulis pada bidang
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
hukum keperdataan, maka dapat dipertanyakan dalam pembahasan ini selanjutnya
apakah ketentuan-ketentuan perihal wanprestasi dan perbuatan melanggar hukum
dapat dikenakan kepada pihak bank.
Dari uraian-uraian sebagaimana diterangkan tedahulu maka dapat
dipahami suatu kenyataan bahwa nasabah itu pada dasaranya adalah individu atau
badan hukum yang mengadakan perhubungan dengan sektor perbankan., baik itu
sebagai nasabah penyimpanan dana maupun sebagai debitur.
Di dalam setiap pekerjaan timbal-balik selalu ada 2 (dua) macam subjek
hukum, yang masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai hak dan
kewajiban secara bertimbal balik dalam melaksanakan perjanjian yang mereka
perbuat.
Di dalam suatu perjanjian, tidak terkecuali dalam suatu pelayanan jasa-
jasa perbankan ada kemungkinan salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian
atau tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana yang telah mereka sepakati
bersama-sama.
Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan,
atau lebih jelas apa yang merupakan kewajiban menurut perjanjian yang mereka
perbuat, maka dikatakan bahwa pihak tesebut wanprestasi yang artinya tidak
memenuhi prestasi yang diperjanjikan dalam perjanjian.
Wirjono Prodjodikoro mengatakan :
“Wanprestasi adalah berartu ketiadaaan suatu prestasi dalam hukum perjanjian, berarti suartu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi”.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Lebih tegas Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa “Apabila dalam suatu perikatan si debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka dikatakan debitur itu wanprestasi”.
Dari uraian tersebut di atas, jelas dapat dimengerti apa sebenarnya yang
dimaksud dengan wanprestasi.
Untuk menentukan apakah seorang (debitur) itu bersalah karena telah
melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seorang itu
dikatakan lalai atau tidak memenuhi prestasi.
R. Subekti, mengemukakan bahwa Wanprestasi (kelalaian atau
kealpaan) seorang debitur dapat berupa 4 (empat) macam :
1) Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2) Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana
diperjanjikan.
3) Melaksanakan apa yang di perjanjikan, tetapi terlambat
4) Melaksakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilaksanakan
Yang menjadi landasan berpikir tentang wanprestasi di atas adalah
dapatkah nasabah penyimpanan melakukan tuntutan wanprestasi kepada pihak
bank yang telah merugikannya. Maka dapat hal ini dapat dikatakan tidak dapat
karena pada dasarnya kedudukan nasabah adalah sebagai debitur bukan kreditur
sehingga hak penuntutan wanprestasi tersebut terbit dari pihak kreditur yaitu
pihak perbankan.
Selanjutnya akan dibahas apakah perbuatan melawan hukum dapat
dikenakan pada bank yang telah merugikan nasbahnya.
Pengaturan perbuatan melawan hukum ditemukakan dalam pasal 1365
KUH Perdata yang berbunyi “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu mengganti kerugian tersebut”.
Dari pasal 1365 KUH Perdata tersebut data dikatakan bahwa perbuatan
itu dikatakan melawan hukum aoabila memenuhi syarat unsur :
a) Perbuatan itu harus melawan hukum
b) Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian
c) Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan/kelalaian
d) Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.
Dan pasal 1366 KUH Perdata menyebutkan bahwa “Setiap orang
bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau
kurang hati-hatinya”.
Berdasarkan pengertian di atas maka apabila nasabah merasa dirugikan
oleh pihak perbankan ia dapat mengajukan tuntutan pihak bank telah melakukan
perbuatan melawan hukum berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata. Hanya saja
dalam pelaksanaan penututan selanjutnya nasabah harus dapat membuktikan
bahwa pihak bank benar-benar telah melakukan perbuatan hukum yang merugikan
dirinya sebagai nasabah.
B. Peranan Nasabah Sebagai Konsumen
Membicarakan peranan nasabah di sektor perbankan maka kita juga
secara langsung dapat mengerti bahwa peranan nasabah tersebut pada dasarnya
adalah berhubungan dengan kegiatan dari jasa – jasa perbankan.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Dengan demikian peranan nasabah di sektor perbankan, maka hal
tersebut diartikan juga sebagai peranan nasabah dalam mengisi lapangan usaha
dari para bank tersebut.
Adapun lapangan usaha dari pada Bank tersebut dapat dibagi dalam
kategori sebagai berikut :
1. Lapangan usaha bank umum
a. Menerima simpanan terutama dalam bentuk giro dan deposito
b. Memberi kredit terutama kredit jangka pendek dengan tanggungan efek,
hasil bumi, barang, juga dengan tanggungan dokumen pengangkutan dan
dokumen penyimpanan yang mewakili barang itu, begitu juga dengan
tanggungan kertas berharga yang mewakili barang.
c. Memberikan kredit jangka menengah, panjang atau turut dalam
perusahaan dengan persetujuan dan syarat – syarat yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
d. Memindahkan uang, baik dengan pemberitahuan secara telegram maupun
surat, ataupun dengan jalan memberikan wesel tunjuk di antara sesama
kantornya. Penarikan atas saldo kredit yang ada pada koresponden,
dilakukan secara telegram atau wesel tunjuk atau dengan cek.
e. Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran,
menjalankan perintah untuk pemindahan uang, menerima pembayaran dari
tagihan atas kertas berharga dan melakukan perhitungan dengan atau
antara pihak ketiga.
f. Mendiskonto
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
1) Surat wesel dan surat order dengan dua penanggung jawab atau lebih
secara padu dan dengan masa berlaku yang tidak lebih lama dari pada
kebiasaan dalam perdagangan.
2) Surat wesel dan kertas dagang yang lain yang tidak lebih masa
berlakunya dari pada kebiasaan dalam perdagangan, baik yang ditarik
dengan jaminan surat kredit maupun dengan jaminan dokumen
pengangkutan.
3) Kertas perbendaharaan atas beban negara.
4) Surat hutang dengan pelunasan dalam enam bulan dan selama
diskonnya turut bertanggung jawab secara padu.
5) Mandat atau surat perintah membayar atas kas negara untuk rendemen
lelang.
g. Membeli dan menjual
1) Wesel yang diakseptasi oleh bank yang waktu berlakunya tidak lebih
lama dari kebiasaan dalam perdagangan
2) Kertas perbendaharaan atas beban negara.
3) Surat hutang yang tercatat pada suatu bursa efek yang resmi atas beban
negara atau bunga / pelunasannya dijamin oleh negara.
h. Membeli dan menjual cek, surat wesel, kertas dagang yang lain, dan
pembayaran dengan surat dan telegram, yang masa berlakunya tidak lebih
lama dari kebiasaan dalam perdagangan, dan ada jaminan yang lazim
berlaku untuk hal itu.
i. Memberi jaminan bank ( bank garantie ) dengan tanggungan yang cukup.
j. Menyewakan tempat menyimpan barang berharga.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
k. Menjalankan usaha lain yang lazim dilakukan dalam suatu bentuk bank
umum.
2. Lapangan Usaha Bank Umum Milik Negara
a. Bank Negara Indonesia 1946, dengan pengutamaan tugas di sektor
industri.
b. Bank dagang negara , dengan pengutamaan tugas di sektor pertambangan.
c. Bank Bumi Daya, dengan pengutamaan tugas di sektor perkebunan dan
kehutanan.
d. Bank Rakyat Indonesia dengan pengutamaan tugas sebagai berikut :
1) Membantu perkembangan koperasi, terutama dalam bidang pertanian
dan perikanan.
2) Membantu kaum tani dan nelayan yang belum tergabung dalam
koperasi untuk mengembangkan usaha – usahanya di bidang pertanian
dan perikanan, dan mendorong serta membimbing ke arah usaha
bersama dan asas sendiri perkoperasian.
3) Membantu rakyat yang belum tergabung dalam koperasi dan
menjalankan kegiatan dalam bidang kerajinan, perindustrian rakyat,
perusahaan rakyat dan perdagangan kecil.
e. Memberi bantuan terhadap usaha negara dalam rangka pelaksanaan politik
agraria.
f. Memberi bantuan terhadap usaha pemerintah dalam pembangunan
masyarakat desa.
g. Membina dan mengawasi bank desa, lumbung desa, bank pasar dan bank –
bank sejenis lainnya berdasarkan petunjuk dan pimpinan Bank Indonesia.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
3. Lapangan Usaha Bank Tabungan Milik Negara
a. Menerima simpanan terutama dalam bentuk tabungan
b. Memperbungakan dana – dananya terutama dalam kertas berharga yang
solider.
c. Dapat memberikan kredit yang pelaksanaannya dilakukan menurut
bimbingan Bank Indonesia. Jumlah kredit tersebut hanya boleh diberikan
sampai suatu jumlah menurut perbandingan dengan seluruh simpanan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d. Membiayai pembayaran berupa pinjaman kepada pembeli rumah.
4. Lapangan Usaha Bank Lainnya.
a. Lapangan Usaha Bank Tabungan Swasta
Lapangan usaha bank tabungan swasta pada dasarnya sama
dengan lapangan tabungan usaha bank milik negara, hanya saja
pelaksanaannya pihak swasta.
b. Lapangan Usaha Bank Pembangungan Swasta
Lapangan usaha bank pembangunan swasta pada umumnya juga
sama dengan lapangan usaha bank pembangunan milik negara.
c. Lapangan Usaha Bank Umum Asing
Lapangan usaha bank umum asing sama dengan lapangan usaha
bank umum milik negara, dengan catatan bahwa :
1) Tidak diperkenankan menerima uanga tabungan.
2) Dapat memberikan kredit kepada :
a) Perdagangan internasioanal
b) Bidang industri dan produksi
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
c) Bidang usaha yang memungkinkan untuk melaksanakan
penanaman modal asing atau usaha campuran dengan modal asing.
d) Usaha – usaha di bidang lainnya, sejauh dalam bidang yang
bersangkutan mempunyai kebutuhan kredit, akan tetapi kebutuhan
ini tidak atau kurang cukup dipenuhi oleh bank – bank nasional
yang ada.
Perkembangan yang demikian pesat di bidang perbankan tidak terlepas
dari peran nasabah sebagai pihak yang menggunakan jasa bank, sebab bila tidak
ada kepercayaan dari nasabah terhadap bank maka tentu saja bank tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai perlindungan dan penyalur dana dari masyarakat.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tidak jarang nasabah sebagai pihak
yang menggunakan jasa bank sering diabaikan haknya. Karena kurangnya
perlindungan terhadap nasabah jika berhadapan dengan bank adalah merupakan
suatu masalah yang sering dikeluhkan terus menerus.
C. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank ditinjau Dari Undang-
Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Membicarakan perlindungan hukum terhadap nasabah kita tidak dapat
memisahkan diri dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,
karena pada dasarnya UU inilah yang dijadikan bagi perlindungan konsumen
termasuk halnya nasabah secara umum.
UU No. 10 Tahun 1998 Bukan tidak ada membicarakan tentang
nasabahnya di dalamnya, tetapi karena UU no. 10 Tahun 1998 hanya bersifat
memberitahukan kepada nasabah semata tidak memberikan akibat kepada
perbankan itu sendiri sehingga dirasakan kurang memberikan perlindungan
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
kepada nasabahnya. Tetapi secara administrasi UU No. 10 Tahun 1998
memberikan perlindungan kepada nasabahnya. Tetapi secara administrasi UU No.
10 Tahun 1998 memberikan konsekuensi diambilnya tindakan oleh BI terhadap
bank menyalahi ketentuan UU No. 10 Tahun 1998, sedangkan nasabah tidak
diberikan kesempatan melakukan aksi dari ketentuan UU No. 10 Tahun 1998.
Aksi tersebut hanya dapat dilakukan dengan dasar UU No.8 Tahun 1999.
Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi pelaku usaha jelas
sangat merugikan kepentingan masyarakat. Perlindungan konsumen adalah segala
upaya yang menjamin kepastian hukum untuk memberi perlindungan terhadap
konsumen.
Hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas atau
kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan
dan masalahnya dengan penyedia barang atau jasa.32
Perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen mempunyai hak
untuk melakukan pengaduan nasabah, serta menggunakan forum mediasi
Kepercayaan merupakan inti dari perbankan sehingga sebuah bank harus
mampu menjaga kepercayaan dari para nasabahnya. Perlindungan hukum bagi
nasabah bank selaku konsumen ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan
Konsumen terletak pada adanya kewajiban bagi pihak bank untuk mengindahkan
tata cara pembuatan klausula baku baik bentuk maupun substansinya dalam hal
pembuatan perjanjian kredit/pembiayaan, serta pembukaan rekening bank oleh
nasabah.
32 A.Z. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diedit Media,
Jakarta, 2002, hal 28.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
perbankan untuk mendapatkan penyelesaian sengketa di bidang perbankan secara
sederhana, murah, cepat.
Apabila hak dan kewajiban PT. Bank Sumut Syariah sudah sejalan dengan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen maka akan dapat menjalankan aktifitas
perbankan didalam bank tersebut. Diantaranya adalah hak mendapatkan
keamanan, hak untuk memilih produk, hak untuk mendapatkan informasi yang
jelas dan akurat dan hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur. Dan
kewajibannya adalah mengikuti petunjuk informasi dan prosedur yang dijalankan
bank tersebut.33
33 Arsip Bank Sumut Syariah, 2008.
Di dalam Undang – Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
konsumen disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) “ Perlindungan konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan
Perlindungan kepada konsumen”.
Dalam ayat (2) pasal yang sama dinyatakan “ Konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan “.
Perihal terbitnya istilah perlindungan konsumen ini adalah disebabkan
adanya aktivitas – aktvitas perekonomian. Kesenjangan ekonomi merugikan
berbagai pihak yang terlibat dalam aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesialah
yang tidak lain sebagai konsumen yang paling dirugikan. Hendaknya diluruskan
anggapan keliru yang menyatakan bahwa para pelaku ekonomi hanyalah terdiri
dari pemerintah.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Keberpihakan kepada konsumen sebenarnya merupakan wujud nyata
ekonomi kerakyatan. Dalam praktek perdagangan yang merugikan konsumen, di
antaranya penentuan harga barang, dan penggunaan klausula eksonerasi secara
tidak patut, pemerintah harus secara konsisten berpihak kepada konsumen yang
pada umumnya orang kebanyakan.
D. Prinsip Hukum Dalam Hubungan Antara Nasabah Penyimpan Dengan
Bank
Berbicara tentang prinsip – prinsip hukum dalam hubungan antara
nasabah penyimpan dengan pihak bank adalah membicarakan perbuatan –
perbuatan hukum dengan segala akibatnya antara nasabah penyimpanan dengan
pihak perbankan.
Perlindungan nasabah PT. Bank Sumut Syariah sebagai debitur
melindungi nasabahnya berdasarkan undang-undang karena setiap nasabah yang
melakukan pinjaman akan diikat dalam satu perjanjian kredit (PK) antara nasabah
dengan bank. Jadi, secara nyata tidak ditemukan adanya perjanjian dalam bentuk
baku antara nasabah penyimpan dengan pihak bank. Tetapi dalam prakteknya
sehari – hari ditemukan suatu hubungan yang bertimbal balik antara nasabah
penyimpan dengan pihak bank, baik itu nasabah penyimpan dalam bentuk
tabungan maupun dalam bentuk deposito.
Hubungan yang bertimbal balik itu dapat berupa pemberian bunga oleh
pihak bank terhadap simpanan dari nasabah penyimpan, serta kewajiban –
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
kewajiban nasabah untuk melakukan suatu sistem administrasi tertentu apabila ia
hendak mengambil uang atau menyimpan uangnya.
Dengan demikian maka membicarakan prinsip – prinsip hukum dalam
hubungan antara nasabah penyimpan dengan pihak bank adalah pada dasarnya
membicarakan perjanjian antara nasabah penyimpan dengan pihak bank. Prinsip –
prinsip hukum yang demikian tidaklah kompleks, dimana si bank tetap
memberlakukan kewajiban untuk memberikan bunga tertentu atas jumlah
simpanan nasabah dan nasabah tetap memiliki hak untuk menarik maupun tetap
menyimpan dananya. Hanya saja perbuatan perjanjian antara nasabah penyimpan
dengan bank tidak dituangkan dalam bentuk perjanjian baku, dimana kepada
nasabah penyimpan hanya diberikan tanda bukti atau buku saku simpanan saja.
Dan kenyataannyapun pihak nasabah tidak berkeberatan atas sistem yang
diperlakukan bank tersebut.
E. Pertanggungjawaban Bank Apabila Nasabah Mengalami Kerugian
Upaya peningkatan dan pemberdayaan nasabah adalah dengan keberadaan
infrastruktur di bank untuk menangani dan menyelesaikan berbagai keluhan dan
pengaduan nasabah. Bank harus merespons setiap keluhan dan pengaduan
nasabah. Untuk menghindari berlarut-larutnya penanganan pengaduan nasabah
diperlukan standar waktu yang jelas dan berlaku secara umum di setiap bank
dalam menyelesaikan setiap pengaduan nasabah.
Apabila tidak dapat diselesaikan juga maka perlu disediakan media yang
dapat menampung penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank. Penyelesaian
sengketa nasabah bank harus dapat memenuhi unsur sederhana, murah, dan cepat.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Bank Indonesia merasa perlu untuk memprioritaskan program-program
lainnya yaitu penanganan pengaduan nasabah, transparansi informasi produk
perbankan, dan pembentukan lembaga mediasi perbankan independent. Hal ini
dilator belakangi oleh adanya kebutuhan untuk segera memberikan perlindungan
kepada nasabah bank terkait dengan cukup maraknya pengaduan-pengaduan
nasabah yang dimuat dalam media massa.
Pertanggungjawaban PT.Bank Sumut syariah apabila nasabah mengalami
kerugian yaitu dengan cara melakukan perdamaian berupa pengaduan langsung
ke Bank bersangkutan apabila terjadi kekeliruan untuk selanjutnya diproses untuk
dibuktikan guna pemberian ganti rugi.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Dari pembahasan permasalahan pada Bab IV dapat diambil beberapa
kesimpulan yaitu :
1. Perlindungan hukum terhadap nasabah bank ditinjau dari undang-undang
no.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen merupakan jaminan
kepastian hukum yang diberikan pihak bank kepada nasabah karena pada
dasarnya undang-undang inilah yang melindungi konsumen termasuk
halnya nasabah secara umum.Sesuai undang-undang perlindungan
konsumen maka bank selaku pelaku usaha berkewajiban melayani nasabah
secara benar dan jujur serta memberikan informasi yang benar,jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa yang diberikan.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
2. Pertanggungjawaban bank apabila nasabah mengalami kerugian adalah
dengan menangani dan menyelesaikan berbagai keluhan dan pengaduan
nasabah,untuk menghindari berlarut-larutnya masalah yang terjadi.
Pengaduan nasabah dilakukan dengan standar waktu yang ditentukan dan
berlaku secara umum.
B. Saran
1. Pihak perbankan,dalam hal ini PT.Bank Sumut Syariah hendaknya dapat
bekerjasama dengan lembaga konsumen atau badan lain yang dianggap bisa
mewakili kepentingan nasabah sehingga secara bersama-sama dapat
merumuskan klausula yang memenuhi kebutuhan para pihak dan tidak
melanggar unsur kepatutan demi kepastian hukum dan sekaligus juga harus
diusahakan kesepakatan penafsiran atas klausa-klausa yang bersangkutan.
2. Bank Indonesia sebagai bank yang memiliki otoritas penuh dalam pembuatan
kebijaksanaan hendaknya dapat mengadakan sosialisasi dan edukasi kepada
masyarakat mengenai adanya hak nasabah untuk mengajukan segala hal yang
merugikannya kepada Lembaga Pengaduan Nasabah dan Mediasi Perbankan.
62
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU
Arrasjid, Chainur, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000. Darus, Mariam, Perlindungan Terhadap Konsumen Ditinjau dari Segi Standar
Kontrak (Baku), Makalah Pada Simposium Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, BPHN-Bina Cipta, Jakarta, 1990.
Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006. Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern, Buku I, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999. Gandi, Perlindungan Konsumen Dilihat dari Sudut Pengaturan Standarisasi
Hasil Industri, Makalah Pada Simposium Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, BPHN – Binacipta, Jakarta, 1980.
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Kanisius, Jakarta, 1990. Mertokusumo, Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar,
Liberty, Yogyakarta, 1986.
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Nasution, A.Z, Iklan dan Konsumen (Tinjauan dari Sudut Hukum dan Perlindungan Konsumen), Dalam Manajemen dan Usahawan Indonesia, Nomor 3 Thn. XXIII, LPM FE-UI, Jakarta, 1994.
-------- Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diedit Media, Jakarta,
2002. R, R. Tjipto Adinugroho, Perbankan Masalah Permodalan Dana Potensial,
Padya Paramita, Jakarta, 1985. Santoso, Ruddy Tri, Mengenal Dunia Perbankan, Andi Offset, Yogyakarta, 1996. Sidabalok, Janus Sidabalok, Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2006.
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXII, Intermasa, Jakarta, 1989. Suryana, Ading, Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Perhatian Terhadap
Kepentingan Konsumen Produk Pangan, Makalah pada Seminar Nasional Upaya Peningkatan Perlindungan Konsumen Produk Pangan, UGM, 10 Januari 1989, Yogyakarta, 1989.
Suyatno, Thomas, dkk, Kelembagaan Perbaikan, Gramedia, Jakarta, 1997. Syahdeini, St. Remy,ni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang
Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank, IBI, Jakarta, 1993. Syahrir, Deregulasi Ekonomi Sebagai Jalan Keluar Peningkatan
Perhatian Terhadap Kepentingan Konsumen, Makalah Pada Seminar Demokrasi Ekonomi dan Arah Gerakan Perlindungan Konsumen, YLKI-CESDA-LP3ES, 11 Mei 1993, Jakarta, 1993.
Tebbens, Harry Duintjer, International Product Liability, Sijthoff &
International Publishers, Netherland, 1980. Toar, Agnes M, Tanggung Jawab Produk, Sejarah dan Perkembangannya
di Beberapa Negara, DKIH Belanda-Indonesia, Ujung Pandang, 1988. Usman, Rahmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2001. B. Peraturan Perundang-undangan
64
65
Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pustaka Yustisia,Yogyakarta, 2006.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, PT.Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2003. Kitab Undang-undang hukum perdata,PT.Rineka Cipta, Jakarta, 2005.